Anda di halaman 1dari 25

PENGELOLAAN KELAS

KOMPETENSI GURU MATEMATIKA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah: Strategi Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu : Marni Zulyanty, M.Pd.

Disusun oleh :

1. Lisa Ariani (208180021)


2. Titin Susilawati (208180031)
3. Vioni Ambar Sagita (208180024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2019

1
ABSTRAK

PENGELOLAAN KELAS DAN KOMPETENSI GURU MATEMATIKA

Oleh:

Lisa Ariani (208180021)

Titin Susilawati (208180031)

Vioni Ambar Sagita (208180024)

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yakni kata pengelolaan dan kata kelas.
Kata pengelolaan memiliki makna yang sama dengan management dalam bahasa
Inggris, selanjutnya dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen. Kelas adalah
ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk
mengikuti proses pembelajaran. Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut
mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar
yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Keberadaan guru matematika
yang profesional merupakan kunci penting keberhasilan pendidikan matematika di
Indonesia. Salah satu strategi untuk mengahasilkan guru matematika yang
profesional adalah dengan mempersiapkan mahasiswa calon guru matematika
dengan standar guru matematika yang profesional. Tentunya ada beberapa
komponen dari standar tersebut yang direduksi dikarenakan mahasiswa calon guru
matematika belum benar-benar menjadi guru matematika yang profesional.
Setidaknya ada tiga komponen yang harus dikuasai oleh mahasiswa calon guru
matematika untuk menjadi calon guru matematika yang profesional, yaitu
professional knowledge, professional practice, dan professional engagement.

Kata kunci : pengelolaan kelas, guru matematika professional

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas merupakan asset bangsa dan
Negara dalam melaksanakan pembangunan nasional di berbagai sektor dan dalam
menghadapi tantangan kehidupan masyarakat dalam era globalisasi. Sumber daya
ditentukan oleh hasil produktivitas lembaga-lembaga pendidikan, yang terdiri atas jalur
sekolah dan luar sekolah,

Selain masalah SDM, pendidikan nasional pun dinilai masih belum maksimal
dalam membangun karakter bangsa. Wahyu (2011) menyatakan bahwa “sekolah-
sekolah memang melahirkan manusia cerdas, namun kurang memiliki kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai moral dan sopan santun dalam hidup bermasyarakat”. Hal ini
terlihat dari mengemukanya fenomena negatif saat ini, yaitu maraknya perkelahian
pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian dan gejolak masyarakat
(social unrest). Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia pun nampak dari
rendahnya peringkat Indonesia bila dilihat dari kancah internasional, khususnya dalam
bidang matematika. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment)
tahun 2015 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat 69 dari 76 negara. Sedangkan
dari hasil studi Trends in InternationalMathematics and Science Study (TIMSS)
menempatkan Indonesia di urutan ke- 36 dari 49 negara. Keberadaan guru matematika
yang profesional merupakan kunci penting keberhasilan pendidikan matematika di
Indonesia. Salah satu strategi untuk mengahasilkan guru matematika yang profesional
adalah dengan mempersiapkan mahasiswa calon guru matematika dengan standar guru
matematika yang professional.

B. Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami materi
tentang pengelolaaan kelas dan juga kompetensi guru matematika sebagai bekal untuk
melakukan pengajaran dimasa yang akan datang.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yakni kata pengelolaan dan kata kelas.
Untuk mendefenisikan istilah pengelolaan kelas perlu mengetahui defenisi kedua
kata tersebut. Kata pengelolaan memiliki makna yang sama dengan management
dalam bahasa Inggris, selanjutnya dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen.
Menurut Saiful Sagala manajemen adalah serangkaian kegiatan pendayagunaan
segala sumber daya secara efektif untuk mencapai suatu tujuan.1 Kelas adalah
ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk
mengikuti proses pembelajaran.2
Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu
menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya
tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991) “Pengelolaan
kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan
mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan”. Sedangkan menurut Usman (2003) “Pengelolaan
kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar
mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek
penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam
tugas guru di dalam kelas. Berbagai definisi tentang pengelolaan kelas yang dapat
diterima oleh para ahli pendidikan, yaitu :Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai:
a) Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik
yang diinginkan dan mengurangkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
b) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal
yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
c) Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan
organisasi kelas yang efektif.

1
Saiful Sagala, 2010, Manajemen Strategi Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung : Alfabeta, hal. 52.
2
Mudasir, opcit, hal. 1.

4
Menurut Syaiful Bahfri Djamah pengelolaan kelas adalah keterampilan guru
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya
bila terjadi gangguan dalam proses interaksi edukatif. Dengan kata lain, kegiatan-
kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses interaksi edukatif. Yang dimaksud dalam hal ini misalnya
penghentian tingkah laku anak yang menyeleweng perhatian kelas, perhatian
ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian kerja siswa, atau penetapan norma
kelompok produktif.3
Mulyasa mengemukakan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan
guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya
jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.4 Sedikitnya terdapat tujuh hal yang harus
diperhatikan untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan
menyenangkan yaitu ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan tempat
duduk, penerangan, suhu, pemanasan sebelum masuk materi yang akan dipelajari,
dan bina suasana dalam belajar.5
Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan oleh para ahli
di atas, dapatlah memberi suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa
pengelolaan kelas merupakan suatu usaha menyiapkan kondisi yang optimal agar
proses atau kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar. Pengelolaan
kelas merupakan masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan secara
efektif dan efisien.6
Pandangan mengenai pengelolaan kelas sebagaimana telah dikemukakan di atas
intinya memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa pengelolaan kelas
merupakan sebuah upaya yang real untuk mewujudkan suatu kondisi proses atau
kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dengan pengelolaan kelas yang baik
diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran di mana proses

