Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STRUKTUR MOLEKUL ORGANIK

TUJUAN PERKULIAHAN

Setelah selesai mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki sikap menyadari


konfigurasi elektron dalam suatu atom sebagai wujud kebesaran Tuhan YME dan
pengetahuan tentang struktur atom, prasyarat berlangsungnya reaksi sebagai hasil pemikiran
kreatif manusia dan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, jujur, disiplin, obyektif, terbuka,
mampu membedakan fakta dan pendapat, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif,
inovatif, demokratis dan komunikatif) dalam mendesain ikatan kimia membentuk struktur
senyawa organik berdasarkan percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap
sehari-hari, serta mampu:

1. Menjelaskan terjadinya ikatan kovalen dalam senyawa organik

2. Melukiskan/menuliskan hibridisasi sp3, sp2 dan sp dalam molekul organik

3. Menjelaskan terjadinya resonansi dalam senyawa organik

4. Menentukan atau memprediksi orde ikatan

5. Menghitung muatan formal dalam senyawa organik

1.1 TEORI STRUKTUR LINUS PAULING


Sebelum membahas lebih mendalam teori struktur Linus Pauling, perlu diingat kembali
tentang struktur molekul Kekule. Berdasarkan teori Dalton dan Franklan, kekule membuat
model atom (tanda garis menunjukkan valesi atom tersebut). Tabel 1.1 menunjukkan model
struktur senyawa menurut konsep valensi
Tabel 1.1 Struktur beberapa senyawa menurut konsep valensi
Atom Model atom Senyawa struktur
Hidrogen H- H2 H-H
Oksigen -O- H2O H-O-H
Nitrogen =N- NH3 H-N-H
-

H
-

Karbon -C- CH4 H


- -

H - C - H
H

klor Cl- HCl H-Cl


Molekul H2 oleh teori Kekule dijelaskan H- + -H H-H, oleh struktur Lewis diartikan
H. + .H H : H, terbentuknya ikatan menurut Lewis disebabkan karena adanya elektron
yang berpasangan, hal ini terjadi karena elektron tidak dapat ditumpang tindihkan karena
kedua-duanya bermuatan negatif. Ikatan yang didasarkan atas pasangan elektron “ pairing of
electrons” disebut ikatan kovalen.
Diketahui bahwa reaksi pembentukkan molekul H2 adalah reaksi eksotermis.
Kenyataan ini tidak dapat diterangkan dengan konsep “pairing of electrons”. Oleh karena itu
diperlukan konsep tambahan yang disebut konsep penggunaan elektron bersama (sharing of
electrons). Teori ini yang berpendapat bahwa dalam molekul H2, baik Ha maupun Hb
mempunyai konfigurasi pasangan menyendiri (lonely pair).
.Ha + .Hb Ha : Hb
Jadi transpormasi atom-atom H menjadi molekul H2 adalah transformasi konfigurasi
elektron tunggal menjadi konfigurasi pasangan menyendiri. Dapat dikatakan juga bahwa
konfigurasi elektron berenergi tinggi menjadi konfigurasi elektron berenergi rendah. Hal ini
yang menimbulkan panas, sehingga reaksinya eksotermis. Atas dasar konsep penggunaan
elektron bersama ini teori ikatan kovalen dari struktur Lewis telah didukung oleh fakta
sekalipun masih bersifat kualitatif.
Transformasi konfigurasi elektron tunggal menjadi konfigurasi pasangan elektron
menyendiri berlandaskan konsep penggunaan elktron bersama, dalam senyawa karbon
digambarkan sebagai berikut:
Sebagai contoh dalam molekul CH4 (metana)

H
H
.C. + 4 H H: C :H atau H :C: H
H
H

H mempunyai konfigurasi elektron He dan C berkonfigurasi sama dengan Ne. Berdasarkan


teori oktet, maka ikatan rangkap dua pada etana (C2H4) dan rangkap tiga pada etuna (C2H2)
dilukiskan sebagai berikut:

H: C::C :H H H
atau C:: C
H H H
H

H: C : : : C :H atau H: C: : : C : H
1.1.1 Konfigurasi elektron dalam atom menurut mekanika kuantum
Teori struktur Linus Pauling ini berdasarkan pada mekanika kuantum. Menurut de
Broglie, elektron bersifat dualisme yaitu mempunyai sifat partikel dan sifat gelombang.

𝜆 = 𝑚.𝑣 , dimana 𝛌 = panjang gelombang, m = massa, h = tetapan Planck dan v =

kecepatan. Mekanika untuk elektron harus diselesaikan dengan suatu persamaan yang
dirumuskan oleh Schrodinger:
ℎ2
(− 8𝜋2 𝑚) (𝐻𝜑) = 𝐸𝑘 𝜑 = (𝐸 − 𝐸𝑝 )𝜑, dimana:

H = operator Hamiltonian
𝐸𝑝 = energi potensial
𝜑 = fungsi amplitudo
Ek = energi kinetik elektron
h = kontanta Planck
m = massa elektron
E = energi total
Jelaslah bahwa persamaan tersebut diluar jangkauan kita untuk memahaminya.
Namun apabila ada orang mengatakan bahwa dari persamaan mekanika kuantum dapat
dijabarkan harga-harga 𝜑 dan 𝐸, kiranya dapat dipahami. Berpangkal pada persamaan 𝜑2
dapat dijabarkan konsep orbital, yaitu ruang disekitar inti yang kebolehjadiannya menemukan
elektron besar.
Konsep orbital lahir karena orang tidak mungkin lagi menentukan dengan pasti posisi
elektron. Dari mekanika kuantum bahwa E bergantung pada n dan 𝑙, sedangkan
𝜑2 bergantung pada n, 𝑙 dan m. Notasi n disebut bilangan kuantum utama, dimana harga/ nilai
n = 1, 2, 3......dan seterusnya, 𝑙 disebut bilangan kuantum azimut, nilai 𝑙 = 0, 1.........(n-1) dan
m disebut bilangan kuantum magnetik, dimana m = -1.....0.....+1. Permasalahan yang muncul
adalah bagaimana hubungan energi (E) dengan n dan 𝑙, maka dapat dijelaskan bahwa: untuk
n = 1, rumus 𝑙 = 0,1....(n-1). Dalam hal ini hanya ada 1 macam harga dari 𝑙 yaitu 𝑙 = 0, jadi
untuk n =1 dan harga 𝑙 = 0, hanya ada satu tingkat energi (E). Untuk n = 2, diperoleh harga 𝑙
= 0 dan 𝑙 = 1, maka terdapat dua tingkat energi. Dengan cara yang sama untuk n = 3, maka
diperoleh tiga tingkat energi.
Bagaimana hubungan orbital dengan n, 𝑙 dan m. Hal ini dapat diterangkan dengan
memperhatikan rumusan m = -1, 0, +1, maka untuk n = 2, 𝑙 = 0 dan m = 0. Terdapat 1 macam
harga m, maka hanya ada 1 orbital. Orbital ini mempunyai harga 𝑙 = 0 disebut orbital s. Oleh
karena itu orbital tersebut terletak pada tingkat energi n = 1. Bentuk orbital s seperti Gambar
1.1.
y

z
x

Gambar 1.1 orbital 1s


Untuk harga n = 2, terdapat 2 macam harga yaitu 𝑙 = 0 dan 𝑙 = 1. Dengan cara yang
sama di atas maka ditulis : n = 2, 𝑙 = 0; m = 0 hanya ada satu orbital, yaitu orbital 2s yang
bentuk mirip Gambar 1.2. sedangkan untuk n = 2; 𝑙 = 1, dan m = -1, 0,+1, mempunyai 3
macam harga m, maka terdapat 3 orbital, orbital tersebut adalah orbital 2p yang bentuknya
seperti Gambar 1.3.
y

x z

Gambar 1.2 orbital 2s

y
y y

z
z x x z
x
px py pz

Gambar 1.3 Bentuk orbital 3p (px, py dan pz)

Sedangkan untuk n = 3, maka dapat dinyatakan sebagai berikut:

n = 3, 𝑙 = 0, m = 0 terdapat satu (1) orbital yaitu orbital 3s

n = 3, 𝑙 = 1, m = -1, 0, +1 terdapat tiga (3) orbital yaitu orbital 3p

n = 3, 𝑙 = 2, m = -2, -1, 0, +1, +2 terdapat lima (5) orbital yaitu orbital 3d

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Harga n menentukan tingkat energi


2. Harga 𝑙 menentukan bentuk orbital s, p dan d
3. Harga m menentukan arah dan jumlah orbital
Diagram tingkat energi masing-masing orbital digambarkan seperti pada Gambar 1.4.

3d

3p
E
3s

2p
2s

1s

Gambar 1.4 Tingkat energi masing-masing orbital s, p dan d

Prinsip Aufbau menyatakan bahwa elektron dalam atom cenderung untuk mempunyai
energi (E) serendah mungkin. Dengan mempertimbangan Prinsip Aufbau, Larangan Pauli
dan aturan Hand, maka konfigurasi elektron dalam atom tertentu dapat disusun.
Sebagai contoh atom C. Atom C mempunyai nomor atom 6, berarti atom C mempunyai
6 elektron. Dengan mengingat bahwa pada satu orbital hanya dapat diisi 2 elektron, maka ke
6 elektron tersebut dapat disusun sebagai berikut:
1. Pada tingkat energi n = 1 terdapat satu jenis orbital yaitu orbital s dapat terisi oleh 2
elektron.
2. Pada tingkat energi n = 2 terdapat dua jenis orbital yaitu 2s dan 2p. Orbital 2s dapat
diisi oleh 2 elektron dan orbital 2p diisi oleh 2 elektro.
Elektron berputar mengelilingi inti dengan konfiguragi yang ditentukan oleh rumus
sebagai berikut:
2𝜋 2 𝑘 2 𝑚𝑒 2
𝐸𝑛 = −
𝑛2 ℎ2
𝑛2 ℎ
𝑟 = 𝑚𝑒 2 (2𝜋)2

r = jari-jari lintasan elektron (meter)


n = kulit atom (1,2,3.........)
h = tetapan Planck (6,62 x 10-34 joul/detik)
m = massa elektron (1,60 x 10-31 kg)
e = muatan elektron (1,60 x 10-19 coulomb)
k = tetapan (9 x 109 Nuwton m2/Coulomb)

Teori atom Bohr menyatakan bahwa elektron dapat diketahui energi dan sekaligus
posisinya. Prinsip Ketidak Pastian dari Heisenberg, menyatakan bahwa: apabila energi
elektron dapat ditentukan dengan pasti, maka tidaklah mungkin orang menentukan posisi
elektron, oleh karena itu teori mekanika kuantum memunculkan konsep orbital yaitu ruang
disekitar inti yang kebolehjadian menemukan elektron besar.

