Anda di halaman 1dari 18

CHAPTER REPORT

INSTRUCTIONAL DESIGN:
THE ADDIE APPROACH
~ CHAPTER 3: DEVELOP ~

Disusun dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Desain Instruksional


Dosen:
Dr. Asep Herry Hernawan, M.Pd.
Dr. Laksmi Dewi, M.Pd.

Oleh
Anggia Ayu Sebrina NIM. 1608380
Dina Julita NIM. 1608374
Nur Amrizal NIM. 1608372

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
PENDAHULUAN
Belajar pada dasarnya adalah perilaku manusia untuk meningkatkan berbagai
kemampuannya tentang segala sesuatu. Dulu belajar didominasi oleh kegiatan membaca,
mendengar, dan menyimak. Kini, belajar lebih banyak diekspresikan lewat interaktivitas
yang sangat beragam. Seseorang yang belajar bukan hanya berinteraksi dengan guru saja,
atau buku saja, melainkan ia berinteraksi dengan beraneka sumber belajar. Individu kini
belajar dengan cara yang baru, tanpa ketergantungan yang besar kepada guru. Orientasi
belajar bergeser dari berpusat kepada guru/pendidik menjadi berpusat kepada peserta
didik tersedia.

Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Pembelajaran yang disebut juga
kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan
sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu (Miarso,
2004). Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dengan demikian, inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang
dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.

Agar pembelajaran dapat memfasilitasi individu untuk belajar maka perlu dirancang
secara khusus sehingga proses belajar dapat terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Salah
satu pendekatan yang populer untuk merancang pembelajaran adalah ADDIE. ADDIE
merupakan akronim dari Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluate. ADDIE
merupakan salah satu model desain pembelajaran dengan paradigma pengembangan
produk. ADDIE sesuai untuk mengembangkan produk-produk pembelajaran yang akan
dimanfaatkan sebagai sumber-sumber belajar. Tulisan ini hanya akan membahas tentang
fase ke-3 dari ADDIE, yaitu develop atau fase mengembangkan dari perspektif Robert
Maribe Branch dalam bukunya yang berjudul “Instructional Design: The ADDIE
Approach”.

Buku : Instructional Design: The ADDIE Approach


Penulis : Robert Maribe Branch
Tahun : 2009
Penerbit : Springer
Bab/Halaman : Chapter 3. Develop / Hal. 83 -132

1
RINGKASAN
Tujuan fase “Develop” adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi sumber belajar yang
dipilih. Hasil dari tahap ini adalah kumpulan sumber belajar yang komprehensif, antara
lain: muatan (content), media, panduan siswa (guidance for student), panduan guru
(guidance for teacher), evaluasi formatif dan revisi, (formative evaluation and revision),
dan hasil ujicoba (pilot test result). Agar menghasilkan keluaran (output) yang telah
disebutkan maka prosedur yang terjadi pada tahap develop antara lain (1) generate
content; (2) select or develop supporting media; (3) develop guidance for the student; (4)
develop guidance for teacher; (5) conduct formative revisions; dan (6) conduct a pilot
test.

1. Menghasilkan Isi/Konten (Generate Content)


Konten adalah sesuatu yang diberikan kepada peserta didik selama proses
mengontruksi pengetahuan, namun dalam pemberian konten harus menggunakan
strategi. Strategi pembelajaran menjadi sarana bagi pengetahuan, keterampilan dan
prosedur di berikan selama pembelajaran berlangsung. Pendekatan student-centered
menjadi pedoman untuk mencapai performance objective. Aktivitas atau kegiatan
yang direncanakan didasari dari performance objective yang telah dirumuskan dan
latar belakang peserta didik. Meskipun tujuan pembelajaran cenderung sama, namun
dalam penyampaian pesan/isi dan metode yang digunakan akan berbeda tergantung
dari partisipasi (motivasi), gaya belajar, dan kemampuan peserta didik. Strategi
pembelajaran diharapkan dapat mengakomodasi hal tersebut.

