Anda di halaman 1dari 92

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk belajar dan bertumbuh

menjadi pribadi yang optimal, sehingga melalui pembelajaran di sekolah

siswa tidak hanya belajar secara akademik tetapi juga belajar menjalin

hubungan yang baik dengan teman sebayanya dalam interaksinya di

sekolah. Siswa sekolah menengah pertama merupakan remaja yang sedang

dalam proses berkembang ke arah kematangan dan kemandirian baik

secara pribadi maupun sosial, dalam proses perkembangan tersebut

seorang siswa memerlukan interaksi sosial yang baik dengan lingkungan

yang ada.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis

yang meyangkut hubungan orang perorangan dengan sekelompok

manusia. Terbinanya interaksi sosial yang baik pada diri anak akan

memunculkan penerimaan dari teman sebaya, penerimaan dari guru dan

sukses dalam belajarnya. Dwistia, dkk (2013:2) menyatakan bahwa

lingkungan sosial yang baik, apabila peserta didik melakukan proses

asosiatif, yaitu peserta didik dapat bekerjasama (cooperation), peserta

didik melakukan proses akomodasi (proses saling menyesuaikan diri antar

individu untuk mengatasi ketegangan-ketegangan), peserta didik

melakukan proses asimilasi (usaha mengurangi perbedaan untuk tujuan

dan kepentingan bersama).


2

Mahyuddin (2016:3) Siswa yang memiliki interaksi sosial yang

rendah ditandai dengan tidak mampu bekerjasama, tidak mampu

menyesuaikan diri, tidak mampu berinteraksi dengan baik, tidak dapat

mengontrol emosi diri, tidak mampu berempati, tidak mampu mentaati

aturan serta tidak mampu menghargai orang lain. Aktivitas-aktivitas sosial

tersebut merupakan bentuk umum proses-proses sosial yang terjadi di

lapangan yang merupakan gambaran dari interaksi sosial karena interaksi

sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.

Kehidupan remaja sering di tandai dengan adanya berbagai masalah

dalam pola interaksinya. Penelitian sebelumnya terkait dengan masalah

interaksi sosial yang di lakukan oleh Loban, dkk (2017) bahwa banyak

siswa memiliki hubungan interpersonal yang rendah seperti adanya siswa

yang sulit bekerja sama, rendahnya rasa tanggung jawab atas pemberian

tugas yang diberikan, mudah marah jika ada perselisihan di kelas,

kurangnya kedekatan dan keakraban dengan teman-temannya, permusuhan

di dalam kelas, sulit berinteraksi, sulit untuk menerima adanya perbedaan

pendapat serta belum mampu menyelesaikan konflik atau permasalahan

yang terjadi dengan teman sebaya.

Berdasarkan hasil observasi pada saat pelaksanaan PL-KPS di SMP

N 1 Kota Jambi yang dilakukan selama 3 bulan dari bulan Maret-Mei 2018

bahwa terdapat siswa yang dalam interaksinya dengan teman di sekolah

terutama di dalam kelas ketika belajar sangat rendah yang ditandai dengan

tidak mau memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan tugas yang


3

diberikan guru baik antar individu maupun kelompok, tidak mau

mengajari teman pada saat kesulitan mengerjakan tugas, persaingan yang

terjadi sehingga interaksi sosialnya rusak, melanggar aturan yang berlaku

di kelas seperti mengajak teman keluar masuk kelas jika merasa bosan,

ribut, merasa dirinya yang benar sehingga tidak mau mendengarkan

pendapat atau saran dari teman, mudah marah dan tersinggung sehingga

melontarkan kata-kata kasar kepada teman.

Mencermati permasalahan yang muncul di lapangan bahwa

rendahnya interaksi sosial yang muncul merupakan bagian dari bentuk-

bentuk interaksi sosial meliputi kerjasama (cooperatif), akomodasi

(accomodation), asimilasi (assimilation), persaingan (competition).

Sebagian siswa belum menyadari bahwa pentingnya interaksi sosial, jika

interaksi sosial siswa rendah akan menimbulkan beberapa hambatan dalam

kehidupan sehari-harinya, terutama dilingkungan sekolah yang

menghambat proses pembelajaran.

Menindaklanjuti permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut

dilakukanlah survey awal tentang gambaran interaksi sosial antar teman

sebaya yang dilakukan didua sekolah yaitu SMP N 1 Kota Jambi pada

tanggal 22 Oktober 2018 dan di SMP N 8 pada tanggal 18 Maret 2019

yakni wawancara tertutup dengan guru mata pelajaran di sekolah tersebut,

di dapatkan data bahwa :


4

SMP N 1 Kota SMP N 8 Kota


No Indikator
Jambi Jambi
1. Kerjasama 40 % 30 %
2. Akomodasi 40 % 40 %
3. Asimilasi 50 % 50 %
4. Persaingan 50 % 30 %

Hasil persentasi pada tabel di atas di dapatkan melalui wawancara

tertutup secara langsung dengan guru yang mengajar di kelas VIII di dua

sekolah dengan pertanyaan:

1. Apakah terdapat siswa yang tidak mau melakukan kerjasama dengan

temannya di dalam kelas ketika ibu/bapak memberikan baik itu tugas

kelompok maupun tugas lainnya yang menuntut adanya kerjasama ?

2. Apakah terdapat siswa yang tidak mentaati aturan yang ibu/bapak

berlakukan di kelas ?

3. Apakah terdapat siswa yang di dalam aktivitasnya di dalam kelas tidak

mau menerima pendapat, kritik dan saran dari temannya ?

4. Bagaimana bentuk persaingan yang terjadi antar siswa di dalam kelas?

Guru BK yang berperan sebagai konselor di sekolah memiliki

kewajiban untuk membantu siswa dalam menangani setiap permasalahan

yang di alami oleh siswa, begitu juga dengan permasalahan interaksi

sosial. Oleh karena itu, upaya konselor dalam memberikan bantuan dalam

meningkatkan interaksi sosial siswa dapat dilakukan dengan menggunakan

layanan bimbingan kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno &

Amti (2004:308) bahwa keunggulan yang diberikan oleh layanan


5

bimbingan kelompok ialah menjadi tempat pengembangan keterampilan

berkomunikasi dan berinteraksi sosial bagi peserta layanan.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam layanan

bimbingan kelompok, seperti yang di sebutkan oleh Titiek Romlah (dalam

Irawan, 2013:5) beberapa teknik yang bisa digunakan dalam pelaksanaan

bimbingan kelompok yaitu, pemberian informasi, diskusi kelompok,

pemecahan masalah (problem solving), permainan peranan (role playing),

permainan simulasi (simulation games), karyawisata (field trip),

penciptaan suasana keluarga (home room). Dari beberapa teknik di atas

tidak semuanya akan digunakan dalam layanan bimbingan kelompok

dalam upaya meningkatkan interaksi sosial siswa, oleh sebab itu akan

dipilih salah satu teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat

membantu meningkatkan interaksi sosial siswa yakni teknik permainan

atau terapi bermain (Play Therapy).

Play therapy merupakan salah satu sarana yang diberikan kepada

anak atau remaja dengan pemanfaatan permainan sebagai media yang

efektif untuk mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya dalam

mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Menurut

(Geldard et al, 2016:267) bahwa media yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan berinteraksi sosial bagi remaja awal usia 11-13 tahun yaitu

permainan (game) yang akan digunakan untuk berinteraksi dengan

lingkungan. Karena bermain bukan hanya sesuatu aktifitas yang

menyenangkan, namun terkandung nilai terapeutik.


6

Sehingga dengan pelaksanaan play therapy melalui layanan

bimbingan kelompok siswa akan belajar menyesuaikan diri dengan

tuntutan realitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

(Pitria.A, 2013) yang menyatakan bahwa play therapy dalam konseling

kelompok dapat membantu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi pada

siswa siklus pertama 2 konflik terselesaikan yang berarti 50% dari jumlah

sample dan pada siklus kedua telah mencapai target yang ditetapkan yaitu

100% yaitu berarti seluruh konflik telah terselesaikan. Riset yang

dilakukan oleh Burtch peneliti play therapy dengan judul “The us of play

therapy in the private clinical setting” menyatakan bahwa play therapy

merupakan metode yang paling memungkinkan untuk mengobati dan juga

banyak digunakan serta diterima dalam menangani masalah anak dan

remaja.

Berdasarkan penjelasan di atas dan fenomena yang terjadi di

lapangan, oleh karena itu perlu mengadakan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Play Therapy Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Untuk

Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kota Jambi”.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, agar

pelaksanaan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan dilaksanakan

penelitian, sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang

diperlukan, maka peneliti menetapkan batasan-batasan masalah sebagai

berikut :
7

1. Interaksi sosial yang dimaksud yakni interaksi sosial antar teman

sebaya ditinjau dari bentuk-bentuk interaksi sosial yang meliputi

kerjasama, akomodasi, asimilasi dan persaingan.

2. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Kota

Jambi yang memiliki interaksi sosial yang rendah di dalam kelas.

3. Dalam penelitian ini menggunakan layanan bimbingan kelompok

“Topik Tugas”.

4. Play Therapy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Play Therapy

yang dikembangkan oleh Jungian Play Therapy.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbedaan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1 Kota

Jambi yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi dan persaingan

sebelum diberikan perlakuan (pre-test untuk kelas eksperimen dan

kontrol)?

2. Bagaimana perbedaan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1 Kota

yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi dan persaingan sesudah

diberikan perlakuan (Post-test untuk kelas eksperimen dan kontrol)?

3. Apakah terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment berupa

play therapy melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas VIII

SMP N 1 Kota Jambi ?


8

D. Tujuan Penelitian

Agar penulisan penelitian ini dapat terarah dengan baik, maka

peneliti perlu merumuskan tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk melihat perbedaan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1

Kota Jambi yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

persaingan sebelum diberikan perlakuan (Pre-test untuk kelas

eksperimen dan kontrol).

2. Untuk melihat perbedaan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1

Kota Jambi yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

persaingan sesudah diberikan perlakuan (Post-test untuk kelas

eksperimen dan kontrol).

3. Untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment

berupa play therapy melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas

VIII SMP N 1 Kota Jambi.

E. Manfaat Penelitian

Menurut tujuan penelitian yang akan dicapai, maka penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya

bimbingan dan konseling yakni dalam upaya meningkatkan interaksi


9

sosial siswa menggunakan play therapy melalui layanan bimbingan

kelompok.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil dari penelitian ini dapat membantu melatih siswa dalam

meningkatkan interaksi sosial siswa dengan memanfaatkan play

therapy melalui layanan bimbingan kelompok.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan

dan pengalaman bagi peneliti dalam penelitian ini, serta memenuhi

hasrat keingintahuan peneliti tentang pengaruh play therapy melalui

layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan interaksi sosial

siswa.

c. Bagi Guru Pembimbing

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi guru pembimbing di sekolah dalam mengembangkan

atau meningkatkan program layanan bimbingan kelompok.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Temuan ini dapat ditindaklanjuti atau direplikasikan oleh para

peneliti pada waktu dan tempat yang berbeda.

F. Anggapan Dasar/ Asumsi

Adapun anggapan dasar yang dipakai penulis sebagai titik tolak

landasan berfikir dalam penelitian ini yaitu:


10

1. Interaksi sosial adalah kebutuhan penting dalam kehidupan manusia.

2. Play therapy berfungsi untuk menyeimbangkan fungsi id, ego dan

super ego yang akan digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan anggapan dasar di atas, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah “ Terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment berupa

play therapy melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas VIII SMP

N 1 Kota Jambi”.

H. Defenisi Operasional

1. Interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama individu maupun

kelompok yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi

untuk mencapai kepentingan dan tuntutan kehidupan. Interaksi sosial

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah interaksi sosial antar teman

sebaya ditinjau dari bentuk-bentuk interaksi sosial yang meliputi

kerjasama, akomodasi, asimilasi, persaingan.

2. Play therapy adalah terapi yang diberikan kepada anak dengan

pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif untuk membantu

klien mengekspresikan dan mengekplorasi dirinya dalam mencapai

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, yang akan digunakan

dalam interaksinya dengan lingkungan, teknik play therapy

dilaksanakan dalam layanan bimbingan kelompok dengan

menggunakan topik tugas.


11

I. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual digambarkan dalam bentuk bagan atau chart,

agar terlihat permasalahan penelitian dalam kerangka yang utuh. Maka,

kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Input/ Masukan Treatment Output/ Keluaran

Terdapat siswa Play Therapy melalui Setelah diberikan


yang rendah Layanan Bimbingan treatment Interaksi
interaksi sosial di Kelompok “ Topik
dalam kelas
sosial siswa
Tugas ” mengalami
ditandai dengan:
1. Tidak dapat peningkatan :
bekerjasama 1. Siswa dapat
2. Tidak mampu melakukan
menyesuaikan Play Therapy yang digunakan
dikembangkan oleh Jungian kerjasama dengan
diri dengan
aturan yang Play Therapy (O’Connor et al, baik
2016:80), adapun tahapannya : 2. Siswa dapat
berlaku di menjalin hubungan
dalam kelas sosial yang baik di
3. Tidak bisa 1. Fase Awal, pengenalan dan
orientasi terapi dengan dalam kelas
menerima 3. Siswa dapat
pendapat, asupan dan pengaturan
tujuan terapi. menerima dengan
kritik dan ikhlas pendapat,
saran dari 2. Fase Kerja, kekacauan,
perjuangan, reparasi, dan kritik dan saran
teman dari teman
4. Persaingan resolusi adalah pikiran-
pikiran negatif, perasaan, dan 4. Persaingan secara
yang sehat tanpa
menimbulkan perjuangan negatif yang
sering dialami sebagai menimbulkan
permusuhan konflik
proyeksi terhadap terapis,
dan pada saat ini play
therapy dapat digunakan.
3. Fase Akhir, penghentian
therapy
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial yang senantiasa

hidup dalam lingkup masyarakat, baik itu lingkungan fisik maupun

lingkungan psikologis yang di dalamnya saling mengadakan hubungan

timbal balik antara individu satu dengan individu lainnya . Salah satu ciri

bahwa kehidupan itu ada dengan adanya interaksi, interaksi sosial menjadi

faktor utama di dalam hubungan antar dua orang atau lebih yang saling

mempengaruhi (Fathar & Anam, 2014).

Menurut Setiadi, dkk (2013:95) “interaksi sosial adalah proses

dimana orang-orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran

dan tindakan”. Menurut Maryati & Suryawati (2003:22) yang menyatakan

bahwa “interaksi sosial adalah hubungan timbal balik atau interstimulasi

dan respon antar individu, antar kelompok atau antar individu dan

kelompok”.

Chaplin (dalam Walgito, 2011:3) mengemukakan bahwa “interaksi

sosial adalah hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, yang

saling memengaruhi satu dengan yang lainnya”. Interaksi sosial

merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan cara

individu bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimanakah


13

pengaruh hubungan itu terhadap dirinya dan lingkungan sekitarnya

(Dwistia, dkk, 2013:3).

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa interaksi sosial

adalah suatu hubungan antar sesama individu maupun kelompok yang

menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi untuk mencapai

kepentingan dan tuntutan kehidupan. Interaksi sosial yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah interaksi sosial antar teman sebaya ditinjau dari

bentuk-bentuk interaksi sosial yang meliputi kerjasama, akomodasi,

asimilasi, persaingan.

2. Pengertian Teman Sebaya

Chaplin (dalam Asrori, 2009:34) mengemukakan bahwa “Teman

sebaya atau peer adalah teman seusia, sesama, baik secara sah. Sedangkan

kelompok teman sebaya atau peer group adalah suatu kelompok dimana

anak mengasosiasikan dirinya”.

Mappriere (dalam Asrori, 2009:34) “kelompok teman sebaya

merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup

bersama dengan orang lain yang bukan keluarganya”. Lingkungan teman

sebaya merupakan suatu kelompok yang baru, dimana punya ciri, norma

dan kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di keluarganya.