1.1.2 Model atom teori struktur Linus Pouling


1.1.2.1 Bentuk atom pada tingkat dasar (ground Stete)
Bentuk atom dari H dan He ditampilkan pada Gambar 1.5

atom H orbital 1s bentuk atom He orbital 1s


Gambar 1.5 Bentuk atom H dan He pada keadaan dasar

Hal ini menunjukkan bahwa atom H dan He pada tingkat dasar (ground Stete) berada
dalam orbital 1 s. Sedangkan bentuk atom C dan O seperti Gambar 1.6

2py 2py

2px 2px

2s 2s

2pz 2pz

atom C atom O

Gambar 1.6 Bentuk atom C dan O dalam keadaan dasar

Atom C mempunyai 6 elektron, 2 elektron di orbital 1s, 2 elektron di 2s, 1 elektron di


px dan 1 elektron di py. Atom O mempunyai 8 elektron, 2 elektron di orbital 1s, 2 elektron di
2s, 2 elektron di px, 1 elektron di py dan 1 elektron di pz.
Dari Gambar 1.5 dan 1.6 terlihat bahwa ada orbital kosong, orbital terisi satu dan
orbital terisi dua. Bentuk atom demikian ini bentuk atom tidak terhibridisasikan dalam bentuk
tingkat dasar.

1.2 Model atom berdasarkan konsep hibrida


1.2.1 Hibrida sp3
Ditinjau dari tingkat energi (energy level) untuk bilangan kuantum n = 2, seperti pada
Gambar 1.7.

energi 2p

2s

Gambar 1.7 Tingkat energi orbital atom

Menurut Linus Pauling keempat orbital itu (s dan p) dapat dicampun menjadi empat
orbital baru yang energinya sama. Oleh karena itu energi orbital dirumuskan sebagai berikut:

1𝐸𝑠 +3𝐸𝑝
Energi orbital (Et) = 4
.

Sedangkan bentuk orbitalnya adalah seperti Gambar 1.7. Linus Pauling berpendapat bahwa
bentuk atom dalam sp3 dapat digunakan untuk semua atom yang terdapat Tabel 1.2, kecuali
untuk atom H dan He serta halogen yang digambarkan dalam bentuk tidak terhibridisasikan.

109,5o

Gambar 1.7 Orbital hibrida sp3 atom C

Tabel 1.2 Atom berdasar pada konsep valensi

Golongan 1 2 3 4 5 6 7 8
:He
H.
Li. .Be. .C. .N. .O. :F: :Ne:
.B.

Na. .Mg. .Al. .S. .P. .S. :Cl: :Ar:


Model atom berdasarkan teori orbital dituliskan seperti Gambar 1.8

model atom Lewis model atom berdasarkan teori orbital

B. B sp3

.C.
C sp3

.N. N sp3

:Ne: Ne sp3

Gamabar 1.8 Model atom menurut teori orbital


Untuk atom B ada 3 orbital terisi masing-masing satu elektron dan satu orbital kosong,
untuk atom C ada empat orbital masing-masing terisi satu elektron. Untuk atom N, ada 3
orbital masing-masing terisi satu elektron dan satu orbital terisi dua elektron. Lingkaran
bermakna orbital sp3, dapat berisi 1, 2 elektron atau kosong. Teori Linus Pauling mengakui
eksistensi orbital kosong, berdeda dengan teori Lewis. Yang menjadi pertanyaan adalah:
apakah transformasi atom C pada tingkat dasar (ground state) menjadi atom bentuk sp3 tidak
memerlukan energi? Masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Konfigurasi elektron pada tingkat dasar (ground state) digambarkan seperti Gambar
1.9

2p Ep
energi

2s Es

Gambar 1.9 Konfigurasi elektron atom C pada tingkat dasar


Energi elektron adalah:
2𝐸𝑠 + 2𝐸𝑝 = (𝐸𝑡 ) 𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒
Es + ∆ = Ep
(𝐸𝑡 )𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒 = 2𝐸𝑠 + (𝐸𝑠 + ∆) = 2 𝐸𝑠 + 2𝐸𝑠 + 2∆
= 4𝐸𝑠 + 2∆
(𝐸𝑡 )𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒 = 4𝐸𝑠 + 2 ∆........................ (1)
Dalam keadaan bentuk hibrida sp3
1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝3 = 4 ( ) = 1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝
4
𝐸 𝑝 = 𝐸𝑠 + ∆
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝3 = 1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝 = 1𝐸𝑠 + 3(𝐸𝑠 + ∆) = 4𝐸𝑠 + 3∆
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝3 = 4𝐸𝑠 + 3∆ .................................(2)
Dari persamaan (1) dan (2) disimpulkan bahwa “excating energy” diperlukan untuk
merubah bentuk ground state menjadi bentuk sp3. Berdasarkan pada rumus energi orbital
berikut ini:
1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝
4

Maka orang menyatakan bahwa bentuk sp3 mempunyai karakter ¼ s dan ¾ p, pencampuran
orbital seperi pada Gambar 1.8. Untuk ikatan tunggal dalam senyawa karbon orbital
hibridanya sp3. Pertanyaan yang timbul bagaimana percampuran orbital s dan p membentuk
orbital hibrida sp3 tersebut dapat terjadi. Sebagai contoh dalam molekul CH4, atom C
mempunyai empat ikatan kovalen terhadap atom H. Setiap ikatan C-H, mempunyai cudut
ikatan 109,5o, panjang ikatan 1,09oA, dan energi desosiasi ikatan sebesar 104 kkal/mol. Dari
hasil eksperimen ini membuktikan bahwa empat ikatan C-H adalah ekivalen. Empat ikatan C-
H ekivalen ini timbul dari hibridisasi lengkap empat orbital atomnya (satu orbital 2s dan tiga
orbital 2p), untuk memberikan 4 orbital sp3 yang ekivalen. Agar ini dapat terjadi, satu elektron
dari 2s harus ditingkatkan ke orbital 2p yang kosong. Peningkatan 2s ke 2p ini memerlukan
energi, tetapi energi ini lebih rendah dari energi yang didapat kembali ketikan terjadi
pembentukan ikatan secara serentak. Empat orbital sp3 mempunyai energi lebih tinggi dari
orbital 2s, tetapi lebih rendah dari orbital 2p. Masing-masing orbital sp3 mengandung satu
elektron untuk ikatan. Terjadinya pencampuran orbital 2s dan 2p dalam atom karbon seperti
ditampilkan pada diagram orbital Gambar 1.10