Strategi pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengorganisasian dan


kesinambungan dalam kegiatan belajar. Strategi pembelajaran yang efektif disusun
secara sistematis yang memiliki awal, pertengahan, dan akhir.
1. Beginning Awali kegiatan belajar di setiap sesi dengan
Activities  Memberikan motivasi (mendapatkan perhatian siswa)
 Menginformasikan tujuan pembelajaran dengan jelas
 Mengonfirmasi pengetahuan dan keterampilan yang menjadi
prasyarat
2. Middle Rencana pertengahan pembelajaran, cenderung yang memfasilitasi
Activities hampir seluruh interaksi antara murid, guru, media dan konten.
Pertukaran konten yang terjadi akan membentuk pengetahuan
siswa dan membangun keterampilannya. Pertukaran konten yang
efektif dapat dilakukan dengan cara/metode:

2
 Demonstrasi  Presentasi
 Bermain peran  Permainan
 Simulasi  Observasi
 Diskusi  Peer teaching
 Latihan project (project-based  Peer review
exercise)  Mengembangkan
 Latihan kasus (case-based pertanyaan group
exercise)

Kegiatan yang dilakukan middle activities adalah sebagai berikut:


 Guided practice
Memberikan peluang bagi guru atau untuk memimpin rekannya
dalam kegiatan yang spesifik sesuai dengan tujuan
pembelajaran berhubungan dengan konten. Pada bagian ini
guru mengembangkan pemahaman siswa dari tidak tahu
menjadi tahu, dari mudah ke sulit, sederhana ke kompleks, dan
konkrit ke abstrak.
 Independent practice
Memberikan kesempatan untuk siswa menunjukkan
pengetahuan dan keterampilannya yang termuat dalam tujuan
pembelajaran.
 Feedback
Umpan balik adalah kesempatan untuk mengetahui
perkembangan yang dialami siswa. guru dan siswa dapat
membuat kesimpulan atau penekanan akan hal penting yang
terdapat selama pembelajaran.
 Assesment
Penilaian untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan apa
saja yang telah berhasil di konstruksi oleh siswa.
3. Ending Penutupan memiliki peran yang cukup penting. pada sesi
Activities penutupan membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan,
keterampilan dan prosedur yang telah diajarkan selama
pembelajaran. kegiatan penutup adalah:
 Sesi Tanya jawab di akhir pembelajaran
 Transisi di setiap sesinya
 Mengulas setiap kegiatan
 Menyimpulkan
 Membuat rencana aksi (action plan)

2. Memilih atau Mengembangkan Media (Select Or Develop Media)


Media memfasilitasi siswa untuk mengonstruksi dan menyimpan/mengingat
pengetahuan. Media pembelajaran digunakan untuk memperkaya pengalaman
belajar agar semakin nyata untuk mencapai performance objective. Media
pembelajaran harus dapat membuat siswa memiliki perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu, dari mudah ke sulit, sederhana ke kompleks, konkret ke abstrak.

3
Media pembelajaran merupakan alat untuk memperluas kemampuan guru dan siswa.
Proses memilih dan mengembangkan media pembelajaran yang baru berdasarkan
dari, konten, harapan/tujuan, kondisi kinerja, ketersediaan sumber, budaya, dan
kepraktisan. Pemilihan media pembelajaran antara lain dilakukan untuk:
a. Meningkatkan kualitas pembelajaran, untuk mencapai tujuan yang spesifik
b. Menghadirkan dan menguatkan pengetahuan dan keterampilan yang penting
c. Mengakomodasi berbagai gaya belajar peserta didik (visual, spesifi, dan
kinestetik):
Auditori: Siswa dengan gaya belajar spesifik akan dapat lebih memahami tidak
hanya dengan mendengarkan informasi, namun juga melalui diskusi
siswa juga mendengarkan dirinya mengulang informasi yang telah
didapatnya.
Visual: Gaya belajar visual dipengaruhi oleh sesuai yang dapat dilihat, seperi
video, gambar, ilustrasi, objek nyata.
Kinestetik: Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih menggunakan
psikomotor sense. Siswa membutuhkan untuk bergerak dan tindakan,
seperti kegiatan praktek, simulasi, contoh tiruan.

