Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

SOSIOLOGI MASYARAKAT PESISIR


DESA TAMBAK MULYO, KECAMATAN
SEMARANG UTARA
SEMARANG

Oleh :
Kelompok 3 / Trip I

Esayani Rosadi 26040119120036


Liora Nasya Andita 26040119130062
Devi Aulia Zeril O. 26040119140134
M. D. Fakhruddin N. 26040119140168
Alifia Nabilla Putri 26040119140195

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………...

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………………

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………...........

I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………....
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………...........
1.2. Tujuan …………………………………………………………………………………
1.3. Waktu dan Tempat …………………………………………………………………….

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………..


2.1. Pegertian Masyarakat Pesisir …………………………………………………….......
2.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir …………………………………………………….
2.2.1. Pendidikan …………………………………………………………………….
2.2.2. Pola Kegiatan ……………………………………………………………….....
2.2.3. Peran Wanita …………………………………………………………………..
2.2.4. Sistem Kepercayaan …………………………………………………………..
2.3. Dimensi Ekonomi Masyarakat Pesisi ………………………………………………..
2.4. Hubungan Patronage …………………………………………………………………
2.5. Dimensi Budaya Masyarakat Pesisir ………………………………………………...
2.6. Dimensi Sosial dan Kelembagaan Masyarakat Pesisir ………………………………

III. MATERI DAN METODE


3.1. Materi
3.3.1. Alat
3.2. Metode

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktikum
4.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir
4.2.1. Jumlah Tanggungan Partisipasi Pendidikan Dan Pekerjaan
4.2.2. Pola Kegiatan
4.2.2.1. Jenis Usaha, Pola Usaha dan Sistem Bagi Hasil
4.2.3. Peranan Wanita
4.3. Dimensi Ekonomi

2
4.3.1. Pendapatan Dan Sistem Hasil
4.3.2. Pengeluaran Usaha
4.3.3. Pengeluaran Rumah Tangga
4.4. Dimensi Budaya
4.4.1. Bentuk Kearifan Lokal
4.4.2. Budaya Dan Adat Istiadat
4.4.3. Sistem Kepercayaan
4.5. Dimensi Sosial Dan Kelembagaan
4.5.1. Hubungan Patronage
4.5.2. Paguyuban Dan Kelembagaan

3
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama


mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait
dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir
adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni
suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Masyarakat pesisir pada
umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan
sumberdaya kelautan, seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan
transportasi laut.
Masyarakat dikawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Karakteristik
masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya,
sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-
pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup
dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan
usahanya. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayan menghadapi sejumlah
masalah sosial ekonomi yang begitu komplek. Selain permasalahan yang dimiliki oleh
nelayan diatas, “nelayan juga identik dengan keterbatasan aset, lemahnya kemampuan
modal”.
Memanfaatkan potensi laut yang ada sudah menjadi kebiasaan dan cara utama
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pesisir. Namun kondisi masyarakat pesisir
secara umum lebih - lebih adalah masyarakat nelayan yang masih tradisional berada
dalam kondisi atau di bawah garis kemiskinan.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui karakteristik profil masyarakat pesisir yang meliputi


dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan

4
1.3 Waktu dan Tempat

Hari, tanggal : Minggu, 24 November 2019


Waktu : 07.00 – 11.00 WIB
Tempat : kampung Tambak Mulyo, Kecamatan Semarang Utara, Semarang

