Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH SOCIAL LOAFING DALAM TEAM WORK TERHADAP HUBUNGAN

INTERPERSONAL MAHASISWA FDIK UIN MATARAM

DISUSUN OLEH :

JUMADIL AKHIR
200303132

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI ( FDIK )
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) MATARAM
TAHUN 2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa merupakan individu yang melakukan pendidikan di jenjang paling
tinggi dalam sebuah bangku perkuliahan, kehidupan mahasiswa juga tidak terlepas
dari interaksi satu sama lain. Mahasiswa banyak memiliki kegiatan yang tidak terlepas
dari kehidupan bersosial baik kegiatan akademis maupun non-akademis, kegiatan
tersebut menuntut mahasiswa untuk mampu beradaptasi dengan baik terhadap
lingkungannya serta memiliki tanggung jawab dalam memenuhi tugasnya. Menurut
beberapa ahli bahwa mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi banyak
hal termasuk tugas-tugas akademis, mahasiswa juga seringkali disandingkan dengan
berbagai macam tugas dan dituntut untuk mampu memenuhi tugas-tugas tersebut
dengan baik, tugas-tugas yang dihadapi mahasiswa mencakup tugas individu maupun
tugas secara berkelompok. Ketika proses perkuliahan, umumnya dosen memberi tugas
kelompok pada mahasiswa agar mahasiswa terbiasa beradaptasi dengan baik dalam
melakukan kerja sama dengan orang lain, pengerjaan tugas secara berkelompok ini
menggabungkan usaha dari setiap individu agar dapat mencapai tujuan kelompok
tersebut, sehingga dalam penyelesaian tugas yang diberikan akan menjadi lebih
efektif dan mendapatkan hasil yang optimal.1
Salah satu tuntutan keberhasilan mahasiswa dalam belajar di perguruan tinggi
adalah memiliki sikap positif terhadap lingkungan perkuliahan karena hal ini akan
mendukung mahasiswa untuk mampu menjalin hubungan interpersonal secara efektif
dengan pihak-pihak yang terlibat selama proses perkuliahan seperti teman kelas,
dosen, wali dosen dan lain sebagainya, sehingga mahasiwa dapat menggali
pengetahuan, keterampilan dan sikap berkenaan dengan proses perkuliahan.
Sebaliknya sikap negatif akan mendorong mahasiwa menjalin hubungan interpersonal
yang tidak efektif dengan lingkungan dan masyarakat kampus selama perkuliahan.
Maka dari itu salah satu keterampilan yang harus dimiliki mahasiswa dalam proses
pembelajaran selama perkuliahan adalah mampu membina hubungan interpersonal
dengan seluruh masyarakat dilingkungan kampus. Hubungan interpersonal merupakan
salah satu kecerdasan yang hendaknya dimilki oleh seorang individu dimana
hubungan interpersonal ini merupakan kemampuan untuk berbagi, membandingkan,
bekerjasama, memiliki banyak teman dan kemampuan untuk belajar dengan dan dari
1
Santrock J. W, Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi 13 (Jakarta, Erlangga, 2012), hlm.
orang lain. Rogers mengemukakan bahwa hubungan interpersonal merupakan
hubungan dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka dimana satu
sama lainnya dapat menangkap reaksi secara verbal maupun non verbal. Hubungan
interpersonal ditandai dengan adanya sikap saling menghargai, loyal dan toleran
antara satu dengan yang lainnya, sikap terbuka dan adanya keakraban.2
Namun permasalahan yang banyak terjadi sekarang dikalangan mahasiswa
yaitu rendahnya pengetahuan akan pentingnya hubungan interpersonal yang harus
terjalin antara satu dengan yang lainnya untuk contoh kecilnya, seperti saat adanya
tugas kerja kelompok yang diberikan dosen kepada mahasiwa menunjukkan bahwa
hubungan interpersonal mahasiwa sangat rendah hal ini dapat dilihat dari sikap
anggota kelompok satu dengan yang lainnya itu tidak saling menghargai, tidak
toleran, tidak terbuka, dan berdampak juga terhadap keakraban yang terjalin mulai
memudar karena saat mengerjakan tugas kerja kelompok ada diantara anggota
tersebut yang merasa dirinya tidak tidak perlu ikut andil dalam mengerjakan tugas
tersebut karena merasa ada anggota kelompok yang lebih mampu mengerjakan dan
menyelesaikan tugas kerja kelompok tersebut.
Kerja kelompok ( team work ) merupakan kemampuan individu dalam
melakukan kerja sama dalam mencapai tujuan kelompok. Kemampuan disini tentunya
melalui tugas-tugas yang diberikan dalam sebuah kelompok. Penugasan kelompok
yakni suatu cara untuk menciptakan kerjasama dalam tim. Menurut beberapa ahli,
bekerja dalam kelompok memberi manfaat seperti tercapainya interaksi dan hubungan
yang baik antar anggota kelompok, dengan ini motivasi belajar akan meningkat dan
lain sebagainya. Namun pada situasi nyata, tidak semua pengerjaan tugas akademik
berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Seringkali dalam kelompok terdapat
individu yang bersembunyi dibalik keaktifan anggota lain. Upaya yang dilakukan
individu sangat kurang dan mengalami penurunan motivasi ketika mengerjakan tugas
akademik secara berkelompok dibandingkan ketika bekerja secara individu, dan juga
dalam pelaksanaan tugas secara berkelompok banyak hal-hal negatif yang timbul
seperti mengurangi tekad dan usaha serta kesadaran diri dari masing-masing individu
anggota kelompok terhadap tanggung jawab akan tugas mereka. Usaha yang
dilakukan individu dalam sebuah kelompok berbeda-beda, tidak semua individu akan
menyumbangkan usaha secara maksimal saat mereka berada di dalam sebuah