Cara untuk memilih media pembelajaran secara umum adalah:


a. Mengidentifikasi media yang cocok untuk satu atau lebih dari komponen yang
terdapat pada tujuan
b. Mengindikasi media yang paling sesuai untuk pembelajaran yang spesifik

Tabel Pemanfaatan Media Sesuai Dengan Gaya Belajar


Gaya Belajar Media Yang Sesuai
Visual  Whiteboard  Video
 Handout
 Slide PowerPoint
 Bagan/Charts
Auditori  Audiotape recorder
 Diskusi (peer discussion)
Kinestetik  Storyboard (diperuntukkan agar siswa menggambarkan
bagian skenario)
 Video (dengan suara yang dimatikan) untuk
mendemontrasikan gestur dan mimik wajah
 Aktivitas fisik
 Kamera Video (diperuntukkan agar siswa merekam
aktivitas mereka dalam kerja sama tim

4
Sumber: Branch, 2009
Contoh pemanfaatan media untuk memfasilitasi tujuan pembelajaran

3. Mengembangkan Panduan Siswa (Develop Guidance for the Student)


Panduan siswa bertujuan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk memandu
peserta didik dalam proses pembelajaran. Agar mampu mengembangkan panduan ini
maka hal-hal yang perlu diketahui antara lain:
a. Semua strategi pembelajaran
b. Semua media yang akan dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran

Panduan siswa akan mengarahkan strategi pembelajaran sehingga meningkatkan


pengalaman belajar. Format panduan akan bervariasi tergantung pada tujuan
pembelajaran dan sistem penyampaian utama. Siswa dapat lebih fokus pada tugas
belajar ketika diberi tahu tentang apa yang diharapkan.

Teori dasar untuk mengembangkan panduan bagi siswa adalah “advance organizer”.
“Advance organizer” adalah gambaran umum dari informasi yang akan diikuti. Ada
variasi untuk pengembangan panduan bagi siswa. Pertimbangkan pertanyaan
panduan ini:
 Apakah pembelajaran memiliki alur rapi?
 Apakah pembelajaran memiliki urutan logis?
 Apakah transisi antar bagian dalam strategi instruksional berjalan lancar?

5
 Apakah siswa dan guru memiliki urutan konten yang sama?
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan panduan siswa
antara lain: susunan (organization), format, dan kualitas.

Susunan (Organization) adalah komponen-komponen yang hendaknya ada dalam


sebuah panduan siswa, yaitu:
1. Judul (Title Page)
2. Hak Cipta (Copyright)
3. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgments Page)
4. Daftar Isi (Table of Contents)
5. Badan/Isi (Body)
6. Glosarium (Glossary)
7. Lampiran (Appendix)

Format adalah kaidah atau kriteria yang menjadi patokan dalam menyusun isi
panduan siswa, yaitu mencakup:
1. Uraian materi (Content presentation): setiap uraian materi harus ditulis dalam
format serupa, yang setidaknya meliputi, perkenalan topik, penjelasan inti, contoh-
contoh, latihan, dan simpulan dari topik.
2. Latihan (Exercise presentation): latihan harus disertai petunjuk yang jelas, tempat
untuk jawaban/tanggapan (bila ada), dan tempat untuk mencatat.
3. Urutan (Sequence within the modul): Urutan di dalam modul harus konsisten dari
satu modul ke modul lainnya agar mudah digunakan.

Kualitas (Quality) panduan siswa ditinjau dari aspek-aspek:


1. Kejelasan (Clarity): jelas dan mudah dipahami, petunjuk mudah diikuti, sesuai
dengan tingkat keterbacaan
2. Akurasi (Accuracy): tata bahasa, ejaan, dan tanda baca sudah tepat.
3. Konsistensi (Consistency): konsistensi terkait struktur isi, tata letak, dan desain

4. Mengembangkan Panduan Guru (Develop Guidance for the Teacher)


Panduan guru bertujuan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk memandu
guru dalam memfasilitasi proses pembelajaran. Dalam mengembangkan panduan
guru hal yang perlu diketahui antara lain, strategi pembelajaran dan media yang akan

6
dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran. Serupa dengan panduan siswa, eori
dasar untuk mengembangkan panduan bagi guru adalah “advance organizer”.
Perbedaan paling utama antara panduan siswa dan guru, adalah:
a. Ruang kosong diperlukan pada dokumen yang ditujukan untuk membimbing guru
b. Grafik lebih berguna saat memberikan simbol atau ikon yang memberikan
panduan kepada guru dalam memudahkan pengajaran
Tata letak dan desain meningkatkan kemampuan guru untuk memudahkan
pengajaran. Kejelasan, ikon untuk referensi cepat, dan konsistensi dalam tata letak
dan disain semuanya membantu guru dalam memberikan kelancaran pengajaran