3
Syaiful Bahfri Djamah, 2000, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta hal. 145.
4
E. Mulyasa, 2007, Menjadi Guru Profesioanal, Bandung: Remaja Rosda Karya, hal. 91.
5
Abdul Majid, 2012, Perencanaan Pembelajaran, Bandung,: PT Remaja Rosda Karya, hal. 165.
6
Drs. M. Aunur Rofiq, MA, Pengelolaan Kelas, 2009, hal. 4.

5
tersebut memberikan pengaruh positif yang secara langsung menunjang
terselenggaranya proses belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat mendasar
sekali karena kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan mengelola
tingkah laku peserta didik dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional dan
mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan
kondisi yang memungkinkan, indikatornya proses belajar mengajar berlangsung
secara efektif. Inti kegiatan suatu sekolah atau kelas adalah proses belajar mengajar
(PBM). Kualitas belajar peserta didik serta para lulusan banyak ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak ditentukan
oleh fungsi dan peran guru.7
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang
strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di
kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan
subjek dan objek peserta didik, orang menentukan dan mengambil keputusan
dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru
pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan
tantangan yang muncul; maka dengan beberapa pendekatan-pendekatan yang
dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya.8
Guru dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu merencanakan dan
menentukan pengelolaan kelas yang bagaimana yang perlu dilakukan dengan
memperhatikan kondisi kemampuan belajar peserta didik serta materi pelajaran
yang akan diajarkan di kelas tersebut. Menyusun strategi untuk mengantisipasi
apabila hambatan dan tantangan muncul agar proses belajar mengajar tetap dapat
berjalan dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Pengelolaan
kelas akan menjadi sederhana untuk dilakukan apabila guru memiliki motivasi
kerja yang tinggi, dan guru mengetahui bahwa gaya kepemimpinan situasional akan
sangat bermanfaat bagi guru dalam melakukan tugas mengajarnya.9
Dengan demikian pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari motivasi kerja
guru, karena dengan motivasi kerja guru ini akan terlihat sejauh mana motif dan

7
Ibid.
8
Ibid, hal. 5.
9
Ibid.

6
motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas, sedangkan dengan gaya
kepemimpinan guru yang tepat yang digunakan dalam pengelolaan kelas akan
mengoptimalkan dan memaksimalkan keberhasilan pengelolaan kelas tersebut.
a. Motivasi
Keberhasilan pengelolaan kelas bergantung pada motivasi guru, artinya guru
yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat mengelola kelas dengan baik dan
tepat. Mengelola kelas itu sendiri bukanlah tujuan utama dari setiap guru, akan
tetapi apabila guru dapat mengelola kelas dengan baik, maka kegiatan belajar
mengajarnya akan berjalan baik dan peserta didiknya akan berprestasi tinggi.
Mengelola kelas merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai
dari kegiatan belajar mengajar. Tujuan guru pada dasarnya adalah bagaimana guru
dapat mentransfer materi pelajaran dengan baik, sehingga peserta didik dapat
mengerti dan menerima materi pelajaran yang diajarkan.10
Mencermati teori kebutuhan Abraham Maslow, teori kebutuhan berprestasi
David Mc. Clelland, teori ekspektansi Victor H. Vroom, maka motivasi guru
menjadi dasar pertama untuk keberhasilan guru dalam mengelola kelas. Guru yang
puas dengan apa yang diperoleh atau apa yang dapat dicapai dari hasil lingkungan
kerja akan dapat berperan banyak dibandingkan dengan guru yang memiliki
motivasi rendah. Disadari atau tidak, motivasi kerja guru akan mempengaruhi
perilaku guru dalam melakukan tugas pekerjaannya. Guru yang pertama-tama
memikirkan mengenai penghasilan/gaji akan memandang pekerjaannya sebagai
sarana untuk mendapatkan uang, dan sekolah merupakan organisasi yang menjamin
kesejahteraan guru. Guru akan cenderung agar sekolah menerima peserta didik baru
dengan memperhatikan kemampuan ekonomi peserta didik/orang tua peserta didik.
Guru akan berupaya untuk memberikan pelajaran tambahan sebanyak mungkin
pada peserta didik agar mendapatkan tambahan honor sebagaimana diharapkan.
Guru juga akan mengajar di banyak sekolah agar mendapat penghasilan tambahan.
Akibat perilaku guru seperti itu, guru tidak akan sempat mempersiapkan
pelajarannya dengan baik atau memeriksa tugas peserta didik satu per satu; guru
hanya akan mengajar dengan metode mengajar yang mudah dilakukan baginya
tanpa memperhatikan apakah peserta didik-peserta didiknya dapat mengerti materi
pelajaran yang diajarkannya.

