Anda di halaman 1dari 61

Tugas Pribadi 6

MAKALAH PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA

“Validitas, Reliabilitas, Praktikalitas, dan Efektifitas Bahan Ajar Non Cetak


Meliputi: Audio, Audio Visual, Video, Multimedia, Display (Berbasis ICT)”

OLEH:

Laura Aliyah Agnezi (19175006)

DOSEN PEMBIMBING:

Prof. Dr. Festiyed, M.S.


Dr. Asrizal, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah pengembangan bahan ajar dengan judul ” Validitas, Reliabilitas,
Praktikalitas, dan Efektifitas Bahan Ajar Non Cetak (Audio, Audio Visual,
Multimedia dan Display)”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak menemui kendala. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah pengembangan bahan ajar, Ibu
Prof. Dr. Festiyed, M.Si dan Dr. Asrizal, M.Si.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Padang, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................... 5
2.1 Landasan Agama ....................................................................................... 5
2.2 Landasan Yuridis....................................................................................... 7
2.3 Pengertian Bahan Ajar Non Cetak ............................................................ 8
2.4 Jenis-jenis Bahan Ajar Non Cetak .......................................................... 10
2.4.1 Bahan Ajar Audio ............................................................................ 10
2.4.2 Bahan Ajar Audio Visual ................................................................ 12
2.4.3 Bahan Ajar Multimedia ................................................................... 14
2.4.4 Display (Berbasis ICT) .................................................................... 16
2.5 Validitas Bahan Ajar ............................................................................... 18
2.5.1 Pengertian Validitas......................................................................... 18
2.5.2 Komponen Penilaian Validitas ........................................................ 19
2.5.3 Cara Menentukan Validitas Bahan Ajar Cetak ............................... 23
2.6 Reliabilitas Bahan Ajar ........................................................................... 27
2.7 Praktikalitas Bahan Ajar.......................................................................... 33
2.7.1 Pengertian Praktikalitas ................................................................... 33
2.7.2 Cara Menentukan Praktikalitas Bahan Ajar Cetak .......................... 33
2.7.3 Instrumen Praktikalitas .................................................................... 35
2.8 Efektifitas Bahan Ajar ............................................................................. 36
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 41
3.1 Menentukan Validitas Bahan Ajar ICT Berupa Multimedia .................. 41
3.2 Pengembangan Instrumen Uji validasi Bahan Ajar Multimedia ............. 43

ii
3.3 Instrumen Validitas ................................................................................. 47
BAB IV PENUTUP............................................................................................. 51
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 51
4.2 Saran ........................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Penyusunan Instrumen Uji Validitas Bahan Ajar Multimedia............. 41


Tabel 3. 2 Pengembangan Instrumen Uji validasi Bahan Ajar Multimedia ......... 43

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut disusun Standar Nasional
Pendidikan terdiri atas: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,
Standar Sarana Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar
Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian.
Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa
setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan
pendidikan perlu melakukan pembelajaran dengan strategi yang benar untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pendidik dan Dosen Nomor
14 Tahun 2005 Pasal 8 disebutkan bahwa “Pendidik wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kompetensi pendidik
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.

1
2

Kompetensi inti yang wajib dimiliki seorang pendidik atau dosen diantaranya
adalah mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan
yang diampu dan menyelanggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik untuk
kompetensi pedagogik, serta mengembangkan materi pembelajaran yang diampu
secara kreatif dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri untuk kompetensi profesional. Dari
tuntutan-tuntutan sekaligus kewajiban-kewajiban ini, pendidik dituntut mampu
menyusun bahan ajar yang inovatif (bisa berwujud bahan ajar cetak, model/maket,
bahan ajar audio, bahan ajar audio visual, ataupun bahan ajar interaktif) sesuai
dengan kurikulum, perkembangan kebutuhan peserta didik, maupun perkembangan
teknologi informasi.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di
sekolah. Melalui bahan ajar pendidik akan lebih mudah dalam melaksanakan
pembelajaran dan peserta didik akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar.
Bahan ajar memiliki fungsi strategis bagi proses belajar mengajar. Ia dapat
membantu pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, sehinggan
pendidik tidak terlalu banyak menyajikan materi. Disamping itu, bahan ajar dapat
menggantikan sebagian peran pendidik dan mendukung pembelajaran individual.
Hal ini akan memberi dampak positif bagi pendidik, karena sebagian waktunya
dapat dicurahkan untuk membimbing belajar peserta didik. Dampak positifnya bagi
peserta didik, dapat mengurangi ketergantungan pada pendidik dan membiasakan
belajar mandiri. Hal ini juga mendukung prinsip belajar sepanjang hayat.
Bahan ajar yang baik dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional.
Pendidik dapat menulis sendiri bahan ajar yang ingin digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar. Dalam pembuatan bahan ajar pendidik harus menyesuaikan
dengan karakteristik peserta didik. Seperti kita ketahui, saat ini perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi terutama internet diseluruh dunia
mempengaruhi gaya belajar peserta didik. Hal ini didukung dengan maraknya
penggunaan gadget dan telepon genggam berbasis android yang dimiliki peserta
didik. Alat ini dinilai praktis karena dapat memuat aplikasi pencarian informasi
serta aplikasi yang mendukung pembelajaran yang dapat dilakukan peserta didik
dimana saja.
3

Kecendrungan peserta didik menggunakan IT dalam mencari informasi


sebagai sarana belajar menantang pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif untuk
menciptakan media pembelajaran berbasis IT untuk menyampaikan materi
pembelajaran yang spesifik dalam upaya mencapai kompetensi yang di inginkan.
Inovasi bahan ajar berbasis IT bagi pendidik menjadi hal yang sangat penting
berkaitan dengan upaya membantu peserta didik meraih kompetensinya dengan
lebih cepat.
Tuntutan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran semakin besar setelah
lahirnya Kurikulum 2013 yang menuntut adanya pengintegrasian ICT ke dalam
pembelajaran. Saat ini, pemanfaatan ICT dalam pembelajaran sudah dilaksanakan
secara luas, baik dalam pembuatan bahan ajar maupun sebagai media pembelajaran.
Beberapa bahan ajar yang dikembangkan menggunakan ICT diantaranya adalah
bahan ajar dalam bentuk audio seperti kaset, radio, piringan hitam dan compact disk
audio. Bahan ajar dalam dalam bentuk audio visual seperti compact disk video dan
film. Bahan ajar dalam bentuk multimedia intektif seperti CAI, CD multimedia dan
bahan ajar berbasis web. Penggunaan ICT di dalam mengembangkan bahan ajar
dapat menghasilkan suatu bahan ajar yang lebih interaktif.
Dalam pembelajaran Fisika tidak semua materi dapat dijelaskan secara
gamblang. Ada beberapa materi yang mengharuskan peserta didik menalar sesuatu
yang abstrak. ICT diharapkan mampu membantu peserta didik dalam membangun
kreativitas dan imajinasi peserta didik salah satunya dengan penggunaan animasi,
gambar, video yang dapat dilihat oleh peserta didik sehingga mereka dapat lebih
cepat memahami materi tersebut. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik yang
akan mengembangkan bahan ajar, penulis mencoba membahas dan menjabarkan
tentang bahan ajar seperti prinsip, peran dan jenis bahan ajar, khususnya bahan ajar
non-cetak (audio, audio visual, multimedia dan display) yang termasuk di dalamnya
bahan ajar berbasis ICT.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan
masalahnya adalah:
4

1. Bagaimana pengertian dari bahan ajar non cetak?


2. Apa saja jenis-jenis bahan ajar non cetak?
3. Bagaimanakah peran bahan ajar non cetak?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian bahan ajar non cetak
2. Mengetahui jenis-jenis bahan ajar non cetak
3. Mengetahui peran bahan ajar non cetak

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca
khususnya tenaga pendidik.
2. Membantu peserta didik memahami konsep pengembangan dan pemanfaatan
bahan ajar non cetak sekaligus bekal dalam mengembangkan bahan ajar
nantinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Agama
Pada dasarnya konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses
perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman
tertentu. Hal-hal ini dapat terlaksana dengan baik atas ketersediaan bahan ajar
yang baik sehingga materi-materi yang diajarkan dapat tersampaikan dengan
benar. Sejalan dengan Firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 46:

Artinya:”Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami
telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan
dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu
Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang
bertakwa”.
Berdasarkan Q.S Al-maidah ayat 46 diketahui bahwa al-qur’an diturunkan
untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Al-qur’an berisi petunjuk dan
pedoman bagi umat manusia. Begitu juga dalam pengembangan bahan ajar, baik
cetak maupun non cetak diharapkan mampu menjadi pedoman bagi peserta didik
dalam melaksanakan pembelajaran. Bahan ajar yang baik mencantumkan
petunjuk belajar bagi peserta didik dan disampaikan dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh peserta didik.
Islam menggambarkan belajar dan kegiatan pembelajaran dengan bertolak
dari firman Allah Q.S An-Nahl ayat 78 berbunyi:

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.

5
6

Makna dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada mulanya manusia itu
tidak memiliki pengetahuan atau tidak mengetahui sesuatu apapun. Maka belajar
adalah “Perubahan tingkah laku lebih merupakan proses internal peserta didik
dalam rangka menuju tingkat kematangan”. Selain itu sebagai seorang
pendidik/pengajar, kita harus betul-betul memahami kewajiban menyebarluaskan
ilmu dan larangan menyembunyikannya, seperti yang diterangkan dalam Q.S Ali-
Imran ayat 187:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang
telah diberi Kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi
Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,’ lalu
mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya
dengan harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan.”

Q.S Surat Al-Alaq 1-5

Artinya:”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban
sebagai manusia dan merupakan perintah tuhan. Allah telah menjamin kenaikan
derajat bagi orang-orang yang berilmu. Memberikan ilmu kepada peserta didik
dengan mengembangkan bahan ajar sesuai kebutuhan peserta didik merupakan
bentuk pemberian ilmu yang bermanfaat.
Dalam beberapa Ayat Al-qur’an ini kita dapat mengetahui bahwa Allah
telah menjadikan kita dapat mendengar dan melihat. Jika kita mendengar dan
7

melihat hal-hal yang baik dan tentang kebaikan, maka kita bisa menjadikan apa
yang kita dengar itu sebagai ilmu. Sehingga untuk menyampaikan pelajaran pun
telah dibuat bahan ajar dengar. Bahan ajar dengar atau audio ini termasuk salah
satu bahan ajar non cetak

2.2 Landasan Yuridis


Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor
20 Tahun 2003 yang telah dijelaskan bahwa pendidikan nasional berperan
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu,
disebutkan dalam undang-undang bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 pada Bab 1 Pasal 1 No 15 dinyatakan
bahwa pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah
dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar
melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain. Dari Undang-Undang
tersebut maka diperlukan sebuah bahan ajar yang bisa digunakan melalui
teknologi komunikasi yang dalam hal ini termasuk bahan ajar non cetak
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dalam pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa: proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Dari Peraturan Pemerintah
ini dalam kegiatan pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif dan
menyenangkan, dan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang demikian
selain digunakan bahan ajar cetak bisa pula digunakan bahan ajar non cetak berupa
audio, audio visual, multimedia dan display.
8

Pada penjelasan di atas diketahui bahwa untuk mewujudkan tujuan


pendidikan nasional pendidik sebagai fasilitator harus inovatif dalam proses
pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat bahan
ajar. Bahan ajar terdiri dari bahan ajar cetak dan non cetak. Selanjutnya
berdasarkan panduan pengembangan bahan ajar berbasis ICT, bahan ajar ICT
adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan dengan menggunakan alat
bantu ICT untuk mengoah data termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas. Kemendiknas 2010 menyatakan bahwa bahan ajar non
cetak dikembangkan memberikan kontribusi positif dalam hal: (1) membantu
terjadinya proses pembelajaran dan pengembangan kompetensi; (2) memberikan
pengalaman yang nyata dan real; (3) memotivasi adanya tindakan (action).
Penyajian materi harus ditata dengan menarik, mudah dipahami, memiliki tingkat
keterbacaan yang tinggi, dan memenuhi nilai atau norma positif yang berlaku di
masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstrimisme,
radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak mengandung nilai
penyimpangan lainnya,