2
Dina Hajja Ristianti, “Analisis Hubungan Interpersonal Mahasiwa Terhadap Dosen Dalam Proses Bimbingan
Skripsi”, Journal Islamic Counseling, (Vol.1, No.1, Thn. 2022), hlm.25-27
kelompok, hal ini dapat menyebabkan kerja secara berkelompok menjadi tidak efektif
jika terdapat anggota kelompok yang tidak mau berkontribusi dalam pengerjaan tugas
yang diberikan, permasalahan tersebut dikenal sebagai fenomena social loafing atau
kemalasan sosial.3
Social loafing ( kemalasan sosial ) merupakan keadaan dimana individu lebih
cenderung untuk mengurangi tekad dan usahanya ketika bekerja dengan orang lain
daripada ketika bekerja sendiri, yang dimana individu tersebut seolah ingin terlepas
dari tanggung jawab dalam mengerjakan tugas secara berkelompok. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina Fitriani dan Novia Suhastini dalam
bukunya Social Loafing dalam Team Work mengenai fenomena kemalasan sosial
yang dimana dalam kasusnya digambarkan bahwa kenyataan yang terjadi pada
mahasiswa berkaitan dengan tugas kelompok yang dimana ada tugas kelompok yang
tidak dapat berjalan dengan baik dan ada pula anggota dalam kelompok yang tidak
dapat menjalankan perannya. Di sisi lain, mengerjakan tugas kuliah secara
berkelompok dapat menjadi sangat tidak efektif ketika tidak semua individu mau
berkontribusi secara penuh dan bekerjasama dengan anggota kelompok lainnya.
Usaha serta motivasi setiap anggota kelompok cenderung akan berkurang karena
saling mengandalkan satu sama lain.4
Social loafing tidak hanya memiliki dampak negatif terhadap pelakunya saja,
namun juga memberikan dampak negatif pada anggota kelompok yang lain, serta
hasil dari tugas kelompok akibat kontribusi yang tidak adil karena kurangnya inisiatif
dari pelaku social loafing tersebut sehingga keberadaanya dapat mengurangi
produktivitas kelompok sehingga menghasilkan kualitas kerja yang buruk pada tugas
kelompok tersebut dan juga dampak yang dirasakan anggota kelompok yang serius
dalam mengerjakan tugas tersebut menimbulkan perasaan sedih, terbebani, bahkan
perasaan iri hati dikarenakan dengan kinerja dan kontribusi yang berbeda antar
anggota kelompok namun menghasilkan nilai yang sama pada seluruh anggota
kelompok.5
Maka dari itu perilaku social loafing ini juga berdampak negatif terhadap
hubungan interpersonal antar anggota kelompok dikarenakan tidak adanya
3
Fifi Wahyuni, “Hubungan Antara Kohevisitas Kelompok Dengan Social Loafing Pada Tugas Kelompok Yang Di
Lakukan Mahasiswa Universitas Negeri Padang”, Journal of Multidiciplinary Research and Development, (Vol.4,
No.3, Thn.2022), hlm.1-3
4
Herlina F. dan Novia S, Social Loafing dalam Team Work, hal-3
5
Rani dan Devi, “Pengaruh Faktor Kepribadian Terhadap Social Loafing Pada Mahasiswa”, Jurnal Riset
Psikologi, (Vol.1, No.3, Thn.2019), hlm. 2-3
hubungan kerja sama yang baik diantara anggota kelompok, tidak adanya
komunikasi secara terbuka, tidak adanya kepercayaan antar anggota kelompok dan
tidak adanya pemecahan masalah dalam mengambil sebuah keputusan dalam
sebuah kelompok. Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan
antarindividu yang dibangun dalam sebuah interaksi sosial yang bersifat timbal
balik yang tujuannya untuk saling menguntungkan satu sama lain tanpa merugikan
orang lain. Adapun faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal
diantaranya adalah, toleransi, sikap menghargai orang lain, sikap terbuka,
kepercayaan, keakraban, kesetaraan, respon, suasana emosional.6
Berdasarkan wawacara awal yang peneliti lakukan terhadap mahasiswa
Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Mataram ditemukan
bahwa mereka rata-rata pernah mengalami social loafing baik menjadi pelaku
ataupun korban yang berdampak buruk terhadap hubungan interpersonalnya baik
secara sosial dan akademis yang dimana mereka merasa tidak ingin lagi menjalin
kelompok dengan para pelaku social loafing tersebut jika ada tugas kelompok
yang diberikan oleh dosen. Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk
meneliti lebih dalam tentang “pengaruh social loafing dalam team work terhadap
hubungan interpersonal mahasiswa bki semester 4 fdik uin mataram” dan untuk
mengetahui secara transenden bagaimana pengaruh variabel x (social loafing)
terhadap variable y (hubungan interpersonal).

6
Stephanie S dan Ermida S, “Intensi Social Loafing Pada Tugas Kelompok Ditinjau Dari Adversity Quotient Pada
Mahasiswa”, ( Vol.3, No.1, Thn.2022), hlm.34-36
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
“Adakah pengaruh antara Social Loafing Dalam Team Work Terhadap Hubungan
Interpersonal Mahasiswa Bki Semester 4 Fdik Uin Mataram”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka adapun
tujuan penelitian ini yaitu “ untuk mengetahui adakah pengaruh antara Social Loafing
Dalam Team Work Terhadap Hubungan Interpersonal Mahasiswa BKI Semester 4
FDIK Uin Mataram”.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Hasil temuan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
tambahan mengenai pengembangan terkait kajian ilmu sosial.
b) Menambah wawasan serta pengetahuan bagi pihak-pihak terkait tentang
pengaruh antara Social Loafing Dalam Team Work Terhadap Hubungan
Interpersonal”.
c) Sebagai bahan masukan untuk peneliti dan bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dan
masukan kepada semua pihak yang terkait, baik universitas, fakultas, program
studi, serta semua yang bertanggung jawab di Universitas Islam Negeri
Mataram.
b) Penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi pembaca, khususnya
mahasiwa dan mahasiswi Bimbingan Konseling Islam untuk dapat melakukan
pendampingan untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Mataram. Terutama masalah social loafing dalam team work
teradap hubungan interpersonal.
c) Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiwa dan mahasiswi agar
dapat meningkatkan hubungan interpersonal agar social loafing dalam team
work dapat ditangani.
d)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1. KAJIAN TEORI
A. Social Loafing ( Kemalasan Sosial )
1. Definisi Kemalasan Sosial
Menurut Myers, social loafing atau kemalasan sosial merupakan
kecenderungan bagi individu untuk mengurangi usahanya ketika mereka bekerja
dalam sebuah kelompok untuk mewujudkan tujuan bersama dibandingkan saat
mereka melakukan pekerjaan secara individu. Kemudian Karau dan Williams
mendefinisikan kemalasan sosial sebagai pengurangan motivasi dan juga usaha
yang dilakukan individu ketika mereka bekerja secara bersama-sama
dibandingkan saat bekerja secara individual. Sedangkan menurut Latane, Williams
dan Harkins kemalasan sosial merupakan pengurangan kinerja individu ketika
mereka bekerja secara berkelompok dibandingkan saat mereka bekerja secara
individual. Menurut Jassawalla, Sashittal dan Malshe kemalasan sosial lebih dari
sekedar bermalas-malasan, pelaku kemalasan sosial memiliki kinerja yang buruk
serta memiliki perilaku yang menghambat maupun merusak kelompok. 7 Dari
pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kemalasan sosial
merupakan kecendrungan individu yang berada dalam sebuah kelompok memiliki
tekad dan usaha serta motivasi yang kurang yang menyebabkan dirinya
bergantung terhadap individu yang lain atau kelompoknya sehingga
menumpahkan tanggung jawab kepada kelompok yang berdampak pada hasil
yang kurang efektif dan optimal.
2. Aspek-aspek kemalasan sosial
Menurut Myers kemalasan sosial terdiri dari lima aspek, diantaranya
yaitu sebagai berikut:
a. Menurunnya motivasi individu untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
Seseorang menjadi kurang termotivasi untuk terlibat kedalam suatu
kegiatan tertentu pada saat orang tersebut berada dalam keadaan bersama-
sama dengan orang lain atau berada dalam sebuah kelompok. Maksudnya
pelaku social loafing menjadi kurang termotivasi untuk terlibat dalam diskusi

