Anda di halaman 1dari 173

LAPORAN KERJA PRAKTEK

DI PT PETROKIMIA GRESIK

TUGAS KHUSUS :
MENGHITUNG PERPINDAHAN PANAS DAN KONDUKTIVITAS
TERMAL BAHAN DINDING INSULASI PRIMARY REFORMER 101 – B
PADA UNIT PRODUKSI AMONIA (NH3)

OLEH :

NAMA : NOVEL
NIM : 2016430018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
KERJA PRAKTEK DI PT PETROKIMIA GRESIK

TUGAS KHUSUS : MENGHITUNG PERPINDAHAN PANAS DAN


KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN
DINDING INSULASI PRIMARY REFORMER
101 – B PADA UNIT PRODUKSI AMONIA
(NH3)

NAMA : NOVEL
NIM : 2016430018

TELAH DIPERIKSA DAN DISYAHKAN OLEH :

Jakarta, Desember 2019

Ketua Jurusan Teknik Kimia Dosen Pembimbing

Dr. Nurul Hidayati Fithriyah, S.T., M.Sc. Ir. Athiek Sri Redjeki, M.T.
NIDN : 0320107508 NIDN : 031512670
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

TUGAS KHUSUS : MENGHITUNG PERPINDAHAN PANAS DAN


KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN DINDING
INSULASI PRIMARY REFORMER 101 – B
PADA UNIT PRODUKSI AMONIA (NH3)

NAMA : NOVEL
NIM : 2016430018

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

Jakarta, Januari 2020

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Nurul Hidayati Fithriyah, S.T., M.Sc. Ika Kurniaty, S.T., M.T.
NIDN : 0315108604
NIDN : 0320107508
ABSTRAK
PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam industri pupuk, bahan kimia dan jasa lainnya yang merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan
Perdagangan Indonesia. PT Petrokimia Gresik bernaung di bawah PT Pupuk
Indonesia Holding Company. PT Petrokimia Gresik terdiri dari tiga departemen
produksi. Pada departemen produksi I terdapat pabrik Amonia, pabrik Urea dan
pabrik pupuk ZA I/III, sedangkan pada departemen produksi II terdapat pabrik
pupuk SP36, pabrik NPK, PHONSKA dan pabrik ZK. Departemen produksi III
terdapat pabrik Asam Sulfat, pabrik Alumunium Flourida, pabrik Cement
Retarder dan pabrik pupuk ZA II. Ketiga unit produksi tersebut masing-masing
dilengkapi dengan unit utilitas dan laboratorium.
Unit produksi I B khususnya Pabrik Amonia merupakan tujuan utama kerja
praktek kami. Pabrik ini merupakan penghasil Amonia dengan bahan baku Gas
Alam dan Nitrogen dengan kapasitas 660.000 ton/tahun dan mulai beroperasi di
tahun 2015. Pabrik ini dikatakan sebagai pabrik amonia II dikarenakan merupakan
unit produksi amonia kedua setelah pabrik amonia I. Selain menghasilkan amonia,
unit produksi I B ini juga memproduksi urea dengan kapasitas 570.000 ton/tahun.
Bahan baku utama dari produksi urea adalah amonia cair dan gas karbon dioksida
yang diperoleh dari unit amonia. PT Petrokimia Gresik menjadikan kota Gresik
sebagai lahan industri karena lokasi yang cukup strategis karena lahan yang
kurang produktif padahal memiliki SDM yang cukup terampil. Di akhir tahun
2015, terdapat 3926 karyawan dengan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Perusahaan ini menempati 3 kecamatan besar di kota Gresik, yakni kecamatan
Gresik, kecamatan Kebomas, dan kecamatan Manyar.
Selain didukung SDM yang cukup handal, pemilihan kota Gresik
dikarenakan sumber air yang strategis. Sumber air yang mengalir didapatkan dari
aliran sungai Brantas dan sungai Bengawan Solo. Untuk unit kelistrikan, PT
Petrokimia Gresik memiliki unit pembangkit listrik sendiri dengan total lebih dari
50 MW dengan cadangan tambahan 15 MW yang berasal dari PLN. Untuk
mengatasi permasalahan limbah, PT Petrokimia Gresik telah menerapkan sistem
reuse, recycle, dan recovery (3R) yang didukung oleh unit pengolahan limbah
cair berkapasitas 240 m3/jam. Selain itu terdapat unit pengendali emisi gas,
antara lain bag filter, cyclonic separator, dust collector, electric precipitator
(EP), dust scrubber, dan lain-lain.
Pada tugas khusus yang diberikan, kami diminta untuk menghitung nilai
perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada unit primary reformer. Hasil
akhirnya akan diketahui besar panas proses yang dibuang ke lingkungan secara
ekonomis dan memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kata Kunci : Amonia, Primary Reformer, Petrokimia Gresik, CO2

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan baik.
Laporan ini dibuat berdasarkan Kerja Praktek yang di laksanakan di Pabrik
Petrokimia Gresik, Jawa Timur selama 1 bulan pada tanggal 01 s/d 31 Oktober
2019 dengan tugas khusus yang diberikan yaitu “MENGHITUNG
PERPINDAHAN PANAS DAN KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN
DINDING INSULASI PRIMARY REFORMER 101 – B PADA UNIT
PRODUKSI AMONIA (NH3)”. Laporan Kerja Praktek ini disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan lulus di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Tujuan Kerja Praktek ini untuk mengetahui secara langsung sebuah pabrik
kimia bekerja dalam skala industri dengan segala perlengkapan yang ada pada
pabrik dan memahami permasalahan yang ada pada pabrik tersebut. Banyak
manfaat yang kami dapatkan selama melakukan Kerja Praktek ini, seperti dapat
menerapkan ilmu yang telah didapat pada bangku perkuliahan serta mendapatkan
ilmu, pengetahuan, dan pengalaman baru yang luar biasa.

Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, kami dapat melaksanakan
dan menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini. Oleh karena itu, kami
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis.
2. Ibu Nurul Hidayati Fithriyah., S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan
Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ibu Ummul Habibah H. S.T, M.Eng, selaku Koordinator Kerja Praktek
Jurusan Teknik Kimia.
4. Ibu Ir. Athiek Sri Redjeki, M.T, selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek.
5. Bapak Sebastian Nababan, S.T, selaku Pembimbing Lapangan PT
Petrokimia Gresik.
6. Bapak Joko Raharjo, S.T, selaku Manager Unit Produksi I B PT Petrokimia
Gresik.

ii
7. Bapak Nuril Huda, S.H. M.M. selaku Manager Pengembangan SDM PT
Petrokimia Gresik.
8. Seluruh Karyawan di Unit Produksi I B yang telah membantu proses Kerja
Praktek.
9. PT Petrokimia Gresik yang telah mengizinkan saya untuk menimba ilmu
dan terjun langsung ke lapangan untuk belajar tentang industri secara
langsung.
10. Seluruh rekan – rekan Praktek Kerja Industri PT Petrokimia Gresik periode
Oktober 2019.
Penulis mengharapkan laporan ini dapat memberikan pengetahuan terutama
bagi Penulis dan pembaca. Penulis menyadari bahwa Laporan Kerja Praktek ini
masih ada kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata
cara penulisan, dengan mengingat keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar penulis mampu menghasilkan
yang terbaik bagi semuanya.

Jakarta, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KERJA PRAKTEK DI PT PETROKIMIA GRESIK


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING KERJA PRAKTEK
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan Pendirian Pabrik ........................................................... 1
1.3. Sejarah dan Perkembangan Pabrik ................................................................ 2
1.4. Kapasitas Produksi ........................................................................................... 6
1.5. Lokasi Pabrik .................................................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 15
2.1. Produk.............................................................................................................. 15
2.1.1. Amonia (NH3) ........................................................................................... 15
2.1.2. Pupuk Urea ((NH2)2CO) ........................................................................... 16
2.2. Bahan Baku dan Bahan Penunjang Produksi .............................................. 17
2.2.1. Gas Metana (CH4) ..................................................................................... 17
2.2.2. Nitrogen (N2)............................................................................................. 18
2.2.3. Karbon Dioksida (CO2) ............................................................................. 19
1.2.4. Amonia (NH4) ........................................................................................... 20
1.3. Proses Produksi ............................................................................................... 20
2.3.1. Proses Produksi Amonia (NH4) ................................................................ 20
2.3.2. Proses Produksi Urea ................................................................................ 25
BAB III TINJAUAN PABRIK....................................................................................... 29
3.1. Deskripsi Proses .............................................................................................. 29
3.1.1. Proses Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4) .................................................. 29
3.1.2. Proses Pembuatan Asam Fosfat (H3PO4) .................................................. 33
3.1.3. Proses Pembuatan Aluminium Florida (AlF3) .......................................... 56
3.1.4. Proses Pembuatan Gypsum ....................................................................... 59
3.2. Penanganan Bahan Proses ............................................................................. 62

iv
3.3. Spesifikasi Peralatan Proses ........................................................................... 63
3.3.1. Spesifikasi Alat Produksi Asam Sulfat (H2SO4) ....................................... 63
3.3.2. Spesifikasi Alat Produksi Asam Phosphat (H3PO4) .................................. 65
3.3.3. Spesifikasi Alat Produksi Aluminium Fluorida (AlF3) ............................. 68
3.3.4. Spesifikasi Alat Produksi Gypsum ............................................................ 71
3.4. Utilitas Pabrik ................................................................................................. 77
3.4.1. Tahapan Proses Pengolahan Air ............................................................... 77
3.4.2. Utilitas Unit Produksi III........................................................................... 79
3.5. Sistem Pengendalian Mutu ............................................................................. 85
3.5.1. Pengendalian Bahan Baku ........................................................................ 85
3.5.2. Pengendalian Proses .................................................................................. 87
3.5.3. Pengendalian Produk Jadi ......................................................................... 88
3.6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................. 89
3.6.1. Dasar Pelaksanaan K3 ............................................................................... 90
3.6.2. Sebab Kecelakaan ..................................................................................... 90
3.6.3. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja .......................................................... 91
3.6.4. Batasan dan Sasaran Keselamatan Kerja .................................................. 92
3.6.5. Kebijakan K3 (Safety Policy) ................................................................... 93
3.6.6. Organisasi K3............................................................................................ 94
3.6.7. Tugas – Tugas Bagian Keselamatan Kerja ............................................... 95
3.6.8. Program Kecelakaan Nihil ........................................................................ 96
3.6.9. Pengukuran Keberhasilan K3.................................................................... 97
3.6.10. Alat Pelindung Diri ................................................................................... 97
3.7. Tata Letak Pabrik ......................................................................................... 100
3.8. Pengolahan Limbah Pabrik ......................................................................... 101
3.8.1. Unit Pengolahan Limbah Cair................................................................. 101
3.8.2. Unit Pengolahan Limbah Gas ................................................................. 104
3.8.3. Unit Pengolahan Limbah Padat............................................................... 105
BAB IV MANAJEMEN PERUSAHAAN ................................................................... 106
4.1. Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................. 106
4.1.1. Visi PT Petrokimia Gresik ...................................................................... 106
4.1.2. Misi PT Petrokimia Gresik ..................................................................... 106
4.1.3. Budaya Perusahaan PT Petrokimia Gresik ............................................. 106
4.2. Organisasi Perusahaan PT Petrokimia Gresik .......................................... 106

v
4.2.1. Bentuk Perusahaan .................................................................................. 106
4.2.2. Logo Perusahaan Petrokimia Gresik ....................................................... 107
4.2.3. Struktur Manajemen dan Organisasi PT Petrokimia Gresik ................... 107
4.2.4. Ketenagakerjaan PT Petrokimia Gresik .................................................. 108
4.2.5. Nama – Nama Pimpinan dan Direksi PT Petrokimia Gresik .................. 108
4.2.6. Yayasan PT. Petrokimia Gresik .............................................................. 109
4.2.7. Koperasi Keluarga Karyawan Petrokimia Gresik / K3PG ...................... 110
4.2.8. Anak – Anak Perusahaan PT Petrokimia Gresik .................................... 110
4.3. Sistem Kerja .................................................................................................. 112
4.3.1. Tri Dharma Karyawan PT Petrokimia Gresik ......................................... 112
4.3.2. Peraturan – Peraturan Kerja Terkait ........................................................ 112
4.3.3. Kewajiban dan Larangan bagi Karyawan ............................................... 115
4.4. Pengembangan SDM .................................................................................... 118
4.5. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan ............................................................. 121
4.5.2. Fasilitas Karyawan .................................................................................. 121
4.5.3. Tanggung Jawab Sosial ........................................................................... 123
4.6. Ekonomi Perusahaan .................................................................................... 128
4.6.1. Pemasaran Produk ................................................................................... 128
BAB V TUGAS KHUSUS ............................................................................................ 131
5.1. Pendahuluan .................................................................................................. 131
5.1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 131
5.1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 131
5.1.3. Tujuan ..................................................................................................... 131
5.1.4. Manfaat ................................................................................................... 132
5.1.5. Metode Pelaksanaan Tugas Khusus ........................................................ 132
5.2. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 132
5.2.1. Primary Reformer ................................................................................... 133
5.2.2. Bagian – Bagian Primary Reformer........................................................ 136
5.3. Metodologi ..................................................................................................... 138
5.3.1. Pengumpulan Data .................................................................................. 138
5.3.2. Metode Analisa ....................................................................................... 138
5.4. Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 141
5.4.1. Hasil ........................................................................................................ 141
Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Konduktivitas Termal Aktual Bahan.................................. 62

vi
5.4.2. Pembahasan............................................................................................... 62
5.5. Kesimpulan dan Saran ................................................................................... 64
5.5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 64
5.5.2. Saran ......................................................................................................... 64
BAB VI PENUTUP ......................................................................................................... 65
6.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 65
6.2. Saran ................................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 157
LAMPIRAN................................................................................................................... 160

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Kapasitas Produksi Pupuk ................................................................. 10


Tabel 1.2. Kapasitas Produksi Non Pupuk ......................................................... 11
Tabel 3.1. Mutu Urea sesuai SNI 02 – 2801 – 1998 .......................................... 86
Tabel 3.2. Klasifikasi Limbah ............................................................................ 101
Tabel 4.1. Jam Kerja Regu pada Sistem Shift .................................................... 112
Tabel 4.2. Jam Kerja Shift .................................................................................. 112
Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Heat Exchanger Data Desain ............................... 150
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Heat Exchanger Data Actual ............................... 150

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Denah PT. Petrokimia Gresik ........................................................ 14


Gambar 2.1. Proses Produksi Asam Sulfat (H2SO4) .......................................... 26
Gambar 2.2. Reaktor Fixed Bed Multitube ........................................................ 28
Gambar 2.3. Proses Produksi Asam Fosfat (H3PO4) ......................................... 29
Gambar 2.4. Proses Produksi Aluminium Fluorida (AlF3) ................................ 31
Gambar 2.5. Proses Produksi Gypsum ............................................................... 33
Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4) ........................... 39
Gambar 3.2.. Diagram Alir Pembuatan Asam Fosfat (H3PO4) .......................... 41
Gambar 3.3. Diagram Alir Unit Grinding .......................................................... 44
Gambar 3.4. Diagram Alir Unit Reaksi dan Filtrasi .......................................... 47
Gambar 3.5. Diagram Alir Unit Konversi dan Filtrasi Dihidrat ........................ 50
Gambar 3.6. Diagram Alir Unit Fluorine Recovery .......................................... 53
Gambar 3.7. Diagram Alir Unit Konsenstrasi .................................................... 55
Gambar 3.8. Diagram Alir Proses Pembuatan Aluminium Fluorida (AlF3) ...... 58
Gambar 3.9. Diagram Alir Proses Purifikasi Gypsum ....................................... 61
Gambar 3.10. Flow Diagram Power Generator Unit ......................................... 79
Gambar 3.11. Diagram Alir Service Air Unit .................................................... 82
Gambar 3.12. Tata Letak Pabrik Departement Produksi III B ........................... 99
Gambar 3.13. Diagram Blok Pengolahan Limbah ............................................. 102
Gambar 4.1. Logo Perusahaan ........................................................................... 106
Gambar 4.2. Alur Pemasaran Perusahaan Tanpa Gudang Penyangga ............... 127
Gambar 4.3. Alur Pemasaran Perusahaan Gudang Penyangga .......................... 128
Gambar 4.4. Diagram Penyaluran Pupuk Kepada Konsumen ........................... 128
Gambar 4.5. Alur Distribusi Pupuk dari Pabrik Hingga Ke Para Petani ........... 129
Gambar 5.1. Penampang Heat Exchanger berserta Bagiannya ......................... 133
Gambar 5.2. Jenis Aliran pada Heat Exchanger ................................................ 134
Gambar 5.3. Shell and Tube Heat Exchanger .................................................... 140
Gambar 5.4. Double Pipe (Pipa Ganda) Heat Exchanger ................................. 140
Gambar 5.5. Heat Exchanger Pipa Koil ............................................................. 141
Gambar 5.6. Plate and Frame Heat Exchanger ................................................. 141

ix
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, dimana pupuk merupakan salah satu penunjang agar ketersediaannya
tetap terjaga. Oleh sebab itu, PT Petrokimia Gresik didirikan di Indonesia sebagai
salah satu perusahaan pupuk di Indonesia. PT Petrokimia Gresik adalah anak
perusahaan dari BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama (9) perusahaan
pupuk lainnya yaitu PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk
Iskandar Muda, dan PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Indonesia Energi, PT Pupuk
Indonesia Pangan, PT Pupuk Indonesia Logistik, PT Mega Eltra dan PT Rekayasa
Industri. PT Petrokimia Gresik bergerak dalam bidang produksi pupuk dan bahan
kimia. Nama “Petrokimia” berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat
menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi
dan gas. PT Petrokimia Gresik merupakan pabrik pupuk kedua di Indonesia
setelah PT Pupuk Sriwijaya, dan juga pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik
lainnya. Keberadaannya telah dirancang pemerintah sejak tahun 1965 melalui
Departemen Perancangan Negara (DPN).
PT Petrokimia Gresik memiliki dua kategori produk, yaitu pupuk dan non-
pupuk. Selain itu, PT Petrokimia Gresik juga menghasilkan produk-produk kimia
untuk keperluan berbagai industri, diantaranya Amonia, Asam Sulfat, Asam
Fosfat, Cement Retarder, Aluminium Fluorida, CO2 cair, Dry Ice, Asam Klorida,
Nitrogen, Hidrogen, dan Gypsum. Untuk pupuk bersubsidi PT Petrokimia Gresik
memproduksi pupuk Urea, NPK (Phonska), Petroganik (pupuk organik), SP-36,
dan ZA. Sementara itu, untuk pupuk non-subsidi, PT Petrokimia Gresik
memproduksi pupuk NPK kebomas, ZK, DAP, KCL, Rock Phosphate, Petronik,
Petro Kalimas, Petro Biofertil, dan Kapur Pertanian.

1.2. Maksud dan Tujuan Pendirian Pabrik


Berdirinya perusahaan berdasarkan kondisi alam Indonesia. Negara
Indonesia merupakan Negara agraris dan memiliki sumber daya alam yang sangat
melimpah. Sehingga presiden Soeharto memiliki keinginan agar Indonesia dapat
menjadi Negara swasembada pangan dan juga turut melaksanakan untuk

1
menunjang kebijaksanaan dengan program Pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya khususnya di bidang industri,
perdagangan, jasa, dan angkutan. Maka dari itu untuk mewujudkan hal tersebut,
maka perlu dibangun pabrik pupuk di Jawa Timur sebab provinsi ini merupakan
lumbung pada Negara Indonesia. Pabrik pupuk inilah yang kini dinamakan PT
Petrokimia Gresik.

1.3. Sejarah dan Perkembangan Pabrik

Setelah berdirinya PT Pupuk Sriwidjaja yang berlokasi di Palembang pada


tahun 1959, pemerintah juga memikirkan untuk membangun pabrik pupuk
lainnya. Cikal bakal PT Petrokimia Gresik berasal sejak 1956 melalui Biro
Perancang Negara (BPN). Pada mulanya, pabrik pupuk yang hendak dibangun di
Jawa Timur ini disebut Projek Petrokimia Surabaja. Nama Petrokimia sendiri
berasal dari 'Petroleum Chemical" yang disingkat menjadi Petrochemical, yaitu
bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.
Projek Petrokimia Surabaja dibentuk berdasarkan Ketetapan MPRS No. II
Tahun 1960 yang dicantumkan sebagai Proyek Prioritas dalam Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahap I (1961-1969) dan diperkuat dengan Surat
Keputusan Presiden RI No. 260 Tahun 1960. Pembangunan proyeknya atas dasar
instruksi Presiden No.1/Instr/1963 dan dinyatakan sebagai Proyek Vital sesuai
dengan Surat Keputusan Presiden no. 225 Tahun 1963. Dipilihnya daerah Gresik
sebagai lokasi pabrik pupuk merupakan hasil studi kelayakan pada tahun 1962
oleh Badan Persiapan Proyek-Proyek Industri (BP3I) yang dikoordinir
Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan. Pada saat itu, Gresik dinilai
ideal dengan pertimbangan, antara lain:
 Cukup tersedianya lahan kosong seluas 450 hektare
 Cukup dekat tersedianya sumber air dari aliran Gunung Sari dan Sungai
Bengawan Solo
 Berdekatan dengan daerah konsumen pupuk terbesar, yaitu perkebunan dan
petani tebu

2
 Dekat dengan pelabuhan sehingga memudahkan untuk mengangkut peralatan
pabrik selama masa konstruksi, pengadaan bahan baku, maupun
pendistribusian hasil produksi melalui angkutan laut.
 Dekat dengan Surabaya yang memiliki kelengkapan memadai, antara lain,
tersedianya sumber daya manusia.
Kontrak pembangunan PT Petrokimia Gresik ditandatangani pada tanggal
10 Agustus 1964, dan mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Proyek ini
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Juli 1972, yang
kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi PT Petrokimia Gresik. PT
Petrokimia Gresik menempati lahan seluas 450 hektar berlokasi di Kabupaten
Gresik, Provinsi Jawa Timur.
PT Petrokimia Gresik telah mengalami beberapa perubahan status
perusahaan dari awal terbentuk hingga sekarang. Peraturan-peraturan yang
memuat perubahan-perubahan status ini tercantum dalam:
 Perusahaan Umum (Perum) PP No. 55/1971
 Persero PP No. 35/1974 jo PP No. 14/1975
 Anggota Holding PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) PP No. 28/1997
 Anggota Holding PT Pupuk Indonesia (Persero) SK Kementerian Hukum &
HAM Republik Indonesia, nomor: AHU-17695.AH.01.02 Tahun 2012
Secara singkat, sejarah dan perkembangan PT Petrokimia Gresik sebagai
berikut:
 Tahun 1960
Berdasarkan Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 dan Keputusan
Presiden No.260 tahun 1960 direncanakan pendirian “Projek Petrokimia
Surabaja”. Proyek ini merupakan proyek prioritas dalam Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahap I (1961-1969).
 Tahun 1962
Badan Persiapan Proyek-Proyek Industri (BP3I) yang bernaung di
bawah Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan melakukan survei
lokasi untuk proyek di Jawa Timur yaitu di daerah Tuban, Pasuruan, dan
Gresik. Daerah Gresik akhirnya ditetapkan sebagai lokasi yang paling sesuai.

3
 Tahun 1964
Pembangunan pabrik ini dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden
No.01/Instr/1963 dan diatur dalam Keputusan Presiden No. 225 tanggal 4
November 1964. Pelaksanaan pembangunan ini dilaksanakan oleh Cosindit
SpA dari Italia yang ditunjuk sebagai kontraktor utama.
 Tahun 1968
Pada masa ini kegiatan berhenti dikarenakan krisis ekonomi yang
berkepanjangan, sehingga jalannya produksi harus berhenti. Dampak dari
krisis tersebut menyebabkan perusahaan mengalami krisis juga. Biaya
operasi yang tinggi, dimana biaya produksi tidak sesuai dengan hasil
penjualan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Oleh karena itu,
perusahaan membutuhkan suntikan dana dari pemerintah pusat.
 Tahun 1971
Status badan usaha dari Projek Petrokimia Surabaja diubah menjadi
Perusahaan Umum (Perum) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 tahun
1971.
 Tahun 1972
Perusahaan ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Juli
1972, dengan produksi pupuk ZA I, urea, Amoniak I, dan asam
sulfat.Selanjutnya tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi PT
Petrokimia Gresik.
 Tahun 1975
Bentuk badan usaha diubah menjadi perseroan yaitu PT Petrokimia
Gresik (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1975
 Tahun 1979
Pembangunan Pabrik Pupuk TSP I oleh SPIE Batignolles (Perancis),
pembangunan prasarana pelabuhan dan unit penjernihan air Gunungsari
dengan kapasitas desain 750 m3/jam.
 Tahun 1983
Pabrik urea tidak dioperasikan, pembangunan Pabrik Pupuk TSP II oleh
SPIE Batignolles dan unit penjernihan air Babat dengan kapasitas desain
2500 m3/jam.

4
 Tahun 1984
Pembangunan Pabrik Asam fosfat dan dengan pabrik pengolahan
produk samping meliputi:pabrik cement retarder, pabrik aluminium fluorida,
pabrik amonium sulfat. Perluasan ini dilakukan oleh kontraktor Hitachi
Zosen Jepang.
 Tahun 1985
Pembangunan pabrik pupuk ZA III yang merupakan Duplikat dari pabrik
ZA I, Pembangunan pabrik Asam sulfat II
 Tahun 1993
Pabrik Amoniak tidak dioperasikan
 Tahun 1994
Pembangunan Pabrik Amoniak (MW kellog) dan pabrik pupuk Urea (TEC).
Konstruksinya ditangani oleh PT Inti Karya Persada Teknik (IKPT) Indonesia.
 Tahun 1997
PT Petrokimia Gresik menjadi anggota holding PT pupuk Sriwidjaja
(persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977.
 Tahun 1999
Pabrik Asam sulfat tidak dioperasikan.
 Tahun 2000
Berdirinya pabrik pupuk NPK (Phonska) oleh INCRO dari Spanyol
Konstruksi ditangani PT Rekayasa Industri.
 Tahun 2003
Berdirinya pabrik pupuk NPK blendingdengan kapasitas produksi sebesar
60.000 ton/tahun oleh Monosum Belanda.
 Tahun 2005
Berdirinya pabrik pupuk NPK I, pupuk kalium sulfat (ZK) dengan
kapasitas 10.000 ton/tahun dan pupuk Petroganik dengan kapasitas produksi
3.000 ton/tahun.
 Tahun 2008
Berdirinya pabrik pupuk NPK granulasi II, dan Phonska II.
 Tahun 2009

5
Berdirinya pabrik pupuk NPK granulasi III, NPK granulasi IV, dan
Phonska III.
 Tahun 2010
Pembangunan unit utilitas pembangkit listrik batubara
 Tahun 2011
Pembangunan pabrik pupuk Phonska IV, dan pembangunan tangki
amoniak berkapasitas 10.000 MT
 Tahun 2012
PT Petrokimia Gresik menjadi anggota Pupuk Indonesia Holding Company
(PIHC) berdasarkan SK Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia, No :
AHU-17695. AH. 01. 02 tahun 2012.
 Tahun 2013
Berjalannya Proyek Perluasan dermaga, Amoniak II, Urea II, Instalasi
pengolahan air Gunungsari, revamping Asam fosfat dan Pembangunan tangki
amoniak berkapasitas 20.000 MT double wall.
 Tahun 2014 – 2015
Pelaksanaan proyek Amoniak-Urea II, Uprating IPA Gunungsari,
Revamping Asam Fosfat, penambahan tangki amoniak 20.000 MT double wall,
pembangunan pabrik ZK II, join venture – PJA (Petro Jordan Abadi).
 Tahun 2015 – Sekarang
Pengeporasian revamping asam fosfat, penambahan gudang bahan
penolong dan gantry crane. Selain ity dilakukan juga proyek penambahan
dermaga C dan D, tanggul pengaman pantai, proyek penyiapan lahan (reklamasi)
dan gudang bahan baku.

1.4. Kapasitas Produksi

Pada saat ini PT Petrokimia Gresik memiliki beberapa unit produksi yang
memproduksi beragam produk pupuk maupun non- pupuk. Secara umum maka
PT Petrokimia Gresik dapat dibagi menjadi 3 unit produksi yaitu:
A. Unit Produksi I (Unit Pupuk Nitrogen)
Merupakan unit yang menghasilkan pupuk berbasis nitrogen serta
menghasilkan bahan baku untuk produk lain. Kompartemen I terdiri dari 2

6
Departemen yaitu I A dan I B dan Pabrik ZA (ZA I dan III), pabrik amonia,
dan pabrik urea.

1. Pabrik Ammonia I
Tahun Berdiri : 1994
Kapasitas Produksi : 445.000 ton/tahun
Bahan Baku : Gas Alam dan Nitrogen yang di ambil dari
udara
2. Pabrik Ammonia II
Tahun Berdiri : 2015
Kapasitas Produksi : 660.000 ton/tahun
Bahan Baku : Gas Alam dan Nitrogen yang di ambil dari
udara
3. Pabrik Urea I
Tahun Berdiri : 1994
Kapasitas Produksi : 460.000 ton/tahun
Bahan Baku : Amoniak Cair dan Gas Karbon Dioksida
4. Pabrik Urea II
Tahun Berdiri : 2015
Kapasitas Produksi : 570.000 ton/tahun
Bahan Baku : Amoniak Cair dan Gas Karbon Dioksida
5. Pabrik ZA I
Tahun Berdiri : 1972
Kapasitas Produksi : 200.000 ton/tahun
Bahan Baku : Gas Amoniak dan Asam Sulfat
6. Pabrik ZA III
Tahun Berdiri : 1986
Kapasitas Produksi : 200.000 ton/tahun
Bahan Baku : Gas Amoniak dan Asam Sulfat
Selain pabrik ammonium, pabrik ZA dan pabrik pupuk urea terdapat produk
samping antara lain :
1. CO2 cair dengan kapasitas sebesar 16.600 ton/tahun

7
2. CO2 padat (dry ice) dengan kapasitas 4.000 ton/tahun.
3. Nitrogen (gas) dengan kapasitas sebesar 500.000 ton/tahun.
4. Nitrogen (cair) dengan kapasitas sebasar 250.000 ton/jam.
5. Oksigen (gas) dengan kapasitas sebesar 600.000 ton/tahun.
6. Oksigen (cair) dengan kapasitas sebesar 3.300 ton / jam.