10
Ibid, hal 7.

7
Sebaliknya guru yang menaruh perhatian pada perkembangan peserta didik,
akan berupaya menyumbangkan segala kemampuannya untuk kepentingan peserta
didik. Guru berupaya membantu peserta didik yang mempunyai kemapuan belajar
yang rendah. Guru akan menggunakan berbagai metoda mengajar agar peserta didik
dapat mengerti materi pelajaran yang diajarkannya. Guru tersebut akan mempunyai
kreativitas yang tinggi; mau mengorbankan waktunya agar peserta didik bisa
berprestasi. Guru akan merasa puas apabila peserta didik berhasil dengan baik.
Kedua perilaku guru yang digambarkan di atas tidak terlepas dari motivasi yang
dimiliki guru. Guru yang satu mempunyai motivasi hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup, sedangkan guru yang lain mempunyai motivasi yang tinggi,
bukan untuk kepentingan diri guru itu sendiri, melainkan untuk kepentingan
peserta didik, untuk kepentingan proses belajar mengajar yang dilakukannya agar
peserta didik dapat menerima materi pelajaran yang diajarkannya, dapat
mengembangkan potensi dirinya, dapat mempunyai wawasan yang luas dan
berprestasi tinggi.
Guru yang memiliki motivasi yang tinggi dan tidak hanya untuk kepentingan
dirinya, akan dapat melakukan pengelolaan kelas dengan tepat. Guru tersebut akan
menaruh perhatian bagi peserta didik dan kelasnya. Guru akan melakukan yang
terbaik bagi peserta didik. Dalam mentransfer materi pelajaran pada peserta didik,
guru akan mempelajari dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik. Guru akan
mencermati kemampuan para peserta didik satu per satu, sehingga guru mengetahui
kemampuan peserta didik pada tingkatan rendah, sedang atau tinggi.
Dengan demikian guru akan menentukan peserta didik-peserta didik yang mana,
yang perlu mendapat bimbingan yang banyak; guru dapat menentukan metoda
mengajar atau media pembelajaran yang harus digunakan. Guru akan menentukan
berapa banyak tugas yang perlu diberikan. Hubungan yang bagaimana yang perlu
dilakukan guru dengan peserta didik, agar kesulitan belajar peserta didik dapat
teratasi; motivasi belajar peserta didik terus meningkat. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja guru ada hubungan dengan efektivitas
pengelolaan kelas. Makin tinggi motivasi kerja guru, makin tinggi efektivitas
pengelolaan kelas yang dapat dicapai. Demikian pula motivasi kerja guru ada
hubungannya dengan gaya kepemimpinan guru dalam arti guru yang memiliki
motivasi kerja tinggi, akan berupaya untuk melakukan berbagai strategi untuk
8
keberhasilan PBM-nya termasuk untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang
tepat.
b. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai pola
tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok
yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.11 Gaya kepemimpinan akan
menentukan sejauhmana efektivitas kepemimpinan, karena seorang pemimpin yang
memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, akan dapat mengoptimalkan dan
memaksimalkan kepemimpinannya. Para pakar manajemen mendekati konsep
efektivitas kepemimpinan dari segi sikap perilaku pemimpin,
dengan anggapan bahwa kemampuan untuk membangkitkan, menggerakkan, dan
mengarahkan orang-orang yang dipimpin, agar mengikuti kemauan pemimpinnya
tergantung pada gaya kepemimpinan dari pemimpin tersebut12. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa gaya kepemimpian yang berdasarkan pada kewenangan yang
dimiliki seorang pemimpin dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
1) Gaya kepemimpinan autokratik (otoriter)
2) Gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif
3) Gaya kepemimpinan bebas (laissez faire atau free rein)

Para ahli menyatakan bahwa tidak ada satu gaya pun yang paling tepat yang
dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam berbagai situasi yang berbeda.
Pendekatan situasional merupakan alternatif untuk mengatasi permasalahan
permasalahan yang berbedabeda. Kepemimpinan situasional menjelaskan
bagaimana seseorang berperilaku. Peneliti pada Ohio States Leadership Studies,
Ralph Stodgill mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku individu ketika
mengarahkan aktivitas suatu kelompok untuk mencapai tujuan, terdiri dari :

1) initiating structure : perilaku pemimpin yang berorientasi tugas


2) consideration : perilaku pemimpin yang berorientasi hubungan.

11
. Rauch dan Behling, Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan serta efektivitas kepemimpinan. Jakarta :
Institut Bankir Indonesia, 1994, hlm 46
12
Ibid, hlm 32

9
Seorang pemimpin yang berorientasi tugas akan mempunyai kecenderungan
berperilaku untuk menginformasikan apa yang diharapkan dari mereka;
memberikan tugas-tugas secara khusus, mengarahkan dan membantu pengikutnya
menyelesaikan tugas-tugas yang harus diselesaikan; minta anggota kelompoknya
untuk mengikuti standar peraturan dan ketentuan. Secara sederhana perilaku tugas
diartikan luasnya kesempatan atau banyaknya waktu serta tindakan yang
dipergunakan seorang pemimpin sebagai dasar dalam melakukan aktivitasnya
dengan melakukan komunikasi satu arah dalam kerangka memberi penjelasan,
instruksi atau petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan, dimana, kapan, dan
bagaimana melakukannya serta dengan cara apa tugas-tugas dapat diselesaikan.
Sedangkan perilaku hubungan diartikan luasnya kesempatan atau banyaknya waktu
serta tindakan yang dipergunakan pemimpin sebagai dasar melakukan komunikasi
dua arah dalam kerangka memberikan dukungan sosio-emosional, pengaruh-
pengaruh psikologis serta kesempatan yang diberikan kepada para anggota atau
pengikut untuk berpartisipasi dan berinisiatif. Peserta didik sebagai subjek
pendidikan dalam PBM, dapat dipastikan mempunyai kemampuan dan karakter
yang berbeda-beda, karena mempunyai tingkat kematangan yang berbeda.