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Masyarakat Pesisir

Menurut Natalia dan Alie., (2014), masyarakat pesisir merupakan


kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan
perekonomiannya bergantung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan manusia yang memiliki kebudayaan yang
khas yang terkait dengan ketergantungan mereka pada pemanfaatan sumberdaya
dan lingkungan pesisir. Masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat
yang berdomisili di wilayah pesisir yang hidupnya masih tertinggal dan
terbelakang dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Begitu besarnya potensi
kelautan yang dimiliki, tapi tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan
pandangan yang sangat biasa di lingkungan kehidupan nelayan wilayah pesisir,
bahkan jika dibandingkan dengan sektor lain, pertanian, misalnya, nelayan buruh
dan nelayan kecil atau lebih dikenal dengan nelayan tradisional dapat digolonglan
masyarakat sosial yang miskin. Perangkap kemiskinan di wilayah pesisir
disebabkan oleh faktor yang sangat kompleks, keterikatan pola pekerjaan, karena
pada kenyataannya nelayan membatasi jenis pekerjaan lain yang mengeksploitasi
nelayan sebagai produsen sehingga memiliki daya tawar yang sangat rendah.
Menurut Tamboto dan Manongko., (2019), masyarakat pesisir merupakan
kelompok orang yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi
sumberdaya pesisir. Mata pencaharian utama di daerah pesisir adalah nelayan,
walaupun terdapat mata pencaharian di luar nelayan, seperti : pegawai negeri,
pemilik warung, kontraktor, jasa potong rambut, dan masih banyak usaha di
bidang jasa lainnya. Mereka memiliki karakter yang berbeda pada aspek
pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya. Sementara itu
dibalik kemarginalnya masyarakat pesisir tidak memiliki banyak cara dalam
menyelesaikan masalah yang hadir. Ciri khas dari masyarakat pesisir dapat
ditinjau dari aspek biofisik wilayah serta sumberdaya yang terkandung di
dalamnya yang memiliki sifat terbuka.

6
2.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Menurut Natalia dan Alie., (2019), karakteristik sosial masyarakat dapat


dilihat dari lama tinggal, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, kekayaan
yang dimiliki. Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang
dan berada dalam posisi marginal. Selain itu banyak dimensi kehidupan yang
tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik masyarakat pesisir. Mereka
mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial,
dan struktur sosialnya. Karakter masyarakat pesisir juga memiliki watak yang
keras yang disebabkan oleh kerasnya kehidupan yang dialami oleh para
masyarakat disana. Mereka bersifat tegas agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang mereka hadapi.

2.2.1. Pendidikan

Menurut Natalia dan Alie (2014), Pendidikan yang seharusnya menjadi


perhatian penting dalam masyarakat yang pada hal ini sesuai dengan tujuan
Millenium Development Goal’s adalah satu program yang seharusnya
diprioritaskan pada masyarakat pesisir. Sedangkan, pada kondisi sosial
masyarakat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan status
kepemilikan rumah. Mayoritas masyarakat RW 14 dan RW 15 termasuk dalam
kategori usia produktif (15 - 64 tahun) yaitu sebesar 92%, yang seharusnya dapat
melakukan berbagai macam pekerjaan yang ditekuni secara optimal. tingkat
pendidikan masyarakat pesisir masih tergolong rendah karena mayoritas
pendidikan tertinggi adalah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) sebesar
68%, 11% tidak sekolah, 15% SMP, dan 6% berhasil hingga jenjang
SMA/sederajat. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa mayoritas jumlah
tanggungan pada masing - masing KK yaitu sebesar 3 - 4 orang. Untuk status
kepemilikan rumah sebesar 77% merupakan rumah milik pribadi, 19% merupakan
warisan orang tua, 4% menumpang pada keluarga, dan 1% menyewa.

Menurut Dewi., (2018), Masyarakat pada daerah pesisir umumnya


memiliki kualitas pendidikan yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan
masyarakat di daerah pusat kota. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain
sarana prasarana serta kultur daerahnya. Adapun pengelompokan kasta atas,
menengah dan bawah dapat dilihat ciri - cirinya strata atas, dengan ciri - ciri
sebagai berikut. (a) Berpendidikan tinggi (tamatan S1). Strata menengah, dengan
ciri - ciri sebagai berikut. (a) Berpendidikan dasar hingga menengah pertama

7
(tamatan SD - SMP). Strata bawah, dengan ciri-ciri sebagai berikut. (a)
Berpendidikan dasar (tamatan SD). (b). Tidak mempunyai keahlian.

2.2.2. Pola Kegiatan

Menurut Julkrismi (2018), dalam masyarakat nelayan, struktur yang


terkonstruksi merupakan aktualisasi dari organisasi kehidupan perahu.Sistem
organisasi nelayan memberi ruang yang luas bagi tumbuhnya penghargaan
terhadap nilai-nilai prestatif, kompetitif, beorentasi keahlian, tingkatan solidaritas
sosial kerana faktor nasib dan tantangan alam, serta loyalitas terhadap pemimpin
yang cerdas. Karena itu, posisi sosial seorang nelayan atau pedagang ikan yang
sukses secara ekonomis dan memiliki modal kultural, seperti suka menderma dan
sudah berhaji, sangat dihormati oleh masyarakat di lingkungannya dan diikuti
pendapatnya.Mereka ini merupakan modal sosial berharga yang bisa
didayagunakan untuk mencapai keberhasilan program pemberdayaan masyarakat
pesisir