B. Unit Produksi II (Unit Pupuk Fosfat)


Merupakan unit penghasil pupuk majemuk berbasis Fosfat dan Pupuk NPK.
Pada kompartemen ini hanya memproduksi pupuk (tidak menghasilkan bahan
baku). Pada Departemen Produksi II dibagi menjadi dua unit departemen, yaitu
Departemen Produksi II A dan Departemen Produksi II B. Hal ini untuk
mempermudah manajemen dan pengoperasiannya karena banyaknya pabrik pada
Departemen Produksi II. Berikut merupakan produksi dari Unit Produksi II :
1. Pabrik Pupuk Phospat
a. Pabrik Pupuk Fosfat I
Tahun Berdiri : 1979
Kapasitas Produksi : 500.000 ton/tahun
Bahan Baku : Phospat Rock
b. Pabrik Pupuk Fosfat II
Tahun Berdiri : 1983
Kapasitas Produksi : 500.000 ton/tahun
Bahan Baku : Phospat Rock
2. Pabrik Pupuk Majemuk
a. Pabrik Pupuk PHONSKA I
Tahun Berdiri : 2000
Kapasitas Produksi : 450.000 ton/tahun
b. Pabrik Pupuk PHONSKA II dan PHONSKA III
Tahun Berdiri : 2005 (PHONSKA II), 2009 (PHONSKA III)
Kapasitas Produksi : 1200.000 ton/tahun
c. Pabrik Pupuk PHONSKA IV
Tahun Berdiri : 2011
Kapasitas Produksi : 600.000 ton/tahun

8
3. Pabrik NPK
a. Pabrik Pupuk NPK I
Tahun Berdiri : 2005
Kapasitas Produksi : 70.000 ton/tahun
b. Pabrik Pupuk NPK II
Tahun Berdiri : 2008
Kapasitas Produksi : 100.000 ton/tahun
c. Pabrik Pupuk NPK III
Tahun Berdiri : 2009
Kapasitas Produksi : 100.000 ton/tahun
d. Pabrik Pupuk NPK IV
Tahun Berdiri : 2009
Kapasitas Produksi : 100.000 ton/tahun
e. Pabrik Pupuk NPK Blending
Tahun Berdiri : 2003
Kapasitas Produksi : 60.000 ton/tahun
4. Pabrik Pupuk Kalium Sulfat (ZK)
Tahun Berdiri : 2005
Kapasitas Produksi : 10.000 ton/tahun

C. Unit Produksi III (Unit Asam Fosfat)


Merupakan unit penghasil bahan baku untuk produksi di kompartemen
pabrik I dan II. Departemen Prdoduksi III dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Departemen Produksi III A dan Departemen Produksi III B. Departemen Produksi
III A beroperasi sejak tangal 1 Januari 1985 yang terdiri atas:
1. Pabrik Asam Fosfat (H3PO4)
Tahun Berdiri : 1985
Kapasitas Produksi : 200.000 ton/tahun
Bahan Baku : Phospat Rock
2. Pabrik Asam Sulfat I/II
Tahun Berdiri : 1985
Kapasitas Produksi : 550.000 ton/tahun

9
3. Pabrik ZA II
Tahun Berdiri : 1984
Kapasitas Produksi : 250.000 ton/tahun
Bahan Baku : Amoniak, Asam Fosfat, dan CO2
Aluminium fluorida digunakan sebagai bahan untuk menurunkan
titik lebur pada industri peleburan bijih aluminium. Sedangkan untuk Unit
Produksi III B (Revamping Pabrik Asam Fosfat).
1. Pabrik Asam Fosfat II (PA Plant)
Kapasitas Produksi : 650 ton/hari (100% P2O5)
Konfigurasi Proses : HDH (Hemi-dihydrate)
2. Pabrik Asam Sulfat II (SA Plant)
Kapasitas Produksi : 1850 ton/hari (100% H2SO4)
Konfigurasi Proses : DCDA (Double Contact Double Absorber)
3. Pabrik Alumunium Fluorida (AlF3)
Tahun Berdiri : 1985
Kapasitas Produksi : 12.600 ton/tahun
4. Pabrik Purified Gypsum (GP Plant)
Kapasitas Produksi : 2000 ton/hari
Konfigurasi Proses : Purifikasi

Tabel 1.1. Kapasitas Produksi Pupuk


Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun Tahun Beroperasi
Urea 1 460.000 ton/tahun 1994
ZA :
 ZA I 1 200.000 ton/tahun 1972
 ZA II 1 200.000 ton/tahun 1986
Phospat :
 Phospat I 2 500.000 ton/tahun 1979
 Phospat II 2 500.000 ton/tahun 1983
Phonska :
 Phonska I 2 450.000 ton/tahun 2000
 Phonska II/III 2 1.200.000 ton/tahun 2005 (II), 2009 (III)

10
 Phonska IV 2 600.000 ton/tahun 2011
NPK :
 NPK I 2 70.000 ton/tahun 2005
 NPK II 2 100.000 ton/tahun 2008
 NPK III 2 100.000 ton/tahun 2009
 NPK IV 2 100.000 ton/tahun 2009
 NPK Blending 2 60.000 ton/tahun 2003
K2SO4 2 10.000 ton/tahun 2005

ZA II 3 250.000 ton/tahun 1984


Jumlah 15
Pabrik/Kapasitas 4.800.000 ton/tahun
Produksi
(Sumber : PT Petrokimia Gresik)

Tabel 1.2. Kapasitas Produksi Non Pupuk


Non Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun Tahun
Beroperasi
Ammonia 1 445.000 ton/tahun 1994
Asam Phospat (PA I) 3A 200.000 ton/tahun 1985
Asam Sulfat (SA I) 3A 550.000 ton/tahun 1985
Asam Phosphat II 3B 237.250 ton/tahun 2015
Asam Sulfat II 3B 675.250 ton/tahun 2015
Aluminium Florida 3B 730.000 ton/tahun 2015
Purrified Gypsum 3B 12.600 ton/tahun 2015
Jumlah Pabrik/Kapasitas 7 2.850.100 ton/tahun
Produsi
(Sumber : PT Petrokimia Gresik)

1.5. Lokasi Pabrik


Kini perusahaan PT Petrokimia Gresik berada pada lokasi yang berbeda
dengan rincian:
a. Kantor pusat: Jalan Jenderal Ahmad Yani, Gresik 61119

11
b. Kantor perwakilan: Jalan Tanah Abang III No. 16 Jakarta 10160
Pabrik PT Petrokimia Gresik berlokasi di kabupaten Gresik dengan
menempati lahan seluas 450 ha. Areal tanah yang ditempati berada di tiga
kecamatan yang meliputi enam desa, yaitu:
Kecamatan Gresik, meliputi:
a. Kecamatan Gresik, meliputi
 Desa Ngipik
 Desa Karang turi
 Desa Sukorame
 Desa Tlogopojok
b. Kecamatan Kebomas, meliputi:
 Desa Kebomas
 Desa Tlogopojok
 Desa Randu Agung
c. Kecamatan Manyar, meliputi:
 Desa Roomo Meduran
 Desa Pojok Pesisir
 Desa Tepen
Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi kelangsungan, keberhasilan produksi, dan pemasaran produk suatu pabrik,
serta diharapkan akan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan,
terutama dari segi penekanan biaya produksi. Pemilihan lokasi kawasan industri
ini berdasarkan pertimbangan dengan banyak faktor.
Faktor ini dapat dibagi menjadi :
1. Faktor Primer
• Transportasi
Transportasi merupakan faktor yang berpengaruh karena PT
Petrokimia Gresik memilih lokasi yang dekat dengan pelabuhan sehingga
memudahkan untuk mengangkut peralatan pabrik selama masa konstruksi,
pengadaan bahan baku, maupun pendistribusian hasil produksi melalui
angkutan laut.
• Pemasaran

12
Pemasaran merupakan faktor yang berpengaruh karena PT Petrokimia
Gresik dekat dengan daerah konsumen pupuk terbesar yaitu perkebunan
dan petani tebu yang notebene terdapat di Kabupaten Gresik dan Provinsi
Jawa Timur.
2. Faktor Sekunder
• Tenaga Kerja (SDM)
Tenaga kerja merupakan faktor yang berpengaruh karena PT
Petrokimia Gresik dekat dengan Kota Surabaya yang mampu menyediakan
tenaga kerja terampil.
• Infrastruktur
Infrastruktur merupakan faktor yang berpengaruh karena PT
Petrokimia Gresik dekat dengan pelabuhan dan Kota Surabaya yang
memiliki kelengkapan yang memadai.
• Tersedia sumber air dan dekat dengan pusat pembangkit tenaga listrik
Utilitas terdiri dari air yang akan dipenuhi dengan mengolah air Sungai
Bengawan Solo dan aliran Gunung Sari. Pengadaan energi listrik berasal
dari PLN daerah Jawa Timur.

13
Gambar 1.1. Denah Lokasi Pabrik PT Petrokimia Gresik

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produk

2.1.1. Amonia (NH3)


Amonia adalah salah satu jenis senyawa kimia yang secara alami ada di
alam dan tubuh manusia. Senyawa amonia terdiri dari satu atom nitrogen dan tiga
atom hidrogen yang masing-masing berikatan kovalen dengan aton N. Senyawa
amonia mempunyai rumus NH3. Amonia dapat dijumpai dalam bentuk cair
maupun gas.
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air, ion
ammonium merupakan bentuk transisi dari ammonia. Selain terdapat dalam
bentuk gas, ammonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam.
Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total (NH3 dan NH4-)
(Effendi, 2003).
Sifat Fisika (Kirk dan Othmer, 1991)
 Fase : Gas dan Cair
 Rumus molekul : NH3
 Beat molekul : 17,0306 kg/kmol
 Titik didih : -33,34 °C
 Titik Lebur : -77,7 -33,34 °C
 Kapasitas Panas : 1,2867 kal/mol °C
 Warna : tidak berwarna
 Densitas : 0,7708 g/ml (pada 1 Atm)
 Kelarutan dalam air : larut dalam air dengan 89,9 g/100ml pada 0 °C
Sifat Kimia (Kirk dan Othmer, 1991)
 Reaksi sintesis amonia
Amonia dapat dibentuk dari proses sintesa, yaitu dengan senyawa nitrogen
bereaksi dengan hydrogen yang menjadi ammonia.
N2 + 3H2 → 2NH3 (2.1)
 Reaksi oksidasi dengan KMnO4
Amonia akan teroksidasi dengan KMnO4 membentuk Nitrogen dan Air
pada suhu tinggi.

15
2NH3 + 2KMnO4 → 2KOH + 2MnO2 + 2H2O + N2 (2.2)
 Reaksi Oksidasi dengan Klorin
Reaksi ini akan membentuk Amonium Klorida dengan Nitrogen
8NH3 + 3Cl2 → N2 + 6NH4Cl (2.3)
 Reaksi dengan Karbon Dioksida
Apabila bereaksi dengan karbondioksida akan membentuk ammonium
karbonat yang kemudian akan terdekomposisi menjadi urea dan air.
2NH3 + CO2 → NH2CO2NH4 (2.4)
NH2CO2NH4 → NH2CO2NH2 + H2O (2.5)

2.1.2. Pupuk Urea ((NH2)2CO)


Pupuk Urea adalah pupuk padatan kristalin putih sangat larut dalam air
dengan kandungan 46% Nitrogen. Urea menjadi sumber pupuk Nitrogen yang
terkemuka di dunia pada pertengahan tahun 1970 (Engelstad, 1985).
Urea merupakan pupuk nitrogen yang paling mudah dipakai. Zat ini
mengandung nitrogen paling tinggi (46%) di antara semua pupuk padat. Urea
mudah dibuat menjadi pelet atau granul (butiran) dan mudah diangkut dalam
bentuk curah maupun dalam kantong dan tidak mengandung bahaya ledakan. Zat
ini mudah larut didalam air dan tidak mempunyai residu garam sesudah dipakai
untuk tanaman. Kadang-kadang zat ini juga digunakan untuk pemberian makanan
daun. Disamping penggunaannya sebagai pupuk, urea juga digunakan sebagai
tambahan makanan protein untuk hewan pemamah biak, juga dalam produksi
melamin, dalam pembuatan resin, plastik, adhesif, bahan pelapis, bahan anti ciut,
tekstil, dan resin perpindahan ion. Bahan ini merupakan bahan antara dalam
pembuatan amonium sulfat, asam sulfanat, dan ftalosianina (Austin, 1997).
Sifat Fisika (Perry and Green, 1997)
 Wujud : Padat Kristal
 Warna : Putih
 Berat molekul : 60,06 kg/kmol
 Titik Lebur : 132,7 °C
 Specific Gravity : 1,335
 Kelarutan : Larut dalam air dan alkohol
Sifat Kimia (Perry and Green, 1997)

16
 Reaksi Hidrolisis Parsial
Urea dibuat dari hidrolisis parsial cyanamide.
H2N-CN + H2O → H2N-CO-NH2 (2.7)
 Reaksi Pembentukan Amonia dan Karbon Dioksida
Urea dihasilkan dari pembentukan senyawa Amonia dan Karbon Dioksida.
CO2 + NH3 → H2N– CO-NH2 + H2O (2.8)

2.2. Bahan Baku dan Bahan Penunjang Produksi


Di PT Petrokimia Gresik memiliki beberapa bahan baku dan bahan
penunjang untuk proses produksinya, terutama di Unit Produksi IB.

2.2.1. Gas Metana (CH4)


Gas metana merupakan bagian dari senyawa hidrokarbon dan merupakan
komponen utama gas alam. Gas ini adalah jenis gas yang tidak memiliki warna
dan bau. Tetapi, karena alasan keamanan, maka metana ditambahkan bau
belerang. Hal ini agar mudah untuk diketahui jika terjadi kebocoran pada gas.
Sebagai zat gas, metana tidak mudah terbakar. Tetapi, bila konsentrasinya sebesar
5 sampai 15% di udara, maka gak ini dapat terbakar. Adapun metana yang
berbentuk cair tidak mudah terbakar, kecuali juga diberi tekanan yang tinggi
sebesar 4 sampai 5 atmosfer.
Sifat Fisika (Perry, 1997)
 Fase : Gas
 Berat Molekul : 16,04 kg/kmol
 Titik didih : -161,4 °C
 Titik leleh : -182,6 °C
 Nilai kalor : 13279,302 Kkal/kg
 Densitas : 7,2 x 10-4 gram/ml (pada 1 atm dan 0°C)
 Tc : 109,4 K
Sifat Kimia (Fessenden, 1989)

 Reaksi pembakaran Gas Metana

Reaksi pembakaran sempurna gas metana akan menghasilkan gas karbon


dioksida dengan uap air.

17
CH4 + O2 → CO2 + H2O (2.9)

 Reaksi Halogenasi

Reaksi ini menghasilkan kloromertana dan asam klorida

CH4 + Cl2 → CH3Cl + HCl (2.10)

2.2.2. Nitrogen (N2)


Nitrogen adalah unsur yang paling berlimpah di atmosfer, namun demikian
Nitrogen merupakan unsur hara yang paling sering defisien pada tanah-tanah
pertanian. Paradog ini muncul karena N adalah unsur hara yang dibutuhkan paling
besar jumlahnya dalam pertumbuhan tanaman. Fungsi hara N sangat penting
terutama pada pembentukan senyawa-senyawa protein dalam tanaman. Dengan
demikian dinamika hara N sangat penting untuk dipelajari (Ibrahim dan Kasno,
2008).
Nitrogen adalah salah satu unsur golongan VA yang merupakan unsur
nonlogam dan gas yang paling banyak di atmosfir bumi. Nitrogen merupakan
unsur yang relatif stabil, tetapi membentuk isotop-isotop yang 4 di antaranya
bersifat radioaktiv. Di alam nitrogen terdapat dalam bentuk gas N 2 yang tidak
berwarna dan tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun. Pada suhu yang
rendah nitrogen dapt berbentuk cairan atau bahkan kristal padat yang tidak
berwarna (bening). Selain itu nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa nitrat,
amoniak, protein dan beberapa (Sunardi, 2006: 61-62).
Sifat Fisika (Perry, 1997)
 Fase : Gas
 Densitas : 1,25 x 10-3 gram/ml (pada 1 atm dan 0°C)
 Titik didih : -195,8°C
 Titik leleh : -209,86°C
 Berat molekul : 28,02 gr/mol
Sifat Kimia (Perry, 1997)
 Reaksi Oksidasi
Reaksi oksidasi Amonia dengan Tembaga Oksida akan menghasilkan
Nitrogen dan air.
2NH3 + 3CuO → N2 +3Cu +3H2O (2.11)

18
 Reaksi Dekomposisi
Dekomposisi termal Natrium Barium Azida.
2NaN3 → 2Na + 3N2 (2.12)
 Reaksi Dekomposisi
Dekomposisi termal Amonium Nitrit dengan cara dipanaskan.
CNH4NO2 → N2 + 2H20 (2.13)

2.2.3. Karbon Dioksida (CO2)


Karbon dioksida adalah senyawa kimia yang terbentuk dari 1 atom karbon
dan 2 atom oksigen (CO2), mudah larut dalam air dingin, tidak berbau dan tidak
berwarna. Karbon dioksida termasuk gas yang reaktif dan banyak terdapat dalam
air laut. Karbondioksida yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari udara
melalui proses difusi. terbawa oleh air hujan, hasil proses respirasi
mikroorganisme dan dari hasil penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme.
Dalam air laut. senyawa karbon dioksida terdapat dalam bentuk ion dan bentuk
molekul. Dalam bentuk ion adalah ion bikarbonat (HCO3) dan karbonat (CO3)
sedangkan dalam bentuk molekul adalah molekul karbon dioksida bebas (CO2)
dan asam karbonat H2CO3).
Sifat fisika dan kimia dari Karbon Dioksida sebagai berikut:
Sifat Fisika (Perry, 1997)
 Fase : Gas dan Cair
 Warna : tak berwarna
 Massa jenis : 1,98 x 103 gram/ml
 Berat molekul : 44,01 gram/mol
 Titik leleh : -55,6 C
 Titik didih : -78,5 C
 Titik kritis : 304 K
Sifat Kimia (Petrokimia Gresik, 2012)
 Reaki pembentukan Natrium Karbonat
Reaksi antara Natrium Hidroksida dengan Karbon Dioksida.
NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O (2.14)

19
1.2.4. Amonia (NH4)
Ammonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air, ion
ammonium merupakan bentuk transisi dari ammonia. Selain terdapat dalam
bentuk gas, ammonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam.
Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total (NH3 dan NH4-)
(Effendi, 2003).
Sifat Fisika
 Fase : Gas
 Rumus molekul : NH3
 Beat molekul : 17,0306 kg/kmol
 Warna : tidak berwarna
 Massa jenis : 0,6942 g/l
 Titik didih : -33,34 °C (239,81 K)
 Kelarutasn dalam air : larut dalam air dengan 89,9 g/100ml pada 0 °C
Sifat Kimia
 Reaksi sintesis amonia
Ammonia dapat dibentuk dari proses sintesa, yaitu dengan senyawa
nitrogen bereaksi dengan hydrogen yang menjadi ammonia.
N2 + 3H2 → 2NH3 (2.15)

1.3. Proses Produksi

2.3.1. Proses Produksi Amonia (NH4)

Gambar 2.1 Diagram Blok Proses Produksi Amonia (NH4)

20
Spesifikasi Bahan: (Petrokimia Gresik, 2012)
 Kadar Hidrogen : 55,25%
 Kadar Nitrogen : 79%

Uraian Proses :

1. Unit Sulphur Handling


Penghilangan kadar sulfur pada umpan gas alam. Hal ini dikarenakan sulfur
yang masih terkandung dalam gas alam dapat merusak katalis pada reformer dan
converter berupa penyumbatan pada pori – pori katalis. Kandungan sulfur pada
umpan gas alam masih pada kisaran 25 ppm. Dengan peralatan berupa
desulfurizer, kandungan sulfur dalam gas alam dapat dikurangi sampai kurang
dari 0,1 ppm.
2. Unit Reformer
Pada Primary Reformer, unit ini berfungsi untuk mereaksikan gas alam
dengan steam untuk menghasilkan Hidrogen dan Karbon Dioksida sebagai hasil
samping
Reaksi :
CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 – Q (2.16)
CO + H2O ↔ CO2 + H2 + Q (2.17)
Reaksi ini terjadi di dalam ruang pembakaran (furnace) tepatnya di
dalam 288 radiant tube yang berisi katalis nikel sebanyak 37,5 m3 dan dipanaskan
dengan 98 burner.
Unit Reformer selanjutnya adalah Secondary Reformer. Secondary
reformer merupakan bejana tekan yang dilapisi dengan batu tahan api. Secondary
reformer ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bawah. Pada bagian
atas, terjadi reaksi tanpa katalis. Umpan berupa syn gas dari primary reformer
bertemperatur 730°C direaksikan dengan udara dari kompresor.
Berikut reaksi yang terjadi di dalam secondary reformer dibagian atas
(reaksi tanpa katalis)
2H2 + O2 2H2O ∆H = -483.6 kJ/mol (2.18)

21
Steam yang terbentuk pada persamaan (2.18) digunakan untuk proses steam
reforming lebih lanjut di bagian bawah secondary reformer (reaksi dengan
katalis):
CH4 + H2O CO2 + H2 ΔH = +206.14 kJ/mol (2.19)
CO + H2O CO2 + H2 ΔH = -41.22 kJ/mol (2.20)

Komposisi gas keluaran secondary reformer yaitu N2 23,31%, H2 54.31%,


CH4 0.33%, Ar 0.33%, CO2 7.93%, CO 13.83%..
3. Unit CO Shift Converter
Shift converter digunakan untuk mengurangi kandungan CO yang dapat
mengganggu reaksi di dalam ammonia converter dan mengubahnya menjadi CO2.
Reaksi yang terjadi adalah :
CO + H2O ↔ CO2 + H2 + Q (2.21)
Shift converter yang digunakan dibagi menjadi dua yakni HTSC (High
Temperature Shift Converter) dan LTSC (Low Temperature Shift Converter).
Tujuan dibentuknya dua converter ini adalah untuk mendapatkan laju reaksi dan
kesetimbangan yang optimum. Pada HTSC reaksi berjalan cepat namun karena
reaksinya eksotermis membuat konversinya rendah, sehingga diperlukan
tambahan reaktor dengan suhu rendah untuk meningkatkan konversi yang bisa
dicapai.
Gas keluar dari Shift Converter melalui bagian bawah dengan suhu 227oC.
Hasil keluaran gas dari shift converter mempunyai komposisi basis kering
sebagai berikut.
H2 : 54,28%
N2 : 26,59%
CO : 0,27%
CO2 : 17,04%
CH4 : 1,50%
Ar : 0,32%

4. Unit CO2 Absorber


Gas keluaran LTSC masih mengandung CO2 yang merupakan racun bagi
katalis di ammonia converter dan dapat mengganggu reaksi pembentukan

22
amoniak. CO2 ini dikurangi dengan mengontakkan gas sintesis dan larutan
aMDEA dalam absorber sehingga diharapkan kandungan CO2 mencapai 0,05 %
mol. Reaksi yang terjadi adalah :

CO2 + aMDEA + H2O ↔ aMDEAH+ + HCO3¯ (2.22)

5. Unit CO2 Stripper


CO2 yang terserap dalam larutan aMDEA dilucuti oleh steam dalam kolom
stripper. Absorben yang bebas CO2 akan digunakan kembali di absorber. Reaksi
yang terjadi :
aMDEAH + HCO3¯↔ CO2 + aMDEA + H2O (2.23)
Gas dari shift converter masuk dari bagian bawah dari CO2 absorber pada
suhu 70oC. Gas dikontakkan dengan semi lean aMDEA solution dilanjutkan
pengontakan dengan lean aMDEA solution. Gas yang lolos dilewatkan
condensate wash section, demister pad, dan masuk ke CO2 absorber overhead
knockout drum (142-D2) untuk memisahkan gas dengan aMDEA solution yang
terbawa. Gas proses kemudian dikirim ke unit metanasi dengan komposisi basis
kering sebagai berikut.
H2 : 65,35 %
N2 : 32,09 %
CH4 : 1,8 %
CO : 0,32 %
CO2 : 0,05 %
Ar : 0,39 %
6. Unit Methanator
Kandungan CO dan CO2 yang lolos dari absorber dapat menjadi racun
bagi katalis Fe pada ammonia converter, sehingga kandungan tersebut harus
dihilangkan dengan cara dikonversi menjadi metana menggunakan katalis nikel.
Diharapkan jumlah CO2 dan CO keluar dari methanator kurang dari 10 ppm.
Metana yang terbentuk bersifat inert dan dapat dipisahkan di unit purifikasi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
CO + 3H2 ↔ CH4 + H2O + Q (2.24)
CO2 + 4H2 ↔ CH4 + 2H2O + Q (2.25)
Hasil keluaran gas dari methanator memiliki komposisi basis kering
sebagai berikut.

23
H2 : 64,94% CH4 : 2,2%
N2 : 32,47% Ar : 0,39%

7. Unit Ammonia Converter


Sebelum masuk ke ammonia converter, gas sintesis yang telah dimurnikan
perlu dikompresi sehingga tekanannya naik hingga 150 kg/cm2 dan memenuhi
kondisi operasi. Gas sintesis dari unit cryogenic purifier memiliki tekanan sebesar
31,4 kg/cm2 dikompresi dengan dua tingkat syngas Compressor. Sebelum
memasuki tingkat kedua, recycle gas ditambahkan ke dalam syngas dan tekanan
gas keluar kompresor naik hingga 158 kg/cm2. Gas sintesis kemudian dipanaskan
dan dikirim menuju ammonia converter.
Di dalam ammonia converter, nitrogen dan hidrogen direaksikan menjadi
amoniak dengan ammonia conveter. Reaksi yang terjadi di dalam adalah :
N2 + 3H2 ↔ 2NH3 + Q (2.26)
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermis dengan kondisi operasi ammonia
converter suhu 450 oC dan tekanan 153,6 kg/cm2 . Komposisi basis kering yang
dihasilkan dari ammonia converter adalah sebagai berikut.
H2 : 56,54 %
N2 : 18,94 %
CH4 : 0,02 %
Ar : 0,39 %
NH3 : 20,38 %

8. Unit Refrigeration
Refrigerasi dengan media Amonia digunakan untuk mengembunkan
Amoniak dalam syn-loop, recovery amonia, serta mendinginkan make up gas inlet
dryer. Amonia yang terbentuk sebagian didistribusikan ke unit urea dan sebagian
disimpan ke dalam Ammonia storage sebagai bahan baku untuk pabrik II dan III.
Sistem refrigerasi terdiri atas evaporator, compressor, refrigerant condenser dan
flash drum.
Amonia cair dimasukkan ke Ammonia Unitized Chiller. Produk warm dari
amonia 149-D diambil sebagai bahan baku unit urea.
Komposisi gas keluar amomnia unitized chiller adalah :
a. NH3 cair : Minimal 99,5% berat

24
b. H2O : Maksimal 0,5% berat
c. Oil : Maksimal 5 ppm berat
d. Suhu : Ke unit urea : 30 oC
Ke tangki penyimpanan : -33 oC
e. Tekanan : Ke unit urea : 25 kg/cm2
Ke tangki penyimpanan : 9 kg/cm2

2.3.2. Proses Produksi Urea

2.2. Diagram Blok Pembuatan Pupuk Urea


Spesifikasi bahan baku pembuatan urea :
Spesifikasi amonia cair adalah sebagai berikut.
a. Kadar NH3 : 99,5%
b. H2O : 0,5%
c. Temperatur : 30°C
d. Tekanan : 25 kg/cm2

Adapun spesifikasi gas CO2 sebagai berikut.


a. Kadar CO2 : 99,85% dry mole
b. H2 : 0,13 % dry mole
c. N2 : 0,02 % dry mole
d. H2O : 45,2 kmol/jam
e. Tekanan : 0,78 kg/cm2
f. Temperatur : 36,9°C

25
 Uraian Proses :

1. Unit Sintesa

Pada unit sintesis terjadi reaksi NH3 cair dan gas CO2 yang berasal dari
unit amoniak dan sirkulasi kembali larutan karbamat dari unit recovery. Sintesis
Urea dijalankan pada Reaktor (DC101), Stripper (DA101) dan Carbamate
Condenser (EA101) yang disebut sebagai “Urea Synthesis Loop”. Synthesis Loop
ini dioperasikan pada tekanan 187 kg/cm2 (pada rate produksi 115%) yang
tekanannya dikontrol oleh pressure controller berupa PCV dipasang pada line gas
overhead EA101. Reaksi yang terjadi adalah :

2NH3 + CO2 ↔ NH4COONH2 +38000 kkal/mol karbamat (15)

NH4COONH2 ↔ NH2CONH2 + H2O -5000 kkal/mol urea (16)

2. Unit Purifikasi

Amonium karbamat yang tidak terkonversi di unit sintesis, diuraikan dan


dipisahkan dari larutan urea dengan pemanasan dan penurunan tekanan dalam dua
tingkat decomposer yakni pada 16,5 kg/cm2 dan 2,6 kg/cm2. Amonium karbamat
yang telah dipisahkan dikirim ke unit recovery dalam bentuk amoniak dan CO2.
Larutan urea yang telah dimurnikan dikirim ke unit konsentrator. Peralatan utama
pada unit purifikasi adalah HP decomposer dan LP decomposer.
3. Unit Recovery

Gas NH3 dan CO2 yang terlepas dari tahap purifikasi diabsorpsi dalam
tahap recovery menggunakan kondensat proses sebagai absorben dan direcycle
kembali ke reaktor di unit sintesis
Absorpsi gas dilaksanakan dalam tiga alat antara lain HP Absorber (EA-
401), LP Absorber (EA-402), dan Washing Column (DA-401). Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
2NH3 + CO2 → NH4COONH2 + Q (20)
NH3 + H2O → NH4OH + Q (21)

26
4. Unit PCT (Process Condensate Treatment)

Unit pengolahan proses kondensat mengolah kondensat proses sebelum


masuk ke unit utilitas karena kondensat mengandung ammonium karbamat, urea,
dan ammonia aqueous. Unit ini memiliki dua alat tama yaitu Process Condensate
Stripper (DA-501) dan Urea Hydrolizer (DA-502). Kondensat proses dari process
condensate tank (FA-501) dialirkan ke pre-heater (EA-504) untuk dipanaskan dan
kemudian dialirkan ke upper column Process Condensate Stripper (DA-501).
Sebagian besar larutan distripping menggunakan LP steam di bagian tersebut
sehingga karbamat dan amonium hidroksida dapat terurai menjadi NH3, CO2 dan
H2O. Kondisi operasi process condensate stripper (DA-501) adalah suhu 140oC
dan tekanan 3 kg/cm2 sedangkan urea hydrolizer (DA-502) suhu 210oC dan
tekanan 24 kg/cm2. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut sebagai berikut:
NH4COONH2 → 2NH3 + CO2 – Q (22)
NH4OH → NH3 + H2O - Q (23)
Kondensat keluaran upper column dialirkan menuju pre-heater (EA-505)
dan dimasukkan ke lower column urea hydrolizer (DA-502) untuk dikontakkan
dengan MP steam. Urea yang terkandung di dalam kondensat dapat terhidrolisis
dengan reaksi sebagai berikut:
NH2CONH2 + H2O → 2NH3 + CO2 - Q (24)
Gas amoniak dan CO2 yang terbentuk dari proses stripping dikirim ke LP
Decomposer (DA-202).
5. Unit Konsentrasi dan Finishing

Larutan urea yang masih mengandung banyak air perlu dipekatkan dari
70% sampai dengan 99,7% melalui penguapan secara vacuum. Urea yang sudah
pekat dibutirkan sehingga produk berbentuk prill. Unit ini terdiri atas tiga alat
utama antara lain Vacuum Concentrator (FA-202), Final Separator (FA-203), dan
Prilling Tower.
Larutan urea di tangki FA-201 dialirkan menuju heater (EA-201) dan
dipanaskan dengan LP steam. Larutan urea kemudian divakum di Vacuum
Concentrator (FA-202) sehingga tekanannya 265 mmHg. Air yang menguap pada
tekanan rendah dialirkan ke unit Process Condensate Treatment. Urea yang telah

27
dinaikkan konsentrasinya dipanaskan kembali di heater (EA-202) dan divakum
oleh Final Separatir (FA-203) pada tekanan 65 mmHg. Konsentrasi urea yang
dihasilkan yakni 99,7%.
6. Unit Prilling Tower

Larutan urea yang sudah pekat dialirkan menuju bagian atas dari prilling
tower. Di dalam prilling tower, larutan urea disemprotkan, didinginkan, dan
dipadatkan sehingga didapat urea dalam bentuk prill.

28
BAB III TINJAUAN PABRIK

3.1. Deskripsi Proses

3.1.1. Proses Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4)


Pada mulanya PT Petrokimia Gresik memiliki Pabrik Asam Sulfat I di
bawah koordinasi Unit Produksi I. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 1984,
didirikan Pabrik Asam Sulfat II di lokasi Unit Produksi III dengan kontraktor
Hitachi Zosen dari Jepang. Pabrik ini lebih dikenal dengan Pabrik SA (Sulphuric
Acid) II dengan bahan baku belerang (S) serta udara kering. Kapasitas produksi
1800 ton/hari dengan produk utama Asam Sulfat (H₂SO4) 98,5%. Sebagai
pelengkap proses pembuatan H₂SO4, pabrik ini memiliki Service Unit (SU) yang
terdiri dari water demineratitation, effluent treatment, cooling tower, dan bahkan
dilengkapi pula dengan power generation sebagai sumber energi listrik.
Teknologi yang diterapkan pada pabrik ini adalah DCDA (Double Contact
Double Absorption). Pada proses ini pembentukan SO₃ terjadi dalam dua kali
tahapan yaitu primary contact dan secondary contact dalam Converter dengan
konfigurasi (3 + 1). Konfigurasi ini berarti gas SO₃ diabsorpsi pada tingkat
intermediate absorption oleh asam setelah melewati tiga bed katalis Vanadium
Pentaoksida dan melewati satu unggun katalis Vanadium Pentaoksida lagi
sebelum masuk absorber terakhir (kedua). Double absorption yaitu absorpsi
sebanyak dua kali dengan media pengabsorpsi H₂SO4. Keuntungan
menggunakan proses ini adalah konversi reaksi total yang diperoleh sebesar
99,7%, lebih tinggi daripada Single Contact.
Aliran produk SO3 dan sisa SO2 pada Pabrik SA II yang telah melewati
ketiga tahap (bed I, II, III) disebut kontak I, dari converter diabsorbsi terlebih
dahulu di Kolom Absorber I, kemudian gas sisa absorpsi dimasukkan kembali ke
dalam converter (bed IV) disebut kontak II dan selanjutnya diabsorpsi dalam
Kolom Absorber II.

29
Deskripsi Proses :
 Unit Sulfur Handling
 Alat utamanya adalah melter yang berfungsi untuk melebur belerang
dengan pemanas steam tekanan 7 kg/cm2 temperatur 170 C melalui
coil.
 Untuk meratakan panas & mengurangi kotoran pada dasar melter
dilengkapi pengaduk sedangkan untuk mengatasi terjadinya asam
bebas ditambahkan serbuk kapur.
 Sulfur cair yang terbentuk selanjutnya dialirkan ke filter untuk disaring
kotorannya dan ditambahkan diatomeceous (bahan precoating) supaya
penyaringan dapat baik dan meng – coating dari filter.
 Sulfur cair dari filter ditampung dalam storage tank yang dilengkapi
dengan steam coil (5 kg/cm2) untuk mempertahankan suhu 125 - 140
C.
 Unit SO2 Generation (Pembuatan Gas SO2)
 Peralatan utamanya adalah furnace yang fungsinya membakar sulfur
cair dengan udara kering sehingga akan terbentuk SO2 gas.
 Sulfur cair dari storage tank dialirkan secara spray ke dalam sulfur
furnace dengan ditambahkan udara kering dari drying tower, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
S + O2 → SO2 + Q (3.1)
 Gas panas yang dihasilkan 10,5% volume SO2 temperatur 1042 ºC dan
dimanfaatkan untuk pemanasan waste heat boiler dan steam
superheater.
 Gas keluar dari steam superheater temperatur menjadi 430 ºC.
 Unit SO2 Convertion (Pengubah Gas SO2)
 Peralatan utamanya adalah converter yang terdiri dari 4 bed dengan
fungsi mengkonversi SO2 menjadi SO3 dengan bantuan katalis
Vanadium Pentaoksida, dengan reaksi sebagai berikut :
Reaksi ∶ SO2 + ½O2 → SO3 + Q (3.2)

30
 Konversi yang terjadi pada bed 1 s.d 3 94% dengan temperature 450
ºC dan didinginkan oleh boiler feed water pada economyzer sampai
220 ºC yang selanjutnya dimasukkan ke dalam menara absorber – 1.
 Sisa-sisa gas gabungan dari heat exchanger masuk bed 4 dengan
temperatur 420 ºC dan terjadi konversi sekitar 99,73%, dan sekeluar
bed 4 masuk ke economyzer untuk didinginkan dengan boiler feed
water sampai 190 ºC, kemudian masuk menara absorber – 2.
 Unit Air Drying & SO3 Absortion (Pengeringan Udara Dan Penyerapan
SO3)
 Udara atmosfir dihisap oleh air blower lewat drying tower dan air
yang terkandung diserap dengan H2SO4 98,5%, udara kering yang
dihasilkan dengan suhu 110 ºC digunakan sebagai udara pembakar
pada sulphur furnace.
 Penyerapan gas SO3 dari bed 3 dan 4 dilakukan di absorber tower
dengan H2SO4 98,5% merupakan rekasi eksotermis :
SO3 + H2 O → H2 SO4 + Q (3.3)
 Asam sulfat dari drying tower dan absorber tower ditampung dalam
tanki penampung, apabila konsentrasi asam sulfat masih terlalu tinggi
maka ditambah air sehingga diperoleh H2SO4 98,5% .
 H2SO4 Storage
 Produk H2SO4 yang dihasilkan disimpan dalam acid storage tank yang
berkapasitas 10.000 ton (masing – masing tangki) dan selanjutnya akan
ditransfer ke unit – unit yang memerlukan serta sebagian lagi untuk
product loading.
 Produk H2SO4 memiliki temperatur 45 ºC, konsentrasi 98,5% berat
(min.), kadar H2O 2,0% berat (maks.), Fe 100 ppm dan SO2 150 ppm.