7
Dinda Rutri A. B, dkk, “Perilaku Social Loafing Mahasiswa dalam Mengerjakan Tugas Kelompok Melalui Sistem
Daring”, Jurnal Psikologi Tabularasa, (Vol.17, No.1, Thn.2022), hlm.2-3.
karena merasa berada dalam lingkungan dimana ada orang lain yang mungkin
akan melakukan respon yang sama.
b. Sikap pasif
Anggota kelompok pelaku kemalasan sosial lebih memilih untuk diam
dan hanya membiarkan orang lain saja yang mengeluarkan usaha pada
kelompok tersebut , sehingga menimbulkan sikap pasif terhadap pelaku
kemalasan sosial karena merasa ada yang lebih aktif dari pada dirinya.
c. Pelebaran tanggung jawab
Usaha untuk mencapai tujuan kelompok merupakan usaha bersama
yang dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Namun terkadang terdapat
individu yang merasa dirinya telah berkontribusi dengan baik walupun hanya
memberikan kontribusi sedikit pada kelompok, keadaan ini mengakibatkan
munculnya pelebaran tanggung jawab dimana individu yang merasa dirinya
telah memberikan kontribusi yang memadai bagi kelompok tidak tergerak
untuk memberikan lagi kontribusinya dan akan menunggu partisipasi anggota
lain untuk menyelesaikan tanggung jawab kelompok.
d. Free Ride
Free ride atau mendompleng pada usaha orang lain merupakan kondisi
dimana individu berusaha mengambil banyak keuntungan dari kelompok
tetapi pada saat yang sama pelaku kemalasan sosial hanya memberikan
kontribusi yang sangat sedikit dalam kelompok, sehingga pelaku kemalasan
sosial hanya mendomplang pada usaha yang diberikan oleh individu lain
dalam kelompok.
e. Penurunan kesadaran akan evaluasi dari orang lain
Yaitu terjadinya penurunan pada pemahaman atau kesadaran pelaku
kemalasan sosial akan evaluasi atau penilaian dari orang lain terhadap dirinya,
sehingga berdampak negatif bagi dirinya dalam mengambil hikmah
pembelajaran ataupun pengalaman yang didapatkan dari apa yang telah ia
lakukan.8

8
David G. Myers, Psikologi Sosial Edisi 10/Buku 1, (Jakarta, Salemba Humanika, 2012).
Adapun menurut Jassawalla, Sashittal, dan Malshe kemalasan sosial
terdiri dari enam aspek diantaranya sebagai berikut :
a. Sikap apatis
Individu dengan sikap apatis tidak memperdulikan mengenai apa yang
dilakukan di dalam kelompoknya. Hal ini mengacu pada ketidakpedulian dan
kurangnya keterkaitan terhadap tugas dan juga kepada kelompok.
b. Perilaku menghambat dan merusak dalam kelompok
Individu dengan perilaku ini melakukan tindakan-tindakan yang dapat
menyebabkan kelompok menjadi terganggu. Individu seperti ini seringkali
menggangu jalannya diskusi kelompok dengan banyak berbicara diluar topik
tugas, tidak terlibat dalam diskusi, sering bergurau, dan banyak perilaku lain
yang dapat menggangu produktivitas kelompok.
c. Hubungan interpersonal yang lemah
Hal ini ditandai dengan kurangnya interaksi individu dengan anggota
kelompok dikarenakan pelaku kemalasan sosial memilih untuk tidak bergaul
dengan salah satu anggota kelompok ataupun memilih untuk tidak berinteraksi
dengan kelompok.
d. Kualitas kerja dan hasil kerja yang buruk
Perilaku kemalasan sosial pada aspek ini ditandai dengan kesulitan
dalam mengerjakan tugas dan juga hasil tugas yang dikerjakan buruk
dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya.
e. Pendomplengan tugas
Pelaku kemalasan sosial seringkali sulit untuk diberikan arahan oleh
kelompok, selain itu pekerjaan yang telah mereka lakukan tidak memiliki hasil
yang memuaskan sehingga pekerjaan tersebut harus ditanggung oleh anggota
kelompok yang lain, sehingga anggota kelompok yang menggantikannya
mendapatkan porsi tugas yang lebih banyak.
f. Kinerja tim yang buruk secara keseluruhan
Keberadaan pelaku kemalasan sosial dapat menyebabkan penurunan
kualitas kelompok yang ada pada akhirnya akan memberikan dampak negatif
secara keseluruhan pada kelompok tersebut.9