2.3 Pengertian Bahan Ajar Non Cetak


Bahan ajar (Depdiknas, 2008) merupakan bahan atau materi pembelajaran
yang disusun secara sistematis yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam
PBM. Buku teks merupakan sumber informasi yang disusun dengan struktur dan
urutan berdasar bidang ilmu tertentu. Menurut (Herayanti, Fuaddunnazmi, &
Habibi, 2017) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan dua pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
merupakan salah satu perangkat mengajar yang membantu pendidik dalam
mengajar peserta didik berupa materi pembelajaran yang telah tersusun secara
runtun.
Bahan ajar memiliki beberapa jenis bahan ajar, salah satunya adalah bahan
ajar non cetak. Bahan ajar non cetak (Praswoto, 2013) dapat diartikan sebagai
perangkat bahan yang memuat materi atau isi pelajaran untuk mencapai tujuan
9

pembelajaran yang dituangkan dengan menggunakan teknologi non cetak. ICT


dapat mengubah suatu bahan ajar cetak menjadi bahan ajar multimedia.
ICT tidak hanya terbatas pada komputer dan internet saja. Cakupan ICT
lebih luas dari dua hal tersebut. ICT selalu terdiri dari hardware dan software.
Dengan demikian, semua yang berhubungan dengan perangkat lunak dan
perangkat keras dari komputer merupakan cakupan dari ICT. Bahan ajar berbasis
ICT adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan dengan menggunakan alat
bantu ICT untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas. Dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan bahan ajar
ICT memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu kompetensi dasar
(KD) secara runtut, sistematis, interaktif dan inovatif sehingga diharapkan semua
kompetensi tercapai secara utuh dan terpadu.
Beberapa karakteristik bahan ajar berbasis ICT antara lain:
1. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media ataupun teknologi
jaringan / computer network).
2. Memanfaatkan teknologi multimedia, sehingga suasana pembelajaran
menjadi menarik, tidak membosankan dan pada akhirnya memotivasi
peserta didik untuk belajar mandiri.
3. Memanfaatkan teknologi elektronik; di mana pendidik dan peserta didik,
peserta didik dan sesama peserta didik atau pendidik dan sesama pendidik
dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang
protokoler.
4. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan
dikomputer sehingga dapat diakses oleh pendidik dan peserta didik kapan
saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
5. Memanfaatkan pertukaran data (Information sharing) yang secara interaktif
dapat dilihat setiap saat dikomputer.
10

Bahan ajar berbasis ICT memiliki keunggulan antara lain:


1. Memberikan kemudahan bagi pendidik dalam proses pembelajaran untuk
menjelaskan hal-hal yang abstrak.
2. Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif serta
mempunyai ketertarikan pada materi yang sedang dibahas.
3. Peserta didik dapat belajar atau menelaah bahan ajar sewaktu-waktu karena
bahan ajar dapat tersimpan dikomputer.
4. Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk
belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui jaringan internet, sehingga
keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
5. Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan peserta didik dapat
berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat dan waktu.
6. Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi dan
berinteraksi melalui fasilitas-fasilitas internet yang dapat dilakukan secara
kelompok.

2.4 Jenis-jenis Bahan Ajar Non Cetak


Bahan ajar non cetak terbagi atas audio, audio visual, multimedia dan
display (berbasis ICT). Berikut akan dijelaskan masing-masing dari bahan ajar
non cetak
2.4.1 Bahan Ajar Audio
Bahan ajar audio adalah bahan ajar yang mengandung pesan dalam bentuk
auditif (pita suara atau piringan suara) yang dapat merangsang pikiran dan persaan
sehingga terjadinya proses belajar (Legendari & Raharjo, 2016). Bahan ajar audio
terdiri dari beberapa macam yaitu:
a. Kaset/piringan hitam/compact disk
Media kaset/piringan hitam/compact disk dapat menyimpan suara yang
dapat secara berulang-ulang diperdengarkan kepada peserta didik yang
menggunakannya sebagai bahan ajar. Bahan ajar ini biasanya digunakan untuk
pembelajaran bahasa atau pembelajaran musik.
11

b. Radio
Radio adalah media dengar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar.
Melalui radio peserta didik bisa belajar sesuatu. Program radio dapat dirancang
sebagai bahan ajar, misalnya pada jam tertentu pendidik merencanakan sebuah
progam pembelajaran melalui radio. Seperti mendengarkan pengajian langsung di
channel radio dais yang sedang berlangsung. Program audio dapat dimanfaatkan
dalam pembelajaran individual, berkelompok, maupun massal. Tetapi
pembelajaran yang menggunakan bahan ajar dengar akan kurang efektif jika di
dalam sekolah tersebut dihadapkan dengan peserta didik yang mengalami
gangguan pada pendengarannya.
Bahan ajar audio memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik bahan ajar
audio menurut Prastowo (2014: 313) :
a. Mengandung pesan auditif baik verbal maupun non verbal dan vokalisasi.
b. Dapat mendorong pemusatan perhatian dan mempertahankan pemusatan
perhatian.
c. Cocok untuk mengikuti pengarahan.
d. Digunakan untuk melatih daya analisis peserta didik dari apa yang didengar.
e. Perolehan arti dari suatu konteks.
f. Dapat untuk melatih memisahkan kata atau informasi yang relevan dan tidak
relevan.
g. Meningkatkan kemampuan mengingat dan mengemukakan ide.
h. Memberikan hasil belajar yang optimal dalam tugas-tugas memberi signal
(lambang), rangkaian yang melibatkan keterampilan bahasa dan musik.
i. Berguna untuk belajar keterampilan diagnosis yang melibatkan bunyi.

Program audio yang baik memiliki kriteria sebagai berikut:


a. Mengemukakan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
b. Mengkomunikasikan materi pembelajaran secara akurat.
c. Menjelaskan materi pembelajaran secara sistematik.
d. Mendeskripsikan secara jelas unsur narasi yang digunakan untuk
mengkomunikasikan materi pembelajaran kepada peserta didik.
e. Menjelaskan bahan rujukan yang digunakan sebagai dasar untuk
mengkomunikasikan materi pembelajaran kepada peserta didik.
12

2.4.2 Bahan Ajar Audio Visual


Bahan ajar audio visual adalah seperangkat alat yang dapat
memproyeksikan gambar bergerak dan bersuara (Haryoko, 2009). Alat-alat audio
visual adalah alat-alat “audible” artinya dapat didengar dan alat-alat
yang “visible” artinya dapat dilihat. Alat-alat audio visual gunanya untuk
membuat komunikasi menjadi lebih efektif. Diantara alat-alat audio visual yaitu
video, film bersuara, dan televisi. Sebagai bahan ajar, audio visual mempunyai
sifat sebagai berikut :
a. Kemampuan untuk meningkatkan persepsi.
b. Kemampuan untuk meningkatkan pengertian.
c. Kemampuan untuk meningkatkan transfer (pengalihan) belajar.
d. Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau
pengetahuan hasil yang dicapai.
e. Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).
Bahan ajar audio visual merupakan salah satu alternatif bahan ajar yang
digunakan dalam proses pembelajaran dan dapat meningkatkan proses
pembelajaran karena bahan ajar audio memiliki beberapa aspek diantaranya
mudah diakses, lebih menarik, dapat diperbaiki setiap saat (Haryoko, 2009).
Karakteristik media audio visual adalah memiliki unsur suara dan unsur gambar.
Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi dua jenis
media yaitu media audio dan visual. Program audio visual yang baik memiliki
kriteria sebagai berikut:
a. Mengemukakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dapat dicari
oleh audience setelah mengikuti program.
b. Mengkomunikasikan materi pembelajaran secara akurat.
c. Menjelaskan materi pembelajaran secara sistematik.
d. Program terlihat menarik dengan alur yang baik.
e. Menarik minat penonton untuk mengetahui isi yang disampaikan.
f. Pemilihan pemain, lokasi syuting, dan properti tepat.
g. Tidak ada noise baik berupa suara maupun gambar.
h. Program dapat memotivasi penonton untuk belajar lebih lanjut.
i. Menjelaskan bahan rujukan yang digunakan sebagai dasar untuk
mengkomunikasikan materi pembelajaran kepada peserta didik.
13

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan audio visual untuk
pembelajaran yaitu :
a. Pendidik harus mempersiapkan unit pelajaran terlebih dahulu, kemudian
baru memilih media audio visual yang tepat untuk mencapai tujuan
pengajaran yang diharapkan.
b. Pendidik juga harus mengetahui durasi media audio visual misalnya dalam
bentuk film ataupun video, dimana keduanya yang harus disesuaikan dengan
jam pelajaran.
c. Mempersiapkan kelas, yang meliputi persiapan peserta didik dengan
memberikan penjelasan global tentang isi film, video atau televisi yang akan
diputar dan persiapan peralatan yang akan digunakan demi kelancaran
pembelajaran.
d. Aktivitas lanjutan, setelah pemutaran film atau video selesai, sebaiknya
pendidik melakukan refleksi dan tanya jawab dengan peserta didik untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut.

Salah satu contoh bahan ajar audio visual yaitu video. Video berasal dari
bahasa latin, video-vidi-visum yang artinya melihat (mempunyai daya
penglihatan); dapat melihat (K. Prent dkk., Kamus Latin-Indonesia, 1969). Video
merupakan bahan ajar non cetak yang kaya informasi yang menyajikan gambar
bergerak disertai suara sehingga dapat membawa tingkat retensi (daya serap dan
daya ingat) peserta didik terhadap materi pelajaran (Winaya, Santyasa, & Rasana,
2013). Video merupakan proses pembelajaran yang mandiri (Zahroh, 2017).
Tidak jauh berbeda dengan dua definisi tersebut, (Smaldino, Lowther, & Mims,
2015) mengartikannya dengan “the storage of visuals and their display on
television-type screen” (penyimpanan/perekaman gambar dan penanyangannya
pada layar televisi). Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar video adalah bahan ajar yang berupa gambar dan disertai suara yang
memuat informasi yang dapat diguanakan dalam pemelajaran mandiri.
14

Bahan ajar video memiliki beberapa karakteristik, yaitu:


a. Menampilkan gambar dengan gerak, serta suara secara bersamaan.

b. Mampu menampilkan benda yang sangat tidak mungkin ke dalam kelas


karena terlalu besar (gunung), terlalu kecil (kuman), terlalu abstrak
(bencana), terlalu rumit (proses produksi), terlalu jauh (kehidupan di kutub)
dan lain sebagainya.
c. Mampu mempersingkat proses, misalnya proses penyemaian padi hingga
panen.
d. Memungkinkan adanya rekayasa (animasi).