2.2.3. Peran Wanita

Peningkatan peran kaum wanita merupakan alternatif penopang ekonomi


keluarga pada saat tingkat pendapatan suami sebagai kepala keluarga masih
sangat rendah. Dari waktu ke waktu, kontribusi tenaga kerja wanita terhadap
rumah tangga di masyarakat nelayan meningkat secara signifikan dan
berkembang menjadi salah satu mata rantai yang tidak dapat diabaikan dalam
ekonomi nelayan, terutama untuk kalangan masyarakat nelayan strata bawah.
Pada kelompok masyarakat ini, wanita ada yang bertindak sebagai pedagang
pengecer, pengumpul ikan, pedagang besar, buruh upahan, maupun tenaga
pengolah hasil perikanan. Kondisi tersebut di atas mempertegas sebagian besar
istri nelayan tidak hanya bergelut dalam urusan domestik (rumah tangga),
melainkan juga memainkan fungsi-fungsi ekonomi penting dalam industri
perikanan. Tingkat pendidikan yang rendah dan status sosial kaum wanita
pengolah yang masih tergolong strata bawah. Umumnya keadaan ini sangat
mempengaruhi peran serta wanita dalam pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan. Wanita merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pembangunan pesisir karena posisinya yang strategis dalam kegiatan berbasis
perikanan dan kelautan sebagai pedagang pengecer, pengumpul ikan, pedagang
besar, buruh upahan, maupun tenaga pengolah hasil perikanan(Azizi et al.,2017).

8
Wanita nelayan berperan penting dalam kegiatan ekonomi rumah tangga
nelayan. Peranan wanita merupakan salah satu sumber daya manusia yang perlu
diperdayakan secara ekonomi. Perempuan cenderung mendapatkan kesulitan
untuk memasuki pasar tenaga kerja karena adanya kekhawatiran sisi budaya
bahwa perempuan akan meninggalkan tugasnya sehari-hari sebagai istri dan ibu
rumah tangga. Studi partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi menjadi studi
penting, hal ini dikarenakan banyaknya wanita yang terlibat dalam kegiatan
ekonomi dapat dijadikan indikator dalam kemajuan suatu bangsa [4]. Semakin
meningkatnya peranan wanita dalam kegiatan ekonomi diasumsikan kedudukan
wanita dalam masyarakat semakin meningkat pula. Hal ini juga berlaku di
kalangan istri nelayan(Harlianingtyas et al.,2013).

2.2.4 Sistem Kepercayaan

Komunitas memiliki pengertian sebagai sekelompok orang yang


berinteraksi dan hidup berdampingan karena adanya kesamaan nilai-nilai yang
dianut, tempat tinggal, kepercayaan serta memiliki kohesi sosial. Secara teologis
masyarakat pesisir masih memiliki kepercayaan cukup kuat bahwa laut memiliki
kekuatan magis, sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam melakukan
penangkapan ikan di laut agar keselamatan dan hasil tamgkapan terjamin. Tradisi
tersebut antara lain masih dipertahankannya tradisi sowan ke suhu. Hal tersebut
sangat jelas bahwa masyarakat pesisir atau nelayan masih mempercayai magis.
Penangkapan ikan di laut mereka juga sangat berhati-hati supaya terjamin
keselamatan dan jumlah tangkapan ikannya(Satria,2015).

Masyarakat pesisir pada umumnya memiliki beberapa perbedaan jika


dibandingkan masyarakat biasa, mulai dari bentuk rumah yang kebanyakan
menghadap kearah laut dan masih begitu sederhana, perekonomian yang masih
begitu rendah, karakteristik masyarakatnya, kebiasaan-kebiasaan yang sering
dilakukan, hingga kepercayaan mereka terhadap mitos-mitos membuat mereka
memiliki ciri atau pola tersendiri dalam kehidupan sosial mereka. Masyarakat
pesisir pantai pasar bawah sebagian besar beragama Islam. Walaupun sibuk di
laut, mereka tidak pernah melupakan shalat dan selalu berdoa kepada Allah SWT.
Karena masyarakat di daerah tersebut sebagian besar adalah nelayan yang setiap
harinya melaut di laut lepas, membuat nyawa mereka menjadi taruhannya. Untuk
mengantisipasi hal-hal yang buruk, masyarakat pesisir pantai pasar bawah
memiliki ritual yang menjadi tradisi tahunan masyarakat di daerah tersebut. Ritual
ini dalam pandangan mereka bukanlah bentuk dari syirik, tapi merupakan sarana
untuk menyampaikan doa mereka kepada Allah SWT. Nama ritual tersebut adalah
Mbasuh Pantai (artinya: Cuci Pantai). Tradisi ini, menurut kepercayaan sebagian