Susunan (organization) pandu guru serupa dengan panduan untuk siswa, namun
menambahkan beberapa bagian:
1. Judul (Title Page)
2. Hak Cipta (Copyright)
3. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgments Page)
4. Daftar Isi (Table of Contents)
5. Petunjuk Pemanfaatan (How to Use this [Artifact])
6. Revisi dan Pembaharuan (Revisions and Updates)
7. Petunjuk Khusus (Special Instructions)
8. Arti Simbol dan ikon (Symbols and Icons Legend)
9. Badan/Isi (Body)
10. Glosarium (Glossary)
11. Lampiran (Appendix)

5. Melakukan Revisi Formatif (Conduct Formative Revisionis)


Stufflebeam mengatakan, “the purpose of evaluation is to improve rather than
prove”. Jadi, tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki, bukan untuk membuktikan.
Inilah yang menjadi penekanan pada evaluasi dalam pendekatan ADDIE. Terdapat
dua tipe evaluasi yang digunakan pada pendekatan ADDIE, yaitu 1) evaluasi
formatif dan 2) evaluasi sumatif.

Evaluasi formatif adalah proses pengumpulan data yang bisa digunakan untuk
merevisi pembelajaran sebelum diimplementasikan, Dalam desain instruksional
evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai pengumpulan data tentang bagaimana

7
siswa belajar dalam konteks tertentu. Evaluasi formatif dilakukan sepanjang proses
ADDIE, termasuk pada tahap Development.

Tujuan evaluasi formatif adalah untuk menentukan keefektifan sumber belajar,


mengidentifikasi sumber belajar yang perlu direvisi, dan mengetahui sikap siswa
terhadap sumber belajar. Sumber data yang dapat digunakan meliputi:
 Individual Item Analysis
 Embedded Test Item
 Pre-tests
 Post-tests
 Attitude Questionnaire (Kuesioner sikap)
 Observation (pengamatan)

Terdapat tiga tahap dalam evaluasi formatif, yaitu


1. Percobaan satu demi satu (One-to-One Trial)
Tujuan pada tahap ini adalah menghilangkan kesalahan yang mungkin terjadi
pada perencanaan dan sumber belajar serta mendapat reaksi awal dari para
pemangku kepentingan. Misalnya mencari seberapa jelas pesan dalam
pembelajaran, dan memperkirakan bagaimana siswa menyikapi sumber belajar.
One-to-One Trial dilakukan kepada individu-individu dengan tingkat kemampuan
berbeda-beda, Pengembang instruksional duduk dengan individu dan
mendapatkan umpan balik saat ia mempelajari materi. Data yang dikumpulkan
seringkali kualitatif. Setelah itu pengembang instruksinal merevisi sumber belajar
berdasarkan data yang dikumpulkan
2. Percobaan Kelompok Kecil (Small Group Trial)
Tujuan pada tahap ini menentukan keefektifan pembelajaran yang telah direvisi
dan memberikan umpan balik terhadap sumber belajar yang sudah final. Small
group trial mencakup pre-test, post test, wawancara, dan kuesioner. Tes pada
tahap ini dilakukan terhadap kelompok kecil yang beranggotakan 8-20 orang.
Meskipun percobaan dilakukan kepada kelompok kecil tapi konteksnya harus
mendekati keadaan pembelajaran yang sesuangguhnya. Data yang dikumpulkan
berupa data kuantitatif dan deskriptif. Data tersebut kemudian diringkas dan
digunakan untuk merevisi sumber belajar.

8
3. Uji Coba Lapangan (Field Trial)
Uji coba lapangan adalah tahap akhir pada evaluasi formatif. Tujuan dari Field
Trial adalah untuk menentukan apakah pembelajaran dapat dilaksanakan dalam
konteks tertentu. Hasil dari field trial akan digunakan untuk menentukan apakah
pembelajaran sudah layak dilaksanakan.
Terdapat dua kategori field trial, yaitu non-credit field test dan credit-bearing
pilot test. Non-credit field test menunjukan bahwa pembelajaran yang selesai
dilakukan tidak menjamin peserta didik dapat mencapai level atau kredit yang
sesuai dengan tujuan. Sementara credit-bearing Pilot Test adalah fase akhir pada
bagian Development Model ADDIE, yang akan dibahas selanjutnya.