orbital atom C
Orbital is non ikatan
tidak ditunjukkan terjadi promosi ikatan

orbital yang digunakan untuk ikatan


e
n
e 2p 2p 2p 2p 2p 2p
r
g
i
empat sp3

Gambar 1.10 Diagram tingkat energi pencampuran orbital membentuk hibrida sp3
Orbital sp3, yang dari campuran orbital 2s dan 2p, terbentuk seperti bola bowling yaitu
ada kuping besar dan kecil (dari amplitudo yang berlawaran) dengan simpul pada inti.
Gambar 1.11 menunjukkan bahwa: a. empat orbital sp3, b. sebuah orbital sp3, serta c empat
sp3 yang berikatan. Pada empat orbilat sp3 ujung yang kecil dari orbital hibrida tidak
digunakan untuk ikatan karena tumpang tindih ujung yang lebih besar dengan orbital lain
memberikan tumpang tindih yang lebih lengkap dan menghasilkan ikatan yang lebih kuat.
Empat orbital sp3 mengelilingi inti karbon, karena tolakan antar elektron dalam orbital, maka
orbital sp3 ini saling menjauhi satu sama lain dan membentuk sudut 109,5o mengarah keujung
suatu tetrahedron. Dengan kata lain bahwa dalam sp3 bentuk molekulnya terahedron.

b. satu orbital sp3 c. atom C dengan


a. empat orbital sp3 empat ikatan sp3

Gambar 1.11 a. Empat orbital sp3, b.sebuah orbital sp3, dan d atom C dengan empat
ikatan sp3

Dalam molekul metana masing-masing orbital sp3 dari karbon bertumpang tindih
dengan orbital satu s dari atom hidrogen. Masing-masing orbital molekul sebagai resultante
sp3-s adalah simetris sekeliling sumbu yang lewat inti karbon dan hidrogen. Ikatan kovalen
antara C dan H dalam molekul metana yaitu ikatan π seperti ditunjukkan pada Gambar 1.12.

H
H

Gambar 1.12 Ikatan π antara orbital sp3 pada C dan orbital s pada H

1.2.2 Hibrida sp2

Pada orbital sp3 telah dibicarakan tentang konsep pencampuran orbital. Dalam hal ini
ada 4 orbital yang dicampur sehingga akan terbentuk 4 orbital baru yang mempunyai energi
yang sama. Terjadinya 4 orbital baru ini sesuai dengan hukum kekekalan orbital, yang
menyatakan apabila ada n orbital dicampur, maka hasilnya adalah n orbital baru. Apabila
dicampur satu orbital s dengan 2 orbital 2p, maka akan diperoleh 3 orbital baru. Energi orbital
dari sp2 adalah:

1𝐸𝑠 + 2𝐸𝑝
3

Bentuk orbital sp2 digambarkan seperti Gambar 1.13

sp2

120o
sp2

sp2

Gambar 1.13 Bentuk 3 orbitas sp2

Atom C yang berada dalam hibridisasi sp2 dapat digambarkan seperi Gambar 1.12. semua
atom yang dapat membentuk hibrida sp3, juga dapat membentuk orbital sp2. Dari sini juga ada
pertanyaan yang muncul, apakah transformasi atom C bentuk keadaan dasar menjadi sp2
memerlukan energi.

(𝐸𝑡 )𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒 = 4𝐸𝑠 + 2 ∆........................ (1)


1𝐸𝑠 + 2𝐸𝑝
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝2 = 3 ( ) + 𝐸𝑝 = 1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝
3
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝2 = 1𝐸𝑠 + 3(𝐸𝑠 + ∆) = 1𝐸𝑠 + 3𝐸𝑠 + 3∆ … … … (2)

(𝐸𝑡 )𝑠𝑝2 = 4𝐸𝑠 + 3∆ .................................(2)


Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa energi bentuk sp2 lebih besar
dari pada bentuk keadaan dasar ∆. hal ini dapat dimengerti mengingat untuk membentuk
keadaan 2 sp2 di butuhkan pergeseran satu elektron dari 2s ke 2p yang membutuhkan energi
. Perpindahan energi ini (∆), dinamakan energi eksitasi. Berdasarkan rumus:
1𝐸𝑠 + 2𝐸𝑝
3
Maka dapat diketahui watak dari hibrida sp2 mempunya karakter 1/3 s dan 2/3 p.
Gambar 1.14 orbital sp2 dan p
sp2
sp2 orbital p
sp2
karbon trigonal
tiga orbital sp2
dalam bidang, dg sudut 120 orbital p pada sudut
tegak lurus terhadap bidang

Gambar 1.14 Orbital sp2 dan p

Atom C yang berada pada hibrida sp2, proses pencampuran orbital dipresentasikan
seperti pada Gambar 1.15.

orbital atom C
Orbital is non ikatan
tidak ditunjukkan terjadi promosi ikatan orbital yang digunakan
untuk ikatan

e
n 2p
e 2p 2p 2p 2p 2p 2p
r
g
i tiga sp2
2s
2s

Gambar 1.15 Diagram tingkat energi pencampuran orbital membentuk hibrida sp2

1.2.3 Hibrida sp

Selain konsep hibrida sp3, sp2 dalam senyawa karbon juga diperlukan konsep hibrida
sp2. Hal ini terjadi interaksi antara 1 orbital 2s dan 1 orbital 2p. Energi dari kedua orbital
tersebut adalah sebagai berikut:

1𝐸𝑠 + 1𝐸𝑝
2
Semua atom yang mempunyai bentuk hibrida sp3 dapat juga dalam bentuk hibrida sp.
Perubahan atom C dalam keadaan dasar berubah ke bentuk sp juga memerlukan energi.
Energi atom C pada keadaan dasar
(𝐸𝑡 )𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒 = 4𝐸𝑠 + 2 ∆........................ (1)
Energi atom C dalam bentuk sp
𝐸𝑠 + 𝐸𝑝
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝 = 2 ( ) + 2𝐸𝑝 = 𝐸𝑠 + 3𝐸𝑝 = 4𝐸𝑠 + 3∆
2
(𝐸𝑡 )𝑠𝑝 > 𝐸𝑡 𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒
𝐸𝑠 +𝐸𝑝
Berdasarkan pada rumus 2
, maka bentuk orbital hibrida sp mempunyai karakter ½

s dan ½ p.
Tingkat energi atom C dalam bentuk hibrida sp ditampilkan pada Gambar 1.16a dan
model orbital sp dan asetilena 1.16b.

orbital atom C
Orbital is non ikatan
tidak ditunjukkan terjadi promosi ikatan
orbital yang
digunakan
e untuk ikatan
n 2p 2p
e 2p 2p 2p 2p 2p 2p
r
g
i dua sp
2s
2s
Gambar 1.16a Diagram tingkat energi orbital hibrida sp

orbital sp
H C C H

bentuk linier 180o orbital sp

dua orbital p dua ikatan pi

Gambar 1.16b Model orbital hibrida sp, dua ikatan π dalam asetilena

Panjang ikatannya berbeda antara ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan rangkap
tiga. Ikatan tunggal lebih panjang dibandingkan rangkap dua. Sedangkan ikatan rangkap dua
lebih panjang dari pada rangkap tiga. Contoh molekul etana orbital sp3, etena (sp2) dan etuna
(sp), pajang ikatan dan karakter s sebagai berikut:

H H H H

H C C H C C HC CH

H H
H H

persen karakter s 25 33,5 50


panjang ikatan C-C 1,54 A 1,34A 1,20 A
panjang ikatan C-H 1,09 A 1,08 A 1,06 A
1.3 Teori tumpang tindih (overlap)
Teori tumpang tindih adalah teori ikatan kovalen yang berdasarkan pada teori
mekanika kuantum. Gambar 1.17 berikut pembentukan molekul H2 berdasarkan teori overlap.
Menurut teori overlap (tumpang tindih), molekul H2 terbentuk karena terjadinya tumpang tindih
antara orbital Ha dan orbital Hb.

sumbu orbital atom

orbital atom Ha orbital atom Hb

sumbu orbital molekul

orbital molekul H2

Gambar 1.17 Pembentukan molekul H2 berdasarkan terori overlap


Dari Gambar di atas terlihat bahwa molekul H2 dihasilkan dari tumpang tindih orbital
atom Ha dengan orbital atom Hb membentuk orbital molekul. Orbital molekul yang terjadi
dengan cara seperti ini dinamakan orbital ikatan sigma (𝜎). Model molekul berdasarkan
overleping (tumpang tindih) menggambarkan bahwa pada dasarnya kedua elektron
mengelilingi inti atom H, keadaan ini yang tidak bisa digambarkan oleh teori Lewis.

1.3.1 Struktur molekul Linus Pauling


Teori tumpang tindih dalam suatu molekul membentuk ikatan sigma (σ) dalam metana
dan didasarkan konsep hibridisasi sp3 Seperti Gambar 1. 18.
H

H
(sp3-1s)

atau H C H
C (1s-sp3) (sp3-1s)
H

(sp3-1s)
H
H

Gambar 1.18 Tumpang tindih orbital hibrida sp3 dan orbitas 1s


Dalam molekul etana (C2H4) dan etuna (C2H2), akan terjadi tumpang tindih antara
orbital sp2 dengan sp2 secara ko-aksial. Akibat dari tumpang tidih ini dua orbital p yang sumbu
atomnya sejajar mempunyai jarak yang cukup dekat (lebih kecil dari jari-jari van der Waals),
sehingga kedua orbital p saling bertumpang tindih secara pararel membentuk ikatan pi (π).
Jadi dalam alkena terjadi dua ikatan yaitu ikatan σ dan ikatan π (perhatikan Gambar 1.19).
ikatan pi
H H

C C C C
H
H
ikatan sigma

Gambar 1.19 Ikatan σ dan π dalam molekul etena


Pertanyaan yang timbul apakah etena yang mempunyai ikatan σ dan ikatan π dapat
diputar seperi alkena yang hanya mempunyai ikatan σ saja. Untuk menjelaskannya perhatikan
Gambar 1.20, orbital p yang terletak pada bidang yang berbeda (py pada bidang α dan pz
pada bidang β) saling tegak lurus.

py

px

C C

B
a

Gambar 1.20 Dua bidang α dan β saling tegak lurus, sumbu py dibidang α dan px dibidang β

Menurut mekanika kuantum pada posisi tersebut orbital px dan py, tidak mungkin
dapat melakukan tumpang tindih. Isomer geometri membuktikan bahwa ikatan rangkap tidak
dapat diputar, hal ini disebabkan adanya ikatan π. Pada Gambar 1.20, pada posisi ini tidak
mungkin orbital px dan py akan dapat tumpang tindih, bila hal ini terjadi maka ikatan π akan
putus.
1.4 Para meter molekul
Parameter molekul adalah data fisik molekul yang diperoleh dari hasil percobaan dari
ilmu fisika. Parameter molekul penting untuk diketahui karena kebenaran suatu teori struktur
harus sama dan sesuai dengan parameter molekul.