9
Atikah dan Sugeng Hariyadi, “Social Loafing Dalam Mengerjakan Tugas Kelompok Ditinjau Dari The Big Five
Personality Traits Pada Mahasiswa, Jurnal Psikologi Ilmiah, (Vol.11, No.1, Thn.2019), hlm.56-57
Adapun menurut Chidambaram dan Tung menyatakan bahwa
kemalasan sosial terdiri atas dua aspek yang dimana aspek tersebut menjadi
acuan dalam pembuatan alat ukur variabel social loafing diantaranya :
a. Dillution effect
Motivasi individu menurun karena merasa kontribusinya tidak ada
artinya dalam kelompok. Kemungkinan lainnya yaitu individu merasa reward
yang diperoleh tiap individu tidak ada kaitannya dengan besar kontribusi yang
individu keluarkan. Maksudnya, individu menganggap kontribusi yang
dikeluarkannya tidak berdampak pada kelompok atau kelompok mengganggap
kontribusi individu tersebut masih kurang, yang dimana hal tersebut yang
membuat individu melakukan atau menjadi pelaku social loafing.
b. Immediacy gap
Aspek ini menjelaskan bahwa semakin terasingkan individu dari
kelompok, maka semakin jauh individu tersebut dengan pekerjaannya. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya komunikasi dan kedekatan dalam kelompok.
Apabila kedekatan antar anggota kelompok kurang, maka setiap individu
merasa terasingkan sehingga kontribusinya dalam kelompok juga kurang. Hal
tersebut tentunya akan mempengaruhi kinerja kelompok. Aspek ini akan
terlihat pada situasi dimana kontribusi individu dalam kelompok sulit
diidentifikasi.10
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemalasan Sosial
Berdasarkan kajian-kajian pada penelitian terdahulu, terdapat faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi social loafing atau kemalasan sosial, sebagai berikut :
a. Kohesivitas kelompok
Adanya keterkaitan antar individu dalam sebuah kelompok akan
meningkatkan rasa kebersamaan dalam sebuah kelompok, hal ini dapat
menghindari munculnya perilaku kemalasan sosial.
b. Harga diri
Seseorang dengan harga diri yang positif akan memiliki rasa tanggung
jawab ketika dihadapkan oleh tugas-tugas, sehingga tinggi rendahnya harga
diri juga dapat mempengaruhi terjadinya kemalasan sosial.
c. Kepribadian

10
Ivan M.A, dkk, “Properti Psikometrik dan Struktur Skala Kemalasan Sosial ( Social Loafing ) Pada Mahasiswa,
Jurnal Psikologi, (Vol.15, No.2, Thn.2019), hlm.141-142
Kepribadian seseorang berpengaruh terhadap kinerjanya, terutama
ketika bersama orang lain. Sifat-sifat yang ada pada diri seseorang juga
menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam membangun sebuah
kelompok.
d. Efikasi diri
Efikasi diri atau kepercayaan diri seseorang berpengaruh dalam
menurunkan tingkat kemalasan sosial yang ada dalam diri seseorang.
e. Ukuran kelompok
Besar kecilnya ukuran kelompok berpengaruh terhadap perilaku
kemalasan sosial, kelompok yang besar akan menyebabkan individu merasa
tidak memiliki tanggung jawab sepenuhnya dikarenakan masih terdapat
banyak anggota yang lainnya. Maksudnya jumlah anggota dalam sebuah
kelompok sangat mempengaruhi kinerja kelompok yakni apabila individu
tergabung dalam kelompok dengan jumlah anggota yang banyak, maka
individu kemungkinan besar mengurangi usahanya dalam proses penyelesaian
tugas dan tidak memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
f. Motivasi berprestasi
Motivasi berprestasi yang rendah dapat memunculkan perilaku social
loafing pada diri individu, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran akan
tanggung jawab yang seharusnya diberikan pada kelompok. Kurangnya
motivasi tersebut terjadi karena tugas yang diberikan kurang menarik atau
tidak adanya reward yang berarti bagi individu yang dimana reward yang
diberikan untuk hasil kerja individu akan membangkitkan motivasi dan
semangat individu untuk menyelesaikan tugas yang akan mengurangi
kemungkinan terjadinya social loafing.11
4. Ciri-Ciri Mahasiswa Yang Melakukan Social Loafing
Menurut Stephanie dan Ermida, mereka menjelaskan ciri-ciri mahasiswa
yang melakukan kemalasan sosial, sebagai berikut :
a. Pasif
b. Tidak punya inisiatif
c. Kurang percaya diri
d. Tidak asertif

11
Kardila D.P dan Farah A, “Faktor-Faktor yang Berperan dalam Pemalasan Sosial (Social Loafing), Jurnal
Pendidikan Tambusai, (Vol.4, No.2, Thn.2020), hlm.1426-1464
e. Tidak berusaha mengatasi kesulitan.12
5. Dampak Social Loafing
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Saputro, kemalasan sosial
memiliki beberapa dampak yang merugikan, diantaranya :
a. Penurunan kemampuan individu.
b. Penurunan akan produktivitas kelompok
c. Cenderung menggantungkan pada kemampuan orang lain.
d. Penurunan kepuasan kelompok.
e. Tidak percaya terhadap kemampuan diri sendiri.
f. Penurunan harga diri.13
Sedangkan menurut Latane, William dan Harkins, menyebutkan dampak
bagi pelaku kemalasan sosial, yaitu :
a. Memunculkan iri hati dalam kelompok dan menurunkan potensi dan
kohevisitas sebuah kelompok, serta berpengaruh pada performansi, kehadiran
dan kepuasan kelompok.
b. Hilangnya motivasi anggota kelompok sehingga berpengaruh pada kinerja
kelompok.
c. Tidak mendapatkan pengetahuan seperti anggota kelompok lain.
d. Kehilangan kesempatan untuk melatih keterampilan dan mengembangkan diri
sendiri dalam kelompok.
e. Menghambat produktivitas individu karena harus bekerja di dalam sebuah
kelompok.
f. Berkurangnya kemampuan menyerap pengetahuan baru serta informasi dari
tugas juga berkurang.
B. Team Work ( Tugas Kelompok )
1. Definisi Team Work
Team work merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam
melakukan kerja sama dalam sebuah kelompok untuk mencapai tujuan bersama
dalam sebuah kelompok tersebut. Kemampuan disini tentunya memilki peran dan
tugas yang diberikan untuk masing-masing anggota kelompok, yang dimana peran
dan tugas kelompok yakni suatu cara untuk menciptakan kerjasama dalam sebuah