6. Melakukan Uji Percontohan (Pilot Test)


Uji Percontohan adalah salah satu contoh dari evaluasi formatif. Peserta didik yang
berpartisipasi pada Uji Percontohan diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Selanjutnya, partisipan mendapat kredit dan tidak perlu lagi mengulang kegiatan
pembelajaran (course). Prosedur Uji Percontohan adalah:
a. Peserta didik yang menjadi partisipan harus bisa mewakili kelompok yang sama
di mana pembelajaran desain.
b. Seorang fasilitator harus memimpin pembelajaran yang diselenggarakan
kelompok fasilitator (desainer pembelajaran melakukan pengamatan).

9
c. Klien (atau orang berwenang memberikan keputusan akhir mengenai
rekomendasi pelaksanaan) harus ikut mengobservasi Uji Percontohan

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Data dikumpulkan berdasarkan pencapaian dan sikap peserta didik, prosedur dan
sikap instruktur, dan sumber daya seperti waktu, ruang, dan peralatan. Pengumpulan
data melalui tanya jawab instruktur percontohan, pengamatan, wawancara peserta
nilai uji terlampir, nilai post tes. Data yang dikumpulkan harus dikelompokkan, dan
kemudian ditampilkan secara grafis seperti diagram analisis pembelajaran atau peta
konsep. Meringkas data dalam format ini membantu untuk menemukan di bagian
mana pembelajaran tidak efektif.

Tim evaluasi terdiri dari:


 Kelompok pengembangan instruksional
 Panel penuji eksternal
 Perwakilan dari manajemen

Peran Manajemen
Apa pun yang direkomendasikan oleh kelompok pengembangan instruksional atau
tim evaluasi, harus diingat bahwa pihak manajemen yang membuat keputusan akhir.

Komponen Perencanaan Uji Percontohan


a. Gambaran Partisipan: Mencakup jumlah partsipan, jumlah kelompok, dan
karakteristik lainnya.
b. Prasyarat: Gambarkan prasyarat apa yang harus dipenuhi partisipan
c. Lokasi dan Jadwal: Kapan dan di mana uji percontohan dilaksanakan
d. Lingkungan Belajar: Seperti apa lingkungan belajar yang direncanakan termasuk
teknologi dan sumber daya pembelajaran yang dibutuhkan.
e. Kualifikasi Fasilitator
f. Rencana Pengukuran (measurement): Jelaskan apa yang akan diukur dan
bagaimana hal itu akan diukur. Sertakan salinan instrumen pengukuran yang akan
digunakan termasuk pertanyaan tanya jawab

10
PEMBAHASAN
Branch menyatakan bahwa ADDIE
merupakan sebuah paradigma dalam
pengembangan produk yang akan
diaplikasikan dalam sebuah pembelajaran
berbasis kinerja (performance based
learning). Konsep ADDIE digambarkan oleh
Branch sebagai prosedur yang melingkar,
Gambar. Konsep ADDIE (Branch, 2009, h. 2)
dengan mengadopsi paradigma IPO (input-
process-output) dalam setiap tahapannya. Dengan paradigma IPO maka setiap keluaran
(output) pada suatu fase atau tahapan dalam ADDIE menjadi masukan (input) bagi
fase/tahapan yang selanjutnya. Prosedur melingkar yang linier memberikan gambaran
bahwa setiap prosedur dalam ADDIE dilakukan secara berurutan dan tidak boleh ada
tahapan yang terlewati.
Tabel Prosedur ADDIE

Sumber: Branch, 2009, h.3

Apabila ditinjau dari tabel di atas, diketahui bahwa pada tahap 3 “develop” keluaran
(output) yang harus dihasilkan berupa sumber-sumber belajar. Keluaran tersebut dapat
dihasilkan ketika keluaran (output) pada tahap design yaitu design brief menjadi masukan
(input) yang diproses dengan prosedur: generate content, select or develop supporting
media, develop guidance for the student, develop guidance for the teacher, conduct