9
besar masyarakat setempat apabila tidak dilaksanakan setiap setahun sekali akan
berdampak buruk bagi kehidupan mereka. Memang tidak ada tanggal khusus
untuk melakukan tradisi tersebut, hanya saja dalam setahun mereka harus
melaksanakan tradisi itu yaitu sekali setahun(Julkrismi,2018).

2.3. Dimensi Masyarakat Pesisir

Terdapat berbagai macam dimensi yang ada di kehidupan masyarakat


pesisir. Dua dimensi utama diantaranya adalah dimensi struktural dan kultural.
Dimensi kultural mencakup upaya-upaya perubahan perilaku ekonomi, orientasi
pendidikan, sikap terhadap perkembangan teknologi, dan kebiasaan-kebiasaan.
Sedangkan dimensi struktural mencakup upaya perbaikan struktur sosial sehingga
memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal nelayan. Perbaikan struktural
tersebut umumnya berupa penguatan solidaritas nelayan untuk selanjutnya dapat
berhimpun dalam suatu kelompok dan organisasi yang mampu memperjuangkan
kepentingan mereka (Widagdo, 2016).

Kedua dimensi ini dapat dijadikan sebagai parameter kesejahteraan


masyarakat pesisir. Untuk melihat kesejahteraan masyarakat terdapat pula
dimensi – dimensi yang dapat dijadikan indikator pengukuran. Dimensi - dimensi
tersebut yaitu perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan
dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan
dalam pendapatan. Melalui parameter dimensi ini kesejahteraan masyarakat
pesisir dapat dinilai. Penilaian ini dapat membawa perkembangan dan kemajuan
ekonomi masyarakat pesisir itu sendiri (Senduk et al., 2018).

2.4. Hubungan Patronage

Di dalam masyarakat pesisir tentunya terjadi interaksi sosial antar


mesyarakatnya. Salah satunya adalah hubungan patronage. Patronage merupakan
hubungan patron-client. Di dalam hubungan ini terjadi interaksi yang bersifat
resiprokal atau hubungan timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya
(exchange of resources) yang dimiliki oleh masing masing pihak. Pihak patron
biasanya memiliki kekuasaan, kedudukan, jabatan, perlindungan atau materi
berupa kekayaan, tanah dan uang. Semantara itu, client hanya memiliki sumber
daya berupa tenaga dan loyalitas. Biasa saja dalam hubungan patronage terdapat
middleman/brooker yaitu orang yang menjadi perantara antara patron dan client
(Setiadi dan Kolip, 2013).

Terdapat istilah patronage buying motives yang merupakan variabel yang


berhubungan motivasi dari konsumen terhadap hasil produksi sebuah usaha.

10
Motivasi ini bisa berupa rasa ingin membeli atau memakai sebuah produk. Hasil
produksi yang diminati oleh konsumen bisa menjadi indikator going concern bagi
usaha. Patronage buying motives terdiri dari letak lokasi penjualan, fasilitas
produksi, harga dan kualitas produk berpengaruh terhadap prinsip going concern,
sehingga usaha nelayan kecil lainnya harus memperhatikan faktor-faktor tersebut,
terutama kualitas dan fasilitas produksi harus menjadi fokus utama untuk bisa
tetap bertahan (Totanan, 2018)