Oleh karena itu remaja dituntut untuk dapat memiliki kemampuan untuk

menyesuaikan diri dan dapat dijadikan dasar dalam hubungan sosial yang

luas. Sehingga kelompok teman sebaya dapat dijadikan sebagai tempat


14

para remaja belajar bersosialisasi dengan orang lain dan belajar bertingkah

laku sesuai dengan norma yang ada dalam kelompoknya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teman

sebaya merupan sekelompok anak yang memiliki usia relatif sama, bergaul

dalam kesehariannya sehingga mereka belajar bersosialisasi, bertingkah

laku dan membentuk aturan baru dalam kelompoknya.

3. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berhubungan atau

berinteraksi dengan manusia yang lain, baik secara individu, antarindividu

dengan kelompok. Oleh sebab itu, suatu interaksi sosial tidak akan

mungkin terjadi apabila tidak memenuhi syarat. Menurut Setiadi, dkk

(2013:99) “syarat-syarat terjadinya interaksi sosial adanya kontak sosial

(social contact) dan adanya komunikasi”. Sejalan dengan pendapat

Hadisumarno (2008:4) “syarat terkadi interaksi sosial ada dua yakni

kontak sosial dan komunikasi”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, syarat-

syarat terjadinya interaksi sosial ada dua yakni sebagai berikut :

a. Kontak Sosial

Kontak Sosial adalah suatu hubungan yang melibatkan satu atau

lebih individu maupun kelompok yang didalamnya terjadi kontak sosial

primer dan sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila individu atau

kelompok saling bertatap muka dan menghasilkan suatu hubungan fisik


15

maupun non-fisik, sedangkan kontak sosial sekunder terjadi dengan

bantuan perantara atau teknologi.

Sedangkan menurut Hadisumarno (2008:4) “kontak sosial adalah

hubungan antara satu pihak dengan pihak yang lain yang merupakan

awal terjadinya interaksi sosial, setiap pihak tersebut saling berinteraksi

antara satu dengan yang lain mesti tidak harus bersentuhan secara

fisik”. Bentuk kontak sosial dalam sebuah interaksi sosial dapat berupa

kontak langsung yang terjadi melalui hubungan tatap muka atau alat

bantu seperti telepon, sedangkan kontak tak langsung terjadi melalui

perantara pihak ketiga seperti peran mantan Presiden Finlandia Marti

Ahtisari sebagai pihak penengah dalam penyelesaian konflik GAM dan

pemerintah Indonesia.

a. Komunikasi

Komunikasi adalah aktivitas individu atau kelompok dalam

menyampaikan pesan sehingga pesan diterima oleh komunikan seperti

yang dikehendaki si komunikator. Kemampuan dalam mengirimkan

pesan atau informasi dengan baik, kemampuan menjadi pendengar yang

baik, serta kemampuan atau keterampilan dalam menggunakan media

atau audio visual merupakan bagian yang sangat penting dalam

melaksanakan komunikasi yang efektif. Menurut Hadisumarno (2008:4)

“unsur-unsur komunikasi terbagi atas lima, yaitu komunikator,

komunikan, pesan, media dan efek”.


16

Adapun unsur-unsur komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan; b)

Komunikan merupakan orang yang menerima pesan; c) Pesan yakni

sesuatu yang disampaikan; d) Media merupakan cara pesan

disampaikan dapat berupa ucapan, tulisan atau gambar; e) Efek adalah

perubahan yang terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari

komunikator.

4. Bentuk- Bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang terjadi baik antar individu, individu dengan

kelompok dan kelompok dengan kelompok akan menimbulkan suatu

proses sosial. Gillin, J. L dan Gilin, J. P (dalam Maunah, 2016:137) “ ada

dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi

sosial yakni bentuk interaksi sosial yang asosiatif (kerjasama, akomodasi,

asimilasi) dan bentuk interaksi sosial yang disosiatif (persaingan,

kontraversi, pertentangan)”.

Menurut Setiadi, dkk (2013:101) “bentuk-bentuk interaksi sosial

berdasarkan proses-prosesnya adalah; a) Bentuk interaksi asosiatif

meliputi karjasama (cooperation) dan akomodasi (accommodation); b)

Bentuk interaksi disosiatif meliputi persaingan (competition) dan

pertentangan (conflict)”. Sedangkan menurut Soekanto dalam Fatnur &

Anam (2014:72) “mengemukakan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial

yaitu kerja sama, akomodasi, persaingan dan konflik/pertentangan”.


17

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, bentuk-bentuk

interaksi sosial berdasarkan proses-prosesnya terbagi atas dua, yaitu:

a. Bentuk interaksi sosial yang asosiatif

Bentuk interaksi sosial asosiatif merupakan proses interaksi yang

cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas setiap

anggota kelompok, yang meliputi :

1). Kerjasama adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara

bersama-sama antar individu dan kelompok dalam mengerjakan

suatu aktivitas yang menyangkut pembelajaran di dalam kelas yang

di tugaskan oleh guru atau kesadaran dari diri siswa untuk

mengerjakan aktivitas tersebut. Menurut Hadisumarno (2008:2)

“kerjasama yaitu interaksi antara dua kelompok yang saling

membantu untuk mencapai tujuan bersama seperti belajar bersama

saat hendak ujian, menyanyi bersama dalam suatu pesta, dan

bergotong royong dalam membuat jalan desa”.

2). Akomodasi adalah aturan yang berlaku pada saat proses

pembelajaran berlangsung yang meliputi norma dan nilai sosial

yang berlaku serta usaha untuk mengontrol emosi di dalam kelas.

Akomodasi memiliki bentuk-bentuk yakni: a) Corection

merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena

adanya paksaan; b) Compromise yaitu bentuk akomodasi dimana

pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar

tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihanyang ada; c)


18

Arbitration adalah suatu jalan atau cara untuk mencapai kompromi

apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya

sendiri; d) conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi

tercapainya suatu persetujuan bersama; e) Toleration merupakan

bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya; f)

Stalemate merupakan suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang

bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti

pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangan nya; g)

Adjudication merupakan penyelesaian perkara atas sengketa

dipengadilan (Maunah, 2016:140).

3). Asimilasi adalah perilaku yang ditunjukkan oleh siswa untuk

mengurangi perbedaan-perbedaan pendapat, kebiasaan, yang terjadi

antar individu atau kelompok untuk mempertinggi kesatuan tindak

dan sikap dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama

di dalam kelas. Asimilasi dapat timbul apabila ada kelompok

manusia yang berbeda kebudayaannya, orang-perorangan sebagai

kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu

yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-

kelompok tersebut masing-masing berubah dan saling

menyesuaikan diri (Maunah, 2016:141).


19

b. Bentuk interaksi sosial yang disosiatif

Bentuk interaksi sosial disosiatif dapat diartikan sebagai cara

berjuang individu untuk melawan individu lain atau sekelompok

manusia untuk mencapai tujuan tertentu, proses ini dibedakan dalam

tiga bentuk yaitu :

1). Persaingan adalah usaha yang dilakukan individu untuk

mendapatkan nilai atau prestasi di dalam kelas. Interaksi antara dua

kelompok yang bersifat persaingan seperti lomba pidato, lomba

mengarang, dan pertandingan sepak bola (Hadisumarno, 2008:2).

2). Kontravensi adalah proses sosial yang ditandai dengan adanya

ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka

terhadap seseorang yang disembunyikan dan kebencian terhadap

kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai

menimbulkan pertikaian atau pertentangan. Bentuk kontravensi

terbagi lima, yaitu: a) Kontravensi umum meliputi perbuatan

seperti mengacaukan, protes, demo, perbuatan menghalang-halangi

serta gangguan-gangguan; b) Kontravensi sederhana seperti tidak

setuju adanya pendapat, menyangkal pernyataan orang lain,

memaki, memfitnah; c) Kontravensi intensif seperti penghasut,

menyebarkan berita yang tidak benar yang mengecewakan pihak

lain; d) Kontravensi bersifat rahasia berupa mengumumkan rahasia

orang, berkhianat; e) Kontravensi taktis berupa mengejutkan lawan,

mengganggu, membingungkan pihak lain (Maunah, 2016:145).


20

3). Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok

sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan

menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Interaksi

antara dua kelompok yang bersifat pertentangan seperti

pertentangan dua kelompok preman untuk memperebutkan lahan

parkir (Hadisumarno, 2008:2).

5. Jenis - Jenis Interaksi Sosial

Dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial

tentunya terjadi hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antara

individu dan kelompok sosial. Hubungan timbal balik antara individu dan

kelompok sosial tersebut merupakan salah satu jenis interaksi sosial.

Menurut Hadisumarno (2008:2) “menjelaskan bahwa jenis-jenis

interaksi sosial yakni interaksi antara individu dengan individu, individu

dengan kelompok dan interaksi kelompok dengan kelompok”. Sejalan

dengan pendapat Setiadi, dkk (2013:96) “jenis-jenis interaksi sosial yakni

secara individu, individu dengan kelompok dan antar kelompok”.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis

interaksi sosial terbagi atas tiga: a) Interaksi antara individu dengan

individu dimana individu saling mempengaruhi individu lainnya sehingga

muncul reaksi, tanggapan atau respons, seperti seorang anak dengan

seorang teman sekolahnya atau guru dengan siswanya; b) Interaksi antara

individu dengan kelompok dimana seorang individu berinteraksi sosial

dengan kelompok sehingga saling mempengaruhi, seperti seorang guru


21

dengan siswa-siswanya di dalam kelas atau seorang ketua kelas dengan

teman-temannya dalam satu kelas; c) Interaksi antara kelompok dengan

kelompok dimana individu-individu dalam kelompok merupakan satu

kesatuan yang berhubungan dengan individu-individu dalam kelompok

lainnya, seperti pertukaran pelajar antar sekolah.

6. Faktor-Faktor Pendorong Interaksi Sosial

Berlangsungnya proses interaksi sosial dapat terjadi dari beberapa

faktor yang mempengaruhi. Soekanto (2010:69) “adapun faktor-faktor

yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu: a) Faktor imitasi; b)

Faktor sugesti; c) Faktor identifikasi; d) Faktor simpati”. Sejalan dengan

pendapat Hadisumarno (2008:7) menjelaskan bahwa “faktor-faktor

pendorong interaksi sosial terbagi atas empat, yaitu imitasi, sugesti,

identifikasi dan simpati”.

Dari pendapat ahli di atas dapat dijabarkan bahwa faktor-faktor

pendorong interaksi sosial terbagi atas empat, yaitu: a) Imitasi atau

peniruan merupakan suatu interaksi sosial yang terjadi karena seseorang

melakukan peniruan tentang perilaku orang lain, seperti meniru perilaku

ibu, ayah, kakak dan temannya; b) Sugesti atau anjuran berarti pengaruh

dari seseorang yang dapat diterima orang lain, pada umumnya sugesti itu

diterima oleh seseorang tanpa berpikir terlebih dahulu; c) Simpati berarti

rasa senang atau tertarik pada orang lain karena merasakan apa yang

dilakukan, dialami, atau diderita oleh orang lain; d) Identifikasi merupakan


22

kecendrungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menyamakan

dirinya dengan orang.

B. Layanan Bimbingan Kelompok

1. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno & Amti (2004:309) “bimbingan kelompok ialah

layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok”. Menurut

Wibowo (2005:17) “bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan

kelompok di mana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi

dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau

untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan

bersama”.

Bimbingan adalah upaya memfasilitasi individu agar memperoleh

pemahaman tentang penyesuaian dirinya terhadap lingkungan dimana

individu itu tumbuh dan berkembang baik di sekolah, keluarga, maupun

masyarakat yang lebih luas. Sedangkan kelompok merupakan sarana atau

media penghubung bagi individu-individu yang tergabung di dalamnnya,

yang memungkinkan partisipasi aktif bagi para anggota untuk dapat

berbagi pengalaman, pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan,

pencegahan munculnya masalah, atau pengembangan pribadi anggota

(Rasimin & Hamdi, 2018:4). Tohirin (2007:170) “bahwa layanan

bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan atau

bimbingan kepada individu melalui kegiatan”.


23

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

layanan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

sekelompok orang beranggotakan 2-15 orang yang dipimpin oleh

seseorang ahli yang terlatih dibidangnya, agar siswa memperoleh

pemahaman tentang penyesuaian dirinya yang tumbuh dan berkembang

baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang lebih luas melalui

dinamika kelompok yang dibangun.

2. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok dapat memberikan banyak manfaat

dan keunggulan bagi peserta layanan. Prayitno (2004:308) “bahwa

keunggulan yang diberikan oleh layanan bimbingan kelompok ialah

menjadi tempat pengembangan keterampilan berkomunikasi dan

berinteraksi sosial bagi peserta layanan”. Tujuan bimbingan kelompok

secara umum yaitu untuk mengembangankan kemampuan bersosialisasi,

khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara

lebih khusus, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong

perkembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap menunjang

perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan

kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal para siswa

(Tohirin, 2007:172).

Tujuan secara umum dari bimbingan kelompok yaitu; a)

Memberikan informasi mengenai bidang belajar, karier, pribadi dan

bidang sosial pada siswa; b) Memungkinkan siswa untuk mendiskusikan


24

dan terlibat dalam perencanaan karier dan kegiatan pengembangan

pribadi; c) Memberikan siswa kesempatan untuk menyelidiki dan

membahas masalah yang sedang menjadi perhatian, masalah yang sedang

dialami oleh sekolompok siswa, tujuan pembahasan topik tersebut dan

solusinya (Shertzer & Stone dalam Khalimatussa’diyah, 2011:28).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa tujuan bimbingan kelompok ialah :

a. Menjadi suatu wadah bagi siswa untuk menyalurkan dan

mengembangkan kemampuan komunikasi, berinteraksi, sosialisasi dan

sebagai tempat siswa dalam mencurahkan segenap kemampuan yang

berhubungan dengan pola pikir, perasaan, persepsi, wawasan dan sikap

menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif.

b. Memperoleh kemampuan dalam mengatur diri sendiri dan

menselaraskan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Membantu siswa dalam mengatasi masalah ataupun konflik yang terjadi

pada dirinya agar terbentuk KES yang lebih baik dan optimal baik

disekolah, keluarga maupun masyarakat.

3. Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno, dkk (2017:18) “membagi 5 tahapan bimbingan

kelompok secara ringkas, yaitu; a) Tahap pembentukan; b) Tahap

peralihan; c) Tahap kegiatan pokok; d) Tahap penyimpulan hasil kegiatan;

e) Tahap pengakhiran”. Corey (dalam Rasimin & Hamdi, 2018:171)

“tahapan bimbingan kelompok yaitu; a) Tahap pembentukan (the


25

formation stage); b) Tahap orientasi (the orientation phase; c) Tahap

transisi (the transition stage); d) Tahap kerja (the working stage); e)

Tahap konsolidasi (the consolidation stage); f) Evaluasi dan tindak lanjut

(evaluation and follor-up issues)”.

Rasimin & Hamdi (2018:172) “tahapan-tahapan dalam bimbingan

kelompok yakni; a) Tahap pembentukan (the formation stage); b) Tahap

orientasi dan eksplorasi; c) Tahap transisi; d) Tahap kerja (cohesion and

productivity; e) Tahap akhir (consolidation and termination); f) Tahap

evaluasi dan tindak lanjut (evaluation and follow up)”. Dalam penelitian

ini akan merujuk pada tahapan bimbingan kelompok yang di kemukakan

oleh prayitno, dkk.

Adapun tahapan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan

yakni, sebagai berikut ( prayitno, dkk, 2017:94) :

a. Tahap pembentukan

1) Penjelasan tentang pengertian dan tujuan bimbingan kelompok.

2) Penjelasan tentang cara kerja, khususnya yang menyangkut sifat

masalah atau topik pribadi maupun umum.

b. Tahap peralihan

1) Penjelasan asal datangnya masalah atau topik bebas maupun tugas.

2) Ajakan untuk mengemukakan masalah umum secara bebas.

3) Penjelasan tentang masalah atau topik “tugas”.

4) Ajakan untuk membahas, mendalami dan memecahkan masalah.


