Apendisitis
Apendisitis
BAB I
PENDAHULUAN
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sumbersari II / 99
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku : Jawa
1.3 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak kurang lebih 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak
baikan, nyeri menjalar ke belakang perut. Sejak satu minggu yang lalu pasien
mengeluh demam yang naik turun, disertai mual, tetapi tidak disertai muntah, dan
nafsu makan pasien mulai menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin
hebat. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter dekat rumah keluhan
berkurang setelah minum obat yaitu diberi obat antibiotik dan anti nyeri, nyerinya
kembali ketika obatnya habis. BAK lancar, tidak tersendat-sendat dan tidak
didapatkan darah pada air seni nya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit kejang : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat alergi makanan : disangkal
- Riwayat alergi udara dingin : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
3
f. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), ngiler
(-).
g. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-).
h. Pernafasan : sesak nafas (-), , mengi (-), batuk (-),
i. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
j. Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-),
nyeri perut (-), tidak bisa BAB (+).
k. Genitourinaria : BAK lancar
l. Neurologik : kejang (-), kelumpuhan kaki (-), kelumpuhan lidah (-)
m. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri kaki (-), nyeri otot (-).
n. Ekstremitas :
o Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
o Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
4. Mata:
Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+),reflek kornea
(+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), arkus senilis (+/+), radang (-/-).
5. Hidung:
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).
6. Mulut :
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemis (+).
7. Telinga:
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal.
8. Tenggorokan:
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
9. Leher:
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
10. Toraks:
Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-),
spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
- Cor :I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas :SIC II linea para sternalis sinistra
batas kanan atas :SIC II linea para sternalis dekstra
batas kiri bawah :SIC V 1 cm lateral linea medio clavicularis
sinistra
batas kanan bawah :SIC IV linea para sternalis dekstra
pinggang jantung :SIC III linea para sternalis sinistra (batas
jantung kesan tidak melebar
A : Bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
P : fremitus raba kanan sama dengan kiri
P : sonor/sonor
+ +
+ +
6
- -
-
- -
11. Sistem Collumna Vertebralis:
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
P : Nyeri ketuk costo vertebralis (-)
12. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin oedem ulkus
- - - - - -
- - - - - -
13. Sistem genetalia: dalam batas normal
14. Pemeriksaan Neurologik:
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : N N
N N
Fungsi motorik :
K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -
5 5 N N 2 2 - -
15. Pemeriksaan Psikiatrik:
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah ; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk :realistik
isi :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus :koheren
Insight : baik
7
1.8 RESUME :
Sejak kurang lebih 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah
seperti ditusuk-tusuk, nyerinya terus-menerus, dibuat istirahat agak baikan, nyeri
menjalar ke belakang perut. Sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluh demam yang
naik turun, disertai mual, tetapi tidak disertai muntah, dan nafsu makan pasien mulai
menurun. Sejak 1 hari yang lalu nyeri terasa semakin hebat. Sebelumnya pasien sudah
berobat ke dokter dekat rumah keluhan berkurang setelah minum obat yaitu diberi obat
antibiotik dan anti nyeri, nyerinya kembali ketika obatnya habis. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran composmentis (GCS 456), pada abdomen terdapat nyeri tekan
pada McBurney di regio inguinalis dextra. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan,
leukositosis 14.900 (↑), Hematokrit 49,5 (↑), Hitung jenis basofil 7 (↑), Hitung jenis
neutrofil segmen 84 (↑), Hitung jenis limfosit 8 (↓), dari USG ada edema pada appendik.
Penderita sebaiknya tidur yang cukup 6-8 jam setiap harinya dan tidak
memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari- hari agar luka bekas
operasi cepat kering dan tidak menimbulkan luka baru.
c. Mengurangi stres dan beban pikiran
Mengurangi/menghindari stres dengan lebih mendekatkan diri kepada
allah dengan menyerahkan segala sesutunya kembali pada allah.
d. Pemberian nutrisi:
banyak makan-makanan yang mengandung protein dan banyak minum air
Medikamentosa Post-Op:
infus RD5 (Ringer Dextrosa) 1500 cc / 24 jam
Ceftriaxon 2 x ½ g iv
Ranitidin 2 x ½ amp iv
Ketesse/Antrain 3 x 25 mg (1 cc) iv
B comp 1x1 po
Amociclav 2x1 po
Mefinal 2x1 po
1.13 FOLLOW UP
Tanggal 28 September 2012
S: pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah
O: KU lemah, tampak sakit sedang, composmentis, GCS 456, gizi kesan cukup
Tanda Vital : T: 110/70 mmHg RR: 18x/menit
N: 80x/menit S: 37,5˚c
BB: 50 kg
BMI: 20 (normo weight)
TB: 155 cm
Status lokalis: nyeri perut di McBurney
Pemeriksaan laboratorium: Leukosit: 14.900 (↑), HCT: 49,5 (↑), USG?
A : appendisitis
P : - terapi medika mentosa: infus RL (Ringer Lactat) 20 tpm, Antrain 3x1,
Amoxan 3x1
- planning Operasi
Tanggal 29 September 2012
11
BB: 50 kg
BMI: 20 (normo weight)
TB: 155 cm
Status lokalis: nyeri perut di McBurney
A : appendisitis
P : terapi medika mentosa: memberi obat oral B-comp 1x1, Mefinal 3x1,
Amociclav 2x1
Pasien boleh pulang
bed rest.
5 02-10-12 T : 110/80 50/155 20 Nyeri post op Terapi
N : 94x/mnt berkurang medikamentosa,
RR: 18x/mnt terapi nonmedika
S : 37˚c mentosa (diet dan
bed rest.