3. Bahan Ajar Multimedia


Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media
yang terdiri dari teks, grafik, gambar, foto, audio, dan animasi secara terintegrasi.
Menurut (Georganas, 1997) “Media” refers to a form of human interaction that is
amenable to computer capture and processing, such as video, audio, text,
graphics, images, ..., whereas “multi” signifies that several of those “media” are
present in the same application”. Pembelajaran multimedia melibatkan indera
penglihatan dan pendengaran, mendefinisikan multimedia sebagai media yang
menghasilkan bunyi dan teks. TV, presentasi powerpoint berupa teks, gambar
bersuara sudah dapat dikatakan multimedia (Muntu, 2017).
Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linear dan
multimedia interaktif. Multimedia linear adalah suatu multimedia yang tidak
dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh
pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya TV dan film
(Legendari & Raharjo, 2016). Multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai
aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain
untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, ketrampilan dan sikap) serta dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan yang belajar sehingga
secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.
Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio,
teks, grafik, gambar, dan video) yang oleh penggunanya dimanipulasi untuk
mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari sebuah presentasi.
Multimedia interaktif (Nugraha, Binadja, & Supartono, 2013) antara lain CAI
15

(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran


interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
CD interaktif adalah program interaktif yang dibuat untuk menyampaikan
informasi penting dimana user dapat menavigasikan program tersebut. Contoh
dari bahan ajar multimedia interaktif adalah model pembelajaran yang berbasis
web (e-learning). Model pembelajaran berbasis website dirancang dengan
mengintegrasikan pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran
konvensional tatap muka.
CAI (Computer Asisted Instruction) pada dasarnya merupakan perangkat
lunak (software) program pembelajaran dengan media komputer sebagai alat
pemyampaian pesannya, yang didesain sebagai sumber belajar dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam pembelajaran berbantuan komputer peserta didik
berhadapan dan berinteraksi langsung dengan komputer. Interaksi antara peserta
didik dengan komputer ini terjadi secara individual. Untuk memudahkan peserta
didik belajar, program CAI pada dasarnya memiliki karakteristik utama yang
perlu didefenisikan secara teliti.
Karakteristik CAI yang baik dan lengkap secara rinci harus memuat
komponen-komponen yang memudahkan belajar peserta didik antara lain yaitu:
adanya bahan penarik perhatian, tujuan instruksional khusus (TIK), tes prasyarat,
prates, uraian isi/ materi, latihan, penjelasan/ rambu-rambu jawaban latihan,
rangkuman, pascates, dan balikannya. Sedangkan untuk menunjang kegiatan
pembelajaran peserta didik, pemanfaatan CAI sebagai sumber belajar dapat
dikembangkan dalam beberapa bentuk program pembelajaran tutorial, latihan,
dan praktek (drill and practice), simulasi (simulation), permainan (games), dan
pemecahan masalah (problem solving).
Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran, pemilihan dan
penggunaan multimedia pembelajaran harus memperhatikan karakteristik
komponen lain seperti: tujuan, materi, strategi dan juga evaluasi pembelajaran.
Karakteristik multimedia pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan
unsur audio dan visual.
16

b. Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk


mengakomodasi respon pengguna.
c. Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan
isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan
orang lain.

Adapun fungsi dari multimedia pembelajaran adalah sebagai berikut:


a. Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
b. Mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontrol
laju kecepatan belajarnya sendiri.
c. Memperhatikan bahwa peserta didik mengikuti suatu urutan yang koheren
dan terkendalikan.
d. Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam
bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan
lain-lain.

4. Display (Berbasis ICT)


Display adalah sarana yang dimanfaatkan untuk menampilkan gambar,
kartun, poster, dan objek-objek 3 dimensi yang kecil atau material belajar lainnya.
Bahan ajar display adalah jenis bahan ajar yang berisi materi tulisan atau gambar
yang dapat ditampilkan di dalam kelas, di kelompok kecil atau peserta didik secara
perseorangan tanpa menggunakan alat proyeksi.
Bahan ajar display merupakan bahan ajar non cetak, akan tetapi jenis bahan
ajar display agak berbeda sifat dan karakteristiknya dengan jenis bahan ajar cetak
maupun non cetak. Karena di dalamnya termasuk semua materi tulisan ataupun
gambar. Pada umumnya, bahan ajar jenis display ini digunakan oleh pendidik
pada saat ia menyampaikan informasi kepada peserta didiknya didepan kelas.
Bahan ajar display menurut Pannen adalah bahan-bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Muhaimin mengungkapkan bahwa bahan ajar display
adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu pendidik/instruktur
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan menurut Bahan ajar atau
materi kurikulum (curriculum material) adalah isi atau muatan kurikulum yang
17

harus dipahami oleh peserta didik dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Ciri-
ciri display yang baik adalah:
a. Dapat menyampaikan pesan.
b. Bentuk/gambar menarik dan menggambarkan kejadian.
c. Menggunakan warna-warna mencolok dan menarik perhatian.
d. Proporsi gambar dan huruf memungkinkan untuk dapat dilihat/dibaca.
e. Menggunakan kalimat-kalimat pendek.
f. Menggunakan huruf yang baik sehingga mudah dibaca.
g. Realistis sesuai dengan permasalahan.
h. Tidak membosankan.

ICT (Information and Communication Technology)


Sebagaimana sebutannya bahan ajar berbasis ICT adalah bahan ajar yang
disiapkan, dijalankan dan dimanfaatkan dengan media ICT. Information and
Communication Technology (ICT) adalah sistem atau teknologi yang menyajikan
sebuah informasi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk
mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan
menyampaikan data. Sedangkan menurut dictionary of computers (1993) ICT
adalah teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai
jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir
karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang
dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi. Dapat disimpulkan
bahwa ICT adalah sistem atau teknologi yang memanfaatkan komputer dan
telekomunikasi untuk menyajikan informasi pengadaan, pengolahan,
penyimpanan, dan penyebaran data.
Karakteristik pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis ICT antara
lain:
a. Menggunakan teknologi elektronik.
b. Menggunakan komputer (media digital ataupun teknologi jaringan/
computer network).
18

c. Menggunakan teknologi multimedia, sehingga pembelajaran menjadi


menarik bagi peserta didik dan peserta didik lebih berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran di kelas.
d. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials). Peserta
didik maupun pendidik dapat mengakses data yang sudah disimpan dalam
komputer secara mandiri.
e. Memanfaatkan pertukaran data (Information sharing) yang secara interaktif
dapat dilihat setiap saat di komputer

Contoh-contoh media display yaitu:


1. Flip Chart
Flip chart adalah kumpulan ringkasan, skema, gambar, tabel yang dibuka
secara berurutan berdasarkan topik materi pembelajaran. Bahan flip chart
biasanya kertas ukuran plano yang mudah dibuka-buka, mudah ditulis, dan
berwarna cerah. Untuk daya tarik, flip chart dapat dicetak dengan aneka
warna dan variasi desainnya.
2. Papan bulletin/bulletin board
Bulletin board adalah sebuah papan pengumuman yang berfungsi member
tahu orang banyak tentang acara, pengumuman penting yang isi dan
konteknya jelas.
3. Grafik
Grafik adalah gambar-gambar yang menunjukkan data berupa angka-angka
dalam bentuk visual simbolis yang biasanya berasal dari tabel-tabel yang
telah dibuat. Grafik ini menggambarkan perbandingan suatu masalah
dengan simbol angka/persen.

2.5 Validitas Bahan Ajar


2.5.1 Pengertian Validitas
Validitas merupakan keadaan dimana suatu instrumen dapat mengukur
suatu keadaan yang harus diukur secara tepat (Rahayu & Festiyed, 2018).
Validitas menunjukkan kepada kesesuaian, kebermaknaan, dan kebergunaan
kesimpulan-kesimpulan yang dibuat bedasarkan skor instrumen (Yusuf, 2015).
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
19

dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya
(Matondang, 2009).
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen
bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2013). Uji
validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content)
dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang
digunakan dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2016). Validitas adalah suatu
konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap
konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai
(Festiyed, 2017). Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa validitas adalah ukuran ketepatan dari suatu instrumen yang diukur.
Validitas bahan ajar cetak dan non cetak adalah ukuran ketepatan suatu bahan ajar
sesuai dengan kompetensi, dan tujuan pembelajaran.
Gronlund (Yusuf, 2015) mengemukakan bahwa:
a. Validitas menunjuk kepada suatu instrumen atau instrumen evaluasi untuk
kelompok atau individual, tidak untuk instrumen itu sendiri.
b. Validitas merupakan “degree” (derajat) seperti: tinggi, sedang dan kurang.
c. Validitas itu selalu spesifik penggunaannya.

2.5.2 Komponen Penilaian Validitas

Validitas suatu instrumen atau alat ukur dapat dilihat dari isi tau konsep
yang terdapat pada alat kur tersebut. Di samping itu, dapat pula dilihat dengan
memperhatikan bentuknya atau hubungan dengan instrumen lain secara empirik
atau statistik. Sehubungan dengan ini maka validitas dapat dibedakan atas:

a. Validitas Isi (Content Validity)


Validitas isi dipandang dari segi alat ukut itu sendiri; berdasarkan materi
yang disampaikan dalam pembelajaran dan diharapkan dikuasai oleh peserta
didik. Karena itu telaah yang mendalam dan berulang kali tentang apa yang
diharapkan dan materi apa yang telah disampaikan merupakan hal yang sangat
20

penting. Hal ini memungkinkan tersusunnya isi instrumen yang tepat dan
mewakili materi yang disampaikan serta diharapkan dikuasai oleh peserta didik.
Untuk mendapatkan validitas isi yang tinggi perlu dilakukan suatu diskusi yang
bersangkutan serta ahli dalam pengukuran dan penilaian (Yusuf, 2015).
Validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam
suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional
perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinya tes itu valid apabila butir-butir
tes itu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang
seharusnya dikuasai secara proporsional (Festiyed, 2017).
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, harus dilakukan melalui
penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili
atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai
secara proporsional. Oleh karena itu validitas isi suatu tes tidak mempunyai
besaran tertentu yang dihitung secara statistika tetapi dipahami bahwa tes itu
sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, validitas isi
sebenarnya mendasarkan pada analisis logika, tidak merupakan suatu koefisien
validitas yang dihitung secara statistika (Matondang, 2009).
Validitas isi bertujuan untuk menilai kemampuan tes mempresentasikan
dengan baik ranah yang hendak diukur. Caranya dilakukan dengan
membandingkan tes dengan kisi-kisi tes (Basuki, 2014). Validitas isi (Hendryadi,
2017) merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan
atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau
melalui expert judgement (penilaian ahli). Validitas isi atau content validity
memastikan bahwa pengukuran memasukkan sekumpulan item yang memadai
dan mewakili yang mengungkap konsep. Semakin item skala mencerminkan
kawasan atau keseluruhan konsep yang diukur, semakin besar validitas isi. Atau
dengan kata lain, validitas isi merupakan fungsi seberapa baik dimensi dan elemen
sebuah konsep yang telah digambarkan.

b. Validitas Konstruk (Construct Validity)


Validitas konstruk (Basuki, 2014) yang dilihat berdasarkan penyelidikan
terhadap konstruk psikologis atau karakteristik suatu tes. Validitas jenis ini
21

bertujuan menilai kemampuan tes untuk menafsirkan suatu ukuran bermakna dari
sejumlah karakteristik. Caranya dengan mengkaji teori-teori yang terkait konstruk
yang diukur oleh tes yang dikembangkan. Kajian terhadap teori-teori tersebut
merupakan dasar pembuatan butir-butir tes. Suatu alat ukur dapat dikatakan
mempunyai validitas konstruk yang tinggi dalam kreativitas. Validitas konstruk
mempersoalkan apakan yang ditanyakan merupakan bagian yang penting di dalam
suatu konsep atau merupakan bagian dari suatu instrumen yang disusun (Yusuf,
2015).
Pendekatan dasar validitas konstruksi (Hendryadi, 2017) adalah mengakses
sejauh mana test yang dimaksud mengukur sebuah konstruksi teoretis atau ciri-
sifat. Assessment ini melibatkan 3 langkah umum, yaitu: pertama, konstruktor tes
harus melakukan analisis yang diteliti terhadap konsep. Kedua,
mempertimbangkan bagaimana hubungan sifat-ciri itu dengan variabel lain.
Ketiga, perancang tes perlu menguji dulu apakah hubungan-hubungan
dihipotesiskan benar-benar ada.
Untuk menentukan validitas konstruk (Matondang, 2009) dilakukan proses
penelaahan teoretik dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari
perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran
dan penulisan butir-butir instrumen. Perumusan, konstruk harus dilakukan
berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur
melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.
Menyimak proses telaah teoretik seperti telah dikemukakan, maka proses
validasi konstruk sebuah instrumen dilakukan melalui penelaahan atau justifikasi
pakar atau melalui penilaian sekelompok panel yang terdiri dari orang-orang yang
menguasai substansi atau konten dari variabel yang hendak diukur.

c. Validitas Kriteria (Criterion Validity)


Validitas berdasarkan kriteria atau criterion-related validity (Hendryadi,
2017) merupakan sebuah ukuran validitas yang ditentukan dengan cara
membandingkan skor-skor tes dengan kinerja tertentu pada sebuah ukuran luar.
Ukuran luar ini seharusnya memiliki hubungan teoritis dengan variabel yang di
ukur oleh tes itu.
22