12
Stephanie S dan Ermida S, “Intensi Social Loafing ….hlm.34-36
13
Ishmatun Naila, “Perilaku Social Loafing Dalam Pembelajaran Daring, Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata,
(Vol.2, No.1, Thn.2021), hlm.136-137
kelompok agar tujuan dari sebuah kelompok dapat tercapai dengan efektif dan
optimal. team work merupakan suatu cara di mana para anggota kelompok saling
bekerjasama secara terkoordinir dalam menyelesaikan tugasnya untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, yang dimana agar tercapai tujuan tersebut dengan hasil yang
baik maka dibutuhkan hubungan kerja sama, komunikasi yang terbuka,
pemecahan masalah kelompok dan konsensus dalam pemngambilan keputusan.
Agar semua itu dapat berjalan efektif maka harus berada dalam lingkungan yang
jujur, saling percaya, ada komunikasi yang terbuka serta yang terpenting adalah
keterlibatan setiap anggota kelompok dan terakhir komitmen.14
2. Prinsip-Prinsip dan keuntungan Team Work
Untuk membangun dan memelihara kerja sama antar anggota kelompok
maka perlu mengikuti beberapa prinsip dasar, antara lain : tetap terarah pada misi,
adanya komunikasi yang terbuka dan mendengarkan aktif serta adanya hubungan
yang membangun. Adapun keuntungan team work diantaranya, adanya keputusan
dan motivasi yang lebih baik, mendorong partisipasi dari setiap anggota
kelompok, memelihara hubungan kerja yang lebih baik, mendorong adanya
penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri, masukan informasi yang lebih bebas,
meningkatkan komunikasi, mendorong arah kelompok serta harapan kelompok.15
3. Faktor-Faktor yang Membentuk Team Work
a. Penetapan misi dari kelompok, merupakan langkah awal di dalam membentuk
suatu kelompok dan setiap anggota kelompok harus mengerti dan menyetujui
misi dari kelompok tersebut, sehingga segala peraturan dan persetujuan dibuat
berdasarkan misi dari kelompok tersebut.
b. Penetapan peran dan tanggungjawab, merupakan sikap yang saling
ketergantungan satu sama lain dalam hal informasi, sumber daya, pelaksanaan
tugas, dukungan sehingga dapat memperkuat kebersamaan kelompok.
c. Pemahaman dinamika kelompok, merupakan sikap antar anggota kelompok
terhadap bagaimana mereke bekerja sama, bagaimana hubungan tersebut dapat
terjalin dengan baik dan nyaman dan juga mengenai bagaimana latar belakang
masing-masing anggota kelompok serta komunikasi diantara mereka.

14
Herlina F dan Novia S, Social Loafing dalam Team Work, hal.18-20.
15
Kasih dan Citra, “Hubungan Selff Efficacy Academic dengan Social Loafing Pada Kelompok Belajar
Mahasiswa”, Journal of Psychology, (Vol.4, No.2, Thn.2021), hlm.105
d. Penanganan masalah, merupakan kemampuan dari setiap anggota kelompok
dalam mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan suatu masalah yang ada
agar tidak memunculkan masalah yang baru dalam kelompok tersebut.
e. Motivasi dalam suatu kelompok, merupakan pemicu anggota kelompok untuk
menyelesaikan tugas yang ada, dimana motivasi ini mempengaruhi para
anggota kelompok pada suatu sikap tertentu yang tujuannya untuk
menyemangati diri setiap anggota kelompok.16
C. Hubungan Interpersonal
1. Definisi Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal merupakan konteks paling penting dalam
kehidupan banyak orang karena melibatkan hubungan dengan orang lain, yang
dimana individu menghadapi banyak tuntutan seperti finansial, profesional, serta
akademis yang memiliki kekuatan tertentu untuk menarik perhatian individu
menuju kebahagiaan atau kesengsaraan. Hubungan interpersonal merupakan
setting yang mempelajari pengaruh faktor kepribadian, karena berbagai pengaruh
yang ada bersifat dua sisi, yang dimana pada satu sisi karakteristik kepribadian
yang berbeda dapat menyebabkan orang terlibat dalam tindakan yang membantu
atau membahayakan hubungan dengan orang lain. Di sisi lain, kualitas
kepribadian bisa jadi mempengaruhi interpretasi seseorang terhadap perilaku
pasangannya terlepas dari apa yang sebenarnya dilakukan pasangannya tersebut.17
Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang saling tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang
konsisten, tentu saja hubungan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap satu
dengan yang lainnya atau dapat dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat
timbal balik. Secara sederhana Desmita mengartikan hubungan interpersonal
sebagai hubungan antarindividu yang dibangun dalam interaksi sosial antara
individu dengan individu lainnya.18
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan
interpersonal merupakan suatu konteks yang penting dalam kehidupan manusia

16
Ahmad Subandi dkk, “Mempelajari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan di
Perusahaan XYZ”, Jurnal Ilmiah Pascasarjana, (Vol.3, No.1, Thn.2023), hlm.2-3
17
Lawrence dkk, Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi Kesembilan, ( Jakarta, Kencana, 2010),
hlm.527-528
18
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung, Rosdakarya, 2009), hlm.219
karena berkaitan dengan interaksi sosial yang terjalin antarindividu yang bersifat
timbal balik satu dengan lainnya.
2. Ciri-Ciri Hubungan Interpersonal
Beberapa ciri-ciri hubungan interpersonal menurut Suranto, sebagai
berikut :
a. Mengenal secara dekat yang artinya bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam
hubungan interpersonal saling mengenal satu sama lain sehingga
menumbuhkan kedekatan diantara pihak-pihak yang terlibat.
b. Saling memerlukan artinya dalam hubungan interpersonal ini polanya harus
saling menguntungkan secara dua arah sehingga tidak ada pihak yang terlibat
merasa dirugikan.
c. Pola hubungan antarpribadi yaitu adanya sikap keterbukaan diantara pihak-
pihak yang terlibat satu dengan yang lainnya.
d. Kerjasama yaitu apabila pihak-pihak yang terlibat menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat bersama mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan tersebut.19
3. Model Hubungan Interpersonal
Berdasarkan teori Coleman dan Hammen menyebutkan ada empat buah
model dalam hubungan interpersonal, yaitu :
a. Model pertukaran sosial ( social exchange model ), model ini memandang
hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang, maksudnya individu
berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhannya.
b. Model peranan ( role model ), menganggap bahwa hubungan interpersonal
sebagai panggung sandiwara, karena setiap orang harus memainkan perannya
sesuai dengan naskah yang telah dibuat masyarakat sehingga hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan
perannya.
c. Model permainan ( the game people play model ), orang berhubungan dengan
bermacam-macam permainan, yang didasari oleh tiga kepribadian manusia,
yaitu orang tua, orang dewasa, dan anak. Orang tua adalah aspek kepribadian
yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang
19
Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011), hlm.28
dianggap orang tua. Orang dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah
informasi secara rasional sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan dengan
masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak
adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-
kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan
kesenangan.
d. Model interaksional ( interactional model ), memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem, yang dimana setiap sistem memiliki sifat-
sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem terdiri atas subsistem
yang saling berhubungan dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan, yang
mempunyai kecendrungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan.20
4. Tahap-Tahap Hubungan Interpersonal
Menurut Devito hubungan interpersonal memiliki enam tahapan yakni sebagai
berikut :
a. Tahap kontak ( contact ) yaitu setiap hubungan akan diawali dengan adanya
kontak dengan orang lain.
b. Tahap keterlibatan ( involvement ) merupakan tahap pengenalan lebih lanjut
ketika individu sudah menentukan untuk lebih mengenal orang lain.
c. Tahap keakraban ( intimacy ) merupakan tahap dimana individu lebih
mengikat diri dengan yang lainnya.
d. Tahap pemudaran ( deterioration ) yakni tahap yang ditandai dengan adanya
ikatan yang semakin melemah diantara pihak-pihak yang terlibat.
e. Tahap pemulihan ( repair ) pada tahap ini masing-masing pihak dapat
melakukan usaha pemulihan agar hubungan dapat kembali membaik seperti
semula.
f. Tahap pemutusan ( Dissolution ) yaitu tahap memutuskan hubungan diantara
pihak-pihak yang terlibat.21
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal diantaranya
adalah sebagai berikut :