Peneliti mendefinisikan gaya kepemimpinan guru adalah pola tindakan yang


dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan
peserta didik. Pola tindakan yang perlu dimiliki guru adalah pola tindak yang
berorientasi pada tugas, dan yang berorientasi pada hubungan. Pola tindakan yang
berorientasi pada tugas bertujuan untuk membantu peserta didik terutama yang
mempunyai kemampuan melakukan tugas rendah, agar dapat menyelesaikan tugas
dengan benar. Pola tindak yang berorientasi pada hubungan bertujuan untuk
mengkondisikan situasi kelas/belajar mengajar (memotivasi atau menstimulasi atau
mempengaruhi), agar tugas/kegiatan guru dan peserta didik dapat dilakukan dengan
tepat. Berdasarkan paparan di atas, disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang
perlu dimiliki guru adalah gaya kepemimpinan situasional, artinya seorang guru
perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan suatu gaya kepemimpinan sesuai
dengan kebutuhan kelas dalam melaksanakan PBM. Gaya kepemimpinan ini akan
menentukan efektivitas dan efisiensi kepemimpinan seseorang. Pengelolaan kelas
yang berhasil dengan baik akan ditentukan pula oleh kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan guru yang mengelola kelas tersebut. Kepemimpinan dan gaya

10
kepemimpinan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Selain faktor motivasi
kerja guru, factor lain yang ada pada pribadi guru dan ikut menentukan efektivitas
pengelolaan kelas yaitu gaya kepemimpinan guru. Gaya kepemimpinan adalah
bagian dari kepemimpinan seorang guru yang disadari atau tidak, dimiliki oleh guru
tersebut. Gaya memimpin kelas memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi pelajaran pada
peserta didik. Kemampuan peserta didik akan menentukan apa yang harus
dilakukan guru agar materi pelajaran yang diajarkan dapat diterima, dipahami
peserta didik, serta tujuan pengajaran dapat dicapai. Kesiapan/kondisi kemampuan
peserta didik yang tidak sama satu dengan yang lain merupakan faktor yang nyata
ada dalam kelas dan tidak bisa dihilangkan. Oleh karena itu pengelolaan kelas yang
harus dilakukan guru, salah satunya untuk mengatasi hal tersebut, dan peserta didik
tetap dapat menerima materi pelajaran serta berprestasi. Pengelolaan kelas memiliki
fungsi yang jelas.

2. Tujuan Pengelolaan Kelas


Pengelolaan kelas mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a) Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan
fasilitas belajar untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar
mencapai hasil yang baik.
b) Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisikondisi yang
memungkinkan peserta didik bekerja dan belajar, serta membantu peserta didik
untuk memperoleh hasil yang diharapkan.13

Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung pada tujuan


pendidikan dan secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas
bagi bermacam - macam kegiatan belajar peserta didik sehingga subjek didik
terhindar dari permasalahan mengganggu seperti peserta didik mengantuk, enggan
mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas, mengajukan pertanyaan aneh dan lain
sebagainya.

13
Usman, Pengelolaan Kelas. Bandung : Depdikbud P3G IPA , 1984

11
Tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:

1) Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar


maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2) Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi belajar mengajar.
3) Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung
dan memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas.
4) Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya serta sifat-sifat individunya.14

Tujuan pengelolaan kelaspada hakikatnya terkandung dalam tujuan


pendidikan. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-
macam kegiatan belajar peserta didik dalam lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan peserta
didik belajar dan bekerja.15 Terciptanya suasana sosial yang memberikan
kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap
serta apresiasi pada peserta didik. Ada pula yang berpendapat bahwa tujuan
pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib
sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisian.16

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah


menyediakan, menciptakan dan memelihara kondisi yang optimal di dalam
kelas sehingga peserta didik dapat belajar dan bekerja dengan baik. Selain itu
juga guru dapat mengembangkan dan menggunakan alat bantu belajar yang
digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat membantu peserta
didik dalam mencapai hasil belajar yang diinginkan.

Tujuan pengelolaan kelas yaitu menciptakan dan menjaga kondisi kelas agar
PBM dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan sasarannya. Artinya upaya
yang dilakukan oleh guru, agar peserta didik-peserta didik yang kemampuannya

14
Ahmad, Pengelolaan Kelas. Bandung : Depdikbud P3G IPA, 1984
15
Sudirman, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT, Rineka Cipta
16
Arikunto, ibid

12
tidak semuanya sama, dapat mengikuti dan menguasai materi pelajaran yang
diajarkan guru. Kepemimpinan situasional dengan gaya kepemimpinan
situasionalnya yang dimiliki guru merupakan solusi untuk keberhasilan
pengelolaan kelas yang efektif. Guru akan selalu mempelajari kondisi peserta
didik di kelas tempat guru tersebut mengajar, dan menentukan apa yang harus
dilakukan oleh guru, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan
baik dan tujuan pengajaran tercapai. Perilaku tugas dan perilaku hubungan akan
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar di kelas tersebut. Berdasarkan pada
ketiga paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas yang efektif
dapat dicapai dengan motivasi kerja guru yang tinggi, dan gaya kepemimpinan
situasional yang dianut oleh guru.17

Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu
masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Berdasarkan definisi
didepan, maka seorang guru akan berhadapan masalah individu dan masalah
kelompok. Untuk dapat menyelesaikan masalah pengelolaan kelas yang efektif,
maka guru harus mampu: mengidetifikasikan masalah yang bersifat individu
dan kelompok, memahami berbagai pendekatan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dan memilih pendekatan yang paling tepat untuk menyelesaikan
masalah tersebut.