Validitas criteria (criterion-related validity) terpenuhi jika pengukuran


membedakan individu menurut suatu criteria yang dharapkan diprediksi. Hal
tersebut bisa dilakukan dengan menghasilkan validitas konkuren (concurrent
validity) atau validitas predictive (predictive validity). Validitas konkuren
dihasilkan jika skala membedakan individu yang diketahui berbeda, yaitu mereka
harus menghasilkan skor yang berbeda pada instrument, sedangkan validitas
predictive menunjukkan kemampuan instrument pengukuran untuk membedakan
orang dengan referensi pada suatu criteria masa depan (Sekaran, 2006). Dengan
demikian, perbedaan antara concurrent validity dengan predictive validity adalah
waktu pengujian, dimana concurrent validity diambil dalam waktu yang sama
(atau kurang lebih sama), sedangkan predictive validity dilakukan beberapa saat
(dalam periode waktu tertentu) setelah terlebih dahulu dahulu skor hasil tes
diperoleh.
Validitas terkait kriteria (criterion-related evidence validity atau criterion-
related validity) (Basuki, 2014) yang dilihat berdasarkan hubungan antara skor
dalam suatu tes tertentu dengan kinerja atau kemampuan dalam tindakan yang lain
atau dalam kehidupan nyata. Validitas jenis ini bertujuan untuk menilai
kemampuan tes memprediksi kemampuan peserta tes di masa mendatang.
Caranya dengan membandingkan skor tes lain di masa mendatang.
Jenis validitas kriteria dapat dibedakan atas dua tipe yaitu: validitas prediktif
(predictive validity) dan validitas pengukuran serempak (concurrent validity).
Tiap tipe akan dibicarakan pada uraian berikut (Yusuf, 2015).
1. Validitas prediktif (predictive validity)
Jenis validitas ini dikaitkan dengan prediksi/perkiraan yang akan terjadi di
masa datang.
2. Validitas pengukuran serempak (concurrent validity)
Validitas serempak merujuk kepada kesesuaian tingkah laku atau bukti-
bukti diri yang dimiliki seseorang dengan instrumen yang diberikan,
sebagaimana direfleksikan/ditunjukkan oleh skornya dalam instrumen
paralel atau instrumen lain yang mempunyai karakteristik yang sama.
Validitas pengukuran serentak diperoleh dengan jalan mengorelasikan atau
melihat hubungan instrumen yang dimaksud dengan instrumen lain yang
23

dipandang sebagai kriterium; yang diberikan/dilaksanakan pada waktu yang


bersamaan dengan pelaksanaan instrumen itu. Secara grafis, validitas
pengukuran serentak, seperti pada gamabar dibawah ini.

(Yusuf, 2015)
Gambar 2. 1 Validitas Pengukuran Serempak

2.5.3 Cara Menentukan Validitas Bahan Ajar Cetak

Dalam mengembangkan suatu bahan ajar baik itu cetak maupun non cetak,
uji validitas dilakukan dalam tahap pengembangan. Langkah-langkah uji
validitas:
1. Meminta kesediaan dosen dan guru yang telah banyak memiliki
pengalaman mengajar untuk menjadi validator dari bahan ajar cetak
ataupun non cetak yang telah dikembangkan.
2. Memberikan skor jawaban dengan kriteria berdasarkan skala Likert seperti
yang dimodifikasi sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Kriteria Pemberian Skor Jawaban Validitas
Skor Kriteria
4 Sangat Setuju
3 Setuju
2 Tidak Setuju
1 Sangat Tidak Setuju
(Riduwan, 2012)
3. Meminta validator untuk memberikan saran atas penilian yang diberikan
terhadap pengembangan bahan ajar cetak dan noncetak berdasarkan item-
item yang terdapat pada uji validitas. Jika masih banyak terdapat kesalahan
dalam pengembangan bahan ajar cetak dan non cetak, maka perlu
24

dilakukannya revisi agar benar-benar valid atas bahan ajar yang


dikembangkan.
4. Jika telah valid, maka ditentukan skor tertinggi.
Skor tertinggi = jumlah validator x jumlah indikator x skor maksimum.
5. Menentukan jumlah skor dari masing-masing validator dengan
menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari masing-masing indikator.
6. Penentuan nilai validitas dengan cara:

jumlah skor yang diperoleh


nilai validitas  100%
jumlah skor maksimum

7. Memberikan penilaian validitas dengan kriteria seperti yang dikemukakan


oleh (Purwanto & Rahmawati, 2017):

Tabel 2. 2 Kriteria Pemberian Nilai Validitas


Nilai Validitas (%) Kriteria
90-100 Sangat Valid
80-89 Valid
60-79 Cukup Valid
0-59 Tidak Valid
(Purwanto, 2009)
Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, validitas suatu
instrumen/alat ukur merupakan tingkat kesesuaian alat ukur dengan kriterium.
Suatu instrumen dikatakan mempunyai validitas yang tinggi, atau suatu instrumen
adalah valid/sahih, apabila instrumen tersebut sesuai dengan kriterium.
Berhubung instrumen merupakan seperangkat soal yang terdiri dan
bermacam jenis dan aspek, maka awal kegiatan yang menentukan validitas itu
bersumber dan ketepatan dan kesesuaian apa yang ingin diukur. Karena itu,
perencanaan instrumen yang baik merupakan hal yang essensial untuk dapat
memberikan gambaran yang tepat dan instrumen tersebut (Yusuf, 2015).
Validitas instrumen mencangkup validitas tiap item/butir soal dan validitas
keseluruhan instrumen. Untuk dapat menyusun instrumen yang valid, maka
penyusun instrumen harus sadar bahwa yang akan diketahui adalah sejumlah
kemampuan, keterampilan, nilai, sikap maupun kepribadian dan latar belakang
lainnya, yang sesuai dengan tujuan kegiatan. Sementara, instrumen yang disusun
25

hendaklah “representative” (mewakili); baik dari aspek yang diukur, maupun


besaran (magnitude) untuk tiap-tiap aspek. Oleh karena itu, validitas isi dari setiap
instrumen perlu sekali mendapat perhatian.
Beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk menyusun instrumen (Yusuf,
2015) sebagai berikut:
a) Menyusun tujuan yang jelas.
b) Merumuskan spesifikasi yang terarah pada tujuan.
c) Membuat kisi-kisi (blueprint).
d) Menyusun instrumen.
e) Me-review instrummen.
f) Uji coba instrumen.
g) Analisis uji coba.
h) Revisi/penyempurnaan instrumen.
Validitas instrumen dapat diketahui dengan jalan korelasi instrumen itu
dengan kriterium, atau melakukan analisis butir (item). Untuk dapat menggunakan
formula yang tepat dalam menentukan validitas suatu instrumen maka perlu
ditentukan terlebih dahulu tipe data yang dikumpulkan melalui instrumen itu.
Apabila data yang didapat adalah data interval maka dapat digunakan rumus
product moment correlation (Festiyed, 2017), sebagai berikut:
a. Rumus untuk skor kasar
N ∑ XY − (∑ X) (∑ Y)
rxy =
√{N ∑ X 2 − (∑ X)2 } {N ∑ Y 2 − (∑ Y)2 }
atau:
(∑ X) (∑ Y)
∑ XY −
rxy = N
2 (∑ X)2 2 (∑ Y)2
{(∑ X − )} {(∑ Y −
N N )}
Keterangan
rxy = Koefesien korelasi antara instrumen X dan Y
X = instrumen X
Y = instrumen Y
N = jumlah peserta
26

b. Rumus untuk skor deviasi


∑ xy
rxy =
√(∑ x2 ) (∑ y2 )

Keterangan
rxy = Koefesien korelasi antara instrumen X dan Y
Σxy = jumlah perkalian deviasi masing-masing skor X dan Y
Σx2 = jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor X dari rata-rata X
Σy2 = jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor Y dari rata-rata Y

Untuk menentukkan apa arti koefesien korelasi yang diperoleh, dapat


dilakukan dengan cara:
a) Membandingkan koefesien tersebut dengan r tabel product moment
correlation.
b) Membandingkan hasil tersebut dengan acuan. Salah satunya sebagai
berikut:
Tabel 2. 3 Interpretasi Nilai r
Besarnya nilai r Interprestasi
0,800-1,00 Tinggi
0,600-0,800 Cukup
0,400-0,600 Agak rendah
0,200-0,400 Rendah
0,000-0,200 Sangat rendah (tak berkorelasi)
(Arikunto, 2013)

Apabila data yang dikumpulkan dari kedua instrumen dapat dijadikan data
ordinal, maka rumus yang digunakan adalah Spearman Rank Order Correlation,
dengan rumus sebagai berikut:
2
6∑D
Rho = 1 −
N(N2 − 1)
Keterangan:
D = Deviasi/pasangan urutan
N = Jumlah

Apabila instrumen yang digunakan tidak dapat diskor, maka dalam mencari
validitas instrumen gunakan “expert judgement” atau penimbang ahli (judger) dan
27

selanjutnya diolah dengan menggunakan rumus psycometric lainnya, sesuai


dengan bentuk/tipe instrumen yang disusun (Yusuf, 2015).
Tinggi rendahnya validitas soal secara keseluruhan berhubungan erat
dengan validitas tiap butir soal tersebut. Validitas butir soal dicari dalam
hubungannya dengan skor total tiap individu yang ikut serta dalam evaluasi.
Langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut (Yusuf, 2015):
a. Skor suatu instrumen/alat ukur dengan baik dan teliti
b. Jumlahkan skor total untuk tiap individu.
c. Gunakan rumus Product Moment Correlation atau Korelasi Biserial.

2.6 Reliabilitas Bahan Ajar


Reliable artinya dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan dapat dipercaya
apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konsisten, tidak menunjukkan perubahan-
perubahan yang berarti (Basuki, 2014). Reliabilitas didefinisikan sebagai tingkat
keajegan ataukemantapan hasil dari dua pengukuran terhadap hal yang sama
(Festiyed, 2017). Reliabilitas suatu instrumen merujuk pada kadar stabilitas dan
konsistensi instrumen tersebut. Secara konseptual, reliabilitas mengandung arti
(Yusuf, 2015):
a. Reliabilitas merupakan degree/kadar stabilitas yang diperoleh dengan
instrumen evaluasi, bukan kepada instrumen itu sendiri.
b. Perkiraan reliabilitas itu menunjuk kepada konsistensi dari skor instrumen.
c. Reliabilitas itu penting tetapi tidak cukup untuk menjamin validitas suatu
instrumen. Ia hanya menyajikan kenyataan tentang konsistensi, bukan
mengukur isi instrumen.
d. Reliabilitas dinyatakan dalam “coefisient reliability” dan/atau dengan
“standart error measurement”
Jadi suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur itu diujikan kepada
objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama,
konsisten, stabil atau relatif sama (tidak berbeda secara statistik). Dari pernyataan
diatas, maka dapat disimpulkan reliabilitas adalah konsistensi dari serangkaian
pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari
28

alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama,
atau untuk pengukuran yang lebih subjektif.
Banyak faktor yang memengaruhi reliabilitas alat ukur. Diantara faktor
tersebut, yang menonjol adalah (Yusuf, 2015):
a. Konstruksi item yang tidak tepat, sehingga tidak dapat mempunyai daya
pembeda yang kuat.
b. Panjang/pendeknya instrumen.
c. Evaluasi yang subjektif akan menurunkan reliabilitas.
d. Ketidaktepatan waktu yang diberikan.
e. Kemampuan yang ada dalam kelompok.
f. Luas/tidaknya sampel yang diambil.
g. Kondisi dan situasi pada pengadministrasian alat ukur.
h. Jarak waktu pengadministrasian instrumen periode pertama (mula-mula)
dengan pengadministrasian instrumen pada periode kedua dan seterusnya.
i. Subjek yang secara aktual berubah dari satu saat periode instrumen ke
instrumen berikutnya.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menentukan reliabilitas alat
ukur. Cara-cara yang dapat dipakai sebagai berikut (Yusuf, 2015):
a. Metode Belah Dua (Split-Half Method)
Dalam pelaksanaannya, seorang penilai hanya melakukan ujian satu kali
terhadap sejumlah peserta, sehingga tidak ada pengaruh/bias dari instrumen
terdahulu. Jumlah butir soal yang diberikan harus genap sehingga dapat dibagi
dua tiap kelompok mempunyai jumlah butir yang sama. Di samping itu, perlu
diingat dan diperhatikan bahwa kedua subkelompok instrumen hendaklah tidak
mempunyai tingkat kesukaran butir dan isi yang setara dan seimbang, kalau
memang tidak bisa dibuat sama. Artinya, distribusi butir soal pada kedua
kelompok subinstrumen (yang sudah dibagi dua) mencangkup luas dan tingkat
kesukaran yang hampir sama (Festiyed, 2017).
Dengan metoda belah dua ini, koefesien reliabilitas akan menunjukkan
internal konsistensi butir soal dalam keseluruhan instrumen. Cara
membelah/membagi dua instrumen tersebut dapat dilakukan dengan cara (Yusuf,
2015):
29

a) Nomor ganjil dan genap.