31
Gambar 3.1. Diagram Alir Pembutan Asam Sulfat (H2SO4)

32
3.1.2. Proses Pembuatan Asam Fosfat (H3PO4)
Batuan fosfat merupakan sumber inorganik dari fosfor (P), salah satu nutrisi
agronomi yang bersama dengan nitrogen (N) dan potassium (kalium/K) sangat
penting bagi pertumbuhan secara umum, termasuk pembentukan protein, akar,
mempercepat kematangan bijih, meningkatkan produk bijih-bijihan dan umbi-
umbian, serta memperkuat tubuh tanaman. Oleh karena itu kekurangan fosfor
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, akar sangat sedikit, daun menguning
sebelum waktunya dan secara keseluruhan pertumbuhan akan terhambat. Selain
itu pada tanah tropis, kekurangan P merupakan hal biasa, juga kekurangan
kalsium (Ca), keasaman tanah tinggi, keracunan Al, dan tipis, sehingga jika tidak
cepat di atasi, tanah akan menjadi tandus. Proses pembuatan asam fosfat
berdasarkan reaksi asidulasi antara batuan fosfat dengan asam sulfat. Kapasitas
produksi pada unit ini sebesar 170.000 ton/tahun. Proses Nissan merupakan proses
pembuatan asam fosfat yang dihasilkan kalsium hemihydrate yang keluar dari
reactor. Kemudian hemihydrate direkristalisasi sehingga terbentuk dihidrat.
Setelah itu dihidrat dipisah dari asam fosfat dengan filtrasi. Proses hemihydrate
adalah proses penambahan batuan halus fosfat guna mendapatkan asam fosfat.
Namun pada proses hemihidrat ini dekomposisi phosphate rock masih kecil
(94%), sehingga dilakukan proses kedua, yaitu proses dihidrat.
Asam fosfat yang terbentuk disaring dan dipisahkan untuk kemudian
dilakukan pemurnian, sedangkan cake hemihydrate dilakukan proses kembali.
Proses dihidrat adalah proses penambahan H2SO4 pada kembali dalam cake
hemihydrate. Tujuan proses ini untuk mereaksikan sisa fosfat rock yang belum
bereaksi (5%) dengan asam sulfat dan mereaksikan gypsum hemihydrates. Proses
ini menghasilkan produk utama, berupa asam fosfat. Proses selanjutnya adalah
proses pemurnian untuk mendapatkan kemurnian asam fosfat dengan P2O5
sebesar 54%. Dalam digester tempat pembentukan asam fosfat, terjadi reaksi
samping yang menghasilkan gas fluorine. Gas fluorine yang dihasilkan diolah
dalam fluorine recovery unit sebelum dibuang ke udara. Dengan proses ini dapat
dihasilkan asam fosfat dengan P2O5. Bahan baku batuan fosfat direaksikan dengan
H2SO4 recovery 98,3 % 60% yang merupakan konsentrasi ideal untuk
menghindari coating phosphate rock oleh gypsum hemihydrate.

33
Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Asam Fosfat (H3PO4)

34
Deskripsi Proses :

A. Unit Grinding
 Memperkecil Ukuran Pada Fosfat Rock
 Alat utamanya adalah ball mill yang sangat berperan penting yang
sangat berperan penting dalam bidang produksi maupun industri,
karena ball mill memiliki karakteristik mesin penghancur jenis
serbuk dalam skala besar maupun kecil (size reduction). Untuk
menghasilkan suatu material serbuk yang halus dibutuhkan mesin
penghancur yang sesuai dengan fungsi dan perancanganya. Untuk
mencapai suatu produk berupa serbuk material yang halus
dibutuhkan suatu bola baja untuk menumbuk serbuk material yang
ada didalam tabung ball mill. Pada unit grinding asam fosfat, ball
mill berfungsi untuk menghaluskan phosphate rock yang oversize
dimana ukuran partikel lebih besar daripada lubang – lubang
ayakan termasuk butiran yang menggumpal karena moisture dan
sekaligus mengurangi kadar airnya dengan bantuan udara panas.
 Phosphate rock dari rock storage ditransfer melalui belt conveyor
(M-5704, M-5708-2) ditampung di hopper (D-2201 A/B) yang
pengisiannya diatur sehingga bisa di switch antar D-2201 A atau
D-2201 B. Selanjutnya phosphate rock dimasukkan ke screen (F-
2201 A/B) yang feeding diatur oleh rotary valve (V-2206A/B)
yang dilengkapi dengan speed variator untuk menyesuaikan aliran
phosphate yang keluar. Phosphate rock dipisahkan berdasarkan
ukuran oversize dan undersize untuk kebutuhan di unit reaksi.
 Undersize atau fine yaitu produk yang lolos lubang ayakan
(screening), sedangkan oversize atau tails yaitu produk yang
tertahan oleh ayakan (screening). Untuk pengayakan menggunakan
tiga macam ukuran, yaitu undersize, on-size dan oversize.
 Phosphate rock yang lolos screening (ukuran yang disyaratkan)
dimana proses screening merupakan proses pemsahan partikel
secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pada
proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau dilemparkan ke

35
permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang
kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak,
sedang yang di atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut
(tails) tidak lulus. Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering.
Penggunaan screening ini, biasanya ditempatkan setelah alat size
reduction, tapi itu dikembalikan lagi pada proses pabrik, kapan
saatnya pabrik membutuhkan tahap pemisahan partikel padatan
maka disitulah screening akan digunakan. Jenis screening yang
digunakan ialah double deck feeder. Jika partikel yang di dapat
sudah memenuhi syarat, selanjutnya diumpankan ke seksi reaksi
dan filtrasi hemihidrate.
 Phosphate rock oversize dimasukkan drag conveyor (M-2201) dan
bucket elevator (M-2202). Phosphate rock selanjutnya ditampung
di hopper (M-2209) kemudian melalui table feeder (M-2207)
phophate rock dimasukkan ke dalam ball mill (Q-2204) untuk
dihaluskan. Dari outlet ball mill, phosphate rock masuk drag
conveyor (M-2203) kemudian melalui bucket elevator (M-2205)
dimasukkan ke hopper (D-2302). Ball mill di aliri udara panas
yang dihasilkan oleh furnace (B-2201).
 Fungsi udara panas ini adalah untuk mengurangi kadar H2O yang
ada dalam phosphate rock dari 6% (maksium) menjadi 1%.
Phosphate rock undersize dari screen dibawa menggunakan drag
conveyor (M-2204) menuju bucket elevator (M-2205) selanjutnya
dimasukkan ke hopper (D-2302). phosphate rock di D-2302
sebagian over flow ke D-2301 untuk disirkulasikan melalui rotary
valve (V-2308) dan drag conveyor (M-2309) ke bucket elevator
(M-2205) agar D-2302 level terisi secara konstan atau continue.
Titik utama untuk item ini mengontrol aliran rock selalu stabil,
karena jika aliran karena jika arus tidak stabil, reaksi akan tidak
stabil dan P2O5 recovery tidak bisa mencapai 97% atau lebih.

36
D2201B D2201A Fil2201

M2209

V2206B V2206A

V2205

M2207 C2202 D2302


F2202B F2202A

M2201
M2306

M2202 Q2204
D2301 M2305
R2301
M2204

M2309

M2203
BURNER
M2205
Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Unit Grinding

37
B. Unit Reaksi dan Filtrasi
 Reaksi dan Hemihidrat filtrasi
 Peralatan utamanya adalah premixer yang berfungsi sebagai
pengadukan awal antara batuan fosfat dengan return acid sehingga
terjadi sedikit reaksi (produknya berupa slurry) dan digester yang
fungsinya mereaksikan slurry dengan asam sulfat 60% sehingga
membentuk kristal hemihydrate, sedangkan filter berfungsi untuk
memisahkan kristal hemihydrate dengan asam fosfat.
Reaksi :
Ca3 (PO4 )2 + 3H2 SO4 + 6H2 O → 3CaSO4 . 2H2 O + 2H3 PO4 (3.4)

CaSO4 . 1⁄2 H2 O + 3⁄2 H2 O → CaSO4 . 2H2 O (3.5)


 Phosphate rock dari D-2302 dimasukkan ke dalam digester I R-
2302A dan alirannya diatur dengan weigher (M-2306). Return acid
dari digester I (2302 B) dan digester II (R-2302 C) dengan P-2334
A/B dimana masing-masing flow dikontrol dengan magnetic flow
meter (FRCA-2303, FRCA-2304, FRCA-2305 dan FRCA-2315).
Return acid yang di kirim ke digester I dan digester II di campur
dengan sulphuric acid untuk mengencerkan konsentrasi sulphuric
acid dari 98,5% menjadi 60% phosphate rock, return acid,
sulphuric acid, dan recycle slurry. Untuk mengurangi foaming yang
terjadi akibat reaksi maka di injeksikan dengan foaming agent yang
di pompa dengan P-2304 A/B. Panas reaksi yang timbul
didinginkan melalui D-2311 (Vacum Cooler I) dengan P-2303.
Faktor penting yang mempengaruhi decomposition posphate rock di
digester I adalah ketiadaan (-) free sulphuric acid dalam liquid. Bila
free sulphuric acid ada dalam liquid, maka decomposition ratio
akan turun atau berhenti sama sekali.
 Slurry dari digester I (R-2302 A dan R-2302 B) over flow ke
digester II (R-2302 C). Di dalam digester II (R-2302 C) kadar free
sulphuric acid dalam liquid dijaga antara 2.5 % s/d 3% atau
menurut kebutuhan design process dengan cara mengatur flow

38
sulphuric acid 98,5%. Dimana sulphuric acid setelah diencerkan
dengan return acid di injeksikan ke dalam digester II.
 Kenaikan dekomposikan ratio hemihydrates slurry terjadi juga
dalam digester II (R-2402 C). Slurry dari digester II dipompa ke
Vacum Cooler I (D-2311) dengan tujuan untuk mengurangi panas
reaksi dan untuk menjaga suhu slurry pada outlet vacuum cooler
pada 75 0C
 Aliran slurry yang sudah dingin dari vacuum cooler mengalir ke
seal tank (R-2303) dan kemudian di pompa ke filter I (Fill-2321)
dengan menggunakan hemihydrates slurry pump (P-2301 A/B).
Jumlah aliran slurry di control dengan FRCA-2307 dengan
mengatur kecepatan putar dari pompa P-2301 A/B. Sebagian dari
slurry yang sudah dingin tersebut dikembalikan dari seal tank ke
digester II untuk menjaga teemperatur tetap pada 90 0C. Sebagian
dari slurry di digester II dialirkan ke pump tank (R-2304) yang
berguna untuk menjaga kemungkinan fluktuasi operasi pada
reaction section. Hemihydrate slurry dalam pump tank (R-2304)
disirkulasikan kembali ke digester I menggunakan hemihydrate
recycle pump (P-2302 A/B/C) dengan flow rate yang diatur dengan
jalan merubah kecepatan putar (revolution speed) dari P-2302
A/B/C yang diatur dengan FIC-2306. Recycle dan slurry berguna
untuk melarutkan phosphate rock, memperbaiki decomposition
ratio dan memperbaiki pembentukan Gypsum di digester. Reaksi
dekomposisi phosphate rock menghasilkan hasil samping berupa
gas HF. Hal tersbut dapat dilihat dari reaksi utama di digester.
Ca10 F2 (PO4 )6 + 10H2 SO4 + 5H2 O → 10CaSO4 . 1⁄2 H2 O + 2HF + 6H3 PO4 (3.6)
 Gas HF ini bersifat sangat korosif dan berbahaya terhadap
kesehatan manusia. Sebagian dari gas tersebut bereaksi dengan
silica (SiO2) yang terdapat di phosphate rock. Senyawa-senyawa
yang mengandung fluorine akan di tangkap di bagian fluorine
recovery unit.

39
P2431

Fil2321 P2433
D2311
1 2

P2434
R2303
P2301A/B P2402

H2SO4 R2401A

PR
TK2335
P2335A/B

R2301 TK2381A
R2302A P2353
P2303 TK2334
R2302B R2304 P2351
P2381A
TK2351
P2302A/B P2331A/B

P2334
Gambar 3.4. Diagram Alir Proses Unit Reaksi dan Filtrasi

40
C. Unit Konversi dan Filtrasi Dihidrat
 Hidrasi dan filtrasi dihidrat
 Fungsi pada tahapan ini adalah mereaksikan hemihydrate dengan
asam sulfat encer sehingga menjadi dihydrate dengan proses
hidrasi dan untuk mengambil P2O5 yang tersisa dalam cake
dihydrate.
Reaksi :
Ca 3 (PO4 )2 + 3H2 SO4 + 6H2 O → 3CaSO4 . 2H2 O + 2H3 PO4 (3.7)
CaSO4 . 1⁄2 H2 O + 3⁄2 H2 O → CaSO4 . 2H2 O (3.8)
 Hydration tank, phospate rock yang belum terdekomposisi akan
terdekomposisi dengan sempurna karena kadar asam sulfat yang
tinggi sehingga akan tercapai recovery P2O5 yang tinggi.
 Selain panas yang terkandung, panas yang timbul karena hidrasi
pada seksi ini juga terjadi sehingga perlu didinginkan
menggunakan vacum cooler.
 Hemihydrates slurry dari seal tank (R-2303) dikirim ke filter I (Fil-
2321) dengan menggunakan hemihydrate slurry pump (P-2301
A/B). Jumlah aliran (flow) dikontrol dengan mengatur kecepatan
(speed) P-2301 A/B, type dari filter adalah horizontal tilting pan
filter, yang dilengkapi dengan washing section dengan
menggunakan wash acid.
 Pada section pertama dari filter I, hemihidrate slurry disaring
dengan hasil cairannya (first filtrate) dikirim ke TK-2351 acid
storage tank dengan P2311 A/B. Pada section ke dua, cake
(padatan) dicuci dengan menggunakan cairan (third filtrate) hasil
dari filter II (Fil-2421) dan semua hasil penyaringan (second
filtrate) ditampung di TK-2334 dan digunakan sebagai return acid.
 Untuk mendapatkan hasil density yang constant, maka return acid
dicampur dengan recycle phosphoric acid dari P-2510 A/B dan
dikontrol DC-2301.
 Pada second section dari filter I diharapkan cake sudah kering dan
pan filter akan dibalik untuk membuang cake atau cake disposal.

48
 Cake blower I (C-2321) menghembuskan udara bertekanan untuk
mempermudah cake disposal. Sisa-sisa cake yang menempel pada
cloth filter dicuci dengan menggunakan spray acid dengan P-2434,
yang berasal dari fourth filtrate dari filter II (Fil-2421).
 Cake akan jatuh dan mengalir bersama spray acid dan recycle
dehydrate slurry dar hydration tank (R-2401B), cake kemudian
masuk ke dalam hydration tank (R-2401 A), setelah itu pan filter I
dibalik dan filter I dibalik dan filter cloth dicuci menggunakan 5th
filtrate dengan P-2433 A/B dan hot water dengan P-2146 A/B.
Filter cloth selanjutnya dikeringkan dengan hisapan dari cloth
drying fan (C-2322).
 Seluruh filtrate akan melewati center valve untuk didistribukan ke
bagian selanjutnya. Untuk menghindari scaling,steam diinjeksikan
pada center valve filter I (Fil-2321), terutama pada second section
dari center valve filter I (Fill-2321), terutama pada second section
dari center valve dan filtrate line.
 Slurry Gypsum hemihydrate dari filtrasi pertama masuk hydration
tank dicampur dengan H2SO4 98,5% dan hasilnya berupa slurry
Gypsum (CaSO4.2H2O) dialirkan kebagian filtrasi kedua
sedangkan lainnya disirkulasikan ke unit reaksi dan filtrasi
pertama, untuk mempercepat reaksi hidrasi ini ditambahkan silica.
 Hasil filtrasi kedua yang berupa filtrat selanjutnya ditampung
untuk digunakan sebagai cairan prewashing sedang cake gypsum
setelah dicuci dengan air panas dikirim ke pabrik ZA dan cement
retarder untuk diproses lebih lanjut.

49
P2335A/B

Vacuum
Fil2321 Fil2421
System
H2SO4 3 4 5

D2411
P2416

Purifikasi
TK2431

R2401A P2403

P2402
P2401A/B
TK2434 P2435
R2401B Fil2321 TK2435
P2431
Fil2321 Fil2321
P2434 P2433
Gambar 3.5. Diagram Alir Proses Unit Konnversi dan Filtrasi Dihidrat

50
D. Unit Fluorine Recovery
 Fluorine Recovery
 Pada tahapan ini terdiri dari unit exhaust gas treatment (pemurnian
gas) dan unit penyerapan gas fluorine (fluorine recovery) yang
berfungsi untuk membebaskan gas buang dari kandungan fluorine
sebelum diemisikan ke udara bebas. Exhaust gas yang keluar dari
digester mengandung kadar fluorine jauh lebih banyak dari gas –
gas yang lain. Maka pre-treatment untuk gas yang keluar dari
digester tersebut perlu diperhatikan.
 Untuk mendapatkan gas buang (waste gas) dengan kadar fluorine
yang ditentukan maka fungsi fume scrubber II harus benar-benar
bagus. Scrubber water yang keluar dari kedua fume scrubber (T-
2341 dan T-2342) disirkulasikan ke fluorine recovery unit sebagai
tambahan dari fluosilisic acid sehingga diharapkan tidak ada sisa
air yang terbuang. Mist separator (F-2341) dipasang untuk
menghasilkan fluosilisic acid dengan kadar P2O5 rendah.
 Gas yang keluar digester, mengandung fluorine dengan kadar yang
tinggi dan komposisi terbesarnya adalah SiF4. Jadi, diperlukan
suatu usaha untuk menanggulangi silica yang mengendap.
 Untuk mengatasi hal tersebut maka duct antara digester dan mist
separator (F-2341) dibuat sependek mungkin dan diisolasi. Flow
rate dari exhaust gas diatur pada outlet masing – masing digester
dengan tujuan untuk mengatur tekanan digester menjadi sedikit
vacuum.
 Pembukaan damper untuk hydration tank dan hood fill I harus
disesuaikan agar exhaust fan (C-2341) dapat mengatasi pressure
drop di mist separator (F-2341) dan fume scrubber I (T-2341)
sehingga tekanan system dapat tetap vacuum.
 Uap air dan gas fluorine akan menguap di vacuum cooler I (D-
2311) dan mengalir ke fluorine scrubber (D-2342) lewat cyclone
separator (F-2355).

51
 Partikel solid dan liquid yang terikut akan tertangkap di dalam
cyclone separator sehingga kadar P2O5 dalam produk fluosilisic
acid tidak melebihi 200 ppm.
 Duct antara vacuum cooler I (D-2311) dan outlet cyclonic
separator (F-2355) diisolasi untuk mencegah turunnya temperatur
sehingga tidak terjadi pengendapan silica dan pengembunan uap
air.
 Fluosilisic acid (H2SiF6) akan dihasilkan di dalam fluorine
scrubber (D-2342) dengan cara menyerap exhaust gas
menggunakan scrubber water. Konsentrasi fluosilisic acid
dipertahankan pada konsentrasi 20% melalui density control
(DRC-2343).
 H2SiF6 yang berasal unit konsentrasi dan reaksi dimasukkan ke
holding tank (TK-2345) sedangkan fluosilisic acid yang masih
mengandung silica dengan 2 – 3% di filtrasi menggunakan filter
III (Fil-2341). Hasil silica cake dilarutkan dalam silica tank (TK-
2346).
 Gas keluaran digester, hydration tank dan filter yang mengandung
fluorine diserap dalam fume scrubber yang selanjutnya
disirkulasikan ke unit fluorine recovery.
Reaksi :
2SiF6 + 2H2 O → H2 SiF6 + SiO2 + 2HF (3.9)
 Fluosilicic acid yang terbentuk dari fluorine scrubber dan
concentration unit mengandung sedikit silica dan setelah
dipisahkan dari silica, fluosilicic acid yang sudah bersih tersebut
dikirim ke H2SiF6 storage tank sebagai produk.
 Silica yang dihasilkan dari filter dilarutkan dengan wash water
hingga terbentuk slurry yang selanjutnya dikirim ke hydration tank
untuk mendapatkan bentuk dan pertumbuhan kristal yang baik.

52
F2355
D2311

R2303
F2341 R2401A/B & Fil2321
R2302A/B
D2342 Fil2341
Silica
R2303
C2341

C2340

P2346

TK2346
P2341 P2342A/B
P2343A/B
TK2343 P2345 TK2345
T2341 T2342 P2350
TK2352
P2352

Gambar 3.6. Diagram Alir Proses Unit Fluorine Recovery

53
E. Unit Konsentrasi
 Menaikan Konsentrasi Asam Fosfat
 Fungsi pada tahapan ini memekatkan asam fosfat dari unit filtrasi
pertama sehingga dihasilkan asam fosfat dengan kadar 52-56%
dengan alat utama vaporizer.
 Unit ini adalah proses terakhir untuk menghasilkan asam fosfat
dengan konsentrasi P2O5 52%. asam fosfat (filtrat pertama) dengan
konsentrasi 40% dan dipekatkan menjadi 52% menggunakan
penukar panas dan evaporator. Phosphoric acid pekat dihasilkan
dengan cara menguapkan sejumlah air di dalam bejana vacuum
(vaporizer). Phosphoric acid konsentrasi 40% P2O5 dimasukkan ke
dalam system lalu disirkulasikan melewati pemanas (E-2501)
masuk ke dalam bejana penguap (D-2501) (flowrate = 6500 m3/h).
Untuk asam fosfat pemanasan dan mempertahankan suhu selalu 88
0
C.
 Dalam evaporator (D-2501), asam fosfat dipanaskan menguap
menjadi 52% P2O5 dengan kondisi vakum (kondisi vakum
mengendalikan dan suhu untuk menemukan titik nyala asam
fosfat). Selanjutnya, tekanan vakum juga untuk menjaga suhu asam
fosfat di evaporator (D-2501). Suhu tinggi lebih dari 94 0C akan
merusak tabung penukar panas (E-2501).
 Sebelum dikirim ke unit pabrik pupuk fosfat, asam fosfat
didinginkan di cooler sampai dihasilkan asam fosfat temperatur +
60 ºC, sedangkan uap dari vaporizer setelah dipisahkan dalam
tangki pemisah didapatkan larutan yang mengandung asam yang
selanjutnya dikembalikan ke dalam vaporizer dan gas fluorine
yang selanjutnya diabsorbsi dengan air sehingga terbentuk larutan
asam fluosilikat.

54
Gambar 3.7. Diagram Alir Proses Unit Konsentrasi

55
3.1.3. Proses Pembuatan Aluminium Florida (AlF3)
Dengan mengenal pengetahuan tentang pembuatan AlF3, Tohoku Hiryo
membangun pabrik AlF3 di Jepang. Dasar pengetahuan tentang pembuatan AlF3
adalah dari Chemie-Linz dan dengan pengalaman yang ada, Tohoku Hiryo
mengembangkannya. Sebelum jadi produk AlF3 terlebih dahulu dihilangkan kadar
silika lalu dikristalkan untuk selanjutnya dihilangkan kadar airnya hingga menjadi
AlF3 anhidrat dan didinginkan agar dalam proses pengemasan tidak terlalu panas.

Deskripsi Proses :

 Reaksi Dan Pemilihan Silika


 Alat utamanya adalah reaktor yang berfungsi mereaksikan Al(OH)3
dan H2SiF6, dan centrifuge untuk memisahkan SiO2 dari filtratnya.
 Bahan baku Al(OH)3 dan H2SiF6 dimasukkan ke dalam reaktor yang
berpengaduk dengan suhu + 100 ºC sedangkan H2SiF6 sebelumnya
dipanaskan untuk mencapai suhu 70 – 80 ºC, reaksi eksotermis :
H2 SiF6 + 2Al(OH)3 → 2AlF3 + SiO2 + H2 O (3.10)
 Untuk mendapatkan kualitas produk yg tinggi secara efektif
secepatnya silica dipisahkan dari hasil reaksi dan water konten silica
diturunkan.
 Reaksi yang berlangsung di reaktor sekitar 13 menit menghasilkan
slurry yang selanjutnya dikirim ke centrifuge untuk memisahkan
silica dari filtratnya, SiO2 dipakai pada pabrik PA sedangkan
filtratnya dialirkan ke AlF3 solution distributor.
 Kristalisasi Dan Pemisahan AlF3.3H2O
 Peralatan utamanya adalah crystalizer yang berfungsi sebagai
pembentukan kristal dan centrifuge untuk memisahkan kristal
AlF3.3H2O dengan larutan induknya.
 Filtrat masuk crystalizer selama 4 – 5 jam temperatur dijaga 90 – 95
ºC dengan pemanas steam dan untuk membuat uniform dilengkapi
dengan agitator, sedangkan untuk mempercepat pembentukan kristal
ditambahkan seed (babon) crystal pada permulaan pengisian
crystalizer.

56
 Slurry keluar dari crystalizer selanjutnya dibawa ke centrifuge untuk
mengambil AlF3.3H2O dari larutan induknya, kristal yang terpisah
masuk ke hopper sedangkan filtratnya dipisahkan dulu pada cyclone
untuk memisahkan kristal dengan cairannya, cairan kembali ke tangki
penampung sedangkan kristal liquid ke effluent treatment.
 Dehidrasi dan Pendinginan
 Fungsi pada tahapan ini adalah menghilangkan kandungan air kristal
dan air bebas dalam Aluminium Fluorida.
 Kristal AlF3.3H2O selanjutnya masuk calciner untuk menghilangkan
kandungan air kristal dan air bebas dengan menggunakan udara
pemanas.
 AlF3 panas selanjutnya didinginkan di dalam cooler dengan
menggunakan air pendingin (pendinginan tak langsung).
 Penyimpanan dan Pengepakan
 AlF3 hasil pendinginan dialirkan secara pneumatik dengan jet lifter ke
dalam product silo.
 Debu yang keluar dari silo dipisahkan dengan menggunakan bag filter
dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam silo.
 Setelah produk dianalisa dan telah memenuhi spesifikasi yang
ditentukan selanjutnya dilakukan pengepakan dalam kantong 1 ton
kemudian disimpan dalam gudang.
 Air dan Gas Buangan
 Mother liquor yang dipisahkan kemudian diendapkan dalam recovery
tank dan over flow dalirkan ke dalam waste liquid tank yang
selanjutnya dibawa ke unit effluent treatment, sedangkan endapan
kristal yang berada didasar dialirkan ke collection tank.
 Exhaust gas dari tiap-tiap unit dikirim ke washing tower dengan tujuan
gas fluor yang keluar dapat diserap dengan neutralized water dan gas
buang yang tidak berbahaya dibuang dengan bantuan exhaust fan
melalui stack sedangkan cairan penyerap yang keluar dari bawah
menara dialirkan ke effluent treatment untuk dinetralkan.

57
Gambar 3.8. Diagram Alir Proses Pembuatan Aluminium Fluorida (AlF3)

58
3.1.4. Proses Pembuatan Gypsum
Gypsum dari purified section (Unit Purifikasi / pemurnian) yang
mengandung kadar air bebas atau F.H2O (free H2O) dibawah 20% (secara desain)
namun kenyataannya masih mengandung F.H2O sekitar 23% yang dikeringkan
menggunakan Flash Dryer, Dried Gypsum tersebut kemudian diproses
menggunakan Flash Calciner untuk dikalsinasi dari dihydrate menjadi
hemihydrate. Sebelum proses kalsinasi dried gypsum dicampur dengan lime, lime
berfungsi untuk menetralisir dan me-non aktifkan impurities dalam gypsum. Pada
umumnya impurities adalah Flour dan P2O5 yang larut dalam air yang memiliki
peran sebagai Cement Retarder, khususnya terhadap setting time (waktu
pengeringan) dan kekuatan concrete. Setelah melewati proses kalsinasi, calcined
gypsum diarahkan menuju Pan Granulator untuk diproses menjadi granule /
clinker, bila diperlukan di dalam Granulator ditambahkan sedikit air dan steam.
Proses ini menghasilkan produk granule yang memiliki kadar F.H2O lebih rendah
dibandingkan dengan purified gypsum yaitu sekitar 8%.
Deskripsi Proses :
 Unit Pengadukan
Seksi ini merupakan seksi yang cukup penting karena penambahan H2O
pada Phospho Gypsum bertujuan untuk melarutkan kadar P2O5 dalam
kandungan Phospho Gypsum hingga kadar maksmal 1 %. Di Unit Purifikasi
kadar P2O5 dapat mencapai 0,3 % persen berat per ton. Selanjutnya slurry
dipompa dengan P-4102 menuju ke Fill-4102 untuk difiltrasi. Seksi
Pengadukan Diseksi ini beberapa impurities akan dihilangkan dari Phospho
Gypsum menjadi purified Gypsum yang nantinya purified Gypsum ini sebagai
raw material untuk membuat granule Gypsum. Phospho Gypsum dari PA
plant storage lewat M 4102 dimasukkan ke slurry tank TK 4101 dan
diencerkan dengan neutralized water dari unit utilitas untuk membuat slurry
35%. Flow Gypsum dengan weigher M 4112 yang dihubungkan dengan FTC
4101 yang mengatur jumlah flow neutralized water untuk membuat
konsentrasi slurry 35%. Level TK 4101 diukur dengan LRA 4101 yang
dilengkapi dengan high dan low alarm. Slurry dalam TK 4101 diaduk dengan
agitator M 4111 untuk melarutkan impurities.

59
 Unit Filtrasi
Seksi filtrasi selanjutnya dengan P 4101 AB slurry tersebut dipompa ke
Filter 4102 untuk dipisahkan anatara cake Gypsum dan filtratnya. Flow slurry
diukur dengan FE 4102 yang mengontrol speed motor P 4101 AB. Di Fill
4102, cake Gypsum disemprotkan dengan steam untuk menurunkan moisture
yang masih dikandungnya. Dengan conveyor M 4103, M4105, M 7122-1/2
cake tersebut (purified Gypsum) diangkut ke cement retarder section. Bila
seksi cement retarder belum siap, maka purified Gypsum tersebut dengan M
4103, M 4109 diangkut ke purified Gypsum storage. Filtrate dari Fill 4102
dihisap dengan vacum pump C 4101, antara cairan dan gas dipisahkan di
vacum receiver D 4102 dan turun ke filtrate pit. Gas dari vacum receiver
dipisahkan dari cairannya lagi di mist separator F 4103. Flitrate dari filtrate
pit yang mengandung impurities dan Phospho Gypsum dikirim ke eflluent
treatment dengan P 4102 untuk dinetralkan. Level filtrate pit di kontrol
dengan LIC 4102 yang mengatur flow disch P 4102. Filter 4102 dilengkapi
dengan.
a. Washing water untuk membersihkan drive belt. Washing water ini
merupakan campuran antara proses condensate dari ZA plant dari raw
clarified water yang ditampung di D 4105 dan dipompa dengan P 4103 ke
Fill 4102. Alirannya dikontrol dengan FICV 4104 yang terletak di
discharge pompa.
b. Lubricating water untuk pelumasan antara vacum box dan sliding belt.
Sebagai air pelumas digunakan raw clarified water dengan pompa P 4104
AB dikirim ke filter. Flownya dibaca pada FI 4107.
c. Air Slide Blower (C 4102), untuk mengurangi geseran antara frame filter
dengan rubber belt.
d. Temperatur cake dicatat dengan TRA 4101 yang memberi high signal dan
low temperature. Sebagian dari neutralized water untuk repulping harus
diganti untuk mencegah akumulasi karena impurities, sehingga kualitas
cake tetap baik. Bila impurities dalam Phospho Gypsum masih dalam nilai
desain, tetapi kualitas dari purified Gypsum jelek, maka harus dicek aliran
neutralized water dari effluent treatment.