Masalah Individu Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa


tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap
individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya
berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia
akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai
denga yang paling berat.Masalah Kelompok Terdapat tujuh masalah kelompok
yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, yaitu:

1) Hubungan tidak harmonis


2) Kekurang mampuan mengikuti peraturan kelompok
3) Reaksi negative terhadap sesama anggota kelompok
4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang
5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan

17
Hersey & Blanchard, ibid

13
6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif
7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
3. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Secara umum factor yang mempengaruhi pengelolaan kelas terbagi menjadi dua
golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern peserta didik.” (Djamarah 2006).
Faktor intern peserta didik berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan
perilaku. Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri khasnya masing-masing
menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik lainnya sacara individual.
Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis,
intelektual, dan psikologis. Faktor ekstern peserta didik terkait dengan masalah
suasana lingkungan belajar, penempatan peserta didik, pengelompokan peserta
didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya. Masalah jumlah peserta didik di kelas
akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah peserta didik di kelas,
misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik.
Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di kelas cenderung lebih kecil
terjadi konflik. Djamarah (2006) menyebutkan “Dalam rangka memperkecil
masalah gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip
pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut:
a. Hangat dan Antusias
Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru
yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada
tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan
pengelolaan kelas.
b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar sehingga
mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
c. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara
guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan
perhatian peserta didik. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya
pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d. Keluwesan

14
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya
dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik serta
menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran
dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan peserta didik, tidak
ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan
pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-
hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan
yang dilakukan guru terhadap tingkah laku peserta didik yang positif
daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru
untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses
belajar mengajar.
f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi
teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru
harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin
dalam segala hal.
4. Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas ini pada umumnya
dibagi menjadi dua bagian, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan
penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat preventif) dan
keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang
optimal.
Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal,
antara lain:
a) Menunjukkan sikap tanggap dengan cara memandang secara seksama,
mendekati, memberikan pernyataan dan memberikan reaksi terhadap gangguan
di kelas
b) Membagi perhatian secara visual dan verbal
c) Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik dalam
pembelajaran
15
d) Memberi petunjuk yang jelas
e) Memberi teguran secara bijaksana
f) Memberikan penguatan ketika diperlukan

Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang


optimal, Antara lain:

a) Modifikasi perilaku
1. Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan
2. Meningkatkan perilaku yang baik melalui penguatan
3. Mengurangi perilaku yang buruk dengan hukuman
b) Pengelolaan kelompok dengan cara peningkatan kerjasama dan keterlibatan,
menangani konflik dan memperkecil masalah
c) Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah
1. Pengabaian yang direncanakan
2. Campur tangan dengan isyarat
3. Mengawasi dengan ketat
4. Mengakui perasaan negative peserta didik
5. Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya
6. Menjauhkan benda-benda yang dapat menggangu perasaannya
7. Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi
8. Menyusun kembali program
9. Menghilangkan ketegangan dan humor
10. Mengekang secara fisik18

Selanjutnya, menurut Mulyasa ada tiga dimensi pengelolaan kelas


yaitu pengelolaan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar,
mengatur peralatan, dan mengatur sosial emosional. Pengaturan kondisi
lingkungan belajar meliputi:

1. Kondisi fisik
a) Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
b) Pengaturan tempat duduk
c) Ventilasi dan pengaturan cahaya

18
E. mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya, h.91-92

16
d) Pengaturan penyimpanan barabg-barang
2. Kondisi sosioemosional
a) Tipe kepemimpinan
b) Sikap guru
c) Suara guru
d) Pembinaan raport
3. Kondisi organisasional
a) Penggantian pelajaran
b) Guru yang berhalangan hadir
c) Masalah antar peserta didik
d) Upacara bendera
e) Kegiatan lainnya19

Menurut Radno Harsanto pengelolaan kelas yang dinamis ditunjukkan dengan


pengelolaan:

1. Berbagai jenis kelas


2. Belajar bersama dalam kelompok
3. Mengadakan analisis social
4. Mengefektifkan papan tulis di kelas
5. Mengefektifkan posisi tempat duduk siswa
6. Mengembangkan pemetaan bahan
7. Memanfaatkan perpustakaan sekolah
8. Mengembangkan kemampuan bertanya
9. Mengatasi masalah disiplin kelas20

Lingkungan belajar yang kondusif dapat dikembangkan melalui berbagai layanan


kegiatan sebagai berikut:

1) Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam
melakukan tugas pembelajaran.
2) Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang
berprestasi, atau berprestasi rendah.