b) Awal dan akhir (50% bagian awal dan 50% bagian akhir)
Untuk menentukan reliabilitas kedua kelompok bagian instrumen itu dapat
menggunakan product moment correlation, sedangkan untuk mencari
reliabilitas keseluruhan instrumen dapat digunakan rumus Spearmen Brown
berikut:
2 × r1⁄ 1
2 ⁄2
r11 =
1 + r1⁄ 1 ∗)
2 ⁄2

Keterangan:
r11 = koefesien reliabilitas
r1/2 1/2 = korelasi antara bagian instrumen
*) = harga mutlak

1) Product Moment Correlation


Cara menentukan relliabilitasnya sebagai berikut:
a) Susunlah ujian dalam suatu daftar yang mudah dikenali.
b) Cari harga X,Y, X2, Y2, dan XY.
c) Masukkan kedalam rumus:
N ∑ XY − (∑ X) (∑ Y)
rxy =
√{N ∑ X 2 − (∑ X)2 } {N ∑ Y 2 − (∑ Y)2 }

d) Masukkan kedalam rumus Spearman Brown.


2 × r1⁄ 1
2 ⁄2
r11 =
1 + r1⁄ 1 ∗)
2 ⁄2

2) Rulon’s Formula
Rulon adalah penemu rumus ini. Ia mengembangkan model sederhana
dalam menentukan reliabilitas suatu instrumen; dengan suatu asumsi bahwa
reliabilitas itu merupakan proporsi dari variance yang sebenarnya dalam
suatu instrumen. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
d2 d
rtt =
d2 t
30

Keterangan:
d = perbedaan antara skor belahan awal dan akhir untuk tiap yang
diuji
d2d = varian beda
d2t = varian total

3) Flanagan Formula
Secara konseptual, rumus yang dikemukakan oleh Flanagan tidak jauh
berbeda dari Rulon’s formula. Ia menjelaskan bahwa kesalahan variance
merupakan jumlah variance dari kedua belahan (genap dan ganjil). Dengan
dasar itu ia mengemukakan rumus sebagai berikut:
d21 + d2 2
rtt = 2 (1 − )
d2 𝑡

4) Kuder Richardson 20 (KR20)


Kuder dan Richardson menganggap bahwa semua butir soal hanya
mengukur satu faktor bersamaan. Jadi yang ditekankan dalam rumus ini
ialah interkorelasi antar-item dalam instrumen itu sendiri dan korelasi item-
item itu dengan instrumen secara keseluruhan. Rumus yang
dikemukakannya adalah:
(n) (S 2 t − ∑ pq)
rtt =
(n − 1) S2t

5) Kuder Richardson 21 (KR21)


KR21 dikembangkan dari KR20. Apabila tingkat kesukaran butir soal hampir
sama, maka lebih baik menggunakan KR21. Rumus yang digunakan untuk
KR21 adalah:
k Mt (k − Mt )
rtt = [1 − ]
k−1 k S2t

6) Metode Hoyt
Berbeda dengan cara terdahulu dengan membelah/membagi item menjadi
dua kelompok, maka Hoyt menggunakan pendekatan anava dalam
31

menentukan reliabilitas instrumen. Rumus yang dikemukakan oleh Hoyt


sebagai berikut:
Vr
rtt = 1 −
Ve
Atau
Ve − Vr
rtt =
Ve

Langkah-langkah yang ditempuh adalah:


a) Cari jumlah kuadrat responden (Jke)
Dengan rumus:
∑ X 2 t (∑ Xt )2
Jke = − ×N
k k

b) Cari jumlah kuadrat untuk tiap butir soal (item), dengan rumus:
2
Jk i = ∑ B2 i/N − (∑ Xt ) /kN

c) Cari jumlah kuadrat skor total, dengan rumus:

Jk t = (∑ Bi ) (∑ Si ) / (∑ Bi ) × (∑ Si )

d) Cari kuadrat sisa, dengan rumus:


Jkr = Jk t − Jke − Jk i
e) Cari varians responden, variasi butir soal dan variasi sisa. Pada tahap
ini diperlukan degree of freedom, dengan rumus:
Varians = Jk/db
f) Langkah terakhir masukkan data yang telah didapat kedalam rumus.

7) Koefesien Alpha
Rumus ini dikembangkan oleh Cronbach dan dapat digunakan untuk
menentukan reliabilitas melalui konsistensi suatu instrumen.

k ∑ σ2
rtt = {1 − 2 }
k−1 σ t
32

b. Metode Ulangan (Test-Retest)


Dalam hal ini, instrumen yang sama diulang dua kali kepada sejumlah
subjek yang sama, dalam waktu yang berbeda. Satu hal yang perlu diperhatikan
ialah, bahwa kondisi kedua penyelenggaraan instrumen itu sama atau relatif
hampir sama (Yusuf, 2015).
Satu hal yang perlu diingat dalam menerjemahkan koefesien reliabilitas
yang didapat, yakni, apabila waktu atau jarak antara instrumen pertama dan re-
instrumen (kedua) pendek, maka peserta didik masih ingat beberapa jawaban dari
instrumen pertama. Tetapi, apabila jarak antara tes pertama dan tes kedua panjang,
maka skor tes periode kedua telah dipengaruhi berbagai faktor lain, sehingga
kemampuan peseta tes pada periode kedua telah berubah. Dengan demikian,
apabila hasil tes periode pertama dikorelasikan dengan hasil tes periode kedua;
angka korelasi yang didapat tidak lagi melambangkan stabilitas dan konsistensi
jarak instrumen. Jarak waktu yang tepat antara periode pertama dan retes adalah
sekitae satu bulan.

c. Metode Bentuk Paralel


Bentuk ini dapat digunakan untuk memperkirakan reliabilitas dari semua
tipe, tetapi koefesien yang dihasilkan dengan cara ini hanya akan menggambarkan
ekuivalen antara kedua instrumen, atau hanya menunjukkan hubungan antara
kedua instrumen itu. Bentuk ini tidak akan menunjukkan ekuivalen dalam
kesukaran butir dan isi (content).
Dalam pelaksanaannya, instrumen ini dapat juga berbentuk instrumen-
reinstrumen, tetapi yang diberikan pada peng administrasian kedua adalah
instrumen yang setara dengan instrumen yang pertama. Jadi, kedua instrumen
yang diberikan mengukur hal yang sama, serta sistematika yang sama; tetapi
dalam pernyataan yang berbeda. Dibandingkan dengan instrumen-reinstrumen,
bentuk paralel ini lebih biak karena dapat mengurangi/menghilangkan pengaruh
faktor mengingat, sebagaimana terjadi pada instrumen-reinstrumen. Reliabilitas
33

instrumen didapat dengan jalan mengorelasikanskor individu/peserta didik pada


instrumen 1 dan instrumen 2.

2.7 Praktikalitas Bahan Ajar


2.7.1 Pengertian Praktikalitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, praktikalitas berarti bahwa
bersifat praktis, artinya mudah dan senang memakainya. Kepraktisan yang
dimaksud disini adalah kepraktisan dalam bidang pendidikan (bahan ajar,
instrumen, maupun produk yang lainnya). Praktikalitas berkaitan dengan
kemudahan dan kemajuan yang didapatkan siswa dengan menggunakan bahan
ajar, instrumen, maupun produk yang lainnya. Kepraktisan secara empiris
dilakukan melalui uji keterlaksanaan bahan ajar dalam proses pembelajaran
sebagai uji pengembangan.
Berkaitan dengan kepraktisan dalam penelitian pengembangan, Akker
(1999: 10) menyatakan:
“Practically refers to the extent that user (or other experts) consider the
intervention as appealing and usable in normal conditions.”
Artinya, kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (atau pakar-
pakar lainnya) memperimbangkan intervensi dapat digunakan dan disukai dalam
kondisi normal.
Bahan ajar harus memenuhi aspek kepraktisan yaitu pemahaman dan
keterlaksanaan bahan ajar tersebut. Kepraktisan menunjukan pada tingkat
kemudahan penggunaan, pelaksanaan serta pengelolaan dan penafsiran hasilnya
(Mudjijo, 1995). Praktikalitas berkaitan dengan kemudahan dan kemajuan yang
didapat siswa dengan menggunakan bahan ajar, instrumen, maupun produk
lainnya. Tujuan uji kepraktisan dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman dan tanggapan siswa serta keterlaksanaan bahan ajar bahan ajar cetak
yang dibuat. Kepraktisan bahan ajar cetak untuk aspek pemahaman siswa dapat
dilihat dari angket yang diisi oleh siswa.

2.7.2 Cara Menentukan Praktikalitas Bahan Ajar Cetak


Kepraktisan sebuah bahan ajar juga dapat dilihat dari:
34

1. Penyajian yang Sistematis


Bahan ajar disajikan secara sistematis, tidak meloncat-loncat. Keterkaitan
antar materi/topik dijelaskan dengan cermat, kemudian setiap topik
disajikan secara sistematis. Urutan strategi penyajian dapat berubah-ubah
sehingga tidak membosankan, namun setiap bagian perlu diberi penjelasan
yang memadai sehingga tidak membingungkan peserta. Keruntutan
penyajian isi bahan ajar mempermudah peserta dalam belajar, dan juga
menuntun peserta untuk terbiasa berpikir runtut.
2. Contoh dan ilustrasi yang memudahkan pemahaman
Penyajian topik atau konsep yang bersifat abstrak, contoh dan ilustrasi
sangat memiliki peran yang sangat penting. Misalnya, dalam menjelaskan
rumus hukum gravitasi Newton di SMA. Untuk menjelaskan rumus tersebut
diperlukan alat peraga yang dapat menggambarkan rumus tersebut. Contoh
dan ilustrasi dapat dikembangkan dalam beragam bentuk.
3. Penjelasan tentang relevansi dan manfaat bahan ajar
Dalam bahan ajar perlu ada penjelasan tentang manfaat dan kegunaan bahan
ajar dalam mata tataran. Bahan ajar dapat berperan sebagai bahan utama
yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas, atau sebagai alat bantu
peserta belajar mandiri di rumah (buku kerja, paket kerja mandiri), atau juga
sebagai alat bantu peserta belajar dalam kelompok. Peran ini perlu
dijelaskan kepada peserta dengan cermat, sehingga peserta dapat
menggunakan bahan ajar dengan jelas.Di samping itu, bahan ajar juga perlu
menjelaskan keterkaitan antara topik yang dibahas dalam bahan ajar dengan
topik-topik dalam mata pelajaran lainnya.Dengan demikian, peserta dapat
melihat keterkaitan topik bahan ajar dengan topik lain, dan tidak terkesan
bahwa masing-masing topik adalah berdiri sendiri-sendiri.
4. Alat bantu yang memudahkan
Alat bantu yang digunakan dalam pengembangan bahan tergantung kepada
jenis bahan ajarnya. Bahan ajar cetak, dapat menggunaknan alat bantu
berupa rangkuman untuk setiap bab, penomoran, judul bab yang jelas, serta
tanda-tanda khusus, misalnya tanda tanya yang menandakan pertanyaan.
35