60
61
Gambar 3.9. Diagram Alir Proses Produksi Gypsum

61
3.2. Penanganan Bahan Proses
Bagian candal menerima beberapa surat/dokumen yaitu, rencana kedatangan
kapal bahan baku, berita kedatangan bahan baku, surat/memo rencana
penempatan bahan baku (khusus phosphat rock/sulphur), shipping document.
Kemudian bagian candal membuat surat/memo rencana/jadwal bulanan
kedatangan kapal bahan baku, dan didistribusikan kepada unit terkait. Setelah itu
bagian candal menyiapkan order kerja kepada Ekspedisi Muatan Kapal Laut
(EMKL), Perusahaan Bongkar Muat (PBM), Surveyor.
Pelaksanaan pembongkaran bahan baku meliputi kegiatan sebagai berikut:
Pelaksanaan pengawasan penyandaran kapal bahan baku di Dermaga
Khusus Petrokimia Gresik sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan
Pelaksanaan pembongkaran bahan baku di dermaga khusus petrokimia.
Pengawasan pelaksanaan pembongkaran bahan baku dari kapal ketempat
penyimpanan bahan baku.
Sebelum melaksanakan pembongkaran, surveyor yang ditunjuk
melaksanakan initial draught survey yang selanjutnya dibuat laporannya.
Surveyor yang ditunjuk melaksanakan pengambilan contoh bahan baku dari
kapal
Selesai pembongkaran, surveyor yang ditunjuk melaksanakan final draught
survey yang selanjutnya dibuat laporannya.
Bagian lapel menerima contoh bahan baku padat dan cair selain Marine
Fuek Oil (MFO) dari surveyor yang ditunjuk, kemudian mengirimkan
contoh tersebut kepada Biro Proses & Lab.
Bagian lapel menerima laporan final draught survey dari surveyor
selanjutnya membuat surat/memo penyerahan jumlah bahan baku yang telah
dibongkar berdasarkan laporan final draught survey, disertai dengan
perhitungan kekurangan atau kelebihannya.
Bagian lapel menerima hasil analisa laboratoris dari surveyor dan
mendistribusikan kepada biro pengadaan, unit terkait.
Selanjutnya dilanjutkan pada proses penyimpanan dan penyerahan bahan
baku, bagian gudang, biro pengadaan menerima surat/memo penyerahan jumlah
bahan baku yang telah dibongkar lengkap dengan laporan final draught survey.

62
Setelah itu Bagian gudang bahan menerbitkan formulir terima barang dan laporan
kekurangan / kelebihannya dan kerusakan barang. Kemudian dilanjutkan dengan
Penyerahan bahan baku kepada unit produksi sebagai berikut :
Untuk Sulphuric Acid dan Amonia berdasarkan Molarity Base (MB) yang
dibuat setiap ada penerimaan.
Untuk Phospate Rock, Sulphur dan Phosphoric Acid berdasarkan MB yang
dibuat akhir setiap bulan.
Apabila terdapat selisih kurang/lebih maupun kerusakan barang, maka
dibuatkan laporan kelebihan kekurangan dan kerusakan pembongkaran bahan
baku, yang selanjutnya oleh Bagian Paranis Relationship Officer. Keuangan
dipakai sebagai dasar klaim asuransi.
Setelah penyerahan bahan baku, dilakukan Pemantauan persediaan pisik
bahan baku untuk Phospate Rock, Sulphur dan Phosphoric Acid dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, sedangkan untuk Sulphuric Acid dan Ammonia tidak
dilakukan pemantauan, karena langsung diserahkan kepada pemakai setiap ada
penerimaan. Kemudian Bagian gudang, biro pengadaan membuat catatan
penerimaan dan penyerahan bahan baku dan menerima hasil analisa laboratorium
bahan baku dari Biro Proses & Lab.

3.3. Spesifikasi Peralatan Proses

3.3.1. Spesifikasi Alat Produksi Asam Sulfat (H2SO4)


1. Sulfur Handling Section
Fungsinya untuk mencairkan belerang dan memurnikannya sebelum
direaksikan dan mengeringkan udara yang akan digunakan dalam pembakaran
belerang, terdiri dari :
a. Dumb Hopper (D1001A/B)
b. Melter (D1002 A/B)
c. Dirty Sulphur Settling Pit (D1003 A/B)
d. Dirty Sulphur Pumping Pit (D1005 A/B)
e. Filter (Fil 1001 A/B) dengan tipe leaf filter dengan 46 buah daun
f. Filtered Sulphur Storage Tank (TK 1001)
g. Sulphur Burner Feed Pit (D 1006)

63
h. Pompa (P1002 A/B, PP1004 A/B, P1001)
i. Conveyor (M 1001 A/B)
2. SO2 Generation Section
Fungsinya untuk mengoksidasi belerang cair menjadi SO2 dan
memanfaatkan panas reaksi yang dilepaskan, terdiri dari :
 Burner (B 1101)
 Waste Heat Boiler (B 1104)
 Tangki (D 1103)
 Pengaduk (M 1103)
 Pompa (P 1102 A/B)
 Economizer I dan II (E 1203 dan E 1204)
 Steam Superheater (E 1102)
3. SO₂ Convertion Section
Fungsinya untuk mengkonversi SO₂ menjadi SO3 yang merupakan reaksi
oksidasi lanjutan, terdiri dari :
a. Reactor Bed Converter (R 1201)
b. Penukar Panas (E 1201, E 1202, E 1203, E 1204)
c. Economizer I dan II (E 1203 dan E 1204)
4. Air Drying and SO3 Absorber Section
Fungsinya untuk :
 Menyerap kandungan air dalam udara menggunakan Asam Sulfat sehingga
menghasilkan udara kering yang digunakan untuk pembakaran belerang.
 Mengabsorpsi SO3 dengan H₂SO4 98,5% membentuk Asam Sulfat.
a. Unit Drying Air, terdiri dari :
 Air Blower (C 1301)
 Air Intake Filter (Fil 1304)
 Drying Tower / Absorption Tower I (T 1301)
 Drying Tower Circulation Pump (P 1301)
 Drying Tower Cooler (E 1301 A/B)
b. Unit Absorpsi SO3, terdiri dari :
 Absorption Tower I dan II (T 1302&T 1303)
 Penukar Panas (E 1302, E 1303, E 1304)

64
 Mist Eliminator (F 1302, F 1303)
 Dryer (T 1301)
 Pump Tank (D 1301, D 1302)

3.3.2. Spesifikasi Alat Produksi Asam Phosphat (H3PO4)


Unit Asam Fosfat memiliki beberapa alat utama yang spesifikasi dan kondisi
cara pengoperasiannya akan dijelaskan sebagai berikut ini.
1. Fume Scrubber
 Jenis : Cylindrical
 Kapasitas : 78,1 m3
 Diameter : 3600 mm
 Tinggi : 6500 mm
 Bahan : SA-283 Gr. C
 Tekanan desain : 2 kg
 Temperatur desain : 80 OC
 Jumlah : 1 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
2. Tank
a. Premixer
 Jenis : Cylindrical
 Kapasitas : 24,6 m3
 Diameter : 3700 nm
 Tinggi : 2840 mm
 Material : A 283 Gr. C dengan rubber lining
 Tekanan desain : atmosferik
 Temperatur desain : 90 OC
 Jumlah : 1 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
b. Digester
 Jenis : Cylindrical
 Kapasitas : 631 m3

65
 Diameter : 8830 mm
 Tinggi : 8830 mm
 Material : A 283 Gr. C dengan rubber lining
 Tekanan desain : atmosferik
 Temperatur desain : 100 OC
 Jumlah : 2 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
c. Seal Tank
 Jenis : Cylindrical
 Kapasitas : 17,5 m3
 Diameter : 2900 mm
 Tinggi : 2620 mm
 Material : A 283 Gr. C dengan rubber lining
 Tekanan desain : atmosferik
 Temperatur desain : 90 OC
 Jumlah : 1 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
3. Urea Weigher Feeder
 Jenis : Cylindrical
 Kapasitas : 620 m3
 Diameter : 9500 mm
 Tinggi : 8400 mm
 Material : A 283 Gr. C dengan rubber lining
 Tekanan desain : atmosferik
 Temperatur desain : 70 OC
 Jumlah : 2 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco

66
a. Raw Material Conveyor
 Jenis : Drag conveyor
 Kapasitas : 390 ton/jam
 Panjang : 15000 mm
 Diameter : 500 mm
 Bahan : Rubber
 Kecepatan : 15 meter/menit
 Berat : 3 ton
 Daya : 9/11 kW
 Tekanan desain : 1 atm
 Jumlah : 1 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
b. Ground Rock Elevator
 Fungsi : Mengangkut bahan baku padat menuju
genenerator
 Jenis : Bucket elevator
 Kapasitas : 390 ton/jam
 Dimensi :
 Tinggi : 15000 mm
 Bahan : Carbon Steel
 Kecepatan : 15 meter/menit
 Daya : 9/11 kW
 Tekanan desain : 1 atm
 Jumlah : 1 unit
 Tahun pembuatan : 2004
 Vendor : Ometraco
c. Screen
 Jenis : Double Deck Feeder
 Kapasitas : 75 – 90 ton/jam (proses),
189 ton/jam (desain)
 Panjang : 2200 mm

67
 Tinggi : 6000 mm
 Bahan : Carbon Steel/ Mesh SS- 316
 Temperatur desain : 80-95 OC
 Tekanan desain : 1 atm
 Jumlah : 4 unit
 Daya : 22 kW
 Tahun Pembuatan : 2004
 Vendor : Incro/Comspain

3.3.3. Spesifikasi Alat Produksi Aluminium Fluorida (AlF3)


1. Reaktor R-3111 AB
 Fungsi : Untuk mereaksikan Al(OH)3 dan H2SiF6 dengan
kadar masing-masing 98,5 % dan 18 – 20 %
 Type : Vertical cylindris flat roof with agitator
 Jumlah :2
 Vendor : Hitachi Zosen Engineering and Construction Co.
Ltd.
 Material Handling : Al(OH)3 dan H2SiF6 Temperatur
 Desain : 100 oC
 Operasi : 98 – 100 oC
 Tekanan : Atmosfer
 Flow : Periodik
 Dimensi Vessel :
 Diameter silinder : 1800 mm
 Tinggi silinder : 2500 mm
 Tinggi baffle (4) : 700 mm
 Diameter discharge : 200 mm
 Kapasistas Net : 6040 L
2. SiO2 centrifuge M-3132 AB
 Fungsi : Untuk memisahkan kristal SiO2 dari
larutan AlF3.3H2O
 Type : Peeler centrifuge HZ 160 horizontal over
hung with automatic peeling device

68
 Jumlah :2
 Vendor : Mitsubishi Kakaoki Kaisha Ltd. And
Bridgestone Imperial Co. Ltd.
 Material Handling : Slurry AlF3.3H2O dan SiO2
 Temperatur : 100 oC
 Tekanan : Atmosfer
 Flow : Periodik
 Dimensi Basket :
 Diameter dalam : 1600 mm
 Lebar dalam : 800 mm
 Volume full : ± 0,7 m3
 Daerah filtrasi : 4 m3 Putaran Basket
 Kecepatan : 250 – 750 rpm
 Centrifugal force : 55 – 550 g
 Drive method : Hydraulic
3. Crystalizer R-3112 ABCD
 Fungsi : Untuk membentuk kristal AlF3.3H2O
 Type : Vertical cylindris
 Jumlah :4
 Vendor : Hitachi Zosen Engineering and
Construction Co. Ltd.
 Material handling : Slurry AlF3.3H2O
 Temperatur : 90 – 100 oC
 Tekanan : Atmosfer
 Flow : 8 batch operasi secara kontinyu
 Dimensi Vessel :
 Diameter silinder : 3000 mm
 Tinggi silinder : 4700 mm Kapasitas
 Nominal : 24,3 m3
 Net : 31,7 m3

69
4. AlF3.3H2O centrifuge M-3133
 Fungsi : Untuk memisahkan kristal AlF3.3H2O dari
acidic water
 Type : Peeler centrifuge HZ 160 horizontal over
hung with automatic peeling device
 Jumlah :1
 Vendor : Mitsubishi Kakaoki Kaisha Ltd.
 Material Handling : Slurry AlF3.3H2O
 Temperatur : 100 oC
 Tekanan : Atmosfer
 Flow : Periodik
 Dimensi Basket :
 Diameter dalam : 1600 mm
 Lebar dalam : 800 mm
 Volume full : ± 0,7 m3
 Daerah filtrasi : 4 m3 Putaran Basket
 Kecepatan : 475 – 750 rpm
 Centrifugal force : 200 – 500 g
 Drive method : Hydraulic
5. Calciner M-3134-1,2
 Fungsi : Untuk proses kalsinasi AlF3.3H2O menjadi
AlF3
 Jumlah :1
 Vendor : Hitachi Zosen Engineering and
Construction Co. Ltd.
 Material Handling : Kristal AlF3.3H2O
 Temperatur :
 Drying zone :
 Material : 70 – 230 oC
 Gas : 230 – 580 oC
 Calcining zone : 800 oC
 Tekanan : vacuum ( -5 mmH2O)

70
 Flow :
 Inlet : 3115 kg/hr
 Outlet : 1716 kg/hr Dimensi Calciner drum
 Panjang : 30250 mm
 Diameter : 2300 mm
6. Cooler M-3135
 Fungsi : Untuk mendinginkan produk AlF3
 Type : Horizontal rotary drum with water batch
(Drum NDC-S 30)
 Jumlah :1
 Vendor : Wippon Kai Construction Engineering
 Material Handling : Kristal AlF3
 Temperatur :
 Produk :
 Inlet : 200 oC
 Outlet : 40 oC
 Cooling Water :
 Inlet : 32 oC
 Outlet : 42 oC
 Tekanan : Atmosfer
 Flow :
 Produk : 1709 kg/hr
 Cooling water anticipated : 27,6 ton Dimensi Cooling Drum
 Panjang : 5300 mm
 Diameter : 2000 mm

3.3.4. Spesifikasi Alat Produksi Gypsum


Unit Gypsum memiliki beberapa alat utama yang spesifikasi dan konsisi cara
pengoperasiannya akan dijelaskan sebagai berikut ini.
1. Filter (Fil – 4102)
 Fungsi : Memfiltrasi slurry Gypsum dari TK – 4102
(Tangki

71
Slurry) untuk menghilangkan impurities P2O5
 Tipe : Horizontal belt filter
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Sumitomo Jukikai Envirotech, Inc.
 Material handled : Slurry Gypsum
 Kondisi operasi :
 Temperatur : 40 °C
 Utilitas Steam
 Temperatur : 250 – 300 °C
 Fase : Superheated steam
 Tekanan : 2 – 3 kg/cm2.G
 Kapasitas : 23 m2
2. Slurry Tank (TK – 4101)
 Fungsi : Mencuci phospho Gypsum untuk menghilangkan
impurities.
 Tipe : Vertical cylindrical
 Jumlah : 1 buah
 Material handled : Slurry Gypsum

 Kondisi operasi :
 Temperatur : 40 °C
 Kapasitas :
 T – volume : 111 m3
 E – volume : 93 m3
3. Vacuum Receiver (D – 4102)
 Fungsi : Memisahkan antara filtrat dan udara dari Fil –
4102
(Filter)
 Tipe : Vertical cylindrical
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Sumitomo Jukikai Envirotech, Inc.
 Material handled : Filtrate dan udara

72
 Kondisi operasi :
 Temperatur : 40 °C
 Kapasitas :
 T – volume : 0.57 m3
4. Mist Separator
 Fungsi : Memisahkan antara debu di dalam uap dari
D – 4102 (Vacuum Receiver)
 Tipe : Vertical cylindrical
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Sumitomo Jukikai Envirotech, Inc.
 Material handled : Udara dan debu
 Kondisi operasi :
 Temperatur : 40 °C
5. Air Slide Blower (C 4102)
 Fungsi : Menyemburkan udara sebagai bantalan antara belt
dan vacuum box agar tidak terjadi gesekan yang
akan merusak dan memperpanjang umur belt
 Tipe : Turbo fan
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Ryuki Co, Ltd
 Material handled : Udara
 Kondisi operasi :
 Temperatur : Lingkungan
 Debit : 34 m3/min x 300 mmAq
6. Filtrate Pit (D – 4104)
 Fungsi : Mengumpulkan filtrate dari D – 4102 (Vacuum
Receiver) dan F – 4103 (Mist Separator)
 Tipe : Square pit
 Jumlah : 1 buah
 Vendor :-
 Material handled : Filtrate
 Kapasitas : 18 m3

73
7. Recovered Water Pit (D – 4105)
 Fungsi : Mengumpulkan air yang dari C – 4101 (Vacuum
Pump) untuk proses kondensasi dan bahan baku air
pencucian filter.
 Tipe : Square pit
 Jumlah : 1 buah
 Vendor :-
 Material handled : Air campuran
 Kapasitas : 2,7 m3
8. Gypsum Conveyor No.1 (M – 4102)
 Fungsi : Memindahkan Phospho Gypsum dari M – 7117 – 3
ke TK – 4101 (Slurry Tank)
 Tipe : Belt conveyor
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Fukuchi Giken Co, Ltd
 Material handled : Phospho Gypsum
 Kapasitas : 150 Metric Ton per Hour (MTPH)
9. Gypsum Conveyor No. 2 (M – 4103)
 Fungsi : Memindahkan Gypsum dari Fil – 4102
(Filter) ke M – 4105 (No. 4 Gypsum Conveyor)
dan M – 4109 (No. 5 Gypsum Conveyor)
 Tipe : Reversible belt conveyor
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Fukuchi Giken Co, Ltd
 Material handled : Gypsum
 Kapasitas : 105 Metric Ton per Hour (MTPH)
10. Gypsum Conveyor No. 4 (M 4105)
 Fungsi : Memindahkan Gypsum dari M – 4103 (No.
2 Gypsum Conveyor) ke M – 7122
 Tipe : Belt conveyor

74
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Fukuchi Giken Co, Ltd
 Material handled : Gypsum
 Kapasitas : 105 Metric Ton per Hour (MTPH)
11. Gypsum Conveyor No. 5 (M – 4109)
 Fungsi : Memindahkan Gypsum dari M – 4103
(No.2 Gypsum Conveyor) ke gudang penyimpanan
Gypsum
 Tipe : Belt conveyor
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Fukuchi Giken Co, Ltd
 Material handled : Gypsum
 Kapasitas : 105 Metric Ton per Hour (MTPH)
12. Slurry Tank Agitataor (M – 4111)
 Fungsi : Mengaduk slurry di dalam TK – 4101 (Slurry
Tank)
 Tipe : Pitched paddles
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Daiki Engineering Co, Ltd
 Material handled : Gypsum slurry
 Rotasi : 22,8 rpm
13. Gypsum Weigher (M – 4112)
 Fungsi : Menimbang Phospho Gypsum yang dipindahkan
ke
M – 4102 (No. 1 Gypsum Conveyor)
 Tipe : Load cell
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Yamato Sclae Co, Ltd
 Material handled : Phospho Gypsum
 Kapasitas : 30 – 150 Metric Ton per Hour (MTPH)
14. Slurry Pump (P – 4101A/B)
 Fungsi : Memindahkan slurry dari TK – 4101 (Slurry Tank)

75
ke Fil – 4102 (Filter)
 Tipe : Horizontal centrifugal pump
 Jumlah : 2 buah
 Vendor : Sanwa Tokushu Seiko Co, Ltd
 Material handled : Gypsum slurry
 Debit : 3,5 m3/min
15. Filtrate Pump (P – 4102A/B)
 Fungsi : Memindahkan filtrat dari D – 4104 (FiltratePump)
ke tempat pengolahan limbah padatan
 Tipe : Horizontal centrifugal pump
 Jumlah : 2 buah
 Vendor : Sanwa Tokushu Seiko Co, Ltd
 Material handled : Filtrate
 Debit : 2,4 m3/min
16. Recovered Water Pump (P – 4103A/B)
 Fungsi : Memindahkan air olahan dari D – 4105
(Recovered
Water Pit) ke Fil – 4102 (Filter)
 Tipe : Horizontal centrifugal pump
 Jumlah : 2 buah
 Vendor : Sanwa Tokushu Seiko Co, Ltd
 Material handled : Recovered water
 Debit : 0,42 m3/min
17. Lubricating Water Pump (P – 4104A/B)
 Fungsi : Memindahkan bahan baku air olahan pelumas di
Fil – 4102 (Filter)
 Tipe : Horizontal centrifugal pump
 Jumlah : 2 buah
 Vendor : Sanwa Tokushu Seiko Co, Ltd
 Material handled : Bahan baku air olahan
 Debit : 4,2 m3/jam
18. Vacuum Pump Separator (D – 4108)

76
 Fungsi : Untuk pemisahan debu dan udara dari C – 4101
(Vacuum Pump)
 Tipe : Vertical cylindrical
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Awamura Manufacturing Co, Ltd
 Material handled : Seal water dan udara
 Debit :-
19. Vacum Pump (C – 4101)
 Fungsi : Vaccum untuk Fill – 4102 (Filter)
 Tipe : Nash-hyter type
 Jumlah : 1 buah
 Vendor : Awamura Manufacturing Co, Ltd
 Material handled : Udara lembab
 Debit : 60 m3/min pada tekanan – 400 mmHg

3.4. Utilitas Pabrik


Utilitas merupakan suatu unit yang menunjang operasi pabrik dengan
mensuplai penyediaan steam, penyediaan air dan cooling water, penyediaan bahan
bakar dan penyediaan tenaga listrik.
Kebutuhan air di PT Petrokimia Gresik dan anak-anak perusahaan serta
perumahan karyawan dipenuhi oleh dua unit pengolah air yang berasal dari dua
lokasi yaitu:
1. Instalasi air di Babat, berasal dari air sungai Bengawan Solo (Water Intake
Babat).
2. Instalasi air di Gunungsari Surabaya., berasal dari air sungai Brantas (Water
Intake Gunung Sari).

3.4.1. Tahapan Proses Pengolahan Air


Tahapan proses pengolahan air di Babat dan Gunungsari secara umum
adalah meliputi :
a. Penghisapan
Tahap ini menggunakan penghisapan yang dilengkapi dengan pompa vakum
untuk mengalirkan air dari sungai ke stasiun pemompa air. Pemakaian sistem ini
disebabkan ketinggian permukaan air tidak tetap.

77
b. Penyaringan
Tahap ini menggunakan coarse and fine screen yang berfungsi untuk
menyaring kotoran sungai berukuran besar yang terpompa.

c. Pengendapan
Pengendapan dilakukan secara gratasi dengan memakai settling pit untuk
mengendapkan partikel-partikel yang tersuspensi dalam air. Faktor yang
mempengaruhi proses ini antara lain adalah laju alir dan waktu tinggal.
d. Flokulasi dan Koagulasi
Tahap ini bertujuan untuk mengendapkan suspensi partikel koloid yang
tidak terendapkan karena ukurannya sangat kecil dan muatan listrik pada
permukaan partikel yang menimbulkan gaya tolak menolak antara partikel koloid.
Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan penambahan koagulan yang dapat
memecahkan kestabilan yang ditimbulkan oleh muatan listrik tersebut. Partikel-
partikel koloid yang tidak stabil tersebut akan saling berkaitan sehingga terbentuk
flok dengan ukuran besar dan mudah terendapkan. Bahan kimia yang digunakan
pada proses di unit pengolahan Babat dan Gunung Sari adalah :
1. Kaporit atau klorin
Sebagai desinfektan untuk membunuh mikroorganisme dan menghilangkan
rasa dan bau.
2. Polyelectrolite
Sebagai koagulan untuk mempercepat proses pengendapan dengan
membentuk flok lebih cepat dan lebih besar, sehingga menyempurnakan
pengendapan lumpur.
3. Kapur
Sebagai pengatur pH.
e. Klarifikasi
Tahap ini dilakukan dengan memakai alat pulsator untuk mendapatkan flok
yang terbentuk pada proses flokulasi dan koagulasi pada zona-zona pengendapan
di alat tersebut.
f. Filtrasi

78
Tahap ini dilakukan dengan menggunakan saringan pasir silika (sand filter)
untuk menyaring padatan tersuspensi. Makin banyak partikel padatan tertahan di
filter, pressure drop akan semakin besar. Hal ini menyebabkan naiknya level air.
Pada batas tertentu filter perlu dibersihkan agar operasi berlangsung normal.
Pembersihan filter dilakukan dengan backwash.

g. Penampungan
Tahap penampungan dan pemompaan dilakukan dengan pompa sentrifugal.

3.4.2. Utilitas Unit Produksi III


Sistem utilitas pada produksi III terdiri dari unit-unit sebagai berikut:
 Power Generation
 Steam Generation Unit
 Instrument/ Service Air Unit
 Water Treatment Unit
 Cooling Water Unit
 Power Generation Unit

79
Gambar 3.10. Flow Diagram Power Generation Unit

Pada power generation unit ini terdiri atas dua buah turbin uap. High
Pressure Turbin dan Condensing Turbin yang masing-masing digunakan untuk
menggerakkan Turbin Generator. Untuk keperluan start up dan Emergency
Power digunakan dua buah Diesel Generator dengan kapasitas masing-masing
2000 kW. High Pressure Turbin mempunyai kapasitas 8500 kW yang digerakkan
oleh steam bertekanan 35 kg/cm² dan temperatur 400° C.
Outlet steam dari High Pressure Turbin bertekanan 10 kg/cm² dan
temperature 270 °C digunakan untuk menggerakkan Condensing Turbin yang
mempunyai kapasitas 11500 kW.
 Steam Generator / Boiler (unit 6200)
Dalam keadaan normal operasi kebutuhan steam di supply dari Auxiliary
Boiler dan dari Waste Heat Boiler di sulfuric acid plant yang bekerja secara
pararel. Auxiliary Boiler mempunyai kapasitas maksimum 52 t/hour, steam

80
dengan tekanan 35 kg/cm² dan temperatur 405 °C. Kebutuhan steam pada 100 %
plant capacity sebesar 128.285 t/hour. 91 t/hour di supply dari Sulfuric Acid plant
sisanya dari Auxiliary Boiler. Pada saat start up kebutuhan steam untuk Heater
Fuel Oil dan Melting Belerang disediakan 1 unit back up boiler dengan kapasitas
5 t/hour, tekanan 5 kg/cm² dan temperatur 158°C. bahan bakar untuk boiler B-
6201 dan B-6202 digunakan Heavy Fuel Oil (HFO) yang ditampung di Storage
Tank.
Boiler Feed Water yang berupa demin water dan kondensat dimasukkan ke
dalam deaerator untuk dinaikkan temperaturnya sampai 105 °C dan sebagian uap
dibuang ke atmosfer untuk mengeluarkan kandungan O2 dan CO2. Oksigen
merupakan salah satu penyebab korosi di dalam boiler. Selanjutnya dengan Boiler
Feed Water didistribusikan ke :
1. B-6201 Boiler yang mempunyai kapasitas NCR 41 ton steam/jam
2. B-6203 Boiler yang mempunyai kapasitas NCR 70 ton steam/jam
3. B-6202 Back Up Boiler yang mempunyai kapasitas 5 ton steam/jam. Boiler
ini dioperasikan hanya untuk steam heater belerang cair di melter / SA plant
dan apabila B-6201 dan B-6203 shut down.

Produk yang dihasilkan oleh boiler (B-6201) dan boiler (B-6203), yaitu :
1. High Pressure Steam, dengan tekanan 35 kg/cm² dan temperatur 400 °C.
2. Low Pressure Steam, dengan tekanan 10 kg/cm² dan temperatur 270 °C. Steam
ini digunakan untuk keperluan berbagai unit, antara lain:
a. Unit Asam Sulfat untuk steam heater pencairan belerang dan steam
jacket.
b. Unit Asam Fosfat untuk steam heater, steam ejector dan evaporator.
c. Unit Gypsum untuk membantu proses filter purified Gypsum dan
granulator cement retarder.
d. Unit AlF3 untuk crystallizer dan washing cloth centrifuge SiO2/ AlF3
e. Unit ZA II untuk steam heater, steam ejector dan evaporator.
Pengolahan air untuk boiler / ketel uap dilakukan secara:

81
a. Mekanis atau External Treatment
Pengolahan ini terdiri dari sedimentasi , flokulasi-koagulasi, filtrasi (Water
Intake Gunungsari Suabaya dan Babad), ion exchanger dan deaerasi (Demin
Plant)
b. Kimiawi atau Internal Treatment
Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terbentuknya
unsure penyebab kerak dan korosi. Cara pengolahan yaitu bahan kimia
dimasukkan ke boiler feed water untuk merubah unsur yang berpotensi penyebab
kerak menjadi sludge halus yang terdispersi dan mudah dikeluarkan melalui blow
down.
Unsur penyebab korosi O2 terlarut dirubah menjadi senyawa sulfat yang
tidak korosif. Reaksinya :
NaSO3 + O2 → Na2 SO4 (3.11)
Masalah-masalah yang dihadapi dalam boiler water, yaitu:
1. Korosi, yaitu rusaknya metal karena elektrokimia yang dapat mengakibatkan
tube bocor. Korosi ini disebabkan kandungan O2 terlarut dalam Boiler Feed
Water > 40 ppb karena proses deaerasi kurang optimal atau pH BFW rendah
yaitu lebih kecil dari 4.
2. Scale/kerak, yaitu deposit atau endapan silikat mengakibatkan berkurangnya
heat transfer antara panas api dengan boiler water. Kerak ini disebabkan
kandungan SiO2 dalam Boiler Feed Water > 4.
Untuk menghilangkan masalah-masalah tersebut dapat ditambahkan bahan-bahan
kimia antara lain :
a) PO4 berfungsi sebagai scale inhibitor (penghambat kerak)
b) Na2SO4 berfungsi sebagai corrosion inhibitor (penghambat korosi)
c) Anionic Polymer berfungsi sebagai dispersant
d) Amine berfungsi sebagai pengatur pH.
 Instrument/ Service Air Unit

82
Gambar 3.11. Diagram Alir Service Air Unit

Untuk mensuplai kebutuhan instrument air dan service air disediakan 3


buah compressor reciprocating single action dan non lubricated (C-6310 dan C-
6302 AB). C-6301 dipakai untuk service air sedangkan C-6302 AB untuk
instrument air dengan kapasitas masing-masing 215 Nm³/jam dan tekanan 7.5
kg/cm².
Sebelum didistribusikan, lebih dahulu udara ditampung di vessel yang
mempunyai kapasitas 30 m³ untuk masing-masing unit. Untuk instrument air
sebelum masuk vessel lebih dahulu dimasukkan dalam unit air drier untuk
mengurangi moisture content. Kebutuhan seluruh plant sebesar 5 Nm³/jam untuk
service air, sedangkan untuk instrument air sebesar 197 Nm³/jam.
 Water Teatment Unit
Unit ini bertugas untuk menghilangkan garam-garam terlarut yang
terkandung dalam lime soft water sebagai feed water sehingga menghasilkan air
bebas mineral. Alat-alat yang terdapat pada unit ini adalah activated carbon filter
(D-6401 A/B), cation tower (D-6402 A/B), decarbonator tower (D-6403 A/B),
anion tower (D-6405 A/B), dan storage tank (TK-6401).
Proses yang digunakan pada unit demineralisasi ini adalah counter flow (Hi-
Flow Type), di mana water treatment flow berlawanan arah dengan regeneration

83
flow. Aliran air dari bawah, sedangkan regenerasi dari atas. Hi-Flow ini
mempunyai beberapa keuntungan , yaitu:
 Menghemat pemakaian bahan kimia untuk regenerasi
 Water pressure kecil
 Bisa menghemat pemakaian air untuk washing
 Waktu regenerasi relatif pendek
Air yang diolah pabrik I yaitu lime treated water dialirkan masuk bagian
atas dari activated carbon filter (D-6401 A/B). Active carbon berfungsi menyerap
mikroorganisme, suspended solid dan klor (Cl2) yang terkandung di dalam air.
Data pengoperasiannya adalah sebagai berikut:
Tekanan operasi : 4 kg/cm²
Temperatur Operasi : 32 °C
Running Time : 23 jam/cycle
Back wash time : 35 menit
Keluar dari activated carbon filter (D-6401 A/B) menuju bagian bawah
cation tower (D-6402 A/B). Di bagian ini ditambahkan resin lewatit S-100 WS
(RSO3H) untuk mengikat mineral – mineral yang bermuatan positif. Reaksi –
reaksi penyerapan kation yang terjadi, yaitu :
1. Ca(HCO3 )2 + RSO3 H → (RSO3 )2 Ca + H2 CO3 (3.12)
Mg(HCO3 )2 + RSO3 H → (RSO3 )2 Mg + H2 CO3 (3.13)
NaHCO + RSO3 H → (RSO3 )2 Na + H2 CO3 (3.14)
2. CaCl2 + RSO3 H → (RSO3 )2 Ca + HCl (3.15)
MgCl2 + RSO3 H → H(RSO3 )2 Mg + HCl (3.16)
NaCl + RSO3 H → (RSO3 )2 Na + HCl (3.17)
3. CaSO4 + RSO3 H → RSO3 Ca + H2 SO4 (3.18)
MgSO4 + RSO3 H → RSO3 Mg + H2 SO4 (3.19)
NaSO4 + RSO3 H → RSO3 Na + H2 SO4 (3.20)
4. NaSiO3 + RSO3 H → RSO3 Na + H2 SiO3 (3.21)
Air kation (outlet D-6402 A/B) bersifat asam dengan PH 2,8 – 3,5. Jenuhnya
resin kation ditandai dengan lolosnya ion-ion Na+ yang akan dideteksi pada outlet
anion tower. Untuk regenerasi pada cation tower (D-6402 A/B) digunakan dengan
ion H+ yang diambil dari asam sulfat. Reaksinya adalah :

84
H2 SO4 + (RSO3 )Ca → RSO3 H + CaSO4 (3.22)
H2 SO4 + (RSO3 )Mg → RSO3 H + MgSO4 (3.23)
H2 SO4 + (RSO3 )Na → RSO3 H + NaSO4 (3.24)
Data pengoperasian dari activated carbon filter (D-6401 A/B) adalah
sebagai berikut :
Tekanan operasi : 4 kg/cm²
Temperatur operasi : 32 °C
Regeneration time : 83 menit
Running time : 10,5 jam/cycle
Resin loses : 200 liter (5 %)/ tahun/ unit
Air hasil cation tower (D-6402 A/B) dikeluarkan lewat bgian atas dan
masuk ke decarbonator tower (D-6403 A/B) yang berisi net ring. Di samping itu
udara di blower masuk ke bagian bawah decarbonator tower (D-6403 A/B) untuk
menghilangkan CO2 yang menyebabkan garam – garam karbonat. Penghilangan
CO2 ini bertujuan untuk meringankan kerja dari anion tower (D-6405 A/B).
Reaksi yang terjadi yaitu :
H2 CO3 → H2 O + CO4 (3.25)
Setelah air bebas dari garam-garam asam karbonat, air dari bagian atas. Di
dalam anion tower (D-6405 A/B) dari bagian atas. Di dalam anion tower ini
terjadi proses penyerapan ion-ion negatif (Cl-, SO42-, SiO2, HCO3-) oleh resin
anion.
Resin yang digunakan adalah Lewatit AP 246 WS (R=N-OH).