2.5. Dimensi Budaya Masyarakat Pesisir

Indonesia yang dihuni oleh masyarakat baik yang berada di daerah


pegunungan dengan mata pencaharian bertani atau berkebun,6 serta yang berada
di daerah pantai atau pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan memiliki
ritual khusus yang pada intinya bertujuan agar dalam menjalani profesi mereka
terhindari dari bahaya dan hasil panen meningkat. Tujuan diadakannya ritual
“Sedekah Laut” adalah supaya hasil panen para nelayan berlimpah, juga diberikan
keselamatan dalam melaut.7 Tradisi sedekah laut ini dilakukan pada bulan-bulan
tertentu berdasarkan penghitungan (tanggal atau hari baik) dengan cara memotong
kerbau. Kepala kerbau di bawah ke tengah laut sebagai persembahan terhadap
“penunggu laut”, sedangkan daging kerbau tersebut dimakan secara bersama atau
dibagikan kepada masyarakat setempat. Tujuannya tidak lain adalah, agar para
nelayan diberikan keselamatan, dan hasil tangkapan pun menjadi lebih banyak.
Hal tersebut dapat dipahami, karena profesi mereka sebagai nelayan akan sangat
tergantung dengan situasi dan kondisi alam (Ruslan, 2014).

Kearifan lokal merupakan bagian dari sistem budaya, biasanya berupa


larangan-larangan yang mengatur hubungan sosial maupun hubungan manusia
dengan lingkungan alamnya. Setiap masyarakat perikanan memiliki unsur
kebudayaan seperti sistem kemasyarakatan, sistem mata pencaharian, sistem
kepercayaan, bahasa dan kesenian serta melaksanakan pola-pola hidup sendiri.
Hal inilah yang menunjukkan karakterisitik budaya masyarakat perikanan itu
sendiri. Setiap masyarakat akan mengembangkan kearifan lokal sesuai dengan
kondisi lingkungan sosialnya maupun lingkungan alamnya serta sistem
pengetahuan yang dimilikinya. Contoh kearifan lokal yang terdapat di etnis
Bengkulu, seperti: pada etnik Enggano yang berdomisili di wilayah berekosistem
pulau/pesisir mempunyai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan
kelautan (Christianawati, 2017).

2.6. Dimensi Sosial dan Kelembagaan Masyarakat Pesisir

11
Pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir merupakan tanggungjawab
utama dalam programpembangunan sumberdaya manusia di wilayah pesisir.
Keberdayaan masyarakat desa dapat dilihat dari adanya daya dan kemampuan
masyarakat itu sendiri didalam mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber
ekonomi yang tersedia di wilayahnya. Daya dukung utama masyarakat di wilayah
pesisir untuk bisa berdaya dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi,
kelembagaan, sertakerjasama antar masyarakat dalam membangun kekuatanuntuk
bisa menolong dirinya sendiri yang didasari dengan penerapan prinsip-prinsip
pemberdayaan. Kemampuan berdaya mempunyai arti yang sama dengan
kemandirian masyarakat.Terkait dengan program pembangunan, bahwa tujuan
yang ingin dicapai adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak, dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan terkait pengelolaan sumberdaya yang
berpotensi sebagai faktor pengungkit keberdayaannya (Fyka dan La Ode, 2017).

Konstruksi masyarakat nelayan mengacu kepada konteks bahwa suatu


konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya dipengaruhi secara
signifikan oleh eksistensi kelompok- kelompok sosial yang kelangsungan
hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir.
Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi
basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki
identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti
petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok
masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah
perkotaan Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau
sistem kognitif yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan, referensi pola-pola
kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Zamzami, 2013).

12
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi
Pengambilan data responden pengolah, pembudidaya, dan nelayan dilakukan di
kampung Tambak Mulyo, Kecamatan Semarang Utara, Semarang, Jawa Tengah.
Masyarakat yang tinggal disana hidup secara berkelompok dan bertahan hidup
dengan mengandalkan sumber daya yang terdapat dilaut. Pengambilan data dari
responden dilakukan dengan cara wawancara.

3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
No. Nama Fungsi
1. Papan jalan Sebagai alas menulis kuisioner
2. Kuisioner Data pertanyaan
3. ATK Menulis data dan jawaban responden
4. Tumblr Tempat minum
5. Obat Pribadi Sebagai pertolongan jika sakit
6. Topi Sebagai pelindung dari panas
7. Jas Almamater Sebagai identitas
8. Jas hujan Melindungi diri jika hujan

3.2 Metode
Metode yang digunakan saat melakukan wawancara berdasarkan berdasarkan
pertanyaan yang tertera pada kuisioner. Kuisioner tersebut berisi pertanyaan dan data-
data seputar pola kehidupan masyarakat pesisir seperti kebutuhan pokok, bahan bakar,
listrik, dan biaya lainnya. Kuisioner lainnya berisi seputar pembudidayaan dan
pengolahan yang dilakukan masyarakat pesisir.