2.7.3 Instrumen Praktikalitas


Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data kepraktisan bahan ajar
cetak. Instrumen praktikalitas yang dapat digunakan yaitu:
a. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan bahan ajar oleh guru
Lembaran pengamatan ini digunakan untuk melihat perilaku guru dalam
mengimplementasikan bahan ajar yang telah direncanakan. Pengamatan
dilakukan oleh dua orang pengamat tentang perilaku guru selama proses
pembelajaran.
b. Angket Respon Siswa Terhadap Praktikalitas bahan ajar yang
dikembangkan
Angket respon siswa digunakan untuk mendapatkan respon siswa terhadap
praktikalitas bahan ajar yang dikembangkan. Instrumen ini diisi oleh siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran.
Kepraktisan produk dianalisis berdasarkan angket yang telah diisi oleh
subjek. Analisis data angket praktikalitas produk menggunakan Skala Likert
dengan langkah-langkah berikut ini:
a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sangat setuju (4), setuju (3),
tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1).
b. Menjumlahkan skor total tiap praktisi untuk seluruh indikator.
c. Pemberian nilai praktikalitas dengan cara menggunakan rumus:
𝑓
𝑃= × 100%
𝑁

Dimana:
P = Nilai akhir
f = Perolehan skor
N = Skor maksimum
Kategori kepraktisan dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 2. 4 Tabel Kategori Kepraktisan
No Nilai Kriteria
1 80% < x ≤ 100% Sangat praktis
2 60% < x ≤ 80 % Praktis
3 40% < x ≤ 60 % Cukup praktis
4 20% < x ≤ 40 % Kurang praktis
5 0% < x ≤ 20 % Tidak praktis
Dimodifikasi dari Invalid source specified..
36

2.8 Efektifitas Bahan Ajar

Efektivitas bahan ajar dilakukan dalam uji terbatas. Hal ini menggunakan
desain eksperimen (before-after) yaitu membandingkan keadaan sebelum dan
sesudah menggunakan bahan ajar. Sehingga model eksperimen dapat
digambarkan seperti Gambar

𝑂1 X 𝑂2
Gambar 2. 2 Desain Eksperimen (before-after). O1 nilai sebelum treatment dan
O2 nilai sesudah treatment
Berdasarkan Gambar 2.7, yang dimaksud yaitu O1 sebagai treatment awal
yang mana nilai sebelum diberi perlakuan penggunaan bahan ajar. Pada O2
treatment akhir yaitu hasil yang dilihat setelah dilakukan penggunaan bahan
ajarInvalid source specified.. Penggunaan bahan ajar cetak dikatakan efektif
dalam pembelajaran jika hasil belajar siswa setelah menggunakan bahan ajar lebih
baik dari sebelumnya.
Analisis efektivitas penggunaan bahan ajar dapat dihitung dengan memberi
pre-test dan post-test pada kelas yang diujicobakan. Analisis data bertujuan untuk
menguji apakah hipotesis yang diujikan diterima atau ditolak. Uji hipotesis yang
dilakukan adalah uji t berpasangan. Sebelum melaksanakan uji hipotesis maka
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal
atau tidak. Untuk menguji normalitas, peneliti menggunakan menggunakan uji
Lilliefors, Invalid source specified. merumuskan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Data 𝑥1 , 𝑥2 , … . , 𝑥𝑛 yang diperoleh dari data yang terkecil hingga data yang
terbesar.
2) Data x1, x2, x3…xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3…zn dengan rumus:
𝑋𝑖 − 𝑋̅
𝑧=
𝑆
37

3) Dimana xiadalah skor yang diperolehpeserta didik ke –i, x̅ adalah Skor rata-rata,
dan s : Simpangan baku
4) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung
peluang F(𝑧𝑖 ) = P(𝑧 ≤ 𝑧𝑖 ).
5) Dengan menggunakan proporsi z1,z2,z3…zn yang lebih kecil atau sama dengan
banyaknya𝑧1 , 𝑧2 , … … . . 𝑧𝑛 yang ≤ 𝑧𝑖
S(zi ) =
𝑛

zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka :


6) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
7) Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut dan
disebut L0.
8) Membandingkan nilai Lo dan Lt yang terdapat dalam taraf nyata = 0,05.
Kriteria sebagai berikut :
Jika Lo < Lt, maka sampel terdistribusi normal
Jika Lo > Lt, maka sampel tidak terdistribusi normal
Jika normalitas dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf
signifikansi (α) tertentu (biasanya α=0,05 atau α=0,01). Sebaliknya, jika hasil uji
signifikan maka normalitas data tidak terpenuhi. Cara mengetahui signifikan atau
tidak signifikan hasil uji normalitas adalah dengan memperhatikan bilangan pada
kolom signifikansi (Sig.) untuk menetapkan kenormalan, kriteria yang berlaku
adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan taraf signifikansi uji misalnya α=0,05.
2. Bandingkan p (nilai signifikansi yang diperoleh) dengan taraf signifikansi
yang diperoleh.
3. Jika signifikansi yang diperoleh > α, maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
4. Jika signifikansi yang diperoleh < α, maka sampel bukan berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.

b. Uji Hipotesis
38

Data hasil uji normalitas sampel diketahui terdistribusi normal. Untuk


menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan dengan
rumus:
𝐷̅
𝑡= √𝑛
𝑆𝐷
̅ merupakanrata-rata selisih pengukuran 1
Dimana t merupakan nilai t hitung, 𝐷
dan 2, 𝑆𝐷 merupakanstandar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2, dan 𝑛 merupakan
jumlah sampel.
Harga thitung dibandingkan dengan ttabel yang terdapat dalam tabel distribusi
t. Kriteria pengujian adalah terima H0 jika: thitung < tα;(n-1), sedangkan untuk harga
lainnya H0 ditolak. Setelah melakukan uji t, kemudian dihitung nilai koefisien
korelasi (r) antara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent)
yaitu nilai post-test peserta didik. Nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Nx1 x 2  x1 x 2 
rx1 x2 
Nx1
2 2

 x1  Nx 2  x 2 
2 2

𝑟𝑦𝑥 merupakankoefisien korelasi antara Y dan X,X merupakan variabel bebas
(independent), Y merupakan variabel terikat (dependent), dan merupakan banyak
data.
Keterangan:
𝑟𝑥1 𝑥2 = Korelasi antara hasil belajar sebelum dan sesudah menggunakan
bahan ajar
𝑋1 = Skor sebelum menggunakan bahan ajar
𝑋2 = Skor sesudah menggunakan bahan ajar
𝑁 = Jumlah peserta tes
Nilai r selalu terletak antara -1 dan 1, sehingga nilai r tersebut dapat ditulis:
-1 ≤ r ≥ +1. Untuk r = +1 berarti korelasi positif sempurna antara variabel X dan
variabel Y, sebaliknya jika r = -1 berarti korelasi negatif sempurna antara variabel
X dan Y, sedangkan r = 0 berarti tidak ada korelasi antara X dan Y. Jika kenaikan
di dalam suatu variabel diikuti dengan kenaikan di dalam suatu variabel diikuti
39

dengan kenaikan di dalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua
variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Akan tetapi, jika kenaikan di
dalam suatu variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut
mempunyai korelasi yang negatif. Apabila tidak ada perubahan pada variabel
walaupun variabel lainnya berubah maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut
tidak mempunyai hubungan. Interpretasi harga r akan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 2. 5 Interpretasi koefesien Korelasi (r)
Koefisien Korelasi (r) Interpretasi
0 Tidak berkorelasi
>0-0,25 Korelasi sangat lemah
>0,25-0,5 Korelasi cukup
>0,5-0,75 Korelasi kuat
>0,75-0,99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna
Sumber: Invalid source specified.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa interpretasi yang kuat ketika memiliki
skor pada interval >0,5.
Setelah didapatkan nilai koefisien korelasi, selanjutnya dihitung koefisien
determinasi (KD). Koefisien determinasi menjelaskan besarnya pengaruh nilai
variabel X terhadap naik/turunnya variabel Y. Koefisien determinasi dihitung
dengan menggunakan rumus:
𝐾𝐷 = 𝑟 2 × 100%
Dimana 𝐾𝐷 merupakan Koefisien Determinasi.
Bahan ajar dinyatakan memiliki kecenderungan efektif apabila terdapat
pengaruh penggunaan bahan ajar tersebut. Hasil dari pemanfaatan bahan ajar non
cetak dapat juga dilihat dari kesimpulan penelitian Festiyed, Hidayanti, Hendri, &
Asrizal (2018), dari analisis data dapat dinyatakan bahwa penerapan model
pembelajaran penemuan mengintegrasikan laboratorium virtual dan Hots dapat
meningkatkan kinerja siswa pada aspek pengetahuan, keterampilan proses
sains,keterampilan pemecahan soal, dan sikap.
Contoh efektivitas dalam bahan ajar non cetak dapat juga dilihat dari hasil
penelitian “Studi Hasil Pelatihan Analisi Video Dan Tool Permodean Tracker
Pada Guru MPMP Fisika Kabupaten Agam’ didapatkan hasil efektivitas pelatihan
analisis video dan tool pemodelan. Efektivitas pelatihan dilihat dari penguasaan
peserta terhadap software tracker sebelum dan setelah pelatihan. Dalam pelatihan
40

pretes tentang materi yang berhubungan dengan software tracker diberikan


kepada peserta pelatihan. Setelah pelaksanaan pelatihan diberikan postes kepada
peserta. Guru MGMP Fisika kabupaten Agam telah mampu menganalisis video
gerak benda dengan software tracker. Hal ini ditandai dengan produk hasil analisis
video gerak benda yang telah dihasilkan (Asrizal, Yohandri, & Kamus, 2018).
Berdasarkan hasil analisis nilai sikap siswa, penilaian efektivitas terhadap
peningkatan sikap siswa dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan penelitian,
dimana rata-rata persentase siswa pada aspek sikap mengalami peningkatan
setelah diberikan bahan ajar IPA terpadu berorientasi pembelajaran kontekstual
tema pemanfaatan tekanan dalam kehidupan. Berdasarkan hasil perbandingan ber
korelasi sebelum dan sesudah penggunaan bahan ajar IPA terpadu didapatkan
bahwa bahan ajar IPA terpadu berorientasi pembelajaran kontekstual tema
pemanfaatan tekanan dalam kehidupan adalah efektif digunakan untuk
menumbuhkan nilai sikap siswa. Sementara itu, penilaian terhadap efektivitas
bahan ajar juga dinilai berdasarkan analisis lembar observasi keterampilan siswa
untuk semua aspek sehingga diperoleh nilai rata-rata persentase masing-masing
nilai keterampilan mengalami peningkatan. Peningkatan nilai keterampilan
siswa dapat terjadi karena penggunaan bahan ajar berorientasi pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa (Asrizal, Kahirani, &
Amir, 2017).
41

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Menentukan Validitas Bahan Ajar ICT Berupa Multimedia
Sebelum bahan ajar divalidasi oleh validator terlebih dahulu penulis mengembangkan instrumen untuk menguji validitas Bahan
Ajar Fisika ICT berupa multimedia. Instrumen ini dibuat melalui 3 proses yaitu pengembangan, penyusunan dan pengolahan analisis
data.
Tabel 3. 1 Penyusunan Instrumen Uji Validitas Bahan Ajar Multimedia
No. Kajian Teori Penjelasan Jenis Validasi Indikator
Tampilan harus menarik baik dari sisi bentuk Validasi kegrafisan 1. Pengemasan desain cover menarik
gambar maupun kombinasi warna yang 2. Pemilihan background yang digunakan
digunakan sesuai dengan materi
Karakteristik 3. Proporsi layout sudah tepat
bahan ajar 4. Jenis font yang digunakan mudah dibaca
1. multimedia 5. Ukuran huruf yang digunakan mudah
menurut Arsyad dibaca
(2014) 6. Warna teks yang digunakan sudah tepat
7. Komposisi gambar sesuai dengan materi
8. Ukuran gambar dapat dilihat dengan jelas
9. Kualitas tampilan gambar baik
Narasi atau bahasa harus jelas dan mudah Validasi kebahasaan 1. Backsound yang digunakan sesuai dengan
dipahami oleh peserta didik. Penggunaan istilah penyajian materi
perlu disesuaikan dengan pengguna media agar 2. Narasi menggunakan bahasa Indonesia
pembelajaran bisa efektif sesuai EYD
3. Narasi dapat dipahami dengan jelas oleh
peserta didik
4. Soundeffect sesuai dengan animasi
5. Video yang digunakan sesuai dengan
materi
42