19
Ibid, hal.127
20
Radno Harsano, 2007, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis, Yogyakarta: Kanisius, h. 40

17
3) Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman
bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4) Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik
maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelolaan pembelajaran lain.
5) Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6) Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama anatara
peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator
dan sebagai sumber belajar.
7) Mengembangkan system evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan
pada evaluasi diri (self assessment).21

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


komponen pengelolaan terdiri dari penciptaan dan pemeliharaan iklim
pembelajaran yang optimal, keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian
kondisi belajar yang optimal, pengaturan kondisi fisik, kondisi sosioemosional,
serta kondisi organisasi kelas

B. Kompetensi Guru Matematika

Guru matematika perlu memiliki empat kompetensi agar dapat mengelola


pembelajaran matematika dengan baik.

1. Kompetensi pedagogik.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman terhadap siswa dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Kompetensi pedagogik secara umum menuntut guru untuk mampu
mengelola pembelajaran yang mencakup pemahaman dan pengembangan peserta
didik; serta perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembelajaran
Seorang guru matematika perlu memiliki pemahaman mengenai siswanya
dalam pembelajaran matematika. Apakah siswa memiliki minat serta apa yang
kelemahan dan kesulitan dasar yang dialami siswa dalam matematika. Pemahaman
mengenai tahap perkembangan siswa pun perlu dipahami guru. Dengan
pengetahuan dan pemahaman akan hal-hal tersebut, maka guru dapat memilih dan
menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, yang dapat membantu dan

21
Abdul Majid op.cit, h.165

18
memotivasi siswa dalam belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika,
guru yang memiliki kompetensi pedagogik yang baik dapat menyusun kegiatan
pembelajaran yang mampu memudahkan siswa dalam mempelajari matematika.
2. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian menuntut kepribadian guru yang mantap, stabil,
dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Ketika siswa melihat gurunya sebagai pribadi yang bersahaja dengan tutur
kata dan perbuatan yang baik, maka siswa dapat melihat guru sebagai pribadi yang
dapat dicontoh dan dijadikan panutan sehingga tujuan pendidikan untuk
menghasilkan siswa yang sesuai dengan karakter bangsa dapat terwujud.
Seorang guru matematika perlu menjadi panutan dan teladan siswa dalam hal
sikap dan tutur kata. Selama ini, anggapan yang berkembang mengenai guru
matematika adalah seorang yang galak, kasar dan bermulut tajam. Anggapan ini
perlu diubah melalui sikap dan tutur kata guru matematika selama melaksanakan
pembelajaran di kelas. Seorang guru matematika perlu memiliki kesabaran dan
pengendalian diri yang baik dalam kelas khususnya ketika menemukan siswa yang
kurang mampu dalam matematika. Konsep bahwa siswa pun adalah gambar dan
rupa Allah perlu diingat sehingga guru dapat menghargai siswa dan memperlakukan
siswa sebagaimana layaknya.
3. Kompetensi social
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dengan siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang
tua/wali siswa dan masyarakat
Guru matematika perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan
siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa dan masyarakat.
Guru matematika perlu memiliki telinga dan hati yang terbuka, khususnya dalam
mendengarkan saran dan kritik untuk perbaikan dalam pembelajarannya. Ketika
siswa datang ke kelas dalam keadaan yang kurang siap untuk belajar, guru perlu
mencoba untuk mendengarkan siswa, apakah ada alasan yang mendasar yang
menyebabkan hal tersebut. Dengan memiliki kompetensi sosial yang baik maka
guru dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan.
4. Kompetensi professional

19
Menurut Permendiknas nomor 16 tahun 2007, bahwa setiap guru wajib memenuhi
standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
Sehingga untuk menjadi guru matematika, maka harus memenuhi standar kualifikasi
akademik yaitu pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau Sarjana (S1)
pendidikan matematika dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Selain
kualifikasi akademik, guru matematika juga harus menguasai kompetensi guru yang
berlaku secara nasional yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Sehingga guru yang profesional
menurut pemerintah adalah guru yang menguasai kompetensi-kompetensi tersebut.
Guru yang profesional memiliki karakteristik:

1) Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif


2) Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran
3) Memiliki kemampuan memberikan umpan balik dan penguatan
4) Memiliki kemampuan untuk peningkatan diri22

Karakteristik tersebut dapat diringkas menjadi 3 domain besar, yaitu knowledge


(pedagodik dan profesional), skill/practice (keterampilan mengajar), dan attribute
(pengembangan diri). Lima bidang keterampilan profesional yang dibutuhkan untuk
kemajuan profesi guru meliputi: keterampilan pengetahuan, keterampilan berpikir,
keterampilan personal, atribut personal, dan keterampilan praktek.23

Selanjutnya Gill Nicholis berpendapat bahwa kunci dari kelima kemampuan


yang harus dimiliki oleh calon guru profesional di LPTK yang dapat dinilai adalah
kemampuan pengetahuan (knowledge skills) dan kemampuan berpikir (thinking skills).
Mahasiswa calon guru dikatakan profesional atau tidak hanya bisa dinilai secara
obyektif dari kemampuan pengetahuan dan kemampuan berpikir. Sementara tiga aspek
lain tidak bisa dinilai secara obyektif, melainkan secara subyektif. Standar guru secara
umum yaitu mampu mendefinisikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
berlaku untuk semua guru termasuk guru matematika. Standar profesional baru bagi

22
Mulyasa, E, “Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru”, Bandung: ROSDA, 2013
23
Gill Nicholis, “Professional Development in Higher Education (new dimensions a directions)”, London:
Kogan, 2001

20
guru menggambarkan kinerja yang konsisten dalam hal pengetahuan guru, pemahaman
dan praktek secara professional.24

Jadi guru matematika dikatakan profesional jika guru tersebut tahu, paham dan
mampu mengajarkan tentang matematika dan pembelajaran matematika. Standar untuk
guru profesioal yaitu standar guru professional dikelompokkan ke dalam 3 domain
dalam mengajar yaitu: profesional dalam pengetahuan, professional dalam praktek dan
profesional dalam menggunakan.

