INSTRUCTIONAL DESIGN:
THE ADDIE APPROACH
~ CHAPTER 3: DEVELOP ~
Oleh
Anggia Ayu Sebrina NIM. 1608380
Dina Julita NIM. 1608374
Nur Amrizal NIM. 1608372
Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Pembelajaran yang disebut juga
kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan
sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu (Miarso,
2004). Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dengan demikian, inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang
dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
Agar pembelajaran dapat memfasilitasi individu untuk belajar maka perlu dirancang
secara khusus sehingga proses belajar dapat terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Salah
satu pendekatan yang populer untuk merancang pembelajaran adalah ADDIE. ADDIE
merupakan akronim dari Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluate. ADDIE
merupakan salah satu model desain pembelajaran dengan paradigma pengembangan
produk. ADDIE sesuai untuk mengembangkan produk-produk pembelajaran yang akan
dimanfaatkan sebagai sumber-sumber belajar. Tulisan ini hanya akan membahas tentang
fase ke-3 dari ADDIE, yaitu develop atau fase mengembangkan dari perspektif Robert
Maribe Branch dalam bukunya yang berjudul “Instructional Design: The ADDIE
Approach”.
1
RINGKASAN
Tujuan fase “Develop” adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi sumber belajar yang
dipilih. Hasil dari tahap ini adalah kumpulan sumber belajar yang komprehensif, antara
lain: muatan (content), media, panduan siswa (guidance for student), panduan guru
(guidance for teacher), evaluasi formatif dan revisi, (formative evaluation and revision),
dan hasil ujicoba (pilot test result). Agar menghasilkan keluaran (output) yang telah
disebutkan maka prosedur yang terjadi pada tahap develop antara lain (1) generate
content; (2) select or develop supporting media; (3) develop guidance for the student; (4)
develop guidance for teacher; (5) conduct formative revisions; dan (6) conduct a pilot
test.
2
Demonstrasi Presentasi
Bermain peran Permainan
Simulasi Observasi
Diskusi Peer teaching
Latihan project (project-based Peer review
exercise) Mengembangkan
Latihan kasus (case-based pertanyaan group
exercise)
3
Media pembelajaran merupakan alat untuk memperluas kemampuan guru dan siswa.
Proses memilih dan mengembangkan media pembelajaran yang baru berdasarkan
dari, konten, harapan/tujuan, kondisi kinerja, ketersediaan sumber, budaya, dan
kepraktisan. Pemilihan media pembelajaran antara lain dilakukan untuk:
a. Meningkatkan kualitas pembelajaran, untuk mencapai tujuan yang spesifik
b. Menghadirkan dan menguatkan pengetahuan dan keterampilan yang penting
c. Mengakomodasi berbagai gaya belajar peserta didik (visual, spesifi, dan
kinestetik):
Auditori: Siswa dengan gaya belajar spesifik akan dapat lebih memahami tidak
hanya dengan mendengarkan informasi, namun juga melalui diskusi
siswa juga mendengarkan dirinya mengulang informasi yang telah
didapatnya.
Visual: Gaya belajar visual dipengaruhi oleh sesuai yang dapat dilihat, seperi
video, gambar, ilustrasi, objek nyata.
Kinestetik: Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih menggunakan
psikomotor sense. Siswa membutuhkan untuk bergerak dan tindakan,
seperti kegiatan praktek, simulasi, contoh tiruan.
4
Sumber: Branch, 2009
Contoh pemanfaatan media untuk memfasilitasi tujuan pembelajaran
Teori dasar untuk mengembangkan panduan bagi siswa adalah “advance organizer”.
“Advance organizer” adalah gambaran umum dari informasi yang akan diikuti. Ada
variasi untuk pengembangan panduan bagi siswa. Pertimbangkan pertanyaan
panduan ini:
Apakah pembelajaran memiliki alur rapi?
Apakah pembelajaran memiliki urutan logis?
Apakah transisi antar bagian dalam strategi instruksional berjalan lancar?
5
Apakah siswa dan guru memiliki urutan konten yang sama?
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan panduan siswa
antara lain: susunan (organization), format, dan kualitas.
Format adalah kaidah atau kriteria yang menjadi patokan dalam menyusun isi
panduan siswa, yaitu mencakup:
1. Uraian materi (Content presentation): setiap uraian materi harus ditulis dalam
format serupa, yang setidaknya meliputi, perkenalan topik, penjelasan inti, contoh-
contoh, latihan, dan simpulan dari topik.
2. Latihan (Exercise presentation): latihan harus disertai petunjuk yang jelas, tempat
untuk jawaban/tanggapan (bila ada), dan tempat untuk mencatat.
3. Urutan (Sequence within the modul): Urutan di dalam modul harus konsisten dari
satu modul ke modul lainnya agar mudah digunakan.
6
dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran. Serupa dengan panduan siswa, eori
dasar untuk mengembangkan panduan bagi guru adalah “advance organizer”.