20
Ida Nor’ Aini Hadna, “ Hubungan Interpersonal Dalam Pengadaan Bahan Pustaka : Studi Kasus Di
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga”, Jurnal Dokumentasi dan Informasi, (Vol.23, No.2, Thn.2013), hlm.184
21
Dian Wisnuwardhani dan Sri Fatmawati M, Hubungan Interpersonal, ( Malang, Salemba Humanika, 2012),
hlm.120-123
a. Toleransi yaitu adanya kemauan dari masing-masing pihak untuk menghargai
dan menghormati satu sama lain.
b. Sikap menghargai orang lain yakni sikap yang menghendaki adanya
pemahaman antarindividu bahwa setiap orang itu memiliki martabat.
c. Sikap terbuka yakni sikap untuk membuka diri, mengatakan tentang keadaan
dirinya secara terbuka dan apa adanya.
d. Kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain dalam
suatu hubungan.
e. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang, kedekatan
dan kehangatan.
f. Kesetaraan yakni merupakan posisi yang sama bagi semua pihak yang terlibat.
g. Respon yaitu ketepatan dalam memberikan tanggapan antarindividu.
h. Suasana emosional adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi
sedang berlangsung, yang ditunjukkan dengan ekspresi yang relevan.22
D. Mahasiswa
1. Definisi Mahasiswa
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan
tinggi. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya
18 sampai 25 tahun, yang dimana tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja
akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas
perkembangan pada usia mahasiwa ini ialah pemantapan pendirian hidup.
Mahasiswa juga dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu
ditingkat perguruan tinggi. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia,
mahasiswa adalah mereka yang sedang belajar di perguruan tinggi. Dan adapun
pendapat lainnya bahwa mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses
menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada
salah satu perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi,
institut dan universitas.23Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa merupakan seseorang yang sedang menimba ilmu di sebuah
perguruan tinggi dengan usia rata-rata antara 18-25 tahun yang memiliki tugas
perkembangan yang berkaitan dengan pemantapan pendirian hidup.
2. Ciri-Ciri Mahasiswa

22
Suranto, Ibid…..Hlm.30-33
23
John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 2, ( Jakarta, Erlangga , 2007), hlm.97
Mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar diperguruan tinggi,
sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensi.
b. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak
sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin
masyarakat ataupun dunia kerja.
c. Diharapkan dapat menjadi daya pergerakan yang dinamis bagi proses
modernisasi.
d. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas.24
3. Karakteristik Perkembangan Mahasiswa
Seperti halnya transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah
pertama yang melibatkan perubahan dan kemungkinan stres, begitu pula masa
transisi dari sekolah menengah atas menuju universitas. Dalam banyak hal,
terdapat perubahan yang sama dalam transisi itu. Menurut Santrock transisi
tersebut melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan
tidak bersifat pribadi, seperti interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang
lebih beragam dan peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaiannya.
perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan pertumbuhan
kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap kurikulum yang
menawarkan wawasan dan cara berfikir baru seperti, terhadap mahasiswa lain
yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai, terhadap kultur mahasiswa yang
berbeda dengan kultur pada umumnya dan terhadap anggota jurusan serta fakultas
yang memberikan model baru, dimana pilihan perguruan tinggi dapat mewakili
pengerjaan terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karir masa depan.25
4. Tugas Mahasiswa
Menurut Siallagan, mahasiswa sebagai masyarakat kampus mempunyai
tugas utama yaitu belajar seperti membuat tugas, membaca buku, buat makalah,
presentasi, diskusi, hadir ke seminar, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bercorak
kekampusan. Di samping tugas utama, ada tugas lain yang lebih berat dan lebih
menyentuh terhadap makna mahasiswa itu sendiri, yaitu sebagai agen perubahaan