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktikum

Praktikum Sosiologi Masyarakat Pesisir 2019 dilaksanakan di desa Tambak


Lorok. Desa Tambak Lorok ini merupakan salah satu kampung bahari yang terlerak
di Semarang Utara. Kondisi dari desa Tambak Lorok ini kurang memadai. Hal ini
dikarenakan pemukiman warganya sendiri masi kurang tertata dan akses jalannya
cukup sempit untuk dapat dilalui kendaraan. Selain itu jalanan disana banyak yang
becek akibat terkena air laut. Cuaca disana cukup panas dan udaranya kering.

Sebagian besar masyarakatnya merupakan nelayan. Di depan rumah warga


sebagian besarnya terdapat alat - alat untuk menangkap ikan. Terdapat pula sampah
kerang hijau karena ada istri dari nelayan yang bekerja sebagai pengolah ikan.
Sebagian wanita atau istri dari nelayan bekerja sebagai pengolah dari hasil tangkapan
suaminya.

4.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Kebudayaan masyarakat pesisir menunjukkan kebudayaan folk yang ditandai


dengan kecil, terisolasi, buta huruf dan homogen dengan ikatan yang kuat dalam
solidaritas kelompok. Seperti ciri - ciri di atas masyarakat di Desa Tambak Lorok
juga memiliki karateristik yang sebagian besar sama. Masyarakat disana memiliki
hubungan yang erat. Penangkapan hasil di laut mereka tidak pernah terjadi sengketa.
Peran wanita juga terdapat di desa Tambak Lorok. Istri dari nelayan biasanya bekerja
mengolah hasil tangkapan.

4.2.2. Pola Kegiatan


Dalam masyarakat nelayan, struktur yang terkonstruksi merupakan aktualisasi
dari organisasi kehidupan perahu.Sistem organisasi nelayan memberi ruang yang luas
bagi tumbuhnya penghargaan terhadap nilai-nilai prestatif, kompetitif, beorentasi
keahlian, tingkatan solidaritas sosial kerana faktor nasib dan tantangan alam, serta
loyalitas terhadap pemimpin yang cerdas. Karena itu, posisi sosial seorang nelayan
atau pedagang ikan yang sukses secara ekonomis dan memiliki modal kultural,
seperti suka menderma dan sudah berhaji, sangat dihormati oleh masyarakat di
lingkungannya dan diikuti pendapatnya. Mereka ini merupakan modal sosial
berharga yang bisa didayagunakan untuk mencapai keberhasilan program
pemberdayaan masyarakat pesisir.

14
4.2.2.1. Jenis Usaha, Pola Usaha dan Sistem Bagi Hasil

4.2.3. Peran Wanita

4.4.1 Bentuk Kearifan Lokal


Peran dan status kearifan lokal sebagai hukum atau aturan yang dilaksanakan di
wilayah-wilayah pesisir ini sangat penting mengingat dari sisi historinya yang
didapatkan dalam proses yang sangat panjang dan diturunkan secara lisan oleh
masyarakat secara turun menurun. Apalagi dari segi tujuan diterapkannya yaitu
sebagai kontrol terhadap sifat manusia yang kebutuhan dan keinginannya tidak
terbatas memungkinkan keberadaan kearifan lokal sangat mempengaruhi kelestarian
lingkungan manusia sebagai tempat tinggal khususnya wilayah pesisir. Hal ini
diperkuat oleh jurnal Juniarta et al (2013), kearifan lokal merupakan tata nilai
kehidupan yang ter warisi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang berbentuk
religi, budaya ataupun adat istiadat yang umumnya dalam bentuk lisan dalam suatu
bentuk sistem sosial suatu masyarakat. Keberadaan kearifan lokal dalam masyarakat
merupakan hasil dari proses adaptasi turun menurun dalam periode waktu yang
sangat lama terhadap suatu lingkungan yang biasanya didiami ataupun lingkungan di
mana sering terjadi interaksi di dalamnya.
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian
di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah
istilah, wisdom sering diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan. Lokal secara spesifik
menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula.
Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya
melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia

15
dengan lingkungan fisiknya. Di beberapa wilayah di tanah air sudah banyak kearifan
lokal yang menjadi contoh dalam pengelolaan lingkungan