Perbedaan paling utama antara panduan siswa dan guru, adalah:
a. Ruang kosong diperlukan pada dokumen yang ditujukan untuk membimbing guru
b. Grafik lebih berguna saat memberikan simbol atau ikon yang memberikan
panduan kepada guru dalam memudahkan pengajaran
Tata letak dan desain meningkatkan kemampuan guru untuk memudahkan
pengajaran. Kejelasan, ikon untuk referensi cepat, dan konsistensi dalam tata letak
dan disain semuanya membantu guru dalam memberikan kelancaran pengajaran
Susunan (organization) pandu guru serupa dengan panduan untuk siswa, namun
menambahkan beberapa bagian:
1. Judul (Title Page)
2. Hak Cipta (Copyright)
3. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgments Page)
4. Daftar Isi (Table of Contents)
5. Petunjuk Pemanfaatan (How to Use this [Artifact])
6. Revisi dan Pembaharuan (Revisions and Updates)
7. Petunjuk Khusus (Special Instructions)
8. Arti Simbol dan ikon (Symbols and Icons Legend)
9. Badan/Isi (Body)
10. Glosarium (Glossary)
11. Lampiran (Appendix)
Evaluasi formatif adalah proses pengumpulan data yang bisa digunakan untuk
merevisi pembelajaran sebelum diimplementasikan, Dalam desain instruksional
evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai pengumpulan data tentang bagaimana
7
siswa belajar dalam konteks tertentu. Evaluasi formatif dilakukan sepanjang proses
ADDIE, termasuk pada tahap Development.
8
3. Uji Coba Lapangan (Field Trial)
Uji coba lapangan adalah tahap akhir pada evaluasi formatif. Tujuan dari Field
Trial adalah untuk menentukan apakah pembelajaran dapat dilaksanakan dalam
konteks tertentu. Hasil dari field trial akan digunakan untuk menentukan apakah
pembelajaran sudah layak dilaksanakan.
Terdapat dua kategori field trial, yaitu non-credit field test dan credit-bearing
pilot test. Non-credit field test menunjukan bahwa pembelajaran yang selesai
dilakukan tidak menjamin peserta didik dapat mencapai level atau kredit yang
sesuai dengan tujuan. Sementara credit-bearing Pilot Test adalah fase akhir pada
bagian Development Model ADDIE, yang akan dibahas selanjutnya.
9
c. Klien (atau orang berwenang memberikan keputusan akhir mengenai
rekomendasi pelaksanaan) harus ikut mengobservasi Uji Percontohan
Peran Manajemen
Apa pun yang direkomendasikan oleh kelompok pengembangan instruksional atau
tim evaluasi, harus diingat bahwa pihak manajemen yang membuat keputusan akhir.
10
PEMBAHASAN
Branch menyatakan bahwa ADDIE
merupakan sebuah paradigma dalam
pengembangan produk yang akan
diaplikasikan dalam sebuah pembelajaran
berbasis kinerja (performance based
learning). Konsep ADDIE digambarkan oleh
Branch sebagai prosedur yang melingkar,
Gambar. Konsep ADDIE (Branch, 2009, h. 2)
dengan mengadopsi paradigma IPO (input-
process-output) dalam setiap tahapannya. Dengan paradigma IPO maka setiap keluaran
(output) pada suatu fase atau tahapan dalam ADDIE menjadi masukan (input) bagi
fase/tahapan yang selanjutnya. Prosedur melingkar yang linier memberikan gambaran
bahwa setiap prosedur dalam ADDIE dilakukan secara berurutan dan tidak boleh ada
tahapan yang terlewati.
Tabel Prosedur ADDIE
Apabila ditinjau dari tabel di atas, diketahui bahwa pada tahap 3 “develop” keluaran
(output) yang harus dihasilkan berupa sumber-sumber belajar. Keluaran tersebut dapat
dihasilkan ketika keluaran (output) pada tahap design yaitu design brief menjadi masukan
(input) yang diproses dengan prosedur: generate content, select or develop supporting
media, develop guidance for the student, develop guidance for the teacher, conduct
11
formative revisionis, dan conduct a pilot. Prosedur ini harus dilakukan secara berurutan.
Ketika sumber-sumber belajar telah dihasilkan pada tahap “develop” ini maka perancang
pembelajaran (instructional designer) harus mempresentasikan sumber-sumber belajar
tersebut kepada klien atau pihak manajemen untuk memperoleh masukan dan persetujuan
untuk melanjukan ke fase selanjutnya yaitu, “implementation”. Apabila klien atau pihak
manajemen dapat diyakinkan bahwa sumber-sumber belajar dapat memfasilitasi proses
belajar berbasis kinerja, dan setuju untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya maka tahap
develop telah berakhir. Namun, apabila klien atau pihak manajemen kurang puas
terhadap sumber-sumber belajar yang telah dihasilkan maka perlu direviu kembali
beberapa prosedur dalam tahap design dan develop.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa ADDIE dalam buku ““Instructional Design:
The ADDIE Approach” dipandang sebagai desain pembelajaran yang berorientasi pada
produk. Gustafson dan Branch (dalam Scripture 41:2007), telah mengelompokkan
model-model desain pembelajaran (instructional design) ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu
classroom-oriented, product-oriented dan system-oriented.