Aspek yang terkandung dalam standar professional calon guru sama dengan
standar untuk guru yaitu meliputi 3 aspek.

1) professional knowledge yang meliputi dua indikator, yaitu kemampuan guru untuk
mengetahui siswa dan bagaimana mereka belajar, serta kemampuan guru dalam
memahami konten matematika dan bagaimana cara mengajarkannya.
2) professional practice meliputi 3 indikator, yaitu mampu merencanakan dan
mengimplementasikan pembelajaran yang efektif, mampu membangun lingkungan
kelas yang mendukung, dan mampu menilai, memberikan umpan balik, melaporkan
hasil belajar siswa.
3) professional engagement yang meliputi 2 aspek, yaitu kemampuan membangun
hubungan yang baik dalam pembelajaran, dan membangun hubungan yang baik
dengan kolega, wali murid, dan komunitas.

Standar ini bisa dirangkum menjadi 2 kemampuan dasar, yaitu pengetahuan yang
terdiri dari kemampuan pedagogik dan profesional serta kemampuan mengelola kelas.
Standar untuk guru maupun calon guru profesional meliputi pedagogic dan
pengetahuan profesional lain dan keterampilan yang dibutuhkan untuk semua guru.
Standar ini digunakan dalam menyiapkan calon guru yang profesional. Untuk itu, calon
guru perlu bekerja atau belajar dengan guru yang efektif.

Berhubungan dengan guru matematika yang efektif, guru harus mengetahui dan
memahami secara mendalam matematika yang mereka ajarkan dan dapat
menjelaskannya kepada siswa secara fleksibel dalam tugas mengajar agar pembelajaran

24
LLUK, “New Overarching Professional Standards for Teachers, Tutors, and Trainers in The Lifelong
Learning Sector: Aplication of The Professional Standards for Teachers of Mathematics (Numeracy)”, UK :
Skills for Business, 2007.

21
efektif 25. Kemampuan guru memahami konten matematika merupakan salah satu aspek
dari pengetahuan profesional. Sementara kemampuan menjelaskan kepada siswa secara
fleksibel merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap guru, termasuk guru
matematika.

Terdapat 4 elemen yang harus dimiliki oleh guru maupun calon guru yang
profesional, yaitu professional knowledge, professional practice, professional value
dan professoional relationship. Perbedaan standar hanya terletak pada penamaan,
sementara isi atau penjabaran dari setiap standar itu sama. Merangkum pengetahuan
dan keterampilan yang sangat penting yang harus dimiliki oleh guru maupun calon guru
matematika yang profesional yaitu essential knowledge, reflection and problem
26
solving, dan essential skills . Essential knowledge meliputi pengetahuan tentang
dirinya, pengetahuan tentang peserta didik, pengetahuan tentang konten materi
matematika, pengetahuan tentang bagaimana menerapkan teori belajar dan penelitian,
dan pengetahuan bagaimana mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran.
Reflection dan problem solving yaitu guru mampu mendorong siswa untuk bias
merefleksikan pembelajaran, dan mampu menyelesaikan masalah dalam pembelajaran.
Sementara essential skills meliputi keterampilan dan teknik dalam mengajar, serta
keterampilan interpersonal guru maupun calon guru.

Guru matematika yang profesional terdapat 3 elemen yang berkontribusi terhadap


profesionalisme guru yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Atribut dalam
pengetahuan terdiri dari pengetahuan tentang subjek (konten matematika), pengetahuan
tentang proses belajar mengajar (termasuk yang terbaru dengan hasil yang relevan dari
penelitian pendidikan), pengetahuan masyarakat dan pengetahuan kebijakan dan
organisasi di bidang pendidikan. Atribut dalam keterampilan terdiri dari kemampuan
untuk berkomunikasi dan mendiskusikan isu-isu pendidikan dengan khalayak yang
lebih luas, untuk memperhitungkan kualitas pekerjaan ke dunia luar, untuk melakukan
penelitian dalam praktek sekolah, untuk berkontribusi pembelajaran kolaboratif
komunitas profesional, dan menerjemahkan hasil dari pendidikan penelitian untuk
inovasi di kelas / sekolah. Untuk sikap, atribut yaitu dedikasi untuk pembelajaran siswa,
berkomitmen untuk profesi dan kelompok kolektif profesional, bersedia untuk

25
NCTM, “Principles and standars for school mathematics”, Reston: NCTM, 2001
26
Parkay, F. W. & Stanford, B. H., “Pearson International Edition (8th Eds): Becoming a TEACHER”, New
Jersey: Pearson Education Inc, 2010

22
berkontribusi pada pengetahuan kolektif profesi, komitmen dengan kode etik profesi
dan integritas / karyanya, bersedia untuk mempublikasikan kualitas pekerjaan ke dunia
luar, fokus pada pengembangan profesional berkelanjutan,dan fokus pada perbaikan
dan inovasi pengajaran.