26

c. Tahap kegiatan pokok

1) Pokok bahasan; masalah atau topik umum, baik yang bersifat bebas

atau tugas

2) Para peserta melakukan pembahasan tentang topik tugas

d. Tahap penyimpulan hasil kegiatan

1) Anggota kelompok mengisi format BMB3

2) Kelompok membahas isian BMB3

3) Anggota kelompok menyampaikan komitmen tentang pelaksanaan

PERPOSTUR dalam kehidupan nyata.

e. Tahap pengakhiran

1) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera

diakhiri.

2) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-

hasil kegiatan.

3) Membahas kegiatan lanjutan

4) Mengemukakan pesan dan harapan

C. Play Therapy

1. Pengertian Play Therapy

Piaget (dalam Mahon, 2005:2) “play adalah sarana bagi anak untuk

mengasimilasi dunia, memahami pengalaman mereka untuk membuatnya

menjadi bagian dari diri mereka sendiri, proses sebaliknya adalah

akomodasi dimana anak belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan

realitas”. Dilihat dari teori sosial, menurut Vigotsky (dalam Suwarjo &
27

Eliasa, 2011:3) “play merupakan alat untuk sosialisasi, dengan bermain

bersama orang lain, maka akan tumbuh dan berkembang kemampuan

memahami perasaan, ide dan kebutuhan orang lain”.

Play therapy adalah penggunaan sistematis model teoretis untuk

membangun proses interpersonal di mana terapis bermain terlatih

menggunakan kekuatan terapeutik permainan untuk membantu klien

mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial untuk mencapai

pertumbuhan dan perkembangan optimal (Association for Play Therapy

(dalam O’ Connor et al, 2016:7)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa play therapy adalah

sarana yang diberikan kepada anak atau remaja dengan pemanfaatan

permainan sebagai media yang efektif, untuk membantu mengekspresikan

dan mengekplorasi dirinya dalam mencapai pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal. Play therapy adalah bentuk konseling atau

psikoterapi yang menggunakan bermain untuk berkomunikasi dan

membantu orang, terutama anak-anak ataupun remaja untuk mencegah

atau mengatasi tantangan psikososial.

Terapis bermain adalah kelompok multidisiplin yang terdiri dari

psikolog, konselor, terapis keluarga, pekerja sosial, praktisi perawat klinis

dan lainnya serta bisa dimainkan oleh klien dari segala rentang usia baik

anak-anak, para remaja, orang dewasa dan dewasa senior. Alternatif

pemilihan permainan yang didasari atas pendapat O’Connor et al

(2016:78) bahwa permainan yang dimainkan dalam play therapy tidak


28

perlu harus dimainkan oleh aturan, atau aturan dapat diubah sesuai

kebutuhan. Frekuensi permainan ini dapat dilakukan 2- 3 kali dalam satu

minggu bisa dilakukan baik dilapangan sekolah maupun didalam ruang.

2. Fungsi Play Therapy

Play Therapy dilakukan dalam keadaan sadar, sehingga Jungian

(dalam O’Connor et al, 2016:71) mengemukakan “fungsi play therapy,

yaitu aktivitas mempertahankan hubungan isi psikis dengan ego. Ego

adalah kompleks representasi di pusat bidang kesadaran individu yang

memberikan identitas dan kontinuitas”. Fungsi utama dari kesadaran

adalah sensasi, perasaan, pemikiran, dan intuisi. Seseorang akan

menggunakan fungsi-fungsi ini untuk melihat dan berinteraksi dengan

lingkungan.

Menurut Suwarjo & Eliasa (2011:8) “fungsi play therapy yakni

sebagai berikut; a) Merangsang perkembangan kognitif; b) Meningkatkan

sikap sosial; c) Menetralisir emosi negatif; d) Mengatasi konflik”.

Sedangkan menurut Vygotsky (dalam Suwarjo & Eliasa, 2011:8)

menyebutkan bahwa “fungsi play therapy yaitu; a) Menciptakan zone of

proximal development (ZPD) anak yakni wilayah yang menghubungkan

antara kemampuan aktual dengan kemampuan potensi anak; b) Bermain

memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi; c)

Bermain mengembangkan penguasaan diri”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi play

therapy adalah :
29

a. Untuk menyeimbangkan fungsi id, ego dan super ego agar individu

dapat berinteraksi dan membangun hubungan yang baik dengan

lingkungan, sehingga seseorang akan menggunakan fungsi-fungsi ini

untuk melihat dan berinteraksi dengan lingkungan. Id merupakan

sumber kekuatan mendasar dari sistem kepribadian manusia yang

bersifat biologis, yang melahirkan dorongan subyektifitas yang

berfungsi menjaga keseimbangan diri manusia seperti makan, minum,

istirahat, seks dimana id bersifat tidak sabar terhadap ketegangan. Ego

merupakan aspek psikologis yang berfungsi sebagai pelaksana,

pengendali dan pengatur bagaimana memuaskan id. Sedangkan super

ego merupakan aspek sosiologis atau moral dari kepribadian yang

berfungsi untuk memutuskan baik atau benar alternatif yang

ditawarkan ego (Sutja, 2016:9)

b. Melalui permainan individu dapat menghargai aturan-aturan yang ada

di lingkungannya.

c. Meningkatkan sikap sosial, ketika bermain anak akan memperhatikan

cara pandang lawan bermainnya, dengan demikian akan mengurangi

egosentrisnya sehingga anak dapat mengetahui bagaimana bersaing

dengan jujur, sportif, tahu akan hak dan peduli akan hak orang lain.

d. Menetralisir emosi negatif, bermain menjadi katup pelepasan emosi

negatif, misalnya rasa takut, marah, cemas dan memberi kesempatan

untuk menguasai pengalaman traumatik. Mengatasi konflik, dalam

bermain sangat mungkin akan timbul konflik antar anak dengan


30

lainnya, karena itu anak bisa belajar alternatif untuk menyikapi atau

menangani konflik.

3. Tahapan dalam Play Therapy

Adapun tahapan play therapy yakni meliputi 3 fase, yaitu sebagai

berikut; a) Fase awal adalah pengenalan dan orientasi terapi dengan

asupan dan pengaturan tujuan terapi dengan orang tua dan anak; b) Fase

kerja merupakan fase kekacauan, perjuangan, reparasi, dan resolusi adalah

pikiran-pikiran negatif, perasaan, dan perjuangan negatif yang sering

dialami sebagai proyeksi terhadap terapis, dan pada saat ini terapi bermain

dapat digunakan; c) Fase Akhir adalah penghentian therapy (Jungian

dalam O’Connor et al, 2016:80).

Adapun tahapan play therapy sesuai dengan kode etik PTI, yakni

meliputi; a) Tahap pra interaksi, yakni melakukan kontrak waktu,

mengecek kesiapan anak, menyiapkan alat; b) Tahap Orientasi, yakni

memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama pasien, menjelaskan

tujuan dan prosedur pelaksanaan, menanyakan persetujuan dan kesiapan

klien sebelum kegiatan dilakukan; c) Tahap kerja, yakni memberi

petunjuk pada anak cara bermain, mempersilahkan anak untuk melakukan

permainan sendiri atau dibantu, memotivasi keterlibatan klien,

mengobservasi emosi, hubungan inter-personal, psikomotor anak saat

bermain, meminta anak menceritakan apa yang dilakukan/dibuatnya,

menanyakan perasaan anak setelah bermain , menanyakan perasaan dan

pendapat keluarga tentang permainan; d) Tahap terminasi, melakukan


31

evaluasi sesuai dengan tujuan, berpamitan dengan pasien, kesimpulan

hasil bermain meliputi emosional, hubungan inter-personal, psikomotor

dan anjuran untuk anak dan keluarga.

4. Prosedur Play Therapy

Adapun prosedur dalam pelaksanaan play therapy hendaknya perlu

diperhatikan agar dalam pelaksanaannya tidak lari dari aturan yang telah

ditetapkan. Menurut Bradley dan Gould (dalam Thompson & Henderson,

2007:435) “prosedur play therapy meliputi 3 tahap yaitu : a) Membangun

relasi; b) Menentukan bentuk permainan secara spesifik; c) Konfrontasi

untuk mengatasi masalah”.

Prosedur dalam play therapy yakni meliputi: a) Setidaknya dua

percobaan desain antar kelompok yang baik harus menunjukkan

kemanjuran dalam satu atau lebih seperti keunggulan untuk pil atau

plasebo psikoterapi, atau pengobatan lainnya; b) Kesetaraan dengan

perawatan yang telah ditetapkan dengan ukuran sampel yang memadai; c)

Serangkaian besar percobaan desain satu-kasus harus menunjukkan

keampuhan dengan penggunaan desain eksperimental yang baik,

perbandingan intervensi dengan pengobatan lain, percobaan harus

dilakukan dengan manual pengobatan atau yang setara dengan jelas

deskripsi pengobatan; d) Karakteristik sampel harus ditentukan; e) Efek

harus ditunjukkan oleh setidaknya dua penyelidik atau tim yang berbeda;

f) Dua percobaan harus menunjukkan bahwa perawatan lebih unggul dari


32

pada kelompok kontrol atau satu atau lebih eksperimen harus memenuhi

kriteria yang mapan (Chambless, 2001:685).

Prosedur play therapy dalam penelitian ini berorientasi di sekolah,

namun sifat ruang dan isinya akan bervariasi tergantung pada orientasi

konselor. Dalam penelitian ini, permainan yang dipilih dalam play

therapy yaitu menggunakan permainan yang berbeda, yang di mainkan di

dalam dan di luar ruangan.

D. Play Therapy Melalui Layanan Bimbingan Kelompok untuk

Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa

Play therapy dianggap berpengaruh terhadap peningkatan interaksi

sosial siswa karena individu akan menghayati secara langsung situasi masalah

yang dihadapinya pada saat pelaksanaan play therapy melalui layanan

bimbingan kelompok, dari pementasan tersebut kemudian diadakan diskusi

dengan tujuan untuk mengevaluasi pemecahan masalahnya. Bimbingan

kelompok dipilih karna melihat keunggulan yang diberikan oleh layanan

tersebut. Keunggulan yang diberikan oleh layanan bimbingan kelompok ialah

menjadi tempat pengembangan keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi

sosial bagi peserta layanan. Untuk meningkatkan interaksi sosial siswa, siswa

akan diberikan bermacam-macam jenis permainan yang berkaitan dengan

interaksi sosial yang dilakukan baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan

(Prayitno & Amti, 2004:304).

Meningkatnya interaksi sosial siswa dapat dilihat dari kerjasama yang

dibangun siswa pada saat bermain baik antar individu maupun kelompok
33

team, bagaimana individu dalam kelompok tersebut mematuhi aturan yang

diberlakukan, bagaimana individu dalam menyikapi setiap permasalahan yang

muncul serta bagaimana individu memaknai nilai-nilai sosial yang terkandung

dalam permainan tersebut yang diungkap melalui pengisian instrumen skala

interaksi sosial. Dengan demikian individu bisa merealisasikan pada

kehidupan baik di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat yang

lebih luas (Prayitno & Amti, 2004:304).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Hatiningsih, 2013) play therapy

dapat memfasilitasi perkembangan bagi anak untuk sepenuhnya

mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya (perasaan, fikiran, pengalaman,

dan perilakunya) melalui media bermain. Sehingga interaksi sosialnya

meningkat dan dapat menerapkan kedalam kehidupan baik di lingkungan

sekolah, keluarga dan lingkungan sosial dimasyarakat yang sesungguhnya. hal

ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Pitriya, 2013)

melalui pemberian play therapy di dalam konseling kelompok dapat

membantu menyelesaikan konflik siswa kelas VII MTs YAPI Sipare – Pare

T.A 2012/2013.

E. Penelitian yang relevan

1. Penelitian Pitriya (2013) penggunaan play therapy dalam konseling

kelompok dapat membantu menyelesaikan konflik siswa kelas VII MTs

YAPI Sipare-pare T.A 2012/2013. Menunjukkan bahwa konflik dapat

terselesaikan melalui layanan konseling kelompok dengan play therapy,

pada siklus pertama 2 konflik terselesaikan yang berarti 50 % dari jumlah


34

sample dan pada siklus kedua telah mencapai target yang ditetapkan yaitu

100 % yang berarti 100 % seluruh konflik telah terselesaikan.

2. Penelitian Andriati (2016) Model bimbingan kelompok dengan teknik

bermain peran untuk meningkatkan interaksi sosial siswa. Menunjukkan

bahwa bimbingan kelompok dengan bermain peran secara efektif dapat

meningkatkan interaksi sosial siswa pada semua indikator yang meliputi:

berani di depan kelas, aktif dalam berbicara dan bertanya, bisa berinteraksi

terhadap teman sebaya, bereaksi secara positif, kemampuan bermain

dengan teman sebaya yang dilihat berdasarkan perbedaan perbedaan skor

pada evaluasi awal (Pretest) dan evaluasi akhir (Posttest) dimana interaksi

sosial siswa meningkat.

3. Penelitian Putri (2014) Gestalt Play Therapy untuk menangani masalah

penyesuaian sosial: Studi kasus pada siswa Taman Kanak-Kanak. Hasil

penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan penyesuaian

sosial pada diri anak yang dicermati dari hasil ceklist serta hasil

wawancara dengan orang tua dan guru.

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa play

therapy melalui layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan

interaksi sosial perlu dilaksanakan. Hal tersebut berkaitan dengan asumsi

bahwa melalui play therapy dapat memfasilitasi perkembangan bagi anak

untuk sepenuhnya mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya (perasaan,

fikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. Sehingga

interaksi sosialnya meningkat dan dapat menerapkan kedalam kehidupan


35

baik di lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan sosial dimasyarakat

yang sesungguhnya.
36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian eksperimen dengan bentuk desain Pre-Experimental menggunakan

rancangan Intec-Group Comparison. Menurut Suryabrata (2015:104) dalam

rancangan Intec-Group Comparison ini sekelompok subjek yang diambil dari

populasi tertentu dikelompokkan secara rambang menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen

dikenai variabel perlakuan tertentu sebanyak 4 kali perlakuan, kelompok

kontrol tidak dikenai perlakuan, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran

yang sama. Perbedaan yang timbul dianggap bersumber pada variabel

perlakuan.

B. Prosedur Penelitian

Menurut Suryabrata (105:2015) langkah-langkah dalam penelitian

dengan menggunakan rancangan Intec-Group Comparison adalah sebagai

berikut :

1. Pilih sejumlah subjek dari suatu populasi secara rambang.

2. Kelompokkan subjek tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol secara rambang.

3. Pertahankan agar kondisi-kondisi bagi kedua kelompok itu tetap sama,

kecuali satu hal yaitu kelompok eksperimen dikenai variabel

eksperimental X.
37

4. Kenakan post-test kepada kedua kelompok itu.

5. Hitung mean masing-masing kelompok dan cari perbedaan antara dua

mean itu.

Terapkan test statistik tertentu untuk menguji apakah perbedaan itu

signifikan, yaitu cukup besar untuk menolak hipotesis nol. Secara bagan,

rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelompok
Kontrol
Pengisian Instrumen Pretest
Kelompok
Eksperimen
Play Therapy melalui Perlakuan n
Interaksi Layanan bimbingan kelompok
Kelompok (X) Eksperimen
Sosial (Y)

Pengisian Instrumen Posttest

Kelompok Kelompok
Kontrol Eksperimen

Hipotesis

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Kota

Jambi tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 60 siswa yang terdiri atas 2

kelas yaitu kelas VIII G dan VIII H.


38

2. Sampel

Teknik penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu menetapkan sampel berdasarkan kriteria dan

tujuan tertentu, adapun dengan kriteria sebagai berikut :

a. Siswa yang memiliki interaksi sosial yang rendah ditandai dengan

tidak mampu melakukan kerjasama, akomodasi, asimilasi dan

persaingan yang baik. Didapatkan melalui wawancara dengan 3 guru

mata pelajaran dan 1 guru BK yang mengajar di kelas VIII.

b. Dua kelas yang terpilih berdasarkan hasil wawancara dimana kelas

tersebut mempunyai interaksi sosial yang rendah dibandingkan kelas

lain.

c. Siswa yang memiliki skor terendah dengan kategori rendah dan sangat

rendah yang akan dijadikan sampel penelitian.

d. Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 20 siswa yang diambil

dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang terbagi ke dalam dua

kelompok. 10 siswa untuk kelas eksperimen dan 10 siswa untuk kelas

kontrol.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

Menurut Sutja, dkk (2017:73) “jenis data merupakan gambaran

tentang bentuk data yang akan dihimpun oleh peneliti”. Dalam penelitian
39

ini jenis data yang digunakan adalah data primer yakni data yang diambil

oleh peneliti langsung dari sumbernya atau responden.