4.4.2. Budaya dan Adat Istiadat


Budaya masyarakat pesisir Tambak Lorok yaitu para nelayan memcari ikan
dan hewan laut untuk mendapatkan uang. Nelayan di Tambak Lorok ini umumnya
bukan asli dari daerah Semarang, banyak juga yang berasal dari kota Demak. Nelayan
disini tidak hanya mencari ikan menggunakan kapal, mereka juga mencari kerang
hijau dengan cara menyelam. Budaya masyarakat Tambak Lorok mencari kerang
hijau dengan cara menyelam. Istri nelayan juga memiliki kebiasaan yaitu mengolah
ikan hasil tangkapan. Istri nelayan juga terbiasa mengolah kerang hijau. Hal ini sudah
menjadi budaya ataupun kebiasan dari masyarakat pesisir di Tambak Lorok.
Adat istiadat di kawasan Tambak Lorok juga masih kental. Masyarakat disini
tentunya tidak melupakan kebudayaan adat istiadat dari nenek moyang. Adat istiadat
yang dilakukan masyarakat Tambak Lorok adalah sedekah laut. Hal ini untuk
menunjukan rasa syukur, karena diberikan hasil tangkapan yang banyak. Rasa syukur
tersebut akan membawa berkah bagi masyarakat Tambak Lorok. Sedekah laut ini
dilakukan sekali dalam setahun, masyarakat setempat melakukan adat istiadat ini
bertujuan untuk tetap melestarikan adat di Tambak Lorok dan tentunya mensyukuri
nikmat dari Tuhan dan berdoa supaya selalu aman ketika mencari ikan.
\
4.4.3 Sistem Kepercayaan
Secara teologis masyarakat pesisir masih memiliki kepercayaan cukup kuat
bahwa laut memiliki kekuatan magis, sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam
melakukan penangkapan ikan di laut agar keselamatan dan hasil tamgkapan terjamin.
Tradisi tersebut antara lain masih dipertahankannya tradisi sowan ke suhu. Hal
tersebut sangat jelas bahwa masyarakat pesisir atau nelayan masih mempercayai
magis. Penangkapan ikan di laut mereka juga sangat berhati-hati supaya terjamin
keselamatan dan jumlah tangkapan ikannya.
kepercayaan mereka terhadap mitos-mitos membuat mereka memiliki ciri atau
pola tersendiri dalam kehidupan sosial mereka. Masyarakat pesisir pantai pasar

16
bawah sebagian besar beragama Islam. Walaupun sibuk di laut, mereka tidak pernah
melupakan sholat dan selalu berdoa kepada Allah SWT. Karena masyarakat di daerah
tersebut sebagian besar adalah nelayan yang setiap harinya melaut di laut lepas,
membuat nyawa mereka menjadi taruhannya. Untuk mengantisipasi hal-hal yang
buruk, masyarakat pesisir pantai pasar bawah memiliki ritual yang menjadi tradisi
tahunan masyarakat di daerah tersebut.

4.5 Dimensi Sosial dan Kelembagaan


Tingkat dimensi sosial ekonomi yang rendah dalam perangkap lingkaran
kemiskinan merupakan ciri kehidupan nelayan di wilayah pesisir. Tingkat kehidupan
nelayan di wilayah ini jika dibandingkan kelompok masyarakat di setor pertanian
dapat digolongkan dalam lapisan sosial yang miskin. Kegiatan penguatan
kelembagaan masyarakat merupakan bagian tugas dari pemerintah dalam
memberikan pelayanan dalam rangka peningkatan wawasan, pengetahuan dan
ketrampilan masyarakat pesisir. Pembinaan dan pelatihan diharapakan menjadi tigger
(pemicu) tumbuh kembangkan inovasi usaha perikanan yang tidak hanya
mengandalkan bantuan dari pemerintah semata. Kelembagaan dari pemerintah yaitu
memberi modal pada nelayan dengan memberi kapal ataupun peralatan menangkap
ikan dengan gratis. Hal ini sangat membatu para nelayan di Tambak Loro.