1.4.1 Jari-jari atom

Panjang jari-jari atom dalam inti tergantung pada banyaknya proton dalam inti dan
“shielding effect”. Yang dimaksud dengan shielding effect adalah shielding (melindungi) yang
dilakukan oleh elektron pada kulit dalam. Atas dasar konsep tersebut, maka fakta atom-atom
yang ada di bawah ini dapat difahami. Dalam sistem periodik jari-jari atom makin kekanan
dalam satu periode makin kecil (menurun). Dalam satu golongan makin ke bawah makin
besar. Tabel 1.3 Jari-jari (A/anstrom) dalam tabel periodik

Tabel 1.3 Jari-jari (A) dalam tabel periodi

H
0,37
Li Be B C N O F
1,225 0,889 0,800 0,771 0,740 0,740 0,720
Na Mg Al Si P S Cl
1,572 1,360 1,248 1,173 1.100 1.04 0,994
Br
1.142
I
1,334

Tabel tersebut menunjukkan atom Li sampai F mempunyai “shielding effect” yang


sama yaitu “shielding effect” yaitu 2 elektron pada kulit pertama (n=1). Jari-jari menurun
disebabkan gaya tarik-menarik proton dalam inti dengan elektron terluar lebih besar
dibandingkan dengan gaya tolak-menolak elektron dalam shielding effect. Dari atas ke bawah
dalam sintem periodik meskipun ada penambahan jumlah proton dalam inti, “shielding effect”-
nya juga bertambah.

Menurut Kekule struktur benzena digambarkan seperi Gambar 1.21


atau

Gambar 1.21 Struktur benzena menurut Kekule

Data panjang ikatan tunggal 1,50 A, sedangkan panjang ikatan rangkap dua 1,34 A.
Pengukuran panjang ikatan antara atom C dalam benzena 1,39 A. Hal ini membuktikan bahwa
teori Kekule mengandung kesalahan. Bagaimana konsep jari-jari atom dapat digunakan untuk
menguji kestabilan molekul, Gambar 1.22 sebagai contoh untuk menjelaskan kestabilan
molekul.

H
H

C C
H
H
H Br
H Br
struktur 1 struktur 2

Gambar 1.22 Struktur 1 lebih stabil dari struktur 2

Jari-jari atom Br lebih besar dari pada atom H, maka energi sterik dari struktur 2 lebih
besar dari struktur 1, dengan demikian struktur 1 lebih stabil bila dibandingkan dengan struktur
2.

1.4.2 Sudut ikatan

Bentuk struktur C dalam hibrida sp3, membentuk sudut ikatan seperti yang ditampilkan
pada Gambar 1.23.

109,28o (sudut ikatan)

Gambar 1.23 Sudut ikatan dalam molekul yang bentuk orbital hibridanya sp3

Sudah diketahui bahwa sudut ikatan molekul CH4 juga 109,28o, hal ini membuktikan bahwa
teori hibridisasi sp3 dapat dibenarkan.

( ) menunjukkan ikatan yang ke luar dari bidang

( ) menunjukkan ikatan yang ke belakang bidang

( ) menujukkan ikatan yang ada dalam bidang


Pengukuran sudut ikatan NH3 ternyata 107o, bentuk struktur amonia seperti Gambar 1.24.

panjang ikatan
N
menjauhi pengamat (kebelakang)
H
H H
dalam bidang kertas

ke muka menghadap ke pengamat

Gambar 1.24 Model molekul amonia (NH3)

Atas dasar kenyataan tersebut dapat dikemukakan suatu kaidah yang menyatakan bahwa
daya tolak elektron orbital isi dua lebih besar dari pada daya tolak elektron dalam orbital ikatan
σ yang juga berisi dua elektron. Terjadinya ikatan dalam molekul NH3, merupakan ikatan
kovalen. Ada beberapa sifat ikatan kovalen, antara lain jarak antara inti atom yang terikat
secara kovalen disebut panjang iktan (0,74 – 2,0 Antrom). Bila ada lebih dari dua otom dalam
molekul, ikatannya membentuk sudut, maka disebut sudut ikatan (60-180o).

1.5 Energi desosiasi

Apabila ikatan terputus secara homolitik menjadi atom-atomnya, maka energi yang
diperlukan disebut energi desosiasi. Reaksi disosiasi digambarkan seperi Gambar 1.25.

+ -Q Kkal

H H H. + H.

Gambar 1.25 Pemutusan homolitik yang menghasikan energi disosiasi

Q merupakan energi disosiasi, reaksinya disebut reaksi endoterm. Dalam termodinamika


dikatakan bahwa tiap materi mempunyai energi yang disebut entalpi.