3.5. Sistem Pengendalian Mutu


Semua kegiatan dalam perusahaan harus dioptimal kan demi menjamin
kontinyuitas, koordinasi aktivitas dan menyelesaikan produk sesuai dengan
jumlah, mutu, dan waktu yang ditargetkan dalam batas finansial yang
direncanakan.
Pengendalian mutu pupuk urea terdiri dari tiga bagian, yaitu :

3.5.1. Pengendalian Bahan Baku


Unit Produksi urea membutuhkan bahan baku berupa ammonia cair yang
dihasilkan dari unit ammonia. Ammonia cair yang digunakan pada unit produksi

85
urea berasal dari unit produksi ammonia. Kebutuhan ammonia yaitu 0,568 ton/ton
urea. Umumnya karakteristik ammonia cair yang dikonsumsi :
 Kadar ammonia : 99,5% berat minimum
 Kadar air : 0,5% berat minimum
 Minyak : 5 ppm (b/b) maksimum
 Tekanan : 18 kg/cm2
 Temperatur : 25 – 30 oC
 Jumlah normal : 40,983 kg/jam
 Jumlah rancang : 49,18 kg/jam
Sedangkan gas CO2 yang diperlukan untuk pembuatan urea diproduksi oleh
pabrik ammonia. Adapun karakteristik CO2 antara lain :
 Kadar CO2 : 98,5% volume minimum
 Kadar air : jenuh
 Minyak : 1 ppm (b/b) maksimum
 Tekanan : 0,6 kg/cm2
 Temperatur : 38 oC
 Jumlah normal : 27,4 kg/jam
 Jumlah rancang : 32,94 kg/jam
Umpan gas CO2 yang akan memasuki unit sintesis hanya boleh mengandung
sejumlah kecil hidrogen (maksimum 0,8% volum), sehingga hidrogen perlu
dihilangkan terlebih dahulu di dalam dehydrogen column dimana terjadi reaksi
pembakaran dengan bantuan katalisator platinum. Kemudian umpan CO2 dengan
tekanan minimum 0,8 kg/cm2 dan temperatur maksimum 38 oC dikompresi hingga
160kg/cm2 dan diberikan udara anti korosi dalam CO2 compressor sehingga
kandungan O2 dalam CO2 antara 0,45-0,55% volum. Sebagian besar gas CO2
kemudian diumpakan ke stripper untuk tujuan stripping CO2. Sisanya
diumpamakan ke reactor dan LP decomposer. Ammonia cair dengan kondisi 18
kg/cm2 dan 30o diperoleh dari ammonia reservoir kemudian di-boost up oleh
ammonia bost pump. Sebelum masuk ke dalam reactor, ammonia akan melewati
ammonia untuk sebelum masuk dalam reactor, ammonia akan melewati ammonia
preheater untuk dipanaskan sampai 148 0C dan juga melewati HP carbamate
ejector.

86
3.5.2. Pengendalian Proses
Pengendalian mutu urea prill dilakukan oleh Laboratorium Produksi I yang
bertugas menganalisa pupuk urea yang telah jadi melalui uji kadar air, uji kadar
biuret dan uji total N urea. Mutu urea butiran sesuai SNI (Standar Nasional
Indonesia) disajikan pada Tabel 3.1 :

Tabel 3.1. Mutu Urea sesuai SNI 02-2801-1998

Kandungan Kadar
Air Maks 0,5%
Biuret Maks 1%
Nitrogen Min 46%
Bentuk Butiran
Warna Putih
Sumber : Departemen Produksi I (Urea) PT Petrokimia Gresik, 2012

Unsur-unsur tersebut di atas komposisinya telah ditetapkan sesuai dengan


fungsinya masing – masing bagi tanaman dan juga bagi konsumennya (petani).
Unsur N diperlukan oleh tanaman dan tanah karena unsur ini merupakan unsur
hara yang sangat penting bagi keduanya, dengan jumlah minimal 46%. Unsur air
dan biuret ini adalah hasil samping dari proses produksi urea. Presentase kadar air
dalam urea tidak boleh lebih dari 0,5% karena apabila melebihi dapat
menyebabkan pupuk menggumpal sehingga akan merugikan petani. Kadar biuret
urea tidak boleh melebihi 1% karena pada dasarnya biuret ini bersifat racun bagi
tanaman bila kadarnya melebihi batas. Apabila hasil produksi setelah dilakukan
pengujian oleh Laboratorium Pabrik I tidak sesuai SNI, maka produk akan
diproses ulang atau rework.
Pada saat proses produksi berlangsung, pengendalian mutu juga dilakukan
dengan cara mengendalikan ukuran prill atau butiran pupuk. Butiran pupuk urea
memliki standar ukuran diameter 1,7 mm. Butiran pupuk yang lebih kecil dari
ukuran ukuran standar (under size) akan masuk pada screen pertama. Butiran
yang sesuai dengan standart akan diteruskan pada screen kedua untuk kemudian
ditimbang dan dikemas, sedangkan butiran yang lebih besar dari standar (oversize)

87
akan diteruskan masuk pad screen ketiga untuk kemudian dihaluskan dan diproses
kembali. Selama proses produksi akan pemantauan terhadap emisi gas yang
dihisap scrubber dan debu yang berasal dari proses.
Selain itu, selama proses produksi urea dilakukan analisa mutu pupuk yang
terdiri uji kadar air, uji kadar biuret dan uji total N urea. Uji kadar air dilakukan
melalui metode titrasi atau perhitungan dengan menggunakan alat dan reagent
Karl Fisher. Uji kadar biuret dilakukan melalui metode spectrofotometry dan
menggunakan alat spectrophotometer.

3.5.3. Pengendalian Produk Jadi


Selain melakukan uji kadar N, air, dan biuret, analisa dilakukan kembali
pada saat produk jadi disimpan di gudang penyimpanan produk jadi (warehouse)
untuk menganalisa spefikasi produk apakah masih sesuai atau sudah berkurang.
Untuk mengendalikan mutu produk jadi, apabila terjadi kerusakan pada saat
pemindahan maka akan dilakukan Rebagging atau pengantongan ulang.
Tidak berhenti di sini, PT Petrokimia Gresik juga berusaha mengendalikan
mutu setiap produknya dengan melakukan uji coba aplikasi produk. Perlakuan ini
dilakukan pada demplot-demplot yang tersebar di berbagai daerah. Perlakuan
tersebut dilakukan dengan harapan dapat diketahui hasil nyata keunggulan pupuk
yang bertujuan meingkatkan peroduktivitas pertanian.
PT Petrokimia Gresik menerapkan beberapa cara untuk menjaga kualitas
produknya selama masa penyimpanan :
Pupuk dikemas dalam kemasan plastik rangkap dua. Kemasan luar berupa
karung dari anyaman Poly Ethylene (PE), dan kemasan bagian dalam berupa
kantong plastik PE yang kedap udara agar urea tidak bereaksi dengan uap air
di udara dan tidak menggumpal, sehingga keamanan pupuk urea selama masa
penyimpanan tetap terjaga.
Pengangkutan pupuk urea di area gudang dengan cara di-staple di atas palet
masing-masing palet berisi 30 karung urea setara dengan 1,5 ton. kemudian
urea diangkut dengan menggunakan forklift.
Penempatan urea di gudang penyimpanan dengan cara ditumpuk, maksimal
masing-masing tumpukan sebanyak 4 palet atau tidak boleh lebih dari 20

88
tumpukan karung. Hal ini dimaksudkan agar karung tidak mudah bergeser dan
karung yang paling bawah tidak pecah karena beban karung di atasnya.
Jarak tumpukkan dengan dinding ruang penyimpanan minimal 0,5 meter. Hal
ini dimaksudkan agar urea tidak menyerap kelembapan dari dinding
penyimpanan yang dapat menyebabkan urea menggumpal. Suhu ruangan yang
paling optimal adalah 24-27oC.
Cara penyimpanan pupuk urea ada dua macam, ada yang di-staple dan re-
staple. Perbedaannya adalah untuk re-stapel pupuk urea ditumpuk secara langsung
tanpa dipisahkan oleh palet. Palet hanya digunakan sebagai alas tanah.
Keunggulan dari teknik ini adalah dapat menghemat jumlah palet yang digunakan
dan dapat meningkatkan jumlah pupuk yang disimpan. Pada cara staple, palet
tidak hanya digunakan sebagai alas tanah saja, tetapi juga ikut ditumpuk
membatasi setiap 5 tumpukan karung urea. Keunggulan dari teknik staple ini
adalah dapat mempermudah mobilitas pupuk urea dalam gudang (mudah
dipindah) dan dapat menghemat biaya pengangkutan kuli karena bisa langsung
dipindah dengan menggunakan forklift.

3.6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penerapan K-3 di PT Petrokimia Gresik sebagai usaha penjabaran undang-
undang no. 1 tahun 1970 dan peraturan K-3 lainnya dalam melakukan
perlindungan terhadap aset perusahaan baik sumber daya manusia maupun faktor
produksi lainnya. Pelaksanaan K-3 ini sudah terintegrasi di dalam semua fungsi
perusahaan. Tanggung jawab pelaksanaan K-3 merupakan kewajiban karyawan
maupun semua orang yang bekerja atau yang berada dalam lingkungan PT
Petrokimia Gresik. Kebijakan pengelolaan K-3 yang diambil perusahaan, yang di
antaranya adalah:
Komitmen top perusahaan
Kepemimpinan yang tegas
Organisasi K-3 di dalam struktur organisasi perusahaan
Saran dan prasarana yang memadai
Integrasi K-3 pada semua perusahaan
Dukungan semua karyawan dalam K-3

89
3.6.1. Dasar Pelaksanaan K3
1. Masa konstruksi (1967-1972)
Dasar hukum : Veiligheids Reglement tahun 1910
Misi : menerapkan sistem kerja aman
Tujuan : memenuhi standard quality performance
Pada konstruksi control terhadap kualitas pekerjaan yang dilakukan inspeksi
teknikterhadap sikap karyawan, mutu bahan terhadap pekerjaannya agar bersikap
aman.
2. Masa produksi (1972-saat ini)
Dasar hukum : Undang-undang No. 1970 Perundangan bidang K-3
Misi : Integritas K-3 di dalam semua fungsi atau kegiatan di dalam
perusahaan menerapkan standard operating procedure di segala bidang
perusahaan.
Tujuan : Mencapai tujuan perusahaan dan usaha disertai nihil kecelakaan.
Dalam penerapan ditandai dengan komitmen top management di bentuk
kebijakan K-3 (safety policy) di mana K-3 merupakan tanggung jawab karyawan
dan wajib dilaksanakan.
 Konsep dasar terjadi kecelakaan
Sebagai dasar usaha pelaksanaan K-3 upaya pencapaian tujuan perusahaan
yang disertai nihil kecelakaan, adalah adanya teori sebab terjadinya kecelakaan
yang menyebutkan bahwa:
1. Kesalahan manusia (human error) sebanyak 88%
2. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) sebanyak 10%
3. Lain-lain (force majeur) atau suatu kejadian di luar manusia sebanyak 2%

3.6.2. Sebab Kecelakaan


1. Kesalahan manusia
Kurangnya pengetahuan
Kelalaian dan sikap meremehkan
Kekurangmampuan atau ketidakpuasan
Kekurangan peralatan dan sarana
Bekerja tanpa diberi wewenang
Memakai jalan pintas

90
Tidak mematuhi peraturan
2. Kondisi yang tidak aman
Perlatan pelindung yang tidak memenuhi standar keselamatan
Bahan, peralatan yang rusak atau cacat
Bising
Terlalu sesak
Ventilasi dan penerangan yang kurang
Perawatan yang jelek
Tidak mematuhi peraturan
Peparan radiasi
3. Lain-lain
Bencana alam
Kerusuhan (demonstrasi)

3.6.3. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja


1. Human aspect (aspek manusia)
Ketegangan
Sakit
Kehilangan upah
Mengadakan pengeluaranekstra
Menjadi cacat tetap, tidak mampu bekerja
Meninggal dunia
Efek ke keluarga dan sanaksaudara
Membawa efek ke suasana kerja karyawanyang merasa tidak aman
2. Financial aspect (aspek keuangan)
Kehilangan pekerja ahli dan berpengalaman
Kerugian akibat produksi
Kehilangan profit
Pengeluaran untuk menggantikan pekerja yang meninggal dunia atau cacat
dengan rekruitmen, pelatihan, dan sebagainya
Menaikkan premi asuransi
Klaim asuransi dari pihak ketiga bila dampaknya sampai keluar
perusahaan

91
3.6.4. Batasan dan Sasaran Keselamatan Kerja
1. Batasan
a. Safety (keselamatan kerja) konteks perorangan
Sebagai minimasi kontak antara manusia dan bahaya, terutama
dihubungkan dengan pencegahan orang terhadap bahaya yang dapat
mengakibatkan penderitaan fisik
b. Safety (keselamatan kerja)
Kebebasan perusahaan dari bahaya yang dapat merugikan perusahaan
baik dari segi keselamatan, kesehatan, keamanan, dan pencemaran lingkungan
c. Insiden
Suatu kejadian yang dapat merugikan perusahaan
d. Kecelakaan
Suatu peristiwa yang tidak diharapkan, tidak direncanakan yang dapat
terjadi kapan saja dan di mana saja, yang terjadi karena berbagai sebab yang
mengakibatkan kerugian fisik (luka atau penyakit) terhadap seseorang,
rusaknya hak milik perusahaan, hampir terjadinya gangguan usaha atau
kondisi dari efek tersebut
e. Kecelakaan kerja
Kecelakaan yang dialami oleh seorang karyawan semenjak ia
meninggalkan rumah kediamannya ke tempat kerja, selama jam kerja, dan jam
istirahat maupun dari tempat kerja menuju rumah kediamannya melalui jalan
yang biasa ditempuh
2. Sasaran
Sasaran keselamatan kerja memiliki beberapa tujuan berikut:
a. Kemanusiaan
Berupaya mencegah terjadinya penderitaan bagi tenaga kerja dengan
demikian mewujudkan keamanan, gairah kerja, dan kesejahteraan karyawan

b. Ekonomi
Berupaya menghindarkan terjadinya kerugian bagi perusahaan dari
kegiatan produksi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
c. Sosial

92
Berupaya menciptakan kesejahteraan social dan memberikan
perlindungan bagi masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul akibat
dari kegiatan perusahaan
d. Hukum
Berupaya melaksanakan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah di Indonesia

3.6.5. Kebijakan K3 (Safety Policy)


1. Kebijakan
Kebijakan adalah arah yang ditentukan top manajemen untuk dipahami dan
dipatuhi serta menuntut partisipasi dari para karyawan, dalam proses kerja
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara maksimal. Sejak ditetapkan
kebijakan K-3 di PT. Petrokimia Gresik, telah dilakukan beberapa revisi sesuai
perkembangan perusahaan. Terakhir, telah ditetapkan Surat Keputusan Direksi
No.57/10/01.02/36/SK/1997 tanggal 31 Oktober 1997.
2. Maksud
Memberikan arah dalam usaha menerapkan UU No. 1 tahun 1970 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja
3. Tujuan
Meningkatkan kesejahteraan dan K-3 karyawan
Mencegah kejadian kecelakaan yang merugikan perusahaan
Semua karyawan wajib memahami, menghayati, bertanggung jawab atas
pelaksanaan K-3 dan menjaga kebersihan lingkungan kerja
4. Pokok-pokok kebijakan
Direksi akan mengambil langkah positif dalam usaha meningkatkan
kesejahteraan dan K-3 karyawan serta mencegah kejadian yang merugikan
perusahaan
Semua pimpinan wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan K-3 di
perusahaan guna meningkatkan produksi dan reproduksi perusahaan
Direksi mendukung sepenuhnya setiap usaha penerapan dan pengembangan
ketetapan-ketetapan tentang K-3Semua karyawan dengan sadar
berkewajiban untuk menerapkan dan melaksanakan ketetapan K-3, sehingga

93
dapat mencapai tempat kerja dengan aman, tertib, bersih, nyaman, teratur,
dan menggairahkan
Semua karyawan diwajibkan mengikuti pelatihan K-3 yang diadakan oleh
perusahaan
Khusus untuk meningkatkan kesigapan dan pengamanan perusahaan, semua
unsur wajib melaksanakan latihan penangguhan keadaan darurat dan
bencana pabrik
Pelaksanaan pokok-pokok kebijakan direksi di bidang K-3 diatur dengan
ketetapan tersediri
Pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh P2K-3 dan BK-3 dengan
dibantu para pejabat fungsional K-3 dan pemantauan hasil K-3

3.6.6. Organisasi K3
Agar pelaksanaan K-3 di perusahaan dapat berjalan dengan baik dan dapat
menciptakan kondisi yang sehat dan selamat, maka perlu dibentuk organisasi K-3
di dalam struktur organisasi perusahaan.Oleh karena badan K-3 sudah menjadi
begian dari struktur organisasi perusahaan, maka tugas harus kontinyu pada
opersional perusahaan serta pelaksanaannya secara fungsional dan tersedianya
anggaran tersendiri. Disamping K-3 harus bertanggung jawab atas penerapan dan
pengembangan K-3 di perusahaan kepada manajemen.
Berdasarkan pengalaman pertimbangan manajemen perusahaan, organisasi
K-3 diletakkan dalam organisasi yang terdapat banyak karyawannya dan di
direktorat yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi, yaitu direktorat produksi.
Pembentukan organisasi K-3 secara fungsional akan memudahkan koordinasi dan
control terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di unit kerja dan dapat
memberikan pengaruh kepada pimpinan dan karyawan di unit kerjanya masing-
masing, sehingga pengendalian kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan, dan
insiden lainnya dapat dikendalikan secara efektif.

Organisasi K-3 ada 2 macam, yaitu:


1. Organisasi structural

94
Keberadaan bagian keselamatan kerja di dalam organisasi structural
perusahaan
2. Organisasi non structural
Organisasi ini dibentuk agar kegiatan-kegiatan K-3 dapat terintegrasi pada
seluruh kegiatan dalam gerak dan langkah yang sama sehingga system pada K-3
yang ada dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta terjaga kontinyuitasnya.
Bentuk organisasinya sebagai berikut:
a. P2K-3
Panitia Pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K-3) dibentuk
sebagai penjabaran Undang-undang No.1 tahun 1970 bab IV pasal 10
tentang paniia Pembina keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Badan K-3
Badan K-3 merupakan komite pelaksana K-3 yang mempunyai tugas
untuk melaksanakan dan menjabarkan kebijakan K-3 perusahaan serta
melakukan peningkatan-peningkatan K-3 di unit kerja yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya. Dibentuk sejak tahun 1981 dan direvisi
dengan Surat Keputusan Direksi No. 230/VII/SKPTS/E/DIR/1990.

3.6.7. Tugas – Tugas Bagian Keselamatan Kerja


1. Secara administrasi bertanggung jawab kepada karo pemeriksaan dan
keselamatan kerja.
2. Yakin bahwa UU No. 1 tahun 1970 diterapkan secara efektif di perusahaan.
3. Membuat dan melaksanakan program K-3 agar setiap tempat kerja aman
dari bahaya.
4. Melakukan pembinaan dan pelatihan K-3 kepada seluruh karyawan dan
tenaga kerja yang ada di perusahaan.
5. Melakukan pengawasan peraturan dan prosedur keselamatan kerja di tempat
kerja.
6. Melakukan control secara efektif dan proaktif di kawasan perusahaan
(pabrik) dalam upaya menghilangkan sikap kondisi yang tidak aman serta
menciptakan kebersihan lingkungan kerja.

95
7. Melakukan penyidikan dan membuat laporan kecelakaan bila terjadi
kecelakaan pada karyawan serta mencegah agar kecelakaan serupa tidak
terulang.
8. Melakukan pemeriksaan alat angkat dan pemeriksaan layak pakai kendaraan
pengangkut produk PT Petrokimia Gresik.
9. Menyediakan alat pelindung diri bagi karyawan serta mendistribusikannya
sesuai dengan tingkat bahaya di unit kerja karyawan yang bersangkutan.
10. Mengesahkan surat izin mengemudi (SIM) kendaraan dinas perusahaan
karyawan yang diberi wewenang atasannya.
11. Memberikan surat izin keselamatan kerja bagi karyawan yang bekerja di
daerah berbahaya.
12. Melakukan pengembangan K-3 sejalan dengan perkembangan perusahaan.

3.6.8. Program Kecelakaan Nihil


Sebagai usaha mencapai nihil kecelakaan, harus didukung oleh semua
jajaran karyawan dari bawah sampai ke atas untuk ikut aktif dan bertanggung
jawab terhadap program K-3 yang diarahkan kepada pengamatan perbaikan
terhadap ketimpangan yang ada dalam perencanaan, pengorganisasian,
pengembangan, dan pengawasan secara terpadu dalam semua kegiatan
perusahaan. Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai nihil kecelakaan di
antaranya adalah:
Penerapan system manajemen K-3 pada operasional perusahaan
Pembinaan, pengawasan, dan pengembangan K-3
Mengidentifikasi dan mengintervensi sumber-sumber bahaya
Membuat standar-standar K-3
Membuat analisis data dan permasalahan K-3
Menyediakan peralatan K-3
Menyerahkan surat izin keselamatan kerja
Pemeriksaan alat angkat dan alat angkut
Melaksanakan safety kontak, safety talk, safety patrol, dan safety promotion
Membuat safety poster dan safety sign
Melaksanakan pengukuran/evaluasi K-3
Melaksanakan kontes K-3

96
3.6.9. Pengukuran Keberhasilan K3
Dalam usaha mengukur keberhasilan penerapan K-3 di perusahaan agar
sesuai tujuan perusahaan yang telah ditentukan, digunakan beberapa parameter
sebagai berikut:
1. Frequency rate (tingkat jumlah kecelakaan)
Adalah paremeter yang digunakan untuk menghitung atau mengukur tingkat
kecelakaan kerja untuk setiap juta jam kerja.
2. Safety rate (tingkat keselamatan kecelakaan)
Adalah parameter yang digunakan untuk menghitung atau mengukur
keparahan total hilangnya hari kerja setiap 1 juta jam kerja karyawan.
3. Safety audit (audit K-3)
System penilaian program K-3 secara aktif di perusahaan. Pokok sasaran
audit K3:
Manajemen audit, yaitu suatu penilaian atas program K-3 di perusahaan
Physical audit, yaitu penilaian atas perangkat keras di unit kerja seperti alat-
alat kerja, mesin peralatan

3.6.10. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri bukan merupakan alat untuk melenyapkan bahaya di
tempat kerja, tetapi hanya merupakan usaha pencegahan dan eliminasi kontak
antara bahaya dan tenaga kerja sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan.
Sesuai dengan UU No.1 tahun 1970, penyediaan alat pelindung diri adalah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi pimpinan perusahaan. Macam-
macam alat pelindung diri :
1. Topi Keselamatan
Topi keselamatan berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan
kemungkinan tertimpa benda – benda yang jatuh, melindungi bagian kepala dari
kejutan listrik ataupun terhadap kemungkinan terkena bahan kimia yang
berbahaya.

2. Alat pelindung mata (eye goggle)

97
Alat pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata terhadap benda yang
melayang, geram, percikan, bahan kimia, dan cahaya yang menyilaukan. Juga
dipakai di tempat yang berdebu,menggerinda, memahat, mengebor, membubut,
mem-frais, di mana terdapat bahan atau bahan kimia berbahaya, termasuk asam
atau alkali, pengelasan.
3. Pelindung muka (face shield)
Pelindung muka berfungsi untuk melindungi muka dari dahi sampai batas
leher dari bahan-bahan yang berbahaya, antara lain bahan kimia berbahaya,
pancaran panas, sinar ultraviolet, dan infra merah.
4. Pelindung telinga
Pelindung telinga berfungsi untuk melindungi terhadap kebisingan di mana
bila alat tersebut tidak dipergunakan dapat menurunkan daya pendengaran dan
ketulian yang bersifat tetap. Ada dua jenis pelindung telinga:
Ear Plug yang digunakan untuk daerah dengan tingkat kebisingan sampai
dengan 95 dB.
Ear Muff yang digunakan untuk daerah dengan tingkat kebisingan lebih besar
dari 95 dB.
5. Pelindung pernafasan
Alat pelindung pernafasan berfungsi untuk melindungi mulut dan hidung
dari berbagai gangguan yang dapat membahayakan karyawan. Terdiri dari :
Masker kain
Dipakai di tempat kerja di mana terdapat debu pada ukuran lebih dari 10
mikron.
 Masker dengan filter debu
Digunakan untuk melindungi hidung dan mulut dari debu dan dapat
menyaring debu pada ukuran rata-rata 0,6 mikron sebanyak 98%.
 Masker dan filter untuk debu dan gas
Digunakan untuk melindungi hidung dan mulut dari debu dan gas asam,
uap bahan organik, fumes, asap, dan kabut. Dapat menyaring debu pada
ukuran rata-rata 0,6 mikron sebanyak 99,9% dan dapat menyerap
gas/uap/fumes sampai 0,1% volume atau 10 kali konsentrasi maksimum
yang diizinkan.

98
 Masker gas dengan tabung penyaring (canister filter)
Digunakan untuk melindungi mata, hidung, mulut dari gas/uap/fumes yang
dapat menimbulkan gangguan pada keselamatan dan kesehatan kerja.
Syarat pemakaian:
 Masker gas dengan udara bertekanan dalam tabung
Digunakan untuk melindungi mata, hidung, dan mulut dari gas/uap/fumes
yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan karyawan.
 Masker gas dengan udara tekan yang dibersihkan (supplied air respirator)
Digunakan di daerah yang konsentrasi oksigennya rendah, kontaminasi
gas/uap/fumes yang tinggi dan dapat dipergunakan terus-menerus selama
suplai udara dari pabrik (plant air) tersedia
 Masker gas dengan udara dari blower yang digerakkan tangan
Khusus digunakan di daerah yang kadar oksigennya kurang,
kontaminasiuap/gas/fumes yang tinggi dan dapat dipergunakan terus-
menerus sepanjang blower diputar. Pengambilan udara blower harus dari
tempat bersih dan bebas darikontaminasi
6. Kerudung kepala (hood)
Digunakan untuk melindungi seluruh kepala dan bagian muka terhadap
kotoran bahan lainnya yang dapat membahayakan maupun yang dapat
mengganggu kesehatan c karyawan.
Kerudung kepala dengan alat pelindung pernafasan
Digunakan di daerah kerja yang berdebu, terdapat gas/uap/fumes yang tidak
lebih dari 1% volume atau 10 kali dari konsentrasi maksimum yang diizinkan.
Kerudung kepala anti asam atau alkali
Digunakan untuk melindungi seluruh kepala dan bagian muka dari percikan
bahan kimia yang bersifat asam atau alkali.
7. Sarung tangan
Digunakan untuk melindungi tangan terhadap bahaya fisik, kimia, dan
listrik.
8. Sepatu pengaman
Untuk melindungi kaki dari gangguan yang membahayakan karyawan di
tempat kerja.

99
Sepatu keselamatan
Digunakan untuk melindungi kaki dari benda yang keras atau tajam, luka
bakar karena bahan kimia yang korosif, tertembus benda tajam dan/atau untuk
menjaga agar seseorang tidak jatuh terpeleset oleh minyak atau air.

Sepatu karet
Dipergunakan untuk melindungi kaki dari bahan kimia berbahaya.
Sepatu listrik
Digunakan apabila bekerja dengan kemungkinan terdapat bahaya listrik.
9. Baju pelindung
Baju pelindung yang tahan terhadap asam atau alkali (warna kuning),
digunakan untuk melindungi seluruh bagian tubuh terhadap percikan bahan kimia
yang berbahaya baik asam maupun alkali.Baju pelindung terhadap percikan pasir
digunakan untuk melindungi seluruh bagian tubuh terhadap percikan pasir pada
saat membersihkan logam dengan semprotan pasir.

3.7. Tata Letak Pabrik

100
Gambar 3.12. Tata Letak Pabrik Departemen Produksi III B

Departemen Produksi III (Pabrik Asam Fosfat) dibagi menjadi Departemen


Produksi III A dan Departemen Produksi III B. Secara umum, Departemen
produksi III A dan III B memiliki unit produksi yang sama, yaitu pabrik asam
fosfat, pabrik asam sulfat, pabrik ZA II, pabrik alumunium fosfat, dan pabrik
rement retarder serta gudang bahan baku. Departemen Produksi III B merupakan
pabrik yang baru didirikan oleh PT. Petrokimia Gresik pada tahun 2015. Pada
Departemen Produksi III B memiliki unit produksi non pupuk, yaitu asam fosfat
(PA), asam sulfat II (SA II), dan cement retarder (Puri).
Berikut keterangan dari denah pabrik pada Gambar 3.12 :
1. Circular Storage
2. Sulphuric Acid Plant
3. Phosphoric Acid Plant
4. Cooling Tower
5. Power Station
6. Calcination Chalk
7. PhosphoGypsum Storage
8. Cooler Tower
9. Treatment Tower
10. Demin Plant
11. Steam Turbin Generator (STG)

3.8. Pengolahan Limbah Pabrik

3.8.1. Unit Pengolahan Limbah Cair


Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kimia PT
Petrokimia Gresik memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan kondisi
lingkungan baik yang bersifat teknis maupun sosial, sehingga keberadaan
perusahaan ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di
sekitarnya.
Komitmen PT Petrokimia Gresik sebagai pembina lingkungan yang baik
dipertegas dengan dibentuknya Biro Lingkungan di bawah koordinasi direktorat

101
Litbang. Unit ini bertugas mengawasi segala kegiatan yang ada di kompleks
industri PT Petrokimia Gresik yang berkaitan dengan masalah lingkungan,
sehingga diharapkan masalah lingkungan dapat ditangani dengan baik. Untuk
mendukung program “Industri Berwawasan Lingkungan” di setiap unit produksi
sudah di lengkapi peralatan untuk penanganan limbah.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pengelolaan lingkungan adalah
program minimalisasi limbah, yaitu usaha untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksinitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan serta
pencegahan langsung ke sumber pencemaran. Program minimalisasi limbah di
kelompokkan menjadi 3 macam, yaitu daur ulang (recycle), perolehan kembali
(recovery), dan penggunaan kembali (reuse).
Untuk menangani masalah limbah, setiap unit produksi dilengkapi dengan
peralatan pengolahan limbah dengan spesifikasi sesuai dengan jenis limbah yang
dihasilkan. Limbah yang dihasilkan oleh masing-masing departemen produksi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 3.2. Klasifikasi Limbah


Jenis Limbah Zat Buangan Pengolahan Limbah
Amonium Biologi
Urea Biologi
Limbah Cair Flour Fisika/Kimia
Phospat Fisika/Kimia
Partikel Padat Fisika/Kimia
NH3 Scrubber/Absorber
SO2 Scrubber/Absorber
Emisi Limbah Flour Scrubber/Absorber
Bag Filter, Cyclone, Scrubber, Electrostatic
Debu
Precipitator
B3 Dikirim ke PT PPLI Cileungsi Bogor
Limbah Padat
Non B3 Di jual untuk di manfaatkan

102
Pengelolahan Limbah cair di PT Petrokimia Gresik secara sederhana
ditunjukkan oleh blok diagram berikut ini :

Gambar 3.20. Diagram Blok Pengelolaan Limbah

Limbah cair yang berasal dari Departemen Produksi I, II, dan III PT.
Petrokimia Gresik diolah dalam satu tempat pengelolahan limbah yaitu unit WWT
(Waste WaterTreatment). Sebelum masuk ke unit WWT, limbah harus berada
pada pH minimal 5.Sehingga pada masing-masing departemen produksi, ada
penyesuaian pH terlebih dahulu sebelum dialirkan ke unit WWT ini. Dalam unit
WWT ada beberapa tahapan proses yang berlangsung, diantaranya :
1. Equalizer
Limbah yang berasal dari setiap departemen produksi di PT. Petrokimia
Gresik di tampung dalam bak equalisai dengan tujuan untuk mengatasi masalah
yang timbul akibat debit aliran yang berubah-ubah. Setelah didapatkan debit yang
relatif stabil yang kemudian limbah cair dialirkan ke bak sedimentasi.
2. Bak sedimentasi
Bak sedimentasi merupakan tempat untuk memisahkan limbah cair dari
suspensi yang terikut didalamnya. Prosesnya lebih dikenal dengan istilah
pengendapan secara gravitasi. Pada bak sedimentasi limbah diolah secara fisika
dan biologis. Secara fisika, limbah di sedimentasi sedangkan secara biologi
limbah diolah dengan proses aerob menggunakan lumpur aktif. Proses aerob
merupakan proses biologi dengan menggunakan oksigen. Dalam proses
penguraian secara biologi dengan lumpur aktif, limbah sebagai senyawa organik
dicampur dengan mikroorganisme sehingga limbah tersebut dapat terurai menjadi

103
komponen yang lebih sederhana yang tidak berbahaya lagi bagi lingkungan.
Bagian-bagian penting yang terintegrasi dalam unit lumpur aktif yaitu :
Sub unit bak aerasi sebagai wadah bercampur dan bereaksinya
elemen reaksi seperti mikroba, limbah sebagai senyawa organik,
dan oksigen.
Sub unit bak pengendapan sebagai tempat pemisahaan lumpur aktif
secara gravitasi.
Sistem pengendali lumpur untuk mengontrol besarnya debit lumpur
yang diresirkulasi dan lumpur yang di buang.
3. Thickener
Thickener merupakan tempat untuk mengendapkan kembali sejumlah
padatan yang belum terendapkan dalam bak sedimentasi. Proses pengendapannya
dengan cara mengkosentrasikan/memusatkan padatan sehingga terpisah dari
cairanya. Thickening pada umumnya melibatkan proses fisika seperti sentrifugasi.
4. Bak koagulasi
Dalam bak koagulasi terjadi proses koagulasi dan flokulasi. Koagulan yang
di tambahkan adalah kapur dan polyelectrolyte. Di dalam bak koagulasi in juga
terjadi proses netralisasi sampai pH minimal 6 sehingga limbah aman di buang ke
lingkungan. Selanjutnya limbah cair dialirkan keselokan menuju kelaut.
Sedangkan endapannya diambil kemudian di timbun dalam tanah sebagai landfill.