24
Fredy Y dan Ria K, “Membangun Karakter Mahasiswa Indonesia Melalui Pendidikan Karakter”, Journal on
Education, (Vol.5, No.4, Thn.2023), hlm.12402-12403.
25
John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 2, ( Jakarta, Erlangga , 2007), hlm.111-113.
dan pengontrol sosial masyarakat. Tugas inilah yang dapat menjadikan mahasiswa
sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang setia mencarikan solusi
berbagai problem yang sedang mereka hadapi.26
5. Peranan Mahasiswa
Mahasiswa sebagai agen perubahan sosial selalu dituntut untuk
menunjukkan peranannya dalam kehidupan sosial masyarakat. Menurut Siallagan,
ada tiga peranan penting dan mendasar bagi mahasiswa yaitu diantaranya :
a. Peran intelektual yaitu mahasiswa sebagai orang yang intelek, jenius, dan jeli
harus bisa menjalankan hidupnya secara proporsional, sebagai seorang
mahasiswa, anak serta harapan masyarakat.
b. Peran moral yaitu mahasiswa sebagai seorang yang hidup dikampus yang
dikenal bebas berekspresi, beraksi, berdiskusi, berspekulasi dan berorasi, harus
bisa menunjukkan perilaku yang bermoral dalam setiap tindakannya tanpa
terkontaminasi dan terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
c. Peran sosial yaitu mahasiswa sebagai seorang yang membawa perubahan
harus selalu bersinergi, berpikir kritis dan bertindak konkret yang terbingkai
dengan kerelaan dan keikhlasan untuk menjadi pelopor, penyampai aspirasi
dan pelayan masyarakat.27
2. STUDI KEPUSTAKAAN
A. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah penelitian yang digunakan sebagai perbandingan
dalam menghindari manipulasi terhadap sebuah karya ilmiah dan menguatkan
tentang penelitian yang peneliti lakukan benar-benar belum diteliti oleh peneliti
lain. Adapun studi kepustakaan yang peneliti gunakan berasal dari jurnal
diantaranya sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Atikah dan Sugeng Hariyadi dari Fakultas
Psikologi, Universitas Negeri Semarang pada tahun 2019 dengan judul yang
diangkat adalah Social Loafing Dalam Mengerjakan Tugas Kelompok Ditinjau
Dari The Big Five Personality Traits Pada Mahasiswa. Hasil olah data
menunjukan terdapat perbedaan social loafing ditinjau dari the big five personality

26
Rahman T dan Opan A, “Pendampingan Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Dalam Menulis Jurnal
Ilmiah”, Jurnal Karya Inovasi Pengabdian Masyarakat, (Vol.1, No.1, Thn.2023), hlm.43-45
27
Fitri Yani dkk, “Peran Mahasiswa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Jorong Batang Gunung Dalam Program
Pengembangan Pendidikan dan Sosial”, Religion Education Social Laa Roiba Journal”, (Vol.5, No.4, Thn.2023).
hlm.2217-2219
traits. Analisis lebih lanjut menemukan, pertama ada perbedaan social loafing
pada trait kepribadian extraversion dengan trait kepribadian neuroticism dengan
signifikansi 0,000 (p<0,05). Kedua, ada perbedaan social loafing pada trait
kepribadian extraversion dengan trait kepribadian opennes dengan signifikansi
0,006 (p<0,05). Ketiga, ada perbedaan social loafing pada trait kepribadian
agreeableness dengan trait kepribadian conscientiousness dengan signifikansi
0,010 (p<0,05). Keempat, terdapat perbedaan social loafing pada trait kepribadian
conscientiousness dengan trait kepribadian neuroticism dengan signifikansi 0,000
(p<0,05). Kelima, ada perbedaan social loafing pada trait kepribadian
conscientiousnessdengan trait kepribadian opennes dengan signifikansi 0,000
(p<0,05). Secara umum, social loafing berada pada kategori sedang. 28 Adapun
persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-
sama menggunakan variable x (Social Loafing) yang berkaitan dengan tugas
kelompok serta subjeknya juga sama yaitu mahasiwa namun variable y berbeda
yang dimana pada penelitian ini variable y nya adalah Big Five Personality Traits
sedangkan peneliti variable y nya adalah hubungan interpersonal.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dinda Rutri Ayang Bestari, Siska Oktari dan Rozi
Sastra Purna dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Limau Manis Pauh, Kota Padang pada tahun 2022 dengan judul Perilaku
Social Loafing Mahasiswa dalam Mengerjakan Tugas Kelompok Melalui Sistem
Daring. Hasil analisa data menunjukkan nilai -0.299 dengan p < 0.001 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient
dengan intensi mahasiswa untuk melakukan social loafing pada tugas kelompok.
Semakin tinggi adversity quotient yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin
rendah intensi mahasiswa untuk melakukan social loafing pada tugas kelompok.
Dosen disarankan untuk memberikan tugastugas perkuliahan yang dapat
menstimulasi adversity quotient pada mahasiswa sehingga intensi mahasiswa
untuk melakukan social loafing dapat menurun.29 Adapun persamaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variable x nya yaitu social loafing
dan subjeknya sama-sama mahasiswa dan perbedaannya terletak pada variable y
serta proses perkuliahan yang secara daring dan luring.
28
Atikah dan Sugeng Hariyadi, “Social Loafing dalam Mengerjakan Tugas Kelompok Ditinjau dari The Big Five
Personality Traits pada Mahasiswa”, Jurnal Psikologi Ilmiah, ( Vol.11, No.1, Thn.2019), hlm.55
29
Dinda dkk, “Perilaku Social Loafing Mahasiswa dalam Menegrjakan Tugas Kelompok Melalui Sistem Daring”,
Jurnal Psikologi Tabularasa, (Vol.17, No.1, Thn.2022), hlm.1
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fifi Wahyuni dari Jurusan Psikologi, Universitas
Negeri Padang pada tahun 2022 dengan judul Hubungan Antara Kohevisitas
Kelompok Dengan Social Loafing Pada Tugas Kelompok Yang Dilakukan
Mahasiswa Universitas Negeri Padang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kohesivitas kelompok dengan
social loafing pada tugas kelompok yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri
Padang.30 Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada jenis penelitian yang digunakan yang dimana pada penelitian sebelumnya
menggunakan hubungan sedangkan penelitian ini menggunakan pengaruh, dan
adapun persamaannya terletak pada variable social loafing yang berkaitan dengan
tugas kelompok serta subjeknya sama-sama mahasiswa.
3. KERANGKA BERFIKIR
Social loafing dalam team work merupakan keadaan dimana individu lebih
cenderung untuk mengurangi tekad dan usahanya ketika bekerja dengan orang lain
daripada ketika bekerja sendiri, yang dimana individu tersebut seolah ingin
terlepas dari tanggung jawab dalam mengerjakan tugas secara berkelompok,
perilaku ini mencakup berbagai aspek seperti, sikap apatis, perilaku menghambat
dan merusak dalam kelompok, hubungan interpersonal yang lemah, kualitas kerja
dan hasil kerja yang buruk, pendomplengan tugas, dan kinerja tim yang buruk
secara keseluruhan. Sedangkan hubungan interpersonal merupakan hubungan
antarindividu yang dibangun dalam interaksi sosial antara individu dengan
individu lainnya dengan ciri seperi mengenal secara dekat, saling memerlukan,
sikap keterbukaan, dan kerjasama.
Dalam kerangka berfikir ini, faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan
interpersonal dapat mencakup kohevisitas kelompok, harga diri, kepribadian,
efikasi diri, ukuran kelompok dan motivasi berprestasi. Faktor kohevisitas
kelompok meliputi keakraban. Faktor harga diri meliputi respon. Faktor
kepribadian meliputi saling menghargai dan sikap terbuka. Faktor efikasi diri
meliputi kepercayaan. Faktor ukuran kelompok meliputi toleransi. Faktor motivasi
berprestasi meliputi kesetaraan dan suasana emosional.