Reaktan produk

∆ 𝐻 = 𝐻𝑝𝑟 − 𝐻𝑟 , 𝐻𝑟 > 𝐻𝑝𝑟 , sehingga ∆ 𝐻 < 0, ini terjadi pada reaksi eksoterm. Pada reaksi
endotermis 𝐻𝑟 > 𝐻𝑝𝑟, sehingga ∆𝐻 = 𝐻𝑝𝑟 − 𝐻𝑟 > 0. Contoh pada reaksi berikut:

Cl Cl + 58 Kkal/mol Cl. + Cl. H = + 58 Kkal/mol

H3C. + .Cl CH3Cl + 83,5 Kkal/mol H = - 83,5 Kkal/mol


Energi disosiasi dapat digunakan untuk memperkirakan kuatnya suatu ikatan, seperti yang
terlihat dalam Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Energi disosiasi beberapa ikatan dalam Kkal/mol

Ikatan molekul simetris dan Ikatan C-H Ikatan C-X Ikatan C-C
tidak simetris
H-H 104 CH3-H 104 CH3-Cl 83,5 CH3-CH3 88
D-D 106 CH3CH2-H 98 CH3CH2-Cl 81,5 CH2=CH-CH3 103
F-F 37 (CH3)2CH-H 94,5 (CH3)2CH-Cl 81 CH CH 230
Cl-Cl 58 (CH3)3C-H 91 (CH3)3C-Cl 78,5
Br-Br 46 CH2=CH-H 108 CH2=CH-Cl 84
I-I 36 CH2=CH-CH2-H 85 CH3-F 108
HO-OH 35 CH3-I 56
H-F 135 CH3-Br 70
H-Cl 103 CH3CH3-Br 68
H-Br 87 (CH3)2CH-Br 68
H-I 71 (CH3)3C-Br 67

N N 226

Atom yang dihubungkan oleh ikatan ganda memerlukan energi lebih besar untuk
disosiasi dibandingkan dengan yang berikatan tunggal (lihat Tabel 4.1).

1.5. Energi sterik

Bayangkan molekul CH4 saling mendekat. Molekul CH4 digambarkan sebagai orbital
molekul dalam bentuk bola 1 dan 2 dan Ep = energi potensial

Ep r2

r1 r2

Gambar 1.26 hubungan Ep dengan jarak

Apabila bola 2 didekatkan maka Ep akan turun karena bola 1 dan bola 2 ada gaya
tarik menarik yang disebut gaya London. Ep akan menurun sehingga kedua bola
bersinggungan. Jarak r1 dan r 2 disebut jarak van der Waals, yaitu jarak dimana Ep
mempunyai harga minimal (Gambar 1.26). Apabila kedua bola dipaksa derdekatan maka
terjadi distorsi orbital (Gambar 1.27), karena orbital tidak dapat mengadakan tumpang tindih,
sehingga Ep naik . Kenaikan Ep karena distorsi orbital disebut energi halangan (steric
energi).
R1 distorsi orbital

Gambar 1.27 Terjadi distorsi orbital

1.6. Teori ikatan MO (Molekul Orbital)

Baik teori struktur Lewis maupun teori struktur Linus Pauling bersumber pada struktur
Kekule yang pada dasarnya mengikuti eksistensi atom dalam molekul. Oleh karena itu teori
struktur Kekule, Lewis dan Pauling dapat dikelompokkan dalam struktur VB (Valence Bond).
Dan ada teori yang dirumuskan oleh pakar fisika yang disebut teori struktur MO (Moleculer
Orbital).

Pandangan teori MO terhadap molekul H2, digambarkan dengan dua macam diagram
yaitu giagram orbital dan diagram energi sebagai berikut:

a. Diagram orbital
Interaksi 2 orbital (φs)1 dan (φs)2 menghasilkan dua orbital baru yaitu orbital ikatan σ
dan σ*

(φ1s+ 1s)σ*

(φ1s)1 (φ1s)2

(φ1s+ 1s)σ

Gambar 1.28 Pembentukan orbital ikatan dan orbital anti ikatan pada molekul H2
Tanda (+) dan ( - ), hanya membedakan apakan kedua orbital itu sefase atau
berlawanan fasa.

b. Diagram energi
Diagram energi menggambarkan tingkat energi dan orbital-orbital tersebut (Gambar
1.28). Diagram energi orbital ikatan dan orbital anti ikatan pada molekul H2 dipaparkan
pada Gambar 1.29.

(φ1s+ 1s)σ*

(φ1s)1 (φ1s)2

(φ1s+ 1s)σ

Gambar 1.29 Diagram energi orbital ikatan dan orbital anti ikatan molekul H2

Teori MO mengakui kebenaran kaidah-kaidah berikut ini:

1. Hukum kekekalan orbital


Jumlah orbital yang dicampur akan sama dengan jumlah orbital hasil pencampuran.
Mengingat ada dua orbital yang berinteraksi yaitu (φ1s)1 dan (φ1s)2, maka harus ada
dua orbital yang terjadi yaitu orbital ikatan (σ) dan orbital anti ikatan (σ*).
2. Prinsip Aufbau
Elektron cenderung menempati orbital dengan energi serendah mungkin.
3. Larangan Pauli
Dalam setiap orbital hanya boleh ditempati oleh dua elektron dengan beda bilangan
kuantum s (spin).

1.7.Teori Resonansi

Perlu dimengerti lebih dahulu tentang struktur resonansi. Struktur resonansi adalah
struktur imajiner yang mirip dengan struktur yang sesungguhnya. Kemiripannya tergantung
dari tinggi rendahnya energi. Struktur yang paling miriplah yang digunakan untuk mewakili
struktur yang sesungguhnya. Energi resonansi adalah perbedaan energi antara struktur
resonansi yang paling stabil dengan struktur sebenarnya.
Sebagai contoh molekul 1,3-butadiena, dengan menggeser elektron maka akan
diperoleh setruktur kontribusinya atau struktur resonansinya.
H H H H