11
formative revisionis, dan conduct a pilot. Prosedur ini harus dilakukan secara berurutan.
Ketika sumber-sumber belajar telah dihasilkan pada tahap “develop” ini maka perancang
pembelajaran (instructional designer) harus mempresentasikan sumber-sumber belajar
tersebut kepada klien atau pihak manajemen untuk memperoleh masukan dan persetujuan
untuk melanjukan ke fase selanjutnya yaitu, “implementation”. Apabila klien atau pihak
manajemen dapat diyakinkan bahwa sumber-sumber belajar dapat memfasilitasi proses
belajar berbasis kinerja, dan setuju untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya maka tahap
develop telah berakhir. Namun, apabila klien atau pihak manajemen kurang puas
terhadap sumber-sumber belajar yang telah dihasilkan maka perlu direviu kembali
beberapa prosedur dalam tahap design dan develop.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa ADDIE dalam buku ““Instructional Design:
The ADDIE Approach” dipandang sebagai desain pembelajaran yang berorientasi pada
produk. Gustafson dan Branch (dalam Scripture 41:2007), telah mengelompokkan
model-model desain pembelajaran (instructional design) ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu
classroom-oriented, product-oriented dan system-oriented.
1. Classroom-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
kelas, yaitu model yang menyediakan langkah-langkah sistematis yang dapat diikuti dan
mudah diterapkan oleh pengajar dalam merancang pembelajaran di kelas. Contohnya
seperti Guru merancang pembelajaran dengan menyiapkan RPP, Widyaiswara
menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
2. Product-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
produk, yaitu model yang ditandai dengan 4 (empat) asumsi utama, yaitu a) sangat
dibutuhkannya produk pembelajaran, b) perlu dibuat produk atau program pembelajaran
yang baru dan tidak hanya sekedar memilih atau memodifikasi yang ada, c)
diperlukannya proses uji coba dan revisi terhadap produk atau program pembelajaran,
dan d) produk atau program pembelajaran harus dapat digunakan oleh siswa meskipun
hanya dengan didampingi oleh fasilitator. Contohnya seperti pemanfaatan fitur kelas
maya..
3. Systems-oriented ID models atau model desain pembelajaran yang berorientasi pada
sistem. Kelompok model ini berorientasi pada pengembangan sistem yang lebih luas,
yaitu pada keseluruhan mata pelajaran atau kurikulum, sehingga diperlukan sumber
daya yang besar dan tenaga ahli yang berpengalaman. Model ini lebih berorientasi pada
sistem yang membutuhkan pengumpulan data dan analisis yang lebih luas sebelum

12
menetapkan keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada dalam suatu
sistem pembelajaran. Perbedaan pokoknya terletak pada tahap desain, pengembangan
dan evaluasi. Model desain pembelajaran yang berorientasi pada sistem, melakukan
ketiga langkah tersebut dengan skala yang lebih besar dibandingkan pada model yang
berorientasi pada produk..

Tabel Model Desain Pembelajaran Gustafson dan Branch


Kategori Model yang direkomendasikan oleh
Gustafson dan Branch (2002)
Classroom-Oriented ID Models Gerlach and Ely (1980)
Heinich, Molenda and Smaldino (1999)
Newby,Stepich,Lehman and Russell (2000)
Morisson, Ross and Kemp (1990)
Product-Oriented ID Models Bergman and More (1990)
De Hoog,de jong and de Vries (1994)
Bates (1995)
Nieveen (1997)
Seels and Glasgow (1998)
Systems-Oriented ID Models Branson (1975)
Gentry (1994)
Dorsey,Goodrum and Schwen(1997)
Diamond (1989)
Smith an Ragan(1999)
Dick, Carey and Carey (2001)
Sumber: Scripture, 2007.

Apabila diperbandingkan dengan antara pengklasifikasian desain pembelajaran Product-


oriented ID model di atas dengan uraian yang dipaparkan dalam subbab “Develop”
dalam buku “Instructional Design: The ADDIE Approach” terlihat ada ketidaksesuaian
konseptual paradigma products development. Tahap develop dalam buku ini tidak secara
eksplisit menyatakan bahwa sumber-sumber belajar (learning resources) yang
merupakan keluaran (output) dalam tahapan develop merupakan produk pembelajaran
yang dapat dimanfaatkan secara mandiri oleh siswa. Khusus pada prosedur
pengembangan media, dalam buku Branch dinyatakan bahwa perancang pembelajaran
dapat memilih (selecting) media yang mungkin telah ada atau mengembangkan
(developing) media baru.

