Anda di halaman 1dari 1

Nama : Rachma Sarita Wijaya

NIM : B0118044
Prodi : Sastra Daerah/3 B
SANGIRAN
Rekaman evolusi purba Sangiran dapat dilihat dari lapisan tanahnya. Di lingkungan purba
Sangiran ada 4 formasi, yaitu (1) Formasi Kalibeng, material yang mendominasi adalah
lempung biru yang mengindikasikan sebagai lingkungan laut. Formasi ini terletak pada lapisan
tanah terbawah dan memiliki umur paling tua. Terbentuk pada kala Pleiosen sekitar 2,4 juta
tahun yang lalu. Pada lapisan ini ditemukan fosil molusca dan gigi ikan hiu. (2) Formasi
Pucangan, berupa breksi laharit dibagian bawah dan lempung hitam dibagian atas. Pada formasi
pucangan mengindikasian sebagai suatu lingkunagn rawa atau hutan bakau. Formasi pucangan
banyak ditemukan fosil manusia purba Homo Erectus arkaik dan hewan vertebrata. Sejak 2004
ditemukan alat bantu serpih pada formasi ini yang merupakan budaya manusia purba yang paling
tua di Indonesia. (3) Formasi Kabung, material yang mendominasi berupa pasir fluvial vulkanik
dengan struktur silang yang mengindikasikan sebagai lingkungan hutan terbuka yang dialiri
banyak sungai. Kondisi pada formasi kabung ini cukup lembab, terjadi pada kala Pleistosen
tengah antara 700.000-200.000 tahun yang lalu. Formasi ini banyak ditemukan fosil manusia
purba tipik, fosil hewan berbagai spesies, dan alat batu. (4) Formasi Notopuro, berupa breksi
laharit tufa yang sering dijumpai batu apung. Era pembentukan formasi ini sungai mulai
mengering yang membentuk sabana yang sangat kering pada formasi 200.000-100.000 tahun
yang lalu. Pada formasi ini banyak ditemukan alat serpih dan binatang vertebrata. Realita
menunjukkan bahwa lapisan tanah dalam berbagai formasi dan berbagai jemis endapan di
Sangiran mampu bercerita tentang proses evolusi kehidupan dan peradaban.
Kehadiran Homo Erectus di Jawa diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan evolusi. Dua yang
paling tua ditemukan di situs Sangiran, yaitu Homo Erectus Arkaik dan Tipik, dan satu lagi
Homo Erectus Progresif ditemukan di Ngandong, Sambung Macan, dan Ngawi. Berdasarkan
masanya, kehiduan manusia purba bertahan di Sangiran sangat panjang.
Homo Erectus merupakan manusia purba yang cerdas. Terbukti mampu membuat alat batu
yang handal pada zamannya. Jenis alat batu yang dibuat antara lain kapak batu, yang berjenis
kapak perimbas, kapak penetak, dan kapak genggam. Jenis alat batu masif ini dibuat dengan
pemangkasan untuk mendapatkan bagian yang tajam. Alat-alat masif ini diperkiran dipergunakan
dalam pekerjaan berat perburuan, misalnya memecah tulang. Selain itu, juga terdapat alat serpih
yang berukuran jauh lebih kecil. Bentuknya pipih melebar dengan diameter 3-5 cm. Alat ini
dipakai dengan teknik penyerpihan sehingga mendapatkan bagian yang tajam pada semua sisi.
Alat-alat serpih diperkirakan dipakai untuk menguliti dan meyayat binatang buruan. Homo
Erectus juga menggunakan batu berbentuk bola yang diperkirakan sebagai senjata lontar.
Sejak 100.000 tahun yang lalu, Homo Erectus di Indonesia sudah punah termasuk yang
pernah hidup di Sangiran. Sampai sekarang kepunahan mereka tidak diketahui sebab-sebabnya
secara jelas. Meski demikian diduga terdapat beberapa sebab yang menjadi faktor kepunahan
tersebut, antara lain (1) Hujan Meteorit yang pernah terjadi di kawasan Nusantara, Australia
hingga ke Madagaskar pada hingga 300.000 tahun yang lalu. Kenyataan membuktikan, hujan
meteor yang seperti inilah yang telah melenyapkan dinosaurus pada sekitar 60 juta tahun yang
lalu. (2) Aktivitas Vulkanik. Aktivitas vulkanik ini pada 100.000 tahun lalu menyebabkan
kepunahan Homo Erectus. (3) Perubahan lingkungan yang drastis pada sekitar 100.000 tahun
yang lalu, dimana hutan terbuka dengan aliran banyak sungai berubah menjadi sabana dengan
udara yang sangat kering. Homo Erectus tidak mampu menyesuaikan diri, dengan lingkungan
yang berubah secara drastis hingga mereka punah. Dari ketiga faktor alam tersebut, maka
perubahan lingkungan itulah yang diduga sebagai penyebab punahnya Homo Erectus di Jawa
pada 100.000 tahun yang lalu.

Kenapa yang dijelaskan alam terlebih dahulu daripada kebudayaan?


Alam semesta diciptakan terlebih dahulu dari manusia. Sehingga, kejadian-kejadian yang ada di
alam semesta yang bersingungan dengan kehidupan manusia membuat manusia berpikir untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi, kemudian melakukan tindakan agar masalah tersebut
terselesaikan, dan menghasilkan suatu karya yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
yang serupa. Kegiatan berpikir, bertindak, dan berkarya itulah yang saat ini disebut sebagai
kebudayaan. Sehingga, hubungan alam dengan kebudayaan manusia tidak terpisahkan. Alam
dapat mempengaruhi kebudayaan, dan kebudayaan dapat dipengaruhi oleh alam.

Anda mungkin juga menyukai