2. Sumber Data

Menurut Sutja, dkk (2017:73) “sumber data merupakan objek yang

akan dimintai keterangan atau informasi mengenai hal-hal yang

diperlukan dalam penelitian yang akan dilaksanakan”. Sumber data dalam

penelitian yaitu berjumlah 20 siswa.

E. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Sutja, dkk (2017:73-74) “teknik pengumpulan data lebih mengarah

kepada metode atau cara yang digunakan untuk menghimpun data dari

lapangan, sedangkan alat pengumpul data lebih merujuk kepada instrumen

yang digunakan”. Adapun teknik dan alat pengumpul data dapat dilihat pada

tabel 3.1.

Tabel 3.1 Teknik dan alat pengumpul data

Waktu
No Teknik Alat Sasaran Pelaksana
Pelaksanaan
Dilakukan
Skala
sebelum dan
1. Skala interaksi Siswa Peneliti
sesudah proses
sosial
treatment
Pedoman Sebelum
2. Wawancara Guru BK Peneliti
wawancara treatment
Pedoman
Dilakukan pada
observasi
saat pelaksanaan
pelaksanaan
Guru Bk play therapy
play therapy
3. Observasi Peneliti /konselor melalui layanan
melalui
sekolah) bimbingan
layanan
kelompok/
bimbingan
treatment.
kelompok
40

Tabel 3.2 Pengembangan Kisi – kisi Instrumen Penelitian

Item
Variabel Indikator Deskriptor
Favorable Unfavorable
1. Kerjasama 1. Kerjasama antar individu 1, 4, 8 11, 14
2. Kerjasama kelompok 15 10
1. Norma sosial yang berlaku di dalam
5, 9 12, 16
2. Akomodasi kelas
2. Nilai sosial di dalam kelas 3 6, 13, 17
Interaksi
3. Mengontrol emosi 7, 18, 20 19
Sosial
1. Usaha mengurangi perbedaan
21, 24 2, 28
pendapat
3. Asimilasi
2. Usaha mengurangi perbedaan
22, 25, 29 23
kebiasaan
1. Persaingan sehat antar individu di
27, 30, 32 34
4. Persaingan dalam kelas
2. Persaingan sehat antar kelompok di
31, 33, 35 26, 36
dalam kelas

Dalam mengumpulkan data, peneliti menyebarkan skala melalui

daftar pernyataan. Pengskalaan yang diberikan menggunakan skala likert,

artinya skala yang menggunakan distribusi respon sebagai penentuan nilai

skalanya. Dalam pengskalaan model likert ada lima alternatif jawaban atas

pernyataan yang ada yaitu: selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD),

jarang (JR), tidak pernah (TP).

Tabel 3.3 Skor Skala Interaksi Sosial untuk Pernyataan Item positif

(Sugiyono, 2018:135)

Kriteria Skor
Selalu (SL) 5
Sering (SR) 4
Kadang-kadang (KD) 3
Jarang (JR) 2
Tidak pernah (TP) 1
41

Tabel 3.4 Skor Skala Interaksi Sosial untuk Pernyataan Item Negatif

(Sugiyono, 2018:135)

Kriteria Skor
Selalu (SL) 1
Sering (SR) 2
Kadang-kadang (KD) 3
Jarang (JR) 4
Tidak pernah (TP) 5

1. Pembakuan Instrumen

Validitas dan reliabilitas adalah dua hal mesti dipenuhi setiap

instrumen. Bila Validitas menyangkut ketepatan instrumen, sementara

yang dimaksud dengan reliabel konsistensi hasil hasil pengukuran

instrumen tersebut. Reliabilitas adalah suatu instrumen yang dapat

dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena

instrumen tersebut sudah baik (Sutja, dkk, 2017:88).

a. Mengukur Validitas Instrumen

1). Validitas logis

Validitas logis angket dilakukan melalui pertimbangan

(judgement) di UP-BK Universitas Jambi. Dari 54 item

pernyataan yang di judgement oleh ahli didapatkan hasil

pertimbangan ahli bahwa sebanyak 34 item pernyataan diterima,

17 item pernyataan diterima dengan perbaikan dan 3 item

pernyataan ditolak. Sehingga angket yang dapat dipakai sebanyak


42

51 item pernyataan yang digunakan untuk uji coba validitas

instrumen.

2). Validitas empiris

Validitas empiris yakni kecocokan item dengan kondisi

sumber datanya. Uji coba ini dilakukan secara terpisah dengan

penelitian kemudian dihitung validitasnya dan daya beda (DB)

serta reliabilitasnya, baru diedarkan kepada responden.

Uji validitas instrumen menggunakan Product Moment

dengan bantuan software SPSS versi 25. Menentukan nilai r tabel

pada penelitian ini dilihat pada lampiran buku penulisan skripsi

untuk prodi bimbingan dan konseling oleh Sutja, dkk, 2017.

Jumlah responden uji coba instrumen sebanyak 30 responden

dengan menggunakan df = n = 30. Pada tingkat kemaknaan 5%,

didapatkan angka r tabel = 0,3494. Berdasarkan hasil uji validitas

di dapatkan bahwa nilai r hitung (berkisar 0,513 – 0,886) > r tabel

(0,3494) sehingga, penyataan –pernyataan tentang interaksi sosial

yang valid sebanyak 36 item penyataan.

b. Mengukur Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas intrument yang akan dilakukan yaitu dengan

menggunakan Rumus Alpha Cronbach. Dengan rumus :

Keterangan :
r11= Reliabilitas instrument
43

k = Banyaknya butir soal atau pertanyaan


∑ 6 b²= Jumlah varians butir
6²t = Varians total

Kriteria yang digunakan untuk menentukan reliabel tidaknya

suatu instrumen adalah r > 0,70. Artinya, instrumen dapat dinyatakan

reliabel apabilar hitung Alpa Cronbach sama atau lebih besar dari 0,70

jika kurang dari 0,70 berarti instrumen tidak reliabel. Hasil uji

reliabilitas Alpha Cronbach 0,839 > 0,70 yan berarti instrumen

penelitian reliabel dan dapat digunakan.

F. Teknik Analisa Data

1. Deskripsi Data

Menggunakan rumus persentase dengan formula C untuk skala dan

item berbeda, dengan rumus :

p = ∑ fb x 100%
∑ n (i) (bi)

Keterangan :
p= Persentase yang dihitung
fb= Jumlah bobot dari frekuensi data yang diperoleh
n= banyaknya data/ subjek
i= banyaknya item/ soal
bi= bobot ideal

Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis, teknik analisis

diklasifikasikan dengan kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan

sangat rendah.
44

Tabel 3.5 Rentang Nilai Kriteria Skor Interaksi sosial

Rentang Nilai Kategori


157-169 Sangat Tinggi
144-156 Tinggi
131-143 Sedang
118-130 Rendah
105-117 Sangat Rendah

Untuk melakukan pengujian hipotesis memerlukan uji prasyarat

tertentu yang harus terpenuhi yaitu uji normalitas sampel dan uji

homogenitas :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

didapat berdistribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan rumus Shapiro-Wilk.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat seragam atau

tidaknya variasi sampel yang diambil dari populasi yang sama.

Untuk menghitung homohenitas varians menggunakan rumus

Lavene Statistic.

2. Pengujian Hipotesis

Sutja, dkk (2017:133) “uji T-test dapat digunakan untuk

membandingkan rata-rata dari dua variable independen, dari dua

jumlah sampel berbeda atau dari satu rata-rata populasi.

X1 − X2
𝑡=
Σx²d
√N (N−1)
45

Keterangan:
t : t- hitung yang dicari
X1 : Angka rata-rata dari variabel 1
X2 : Angka rata-rata dari variable 2
Xd : Deviasi masing-masing subyek (d-Md)
N : jumlah subyek

Untuk membuktikan Ha dan Ho akan diterima atau ditolak, maka

hasil penghitungan dibandingkan dengan harga pada tabel T dengan

taraf kesalahan 5% (0,05).

1. Ho diterima jika Thitung < Ttabel maka Ha ditolak.

2. Ho ditolak jika Thitung > Ttabel maka Ha diterima.

3. Jadwal Penelitian

Tabel 3.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian, yakni sebagai berikut:

Minggu
No. Waktu Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7
1. Pre-Test
2. Pemberian Treatmen 1
3. Pemberian Treatmen 2
4. Pemberian Treatmen 3
5. Pemberian Treatmen 4
6. Post-Test
7. Penyusunan laporan

4. Pelaksanaan Treatment

Tabel 3.7 Topik Pelaksanaan Play Therapy Melalui Layanan


Bimbingan Kelompok
Treatment Topik Waktu
Pre-Test 40 menit
Treatment 1 Kerjasama Pengembangan KES dan Penanganan KES-T + 45 Menit
Indahnya mentaati
Treatment 2 Pengembangan KES dan Penanganan KES-T + 45 Menit
aturan
Treatment 3 Saling menghargai Pengembangan KES dan Penanganan KES-T + 45 Menit
Treatment 4 Persaingan yang jujur Pengembangan KES dan Penanganan KES-T + 45 Menit
Post-Test 40 menit
46

Siswa

Pre - Test

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Treatment 1 = Layanan 1
Bkp tema: Pentingnya T
Kerjasama “Memindahkan
botol berisi bola dengan R 2
tali”
E
3
Treatment 2 = Layanan
Bkp tema: Asimilasi A
“Lanjutkan Ceritaku” 4
T
Treatment 3 = Layanan M
Bkp tema: Pentingnya
Akomodasi “Make E
smothing Beautiful”
N
Treatment 4 = Layanan
Bkp tema: Persaingan T
sehat “ see out feed”

Post - Test

Hasil
47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian tentang deskripsi data, analisis data, hasil penelitian

dan diakhiri dengan pembahasan hasil penelitian dengan judul skripsi “pengaruh

play therapy melalui layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan interaksi

sosial siswa di SMPN 1 Kota Jambi pada siswa kelas VIII”.

A. Deskripsi Data

1. Lokasi Penelitian

SMP N 1 Kota Jambi dipimpin oleh bapak Drs. Pirdaus yang berada

di jln. Dr. Cipto Mangunkusumo No.22 Pasar Jambi, Kota Jambi.

Dahulunya sekolah ini merupakan sekolah reguler. Namun pada tahun

2007, sekolah ini resmi menjadi sekolah RSBI yang mempunyai akreditasi

A serta mempunyai status RSBI reguler. SMPN 1 Kota Jambi memiliki

ruangan yang berbasis IT dengan status A, dilengkapi dengan berbagai

fasilitas yang disediakan untuk menunjang berlangsungnya proses

pembelajaran.

2. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah interaksi sosial siswa yang

rendah kelas VIII SMPN 1 Kota Jambi. Anggota populasi adalah siswa

kelas VIII H dan VIII G. Jumlah anggota populasi adalah 60 siswa yang

terdiri dari 38 perempuan dan 22 laki-laki. Pre-test diberikan kepada

seluruh populasi dengan menggunakan angket/skala interaksi sosial.

Kemudian dari hasil analisis pre-test seluruh siswa kelas VIII G dan VIII
48

H diambil sampel pada tiap-tiap kelas sebanyak 10 siswa yang memiliki

interaksi sosial yang rendah sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan

yang diteliti. Sampel penelitian berjumlah 20 siswa yang memiliki skor

terendah terbagi ke dalam dua kelompok, 10 siswa dari kelas VIII G untuk

kelas eksperimen dan 10 siswa dari kelas VIII H untuk kelas kontrol.

Peneliti melaksanakan pre-test pada hari kamis, 15 Agustus 2019.

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kota Jambi

Sebelum Treatment

Hasil angket/skala interaksi sosial siswa kelas VIII G dan VIII H

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1.1 Hasil Skor Pre-Test Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII G
(Kelas Eksperimen) Sebelum Treatment

NO KODE NAMA SKOR KETERANGAN NO KODE NAMA SKOR KETERANGAN


1 NTH 129 RENDAH 16 VSH 152 TINGGI
2 MFR 133 SEDANG 17 MSR 117 SANGAT RENDAH
3 RSD 133 SEDANG 18 HSW 106 SANGAT RENDAH
4 VDY 134 SEDANG 19 MRA 107 SANGAT RENDAH
5 SDR 144 TINGGI 20 RPR 124 RENDAH
6 SVG 136 SEDANG 21 TKJ 132 SEDANG
7 CSR 108 SANGAT RENDAH 22 DHD 135 SEDANG
8 MFA 147 TINGGI 23 AFS 145 TINGGI
9 FCN 152 TINGGI 24 MGR 127 RENDAH
10 AAL 118 RENDAH 25 MFZ 140 SEDANG
11 KSM 135 SEDANG 26 ZAB 136 SEDANG
12 MFH 145 TINGGI 27 IAL 146 TINGGI
13 MNA 110 SANGAT RENDAH 28 ARM 157 SANGAT TINGGI
14 LAP 155 TINGGI 29 SRA 149 TINGGI
15 CAZ 155 TINGGI 30 MRA 121 RENDAH
49

Dari tabel 4.1.1 dapat dilihat hasil pre-test siswa kelas VIII G yang

berjumlah 30 siswa, terdapat 1 siswa yang berada ditingkatan sangat

tinggi, 10 siswa berada ditingkatan tinggi, 9 siswa yang berada ditingkatan

sedang, 5 siswa yang berada ditingkatan rendah dan 5 siswa yang berada

ditingkatan sangat rendah.

Tabel 4.1.2 Hasil Skor Pre-Test Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII
H (Kelas Kontrol) Sebelum Treatment
NO KODE NAMA SKOR KETERANGAN NO KODE NAMA SKOR KETERANGAN
1 IVR 138 SEDANG 16 MFH 137 SEDANG
2 FRP 149 TINGGI 17 LDH 119 RENDAH
3 AHP 132 SEDANG 18 VAR 137 SEDANG
4 IRH 107 SANGAT RENDAH 19 MIN 144 TINGGI
5 NAN 127 RENDAH 20 ROV 124 RENDAH
6 SWK 135 SEDANG 21 ASW 140 SEDANG
7 DHC 125 RENDAH 22 ASN 136 SEDANG
8 NHA 148 TINGGI 23 ZAR 140 SEDANG
9 NOF 115 SANGAT RENDAH 24 MDI 122 RENDAH
10 SPE 131 SEDANG 25 ART 167 SANGAT TINGGI
11 PNG 127 RENDAH 26 SKA 145 TINGGI
12 MFR 164 SANGAT TINGGI 27 AFQ 169 SANGAT TINGGI
13 SPP 168 SANGAT TINGGI 28 HPT 155 TINGGI
14 MRM 162 SANGAT TINGGI 29 DAA 126 RENDAH
15 MRD 127 RENDAH 30 HAC 154 TINGGI

Sedangkan hasil pre-test siswa kelas VIII H dapat dilihat pada tabel

4.1.2 bahwa terdapat 5 siswa yang berada ditingkatan sangat tinggi, 6

siswa berada ditingkatan tinggi, 9 siswa yang berada ditingkatan sedang, 8

siswa yang berada ditingkatan rendah dan 2 siswa yang berada ditingkatan

sangat rendah.

Berdasarkan sebaran data di atas dari 60 responden yang terbagi

dalam dua kelas yakni kelas VIII G dan VIII H diperoleh nilai tertinggi
50

169 dan nilai terendah 105, dan di klasifikasi secara kontinum interval

normatif (KIN) seperti pada tabel 4.1.3.