C CH CH C C CH CH C
H H
H struktur I H struktur II

H H
C CH CH C

H H
struktur III

Struktur 1,3-butadiena mempunyai tiga struktur resonansi. Pertanyaan yang timbul


struktur mana yang asli atau sesungguhnya ?. Struktur I adalah struktur yang stabil karena
memenuhi atoran oktet. Paling stabil berarti kandungan energi yang terendah. Struktur II
kurang stabil dibandingkan struktur I karena tidak memenuhi persyaratan teori oktet.
Sedangkan struktur III juga tidak memenuhi persyaratan oktet, namun struktur II dibandingkan
dengan struktur III lebih stabil. Hal ini berdasarkan pada kaedah resonansi pertama.
Kaedah resonansi pertama, menyatakan bahwa: semakin panjang pemisahan
muatan semakin tinggi energi resonansinya. Semakin panjang pemisahan muatan semakin
tidak stabil struktur resonansinya.
Kaedah resonansi kedua, menyatakan bahwa: semakin rendah energi struktur
resonansi semakin mirip struktur yang sebenarnya. Jadi kemiripan struktur yang paling
dominan adalah struktur I, kemudian struktur II dan terakhir struktur III.
Soal Latihan
Tuliskan struktur resonansi untuk senyawa aromatik berikut:

N
2 3
1

Jawaban soal

N N

N
1.6 Muatan Formal
Pada sub Bab 1.1.4, sudah dibahas tentang teori struktur Linus Pauling dan sudah
memahami teori struktur Lewis. Teori Linus Pauling berdasarkan pada teori mekanika
kuantum, karena itu teori Paulinglah yang dianggap mendekati kebenaran. Artinya tidak
bertentangan dengan kaidah Heisenberg. Teori Lewis tidak dapat membedakan antara ikatan
π dan ikatan σ, namun pada hakekatnya teori Lewis tidak bertentangan dengan teori Linus
Pauling. Kedua teori tersebut sependapat bahwa terjadinya ikatan akan menurunkan energi
elektron yang berinteraksi. Akan tetapi yang perlu difahami bahwa, teori overlap tidak
mengharuskan atom H berkonfigurasi seperti He.
Dalam beberapa rumus kimia, ada unsur yang membentuk ikatan kovalen yang tidak
lazim. Ternyata menggambar rumus Lewis dari senyawa-senyawa seperti pada Gambar 1.26
tidak dimungkinkan, kecuali dengan menambahkan muatan elektrostatik, yang diistilahkan
dengan muatan formal.
oksigen ini mengikuti oktet
tapi hanya satu ikatan kovalen

O oksigen ini mengikuti oktet


tapi dua ikatan kovalen
H ONO
Gambar 1.26 Struktur Lewis asam nitrat
Suatu konsep yang sampai saat ini masih digunakan adalah muatan formal, dengan
konsep ini orang dapat menentukan apakah suatu zat yang stabil itu strukturnya berbentuk
ion atau molekul netral. Muatan fomal dirumuskan sebagai berikut:

Muatan formal = (banyaknya e valensi dalam sebuah atom netral)-1/2(banyaknya e


pasangan)-(banyaknya e bebas).

Contoh soal cara menentukan muatan formal. Tentukan matan formal atom O, N dan C dalam
molekul CH3NO2.

Penyelesian soal sebagai berikut:

Struktur molekul CH3NO2 menurut Kekule dan Lewis seperti berikut ini

Oa H
O
H C N H a
C N
Ob O
H b
H
struktur menurut Kekule struktur atom menurut Lewis

Muatan formal atom C = 4 - 1/2(8) - 0 = 0

Muatan formal atom N = 5 – ½(8) – 0 = 1

Muatan formal atom Oa = 6 – 1/2(4) - 4 = 0

Muatan formal atom Ob = 6 - ½(2) – 6 = -1

Jadi struktur molekul CH3NO2 dapat dituliskan sebagai berikut:


H

Oa H
O
H C N atau H a
C N
Ob O
H b
H
struktur menurut Kekule struktur atom menurut Lewis

Oa H
O
H C N H a
atau C N
Ob H O
b
H
struktur menurut Kekule struktur atom menurut Lewis

Bila ada beberapa kemungkinan struktur Lewis yang dapat dibuat, maka struktur
dengan muatan formal yang paling kecil dan paling stabil yang dipilih. Kadang-kadang kita
membutuhkan lebih dari dua struktur resonansi untuk molekul atau ion. Misalnya apabila kita
menggambarkan ion nitrat (NO3)-. Perhatikan struktu berikut ini:

O O

Atom nitrogen dalam ion nitrat di atas tidak mengikuti oktet, sehingga kita harus membuat
ikatan rangkap. Untuk memenuhi aturan oktet kita harus menggambarkan tiga struktur
resonansi, yang setiap strukturnya mempunyai tiga ikatan N-O sebagai berikut:

O O O O
O O

N N N

O O O

Tanda panah menandakan resonansi diantara tiga struktur. Dalam struktur yang sebenarnya
kita dapatkan orde ikatan rata-rata 4/3 = 1,33; yang setiap strukturnya mempunyai tiga ikatan
N-O.

Resonansi tidak hanya terdapat pada senyawa anorganik, senyawa organik juga
dapat ditentukan struktur resonansinya dan orde ikatan rata-ratanya. Sebagai contoh
senyawa naftalen berikut ini:
8 1

7 2

6 3
5 4

Orde ikatan rata-rata C1 - C2, C3 - C4, C5 – C6 dan C7 – C8 adalah 5/3 = 1,66.

Latihan soal

1. Tuliskan struktur Kekule dan Lewis molekul asam sulfat, ion pospat
2. Tentukan muatan formal O dari ion pospat
3. Buatlah struktur resonansinya dari ion pospat dan benzena
4. Hitunglah orde ikatan C1-C2 dalam molekul berikut ini

a. N b. c.

Anda mungkin juga menyukai