1. Classroom-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
kelas, yaitu model yang menyediakan langkah-langkah sistematis yang dapat diikuti dan
mudah diterapkan oleh pengajar dalam merancang pembelajaran di kelas. Contohnya
seperti Guru merancang pembelajaran dengan menyiapkan RPP, Widyaiswara
menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
2. Product-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
produk, yaitu model yang ditandai dengan 4 (empat) asumsi utama, yaitu a) sangat
dibutuhkannya produk pembelajaran, b) perlu dibuat produk atau program pembelajaran
yang baru dan tidak hanya sekedar memilih atau memodifikasi yang ada, c)
diperlukannya proses uji coba dan revisi terhadap produk atau program pembelajaran,
dan d) produk atau program pembelajaran harus dapat digunakan oleh siswa meskipun
hanya dengan didampingi oleh fasilitator. Contohnya seperti pemanfaatan fitur kelas
maya..
3. Systems-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
sistem. Kelompok model ini berorientasi pada pengembangan sistem yang lebih luas,
yaitu pada keseluruhan mata pelajaran atau kurikulum, sehingga diperlukan sumber
daya yang besar dan tenaga ahli yang berpengalaman. Model ini lebih berorientasi pada
sistem yang membutuhkan pengumpulan data dan analisis yang lebih luas sebelum
12
menetapkan keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada dalam suatu
sistem pembelajaran. Perbedaan pokoknya terletak pada tahap desain, pengembangan
dan evaluasi. Model desain pembelajaran yang berorientasi pada sistem, melakukan
ketiga langkah tersebut dengan skala yang lebih besar dibandingkan pada model yang
berorientasi pada produk..
Salah satu model desain pembelajaran yang berorientasi pada produk pembelajaran
adalah model yang dikembangkan oleh Derek Rowntree. Produk pembelajaran yang
dimaksud tidak hanya terbatas pada bentuk cetak tetapi juga non cetak baik audio
13
maupun video. Rowntree mengkhususkan model pengembangan ini dalam bentuk
pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran mandiri yang memungkinkan si belajar
melakukan kegiatan belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Model ini pada
dasarnya terbagi menjadi tiga tahapan besar, yaitu a) perencanaan, b) persiapan
penulisan/produksi dan c) produksi dan penyuntingan.
Tahap 3 :
Mulailah membuat draf
Penulisan dan
Penyuntingan
Lengkapi draf dan suntinglah
Pada model Rowntree tersebut terurai secara jelas tahapan dalam mengembangkan atau
memproduksi sebuah produk pembelajaran. Hal ini tidak ditemukan pada pendekatan
ADDIE (tahap develop) yang dijabarkan oleh Branch dalam bukunya. Mungkin saja hal
ini dikarenakan perspektif Branch yang menyatakan bahwa, “ADDIE is a product
development paradigm and not a model per se” (h. 1). Sehingga setiap tahapannya
(khususnya tahap develop) tidak dijabarkan secara rinci layaknya sebuah model desain
pembelajaran.
14
SIMPULAN
Hasil dari tahap Develop adalah terpilihnya Sumber Belajar, yaitu berupa:
a. Rencana belajar
b. Sumber untuk konten tambahan
c. Strategi Pembelajaran
d. Pemilihan media pembelajaran
e. Pedoman yang komprehensif bagi guru untuk berinteraksi dengan peserta didik
dalam pembelajaran
f. Pedoman yang komprehensif untuk setiap kegiatan pembelajaran dalam memfasilitasi
siswa membangun pengetahuan dan keterampilan
g. Ringkasan revisi yang penting
h. Hasil uji percobaan
Setelah produk sumber belajar dihasilkan diadakan pertemuan dengan klien yang
fokusnya mengkomunikasikan keyakinan dari tim perancang bahwa sumber belajar yang
telah dikembangkan mampu menutup kesenjangan kinerja yang disebabkan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan. Saat mempresentasikan sumber belajar kepada klien,
biasanya terjadi satu dari dua kemungkinan:
a. Klien meminta tambahan data evaluasi formatif
b. Klien merasa puas.
Jika klien minta tambahan data, ulangi komponen-komponen penting dalam tahap design
dan tahap develop, dan persiapkan ringkasan evaluasi formatif dan revisi yang tepat.
Akan tetapi, jika klien merasa puas mintalah persetujuan untuk melangkah ke tahap
implementasi.
15
REFERENSI
Branch, R.M. (2009). Instructional Design: The ADDIE Approach. New York: Springer
Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pustekkom
Prawiradilaga, D.S. (2007). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Kencana
Scripture, J.D. (2007). Distributed problem-based learning: A study of instructional
design models, methods and tools designers use to create collaborative and
interactive learning environments (Doctoral dissertation, Capella University).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
16