6 03-10-12 T : 110/80 50/155 20 Nyeri post op Terapi
N : 88x/mnt berkurang medikamentosa,
RR: 20x/mnt terapi nonmedika
S : 37˚c mentosa (diet dan
bed rest.
7 04-10-12 T : 120/80 50/155 20 Keluhan nyeri Terapi
N : 92x/mnt post op sudah medikamentosa,
RR: 20x/mnt tidak ada terapi nonmedika
S : 36,5˚c mentosa (diet dan
bed rest. Pasien
boleh pulang.
1.15 PROGNOSIS
Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan
orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang. Pada
pasien ini prognosis baik.
15
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
Pasien
3. An. A Anak L 15 th SMP Pelajar -
Appendisitis
4. Ny. P Nenek P 55 th SD - - Nenek
Bentuk Keluarga : Extended Family
Kesimpulan :
18
2.5 GENOGRAM :
Ny.S Tn.N
An.A Keterangan:
Laki- laki
Perempuan
X meninggal
Pasien
Ny.S
Tn.M
An. Ny.K
A
19
Keterangan:
: Berhubungan Baik
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
2. Pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek, dokter, apotik, dan lain
sebagainya tergolong dekat dengan rumah keluarga An. A, sehingga
keluarga mudah mendapatkan pelayanan medis yang baik dan tepat.
Keluarga pasien memperhatikan kesehatan antar keluarganya apabila ada
yang sakit langsung dibawa berobat.
3. Keturunan
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit yang diturunkan.
Keturunan : tidak
Sikap: keluarga cukup
didapatkan sakit pada
peduli terhadap Keluarga An.
Keluarga Ny. A
T
penyakit penderita Keluarga An.
Keluarga Ny. AT keturunan.
Faktor Perilaku
BAB IV
IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
P Kamar
ek Mandi
Dapur Kamar Tidur Kamar Tidur
ar
III II
a
n
ga
n
Ruang Tamu + ruang
nonton TV Kamar Tidur
I
Halaman depan
22
An. A
BAB V
PEMBAHASAN
5.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum
kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal
danmelebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya
berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks
terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam
menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
24
5.3 Fisiologis
Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti.
Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendiks dan secum.
Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung
amilase, tripsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muaraappendiks berperan
pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated LymphoidTissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin
tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran
cerna danseluruh tubuh.
25
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan
rupture.
Faktor Bakteri: Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodesfragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Kecenderungan familiar. Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi
yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang
tidak baik dan letaknya yang mudahterjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalamkeluarga terutama dengan diet
rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith danmengakibatkan
obstruksi lumen.
Faktor ras dan diet: Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola
makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah
serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak
serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah
merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan
rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
Faktor infeksi saluran pernapasan: Setelah mendapat penyakit saluran
pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus
apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaanapendisitis.
5.6 Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi
appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen
27
appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid.
Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen
appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi
mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan
intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah
0.1ml, bila sekresinya 0.5ml. Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana
ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari
lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang
mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal
dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini
dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang
lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu reffered pain.
Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga
menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan
Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks
yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi
ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila
penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan
menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.Tekanan dalam
lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan
oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan
menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks
nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral yang semakin meningkat. Selanjutnya
apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis
Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan
bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam,
takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan produk dari jaringan
yang mati. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat di kwatirkan pada
appendicitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding
appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks
28
yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil
melokalisir daerah infeksi secara sempurna.
Apendisitis Abses: Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.
Apendsitis Kronis: Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala
hilang timbul.
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor,
kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval
nilai yang diperoleh tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat
langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien
ini sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polosabdomen
ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak
perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan
dengancatatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
5.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi
medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang
tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi
awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical
Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan
dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis
non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. Penggantian cairan
dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang
utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.
32
5.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan
keluk usus. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan
perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut
mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun
sampaimenghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga
peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat.
Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.
5.10 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara
umumangka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan
dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN KOMPREHENSIF
2. Preventif :
Pasien untuk sementara tidak di perbolehkan makan makan pedas dalam dietnya.
3. Kuratif
Pre-op (tanggal 28 september 2012)
Infus: Infus RL (Ringer Lactat ) 20 tpm
Injeksi: Antrain 3x1 amp iv
Amoxan 3x amp iv
Profenid supp
Post-op (tanggal 29 september – 4 oktober 2012)
Infus: RD5 (Ringer Dextrosa) 1500 cc / 24 jam
Injeksi: Ceftriaxon 2 x ½ g iv
Ranitidin 2 x ½ amp iv
Ketesse 3 x 25 mg
B comp 1x1 po
Amociclav 2x1 po
Mefinal 2x1 po
4. Rehabilitatif
Rehabilitatif : edukasi dan motivasi pasien bahwa penderita post operasi
appendisitis sebaiknnya membatasi segala aktifitas, terutama aktifis berat, makan-
makanan yang mengandung protein, banyak minum air.
37
DAFTAR PUSTAKA
Price, Silvya A., Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi6. Jakarta: EGC.
Sudoyono, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sjamsuhidajat,Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smink, D.S & Soybel, D.I. 2005. Appendix and Appendectomy In Small Intestine and
Colon. Zinner, M.J and Ashley, S.W, (eds). Abdominal operations 11 st. New
York:Mc Graw Hill inc. pp. 589-612.
Addiss DG, Shafeer N, Fowler BS, et al. 1990. The Epidemiology of Appendicitis and
Apendictomy in the United States. Am J Epidemiol 132:910.