Materi disajikan secara interaktifartinya Validasi penyajian 1. Pada bahan ajar terdapat slide yang
memungkinkan partisipasi dari peserta didik merangsang siswa berpikir kritis
2. Materi yang disajikan dalam video
representative terhadap materi yang
dipelajari
3. Terdapat simulasi/demonstrasi yang sesuai
dengan materi
Kebutuhan untuk mengakomodasi berbagai Validasi isi 1. Terdapat gambar yang sesuai dengan
model (styles) yang berbeda dalam belajar materi
2. Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan
materi
3. Terdapat video yang sesuai dengan materi
4. Terdapat animasi yang sesuai dengan
materi
5. Terdapat slide yang memuat aktivitas
mencoba peserta didik
Tahap Judul, Kelas, Semester dan Identitas Penyusun Validasi isi 1. Materi yang disajikan sesuai dengan topik
penyusunan judul bahan ajar, kelas, semester dan identitas bahan ajar multimedia interaktif
bahan ajar terletak pada halaman muka (beranda) 2. Bahan ajar multimedia interaktif memiliki
2. noncetak identitas penyusunan yang jelas
menurut 3. Bahan ajar multimedia interaktifberisi
Sungkowo petunjuk belajar yang jelas bagi peserta
(2010:14) didik
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Validasi isi 1. KI dan KD yang ditampilkan dalam bahan
Kompetensi inti dan kompetensi dasar harus ajar multimedia interaktifsesuai dengan
diinformasikan dalam bahan ajar yang disusun standar isi
Indikator Pencapaian Validasi isi 1. Indikator yang dibuat sesuai dengan KI-
Indikator pencapaian menggambarkan hasil-hasil KD
yang harus dicapai peserta didik setelah 2. Tujuan pembelajaran sesuai dengan
mempelajari materi yang ada pada bahan ajar. indikator yang dikembangkan
Materi Bahan Ajar Validasi isi 1. Materi yang disajikan dalam bahan ajar
Materi bahan ajar berbasis ICT harus multimedia interaktif sesuai dengan
memperhatikan tingkat interaktivitas bahan ajar tuntutan kurikulum dansilabus
yang disusun.
43

2. Materi yang disajikan dalam bahan ajar


multimediasesuai dengan kemampuan
peserta didik
3. Materi disajikan secara kontekstual
4. Sajian materi tersusun secara sistematis
5. Informasi disajikan dapat memotivasi
peserta didik dalam belajar
6. Sajian materi dalam video dapat
memandirikan peserta didik dalam belajar

3.2 Pengembangan Instrumen Uji validasi Bahan Ajar Multimedia

Tabel 3. 2 Pengembangan Instrumen Uji validasi Bahan Ajar Multimedia


Nomor
No Aspek Indikator
Pernyataan
1 Validasi Isi Terdapat gambar yang sesuai dengan materi 1
Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan materi 2
Terdapat video yang sesuai dengan materi 3
Terdapat animasi yang sesuai dengan materi 4
Terdapat slide yang memuat aktivitas mencoba peserta didik 5
Terdapat gambar yang sesuai dengan kearifan lokal peserta didik 6
Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan kearifan lokal peserta didik 7
Terdapat video yang sesuai dengan kearifan lokal peserta didik 8
Terdapat animasi yang sesuai dengan kearifan lokal peerta didik 9
Terdapat simulasi yang sesuai dengan kearifan lokal peserta didik 10
44

Terdapat gambar yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik 11


Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik 12
Terdapat video yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik 13
Terdapat animasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik 14
Terdapat simulasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik 15
Gambar yang disajikan sesuai dengan KD 16
Audio/narasi yang digunakan sesuai dengan KD 17
Video yang disajikan sesuai dengan KD 18
Animasi yang disajikan sesuai dengan KD 19
Simulasi yang disajikan sesuai dengan KD 20
Bahan ajar tidak menggunakan pasword dalam mengaksesnya 21
Bahan ajar dapat digunakan berulang-ulang 22
Bahan ajar mudah untuk diakses 23
Bahan ajar multimedia sesuai dengan KD 24
Bahan ajar multimedia menggali pengetahuan awal peserta didik 25
Bahan ajar multimedia memotivasi peserta didik menemukan pengetahuan baru 26
Materi yang disajikan sesuai dengan topik bahan ajar multimedia interaktif 27
Bahan ajar multimedia interaktif memiliki identitas penyusunan yang jelas 28
Bahan ajar multimedia interaktif berisi petunjuk belajar yang jelas bagi peserta didik 29
KI dan KD yang ditampilkan dalam bahan ajar multimedia interaktif sesuai dengan 30
standar isi
Indikator yang dibuat sesuai dengan KI-KD 31
Tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator yang dikembangkan 32
45

Materi yang disajikan dalam bahan ajar multimedia interaktif sesuai dengan tuntutan 33
kurikulum dan silabus
Materi yang disajikan dalam bahan ajar multimedia sesuai dengan kemampuan peserta 34
didik
Materi disajikan secara kontekstual 35
Sajian materi tersusun secara sistematis 36
Contoh soal yang terdapat dalam bahan ajar multimedia dapat membantu peserta didik 37
dalam memahami materi
Latihan yang terdapat dalam bahan ajar multimedia dapat mengukur kompetensi peserta 38
didik
2 Validasi Pada bahan ajar terdapat slide yang merangsang siswa berpikir kritis 39
Penyajian Materi yang disajikan dalam video representative terhadap materi yang dipelajari 40
Terdapat simulasi/demonstrasi yang sesuai dengan materi 41
Bahan ajar multimedia dikemas dalam software yang mudah digunakan 42
Bahan ajar membuat peserta didik mudah memahami materi 43
Bahan ajar membuat konsep yang komplek menjadi sederhana 44
Bahan ajar membuat materi yang abstrak menjadi konkret 45
Bahan ajar memotivasi peserta didik untuk giat menggali pengetahuan yang baru 46
Informasi disajikan dapat memotivasi peserta didik dalam belajar 47
Sajian materi dalam video dapat memandirikan peserta didik dalam belajar 48
3 Validasi Backsound yang digunakan sesuai dengan penyajian materi 49
Kebahasaan Narasi menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD 50
Narasi dapat dipahami dengan jelas oleh peserta didik 51
Soundeffect sesuai dengan animasi 52
46

Video yang digunakan sesuai dengan materi 53


4 Validasi Pengemasan desain cover menarik 54
Kegrafisan Pemilihan background yang digunakan sesuai dengan materi 55
Proporsi layout sudah tepat 56
Jenis font yang digunakan mudah dibaca 57
Ukuran huruf yang digunakan mudah dibaca 58
Warna teks yang digunakan sudah tepat 59
Komposisi gambar sesuai dengan materi 60
Ukuran gambar dapat dilihat dengan jelas 61
Kualitas tampilan gambar baik 62
Kesesuaian animasi dengan materi 63
Animasi yang digunakan sudah menarik 64
3.3 Instrumen Validitas

INSTRUMEN VALIDITAS
Judul : ...........
Mata Pelajaran :Fisika
Penulis : ...........
Validator : ...........
Tanggal : ...........
Petunjuk pengisian
Berilah tanda check (√) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian
Anda.
1= kurang sesuai
2 = cukup
3 = baik
4 = sangat baik/sesuai

No Komponen 1 2 3 4
A Validasi Isi
1 Terdapat gambar yang sesuai dengan materi
2 Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan materi
3 Terdapat video yang sesuai dengan materi
4 Terdapat animasi yang sesuai dengan materi
5 Terdapat slide yang memuat aktivitas mencoba peserta didik
6 Terdapat gambar yang sesuai dengan kearifan lokal peserta
didik
7 Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan kearifan lokal
peserta didik
8 Terdapat video yang sesuai dengan kearifan lokal peserta
didik
9 Terdapat animasi yang sesuai dengan kearifan lokal peerta
didik
10 Terdapat simulasi yang sesuai dengan kearifan lokal peserta
didik
11 Terdapat gambar yang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik
12 Terdapat audio/narasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik
13 Terdapat video yang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik
14 Terdapat animasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik

47
48

No Komponen 1 2 3 4
15 Terdapat simulasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik
16 Gambar yang disajikan sesuai dengan KD
17 Audio/narasi yang digunakan sesuai dengan KD
18 Video yang disajikan sesuai dengan KD
19 Animasi yang disajikan sesuai dengan KD
20 Simulasi yang disajikan sesuai dengan KD
21 Bahan ajar tidak menggunakan pasword dalam
mengaksesnya
22 Bahan ajar dapat digunakan berulang-ulang
23 Bahan ajar mudah untuk diakses
24 Bahan ajar multimedia sesuai dengan KD
25 Bahan ajar multimedia menggali pengetahuan awal peserta
didik
26 Bahan ajar multimedia memotivasi peserta didik
menemukan pengetahuan baru
27 Materi yang disajikan sesuai dengan topik bahan ajar
multimedia interaktif
28 Bahan ajar multimedia interaktif memiliki identitas
penyusunan yang jelas
29 Bahan ajar multimedia interaktif berisi petunjuk belajar
yang jelas bagi peserta didik
30 KI dan KD yang ditampilkan dalam bahan ajar multimedia
interaktif sesuai dengan standar isi
31 Indikator yang dibuat sesuai dengan KI-KD
32 Tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator yang
dikembangkan
33 Materi yang disajikan dalam bahan ajar multimedia
interaktif sesuai dengan tuntutan kurikulum dan silabus
34 Materi yang disajikan dalam bahan ajar multimedia sesuai
dengan kemampuan peserta didik
35 Materi disajikan secara kontekstual
36 Sajian materi tersusun secara sistematis
37 Contoh soal yang terdapat dalam bahan ajar multimedia
dapat membantu peserta didik dalam memahami materi
38 Latihan yang terdapat dalam bahan ajar multimedia dapat
mengukur kompetensi peserta didik
B Validasi Penyajian
39 Pada bahan ajar terdapat slide yang merangsang siswa
berpikir kritis
40 Materi yang disajikan dalam video representative terhadap
materi yang dipelajari
41 Terdapat simulasi/demonstrasi yang sesuai dengan materi
42 Bahan ajar multimedia dikemas dalam software yang mudah
digunakan
43 Bahan ajar membuat peserta didik mudah memahami materi
44 Bahan ajar membuat konsep yang komplek menjadi
sederhana
45 Bahan ajar membuat materi yang abstrak menjadi konkret
49

No Komponen 1 2 3 4
46 Bahan ajar memotivasi peserta didik untuk giat menggali
pengetahuan yang baru
47 Informasi disajikan dapat memotivasi peserta didik dalam
belajar
48 Sajian materi dalam video dapat memandirikan peserta didik
dalam belajar
C Validasi Kebahasaan
49 Backsound yang digunakan sesuai dengan penyajian materi
50 Narasi menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD
51 Narasi dapat dipahami dengan jelas oleh peserta didik
52 Soundeffect sesuai dengan animasi
53 Video yang digunakan sesuai dengan materi
D Validasi Kegrafisan
54 Pengemasan desain cover menarik
55 Pemilihan background yang digunakan sesuai dengan
materi
56 Proporsi layout sudah tepat
57 Jenis font yang digunakan mudah dibaca
58 Ukuran huruf yang digunakan mudah dibaca
59 Warna teks yang digunakan sudah tepat
60 Komposisi gambar sesuai dengan materi
61 Ukuran gambar dapat dilihat dengan jelas
62 Kualitas tampilan gambar baik
63 Kesesuaian animasi dengan materi
64 Animasi yang digunakan sudah menarik