4.5.1 Hubungan Patronage


Salah satu strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam mengatasi permasalah
ekonomi yang dihadapinya adalah menjalain hubungan sosial. Hubungan yang
dimaksud adalah hubungan yang bersifat patron-klien. Hubungan tersebut akan
mempengaruhi 2 aspek, yakni hubungan yang bersifat ekonomi dan hubungan yang
bersifat non-ekonomi. Hubungan yang bersifat ekonomi merupakan aspek yang
menerima dampak dari hubungan yang terjalin meliputi mata pencaharian. Hubungan
yang bersifat non-ekonomi adalah aspek yang menerima dampak dari hubungan yang
terjalin di luar aspek ekonomi seperti hubungan sosial, budaya, politik dan jaminan
sosial. Berkaitan dengan hal berikut, hubungan patron-klien yang terjadi di daerah
tersebut antara juragan dengan nelayan pemilik kapal. Yang dimaksud juragan dalam

17
penelitian ini adalah pihak yang memasarkan hasil tangkapan dan memiliki status
sosial yang lebih tinggi dari nelayan karena memiliki kekuasaan akan pasar yang
lebih besar yakni memiliki jaringan pemasaran dibandingkan dengan nelayan,
sedangkan yang dimaksud dengan nelayan pemilik kapal adalah pihak yang memilik
kapal yang ikut serta melaut maupun yang tidak ikut melaut.
Hubungan patron-klien tersebut terjadi disebabkan beberapa faktor, yaitu (1)
jaringan pemasaran yang tidak dimiliki oleh nelayan pemilik kapal sehingga membuat
mereka merasa tergantung kepada juragan dalam memasarkan hasil tangkapan dan (2)
mata pencaharian sebagai nelayan sangat tergantung pada musin ikan dan alam
meyebabkan meraka tidak memiliki pendapatan pasti sehingga dirasakan perlu
sebuah jaminan untuk memenuhi kebutuhan hidup (konsumsi, kesehatan, dan
pendidikan) ketika mengalami krisis ekonomi. Hubungan antara juragan atau nelayan
pemilik kapal dengan ABK tidak menunjukkan adanya hubungan patron-klien. Hal
ini disebabkan oleh ABK yang direkrut dapat berpindah kapal sewaktu-waktu (tidak
permanen) sehingga juragan atau nelayan pemilik kapal merasa enggan memberikan
sebuah perlindungan (jaminan) di luar kegiatan melaut.

4.5.2 Paguyuban dan patembayan


Paguyuban merupakan kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan
batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Ciri-ciri kelompok paguyuban
diantaranya yaitu Terdapat ikatan batin yang kuat antar anggota dan hubungan antar
anggota bersifat informal. Paguyuban terdiri atas beberapa jenis, yaitu paguyuban
karena hubungan darah, paguyuban karena tempat, paguyuban karena ideologi.
Paguyuban pada masyarakat Tambak Lorok termasuk pada jenis paguyuban karena
tempat. Faktor tersebut disebabkan karena masyarakat tinggal bersama di daerah
pesisir dalam kurun waktu yang cukup lama. Para nelayan juga biasanya melaut
bersama dan timbulah kelompok melaut. Mereka melaut bersama agar tangkapannya
mendapatkan hasil yang maksimal. Kelompok tersebut dapat terbentuk dengan
sendirinya atau terbentuk karena bekerja bersama sebagai awal dari pemilik kapal.
Patembayan adalah kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki
ikatan lahir yang pokok untuk jangka waktu yang pendek. Ciri-ciri kelompok

18
patembayan diataranya, yaitu hubungan antaranggota bersifatkj formal, memiliki
orientasi ekonomi dan tidak kekal, memperhitungkan nilai guna, lebih didasarkan
pada kenyataan sosial. Contoh dari patembayan pada masyarakat pesisir adalah
hubungan patron dan klien. Pada hubungan tersebut hampir mencakup seluruh ciri-
ciri yang terdapat pada patembayan. Hubungan patron dan klien dapat terjadi
dikarenakan pendapatan nelayan yang tidak dapat diprediksi.

19
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan Saran

5.1.1. Kesimpulan

Karakteristik yang dimiliki masyarakat yang ada di Kampung Tambak Mulyo


yaitu mereka terbiasa pergi melaut menggunakan kapal dan peralatan sendiri. Pengolahan
dari hasil tangkapan ikan biasanya dilakukan oleh sang istri sebelum dikumpulkan
kepada bakul.

5.1.2. Saran

1. Sebelum praktikum sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat pesisir


2. Praktikum dimulai dan diakhiri dengan tepat waktu dan kondusif
3. Sarana dan prasarana lebih ditingkatkan

20

Anda mungkin juga menyukai