Salah satu model desain pembelajaran yang berorientasi pada produk pembelajaran
adalah model yang dikembangkan oleh Derek Rowntree. Produk pembelajaran yang
dimaksud tidak hanya terbatas pada bentuk cetak tetapi juga non cetak baik audio

13
maupun video. Rowntree mengkhususkan model pengembangan ini dalam bentuk
pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran mandiri yang memungkinkan si belajar
melakukan kegiatan belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Model ini pada
dasarnya terbagi menjadi tiga tahapan besar, yaitu a) perencanaan, b) persiapan
penulisan/produksi dan c) produksi dan penyuntingan.

Tahap 1 : Jabaran Peserta Didik


Perencanaan

 Rumuskan tujuan umum dan khusus


 Susun garis besar isi
 Tentukan media
 Rancang pendukung belajar

Pertimbangkan bahan ajar yang ada

Tahap 2 : Pertimbangkan Sumber-sumber dan hambatannya


Persiapan
Penulisan
 Urutkan ide atau gagasan penulis
 Susun garis besar isi
 Tentukan contoh terkait
 Tentukan gambar atau grafis
 Tentukan peralatan yang di butuhkan

Rumuskan bentuk fisik yang ada

Tahap 3 :
Mulailah membuat draf
Penulisan dan
Penyuntingan
Lengkapi draf dan suntinglah

Tulislah assesmen belajar

Ujicobakan dan perbaiki bahan belajar

Bagan. Model Rowntree (dalam Prawiradilaga, 2007 )

Pada model Rowntree tersebut terurai secara jelas tahapan dalam mengembangkan atau
memproduksi sebuah produk pembelajaran. Hal ini tidak ditemukan pada pendekatan
ADDIE (tahap develop) yang dijabarkan oleh Branch dalam bukunya. Mungkin saja hal
ini dikarenakan perspektif Branch yang menyatakan bahwa, “ADDIE is a product
development paradigm and not a model per se” (h. 1). Sehingga setiap tahapannya
(khususnya tahap develop) tidak dijabarkan secara rinci layaknya sebuah model desain
pembelajaran.

14
SIMPULAN
Hasil dari tahap Develop adalah terpilihnya Sumber Belajar, yaitu berupa:
a. Rencana belajar
b. Sumber untuk konten tambahan
c. Strategi Pembelajaran
d. Pemilihan media pembelajaran
e. Pedoman yang komprehensif bagi guru untuk berinteraksi dengan peserta didik
dalam pembelajaran
f. Pedoman yang komprehensif untuk setiap kegiatan pembelajaran dalam memfasilitasi
siswa membangun pengetahuan dan keterampilan
g. Ringkasan revisi yang penting
h. Hasil uji percobaan

Setelah produk sumber belajar dihasilkan diadakan pertemuan dengan klien yang
fokusnya mengkomunikasikan keyakinan dari tim perancang bahwa sumber belajar yang
telah dikembangkan mampu menutup kesenjangan kinerja yang disebabkan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan. Saat mempresentasikan sumber belajar kepada klien,
biasanya terjadi satu dari dua kemungkinan:
a. Klien meminta tambahan data evaluasi formatif
b. Klien merasa puas.

Jika klien minta tambahan data, ulangi komponen-komponen penting dalam tahap design
dan tahap develop, dan persiapkan ringkasan evaluasi formatif dan revisi yang tepat.
Akan tetapi, jika klien merasa puas mintalah persetujuan untuk melangkah ke tahap
implementasi.

Walaupun buku “Instructional Design: The ADDIE Approach” dinyatakan bahwa


ADDIE ditujukan untuk menghasilkan produk pembelajaran namun produk pembelajaran
tersebut tidak secara eksplisit dapat dinyatakan dapat dimanfaatkan secara mandiri oleh
siswa dan langkah-langkah pengembangannya pun tidak secara detail dijabarkan. Hal ini
mungkin dikarenakan perspektif penulis buku yang menyatakan bahwa, “ADDIE is a
product development paradigm and not a model per se” (h. 1). Sehingga penjabarannya
tidak rinci layaknya sebuah model desain pembelajaran.

15
REFERENSI
Branch, R.M. (2009). Instructional Design: The ADDIE Approach. New York: Springer
Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pustekkom
Prawiradilaga, D.S. (2007). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Kencana
Scripture, J.D. (2007). Distributed problem-based learning: A study of instructional
design models, methods and tools designers use to create collaborative and
interactive learning environments (Doctoral dissertation, Capella University).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

16

Anda mungkin juga menyukai