1. Komentar
Setelah Bapak/Ibu mengamati dan menganalisis Bahan Ajar Fisika
Multimedia Interaktifbagaimanakah komentar Bapak/Ibu terhadap Bahan
Ajar ini?
Kelebihan
……………………………………………………………………………….....
......………....……...............................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
........................................................................................................................…

Kelemahan

……………………………………………………………………………….....
......………....……...............................................................................................
50

.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

2. Saran
Setelah Bapak/Ibu mengamati dan menganalisis Bahan Ajar Fisika Multimedia
Interaktif, apa sajakah saran yang diberikan untuk perbaikan dan
penyempurnaan bahan ajar ini?
……………………………………………………………………………….....
......………....……...............................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
........................................................................................................................…

Padang, Oktober 2019

…............................................
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah dapat ditarik kesimpulan:
1. Validitas berasal dari kata valid yang artinya benar.Validitas merupakan
kemampuan alat ukur untuk mengukur objek yang dikurnya. Suatu produk
dikatakan praktis jika subjek dapat menggunakan bahan ajar tersebut dalam
pembelajaran secara praktis dan efisien. Suatu upaya dikatakan efektif
apabila upaya tersebut mampu mencapai tujuannya. Untuk melihat apakah
bahanajar yang dibuat berkualitas maka perlu dilakukan uji validitas,
praktikalitas, dan efektifitas.
2. Praktikalitas berarti bahwa bersifat praktis, artinya mudah dan senang dalam
pemakaiannya. Kepraktisan yang dimaksud disini adalah kepraktisan dalam
bidang pendidikan (silabus, RPP, bahan ajar, penilaian, LKS maupun
produk yang lainnya).
3. Efektifitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,
tepat atau manjur.
4. Reliabilitas adalah kemampuan instrumen menyajikan data yang tetap,
meskipun digunakan dalam waktu yang saling berjauhan dengan penelitian
pertama.

4.2 Saran
Dari bermacam-macam model pengembangan bahan ajar dan jenis bahan ajar
cetak yang ada, diharapkan pendidik hendaknya mampu menggunakan salah satu
model dan bahan ajar cetak yang dibuat, sehingga mampu memaksimalkan hasil
belajar peserta didik. Kemudian dilakukan uji validitas, praktikalitas, dan
efektifitas.

51
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, M. N., Bahrudin, N., & Yosep, S. P. (2015). Penciptaan Buku Esai
Fotografi Pantai Jatimalang untuk Mengoptimalkan Potensi Wisata
Purworejo. Jurnal Desain Komunikasi Visual, 4(1).

Andriani, T., Masykuri, M., & Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran Biologi


Menggunakan CTL (Contextual Teaching ang Learning) Melalui Media
Flipchart dan Video Ditinjau dari Kemampuan Verbal dan Gaya Belajar.
Jurnal Inkuiri, 1(2).

Anna, S. (2018). Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Menggunakan


Media Wall Chart (Bagan Dinding) Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara. Jurnal Onama: Pendidikan,
Bahasa dan Sastra, 2(2).

Ardianto, F., Achmad, A., & Marpaung, R. R. (2013). Pengaruh Brosur melalui
Model Pembelajaran STAD Terhadap Aktivitas dan Penguasaan Materi.
Jurnal Bioterdidik: Wahana Ekspresi Ilmiah, 1(6).

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Baan, D. A. (2016). Pengaruh Penggunaan Media Wall Chart dalam Meningkatkan


Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas X.1 SMA Negeri
1 Sesean. Jurnal Perspektif, 1(1).

Basuki, I. H. (2014). Assesment Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Budiyanto, M. A. (2016). Efektifitas Pemanfaatan Media Leaflet dalam


Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Mencuci Tangan dengan
Sabun. Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016. Malang: Prosiding
Seminar Nasional II Tahun 2016.

Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Elwes, L. (1994). Promosi Kesehatan, Petujuk Praktis. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Falasifah. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Leaflet Berbasis Sejarah


Lokal dengan Materi Pertemuan Lima Hari Di Semarang pada Siswa Kelas
XI IPS Di SMA Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2013-2014. Semarang:
Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Fauzi, M., Sunarjan, Y., & Amin, S. (2017). Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk
Handout Berbasis Sejarah Lokal dengan Materi Perjuangan Rakyat
Banyumas Mempertahankan Kemerdekaan dalam Agresi Militer Belanda 1
Tahun 1947 Terhadap Minat Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 4
Purwokerto. Indonesian Journal of History Education, 5(2).

52
53

Fernando, F. (2015). Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Brosur terhadap


Penguasaan Materi Kingdom Plantae oleh Siswa. Jurnal Bioterdidik;
Wahana Ekspresi Ilmiah, 3(2).

Festiyed. (2017). Evaluasi Pembelajaran Fisika. Padang: Sukabina Press.

Gani, H. A., Istiaji, E., & Kusuma, A. I. (2014). Perbedaan Efektivitas Leaflet dan
Poster Produk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember Dalam
Perilaku Pencegahan HIV/AIDS. Jurnal IKESMA, 10(1).

Georganas, N. (1997). Multimedia Applications Development: Experience.


Multimedia Tools and Application, 4(3), 313-332.

Haryoko, S. (2009). Efektifitas Pemanfaatan media Audio-Visual sebagai


Alternatif Optimalisasi model Pembelajaran. Jurnal Edukasi Elektro, 5(1),
3.

Hendryadi. (2017). Validitas Isi: Tahap Awal Pengembangan Kuesioner. Jurnal


Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT, 2(2).

Herayanti, L., Fuaddunnazmi, M., & Habibi. (2017). Pengembangan Perangkat


Pembelajaran Fisika Berbasis Moodle. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Teknologi, 3(2).

Hersandi, M. (2015). Brosur IPA Terpadu sebagai Bahan Ajar di SMP ditinjau dari
Aspek Keterbacaannya. Seminar Nasional Jurusan Fisika FMIPA UM 2015
(pp. 141-142). Malang: Seminar Nasional Jurusan Fisika FMIPA UM 2015.

Husnawati, Armi, F. A., Agustini, T. T., Aryani, F., & Muharni, S. (2017).
Pengaruh Pemberian Flyer Terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan Terapi
Pasien Tuberkolosis Paru di Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru. Pharmacy,
14(1).

Kamal, M., Wiharna, O., & Komaro, M. (2016). Studi Pembelajaran Menggunakan
Modul dan Wall Chart pada Kompetensi Sistem Kopling. Journal Of
Mechanical Engineering Education, 3(1).

Kemendiknas. (2010). Rencana Aksi Pendidikan Nasional Pendidikan Karakter.


Jakarta: Kemendiknas.

Komardi, & Ismail, G. (2018). Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi Siswa


melalui Media Wall Chart di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang. Jurnal
Bindo Sastra, 2(2).

Kurniawati, F. E. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Aqidah Akhlak di Madrasah


Ibtidaiyah. Jurnal Penelitian, 9(2).

Legendari, M. A., & Raharjo, H. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis


Audio Visual terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Bangun
Ruang Kubus dan Balok Kelas VIII SMP N 1 Ciledug. EduMa, 5(1), 73.
54

Matondang, Z. (2009). Validitas dan Reliabilitas suatu Instrumen Penelitian.


JURNAL TABULARASA PPS UNIMED, 6(1).

Muntu, S. R. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran berbasis WEB pada


Mata Pelajaran Simulasi Digital Kelas X Di SMK. Makasar: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Makasar.

Nahdliyah, M. (2010). Pengembangan Bahan Ajar Modul Ilmu Pengetahuan Alam


bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notosiswoyo, M. (2014). Penggunaan VCD dan Leaflet untuk Peningkatan


Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa dalam Pencegahan Kecelakaan
Sepeda Motor. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8).

Nugraha, D. A., Binadja, A., & Supartono. (2013). Pengembangan Bahan Ajar
Reaksi Redoks Bervisi SETS, Berorientasi Konstruktivistik. Journal of
Innovative Science Education, 28.

Nurdyansyah, & Lestari, R. P. (2018). Pembiasaan Karakter Islam dalam


Pengembangan Buku Ajar Bahasa Jawa Piwulang 5 Pengalamanku Kelas I
MI Nurur Rohmah Jasem Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Dasar.

Praswoto, A. (2013). Menyusun Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) tematik


Terimplementasi Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta: Kencana.

Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.

Purwanto, K., & Rahmawati, A. (2017). Pengembangan Handout untuk Siswa


Kelas V SD N 12 Koto Baru pada Materi Bermain Drama. Jurnal Tarbiah,
24(1).

Rahayu, C., & Festiyed. (2018). Validitas Perangkat Pembelajaran Fisika SMA
berbasis Model Pembelajaran Generatif dengan Pendekatan Open-Ended
Problem untuk Menstimulasi Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik.
Jurnal Pendidikan Fisika, 7(1).

Riduwan. (2012). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung : Alfabeta.

Santoso, E. B. (2015). Menjadi Seorang Desainer yang Mengerti Media Cetak.


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.


55

Setyawati, R., Parmin, & Widiyatmoko, A. (2013). Pengembangan Modul IPA


Berkarakter Peduli Lingkungan Tema Polusi sebagai Bahan Ajar Siswa
SMK N 11 Semarang. Unnes Science Education Journal, 2(2).

Simamora, R. H. (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smaldino, S. E., Lowther, D. L., & Mims, C. (2015). Instructional Technology and
Media for Learning. America: Pearson.

Sugiyono. (2016). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sulistyono, Y. (2015). Penyusunan Media Pembelajaran Poster Berbasis Teks:


Studi Kasus Media Pembelajaran Poster Karya Mahaiswa Semester 5
Pendidikan Bahasa Indonesia UMS. Varia Pendidikan, 27(2).

Supriyono, R. (2010). Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


CV. ANDI.

Syairi, K. A. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Arab. Dinamika Ilmu.

Thamrin, M. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Penulisan Karya Ilmiah Berbasis


Vokasi. LITERA, 13(1).

Turnomo, B. A. (2018). Pengaruh Penggunaan Media Wall Chart dalam


Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa SMP N 2
Majenang Kelas VII A. METAFORA, 5(1).

Ulya, Z., Iskandar, A., & Asih, F. T. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
dengan Media Poster terhadap Pengetahuan Manajemen Hipertensi pada
Penderita Hipertensi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal Of Nursing), 12(1).

Usman, A. (2015). Jurnal Final Project Telkom University. e-Proceeding of Art &
Design, 2(3).

Wijayanti, N. K., Kristiantari, M. G., & Manuaba, I. S. (2016). Penerapan


Pendekatan Saintifik Berbantuan Media Poster dapat Meningkatkan
Keterampilan Berbicara dalam Bahasa Indonesia Tema Cita-Citaku. e-
Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, 4(1).

Winaya, I. G., Santyasa, I. W., & Rasana, I. D. (2013). Penerapan Pembelajaran


Kontekstual Berbantuan Video untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Menulis Narasi Siswa Kelas VII5 SMP Negeri 3 Banjar Tahun 2012/2013.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3(1).

Winkel, W. (2004). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Yohana, F. M., Pratiwi, H. A., & Susanti, K. (2019). Penerapan Metode Role Play
Storytelling dengan Menggunakan Media Poster pada Kemampuan
56

Berbahasa Inggris Mahasiswa Desain Komunikasi Visual. Jurnal Magenta,


STMK Trisakti, 3(1).

Yunregiarsih, L. G., Tarmini, W., & Mustofa, A. (2014). Pola Sintaksis pada Poster
dan Impilkasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Jurnal
Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya), 2(3).

Yusuf, A. M. (2015). Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Zahroh, H. (2017). Pengembangan Model Bahan Ajar Video Kreatif Terpimpin


Edukatif (KTE) untuk Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Sederhana
Peserta Didik Kelas IX SMP Namba'unnur Bululawang. JINoP (Jurnal
Inovasi Pembelajaran), 3(1), 427.

Anda mungkin juga menyukai