3.8.2. Unit Pengolahan Limbah Gas


Untuk Limbah gas diolah langsung pada masing-masing departemen
produksi. Untuk Departemen Produksi I limbah gas yang dihasilkan dari pabrik
urea di lakukan di unit operasi prilling tower. Supaya emisi gas yang dibuang ke
lingkungan tidak mengandung partikel urea terlalu banyak, maka kandungan urea
dalam udara buangan dikurangi di dalam packed bed dust recovery dan dust
chamber.
Pembutiran urea di prilling tower menggunakan udara panas, sehingga unit
prillingtower menghasilkan udara buangan yang mengandung partikel urea.
Untuk mengurangijumlah partikel urea yang terkandung dalam udara, partikel
urea ditangkap oleh packedbed dust recovery unit, lalu disemprotkan larutan urea

104
20% untuk melarutkan debu ureayang terperangkap di packed bed. Larutan urea
dari packed bed dimasukkan ke dustchamber. Dust chamber adalah unit yang
berfungsi penyedia larutan urea 20% yang diperlukan untuk pelarutan debu urea
di packed bed dust recovery unit. Untuk menjagakonsentrasi larutan urea pada
konsentrasi 20%, ke dalam dust chamber ditambahkan air sebagai make up.
Pengolahan limbah gas (keluaran rotary dryer) di pabrik ZA menggunakan
dua buah wet cyclone. Wet cyclone berfungsi untuk mengurangi kadar ZA dalam
udara panas yang berasal dari rotary dryer. Reaksi di saturator bersifat
eksotermis, sehingga menghasilkan uap yang mengandung amonia. Uap yang
terbentuk dikondensasi sehingga dihasilkan kondensat yang digunakan kembali
untuk keperluan proses di pabrik ZA.

3.8.3. Unit Pengolahan Limbah Padat


Pengolahan limbah padat di PT Petrokimia Gresik adalah :
Recycle dan Reuse untuk proses produksi internal.
Treatment untuk meningkatkan value sehingga mempunyai nilai jual.
Ditampung sementara di disposal area.
Buangan padat berupa phosphor Gypsum dapat digunakan kembali untuk
bahan baku pembuatan cement retarder, pupuk ZA, dan plester board.
CaSO4.2H2O (fosfoGypsum) yang merupakan limbah dari pabrik asam fosfat akan
diolah dalam pabrik cement retarder dengan ditambahkan kapur sehingga
dihasilkan Gypsum 94% yang digunakan sebagai bahan baku pabrik semen.

105
BAB IV MANAJEMEN PERUSAHAAN

4.1. Visi dan Misi Perusahaan

4.1.1. Visi PT Petrokimia Gresik


Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing
tinggi dan produknya paling diminati konsumen.

4.1.2. Misi PT Petrokimia Gresik


Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya program
swasembada pangan.
Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional
dan pengembangan usaha perusahaan.
Mengembangkan potensi usaha untuk pemenuhan industri kimia nasional
dan berperan aktif dalam community development.

4.1.3. Budaya Perusahaan PT Petrokimia Gresik


Mengutamakan keselamatan dan kesehatan dalam setiap kegiatan
operasional.
Memanfaatkan profesionalisme untuk peningkatan kepuasan pelanggan.
Meningkatkan inovasi untuk memenangkan bisnis.
Mengutamakan integritas di atas segala hal.
Berupaya membangun semangat kelompok yang sinergistik.

4.2. Organisasi Perusahaan PT Petrokimia Gresik

4.2.1. Bentuk Perusahaan


PT Petrokimia Gresik bergerak dalam bidang industri pengadaaan pupuk,
bahan kimia, dan jasa engineering. Dalam perkembangannya, PT. Petrokimia
Gresik telah mengalami perubahan bentuk perusahaan dari sebuah perusahaan
umum menjadi sebuah perusahaan perseroan dan kini holding dengan PT. Pupuk
Sriwijaya (persero). PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) di bawah koordinasi Menteri Negara BUMN.

106
4.2.2. Logo Perusahaan Petrokimia Gresik

Gambar 4.1. Logo Perusahaan Petrokimia Gresik

Logo PT Petrokimia Gresik mempunyai tiga unsur utama, yaitu:


1. Kerbau dengan warna kuning emas yang mengandung arti :
Penghormatan terhadap daerah tempat perusahaan berada, yaitu
Kecamatan Kebomas.
Sifat positif kerbau yang dikenal suka bekerja keras, mempunyai
loyalitas, dan jujur.
Dikenal luas masyarakat Indonesia dan sahabat petani.
Warna kuning emas melambangkan keagungan.
2. Daun hijau berujung lima yang mengandung arti :
Daun hijau melambangkan kesuburan dan kesejahteraan.
Berujung lima melambangkan kelima sila Pancasila.
3. Tulisan PG berwarna putih yang mengandung arti :
PG merupakan singkatan dari Petrokimia Gresik.
Warna putih melambangkan kesucian

Jadi secara keseluruhan logo perusahaan tersebut mempunyai makna :


“Dengan hati yang bersih dan suci berdasarkan kelima sila Pancasila, Petrokimia
Gresik berusaha mencapai masyarakat yang adil dan makmur menuju keagungan
bangsa .”

4.2.3. Struktur Manajemen dan Organisasi PT Petrokimia Gresik


Struktur organisasi yang disertai dengan uraian pekerjaan akan diperoleh
manfaat sebagai berikut :
 Membantu para pejabat agar lebih mengerti akan tugas dan jabatannya.
 Menjelaskan dan menjernihkan persoalan mengenai pembatasan tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan lain-lain.
 Sebagai bahan orientasi untuk pejabat.

107
 Menentukan jumlah pegawai di kemudian hari.
 Penyusunan program pengembangan manajemen.
 Menentukan training untuk para pejabat yang sudah ada.
 Mengatur kembali langkah kerja dan prosedur kerja yang berlaku bila
terbukti kurang lancer.

4.2.4. Ketenagakerjaan PT Petrokimia Gresik


Jumlah tenaga kerja di PT Petrokimia Gresik berdasarkan data yang
diperoleh dari Biro Tenaga Kerja PT Petrokimia Gresik per Juli 2015 berjumlah
3296, yaitu:
a) Berdasarkan Jabatan :
 Direksi :5
 General Manager/sespers/SU (Eselon I) : 28
 Manager/staf utama muda (Eselon II) : 76
 Kabag/staf madya (eselon III) : 204
 Kasi/staf muda (Eselon IV) : 746
 Karu/Ur/staf pemula (Eselon V) : 1135
 Pelaksana : 953
 Bulanan Percobaan : 150
b) Berdasarkan Pendidikan Akhir
 S-2 : 101 orang
 S-1 : 585 orang
 DIII : 47 orang
 SLTA : 2.403 orang
 SLTP : 160 orang
 SD : 0 orang

4.2.5. Nama – Nama Pimpinan dan Direksi PT Petrokimia Gresik


Pimpinan perusahaan PT Petrokimia Gresik saat ini adalah :
a. Dewan Komisaris
 Komisaris Utama : Ir. M. Djohan Safri, M.M,.
 Anggota Komisaris : Ir. Mahmud Nurwindu
Ir. Achmad Sigit Dwiwahjono

108
Ir. Yoke C. Katon, M.M,.
Heriyono Harsoyo, M.Psi,.
Dr. Sarwo Edhy
b. Dewan Direksi
 Direktur Utama : Rahmad Pribadi, M.BA
 Direktur Teknik & Pengembangan : Ir. Arif Fauzan
 Direktur Produksi : Ir. I Ketut Rusnaya, S.T, M.M,.
 Direktur Pemasaran : Digna Jatiningsih, M.T,.
 Direktur SDM dan Umum : Dwi Ary Purnomo, S.E, M.H,.

4.2.6. Yayasan PT. Petrokimia Gresik


Yayasan dibentuk pada tanggal 26 Juni 1965 di mana misi utamanya ialah
mengusahakan kesejahteraan karyawan dan pensiunan PT Petrokimia Gresik.
Salah satu program yang dilakukan adalah pembangunan sarana perumahan bagi
karyawan. Sampai dengan tahun 1999, Yayasan Petrokimia Gresik telah
membangun sebanyak 1.886 unit rumah di desa Pongangan dan desa Bunder.
Program lainnya yang dilakukan Yayasan PG adalah pemeliharaan
kesehatan para pensiunan PT. Petrokimia Gresik serta menyediakan sarana
bantuan sosial dan menyelenggarakan pelatihan bagi karyawan yang memasuki
masa persiapan purnatugas (MPP). Dalam perkembangannya Yayasan PG
telah memiliki berbagai bidang usaha yang dikelola oleh anak-anak perusahaan
PT Petrokimia Gresik. Anak perusahaan dibawah koordinasi Yayasan PG adalah :
1. PT Gresik Cipta Sejahtera (GCS)
Didirikan pada tanggal 3 April 1972.
Bidang usahanya meliputi bidang distributor, pemasok suku cadang,
penyedia bahan baku industri kimia, penyedia jasa angkutan bahan kimia,
dan pembinaan usaha kecil.
2. PT Aneka Jasa Ghradika (AJG)
Didirikan pada tanggal 10 Nopember 1971.
Bidang usahanya meliputi penyedia tenaga harian, penyedia jasa borongan
pekerjaan, serta penyedia jasa cleaning service dan house keeping.

109
3. PT Graha Sarana Gresik (GSG)
Didirikan pada tanggal 13 Mei 1993.
Bidang usahanya meliputi penyedia jasa akomodasi, persewaan peralatan
kantor, dan jasa transportasi/travel.
4. PT Petrokopindo Cipta Selaras (PCS)
Didirikan pada tanggal 13 Mei 1993.
Bidang usahanya meliputi perbengkelan, perdagangan umum, dan jasa
angkutan.

4.2.7. Koperasi Keluarga Karyawan Petrokimia Gresik / K3PG


K3PG adalah badan usaha berbentuk koperasi yang didirikan pada tanggal
13 Agustus 1983. Fungsi dari K3PG adalah sebagai berikut :
 Sebagai salah satu anggota dari Petrokimia Gresik Group yang banyak
bergerak di bidang perkoperasian.
 Sebagai sarana Petrokimia Gresik Group dalam membina ketenangan kerja.
 Membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
Bidang usaha dari K3PG antara lain :
1. Unit pertokoan / ruko.
2. Unit apotek.
3. Unit kantin.
4. Unit pompa bensin (SPBU).
5. Unit simpan pinjam.
6. Jasa cleaning service / house keeping.
7. Jasa service AC, foto copy, pelayanan umum, dan persewaan mobil.

4.2.8. Anak – Anak Perusahaan PT Petrokimia Gresik


PT Petrokimia Gresik mempunyai anak-anak perusahaan sebagai berikut:
1. PT Petrokimia Kayaku
Pabrik formulator pestisida ini hasil kerjasama PT Petrokimia Gresik (60%)
dengan Nippon Kayaku dan Mitsubishi Corp. yang masing-masing memiliki
saham (20%). Pabrik ini beroperasi mulai tahun 1977 dengan hasil produksi:
 Pestisida cair dengan kapasitas 3.600 ton/tahun
 Pestisida butiran dengan kapasitas 12.600 ton/tahun

110
 Pestisida tepung dengan kapasitas 1.800 ton/tahun
2. PT Petrosida
Perusahan ini menghasilkan bahan aktif pestisida. PT Petrokimia Gresik
memiliki saham sebesar 99,9%. Beroperasi mulai tahun 1984 dan dimaksudkan
untuk memasok bahan baku PT Petrokimia Kayaku. Jenis produk yang dihasilkan
adalah:
 BPMC : 2.500 ton/tahun
 MIPC : 700 ton/tahun
 Diazinon : 2.500 ton/tahun
 Carbofuron : 900 ton/tahun
 Carbaryl : 200 ton/tahun
3. PT Petronika
Merupakan perusahaan patungan antara PT Petrokimia Gresik (20%) dengan
Nippon Indonesia Kazosai (80%). Beroperasi mulai tahun 1985 dengan hasil
produksinya berupa Diocthyl Phthalate (DOP) dengan kapasitas 30.000 ton/tahun.
4. PT Petrowidada
Perusahaan ini merupakan hasil patungan dari PT Petrokimia Gresik
(4,82%), PT Witulan (5,1%), PT Daewoo Corp. (13,6%), PT Eterindo Wahana
Tama (66%), dan PT Justus SC. (5,1%). Beroperasi sejak tahun 1988 dengan hasil
produksinya:
 Phthalic Anhydride : 30.000 ton/tahun
 Maleic Anhydride : 1.200 ton/tahun
5. PT Petrocentral
Perusahaan ini merupakan hasil patungan antara PT Petrokimia Gresik
(9,8%), PT Kodel Jakarta (10,83%), PT Supra Veritas (6,37%), PT Salim
Chemical (6,37%), PT Fosfindo Surabaya (12,74%), dan PT Unggul I.C
(53,89%). Mulai beroperasi tahun 1990 dengan hasil produksinya berupa Sodium
Tripoly Phosphate (STPP) dengan kapasitas 40.000 ton/tahun.
6. PT Kawasan Industri Gresik
Perusahaan ini merupakan patungan antara PT Petrokimia Gresik dan PT
Semen Gresik dengan saham masing-masing 35% dan 65%. Perusahaan ini

111
menyiapkan kavling industri siap pakai seluas 135 ha dimana didalamnya
termasuk Export Processing Zone (EPZ).

4.3. Sistem Kerja

4.3.1. Tri Dharma Karyawan PT Petrokimia Gresik


1. Rumongso Melu Handarbeni yang artinya merasa ikut memiliki.
2. Rumongso Melu Hangrungkebi yang artinya merasa ikut memelihara.
3. Mulaksariro Hangrosowani yang artinya berani mawas diri

4.3.2. Peraturan – Peraturan Kerja Terkait


Hari dan Jam Kerja Karyawan PT Petrokimia Gresik
 Peraturan Hari Kerja Karyawan PT Petrokimia Gresik
 Hari kerja karyawan (Normal Day) adalah 5 atau 6 hari kerja dalam
satu minggu, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, sedangkan
hari kerja karyawan shift menyesuaikan dengan jadwal shift yang
berlaku di perusahaan
 Jumlah jam kerja karyawan adalah 40 jam seminggu
 Perusahaan memberikan hak istirahat mingguan kepada karyawan yaitu
minimum satu hari dalam seminggu
 Semua karyawan berhak atas hari libur resmi ataupun hari raya, sesuai
dengan penetapan pemerintah yang berlaku, tetapi karena sifat dan jenis
pekerjaan yang harus dikerjakan secara terus menerus, maka karyawan
dapat dipekerjakan pada hari libur tersebut
 Karyawan yang karena sifat pekerjaannya harus bekerja shift maka
karyawan tersebut dapat diberikan kompensasi shift.
 Peraturan Jam Kerja Karyawan PT Petrokimia Gresik
Sebagian besar produksi yang ada di PT Petrokimia Gresik merupakan
proses kimia dan beroperasi selama 24 jam. Sehingga sistem kerja di PT
Petrokimia Gresik diatur menjadi dua jenis, yaitu :
 Normal day
 Jam kerja : 07.00 – 16.00 WIB
 Hari : Senin – Jumat

112
 Shift
Terdiri dari 3 shift, yaitu :
 Shift pagi : pukul 07.00 – 15.00 WIB
 Shift sore : pukul 15.00 – 23.00 WIB
 Shift malam : pukul 23.00 – 07.00 WIB
Shift terdiri dari empat group, yaitu A, B, C, dan D. Setiap hari
terdapat 3 group masuk dan satu group libur shift. Pembagian jam kerja
regu dapat dijelaskan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jam


kerja No Shift Jam Kerja regu pada
sistem 1 Pagi (A) 07.00 – 15.00 shift

2 Sore 15.00 – 23.00

3 Malam 23.00 – 07.00

4 D Libur

Untuk jam kerja pada sistem shift di PT Petrokimia Gresik dapat


dijelaskan pada Tabel 4.2.

No Shift Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin

1 A Malam Malam Libur Libur Pagi Pagi Siang Siang

2 B Siang Siang Malam Malam Libur Libur Pagi Pagi

3 C Pagi Pagi Siang Siang Malam Malam Libur Libur

4 D Libur Libur Pagi Pagi Siang Siang Malam Malam

Tabel 4.2. Jam kerja shift

113
 Lembur
 Karyawan yang harus bekerja pada hari libur resmi karena jenis dan
sifat pekerjaan atau harus bekerja di luar jam kerja, maka karyawan
tersebut berhak atas upah atau kompensasi lembur
 Karyawan yang bekerja shift dan mempunyai kelebihan jam kerja
maka kelebihan jam kerja tersebut dihitung sebagai lembur
 Cuti
 Setiap karyawan berhak atas :
 Cuti tahunan
 Cuti besar
 Cuti karena alasan penting
 Cuti sakit
 Cuti bersalin
 Cuti gugur kandung
 Cuti haid
 Cuti di luar tanggunangan perusahaan.
 Karyawan berhak atas cuti tahunan selama 12 hari kerja, apabila
karyawan telah bekerja setiap selama 12 bulan secara terus menerus

 Karyawan berhak atas cuti besar selama tiga bulan apabila karyawan
telah bekerja setiap selama 6 tahun secara terus – menerus

 Cuti karena alasan penting diberikan kepada karyawan untuk hal – hal
sebagai berikut :
1. Perkawinan karyawan, selama 5 hari kalender.
2. Perkawinan anak karyawan, selama 2 hari kalender.
3. Istri karyawan gugur kandung atau melahirkan, selama 2 hari
kalender.
4. Khitanan atau pembaptisan anak, selama 1 hari kalender.
5. Istri atau suami yang meninggal dunia, selama 5 hari kalender.

114
 Karyawan yang sakit, berdasarkan surat keterangan dokter perusahaan
diberikan cuti
 Karyawan wanita yang akan melahirkan berhak atas cuti bersalin
selama 30 hari kalender sebelum melahirkan dan selama 60 hari
kalender sesudah melahirkan, sedangkan yang mengalami gugur
kandung diberi cuti gugur kandung selama 45 hari kalender atau sesuai
indikasi medis yang ditetapkan dokter perusahaan
 Karyawan wanita yang haid berhak atas cuti haid selama 2 hari tetapi
dapat tetap bekerja apabila kondisi kesehatannya cukup sakit
 Karena alasan kepentingan pribadi yang sangat mendesak, karyawan
dapat menjalani cuti diluar tanggungan perusahaan maksimal selama 3
tahun apabil karyawan telah bekerja di perusahaan minimal selama tiga
tahun secara terus menerus

4.3.3. Kewajiban dan Larangan bagi Karyawan


Kewajiban
 Memakai pakaian dinas dan identitas karyawan yang telah ditentukan oleh
perusahaan pada waktu jam kerja dan atau memasuki areal pabrik ataupun
kantor kecuali ada dispensasi khusus dari atasan
 Memberikan keterangan tertulis atau resmi apabila yang bersangkutan tidak
dapat masuk kerja
 Melaksanakan semua perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan baik
berupa lisan maupun tertulis
 Melaporkan keadaan keluarga atau tempat tinggal yang benar
 Melaksanakan perintah untuk kerja lembur guna kepentingan perusahaan
 Melakukan pemeriksaaan kesehatan secara rutin (Medical Check Up)
pada dokter perusahaan atau pada dokter yang telah ditunjuk oleh
perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
 Berbuat sopan, menjaga keserasian, kerapian, kebersihan, dan kelestarian
lingkungan
 Saling menghormati, menghargai sesama karyawan, atasan, maupun
bawahan, sehingga tercipta suasana kerja yang aman, tertib dan harmonis
 Mentaati jam kerja serta melakukan absensi (Clocking) sesuai dengan

115
peraturan yang berlaku di perusahaan
 Memasukkan, menyimpan, memelihara alat – alat kerja/kantor ditempat
kerjanya

 Melaksanaan tugas dengan baik yang sesuai dengan uraian tugas yang
diberikan dan petunjuk atasan
 Memakai perlengkapan identitas karyawan sesuai dengan peraturan
perusahaan yang berlaku
 Memakai alat keselamatan kerja atau alat pelindung diri (APD) pada saat
melakukan pekerjaan atau tugas kerja yang memiliki potensi berbahaya
 Berpakaian rapi sewaktu bekerja dengan mesin bubut, mesin bor, mesin
skrap dan lain – lain mesin yang sedang berputar/jalan
 Menampung tetesan, bocoran minyak ke dalam ember atau drum atau alat
penampung lainnya dan melaporkan adanya kebocoran tersebut kepada
atasannya
 Melaporkan jika terjadi kerusakan mesin, kecelakaan, dan kebakaran
 Melaporkan bila ada pencurian
 Melaporkan kejadian penyelewengan
 Menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh bagian keselamatan
kerja dan bagian security dalam mengusut kecelakaan atau kebakaran dan
pelanggaran lainnya
 Melaporkan kepada atasan atau dokter perusahaan apabila menderita suatu
penyakit yang menular
 Menggunakan surat ijin keselamatan kerja (Safety Permit) untuk
melakukan pekerjaan yang memiliki syarat tersebut
 Menggunakan Safety Tag/Safety locked untuk melakukan pekerjaan yang
diharuskan penggunaannya guna mencegah kecelakaan pada diri sendiri,
orang lain atau rusaknya barang, mesin, dan alat perusahaan lainnya
 Melaksanakan prosedur kerja, yang jika tidak dilaksanakan dapat
menyebabkan kerusakan pada peralatan atau barang perusahaan
 Minta ijin jika akan meninggalkan pekerjaan pada saat jam kerja
 Mengemudikan kendaraan dengan hati-hati agar tidak terjadi kecelakaan,

116
kerusakan, dan mematuhi peraturan lalu lintas, serta mengendarai sepeda
motor dengan menggunakan helm
 Melaporkan apabila terjadi kerusakan pada saat mengoperasikan peralatan
 Datang pada waktu Call Out
 Memberikan informasi teknis/membuat perencanaan teknis yang benar
apabila diperlukan perusahaan
 Jujur dalam mempertanggungjawabkan penggunaan uang perusahaan
 Keluar masuk pabrik melalui jalan yang sudah ditentukan
 Melaksanakan tugas dengan baik sehingga tidak menimbulkan kerugian
dan kerusakan serta mengakibatkan kecelakaan diri sendiri maupun orang
lain
 Melaksanakan tugas kedinasan dengan baik dan senantiasa berpedoman
pada prinsip tepat guna dan hasil guna yang merupakan prinsip pokok
perusahaan
 Bertanggungjawab atas wewenang yang diterimanya dari atasan
 Menggunakan dan memelihara barang – barang milik perusahaan dengan
sebaik – baiknya dan efisien
 Menggunakan serta bertanggung jawab atas barang-barang perusahaan di
lokasi kerja masing-masing
 Mengatur, mengamankan, dan menyelamatkan dokumen– dokumen, arsip–
arsip kantor di lokasi kerja masing–masing yang menjadi tanggung
jawabnya
 Melaporkan kepada atasan dan/ atau atas inisiatif/kehendak sendiri untuk
mencegah apabila diketahui ada hal – hal yang dapat membahayakan dan
merugikan perusahaan, terutama di bidang keamanan, keuangan dan
materia
 Meminta ijin kepada Direksi untuk istrinya yang melakukan perdagangan
Larangan
 Melakukan coretan–coretan, mengotori tempat kerja dan sejenisnya
 Datang terlambat atau mendahului pulang sebelum jam kerja selesai
 Bersenda gurau pada saat jam kerja yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan atau pada saat melaksanakan tugas

117
 Melakukan pekerjaan dengan cara – cara yang berbahaya
 Menumpang pada kendaraan forklift, pay loader, front and loader, grander,
bulldozer, excavator, dan crane
 Mengemudikan forklift, pay loader, front and loader,bulldozer, excavator,
dan crane tanpa surat izin mengemudi dari bagian keselamatan kerja Ro
Riksa
 Menyuruh orang lain melakukan absensi atau merubah catatan dalam kartu
absensi miliknya sendiri atau milik orang lain
 Memindahkan/membawa pulang kartu absensi
 Tidur pada waktu jam kerja
 Meminum minuman keras saat jam kerja
 Membawa minuman keras ke tempat kerja
 Bertindak sewenang – wenang terhadap bawahan
 Meminjamkan, menyerahkan, kendaraan dinas kepada pihak lain tanpa ijin
dari yang berwenang atas itu
 Melakukan kegiatan usaha pribadi/keluarga tanpa ijin dari Direksi
 Menjadi Direksi, Pimpinan, atau Komisaris dari suatu perusahaan di luar
anak perusahaan di bawah Yayasan PT Petrokimia Gresik serta K3PG,
tanpa ijin dari Direksi
 Menyerahkan kendaraan dinas pada orang lain yang tidak memiliki SIM
untuk mengemudikannya
 Melalaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
 Merubah atau menghilangkan serta tidak menggunakan alat pelindung diri
pada saat bekerja untuk pekerjaan yang diharuskan menggunakannya
 Mengabsensi kartu absensi orang lain

4.4. Pengembangan SDM


SDM sebagai aktor dalam pelaksanaan proses bisnis perlu dikelola dengan
baik agar dapat memberikan nilai yang maksimal terhadap perusahaan.
Pengelolaan ini meliputi beberapa aspek yaitu perekrutan personel, pengelolaan
kompetensi, pendefinisian tugas dan peran, pengelolaan pelatihan personel,
kebergantungan terhadap individu kunci, pengecekan personel, evaluasi kinerja

118
serta pengelolaan mutasi dan terminasi. Masing-masing aspek dijelaskan sebagai
berikut :
Perekrutan Personel
Perekrutan personel bertujuan untuk mencari SDM dengan kompetensi yang
dibutuhkan oleh Pengelola. Dalam merekrut personel, Pengelola mengacu pada
pedoman sebagai berikut:
 Pengelola mendefinisikan peta kebutuhan SDM berdasarkan definisi peran
pada struktur organisasinya dan proyeksi pemegang tanggung jawab ke depan.
 Pengelola menetapkan kompetensi yang harus dipenuhi oleh personel baru
untuk posisi tertentu.
 Perekrutan personel disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ditetapkan
oleh perusahaan.
 Evaluasi kebutuhan SDM dilakukan secara periodic untuk mencegah
kekosongan posisi.
Pengelolaan Kompetensi
Pengelolaan kompetensi bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
kompetensi dari pemegang-pemegang tanggung jawab pada pengelola. Dalam
melakukan pengelolaan kompetensi pengelola mengacu pada pedoman sebagai
berikut :
 Pengelola mendefinisikan kompetensi yang diperlukan untuk tiap-tiap peran
pada struktur organisasinya.
 Pengelola mengevaluasi secara periodic pemenuhan kompetensi dari
personelnya.
 Pengelola menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi
kompetensi personelnya sebagai tindak lanjut dari evaluasi pemenuhan
kompetensi.
Pendefinisian Tugas dan Peran
Pendefinisian tugas dan peran bertujuan untuk menjamin lancarnya
pendelegasian tugas pada personel yang sesuai untuk mendukung proses bisnis.
Dalam mendefinisikan tugas dan peran, Pengelola mengacu pada pedoman
sebagai berikut :

119
 Pengelola menentukan domain-domain secara umum, seperti pengembangan
perangkat lunak, perangkat keras, dan jaringan.
 Pengelola menetapkan personel pemegang tugas sesuai dengan
kompetensinya.
 Pengelolah menetapkan skema pendelegasian tugas dan pertanggungjawaban
dari pelaksanaan tugas sesuai peran personel.
Pengelolaan Pelatihan Personel
Pengelolaan pelatihan personel bertujuan untuk menentukan pelatihan yang
sesuai untuk mendukung kompetensi personel dan mengatur pelaksanaan
pelatihan tersebut. Dalam mengelola pelatihan personel Pengelola mengacu pada
pedoman sebagai berikut :
 Pengelola menetapkan anggaran untuk keperluan pelatihan sesuai dengan
analisis kebutuhan.
 Pengelola menunjuk pelatih yang sesuai untuk kemudian direkomendasikan
kepada Pengelola latihan perusahaan.
 Pengelola menyimpan sejarah pelatihan yang pernah dilakukan oleh
personelnya.
 Pengelola berkoordinasi dengan Pengelola pelatihan perusahaan dalam hal
perencanaan dan pelaksanaan pelatihan.
Ketergantungan Terhadap Individu Kunci
Pengelolaan ketergantungan terhadap individu kunci bertujuan untuk
meminimalkan risiko waktu dan biaya dari penyelesaian masalah berkaitan
dengan produk yang dihasilkan atau ilmu yang dikuasai individu kunci tersebut.
Dalam mengelola ketergantungan terhadap individu kunci, Pengelola mengacu
pada pedoman sebagai berikut :
 Individu kunci membuat rekaman tercatat dari pengetahuan berkaitan dengan
produk yang dihasilkannya atau berbagi pengetahuan secara langsung dengan
personel lain sebagai backup staff.
 Pengelola menyimpan kode sumber dari aplikasi yang dihasilkan.
Pengecekan Personel
Pengecekan personel bertujuan untuk memastikan personel adalah orang
yang patuh pada kode etik kerahasiaan sistem informasi dan data sesuai dengan

120
posisi yang diisinya. Dalam melakukan pengecekan ini, Pengelola mengacu pada
pedoman sebagai berikut :
 Pengelola menyimpan sejarah kejadian kebocoran informasi yang dilakukan
personelnya.
Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja personel bertujuan untuk mengukur value yang diberikan
personel terhadap proses bisnis dan perusahaan secara umum. Dalam
mengevaluasi kinerja personel, Pengelola mengacu pada pedoman sebagai berikut
:
 Pengelola menetapkan key performance indicator untuk setiap deskripsi
pekerjaan

 Evaluasi kinerja dilakukan secara periodik.


 Pengelola mendefinisikan langkah-langkah lanjutan dari hasil evaluasi kinerja.
Pengelolaan Perubahan dan Terminasi Pekerjaan
Pengelolaan perubahan dan terminasi pekerjaan bertujuan untuk menjamin
kelangsungan jalannya pekerjaan dan keamanan internal ketika terjadi perubahan
dan terminasi personel. Dalam mengelola perubahan dan terminasi Pengelola
mengacu pada pedoman sebagai berikut :
 Pengelola membuat perencanaan jadwal pekerjaan dan personel yang terlibat,
dengan memperhatikan proyeksi terminasi dari personel tersebut.
 Pengelolah menetapkan langkah pengaturan keamanan untuk menjamin data
dan system yang sedang dikerjakan tetap aman ketika ada terminasi personel
yang terlibat.

4.5. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan


Jaminan sosial dan kesejahteraan di dalam PT Petrokimia Gresik ada
beberapa, yaitu:

4.5.2. Fasilitas Karyawan


Untuk menunjang kinerja karyawan, perusahaan menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan / karyawati beserta keluarganya.