30
Fifi Wahyuni, “Hubungan Antara Kohevisitas Kelompok Dengan Social Loafing Pada Tugas Kelompok yang
Dilakukan Mahasiswa Universitas Negeri Padang”, Journal of Multidiciplinary Research and Development,
(Vol.4, No.3, Thn.2022), hlm.1
Terdapat beberapa asumsi yang dapat diajukan mengenai pengaruh antara
social loafing dalam team work terhadap hubungan interpersonal. Salah satu
asumsi tersebut adalah bahwa social loafing dalam team work dapat menjadi
faktor individu yang mempengaruhi hubungan interpersonal, karena kemalasan
sosial dalam pengerjaan tugas kerja kelompok akan berdampak negatif terhadap
hubungan interpersonal antar anggota kelompok.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh social loafing dalam team work terhadap hubungan interpersonal. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas, maka dalam penelitian ini perlu membuat
keranga pemikiran guna mengetahui variabel yang berpengaruh serta hubungan
dari masing-masing variable.
4. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis merupakan jawaban sementara pada masalah penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris (Nazir, 2005). Berdasarkan kajian teoritis di
atas, peneliti mengajukan hipotesis yaitu :
Terdapat pengaruh diantara social loafing dalam team work terhadap
hubungan interpersonal mahasiswa fakultas dakwah dan ilmu komunikasi Universitas
Islam Negeri Mataram.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif yaitu
penelitian yang terstruktur dan mengkuantifikasikan data untuk dapat
digeneralisasikan. Adapun pendekatan yang peneliti gunakan dalam pendekatan ini
adalah penelitian deskriptif yaitu yang diarahkan untuk mengetahui nilai variable
independen ( baik satu variable maupun lebih ) tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan variable satu dengan variable yang lain.
2. Populasi dan Sample
Populasi merupakan keseluruhan dari unit yang diteliti. Populasi merupakan
kumpulan dari individu dengan kualitas ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi
merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala seuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan
hanya orang, akan tetapi juga bisa organisasi, binatang, hasil karya manusia, dan
benda-benda alam yang lain.
Kemudian sample merupakan bagian dari populasi. Analisis data sample
secara kuantitatif menghasilkan statistik sample yang digunkan untuk mengestimasi
parameter populasinya. Peneliti dapat meneliti seluruh elemen atau anggota populasi
(sensus), atau meneliti sebagian dari elemen populasi (penelitian sample). Adapun
teknik pengambilan sample yang peneliti gunakan yaitu probability sampling yaitu
didasarkan pada konsep seleksi acak dan setiap anggota populasi mempunyai peluang
sama untuk menjadi sampel. Adapun cara pada teknik sample ini peneliti
menggunakan simple random sampling, merupakan teknik pengambilan sampel
secara acak dan sederhana, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Cara ini biasanya dipilih jika anggota populasi dianggap memiliki karakteristik yang
homogen ( kecenderungan sama ).
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan tempat penelitian merupakan kapan dan dimana penelitian
dilakukan. Untuk waktu sendiri penelitian ini akan dilakukan setalah proses perizinan
selesai sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan fakultas dan universitas.
Sedangkan lokasi penelitian berperan penting mendukung keberhasilan suatu
penelitian. Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam
penelitian kuantitatif, karena dengan penentuan lokasi penelitian berarti subjek, objek
dan tujuan penelitian sudah ditetapkan, sehingga mempermudah peneliti dalam
melakukan penelitian. Pemilihan lokasi penelitian harus tepat dan cermat mengingat
di lokasi tersebut data akan diperoleh, baik data primer maupun sekunder. Maka dari
itu untuk lokasi penelitian maka peneliti memutuskan untuk tempat penelitiannya
berada di Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Mataram
yang tepatnya berada di Jl. Gajah Mada No.100, Jempong Baru, Kec. Sekarbela, Kota
Mataram, Nusa Tenggara Barat.
4. Variable Penelitian
Berdasarkan hubungan antar variable dalam penelitian, pada dasarnya terdapat
tiga jenis variable penelitian diantaranya : pertama, Variabel bebas (variable
independen), yaitu apabila ada dua variable yang saling berhubungan, dan variable
ini bersifat mempengaruhi variabel lainnya, variable ini sering disebut juga sebagai
variable stimulus/prediktor/antecedent. Kedua, variable tidak bebas (variable
dependen), yaitu apabila ada dua variable yang saling berhubungan, dan variable ini
bersifat dipengaruhi oleh variable lainnya, variable ini sering disebut juga sebagai
variable output/kriteria/konsekuen. Ketiga, variable moderator/antara/intervening,
yaitu variable yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variable
independen dan dependen, disebut juga sebagai variable yang berada diantara variable
independen dan dependen.
Adapun variable bebas (independen) pada penelitian ini adalah social loafing
yang bersifat mempengaruhi. Kemudian variable tidak bebas (dependen) adalah
hubungan interpersonal yang bersifat dipengaruhi. Dan terakhir variable
moderatornya yaitu team work yaitu variable yang berada diantara kedua variable.
5. Desain Penelitian
6. Instrumen
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar check
list, kuesioner (angket terbuka/tertutup), pedoman wawancara, camera photo, dan
lainnya. Adapun instrumen yang peneliti gunakan berupa kuesioner yaitu alat
pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi
daftar pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan jawaban.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Teknik menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi,
dan sebagainya. Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah
teknik kuesioner/ angket, yaitu suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung
(peneliti tidak langsung bertanya-jawab dengan responden).
8. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan tahapan yang dilakukan
setelah keseluruhan data penelitian terkumpul. Analisis data diartikan sebagai upaya
mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data dapat
dengan mudah dipahami dan dimanfaatkan untuk menjawab rumusan masalah.
Adapun teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan statistik
dengan bantuan SPSS. Statistik dapat didefinisikan sebagai sekumpulan metode yang
dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal dari suatu data dan
SPSS sendiri merupakan singkatan dari Statistical Program for Social Science yaitu
paket program aplikasi komputer untuk menganalisis data statistik.

Anda mungkin juga menyukai