Tabel 4.1.3 Klasifikasi Tingkatan Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII


G (Kelas Eksperimen) Sebelum Treatment

No Klasifikasi Kelas Interval f %


1 SANGAT TINGGI 157 – 169 1 3,33%
2 TINGGI 144 – 156 10 33,33%
3 SEDANG 131 – 143 9 30%
4 RENDAH 118 – 130 5 16,67%
5 SANGAT RENDAH 105 – 117 5 16,67%

Berdasarkan tabel 4.1.3 dapat disimpulkan bahwa (3,33%) siswa

memiliki interaksi sosial yang sangat tinggi dengan jumlah 1 siswa, siswa

yang berada pada tingkatan tinggi (33,33%) dengan jumlah 10 siswa,

siswa yang berada pada tingkatan sedang (30%) dengan jumlah 9 siswa,

siswa yang berada pada tingkatan rendah (16,67%) dengan jumlah 5

siswa, siswa yang berada pada tingkatan sangat rendah (16,67%) dengan

jumlah 5 siswa. Agar memudahkan memahami, peneliti membuat

diagram hasil persentase tingkat interaksi sosial siswa kelas VIII G

sebagai berikut:

Diagram 4.1.1 Hasil Persentase Tingkat Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII
G (Kelas Eksperimen) Sebelum Treatment

3%
SANGAT TINGGI 157 - 169
17%
33% TINGGI 144 - 156
17%
SEDANG 131 - 143
30% RENDAH 118 - 130
SANGAT RENDAH 105 - 117
51

Tabel 4.1.4 Klasifikasi Tingkatan Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII H


(Kelas Kontrol) Sebelum Treatment

No Tingkatan Kelas Interval f %


1 SANGAT TINGGI 157 – 169 5 16,67%
2 TINGGI 144 – 156 6 20%
3 SEDANG 131 – 143 9 30%
4 RENDAH 118 – 130 8 26,67%
5 SANGAT RENDAH 105 – 117 2 6,67%

Berdasarkan tabel 4.1.4 dapat disimpulkan bahwa (16,67%)

siswa memiliki interaksi sosial yang sangat tinggi dengan jumlah 5

siswa, siswa yang berada pada tingkatan tinggi sebanyak (20%)

dengan jumlah 6 siswa, siswa yang berada pada tingkatan sedang

(30%) dengan jumlah 9 siswa, siswa yang berada pada tingkatan

rendah (26,67%) dengan jumlah 8 siswa, siswa yang berada pada

tingkatan sangat rendah (6,67%) dengan jumlah 2 siswa. Agar

memudahkan memahami, peneliti membuat diagram hasil

persentase tingkat interaksi sosial siswa kelas VIII H sebagai

berikut :

Diagram 4.1.2 Hasil Persentase Tingkat Interaksi Sosial Siswa Kelas


VIII H (Kelas Kontrol) Sebelum Treatment

6%
17% SANGAT TINGGI 157 - 169
27%
20%
TINGGI 144 - 156

30% SEDANG 131 - 143

RENDAH 118 - 130

SANGAT RENDAH 105 - 117


52

Berikut adalah gambaran Interaksi Sosial Siswa yang akan menjadi

sampel Penelitian :

Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu 10 siswa dari kelas VIII

G yang memiliki nilai terendah untuk kelompok eksperimen dan 10

siswa dari kelas VIII H yang memiliki nilai terendah untuk kelompok

kontrol. Hasil pre-test dapat dilihat pada tabel 4.1.5.

Tabel 4.1.5 Hasil Pre-Test Sampel Penelitian Kelas VIII G untuk Kelas
Eksperimen Sebelum Treatment

No Kode Nama P/L Skor Tingkatan


Total
1 NTH P 129 RENDAH
2 CSR P 108 SANGAT RENDAH
3 AAL P 118 RENDAH
4 MNA L 110 SANGAT RENDAH
5 MSR L 117 SANGAT RENDAH
6 HSW P 106 SANGAT RENDAH
7 MRA L 107 SANGAT RENDAH
8 RPR L 124 RENDAH
9 MGR L 127 RENDAH
10 MRA L 121 RENDAH

Dari tabel 4.1.5 dapat dijelaskan bahwa hasil pre-test angket/skala

interaksi sosial dari subyek NTH memperoleh skor total 129 dengan

tingkatan rendah, CSR memperoleh skor total 108 dengan tingkatan

sangat rendah, AAL memperoleh skor total 118 dengan tingkatan rendah,

MNA memperoleh skor total 110 dengan tingkatan sangat rendah, MSR

memperoleh skor total 117 dengan tingkatan sangat rendah, HSW

memperoleh skor total 106 dengan tingkatan sangat rendah, MRA

memperoleh skor total 107 dengan tingkatan sangat rendah, RPR

memperoleh skor total 124 dengan tingkatan rendah, MGR memperoleh


53

skor total 127 dengan tingkatan rendah dan MRA memperoleh skor total

121 dengan tingkatan rendah.

Tabel 4.1.6 Hasil Pre-Test Sampel Penelitian Kelas VIII H untuk Kelas
Kontrol Sebelum Treatment

No Kode Nama P/L Skor Tingkatan


1 IRH L 107 SANGAT RENDAH
2 NAN P 127 RENDAH
3 DCH L 125 RENDAH
4 NOF L 115 SANGAT RENDAH
5 PNG P 127 RENDAH
6 MRD L 127 RENDAH
7 LDH P 119 RENDAH
8 ROV L 124 RENDAH
9 MDI L 122 RENDAH
10 DAA P 126 RENDAH

Dari tabel 4.1.6 dapat dijelaskan bahwa hasil pre-test angket/skala

interaksi sosial dari subyek IRH memperoleh skor total 107 dengan

tingkatan sangat rendah, NAN memperoleh skor total 127 dengan

tingkatan rendah, DCH memperoleh skor total 125 dengan tingkatan

rendah, NOF memperoleh skor total 115 dengan tingkatan sangat rendah,

PNG memperoleh skor total 127 dengan tingkatan rendah, MRD

memperoleh skor total 127 dengan tingkatan rendah, LDH memperoleh

skor total 119 dengan tingkatan rendah, ROV memperoleh skor total 124

dengan tingkatan rendah, MDI memperoleh skor total 122 dengan

tingkatan rendah, DAA memperoleh skor total 126 dengan tingkatan

rendah.
54

a. Adapun Gambaran Hasil Pengumpulan Data Tentang Interaksi

Sosial Siswa Tiap Indikator Pre-Test Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol dapat dilihat dari Tabel Berikut:

Tabel 4.1.7 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum Treatment


(Pre-Test) Indikator Kerjasama Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
1 (+) 2 10 20 4 16 40 4 12 40 0 0 0 0 0 0 10 38 100 POSITIF
4 (+) 3 15 30 6 24 60 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 42 100 POSITIF
8 (+) 3 15 30 1 4 10 2 6 20 1 2 10 3 3 30 10 30 100 POSITIF
10 (-) 5 5 50 2 4 20 2 6 20 1 4 10 0 0 0 10 19 100 NEGATIF
11 (-) 0 0 0 2 4 20 4 12 40 4 16 40 0 0 0 10 32 100 NEGATIF
14 (-) 0 0 0 0 0 0 3 9 30 7 28 70 0 0 0 10 37 100 NEGATIF
15 (+) 1 5 10 5 20 50 3 9 30 1 2 10 0 0 0 10 36 100 POSITIF
JUMLAH 234

Data pada tabel 4.1.7 diolah menggunakan rumus persentase

menggunakan formula C untuk skala atau item berbeda. Di dapatkan

bahwa interaksi sosial siswa pada indikator kerjasama mimiliki

kualitas 13% sebelum diberikan treatment.

Tabel 4.1.8 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Kerjasama Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
1 (+) 1 5 10 4 16 40 5 15 50 0 0 0 0 0 0 10 36 100 POSITIF
4 (+) 4 20 40 1 4 10 3 9 30 1 2 10 1 1 10 10 36 100 POSITIF
8 (+) 0 0 0 1 4 10 6 18 60 2 4 20 1 1 10 10 27 100 POSITIF
10 (-) 3 3 30 1 2 10 2 6 20 1 4 10 3 15 30 10 30 100 NEGATIF
11 (-) 2 2 20 2 6 30 4 12 40 1 4 10 0 0 0 10 24 100 NEGATIF
14 (-) 1 1 10 2 4 20 1 3 10 0 0 0 6 30 60 10 38 100 NEGATIF
15 (+) 2 10 20 4 16 40 0 0 0 1 2 10 3 3 30 10 31 100 POSITIF
JUMLAH 222
55

Berdasarkan data pada tabel 4.1.8 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator kerjasama mimiliki kualitas 12,33%

sebelum diberikan treatment.

Tabel 4.1.9 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Akomodasi Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
3 (+) 0 0 0 1 4 10 8 24 80 0 0 0 1 1 10 10 29 100 POSITIF
5 (+) 0 0 0 7 28 70 0 0 0 2 4 20 1 1 10 10 33 100 POSITIF
6 (-) 2 2 20 0 0 0 4 12 40 3 12 30 1 5 10 10 31 100 NEGATIF
7 (+) 2 10 20 2 8 20 3 9 30 2 4 20 1 1 10 10 32 100 POSITIF
9 (+) 0 0 0 2 8 20 2 6 20 3 6 30 3 3 30 10 23 100 POSITIF
12 (-) 0 0 0 0 0 0 3 9 30 5 20 50 2 10 20 10 39 100 NEGATIF
13 (-) 1 1 10 0 0 0 4 12 40 4 16 40 1 5 10 10 34 100 NEGATIF
16 (-) 0 0 0 1 2 10 4 12 40 4 16 40 1 5 10 10 35 100 NEGATIF
17 (-) 0 0 0 4 8 40 2 6 20 3 12 30 1 5 10 10 31 100 NEGATIF
18 (+) 2 10 20 1 4 10 3 9 30 4 8 40 0 0 0 10 31 100 POSITIF
19 (-) 1 1 10 2 4 20 2 6 20 3 12 30 2 10 20 10 33 100 NEGATIF
20 (+) 1 5 10 2 8 20 4 12 40 2 4 20 1 1 10 10 30 100 POSITIF
JUMLAH 381

Berdasarkan data pada tabel 4.1.9 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator akomodasi mimiliki kualitas 21,16%

sebelum diberikan treatment.

Tabel 4.1.10 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Akomodasi Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
3 (+) 1 5 10 5 20 50 3 9 30 0 0 0 1 1 10 10 35 100 POSITIF
5 (+) 1 5 10 5 20 50 4 12 40 0 0 0 0 0 0 10 37 100 POSITIF
6 (-) 0 0 0 1 2 10 3 9 30 2 8 20 4 20 40 10 39 100 NEGATIF
7 (+) 2 10 20 6 24 60 1 3 10 1 2 10 0 0 0 10 39 100 POSITIF
9 (+) 0 0 0 4 20 40 1 3 10 5 10 50 0 0 0 10 33 100 POSITIF
12 (-) 0 0 0 2 4 20 1 3 10 3 12 30 4 20 40 10 39 100 NEGATIF
13 (-) 3 3 30 2 8 20 2 6 20 2 8 20 1 1 10 10 26 100 NEGATIF
56

16 (-) 0 0 0 2 4 20 1 3 10 6 24 60 1 5 10 10 36 100 NEGATIF


17 (-) 1 1 10 1 2 10 3 9 30 2 8 20 3 15 30 10 35 100 NEGATIF
18 (+) 2 10 20 3 12 30 3 9 30 2 4 20 0 0 0 10 35 100 POSITIF
19 (-) 2 2 20 1 2 10 1 3 10 2 4 20 4 20 40 10 31 100 NEGATIF
20 (+) 3 15 30 5 20 50 1 3 10 0 0 0 1 1 10 10 39 100 POSITIF
JUMLAH 424

Berdasarkan data pada tabel 4.1.10 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator akomodasi mimiliki kualitas 23,55%

sebelum diberikan treatment.

Tabel 4.1.11 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Asimilasi Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
2 (-) 0 0 0 1 2 10 0 0 0 7 28 70 2 10 20 10 40 100 NEGATIF
21 (+) 2 10 20 3 12 30 1 3 10 3 6 30 1 1 10 10 32 100 POSITIF
22 (+) 2 10 20 3 12 30 3 9 30 2 4 20 0 0 0 10 35 100 POSITIF
23 (-) 2 2 20 0 0 0 5 15 50 2 8 20 1 5 10 10 30 100 NEGATIF
24 (+) 4 20 40 4 16 40 2 6 20 0 0 0 0 0 0 10 42 100 POSITIF
25 (+) 2 10 20 1 4 10 3 9 30 3 6 30 1 1 10 10 30 100 POSITIF
28 (-) 0 0 0 0 0 0 1 3 10 6 24 60 3 15 30 10 42 100 NEGATIF
29 (+) 0 0 0 0 0 0 1 3 10 4 8 40 5 5 50 10 16 100 POSITIF
JUMLAH 267

Berdasarkan data pada tabel 4.1.11 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator asimilasi mimiliki kualitas 14,83% sebelum

diberikan treatment.

Tabel 4.1.12 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Asimilasi Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
2 (-) 2 10 20 7 28 70 0 0 0 1 2 10 0 0 0 10 40 100 NEGATIF
21 (+) 1 5 10 6 24 60 3 9 30 0 0 0 0 0 0 10 38 100 POSITIF
22 (+) 5 25 50 2 8 20 3 9 30 0 0 0 0 0 0 10 42 100 POSITIF
57

23 (-) 2 2 20 2 4 20 3 9 30 2 8 20 1 5 10 10 28 100 NEGATIF


24 (+) 6 30 60 2 8 20 1 3 10 1 2 10 0 0 0 10 43 100 POSITIF
25 (+) 3 15 30 4 16 40 1 3 10 1 2 10 1 1 10 10 37 100 POSITIF
28 (-) 1 1 10 1 2 10 2 6 20 0 0 0 6 30 60 10 39 100 NEGATIF
29 (+) 2 10 20 1 4 10 1 3 10 4 8 40 2 2 20 10 27 100 POSITIF
JUMLAH 294

Berdasarkan data pada tabel 4.1.12 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator asimilasi mimiliki kualitas 16,33% sebelum

diberikan treatment.

Tabel 4.1.13 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Persaingan Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
26 (-) 0 0 0 1 2 10 5 15 50 1 4 10 3 15 30 10 36 100 NEGATIF
27 (+) 1 5 10 4 16 40 3 9 30 0 0 0 2 2 20 10 32 100 POSITIF
30 (+) 0 0 0 1 4 10 3 9 30 4 8 40 2 2 20 10 23 100 POSITIF
31 (+) 1 5 10 5 20 50 2 6 20 1 2 20 1 1 10 10 34 110 POSITIF
32 (+) 2 10 20 1 4 10 5 15 50 1 2 10 1 1 10 10 32 100 POSITIF
33 (+) 1 5 10 1 4 10 6 18 60 1 2 10 1 1 10 10 30 100 POSITIF
34 (-) 2 2 20 5 10 50 2 8 20 1 4 10 0 0 0 10 24 100 NEGATIF
35 (+) 3 15 30 5 20 50 0 0 0 2 4 20 0 0 0 10 39 100 POSITIF
36 (-) 1 1 10 0 0 0 2 6 20 5 20 50 2 10 20 10 37 100 NEGATIF
JUMLAH 287

Berdasarkan data pada tabel 4.1.13 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator persaingan mimiliki kualitas 15,94%

sebelum diberikan treatment.

Tabel 4.1.14 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sebelum treatment


(pre-test) Indikator Persaingan Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
26 (-) 3 3 30 0 0 0 3 9 30 2 8 20 2 10 20 10 20 100 NEGATIF
27 (+) 1 5 10 2 8 20 4 13 40 1 2 10 2 2 20 10 30 100 POSITIF
58

30 (+) 1 5 10 3 12 30 1 3 10 1 2 10 4 4 40 10 26 100 POSITIF


31 (+) 2 10 20 1 4 10 3 9 30 3 6 30 1 1 10 10 30 100 POSITIF
32 (+) 5 25 50 4 16 40 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 44 100 POSITIF
33 (+) 5 25 50 3 12 30 0 0 0 2 4 20 0 0 0 10 41 100 POSITIF
34 (-) 5 5 50 3 6 30 2 6 20 0 0 0 0 0 0 10 17 100 NEGATIF
35 (+) 3 15 30 2 8 20 2 6 20 1 2 10 2 2 20 10 33 100 POSITIF
36 (-) 3 3 30 3 6 30 1 3 10 1 4 10 2 10 20 10 26 100 NEGATIF
JUMLAH 267

Berdasarkan data pada tabel 4.1.14 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator persaingan mimiliki kualitas 14,83%

sebelum diberikan treatment.