121
Sebagian dari fasilitas ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
perusahaan.
Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi:
 Kerohanian, Pendidikan, Sosial & Kesehatan
Pembinaan kerohanian dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh masing-masing Sie Bina Rohani yang berada di bawah
koordinasi Serikat karyawan petrokimia Gresik (SKPG)
 Bimbingan Haji
 Masjid Nurul Jannah
 Taman Pendidikan Al Qur'an
 Taman kanak-kanak dan play grup (TK PIKPG)
 Sekolah Dasar
 Tempat Penitipan Anak (TPA PIKPG)
 Panti Asuhan Nurul Jannah
 Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT Nurul Jannah)
 Rumah Sakit (Petro Graha Medika)
 Fasilitas/Pembinaan Olah Raga & Kesenian
Kompleks Sarana Olah Raga Tri Dharma (terdiri dari stadion, lapangan
tenis, gedung olah raga / serbaguna, fitness center, jogging track, driving area,
lapangan bola), kolam renang, lapangan golf 9 holes, kolam pancing, dan
fasilitas olah raga lainnya.
Pembinaan cabang olah raga baik yang diarahkan untuk prestasi maupun
untuk pemeliharaan kesehatan dan olah raga untuk rekreasi dikoordinir oleh
Bidang Olah Raga SKPG. Sedangkan untuk kesenian dikoordinir oleh Bidang
sosial Budaya SKPG. Cabang-cabang olah raga dan kesenian tersebut antara
lain Atletik, bola voli (Grespho), bulu tangkis, bowling, bridge, catur, futsal,
fitness/binaraga, golf, karate, memancing, PMCC (Petrokimia Motor &
Camping Club), PCC (Petrokimia Cycling Club), PORPI, senam prestasi,
senam aerobic, senam asma & jantung sehat, sepak bola / sekolah bina bola,
silat (Perisai Diri & LBD Sinar Putih), tenis lapangan, tenis meja, renang &
selam, PEPHOC (Petrokimia Gresik Photo Club), kesenian reog, hadrah,

122
karawitan, campur sari, keroncong, grup band karyawan, sanggar seni, serta
paguyuban flora & fauna
 Koperasi Karyawan Keluarga Besar Petrokimia Gresik (K3PG)
Berdiri sejak tahun 1984. Selain untuk anggota, beberapa unit usaha
yang dikelola juga melayani umum, seperti unit toko, SPBU, Apotik, toko
bahan bangunan, toko olah raga (K-sport), bengkel & unit bengkel & suku
cadang, dan air minum kemasan (air K). Unit usaha lainnya adalah : kantin,
usaha patungan dan unit simpan pinjam.
 Penyediaan Perumahan Karyawan
Selain penyediaan perumahan dinas pejabat, PT Petrokimia Gresik juga
menyediakan perumahan bagi karyawan / karyawati dengan fasilitas kredit
yang dikelola oleh Yayasan Petrokimia Gresik. Sampai dengan akhir tahun
2007, perumahan yang disediakan oleh Yayasan Petrokimia Gresik sudah
mencapai 3.384 rumah, dan berlokasi di Desa Pongangan, Desa Suci, Desa
Sukomulyo dan Desa Krembangan kabupaten Gresik.

4.5.3. Tanggung Jawab Sosial


PT Petrokimia Gresik mengadakan kegiatan tanggung jawab sosial (CSR)
yang meliputi :
1. Bina Lingkungan
Pelaksanaan kegiatan Progam Bina Lingkungan yang dilakukan oleh PT
Petrokimia Gresik antara lain dengan memberikan bantuan dan melakukan
kegiatan sosial untuk masyarakat yang berada di wilayah Jawa Timur, utamanya
kepada masyarakat yang berada di sekitar wilayah usaha perusahaan, juga turut
peduli pada bencana yang menimpa masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan Program Bina Lingkungan PT Petrokimia Gresik berpedoman
pada :
a. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER- 09/MBU/07/2015 tanggal 3
Juli 2015 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha
Milik Negara.
b. Keputusan Pemegang Saham Diluar RUPS tentang Penyaluran PKBL.
Macam bantuan Program Bina Lingkungan tersebut meliputi :
a) Bantuan Korban Bencana Alam

123
Turut peduli pada korban bencana alam yang menimpa masyarakat yang
berada di wilayah Indonesia, antara lain :
 Pembuatan gedung sekolah pasca tsunami di Propinsi Aceh.
 Bantuan untuk korban gempa bumi di Sumatera Barat.
 Bantuan untuk korban gempa bumi di Tasikmalaya dan Jawa Barat
 Bantuan untuk korban gempa bumi di DI Yogyakarta
Bantuan sembako, pupuk dan benih pasca banjir di Propinsi Jawa Timur,
yang meliputi Kabupaten Gresik, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Nganjuk,
Mojokerto, Bondowoso, Ngawi, Madiun, Magetan, Bangkalan, Probolinggo,
Sidoarjo, Kabupaten Kudus Jawa Tengah dan pasca bencana tanah longsor di
Situ Gintung Jawa Barat. Bantuan untuk korban letusan gunung Merapi di
Yogyakarta, bencana gempa bumi di Padang Sumatera Barat, korban tsunami
di Mentawai, korban bencana banjir dan tanah longsor di Wasior.
b) Bantuan Pendidikan dan atau Pelatihan
PT Petrokimia Gresik peduli dalam meningkatkan mutu pendidikan
dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana sekolah, serta memberikan
bekal keterampilan untuk tenaga operator dan montir.
Pelaksanaan kegiatan tersebut antara lain meliputi :
 Penyelenggaraan Loka Latihan Keterampilan (LOLAPIL) untuk lulusan
SMU dan SMK, utamanya yang berada di sekitar wilayah usaha
perusahaan untuk dibimbing dan diberikan bekal keterampilan di
bidang teknik produksi, dan pemasaran, sehingga benar-benar menjadi
tenaga yang terampil dan siap pakai bagi industri yang membutuhkan
 Penyelenggaraan pelatihan montir sepeda motor untuk pemuda putus
sekolah bekerjasama dengan Yayasan Darma Bakti Astra - PT Astra
Jakarta, sehingga diharapkan para siswa merupakan tenaga terampil
yang siap pakai bagi industri yang membutuhkan, ataupun siap untuk
melakukan wira usaha sendiri.
 Bantuan untuk biaya pendidikan/pelatihan guru Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) di Jakarta.

124
 Bantuan biaya pendidikan untuk bea siswa murid berprestasi, anak
asuh, siswa yatim/piatu dari Ponpes gresik, dan bantuan pendidikan
untuk siswa dari keluarga kurang mampu.
 Bantuan buku-buku bacaan dan buku-buku pelajaran, bantuan
pengadaan komputer, pengadaan peralatan laboratorium bahasa dan
peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan sekolah.
c) Bantuan Sarana dan Prasarana Umum
Kepedulian PT Petrokimia Gresik diwujudkan dengan kegiatan
pemberian bantuan renovasi gedung pendidikan, sarana air bersih, dan sarana
kebersihan lingkungan. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain :
 Bantuan perbaikan dan atau pembuatan ruang sekolah.
 Bantuan pembuatan dan atau perbaikan ruang perpustakaan sekolah.
 Bantuan pembangunan laboratorium bahasa dan musholah untuk
sekolah dasar (SD) yang berada di wilayah usaha perusahaan, seperti
SDN Roomo, SDN Karangturi, SDN Lumpur, SDN Tlogopojok, SDN
Petrokimia Gresik.
 Bantuan pengeboran air bersih untuk kebutuhan rumah tangga sehari-
hari bagi warga masyarakat yang berada di sekitar wilayah usaha
perusahaan, maupun di luar wilayah usaha perusahaan, seperti di
Kabupaten Gresik, Lamongan dan Blitar.
 Bantuan pengeboran air untuk irigasi pertanian di wilayah mitra binaan
kelompok pertanian, yang berfungsi sebagai cadangan air di saat musim
kemarau.
 Bantuan pavingisasi jalan kampung, bantuan tempat sampah, perbaikan
gapura desa, pos kamling, dll.
d) Bantuan Kesehatan Masyarakat
 Bantuan peningkatan kesehatan masyarakat yang berupa pemeriksaan
dan pengobatan umum Program Kampung Sehat untuk warga yang
berada di sekitar wilayah perusahaan, dilakukan secara rutin setiap
bulan.
 Bantuan penanganan terhadap anak-anak penderita gizi buruk di Gresik.

125
 Bantuan khitanan umum yang dilaksanakan setiap tahun
 Bantuan fogging dan pembagian abate untuk warga yang berada di
sekitar wilayah pabrik dalam rangka pemberantasan nyamuk demam
berdarah.
e) Bantuan Sarana Ibadah
 Bantuan perbaikan tempat ibadah.
 Bantuan untuk kegiatan keagamaan.
f) Bantuan Pelestarian Alam
 Pemberian bantuan bibit pohon penghijauan untuk masyarakat di sekitar
wilayah usaha perusahaan dan wilayah Jawa Timur.
 Melakukan penanaman dan pemberian bantuan pohon penghijauan
untuk mendukung program penanaman satu miliar pohon / One Billion
Indonesian Trees (OBIT) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
dalam rangka mengurangi/mengatasi dampak global warming.

Pemberian bantuan lingkungan secara periodik dilakukan evaluasi untuk


memastikan efektivitasnya. Peran masyarakat sekitar perusahaan untuk
memberikan masukan terkait dengan pemberian bantuan menjadi hal yang
penting dalam penyusunan program bantuan lingkungan setiap tahun.
2. Kemitraan
Industri kecil mempunyai peranan yang sangat strategis untuk
meningkatkan pertumbuhan industri secara keseluruhan dalam perekonomian
nasional, karena mencakup hampir seluruh lapangan usaha baik yang ada di desa
maupun di kota.
Dalam hal ini, partisipasi BUMN perlu ditingkatkan untuk
memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi sosial masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya melalui Program Kemitraan dengan Usaha Kecil dalam
rangka untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan, serta
terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja,
kesempatan berusaha, dan pemberdayaan masyarakat.
Pelaksanaan Program Kemitraan di perusahaan berpedoman pada :

126
1) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-20/MBU/2012 tanggal 27
Desember 2012 tentang penghapusan BUMN Peduli.
2) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-09/MBU/07/2015 tanggal 3 Juli
2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha
Milik Negara
3) Perhitungan Kinerja berpedoman pada Surat Keputusan Menteri BUMN
Nomor: Kep- 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan BUMN yang terdiri dari Efektivitas Penyaluran & Kolektibilitas
Pinjaman.
4) SK Direksi Nomor 0259/TU.04.02/30/SK/2015 tanggal 25 September 2015
tentang Pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan PT
Petrokimia Gresik.
Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa usaha kecil merupakan kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil, dan memenuhi kriteria kekayaan paling
banyak Rp 200 juta - tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar.

 Pola-Pola Pembinaan
1) Pola Pembinaan Langsung
 Pola Pembinaan Murni
Pengusaha kecil diberi pinjaman modal untuk biaya modal kerja atau
investasi dalam rangka untuk meningkatkan usahanya.
 Pola Inkubator
Perusahaan memberikan tempat untuk lokasi kerja dan pelatihan,
pembekalan teknik produksi, manajerial dan pemasaran secara intensif
kepada pengusaha kecil pemula agar mampu menciptakan pendapatan
melalui kegiatan produktif selama waktu yang ditentukan.
 Pola Kemitraan
Perusahaan bekerjasama dengan instansi / lembaga / koperasi yang
dapat menampung hasil produksi pengusaha kecil sekaligus sebagai

127
penjamin terhadap pinjaman yang diberikan oleh perusahaan kepada
pengusaha kecil dengan prinsip saling menguntungkan.
2) Pola kerjasama antara BUMN Pembina dengan BUMN Pembina lainnya,
misalnya dengan membentuk konsorsium. Program ini merupakan bentuk
kerjasama yang dilakukan dua atau lebih BUMN dalam melaksanakan
pembinaan terhadap mitra binaan usaha kecil, mikro secara bersama-sama
3) Pola Satuan Kerja, di mana BUMN bekerjasama dengan pihak Pemkab /
Pemkot dengan membentuk Satuan Kerja, dan pihak Pemkab / Pemkot
sekaligus bertidak sebagai affalis.
4) Pola Kerjasama dengan Lembaga Keuangan / Perbankan.
Bentuk kerjasama ini antara lain dengan memanfaatkan dana Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan yang akan dipergunakan oleh pihak
Perbankan untuk menjamin kredit yang akan disalurkan oleh Perbankan.

4.6. Ekonomi Perusahaan

4.6.1. Pemasaran Produk


 Wilayah Pemasaran Produk
Wilayah pemasaran produk PT Petrokimia Gresik sudah mencakup hamper
seluruh wilayah yang ada di Indonesia seperti di daerah Jawa, Bali, Sumatra,
Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Irian Jaya.
Persebaran wilayah pemasaran selengkapnya ada di lampiran.
 Sistem Pemasaran Produk
Sistem pemasaran PT Petrokimia Gresik melalui 2 cara yaitu:
 Untuk daerah yang di cover Gudang Gresik (Tanpa melalui gudang

128
penyangga)

Gambar 4.2. Alur pemasaran PT Petrokimia Gresik tanpa gudang penyangga

 Untuk daerah yang di cover gudang penyangga (melalui gudang


penyangga)

Gambar 4.3. Alur pemasaran PT Petrokimia Gresik gudang penyangga

 Sistem Penyaluran
Produk-produk yang di hasilkan oleh PT Petrokimia Gresik yang berupa
pupuk disalurkan melalui distribusi terorganisir dan tersusun rapih.

129
Gambar 4.4. Diagram Penyaluran Pupuk Kepada Konsumen

Gambar 4.5. Alur Distribusi Pupuk Dari Pabrik Hingga Ke Para Petani

130
BAB V TUGAS KHUSUS

5.1. Pendahuluan

5.1.1. Latar Belakang


Dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Petrokimia
Gresik Departemen Produksi I B. Pada departemen produksi I B ini terdapat
pabrik amonia dan pupuk urea. Pada tugas khusus yang diberikan oleh
pembimbing lapangan, kami diberikan tugas untuk menghitung perpindahan
panas secara konveksi, radiasi, dan konduktivitas termal bahan fiber ceramic
primary reformer (101-B) pada pabrik amonia di departemen produksi I B. Pada
primary reformer 101-B ini berfungsi untuk mereaksikan gas alam dengan steam
untuk menghasilkan Hidrogen dan Karbon Dioksida sebagai hasil samping
sebelum masuk ke secondary reformer. Dalam primary reformer 101-B ini terjadi
proses endotermis dan suhu keluar alat sebeesar 730 °C
Primary reformer adalah alat yang beroperasi pada temperatur tinggi,
digunakan untuk memecah gas hidrokarbon menjadi hydrogen dan bagian- bagian
lain. Pada Unit Produksi IB menggunakan primary reformer 101-B. Gas yang
berasal dari desulfurizer diinjeksikan dengan H2O lalu masuk ke primary
reformer. Pada primary reformer terjadi reaksi yang bertujuan untuk memecah
metana.

5.1.2. Rumusan Masalah


Primary Reforemer 101-B yang terdapat pada Unit Produksi I B PT
Petrokimia Gresik pabrik amonia merupakan salah satu komponen penting dalam
suatu proses karena berfungsi untuk menghasilkan gas H2 dari reaksi antara gas
alam dengan steam, lalu proses berlanjut ke tahapan seconday reformer. Oleh
karena itu, tugas khusus ini akan membahas tentang perpindahan panas secara
konveksi dan radiasi pada Primary Reformer (101-B) serta konduktivitas termal
ceramic fiber di insulasi dinding Primary Reformer (101-B) pada Unit Produksi
Amonia IB.

5.1.3. Tujuan
Tujuan pemberian tugas khusus ini adalah sebagai beriku :

131
1. Untuk mengetahui besar panas konveksi dan radiasi yang dihasilkan dari
Primary Reformer (101-B) ke lingkungan di unit produksi amonia I B.
2. Untuk mengetahui besar konduktivitas termal pada insulasi dinding Primary
Reformer (101-B) di unit produksi amonia I B.
3. Membandingkan antara data desain dengan data aktual di lapangan

5.1.4. Manfaat
Dari analisis kuantitatif terhadap Primary Reformer 101-B pada pabrik
amonia, diharapkan dapat mengetahui nilai panas yang terbuang pada primary
reformer 101-B tersebut dan dapat dijadikan referensi untuk mengoptimalkan
operasi pada Primary Reformer.

5.1.5. Metode Pelaksanaan Tugas Khusus


Pelaksanaan tugas khusus terdiri dari dua metode, yaitu :
1. Metode Pengambilan Data,
Data yang diperlukan dalam evaluasi ini terdiri dari data desain dan data
operasi (data lapangan). Data desain didapat dari PFD Process Design (data
proses) dan Specification Sheet (data peralatan). Data lapangan diperoleh denngan
cara penembakan sinar infrared ke dinding primary reformer 101-B di tanggal 15
Oktober 2019.
2. Studi Pustaka,
Pengambilan dan pengolahan data dari studi literature Primary Reformer
(101-B).

5.2. Tinjauan Pustaka

Perpindahan ka1or dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri
proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran
ka1or, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu
proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan
untuk pengerjaan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada
suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan ja1an pemasukan atau
pengeluaran ka1or. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang
dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan

132
endoterm. Disamping perubahan secara kimia, keadaan ini dapat juga merupakan
pengerjaan secara alami.
Kalor dapat diangkut dengan tiga macam cara yaitu:
1. Pancaran, sering juga dinamakan radiasi.
2. Hantaran, sering juga disebut konduksi.
3. Aliran, sering juga disebut konveksi
Pancaran (Radiasi) ia1ah perpindahan ka1or mela1ui gelombang dari suatu
zat ke zat yang lain. Proses radiasi tidak melibatkan perbedaan suhu. Keterlibatan
suhu hanya terjadi jika terdapat dua permukaan yang mempunyai suhu yang
berbeda. Selanjutnya juga penting untuk diketahui bahwa :
1. Kalor radiasi merambat lurus.
2. Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya zat cair atau gas).
Jika radiasi berlangsung melalui ruang kosong maka ia tidak
ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk energi lain dan juga tidak akan
berbelok dari lintasannya. Tetapi bila terdapat zat pada lintasannya maka radiasi
akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi (dipantulkan), dan absorpsi
(diserap). Hantaran (konduksi) ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat.
Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses
pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan.
Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah.
Aliran (konveksi) ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang
dipanaskan. Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu
fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi
dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan
permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang
utama. Lazimnya, keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat
proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya.
Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling
adalah T2 dengan Tl > T2.

5.2.1. Primary Reformer


Unit primary reformer merupakan alat yang beroperasi pada temperatur
tinggi (600 - 1100°C) dan tekanan 35 kg/cm2 sehingga rentan terhadap kerusakan

133
jika terjadi kesalahan dalam pengoperasian. primary reformer pada pabrik
petrokimia digunakan untuk memecah gas hidrokarbon menjadi hidrogen dan
bagian-bagian lain dari gas hidrokarbon yang lebih rendah. Reaksi di reformer
adalah reaksi katalitik yang memerlukan input panas yang besar. Umpan masuk
primary reformer berupa campuran steam dan gas alam pada temperatur 510°C
masuk ke dalam tube katalis. Campuran steam dan gas alam ini mengalami proses
cracking pada katalis (Nickel Based Catalyst) di dalam tube, sedangkan panas
untuk reaksinya diberikan melalui burner di bagian atas radiant section. Gas
proses dan gas furnace masuk dari bagian atas reformer dan keluar dari bagian
bawah. Proses gas mengalir melalui beberapa baris tube berisi katalis yang
tersusun paralel. Di dalam tube, hidrokarbon dan steam bereaksi untuk
membentuk hidrogen, karbon dioksida dan karbon monoksida (Abdurrakhman,
Sutijan, & Hidayat, 2012).

Gambar 5.1. Primary Reformer desain Kellog.


Sumber : Perry, 1984

Reaksi kesetimbangan reformasi gas alam secara keseluruhan bersifat


endotermis. Di dalam industri, reaksi reformasi gas alam dengan steam
merupakan proses utama untuk memproduksi gas sintesis yang terutama terdiri
dari CO dan H2. Jika gas alam yang dimaksud dalam hal ini direpresentasikan
dengan CH4, maka reaksi-reaksi utama reformasi gas alam dengan steam dapat
dituliskan seperti dalam persamaan-persamaan berikut yang dikenal sebagai
catalytic reforming (Hyman, 1968; Hinderink et al., 1996; Froment dan Bischoff,
1990) :
 𝐶𝐻4 + 𝐻2 𝑂 ↔ 𝐶𝑂 + 3𝐻2 (5.1)
∆𝐻298 𝐾 = +206,2 𝑘𝐽/𝑚𝑜𝑙
 𝐶𝑂 + 𝐻2 𝑂 ↔ 𝐶𝑂2 + 𝐻2 (5.2)

134
∆𝐻298 𝐾 = −41,1 𝑘𝐽/𝑚𝑜𝑙
 𝐶𝐻4 + 2𝐻2 𝑂 ↔ 𝐶𝑂2 + 4𝐻2 (5.3)
∆𝐻298 𝐾 = +165 𝑘𝐽/𝑚𝑜𝑙
Komponen masukan Primary Reformer antara lain :

1. Process Gas
Gas proses digunakan sebagai bahan baku reaksi Steam
Reforming. Komponen dari process gas antara lain: Karbon
dioksida, CH4, C2H6, C3H8, C4H10, C5H12, C6H14, C7H16 Sulfur,
Nitrogen, dan Nitrogen.
2. Fuel Gas
Fuel gas digunakan sebagai bahan baku pembakaran dalam
Primary Reformer untuk menyuplai panas pada reaksi Steam
Reforming. Fuel gas mengandung komponen yang sama dengan
gas proses.
3. Steam
Steam yang digunakan sebagai bahan baku reaksi Steam
Reforming dalam Primary Reformer adalah Medium Pressure
Steam bertekanan 41 bar. Steam tersebut akan dicampur dengan
gas proses, kemudian masuk ke dalam tube katalis agar terjadi
reaksi Steam Reforming setelah kondisi operasi terpenuhi.
4. Purge gas dan Flash Gas
Purge gas maupun flash gas adalah gas hasil daur ulang
setelah digunakan di unit lain. Komponen dari purge gas dan flash
gas antara lain: Gas Nitrogen, gas CH4, gas H2, gas N2.
5. Udara
Udara digunakan sebagai sumber oksigen dalam Steam
Reformer. Oksigen digunakan untuk melangsungkan reaksi
pembakaran fuel gas yang nantinya akan menghasilkan panas.

Sedangkan komponen dari outlet Primary Reformer, antara lain yakni :


1. Reformed Gas
Reformed gas adalah gas produk reaksi Steam Reforming
yang terjadi dalam tube katalis Primary Reformer. Komponen

135
dari reformed gas antara lain gas CO2, gas CO, gas H2, gas N2,
dan gas Ar.
2. Flue Gas
Flue gas adalah gas hasil reaksi pembakaran pada burner
primary reformer, yang nantinya akan dibuang langsung ke
lingkungan. Komponen penyusun flue gas antara lain: CO2,
H2O, O2, dan N2.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat proses Steam
Reforming (pembentukan H2) antara lain, yakni :
 Suhu
Reaksi yang terjadi bersifat endotermis sehingga lebih baik bila
dilakukan pada suhu yang tinggi. Suhu keluar dari Primary
Reformer sekitar 799oC. Dalam pengaturan temperatur reformer,
flow udara dibuat berlebih agar pembakaran fuel berjalan sempurna.
 Tekanan
Secara teori kesetimbangan reaksi pada Azas Le Chatelier (1888),
konversi reaksi akan semakin meningkat pada tekanan yang lebih
rendah karena koefisien produk lebih besar dibanding koefisien
reaktan, sehingga digunakan tekanan rendah.
 Steam per Carbon ratio (S/C)
Dengan bertambahnya S/C rasio yang masuk ke Primary Reformer
maka gas alam yang bereaksi juga akan semakin besar, tetapi
dengan banyaknya gas alam yang bereaksi tidak menguntungkan di
proses Secondary reformer. Proses di Secondary reformer menjadi
terlalu panas sehingga dikhawatirkan reaksi terganggu dan
dikhawatirkan rasio antara nitrogen dengan hidrogen yang
diiinginkan tidak tercapai. S/C rasio yang digunakan di Pabrik I B
sekitar 2,8-3,5.

5.2.2. Bagian – Bagian Primary Reformer


Primary Reformer (101-B) terdiri atas dua bagian utama yaitu Radiant
Section dan Convection Section. Pemanfaatan utama panas hasil pembakaran
adalah untuk memenuhi kebutuhan panas reaksi Steam Reforming, yang

136
dilakukan pada Radiant Section. Sedangkan gas hasil pembakaran pada
Convection Section digunakan sebagai preheating media berbagai arus dan juga
pembangkit steam.

1) Radiant Section
Pada bagian ini terjadi proses Steam Reforming, yaitu semua
hidrokarbon gas proses direaksikan menjadi karbon monoksida, karbon
dioksida, dan hidrogen. Kebutuhan energi reaksi tersebut dipenuhi dari
panas pembakaran yang berpindah dari bagian pembakar ke tube yang
berisi katalis melalui proses radiasi. Pada Radiant Section, burner dalam
primary reformer diposisikan aksial terhadap tube katalis dan tersebar di
beberapa sisi tube agar penyebaran panas lebih merata (side firing).

2) Convection Section
Pada bagian ini, perpindahan panas terjadi secara konveksi.
Convection Section terdiri atas Coil Heat Exchanger yang bertujuan
memanfaatkan panas yang terbawa oleh Flue gas dari main burner.
Pemanfaatan panas pada coil diantaranya adalah :
 Pemanfaatan panas untuk natural gas input unit Desulfurizer
 Pemanfaatan panas untuk natural gas input Primary Reformer
 Pemanfaatan panas untuk superheating steam
 Pemanfaatan panas untuk BFW di Water Drum
 Pemanfaatan panas untuk udara input Secondary Reformer
Penampang primary reformer yang diambil dari PFD dapat dilihat pada
gambar berikut :

137
Gambar 5.2. Skema Primary Reformer Amonia I B

Pada gambar tersebut terlihat bahwa garis merah adalah aliran masuk
menuju bagian tube reformer yang terdiri dari natural gas dan steam. Sedangkan
fuel gas yang berfungsi penyuplai panas untuk kebutuhan reaksi didalam
reformer disuplai dari natural gas dengan aliran berwarna cokelat dan akan
masuk ke bagian shell primary reformer. Seksi radiasi yang menjadi tempat
berlangsungnya reaksi berada pada zona yang dilingkari dengan warna kuning.

5.3. Metodologi

5.3.1. Pengumpulan Data


Data yang digunakan untuk menghitung besar perpindahan panas secara
konveksi dan radiasi serta konduktivitas termal bahan dinding insulasi primary
reformer 101-B adalah data yang diambil pada tanggal 11 – 15 Oktober 2019.
Adapun data tersebut diolah dan dibandingkan dengan kondisi desain.
Pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan perhitungan pada analisa
evaluasi primary reformer 101 - B diperoleh dari data lapangan dan data literatur.
Data studi lapangan diperoleh dengan cara menembakkan sinar infrared ke enam
bagian dinding reformer dengan data yang dibutuhkan berupa data-data
temperatur dinding dan temperatur udara. Pada studi Literatur, data-data yang
diperoleh adalah langkah-langkah perhitungan Primary Reformer dan grafik serta
tabel yang digunakan. Literatur yang digunakan adalah Kern (1965) dan
Geonkoplis (1993).

5.3.2. Metode Analisa


Untuk menghitung besar nilai panas yang hilang dan konduktivitas termal
bahan aktual pada dinding insulasi dilakukan dengan beberapa tahap
penyelesaian. Adapun tahap - tahap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Perhitungan heat transfer secara konveksi pada primary reformer
(Geonkoplis, 1993)

𝑞 = ℎ. 𝐴 (𝑇𝑑 − 𝑇𝑓 ) (5.4)

138
Keterangan:
q : perpindahan panas (W)

h : koefisien perpindahan panas Konveksivitas (W/m2.K)


A : luas permukaan (m2)
Td : Temperatur dinding rata - rata (K)
Tf : Temperatur film (K)

B. Menghitung Nilai Koefisien Perpindahan Panas Secara Konveksi (ASHRAE,


1997)
Untuk memperoleh nilai h dicari dengan menggunakan grafik ASHRAE
Fundamentals Handbook (SI) 1997 sebagai berikut :

Gambar 5.3. Grafik konveksivitas terhadap kecepatan udara (U)

Dari grafik diatas, dapat ditentukan nilai sebagai berikut :

 Mencari berapa nilai kecepatan udara (U) di sekitar primary


reformer (101-B). Diperoleh nilai kecepatan udara (U) sebesar 5
m/s
 Nilai U sebesar 5 m/s ditarik ke atas sampai berpotongan dengan
garis glass; paint kemudian tarik perpotongan tersebut ke kiri
sehingga akan diperoleh nilai konveksivitas (h)
 Diperoleh nilai h sebesar 20 W/m2.K

139
C. Perhitungan heat transfer secara radiasi pada primary reformer (Geonkoplis,
1993)
𝑞 = 𝑠𝑏. 𝑒. 𝐴. 𝑇 4 (5.5)

Keterangan :
q : nilai perpindahan panas (W)

sb : konstanta stefan boltzman (5,676x10-8 W/m2.K4)


e : emisivitas bahan
A : luas permukaan (m2)
T4 : selisih antara nilai Td – Tf (K)

D. Perhitungan konduktivitas termal secara konduksi pada dinding insulasi


primary reformer 101 - B (Geonkoplis, 1993)
(𝑞.∆𝑥)
𝑘 = (𝑞.∆𝑇) (5.6)

Keterangan :
q : perpindahan panas (W)
k : konduktivitas termal bahan dinding (W/m.K)
A : luas penampang (m2)
∆𝑥 : ketabalan bahan (m)
∆𝑇 : selisih temperatur (K)

E. Perhitungan nilai ekonomis


(𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 + 𝑞𝑟𝑎𝑑)𝑥𝑁𝐸 (5.7)
keterangan :
qkonv : perpindahan panas konveksi (W)
qrad : perpindahan panas radiasi (W)
NE : $7 / MBBTU

140
5.4. Hasil dan Pembahasan

5.4.1. Hasil
Tabel 5.1. Hasil perhitungan temperatur tiap sisi primary reformer data desain
Temperat Dinding
ur (C) F.AC B.AC R.BC L.BC T.AB B.AB
1 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
2 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
3 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
4 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
5 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
6 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
7 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
8 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
9 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
Td (C) 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00 82.00
Td (K) 355.00 355.00 355.00 355.00 355.00 355.00

Tabel 5.2. Hasil perhitungan temperatur tiap sisi primary reformer data aktual
Tempera Dinding
tur (C) F.AC B.AC R.BC L.BC T.AB B.AB
1 83.20 91.40 84.00 90.70 66.50 128.00
2 68.00 82.20 90.80 92.70 84.20 121.20
3 93.00 90.10 80.10 97.60 98.40 131.80
4 97.80 95.40 93.30 105.00 75.00 85.10
5 110.60 100.60 90.80 103.70 122.00 59.10
6 123.40 112.30 89.60 113.80 87.10 106.20
7 119.10 104.00 103.50 113.30 70.70 109.50
8 118.10 109.40 95.80 111.50 115.90 103.20
9 116.10 111.40 100.30 112.00 95.00 83.00
Td (C) 103.26 99.64 92.02 104.48 90.53 103.01
Td (K) 376.26 372.64 365.02 377.48 363.53 376.01

141
Tabel 5.3. Perhitungan nilai qkonv, qrad, dan nilai ekonomis pada primary reformer data desain
Perpindahan Panas Konveksi dan Radiasi
h sb ΔT = (Td-
Bagian A (m^2) Tu (K) Td (K) Tf (K) e q conv (W) q rad (W)
(W/m^2.K) (W/m62.K^ Tf)(K)
F.AC 20,000 203,400 302,500 355,000 328,750 0,970 5,68,E-08 26,250 106785,000 5,317
B.AC 20,000 203,400 310,500 355,000 332,750 0,970 5,68,E-08 22,250 90513,000 2,745
R.BC 20,000 175,150 308,000 355,000 331,500 0,970 5,68,E-08 23,500 82320,500 2,941
L.BC 20,000 175,150 308,500 355,000 331,750 0,970 5,68,E-08 23,250 81444,750 2,818
T.AB 20,000 279,000 304,000 355,000 329,500 0,970 5,68,E-08 25,500 142290,000 6,495
B.AB 20,000 279,000 309,000 355,000 332,000 0,970 5,68,E-08 23,000 128340,000 4,299
Jumlah 631693,250 24,614
631717,864 W
Total
51,73223504 MMBTU/day
Nilai Ekonomis 362 /day
Tabel 5.4. Perhitungan nilai qkonv, qrad, dan nilai ekonomis pada primary reformer data aktual
Perpindahan Panas Konveksi dan Radiasi
h sb ΔT = (Td-
Bagian A (m^2) Tu (K) Td (K) Tf (K) e q conv (W) q rad (W)
(W/m^2.K) (W/m62.K^ Tf)(K)
F.AC 20,000 203,400 302,500 377,700 340,100 0,970 5,68,E-08 37,600 152956,800 22,383
B.AC 20,000 203,400 310,500 375,367 342,933 0,970 5,68,E-08 32,433 131938,800 12,392
R.BC 20,000 175,150 308,000 371,067 339,533 0,970 5,68,E-08 31,533 110461,267 9,535
L.BC 20,000 175,150 308,500 366,256 337,378 0,970 5,68,E-08 28,878 101158,856 6,706
T.AB 20,000 279,000 304,000 354,533 329,267 0,970 5,68,E-08 25,267 140988,000 6,261
B.AB 20,000 279,000 309,000 382,722 345,861 0,970 5,68,E-08 36,861 205685,000 28,359
Jumlah 843188,722 85,635
843274,357 W
Total
69,05688397 MMBTU/day
Nilai Ekomomis 487 /day

62
Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Konduktivitas Termal Aktual Bahan

Menentukan nilai Konduktivitas termal dari dinding insulasi


Bagian qcond (W) dx (m) A (m^2) Td (K) k (W/m.K)

F.AC 150018.800 0.205 203.400 376.256 0.17


B.AC 126401.800 0.205 203.400 372.644 0.14
R.BC 99874.422 0.205 175.150 365.022 0.13
L.BC 120814.578 0.205 175.150 377.478 0.16
Rata - rata 124277.400 0.205 189.275 372.850 0.15

 Nilai Ekonomis
Berdasarkan data yang didapatkan, panas proses yang hilang tiap
harinya dapat dihitung secara ekonomis sebagai berikut :
A. N.E = 51,732 MMBTU/day x USD 7 /MMBTU
N.E = USD 362 / day (Desain)
B. N.E = 69,628 MMBTU/day x USD 7 /MMBTU
N.E = USD 487 / day (Aktual)

5.4.2. Pembahasan
Unit primary reformer merupakan alat yang beroperasi pada temperatur
tinggi (600 - 1100°C) dan tekanan 35 kg/cm2. Primary reformer pada pabrik
petrokimia digunakan untuk memecah gas hidrokarbon menjadi hidrogen dan
bagian-bagian lain dari gas hidrokarbon yang lebih rendah.
Keseluruhan kombinasi reaksi adalah reaksi endotermis, dengan panas yang
disuplai oleh fuel gas burner yang terletak antara row (barisan) tube. Furnace
burner dioperasikan dengan down firing (pembakaran mengarah kebawah) dan
menghasilkan gas yang telah ter-reforming pada temperatur 716OC pada outlet
katalis tube. Effluent gas (gas keluaran) mengandung sekitar 28,87% metan kering
yang tidak bereaksi. Pada Primary Reformer, reaksi dibantu oleh katalis Ni
(Nikel) yang berfungsi dalam pemecahan metan.
Gas keluar dari Primary Reformer mempunyai komposisi basis kering
sebagai berikut :

62
Tabel 5.5. Komposisi basis kering keluar dari Primary Reformer.
Komponen %
H2 55,2
N2 0,65
CO 4,46
CO2 10,77
CH4 28,87
Ar 0,01

Pada bagian dalam Unit Primary Reformer dilapisi oleh insulasi ceramic
fiber guna meminimalisir besar panas konveksi dan radiasi yang hilang ke
lingkungan dan meminimalisir besar flue gas (gas hasil pembakaran) yang
merambat ke dinding berdasarkan prinsip konduksi.