Pengetahuan profesional guru matematika adalah pengetahuan untuk mengenal


peserta didiknya, pengetahuan untuk memahami konten matematika, dan pengetahuan
untuk memahami proses siswa belajar matematika. Atribut profesional yang harus
dimiliki oleh guru matematika adalah atribut diri, pengembangan profesional diri, dan
rasa tanggung jawab terhadap komunitas guru. Sementara kemampuan praktek
profesional meliputi keterampilan menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif,
keterampilan menyiapkan pembelajaran, keterampilan dalam mengajar, dan
keterampilan dalam menilai pembelajaran. Standar tersebut bisa menjadi standar calon
guru matematika yang professional dengan mereduksi beberapa aspek dikarenakan
calon guru tersebut belum menjadi guru matematika yang sebenarnya.

Seperti pengetahuan tentang siswa, karena calon guru belum mempunyai murid
yang sebenarnya. Sehingga pada pengetahuan profesional, aspek yang dimiliki calon
guru adalah pengetahuan tentang konten matematika dan pengetahuan tentang proses
belajar peserta didik. Atribut profesional untuk calon guru matematika profesional
adalah atribut diri dan pengembangan profesional diri. Sementara untuk praktik
profesional, keterampilan menciptakan lingkungan kelas bisa dimasukkan ke dalam
keterampilan mengajar, dan keterampilan menilai bisa dimasukkan ke dalam aspek
pengetahuan tentang belajar mengajar matematika yaitu pengetahuan tentang menilai
hasil belajar siswa. Sehingga pada standar ini, aspek yang harus dimiliki oleh calon
guru matematika profesional adalah keterampilan menyiapkan pembelajaran yang
tertuang di RPP dan ketrampilan mengajar di kelas. Jika dikatikan dengan regulasi di
Indonesia tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh guru maupun calon guru
matematika yang profesional yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional, maka terdapat kesamaan dengan standar standar guru matematika
profesional dari berbagai teori yang telah dijelaskan sebelumnya.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seringkali pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang
berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar.
Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil saja, yang
terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaimana guru merencanakan,
mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas , sehingga proses belajar mengajar
dapat berjalan dan berhasil dengan baik. Pengelolaan kelas adalah upaya yang
dilakukan guru untuk mengkondisikan kelas dengan mengoptimalisasikan berbagai
sumber (potensi yang ada pada diri guru, sarana dan lingkungan belajar di kelas) yang
ditujukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan
tujuan yang ingin dicapai.
Beberapa hal yang berhubungan dengan mahasiswa (calon) guru matematika
yang profesional. Pertama, mahasiswa (calon) guru matematika adalah aset yang
berharga dalam kemajuan pendidikan matematika di Indonesia, maka perlu
dipersiapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan guru matematika yang profesional.
Kedua, mahasiswa (calon) guru matematika tidak hanya dibekali dengan keterampilan
atau kompetensi profesional, tetapi juga harus didorong untuk sadar akan pentingnya
menjadi calon guru matematika yang profesional. Ketiga, standar (calon) guru
matematika yang profesional harus diselaraskan dengan standar guru matematika yang
profesional secara internasional sehingga (calon) guru matematika siap untuk
menghadapi kompetisi global. Keempat, standar (calon) guru matematika yang
profesional yaitu professional knowledge yang meliputi pengetahuan konten/materi
matematika dan pengetahuan pedagogi, professional practice meliputi persiapan
mengajar dan performa mengajar, professional attitude meliputi beliefs menjadi guru
matematika yang profesional dan persepsi terhadap diri, siswa, kolega, dan profesi
sebagai guru matematika. Kelima, adanya (calon) guru matematika yang profesional
akan menjadikan stok guru matematika yang profesional sehingga pendidikan
matematika di Indonesia akan mampu bersaing dengan dunia internasional.

24
DAFTAR PUSTAKA

Sagala, Syaiful, Manajemen Strategi Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung :


Alfabeta, 2007.

Bahfri, S. (2005) Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta

Mulyasa, E. (2007), Menjadi Guru Profesioanal, Bandung: Remaja Rosda Karya

Majid, A (2012), Perencanaan Pembelajaran, Bandung,: PT Remaja Rosda Karya

Djadjamihardja, Didi R., et.al. (1994). Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan


serta efektivitas kepemimpinan. Jakarta : Institut Bankir Indonesia.

Hadiat. (1984).Pengelolaan Kelas. Bandung : Depdikbud P3G IPA

Sudirman, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT, Rineka Cipta

Radno Harsano, 2007, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis, Yogyakarta: Kanisius

Mulyasa, E “Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru”, Bandung: ROSDA, 2013

Gill Nicholis, “Professional Development in Higher Education (new dimensions a directions)”,


London: Kogan, 2001

LLUK, “New Overarching Professional Standards for Teachers, Tutors, and Trainers in The
Lifelong Learning Sector: Aplication of The Professional Standards for Teachers of
Mathematics (Numeracy)”, UK : Skills for Business, 2007.

NCTM, “Principles and standars for school mathematics”, Reston: NCTM, 2001

Parkay, F. W. & Stanford, B. H., “Pearson International Edition (8th Eds): Becoming a
TEACHER”, New Jersey: Pearson Education Inc, 2010

25

Anda mungkin juga menyukai