2. Gambaran Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kota Jambi

Setelah Treatment

Hasil angket/skala interaksi sosial siswa kelas VIII G dan VIII H

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2.1 Hasil Skor Post- Test Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII G
untuk Kelas Eksperimen Sesudah Treatment
Kode SKOR
No P/L KLASIFIKASI
Nama TOTAL
1 NTH P 145 TINGGI
2 CSR P 157 TINGGI
3 AAL P 141 SEDANG
4 MNA L 155 TINGGI
5 MSR L 153 TINGGI
6 HSW P 166 SANGAT TINGGI
7 MRA L 143 SEDANG
8 RPR L 155 TINGGI
9 MGR L 142 SEDANG
10 MRA L 167 SANGAT TINGGI

Dari tabel 4.2.1 dapat dijelaskan bahwa hasil post-test angket/skala

interaksi sosial dari NTH memperoleh skor total 145 dengan tingkatan

tinggi, CSR memperoleh skor total 157 dengan tingkatan tinggi, AAL
59

memperoleh skor total 141 dengan tingkatan sedang, MNA memperoleh

skor total 155 dengan tingkatan tinggi, MSR memperoleh skor total 153

dengan tingkatan tinggi, HSW memperoleh skor total 166 dengan

tingkatan sangat tinggi, MRA memperoleh skor total 143 dengan

tingkatan sedang, RPR memperoleh skor total 155 dengan tingkatan

tinggi, MGR memperoleh skor total 142 dengan tingkatan sedang dan

MRA memperoleh skor total 167 dengan tingkatan tinggi.

Tabel 4.2.2 Hasil post-test Sampel Penelitian Kelas VIII H untuk Kelas
Kontrol Sesudah Treatment
Kode SKOR
No P/L KLASIFIKASI
Nama TOTAL
1 IRH L 120 RENDAH
2 NAN P 131 SEDANG
3 DCH L 117 SANGAT RENDAH
4 NOF L 110 SANGAT RENDAH
5 PNG P 134 SEDANG
6 MRD L 135 SEDANG
7 LDH P 120 RENDAH
8 ROV L 128 RENDAH
9 MDI L 125 RENDAH
10 DAA P 116 RENDAH

Dari tabel 4.2.2 dapat dijelaskan bahwa hasil post-test

angket/skala interaksi sosial dari IRH memperoleh skor total 120 dengan

tingkatan rendah, NAN memperoleh skor total 131 dengan tingkatan

sedang, DCH memperoleh skor total 117 dengan tingkatan sangat rendah,

NOF memperoleh skor total 110 dengan tingkatan sangat rendah, PNG

memperoleh skor total 134 dengan tingkatan sedang, MRD memperoleh

skor total 135 dengan tingkatan sedang, LDH memperoleh skor total 120

dengan tingkatan rendah, ROV memperoleh skor total 128 dengan


60

tingkatan rendah, MDI memperoleh skor total 125 dengan tingkatan

rendah, DAA memperoleh skor total 116 dengan tingkatan rendah.

Berdasarkan hasil sebaran data, dapat di klasifikasi secara kontinum

interval normatif (KIN) seperti tabel di bawah :

Tabel 4.2.3 Klasifikasi Tingkatan Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII


G (Kelas Eksperimen) Setelah Treatment

No Klasifikasi Kelas Interval f %


1 SANGAT TINGGI 157 – 169 2 20%
2 TINGGI 144 – 156 5 50%
3 SEDANG 131 – 143 3 30%
4 RENDAH 118 – 130 0 0%
5 SANGAT RENDAH 105 – 117 0 0%

Berdasarkan tabel 4.2.3 dapat disimpulkan bahwa (20%)

siswa memiliki interaksi sosial yang sangat tinggi dengan jumlah 2

siswa, siswa yang berada pada tingkatan tinggi (50%) dengan

jumlah 5 siswa, siswa yang berada pada tingkatan sedang (30%)

dengan jumlah 3 siswa, siswa yang berada pada tingkatan rendah

(0%) dengan jumlah 0 siswa, siswa yang berada pada tingkatan

sangat rendah (0%) dengan jumlah 0 siswa. Agar memudahkan

memahami, peneliti membuat diagram hasil persentase tingkat

interaksi sosial siswa kelas VIII G, yang dapat di lihat pada

diagram 4.2.1.
61

Diagram 4.2.1 Hasil Persentase Tingkat Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII
G (Kelas Eksperimen) Setelah Treatment

0%
0%
SANGAT TINGGI 157 – 169
30% 20% TINGGI 144 – 156
SEDANG 131 – 143
RENDAH 118 – 130
50%
SANGAT RENDAH 105 – 117

Tabel 4.2.4 Klasifikasi Tingkatan Interaksi Sosial Siswa Kelas VIII


H (Kelas Kontrol) Setelah Treatment

No Tingkatan Kelas Interval f %


1 SANGAT TINGGI 157 – 169 0 0%
2 TINGGI 144 – 156 0 0%
3 SEDANG 131 – 143 3 30%
4 RENDAH 118 – 130 5 50%
5 SANGAT RENDAH 105 – 117 2 20%

Berdasarkan tabel 4.2.4 dapat disimpulkan bahwa (0%) siswa tidak

memiliki interaksi sosial yang sangat tinggi dengan jumlah 0 siswa,

siswa yang berada pada tingkatan tinggi sebanyak (0%) dengan arti

bahwa tidak ada siswa yang berada pada posisi sangat tinggi jumlah 0

siswa, siswa yang berada pada tingkatan sedang (30%) dengan jumlah 3

siswa, siswa yang berada pada tingkatan rendah (50%) dengan jumlah 5

siswa, siswa yang berada pada tingkatan sangat rendah (20%) dengan

jumlah 2 siswa. Agar memudahkan memahami, peneliti membuat


62

diagram hasil persentase tingkat interaksi sosial siswa kelas VIII H yakni

pada diagram 4.2.2 berikut.

Diagram 4.2.2 Hasil Persentase Tingkat Interaksi Sosial Siswa Kelas


VIII H (Kelas Kontrol) Setelah Treatment

0% 0%

20% 30% SANGAT TINGGI 157 – 169


TINGGI 144 – 156
SEDANG 131 – 143
50%
RENDAH 118 – 130
SANGAT RENDAH 105 – 117

a. Adapun Gambaran Hasil Pengumpulan Data Tentang Interaksi

Sosial Siswa Tiap Indikator Post-Test Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol dapat dilihat dari Tabel Berikut:

Tabel 4.2.5 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Kerjasama Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
1 (+) 7 35 70 0 0 0 3 9 30 0 0 0 0 0 0 10 44 100 POSITIF
4 (+) 7 35 70 2 8 20 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 46 100 POSITIF
8 (+) 3 15 30 3 12 30 3 9 30 0 0 0 1 1 10 10 37 100 POSITIF
10 (-) 2 2 20 0 0 0 4 12 40 1 4 10 3 15 30 10 33 100 NEGATIF
11 (-) 0 0 0 0 0 0 3 9 30 4 16 40 3 15 30 10 40 100 NEGATIF
14 (-) 0 0 0 0 0 0 2 6 20 4 16 40 4 20 40 10 42 100 NEGATIF
15 (+) 7 35 70 2 8 20 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 46 100 POSITIF
JUMLAH 288

Data pada tabel 4.2.5 diolah menggunakan rumus persentase

menggunakan formula C untuk skala atau item berbeda. Di dapatkan


63

bahwa interaksi sosial siswa pada indikator kerjasama mimiliki

kualitas 16% sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.6 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Kerjasama Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
1 (+) 0 0 0 6 24 60 4 12 40 0 0 0 0 0 0 10 36 100 POSITIF
4 (+) 3 15 30 2 8 20 3 9 30 2 4 20 0 0 0 10 36 100 POSITIF
8 (+) 0 0 0 4 16 40 3 9 30 2 4 20 1 1 10 10 30 100 POSITIF
10 (-) 2 2 20 1 2 10 0 0 0 4 16 40 3 15 30 10 35 100 NEGATIF
11 (-) 1 1 10 4 8 40 3 12 30 2 8 20 0 0 0 10 29 100 NEGATIF
14 (-) 1 1 10 1 2 10 3 9 30 4 16 40 1 5 10 10 33 100 NEGATIF
15 (+) 4 20 40 1 4 10 2 6 20 1 2 10 2 2 20 10 34 100 POSITIF
JUMLAH 233

Berdasarkan data pada tabel 4.2.6 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator kerjasama mimiliki kualitas 12,94%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.7 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Akomodasi Kelas Eksperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
3 (+) 0 0 0 1 4 10 8 24 80 0 0 0 1 1 10 10 29 100 POSITIF
5 (+) 0 0 0 7 28 70 0 0 0 2 4 20 1 1 10 10 33 100 POSITIF
6 (-) 2 2 20 0 0 0 4 12 40 3 12 30 1 5 10 10 31 100 NEGATIF
7 (+) 2 10 20 2 8 20 3 9 30 2 4 20 1 1 10 10 32 100 POSITIF
9 (+) 0 0 0 2 8 20 2 6 20 3 6 30 3 3 30 10 23 100 POSITIF
12 (-) 0 0 0 0 0 0 3 9 30 5 20 50 2 10 20 10 39 100 NEGATIF
13 (-) 0 0 0 1 2 10 3 9 30 5 20 50 1 5 10 10 36 100 NEGATIF
16 (-) 0 0 0 1 2 10 4 12 40 4 16 40 1 5 10 10 35 100 NEGATIF
17 (-) 0 0 0 4 8 40 2 6 20 3 12 30 1 5 10 10 31 100 NEGATIF
18 (+) 2 10 20 1 4 10 3 9 30 4 8 40 0 0 0 10 31 100 POSITIF
19 (-) 1 1 10 2 4 20 2 6 20 3 12 30 2 10 20 10 33 100 NEGATIF
64

20 (+) 1 5 10 2 8 20 4 12 40 2 4 20 1 1 10 10 30 100 POSITIF


JUMLAH 383

Berdasarkan data pada tabel 4.2.7 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator akomodasi mimiliki kualitas 21,27%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.8 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Akomodasi Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
3 (+) 2 10 20 3 12 30 3 9 30 2 4 20 0 0 0 10 35 100 POSITIF
5 (+) 0 0 0 3 12 30 3 9 30 3 6 30 1 1 10 10 28 100 POSITIF
6 (-) 2 2 20 0 0 0 3 9 30 3 12 30 2 10 20 10 33 100 NEGATIF
7 (+) 0 0 0 0 0 0 4 12 40 3 12 30 3 15 30 10 39 100 POSITIF
9 (+) 1 5 10 3 12 30 2 6 20 2 4 20 2 2 20 10 29 100 POSITIF
12 (-) 1 1 10 2 4 20 3 9 30 5 20 50 0 0 0 10 34 110 NEGATIF
13 (-) 1 5 10 5 20 50 3 9 30 1 2 10 0 0 0 10 36 100 NEGATIF
16 (-) 0 0 0 2 4 20 1 3 10 4 16 40 3 15 30 10 38 100 NEGATIF
17 (-) 0 0 0 4 16 40 2 6 20 2 4 20 2 10 20 10 36 100 NEGATIF
18 (+) 0 0 0 5 20 50 2 6 20 2 4 20 1 1 10 10 31 100 POSITIF
19 (-) 0 0 0 1 2 10 0 0 0 4 16 40 5 25 50 10 43 100 NEGATIF
20 (+) 2 10 20 5 20 50 3 9 30 0 0 0 0 0 0 10 39 100 POSITIF
JUMLAH 421

Berdasarkan data pada tabel 4.2.8 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator akomodasi mimiliki kualitas 23,38%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.9 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Asimilasi Kelas Ekperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
2 (-) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 50 5 25 50 10 45 100 NEGATIF
21 (+) 5 25 50 4 16 40 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 44 100 POSITIF
22 (+) 8 40 80 1 4 10 0 0 0 0 0 0 1 1 10 10 45 100 POSITIF
65

23 (-) 0 0 0 0 0 0 1 3 10 4 16 40 5 25 50 10 44 100 NEGATIF


24 (+) 8 40 80 2 8 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 48 100 POSITIF
25 (+) 5 25 50 4 16 40 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 44 100 POSITIF
28 (-) 0 0 0 1 2 10 1 3 10 3 12 30 5 25 50 10 42 100 NEGATIF
29 (+) 4 20 40 4 16 40 1 3 10 1 2 10 0 0 0 10 41 100 POSITIF
JUMLAH 353

Berdasarkan data pada tabel 4.2.9 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator asimilasi mimiliki kualitas 19,61%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.10 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Asimilasi Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
2 (-) 0 0 0 1 2 10 1 3 10 3 12 30 5 25 50 10 42 100 NEGATIF
21 (+) 3 15 30 3 12 30 2 6 20 2 4 20 0 0 0 10 37 100 POSITIF
22 (+) 6 30 60 3 12 30 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 45 100 POSITIF
23 (-) 1 1 10 3 6 30 5 15 50 0 0 0 1 5 10 10 27 100 NEGATIF
24 (+) 3 15 30 4 16 40 3 9 30 0 0 0 0 0 0 10 40 100 POSITIF
25 (+) 3 15 30 2 8 20 2 6 20 2 4 20 1 1 10 10 34 100 POSITIF
28 (-) 1 1 10 0 0 0 4 12 40 4 16 40 1 5 10 10 34 100 NEGATIF
29 (+) 2 10 20 5 20 50 0 0 0 1 2 10 2 2 20 10 34 100 POSITIF
JUMLAH 293

Berdasarkan data pada tabel 4.2.10 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator asimilasi mimiliki kualitas 16,27%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.11 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Persaingan Kelas Ekperimen (Kelas VIII G)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
26 (-) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 50 5 25 50 10 45 100 NEGATIF
27 (+) 5 25 50 3 12 30 1 3 10 1 2 10 0 0 0 10 48 100 POSITIF
30 (+) 2 10 20 3 12 30 5 15 50 0 0 0 0 0 0 10 43 100 POSITIF
66

31 (+) 8 40 80 1 4 10 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 49 100 POSITIF


32 (+) 7 35 70 1 4 10 2 6 20 0 0 0 0 0 0 10 47 100 POSITIF
33 (+) 7 35 70 3 12 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 53 100 POSITIF
34 (-) 1 1 10 1 2 10 0 0 0 4 16 40 4 20 40 10 41 100 NEGATIF
35 (+) 7 35 70 2 8 20 1 3 10 0 0 0 0 0 0 10 50 100 POSITIF
36 (-) 0 0 0 0 0 0 1 3 10 1 4 10 8 40 80 10 47 100 NEGATIF
JUMLAH 423

Berdasarkan data pada tabel 4.2.11 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator persaingan mimiliki kualitas 23,5%

sesudah diberikan treatment.

Tabel 4.2.12 Distribusi Hasil Pengumpulan Data Sesudah Treatment


(Post-test) Indikator Persaingan Kelas Kontrol (Kelas VIII H)

NO SL SR KK JR TP JUMLAH
KET
ITEM F B % F B % F B % F B % F B % F B %
26 (-) 3 3 30 0 0 0 1 3 10 2 8 20 4 20 40 10 14 100 NEGATIF
27 (+) 4 20 40 3 12 30 2 6 20 1 2 10 0 0 0 10 40 100 POSITIF
30 (+) 1 5 10 1 4 10 4 12 40 2 4 20 2 2 20 10 27 100 POSITIF
31 (+) 2 10 20 5 20 50 1 3 10 1 2 10 1 1 10 10 36 100 POSITIF
32 (+) 2 10 20 3 12 30 1 3 10 2 4 20 2 2 20 10 31 100 POSITIF
33 (+) 3 15 30 3 12 30 2 6 20 1 2 10 1 1 10 10 36 100 POSITIF
34 (-) 0 0 0 3 6 30 3 9 30 3 12 30 1 1 10 10 28 100 NEGATIF
35 (+) 0 0 0 1 4 10 5 15 50 1 2 10 3 3 30 10 24 100 POSITIF
36 (-) 1 1 10 3 6 30 0 0 0 2 8 20 4 20 40 20 35 100 NEGATIF
JUMLAH 271

Berdasarkan data pada tabel 4.2.12 di dapatkan bahwa interaksi

sosial siswa pada indikator persaingan mimiliki kualitas 15,05%

sesudah diberikan treatment.


