LP Asma Bronkial
LP Asma Bronkial
ASMA BRONKIAL
OLEH:
2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada
yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan
dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non
spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
Sesak napas
Hiperventilasi
5. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men gancam
jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini, kerja pernapasan
sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat, kebutuhan oksigen juga
meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi
yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus,
pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan
pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan,
dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
6. Pemeriksaan Penunjang
1 Laboratorium:
Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan pemberian
kortikosteroid.
2 Analisa gas darah:
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus. Pada
keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan
sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis
respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan
terjadi asidosis respiratorik.
3 Radiologi:
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak menunjukkan
adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi,
penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
4 Faal paru:
Menurunnya FEV1
5 Uji kulit:
Untuk menunjukkan adanya alergi
6 Uji provokasi bronkus:
Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.
7. Penatalaksanaan Kegawatan
1. Waktu serangan.
Bronkodilator
a. Golongan adrenergik:
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila
belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit
kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine:
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena,
pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan
apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik:
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju
tetapi juga ada yang tidak setuju.
Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi,
ada infeksi sekunder.
Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran
adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari
cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast,
mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of
anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).
Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
- pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik
maupun hasil analisa gas darah.
- pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung
lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas
mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
- drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar
supaya tidak timbul penyumbatan.
- menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
- Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa
efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya
serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari
paparan terhadap alergen.
- Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah
diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
- Relaksasi/kontrol emosi.
untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan
latihan napas.
Pengkajian Sekunder
a. Eksposure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
Diagnosa 1 : Tidak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan:
mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
INTERVENSI:
Mandiri
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
3. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut
yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
R/ Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
6. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
Kolaborasi
7. Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
R/ Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan
produksi mukosa.
Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
INTERVENSI
Mandiri
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
R/ Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea
2. Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
R/ Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan
mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Kolaborasi
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan
masukan.
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasmebronkus)
Hasil yang diharapkan :
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI
Mandiri
1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
R/ Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasi kan beratnya hipoksemia
2. Palpasi fremitus
R/ Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.