67

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah “Terdapat

perbedaan antara interaksi sosial siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol setelah dilaksanakan treatment berupa play therapy melalui

layanan bimbingan kelompok siswa kelas VIII SMP N 1 Kota Jambi ”.

a. Pengujian Persyaratan Analisis

Uji persyaratan analisis dilakukan terhadap data penelitian

sebagai dasar pertimbangan untuk memilih dan menetapkan jenis

teknik analisa data yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis

penelitian. Oleh karena itu, uji persyaratan analisis yang dilakukan

pada data penelitian ini adalah uji normalitas dan homogenitas

varians. Sutja, dkk (2017:203) penelitian komperatif yang menguji

perbedaan atau kesamaan sekurang-kurangnya harus memenuhi uji

normalitas dan homogenitas varians.

1) Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan bantuan program komputer SPSS dengan rumus

Shapiro-Wilk. Apabila signifikansi lebih besar dari 0,05, maka

data berdistribusi normal dan apabila signifikansi kurang dari

0,05, maka data tidak berdistribusi normal.

Berikut adalah hasil pengujian normalitas data dengan

menggunakan rumus uji Kolmogorov-Smirnov, yakni sebagai

berikut :
68

Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelas
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Hasil Pre-Test Eksperimen .183 10 .200* .916 10 .328


Interaksi
Sosial Siswa Post-Test
.182 10 .200* .903 10 .237
Eksperimen

Pre-Test Kontrol .226 10 .161 .807 10 .018

Post-Test Kontrol .167 10 .200* .954 10 .718

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true


significance.

Interpretasi uji normalitas, yakni sebagai berikut :

a) Berdasarkan output di atas diketahui signifikansi (Sig.) untuk

data baik pada uji Kolmogorov-Smirnov maupun uji Shapiro-

Wilk > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian

berdistribusi normal.

b) Karena data penelitian berdistribusi normal, maka dapat

menggunakan statistik parametrik (uji paired sample t test dan

uji independent sample t test) untuk melakukan analisis data

penelitian.
69

2) Uji Homogenitas

Untuk menguji homogenitas dalam penelitian ini

menggunakan bantuan program komputer SPSS dengan rumus

Lavene Statistic.

Berikut adalah hasil pengujian homogenitas data dengan

menggunakan rumus uji Lavene Statistic, yakni sebagai berikut :

Hasil Uji Homogenitas

Levene
Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean .131 1 18 .721

Based on Median .079 1 18 .782


Hasil Interaksi
Sosial SIswa Based on Median and with
.079 1 16.716 .782
adjusted df

Based on trimmed mean .147 1 18 .706

Interpretasi uji Lavene Statisti, yakni sebagai berikut :

a) Berdasarkan output di atas diketahui signifikansi (Sig.) Based

on Mean adalah sebesar 0,721 > 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data post-test kelas eksperimen dan data

post-test kelas kontrol memiliki varian yang sama (homogen).

b) Dengan demikian, maka salah satu syarat (tidak mutlak) dari

uji independent sample t test sudah terpenuhi.


70

b. Pengujian Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah

“Terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment berupa play therapy

melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas VIII SMP N 1

Kota Jambi”. Hipotesis ini belum menentukan dalam keadaan mana

hipotesis diterima atau ditolak, agar batas penerimaan atau penolakan

hipotesis ini jelas atau terukur, maka dirumuskan hipotesis

statistiknya dengan cara sebagai berikut:

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha: Terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment.

H0: Tidak terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol setelah dilaksanakan treatment.

Hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut:

Terima Ha : µ1 < µ2

Terima H0 : µ1 > µ2

µ1 = rerata sesudah perlakuan

µ2 = rerata sebelum perlakuan


71

Untuk membuktikan Ha dan Ho akan diterima atau ditolak,

maka hasil penghitungan dibandingkan dengan harga pada tabel T

dengan taraf kesalahan 5% (0,05).

Pengujian hipotesis penelitian menggunakan Uji T-test yakni

untuk membandingkan rata-rata dari dua variable independen, dari

dua jumlah sampel berbeda atau dari satu rata-rata populasi.

X1−X2
𝑡= Σx²d

N (N−1)

Keterangan:

t : t- hitung yang dicari


X1 : Angka rata-rata dari variabel 1
X2 : Angka rata-rata dari variable 2
Xd : Deviasi masing-masing subyek (d-Md)
N : jumlah subyek
Berikut adalah hasil uji independen sample T-test dengan

menggunakan bantuan SPSS :

Group Statistics

Std. Std. Error


Kelas N Mean Deviation Mean

Hasil Interaksi Post-Test Kelas


10 152.40 9.513 3.008
Sosial Siswa Eksperimen

Post-Test Kelas Kontrol 10 123.60 8.343 2.638


72

Berdasarkan tabel output “Group Statistics” di atas diketahui

jumlah hasil data belajar siswa untuk kelas eksperimen sebanyak 10

orang siswa dan kelas kontrol sebanyak 10 orang siswa. Nilai rata-

rata hasil interaksi sosial siswa atau mean untuk kelas eksperimen

adalah sebesar 152,40 sementara untuk kelas kontrol sebesar 123,60.

Dengan demikian secara deskriptif statistik dapat disimpulkan

adanya perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Selanjutnya untuk membuktikan apakah perbedaan tersebut

berarti signifikan (nyata) atau tidak maka kita perlu menafsirkan

output “Independent Sample T-test”, yakni sebagai berikut :

Hasil Uji Independent Sample T-test

Levene's
Test for
Equality t-test for Equality of Means
of
Variances
95%
Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the
F Sig. t df
tailed) Difference Difference Difference
Lower Upper
Hasil Equal variances
.131 .721 7.198 18 .000 28.800 4.001 20.394 37.206
Interaksi assumed
Sosial Equal variances not
Siswa 7.198 17.699 .000 28.800 4.001 20.384 37.216
assumed
73

Interpretasi uji Independent Sample T-test, yakni sebagai berikut :

a) Jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima,

yang berarti terdapat perbedaan yang signifikansi antara hasil

interaksi sosial siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b) Jika nilai Sig. (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak,

yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikansi antara

hasil interaksi sosial siswa eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan output di atas diketahui bahwa nilai Sig. (2-tailed)

yakni 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti

terdapat perbedaan yang signifikan antara interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Interpretasi uji Independent Sample T-test dengan

membandingankan nilai t hitung dengan t tabel yakni sebagai

berikut:

a) Jika nilai t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak,

yang berarti tidak ada perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial

siswa eksperimen dan kelas kontrol.

b) Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima , yang

berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial siswa

eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan output di atas diketahui bahwa nilai t hitung

adalah sebesar 7.198 > t tabel 2,101, maka disimpulkan bahwa Ho


74

ditolak dan Ha diterima , yang berarti terdapat perbedaan rata-rata

hasil interaksi sosial siswa eksperimen dan kelas kontrol.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama individu

maupun kelompok yang menghasilkan suatu proses pengaruh

mempengaruhi untuk mencapai kepentingan dan tuntutan kehidupan.

Interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah interaksi sosial

antar teman sebaya ditinjau dari bentuk-bentuk interaksi sosial yang

meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi, persaingan.

Pemberian angket kepada siswa untuk melihat gambaran awal

interaksi sosial siswa sebelum diberikan treatment. Berdasarkan hasil

pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa kondisi awal siswa kelas

VIII SMP N 1 Kota Jambi ada yang berada pada kategori sangat tinggi,

tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Secara umum di dapatkan

gambaran bahwa siswa kelas VIII SMP N 1 Kota Jambi berada pada

tingkatan sedang, yaitu sebesar 30%. Artinya secara umum siswa kelas

VIII SMP N 1 Kota Jambi sudah dapat berinteraksi sosial dengan baik,

yakni siswa sudah mampu melakukan proses asosiatif yaitu siswa dapat

bekerjasama (cooperation), siswa melakukan proses akomodasi (proses

saling menyesuaikan diri antar individu untuk mengatasi ketegangan –

ketegangan, siswa melakukan proses asimilasi (usaha mengurangi

perbedaan untuk tujuan dan kepentingan bersama (Dwistia, dkk, 2013:2).


75

Siswa yang memiliki interaksi sosial yang rendah dan tidak

diantisipasi sesuai kebutuhannya akan berdampak terhadap aspek

perkembangan sosialnya di lingkungan sekolah, keluarga maupun

masyarakat serta berdampak pada hasil belajar siswa di sekolah. Siswa

yang memiliki interaksi sosial yang rendah apabila tidak mampu

bekerjasama, tidak mampu menyesuaikan, tidak mampu berinteraksi

dengan baik, tidak dapat mengontrol emosi diri, tidak mampu berempati,

tidak mampu mentaati aturan serta tidak mampu menghargai orang lain

(Mahyuddin, 2016:3).

Penelitian ini ditujukan kepada siswa kelas VIII yang memiliki

interaksi sosial berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Setelah

data hasil interaksi sosial yang diedarkan pada 60 siswa diolah, di

dapatkan bahwa sebanyak 20 siswa dalam kategori rendah dan sangat

rendah. Dengan penjabaran bahwa 13 siswa dalam kategori rendah dan 7

siswa dalam kategori sangat rendah. Adapun siswa tersebut yang akan

dijadikan sampel dalam penelitian ini, yang terbagi kedalam 2 kelas yakni

10 siswa dari untuk kelas eksperimen dan 10 siswa untuk kelas kontrol.

Data penelitian sebelumnya dianalisis dengan uji normalitas dan

homogenitas. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji

kolmogorov-Smirnov diperoleh hasil untuk data pre-test dan post-test kelas

eksperimen 0,200 > 0,05, untuk pre-test kelas kontrol 0,161 > 0,05, untuk

post-test kelas kontrol 0,200 > 0,05. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

variabel interaksi sosial berdistribusi normal, dengan demikian teknik


76

statistik yang digunakan adalah statistik parametris yakni uji independent

sample t test untuk melakukan analisis data penelitian.

Uji homogenitas menggunakan Lavene Statistic. Hasil pengujian

dengan Based on Mean diperoleh nilai signifikansi 0,721 > 0,05 maka

dapat disimpulkan bahwa data penelitian memiliki varian yang sama

(homogen).

Berdasarkan hasil analisis uji independen sample t test, dengan

jumlah sampel 20 siswa terbagi kedalam 10 siswa kelas eksperimen dan

10 siswa kelas kontrol, didapatkan hasil uji t test 0,000 < 0,05 maka H0

ditolak dan Ha diterima berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara

interaksi sosial siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Serta diketahui

nilai t hitung adalah 7.198 > t tabel 2.101, maka maka H0 ditolak dan Ha

diterima yang berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan treatment

berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik play therapy.

Adapun nilai rata-rata hasil interaksi sosial siswa atau mean untuk

kelas eksperimen adalah sebesar 152,40 sementara untuk kelas kontrol

sebesar 123,60. Dengan demikian secara deskriptif statistik dapat

disimpulkan adanya perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Adanya perbedaan tingkat interaksi sosial siswa kelas eksperimen

setelah dilakukan treatment menjadi meningkat dilihat dari hasil post-test,

sedangkan kelompok kontrol yang tidak diberikan treatment tidak


77

mengalami peningkatan dilihat dari hasil post-test. Kelas eksperimen yang

diberikan treatment berupa play therapy melalui layanan bimbingan

kelompok didasarkan atas pendapat Geldard, dkk (2016:264) bahwa

therapy yang sangat sesuai diberikan untuk remaja awal berumur 11-13

tahun yakni siswa yang duduk di kelas VIII SMP berupa permainan

(game) untuk mencapai sasaran tujuan dalam mengembangkan

keterampilan sosial. Sedangkan play therapy yang digunakan diadopsi dari

Jungian Play Therapy. Adapun fungsi play therapy, yaitu aktivitas

mempertahankan hubungan isi psikis dengan ego. Ego adalah kompleks

representasi di pusat bidang kesadaran individu yang memberikan identitas

dan kontinuitas. Fungsi utama dari kesadaran adalah sensasi, perasaan,

pemikiran, dan intuisi. Seseorang akan menggunakan fungsi-fungsi ini

untuk melihat dan berinteraksi dengan lingkungan (O’Connor et al,

2016:71).

Play therapy berpengaruh terhadap peningkatan interaksi sosial

siswa karena individu akan menghayati secara langsung situasi masalah

yang dihadapinya pada saat pelaksanaan play therapy melalui layanan

bimbingan kelompok, dari pementasan tersebut kemudian diadakan

diskusi dengan tujuan untuk mengevaluasi pemecahan masalahnya.

Bimbingan kelompok dipilih karna melihat keunggulan yang diberikan

oleh layanan tersebut. Keunggulan yang diberikan oleh layanan bimbingan

kelompok ialah menjadi tempat pengembangan keterampilan

berkomunikasi dan berinteraksi sosial bagi peserta layanan. Untuk


78

meningkatkan interaksi sosial siswa, siswa akan diberikan bermacam-

macam jenis permainan yang berkaitan dengan interaksi sosial yang

dilakukan baik indoor maupun outdoor (Prayitno & Amti, 2004:304).

Pada kelas eksperimen setiap subjek mengalami kenaikan hasil skor.

Berarti terdapat perbedaan hasil skor pre-test dan post-test kelompok

eksperimen setelah treatment. 5 orang siswa yang sebelumnya dalam

tingkatan sangat rendah yakni CSR dengan tingkatan sangat rendah

menjadi tinggi, MNA dengan tingkatan sangat rendah menjadi tinggi,

MSR dengan tingkatan sangat rendah menjadi tinggi, HSW dengan

tingkatan sangat rendah menjadi sedang, MRA dengan tingkatan sangat

rendah menjadi sedang, serta 5 orang siswa dalam tingkatan rendah NTH

dengan tingkatan rendah menjadi tinggi, AAL dengan tingkatan rendah

menjadi sedang, , RPR dengan tingkatan rendah menjadi tinggi, MGR

dengan tingkatan rendah menjadi sedang, MRA dengan tingkatan rendah

menjadi sangat tinggi.

Sedangkan untuk kelas kontrol yang tidak diberikan treatment,

berdasarkan hasil post-test terdapat 2 orang siswa IRH dengan tingkatan

sangat rendah menjadi rendah, NOF dengan tingkatan sangat rendah

masih dalam tingkatan sangat rendah setelah post-test, NAN dengan

tingkatan rendah menjadi sedang , DCH dengan tingkatan rendah turun

menjadi sangat rendah, PNG dengan tingkatan rendah menjadi sedang,

MRD dengan tingkatan rendah menjadi sedang, LDH dengan tingkatan

rendah menjadi sama seperti hasil pre-test yakni rendah, ROV dengan
79

tingkatan rendah menjadi sama seperti hasil pre-test yakni rendah, MDI

dengan tingkatan rendah menjadi sama seperti hasil pre-test yakni

rendah, DAA dengan tingkatan rendah menjadi sama seperti hasil pre-

test yakni rendah .

1. Penjabaran hasil interaksi sosial per indikator dalam penelitian ini,

yakni sebagai berikut :

a. Indikator Kerjasama

Kerjasama adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara

bersama-sama antar individu dan kelompok dalam mengerjakan

suatu aktivitas yang menyangkut pembelajaran di dalam kelas yang

di tugaskan oleh guru atau kesadaran dari diri siswa untuk

mengerjakan aktivitas tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan persentase menggunakan

formula C untuk skala atau item berbeda, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas eksperimen pada indikator kerjasama

memiliki kualitas 13% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test mimiliki kualitas 16% sesudah diberikan treatment.

Menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen interaksi sosial

indikator kerjasama mengalami peningkatan.

Sedangkan untuk kelas kontrol, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas kontrol pada indikator kerjasama

memiliki kualitas 12,33% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test mimiliki kualitas 12,94% sesudah diberikan


80

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas kontrol interaksi sosial

indikator kerjasama tidak mengalami peningkatan yang sangat

berarti.

b. Indikator Akomodasi

Akomodasi adalah aturan yang berlaku pada saat proses

pembelajaran berlangsung yang meliputi norma dan nilai sosial

yang berlaku serta usaha untuk mengontrol emosi di dalam kelas.

Berdasarkan hasil perhitungan persentase menggunakan

formula C untuk skala atau item berbeda, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas kontrol pada indikator akomodasi

memiliki kualitas 21,16% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test memiliki kualitas 21,27% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen interaksi

sosial indikator akomodasi tidak mengalami peningkatan yang

sangat berarti.

Sedangkan untuk kelas kontrol, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas kontrol pada indikator akomodasi

memiliki kualitas 23,55% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test mimiliki kualitas 23,38% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas kontrol interaksi sosial

indikator kerjasama mengalami penurunan dan tidak mengalami

peningkatan.
81

c. Indikator Asimilasi

Asimilasi adalah perilaku yang ditunjukkan oleh siswa untuk

mengurangi perbedaan-perbedaan pendapat, kebiasaan, yang terjadi

antar individu atau kelompok untuk mempertinggi kesatuan tindak

dan sikap dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama

di dalam kelas.

Berdasarkan hasil perhitungan persentase menggunakan

formula C untuk skala atau item berbeda, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas eksperimen pada indikator asimilasi

memiliki kualitas 14,83% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test memiliki kualitas 19,61% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen interaksi

sosial indikator asimilasi mengalami peningkatan.

Sedangkan untuk kelas kontrol, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas kontrol pada indikator asimilasi

memiliki kualitas 16,33% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test memiliki kualitas 16,27% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas kontrol interaksi sosial

indikator asimilasi mengalami penurunan dan tidak mengalami

peningkatan.

d. Indikator Persaingan

Persaingan adalah usaha yang dilakukan individu untuk

mendapatkan nilai atau prestasi di dalam kelas.


82

Berdasarkan hasil perhitungan persentase menggunakan

formula C untuk skala atau item berbeda, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas eksperimen pada indikator persaingan

memiliki kualitas 15,94% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test memiliki kualitas 23,5% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen interaksi

sosial indikator persaingan mengalami peningkatan.

Sedangkan untuk kelas kontrol, di dapatkan data bahwa

interaksi sosial siswa kelas kontrol pada indikator persaingan

memiliki kualitas 14,83% sebelum diberikan treatment, sedangkan

untuk post-test memiliki kualitas 15,05% sesudah diberikan

treatment. Menunjukkan bahwa pada kelas kontrol interaksi sosial

indikator persaingan mengalami peningkatan.

Penelitian ini berhasil menunnjukkan adanya perubahan tingkat

interaksi sosial siswa setelah diberikan treatment untuk kelas eksperimen

yakni berupa layanan bimbingan kelompok dengan teknik play therapy.

Adapun siswa yang sebelumnya dalam kategori rendah dan sangat rendah

naik menjadi kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Sedangkan untuk

kelas kontrol tidak mengalami penaikkan yang sangat berarti. Hal tersebut

dikarenakan teknik yang digunakan dalam meningkatkan interaksi sosial

siswa memang sudah dirancang untuk siswa yang memiliki kesulitan

dalam berinteraksi sosial. Selain itu faktor internal dari dalam diri siswa

tersebut untuk dapat mengikuti treatment dengan sesungguhnya dan penuh


83

keyakinan serta dukungan eksternal dari guru maupun peneliti yang dapat

membangkitkan semangat dan motivasi pada saat di lakukannya treatment

play therapy.

Play therapy sangat membantu siswa dalam meningkatkan interaksi

sosialnya karena dalam permainan anak belajar untuk melatih

perkembangan motorik, sensori, kognitif dan konsentrasi (Reid & Schafer

dalam Hatiningsih, 2013:339). Hal ini juga didukung dengan riset-riset

sebelumnya yaitu pada jurnal Pitriya (2013) penggunaan play therapy

dalam konseling kelompok dapat membantu menyelesaikan konflik siswa

kelas VII MTs YAPI Sipare-pare T.A 2012/2013. Menunjukkan bahwa

konflik dapat terselesaikan melalui layanan konseling kelompok dengan

play therapy. Penelitian Putri (2014) Gestalt Play Therapy untuk

menangani masalah penyesuaian sosial: Studi kasus pada siswa Taman

Kanak-Kanak. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan

kemampuan penyesuaian sosial pada diri anak yang dicermati dari hasil

ceklist serta hasil wawancara dengan orang tua dan guru.

Selain itu, riset yang dilakukan oleh Andriati (2016) Model

bimbingan kelompok dengan teknik bermain peran untuk meningkatkan

interaksi sosial siswa. Menunjukkan bahwa bimbingan kelompok dengan

bermain peran secara efektif dapat meningkatkan interaksi sosial siswa

pada semua indikator yang meliputi: berani di depan kelas, aktif dalam

berbicara dan bertanya, bisa berinteraksi terhadap teman sebaya, bereaksi

secara positif, kemampuan bermain dengan teman sebaya yang dilihat


84

berdasarkan perbedaan-perbedaan skor pada evaluasi awal (Pre-test) dan

evaluasi akhir (Post-test) dimana interaksi sosial siswa meningkat.

Penelitian yang dilakukan ini tidak lepas dari berbagai macam

hambatan yang dialami, dimana hambatan tersebut dapat mempengaruhi

hasil treatment. Hambatan yang dialami peneliti adalah waktu atau durasi

pelaksanaan treatment karena peneliti memakai jam pelajaran guru yang

bersangkutan dan pelaksanaan treatment tersebut mendekati pelaksanaan

ujian mid semester sehingga siswa dan guru sedang aktif membahas materi

pelajaran yang akan diujiankan. Sehingga waktu yang digunakan untuk

treatment benar-benar sudah di atur dan terjadwal dengan baik dengan

guru yang bersangkutan. Tetapi memiliki kendala, yakni pada saat

penelitian cuaca yang tidak mendukung di karenakan kabut asap yang

melanda provinsi Jambi, sehingga aktivitas pemberian treatment terganggu

baik dari segi waktu dan keadaan siswa.

Disamping itu, keterbatasan yang dimiliki peneliti, dikarenakan

masih belum bisa mengendalikan gangguan dari luar (variabel eksternal)

sehinnga terdapat beberapa siswa menjadi tidak fokus dan tidak

berkonsentrasi dengan baik terhadap pelaksanaan treatment. Dalam

kondisi yang tenang treatment ini akan lebih efektif, karena siswa dapat

fokus dan berkonsentrasi. Hambatan-hambatan tersebut hendaknya

menjadi pertimbangan bagi peneliti yang akan datang, sehingga dapat di

hindari kesalahan serta mengurangi bias yang terjadi dalam penelitian

yang dilakukan. Pertimbangan karakteristik subjek seperti jumlah subjek,


85

usia, jenis kelamin, kepribadian dan pola asuh, dan keadaan subjek yang

perlu untuk menjadi pertimbangan validitas eksternal dalam pengambilan

subjek penelitian.
86

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah

dilaksanakan di SMP N 1 Kota Jambi pada kelas VIII tahun ajaran

2017/2018, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat perbedaan, dimana interaksi sosial siswa yang menjadi

sampel penelitian awalnya berada pada tingkatan rendah setelah

dilakukan treatment interaksi sosial untuk kelas eksperimen

mengalami peningkatan. Nilai rata-rata hasil interaksi sosial siswa atau

mean untuk kelas eksperimen adalah sebesar 152,40 sementara untuk

kelas kontrol sebesar 123,60. Dengan demikian secara deskriptif

statistik dapat disimpulkan adanya perbedaan rata-rata hasil interaksi

sosial siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Terdapat perbedaan, dimana berdasarkan hasil output uji Independent

Sample T-test, diketahui bahwa nilai Sig. (2-tailed) yakni bernilai

0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat

perbedaan yang signifikan antara interaksi sosial siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan Interpretasi uji Independent

Sample T-test dengan membandingankan nilai t hitung dengan t tabel

diketahui bahwa nilai t hitung adalah sebesar 7.198 > t tabel 2,101,

maka disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima , yang berarti


87

terdapat perbedaan rata-rata hasil interaksi sosial siswa eksperimen dan

kelas kontrol.

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan penelitian,

saran ditujukan kepada praktisi dan berbagai pihak terkait yang menjalani

peran dan fungsi dalam membantu siswa di sekolah terutama dalam

mengatasi setiap permasalahan yang dialami siswa. Berikut dikemukakan

saran-saran untuk beberapa pihak:

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu siswa

yang memiliki interaksi sosial yang rendah dengan menggunakan

alternatif pelaksanaan layanan dalam bimbingan dan konseling salah

satunya play therapy melalui layanan bimbingan, yang disesuaikan

dengan tujuan dan kondisi siswa. Dalam implementasinya, guru

bimbingan dan konseling dapat bekerjasama dengan pihak-pihak

terkait seperti pakar bimbingan dan konseling.

2. Guru Mata Pelajaran

Guru mata pelajaran diharapkan untuk dapat bekerjasama dengan

guru bimbingan dan konseling di sekolah dalam memantau atau

melihat perkembangan siswa yang telah mejalani play therapy untuk

meningkatkan interaksi sosial siswa, sehingga dengan adanya laporan

dari guru mata pelajaran memudahkan bagi guru bimbingan dan

konseling dalam menentukan tindak lanjut proses pemberian layanan.


88

3. Siswa

Siswa diharapkan dengan adanya pelaksanaan layanan bimbingan

dan konseling dapat membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap

permasalahan yang mereka alami, baik menyangkut aspek pribadi,

sosial, keluarga, maupun agama. Sehingga dengan dilaksanakannya

play therapy melalui layanan bimbingan kelompok dapat membantu

siswa dalam meningkatkan interaksi sosialnya.

4. Peneliti Selanjutnya

Peneliti ini membahas tentang play therapy yang dikembangan

oleh Jungian play therapy, untuk penelitian lain diharapkan untuk

dapat melakukan penelitian yang berkenaan dengan play therapy dari

pakar lain seperti Gestalt Play Therapy, Sandplay Therapy dengan

waktu yang lebih lama dan intensif. Serta play therapy yang diberikan

sangat perlu memperhatikan dan menyesuaikan dengan permasalahan

yang dialami siswa. Sehingga penliti perlu memperhatikan alternatif

pemecahan masalah yang tepat, layanan yang akan digunakan,

ketepatan tujuan, pemberian layanan dengan sasaran layanan, media

yang digunakan disesuaikan dengan umur peserta layanan, agar

layanan yang akan diberikan tidak menimbulkan kejenuhan dan

kebosanan bagi peserta layanan. Sehingga layanan yang diberikan

memang benar-benar memberikan manfaat dan dampak positif bagi

peserta layanan untuk menungjang kehidupan sehari-hari yang lebih

efektif.
89

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap BK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi sosial siswa

meningkat setelah dilaksanakan treatment berupa play therapy melalui

layanan bimbingan kelompok. Rasimin dan Hamdi (2018:171)

menyatakan beragam kegiatan hendaknya disandarkan pada perencanaan

yang terintegrasi antara yang satu dengan yang lainnya. Perencanaan yang

terarah dan terukur merupakan titik tolak dan prasyarat keberhasilan suatu

kegiatan tidak terkecuali layanan bimbingan kelompok. Oleh karena itu,

Standar Operasional (POS) layanan konseling pada setting konseling

kelompok maupun bimbingan kelompok penting diketahui dan

dioperasikan semaksimal mungkin agar berguna dan bermanfaat bagi

sasaran layanan.
90

DAFTAR PUSTAKA

Andriati, N. 2016. Model Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Bermain Peran


Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Konseling
GUSJIGANG Vol. 2 No.2. Pontianak: Program Studi Bimbingan Dan
Konseling FKIP Universitas Muria Kudus.

Asrori, A. 2009. Hubungan kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya


dengan Penyesuaian Sosial pada Diri Siswa. Skripsi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Chambless, D. L., & Ollendick, T. H. 2001. Empirically supported psychological


interventions. Controversies and evidence: Annual Review of
Psychology.

Dwistia, dkk. 2013. Hubungan Interaksi Sosial Peserta Didik Dengan Prestasi
Belajar. Jurnal Bimbingan dan konseling. Lampung: FKIP Universitas
Lampung.

Fatnar& Anam, C. 2014. Kemampuan Interaksi Sosial antara remaja yang tinggal
di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga. Jurnal
Fakultas Psikologi Vol.2, No.2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan.

Geldard et al. 2016. Konseling Anak-Anak. Jakarta: PT. Indeks.

Hatiningsih, N. 2013. Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak


Attention Deficit Hyperactive Disorder(ADHD). Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan Vol 01, No.02. Malang: Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Malang.

Hadisumarno, S. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial. Solo: PT Tiga Serangkai


Pustaka Mandiri.

Irawan, E. 2013. Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan


Konsep Diri Remaja. Jurnal Bimbingan dan konseling Vol 2, No.1.
Lampung: Universitas Ahmad Dahlan.

Khalimatussa’diyah. 2011. Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan


Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas Ix Smp Negeri 1 Kandeman
Kabupaten Batang. Skripsi. Semarang:Jurusan Bimbingan Dan
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
91

Loban, dkk. 2017. Model Bimbingan Kelompok menggunakan Games untuk


Meningkatkan Hubungan Interpersonal Siswa. Jurnal Bimbingan
Konseling. Semarang: Prodi Bimbingan Konseling Pascasarjana
UNNES.

Maunah, B. 2016. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

Mahyuddin, M.J,. 2016. Model Bimbingan Kelompok dengan Teknik Bermain


Peran untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. Jurnal
Psikologi Pendidikan & Konseling Vol 2, No.1. Makassar: Universitas
Negeri Makassar.

Maryati, K dan Suryawati. J. 2007. Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu


Sosial. Jakarta: Erlangga.

Mc Mahon, L. 2005. The Handbook Of Play Therapy. London: Brunner-


Routledge Taylor & Francis e-library.

O’Connor Et Al. 2016. Handbook Of Play Therapy. America Serikat: Hoboken.

Putri, D.A. 2014. Gestalt Play Therapy Untuk Menangani Masalah Penyesuaian
Sosial:Studi Kasus Pada Siswa Taman Kanak-Kanak. Seminar Nasional
Riset Inovatif II. Bali: Jurusan Bimbingan Konseling, Universitas
Pendidikan Ganesha.

Purwanti, E. 2012. Upaya Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Melalui


Metode Bermain Peran Pada Anak Play Group Alam Matahari-Ku
Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi. Surakarta:
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Prayitno, dkk. 2017. Layanan Bimbingan Kelompok & Konseling Kelompok.


Bogor: Ghalia Indonesia.
Prayitno & Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling (Cetakan
Kedua). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rasimin & Hamdi. 2018. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Santoso. 2010. Studi Deskriftif Effect Size. Yogyakarta: Jurnal Penelitian
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta,
Sutja, dkk. 2017. Penulisan Skripsi : Untuk Prodi Bimbingan Konseling.
Yogyakarta: Penerbit Wahana Resolusi.
92

Sutja, A. 2016. Teori dan Aplikasi Konseling dari Psikoanalisa sampai Gestalt.
Yogyakarta : WR.
Setiadi, dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar (cetakan ketiga).Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Suwarjo & Eliasa. 2011. Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Paramitra Publishing.
Soekanto, S. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Tohirin. 2007. Bimbingan DanKonseling Di Sekolah Dan Madrasah: Berbasis
Integrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wibowo. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Jurnal Bimbingan dan


Konseling.Semarang: UNNES Press.

Walgito, B. 2011. Psikologi Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Yuliandita. 2015. Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap


Peningkatan Pemahaman Self-Control Siswa Kelas IX SMP N 1
Wanasari Kabupaten Brebes Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi.
Semarang: UNNES.

Anda mungkin juga menyukai