Gambar 5.4. Ilustrasi perpindahan panas pada dinding primary reformer

Berdasarkan perhitungan dari primary reformer 101 – B pada unit amonia,


diperoleh nilai total perpindahan panas secara konveksi dan radiasi sebesar
850.251,186 W. Nilai ini jauh lebih besar dari perhitungan desain alat yang hanya
mengkalkulasikan besar total perpindahan panas sebesar 631.717,864 W. Selain
itu, panas proses yang hilang setara dengan 69,6282 MMBTU/hari atau lebih
besar dari data desain alat yang hanya megkalkulasikan sebesar 51,7322
MMBTU/hari.
Berdasarkan data diatas, maka secara ekonomis unit produksi Amonia
mengalami kerugian secara tidak langsung dari hilangnya panas proses ke
lingkungan dari alat primary reformer 101 – B sebesar U$ 487/hari (Rp.

63
6.818.000/hari). Nilai ini lebih besar dari prakiraan desain yang hanya mencapai
U$ 362/hari (Rp. 5.068.000/hari). Akibatnya, kerugian bersih akibat panas proses
yang hilang ke lingkungan adalah U$ 125/hari (Rp. 1.750.000/hari).
Nilai panas proses yang hilang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dalam hal ini, faktor yang paling berpengaruh adalah konduktivitas termal bahan
dinding primary reformer. Bahan insulasi dinding yang digunakan adalah ceramic
fiber dengan ketebalan 0,205 m (PT Petrokimia Gresik, 2015). Dari perhitungan
yang telah dilakukan, nilai konduktivitas termal bahan dinding insulasi mencapai
0,15 W/m.K. Nilai tersebut lebih besar dari desain alat yang dibuat, yakni sebesar
0,11 W/m.K. Besarnya nilai konduktivitas termal bahan berbanding terbalik
dengan perpindahan panas (Hukum Fourier).

5.5. Kesimpulan dan Saran

5.5.1. Kesimpulan
Dari perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan besar panas konveksi dan
radiasi selama proses secara aktual sebesar 69,628 MMBTU/hari atau setara
dengan U$ 487/hari, nilai ini lebih besar dari panas proses secara desain yaitu
sebesar 51,732 MMBTU/hari setara dengan U$ 362/hari. Jika dibandingkan dari
keduanya maka unit produksi amonia mengalami kerugian sebesar U$ 125/hari.
Selain itu, secara perhitungan didapatkan nilai konduktivitas termal bahan sebesar
0,15 W/m.K atau lebih tinggi dari nilai desain sebesar 0,11 W/m.K.

5.5.2. Saran
Untuk mengurangi besasrnya panas yang terbuang dari primary reformer ke
lingkungan, unit produksi amonia harus melakukan evaluasi terhadap alat
tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan evaluasi
terhadap bahan dinding insulasi ceramic fiber. Kami menyarankan untuk
menambahkan ketebalan bahan dinding insulasi sebesar 0,066 m untuk
mengurangi nilai temperatur pada dinding sampai dengan 80 derajat celcius.

64
BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Setelah mengamati dan mempelajari proses produksi yang terjadi di PT
Petrokimia Gresik, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. PT Petrokimia Gresik merupakan sebuah BUMN yang bergerak dalam bidang
produksi pupuk, bahan kimia, jasa engineering, dan jasa – jasa yang lain.
2. PT Petrokimia Gresik mempunyai lokasi strategis, lahan yang luas, dan
didukung oleh sarana transportrasi yang memadai sehingga memungkinkan
pengembangan industry dimassa depan.
3. Pabrik Amonia Unit I B di PT Petrokimia Gresik memiliki kapasitas produksi
660.000 ton/tahun.
4. Pabrik Amonia menggunakan beberapa tahapan proses seperti proses Sulphur
Handling, Reformer, CO Shift Converter, CO2 Absorber, CO2 Stripper,
Methanator, Ammonia Converter, dan Refrigeration.
5. Utilitas yang digunakan di pabrik Amonia meliputi air proses, steam, listrik
dan instrument air.
6. Pabrik Amonia memiliki laboratorium terpadu yang bertugas untuk
menunjang kelancaran proses produksi, menjaga mutu produk dan
pengendalian pencemaran lingkungan.

6.2. Saran
Demi peningkatan penyelenggaraan kerja praktek di masa yang akan datang
berikut ini beberapa saran atau masukan dari penyusun agar kerja praktek dapat
berjalan dengan efektif :
1. Sebaiknya dalam pengaturan jadwal kegiatan harian disesuaikan dengan
waktu yang dibutuhkan pada masing – masing bagian, sehingga apabila ada
130 hari yang bisa dipadatkan maka sisa waktu yang ada dapat dimanfaatkan
dengan menambah bagian untuk plant tour, dengan demikian para peserta
kerja praktek dapat mempelajari lebih banyak bagian dari pabrik.

65
2. Sebaiknya peserta kerja praktek dapat berinteraksi langsung dalam suasana
dunia kerja dan kejasama dalam suasana dunia kerja dan kerjasama dalam
menangani dan memecahkan suatu problem industri.

66
DAFTAR PUSTAKA

Dreveton, A. 2012. Manufacture of Aluminium Fluoride of High Density and


Anhydrous Hydrofluoric Acid from Fluosilicic Acid. 1st International
Symposium on Innovation and Technology in the Phospate Industry.
2011. Geneva, Switzerland. Hal 255-265.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius : Yogyakarta.
Kern, D. Q. 1965. Process Heat Transfer. McGraw Hill Book Company, Inc. New
York.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1969. Encyclopedia of Chemical Technology, 2nd
edition, Vol. 4. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1983. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th
edition, Vol. 4. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd
edition, Vol. 1. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1996. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th
edition, Vol. 17. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1998. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th
edition, Vol. 7. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kusnarjo. 2010. Ekonomi Teknik. Surabaya : ITS
Lebo, Y.M.V., Gusnawati., Jasron, J. 2015. Analisa Unjuk Kerja Alat Penukar
Kalor Tipe Shell and Tube Untuk Pendinginan Minyak Pelumas Pasa
Sistem Penggerak Induced Draft Fan. Lontar Jurnal Teknik Mesin
Undana, 2(2).
Malau, Juhari dan Tekad Sitepu. 2012. Analisa Pressure Drop pada Sistem
Perpipaan Fuel Oil Boiler pada PT. PLN Pembangkit Sumatera
Bagian Utara Sicanang-Belawan dengan Menggunakan Pipe Flow
Expert. Jurnal e-Dinamis Vol. 3 No. 3 Desember 2012.
Moersidi, S. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Bogor :
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

157
Perry, R. H., and Green, D. W. 1984. Perry’s Chemical Engineers Hand Book, 6th
edition. Mc. Graw Hill Co., International Student edition, Kogakusha,
Tokyo.
Petrokimia Gresik. 2012. Bahan Kimia. http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Bahan.Kimia. Di akses pada tanggal tanggal 15
September 2018.
Petrokimia Gresik. 2012. Kapasitas Produksi. http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Kapasitas.Produksi. Di akses pada tanggal tanggal 15
September 2018.
Putri, Herdyana Yanunda. 2017. Evaluasi Kinerja Turbine Condenser E-2302
Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Turn Around 2016. Konversi,
Volume 6 No. 1, April 2017
Sari, Rr. Sri Poernomo dan Muhammad Haikal. 2011. Friction Coefficient of TiO2
and Al2O3 Solution in Pipes. Prosiding Konferensi Nasional Engineering
Perhotelan, II-2011.
Sciencelab. 2013. Belerang. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=
9925685. Di akses pada tanggal 15 September 2018.
Setyoko, B. 2008. Evaluasi Kinerja Heat Exchanger Dengan Metode Fouling
Factor. Jurnal Teknik, Vol. 19 No. 2, ISSN
Shreve, R.N. 1967. Chemical Process Industries, 3rd edition. Mc Graw Hill Book
Company, New York.
Supriatna, S., dan Arifin, M. 1997. Bahan Galian Industri. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Material. Bandung.
Suyamto, Ischaq, M., dan Soeleman. 2005. Analisis dan Perhitungan Beban
Sistem Pendingin Tipe Plat (PHE) Reaktor Kartini Pada Daya 250 kW.
P3TM – BATAN, Yogyakarta
Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro,
Edisi V. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.
Widianto, Eri. 2017. Identifikasi Struktur Kristal dan Morfologi Endapan Kalsium
Karbonat (CaCO3) pada Pipa Tembaga. Barometer Vol. 2 No 2 Juli 2017
hal 60-63.
Wismadi, T. 2001. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan Tipis Copper Oxide
(CuO) Sebagai Sensor Gas. Skripsi, Program S-1 Fisika. Bogor : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Yadav, B. C., Yadav, A., Shukla, T., and Singh, S. 2011. Solid-state Titania-based
Gas Sensor for Liquefied Petroleum Gas Detection at Room Temperature.
Elsevier Limited, Bull. Mater. Sci., Vol. 34, No. 7, hal. 1639-1644.

158
159
LAMPIRAN

Lampiran 1. Process Flow Diagram Asam Sulfat (H2SO4)

160
Lampiran 2. Process Flow Diagram Asam Fosfat (H3PO4)

161
162
163
Lampiran 3. Process Flow Diagram Aluminium Florida (AlF3)

Lampiran 4. Process Flow Diagram Purrified Gypsum

164
Lampiran 5. Neraca Panas Heat Exchanger Data Design
 Data Pengamatan
DATA HEAT EXCHANGER (DESIGN)
///////////////////// Data Data
Shell Konversi Tube Konversi
//////////////
Constant Specific 0,378 Btu/lb. /////////////////// 0,97 Btu/lb. ///////////////////
O O
Heat (Cp) F ////////////// F //////////////
Inside Diameter 37,0 in 3,08333 ft 0,639 in 0,05325 ft
Ekivalen (D1)
Outside Diameter 0,99 in 0,08250 ft 0,902 in 0,07517 ft
Ekivalen (D2)
Flow Area /////////////////// /////////////////// 14,400 in 1,2 ft
/////////////// //////////////
Flow Rate 1.557.034 3.432.672,37 2.354.936 5.191.745,17
kg/h 9 lb/h kg/h 9 lb/h
Inside Diameter 37 in 3,08333 ft 0,639 in 0,05325 ft
(ID)
Inside Diameter 279 in 23,25 ft /////////////////// ///////////////////
Baffle (ID B) ////////////// //////////////
Lenght (L) /////////////////// /////////////////// 7.315 mm 23,99934 ft
/////////////// //////////////
Minimal /////////////////// /////////////////// 1,2 mm 0,00394 ft
Thickness /////////////// //////////////
Operating 440 kPa 63,81660 psi 450 kPa 65,22698 psi
Pressure
Outside Diameter 0,748 in 0,06233 ft 1 in 0,08333 ft
(OD)
Pitch Tube /////////////////// /////////////////// 2 in 0,16667 ft
/////////////// //////////////
Pressure Drop 100 kPa 14,50377 psi 50 kPa 7,25189 psi
Allowable
Specific Gravity 1,84 /////////////////// 1 ///////////////////
(Sg) ////////////// //////////////
Surface per Shell 251 m2 2.701,742 ft2 /////////////////// ///////////////////
////////////// //////////////
Temperature in 98 OC 208,4 OF 31 OC 87,8 OF
Temperature out 60 OC 140 OF 40 OC 104 OF

169
 Perhitungan

A. Neraca Panas
Nilai Cp Asam Sulfat pada suhu 174,2 oF dari FiG. 2 (Kern, 1965) adalah
0,378 Btu/lb.oF dan nilai CCooling Water pada suhu 95,9 oF dari Fig. 2 (Kern, 1965)
adalah 0,97 Btu/lb.oF maka Q :
Untuk Qshell :
𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 𝑊𝑠 𝑥 𝐶𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 (𝑇1 𝑥 𝑇2 )

𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 3.432.672,379 𝑙𝑏⁄ℎ 𝑥 0,378 𝐵𝑡𝑢⁄𝑙𝑏. ℉ 𝑥 (208,4 − 140)℉

𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 88.566.336,05 𝐵𝑡𝑢


Untuk Qtube :
𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 𝑊𝑡 𝑥 𝐶𝐶𝑜𝑜𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑥 (𝑡2 𝑥 𝑡1 )

𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 5.191.745,179 𝑙𝑏⁄ℎ 𝑥 0,97 𝐵𝑡𝑢⁄𝑙𝑏. ℉ 𝑥 (104 − 87,8)℉

𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 81.412021,47 𝐵𝑡𝑢


Untuk Heat Loss :
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑆ℎ𝑒𝑙𝑙 (𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 ) − 𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 (𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 )
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 88.566.336,05 𝐵𝑡𝑢 − 81.412021,47 𝐵𝑡𝑢
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 7.154.314,58 𝐵𝑡𝑢
B. Long Mean Temperature Difference (LMTD)
Temperature Kaloric
∆t c (T2 − t1 ) (140 ℉ − 87,8 ℉)
= =
∆Tc (T1 − t 2 ) (208,4 ℉ − 104 ℉)
∆t c (52,2 ℉)
= ⇒ 0,5
∆Tc (104,4 ℉)

Shell Tube
LMTD
H2SO4 98,5% Cooling Water
208,4 oF (T1) suhu tinggi (t2) 104,0 oF
140,0 oF (T2) suhu rendah (t1) 87,8 oF
174,2 oF Mean 95,9 oF
68,4 oF Selisih 16,2 oF

170
Long Mean Temperature Difference (LMTD)
(T1 − t 2 ) − (T2 − t 2 )
LMTD =
(T − t 2 )
ln 1
(T2 − t 2 )
(208,4 − 104)℉ − (140 − 87,8)℉
LMTD =
(208,4 − 104)℉
ln
(140 − 87,8)℉
(104,4)℉ − (52,2)℉
LMTD = ⇒ LMTD = 75,30868 ℉
ln 2

Desain overall coefficient


Qs 86. .404.483 Btu
Ud = = = 394,683 Btu/ft 2 . ℉
A x LMTD 2.979,7119 ft 2 x 75,30868 ℉

Pembanding Daya Tampung Kalor Fluida Dingin dan Panas (R)


(T1 − T2 )
R=
(t1 − t 2 )
(208,4 − 140) ℉
R=
(104 − 87,8) ℉
R = 4,22
Efisiensi Temperatur (S)
(t1 − t 2 )
S =
(T1 − t1 )
(104 − 87,8) ℉
S =
(208,4 − 104) ℉
S = 0,155

Faktor Koreksi Temperatur (FT)


Data Temperature Difference Factor (FT) dari fig. 18 diperoleh yaitu FT =
0,99, maka :
∆t = FT x LMTD
∆t = 0,99 x 75,30868 ℉
∆t = 74,56℉
C. Tc dan tc temperatur rata – rata dari asam sulfat (hot fluid) dan cooling
water (cold fluid Tc = 174,2 oF ; tc = 95,9 oF)

171
Berdasarkan tabel 9 (Kern, 1965) dengan jumlah tube 574 didapat ODtube
= 1 𝑖𝑛 atau 0,08333 ft; 1 1⁄4 in square pitch diperoleh dengan IDshell = 37 in
atau 3,08333 ft dan asumsi Jarak Baffle (ID) = 37 in atau 3,08333 ft.
Pada tabel 10 (Kern, 1965) diperoleh ODTube = 1 𝑖𝑛 atau 0,08333 ft;
Thickness ± 0,049 in didapat ID = 0,639 in atau 0,05325 ft.
a. Surface per lin ft outside, a” inside = 0,1963
b. Surface per lin ft outside, a” outside = 0,1707
Untuk Clearance (C’)
C′ = Tube Pitch − ODShell
C′ = 1 in − 0,748031496 in
C′ = 0,251968504 in

Hot Fluid : Shell Side (H2SO4) Cold Fluid : Tube Side (Cooling Water)

Cross Flow Area Cross Flow Area


𝐈𝐃 𝐱 𝐂′ 𝐱 𝐈𝐃𝐁𝐚𝐟𝐟𝐥𝐞 𝐍𝐓 𝐱 𝐚𝐭 ′
𝐚𝐬 = 𝐚𝐭 =
𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝐏𝐭 𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝐧
𝟑𝟕 𝐢𝐧 𝐱 𝟎, 𝟐𝟓𝟏𝟗𝟕 𝐢𝐧 𝐱 𝟐𝟕𝟔 𝐢𝐧 𝟓𝟕𝟒 𝐱 𝟎, 𝟔𝟑𝟗 𝐢𝐧𝟐
𝐚𝐬 = 𝐚𝐭 =
𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝟏 𝐢𝐧 𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝟏
𝐚𝐬 = 𝟐, 𝟑𝟗𝟓𝟒𝟓 𝐟𝐭 𝟐 𝐚𝐭 = 𝟐, 𝟓𝟒𝟕𝟏 𝐟𝐭 𝟐

Mass Velocity Mass Velocity


𝐖 𝐖
𝐆𝐬 = 𝐆𝐭 =
𝐚𝐬 𝐚𝐭
𝟑. 𝟒𝟑𝟐. 𝟔𝟕𝟐, 𝟑𝟕𝟗 𝐥𝐛⁄𝐡 𝟓. 𝟏𝟗𝟏. 𝟕𝟒𝟓, 𝟏𝟕𝟗 𝐥𝐛⁄𝐡
𝐆𝐬 = 𝐆𝐭 =
𝟐, 𝟑𝟗𝟓𝟒𝟓 𝐟𝐭 𝟐 𝟐, 𝟓𝟒𝟕𝟏 𝐟𝐭 𝟐
𝐆𝐬 = 𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 𝐥𝐛⁄ 𝐆𝐭 = 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗 𝐥𝐛⁄
𝐡. 𝐟𝐭 𝟐 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐

Viscocity 𝐆𝐭
𝐕= = 𝟗, 𝟎𝟒
𝟑. 𝟔𝟎𝟎 𝐱 𝟔𝟐, 𝟓
𝐓𝟏 + 𝐓𝟐
𝐓𝐚 =
𝟐
𝟐𝟎𝟖, 𝟒 ℉ + 𝟏𝟒𝟎 ℉ Viscocity
𝐓𝐚 =
𝟐 𝐭𝟏 + 𝐭𝟐
𝐓𝐚 = 𝟏𝟕𝟒, 𝟐 ℉ 𝐓𝐚 =
𝟐
𝟖𝟕, 𝟖 ℉ + 𝟏𝟎𝟒 ℉
𝐓𝐚 =
𝛍 = 𝟒, 𝟐𝟖 𝐜𝐩 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 (𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)] 𝟐
𝐓𝐚 = 𝟗𝟓, 𝟗 ℉
𝛍 = 𝟒, 𝟐𝟖 𝐱 𝟐, 𝟒𝟐
𝛍 = 𝟏𝟎, 𝟑𝟓𝟖 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝛍 = 𝟎, 𝟕𝟖 𝐜𝐩 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 (𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)]
𝛍 = 𝟎, 𝟕𝟖 𝐱 𝟐, 𝟒𝟐
Reynold Shell
𝛍 = 𝟏, 𝟖𝟕𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
De, For ODTube 1 in, 𝟏 𝟏⁄𝟒 in square (FiG 28. Kern)
𝐃𝟐 = 𝟎, 𝟗𝟗 𝐢𝐧 ⇒ 𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭

173
𝐃𝐞 𝐱 𝐆𝐬 Reynold Tube
𝐑𝐞𝐬 =
𝛍
De, For ODTube 1 in, 𝟏 𝟏⁄𝟒 in square (FiG 28. Kern)
𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭 𝐱 𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 𝐥𝐛⁄
𝐑𝐞𝐬 = 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐 𝐃𝟐 = 𝟎, 𝟗𝟎𝟐 𝐢𝐧 ⇒ 𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟐 𝐟𝐭
𝟏𝟎, 𝟑𝟓𝟖 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝐃𝐞 𝐱 𝐆𝐭
𝐑𝐞𝐭 =
𝐑𝐞𝐬 = 𝟏𝟏. 𝟑𝟗𝟎, 𝟏𝟐𝟐 𝛍
𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟐 𝐟𝐭 𝐱 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗 𝐥𝐛⁄
𝐑𝐞𝐭 = 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
Koefisien Perpindahan Panas Outside 𝐥𝐛
𝟏, 𝟖𝟕𝟔 ⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐬 = 𝟏𝟏. 𝟑𝟗𝟎, 𝟏𝟐𝟐 𝐑𝐞𝐭 = 𝟖𝟎. 𝟗𝟗𝟔, 𝟔𝟏𝟐
𝐣𝐇 = 𝟐𝟐𝟎 (𝐅𝐢𝐆. 𝟐𝟖 𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)
𝐤 = 𝟎, 𝟐𝟏 (𝐓𝐚𝐛𝐥𝐞 𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)
Koefisien Perpindahan Panas Inside
𝐡𝐢 = 𝟏. 𝟕𝟒𝟖 𝐁𝐭𝐮⁄ [Table 25, Kern]
𝟏⁄ 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝟎, 𝟑𝟕𝟖 𝐁𝐭𝐮⁄𝐥𝐛. ℉ 𝐱 𝟏𝟎, 𝟑𝟓𝟖 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝟑
𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑 𝐎𝐃
( ) = ( ) 𝐡𝐢𝐨 = 𝐡𝐢 𝐱
𝐤 𝟎, 𝟐𝟏 𝐁𝐭𝐮⁄𝐟𝐭. 𝐡. ℉ 𝐈𝐃
𝟏 𝐢𝐧
𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑 𝐡𝐢𝐨 = 𝟏. 𝟕𝟒𝟖 𝐱
( ) = 𝟐, 𝟔𝟓𝟏𝟔 𝟎, 𝟗𝟎𝟐 𝐢𝐧
𝐤
𝐡𝐢𝐨 = 𝟏. 𝟓𝟕𝟔, 𝟔𝟗𝟔 𝐁𝐭𝐮⁄
𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝛍
𝐤 𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑 ∅𝐭 = ⁄𝛍𝐰 = 𝟏, 𝟎𝟎𝟕𝟑𝟗
𝐡𝐨 = 𝐣𝐇 𝐱 𝐱 ( ) 𝐱 ∅𝐬
𝐃𝐞 𝐤
Untuk 𝛍𝐰 ∶
𝟎, 𝟐𝟏
𝐡𝐨 = 𝟐𝟐𝟎 𝐱 𝐱 𝟐, 𝟔𝟓𝟏𝟔 𝐱 ∅𝐬 𝐡𝐨
𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭 𝐓𝐰 = 𝐭 𝐜 + 𝐱 (𝐓𝐜 − 𝐭 𝐜 )
𝐡𝐨 + 𝐡𝐢𝐨
𝐡𝐨
= 𝟏. 𝟒𝟖𝟒, 𝟗𝟎𝟒 ⇒ 𝐡𝐨 = 𝟏. 𝟑𝟏𝟖, 𝟓𝟔 𝐁𝐭𝐮⁄ 𝟏. 𝟒𝟖𝟒, 𝟗𝟎𝟒
∅𝐬 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐 𝐓𝐰 = 𝟗𝟓, 𝟓 + 𝐱 (𝟏𝟕𝟒, 𝟐 − 𝟗𝟓, 𝟗)
𝟏. 𝟒𝟖𝟒, 𝟗𝟎𝟒 + 𝟏. 𝟓𝟕𝟔, 𝟔𝟗𝟔
𝛍
∅𝐬 = ⁄𝛍𝐰 = 𝟎, 𝟖𝟖𝟕𝟗 𝐓𝐰 = 𝟏𝟑𝟑, 𝟖𝟕𝟔 ℉
Untuk 𝛍𝐰 ∶ 𝛍𝐰 = 𝟎, 𝟕𝟒 𝐜𝐏 = 𝟏, 𝟕𝟗𝟎𝟖 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧]
𝐡𝐨
𝐓𝐰 = 𝐭 𝐜 + 𝐱 (𝐓𝐜 − 𝐭 𝐜 )
𝐡𝐨 + 𝐡𝐢𝐨
𝟏. 𝟒𝟖𝟒, 𝟗𝟎𝟒 Pressure Drop
𝐓𝐰 = 𝟗𝟓, 𝟓 + 𝐱 (𝟏𝟕𝟒, 𝟐 𝐋
𝟏. 𝟒𝟖𝟒, 𝟗𝟎𝟒 + 𝟏. 𝟓𝟕𝟔, 𝟔𝟗𝟔
𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐭 = 𝟖𝟎. 𝟗𝟗𝟔, 𝟔𝟏𝟐𝐱 𝟒
− 𝟗𝟓, 𝟗) 𝐁
𝐃𝐞 = 𝐃𝐞𝐭𝐮𝐛𝐞 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟒𝟑𝟑 𝐟𝐭
𝐓𝐰 = 𝟏𝟑𝟑, 𝟖𝟕𝟔 ℉
For Cooling Water
𝛍𝐰 = 𝟏𝟎 𝐜𝐏 = 𝟐𝟒, 𝟐 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧]
S = 1 (Table 6, Kern, 1965)
𝟐
f = 0,00028 𝐟𝐭 ⁄ 𝟐 (FiG. 29, Kern, 1965)
𝐢𝐧

Pressure Drop 𝐟 𝐱 𝐆𝐭 𝟐 𝐱 𝐋 𝐱 𝐧
∆𝐏𝐭 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝐃𝐞 𝐱 𝐬 𝐱 ∅𝐭
𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐬 = 𝟏𝟏. 𝟑𝟗𝟎, 𝟏𝟐𝟐
𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟐𝟖 𝐱 ( 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗)𝟐 𝐱 𝟐𝟑, 𝟗𝟗𝟑 𝐱 𝟏
𝐋 ∆𝐏𝐭 =
𝐍 + 𝟏 = 𝟏𝟐 𝐱 𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟏𝟕 𝐱 𝟏 𝐱 𝟏, 𝟎𝟎𝟕𝟑𝟗
𝐁
23,944 ft ∆𝐏𝐭 = 𝟕, 𝟎𝟑𝟏𝟓𝟖 𝐩𝐬𝐢
N+1 =12 x ⇒ 7,2874
39,429 ft
𝐃𝐞 = 𝐃𝐞𝟏 = 𝟑𝟕 𝐢𝐧 = 𝟑, 𝟎𝟖𝟑𝟑 𝐟𝐭 𝐕 𝟐⁄ ′ = 𝟎, 𝟎𝟑𝟓 [𝐅𝐢𝐆. 𝟐𝟕, 𝐊𝐞𝐫𝐧 (𝟏𝟗𝟔𝟓)]
𝟐𝐠
For Sulphuric Acid 98,5% 𝟐
∆𝐏𝐫 = 𝟒𝐧⁄𝐬 𝐱 𝐕 ⁄𝟐𝐠 ′ = 𝟒 𝐱 𝟏⁄𝟏 𝐱 𝟎, 𝟎𝟑𝟓 = 𝟎, 𝟏𝟒 𝐩𝐬𝐢
S = 1,84 (Table 6, Kern, 1965)
𝟐
f = 0,00205 𝐟𝐭 ⁄ 𝟐 (FiG. 29, Kern, 1965)
𝐢𝐧
∆𝐏𝐓 = ∆𝐏𝐫 𝐱 ∆𝐏𝐭 = 𝟕, 𝟏𝟕𝟏𝟓𝟖 𝐩𝐬𝐢 ⇒ 𝟒𝟗, 𝟒𝟒𝟖𝟎𝟏 𝐤𝐏𝐚
𝐟 𝐱 𝐆𝐬 𝟐 𝐱 𝐃𝟏 𝐱 (𝐍 + 𝟏)
∆𝐏𝐬 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝐃𝟐 𝐱 𝐬 𝐱 ∅𝐬
𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟎𝟓 𝐱 (𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 )𝟐 𝐱 𝟑, 𝟎𝟖𝟑𝟑𝟑 𝐱 7,2874
∆𝐏𝐬 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐱 𝟏, 𝟖𝟒 𝐱 𝟎, 𝟖𝟖𝟕𝟗
∆𝐏𝐬 = 𝟏𝟑, 𝟑𝟖𝟕 𝐩𝐬𝐢 ⇒ 𝟗𝟐, 𝟑𝟎𝟏 𝐤𝐏𝐚

174
Clean overall coefficient
hio x ho 1.318,56 x 1.576,696
Uc = = = 718,0609
hio + ho 1.318,56 + 1.576,696

Dirt fouling factor


Uc − Ud 718,0609 − 394,683
Rd = = = 0,001141
Uc x Ud 718,0609 x 394,683

175
Lampiran 6. Neraca Panas Heat Exchanger Data Actual
 Data Pengamatan
DATA HEAT EXCHANGER (ACTUAL)
///////////////////// Data Data
Shell Konversi Tube Konversi
//////////////
Constant Specific 0,378 Btu/lb. /////////////////// 0,97 Btu/lb. ///////////////////
O O
Heat (Cp) F ////////////// F //////////////
Inside Diameter 37,0 in 3,08333 ft 0,639 in 0,05325 ft
Ekivalen (D1)
Outside Diameter 0,99 in 0,08250 ft 0,902 in 0,07517 ft
Ekivalen (D2)
Flow Area /////////////////// /////////////////// 14,400 in 1,2 ft
/////////////// //////////////
Flow Rate 1.557.034 3.432.672,37 2.354.936 5.191.745,17
kg/h 9 lb/h kg/h 9 lb/h
Inside Diameter 37 in 3,08333 ft 0,639 in 0,05325 ft
(ID)
Inside Diameter 279 in 23,25 ft /////////////////// ///////////////////
Baffle (ID B) ////////////// //////////////
Lenght (L) /////////////////// /////////////////// 7.315 mm 23,99934 ft
/////////////// //////////////
Minimal /////////////////// /////////////////// 1,2 mm 0,00394 ft
Thickness /////////////// //////////////
Operating 440 kPa 63,81660 psi 450 kPa 65,22698 psi
Pressure
Outside Diameter 0,748 in 0,06233 ft 1 in 0,08333 ft
(OD)
Pitch Tube /////////////////// /////////////////// 2 in 0,16667 ft
/////////////// //////////////
Pressure Drop 100 kPa 14,50377 psi 50 kPa 7,25189 psi
Allowable
Specific Gravity 1,84 /////////////////// 1 ///////////////////
(Sg) ////////////// //////////////
2 2
Surface per Shell 251 m 2.701,742 ft /////////////////// ///////////////////
////////////// //////////////
O O O
Temperature in 96 C 204,8 F 33 C 91,4 OF
Temperature out 60 OC 140 OF 38 OC 100,4 OF

175
 Perhitungan

A. Neraca Panas
Untuk Qshell :
𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 𝑊𝑠 𝑥 𝐶𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 (𝑇1 − 𝑇2 )

𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 3.432.672,379 𝑙𝑏⁄ℎ 𝑥 0,378 𝐵𝑡𝑢⁄𝑙𝑏. ℉ 𝑥 (204,8 − 140)℉

𝑄𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 = 83.904.949,94 𝐵𝑡𝑢


Untuk Qtube :
𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 𝑊𝑡 𝑥 𝐶𝐶𝑜𝑜𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑥 (𝑡2 − 𝑡1 )

𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 5.191.745,179 𝑙𝑏⁄ℎ 𝑥 0,97 𝐵𝑡𝑢⁄𝑙𝑏. ℉ 𝑥 (100,4 − 91,4)℉

𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 = 45.228.900,82 𝐵𝑡𝑢


Untuk Heat Loss :
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑆ℎ𝑒𝑙𝑙 (𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 ) − 𝑄𝑡𝑢𝑏𝑒 (𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 )
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 83.904.949,94 𝐵𝑡𝑢 − 45.228.900,82 𝐵𝑡𝑢
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 38.676.048,13 𝐵𝑡𝑢
Long Mean Temperature Difference (LMTD)
Temperature Kaloric
∆t c (T2 − t1 )
=
∆Tc (T1 − t 2 )
∆t c (140 ℉ − 91,4 ℉)
=
∆Tc (204,8 ℉ − 100,4 ℉)
∆t c
= 0,4655
∆Tc

Shell Tube
LMTD
H2SO4 98,5% Cooling Water
204,8 oF (T1) suhu tinggi (t1) 91,4 oF
140 oF (T2) suhu rendah (t2) 100,4 oF
172,4 oF Mean 95,9 oF
64,8 oF Selisih 9 oF

176
B. Long Mean Temperature Difference (LMTD)
(T1 − t 2 ) − (T2 − t1 )
LMTD =
(T − t 2 )
ln 1
(T2 − t1 )
(204,8 ℉ − 100,4 ℉) − (140 ℉ − 91,4 ℉)
LMTD =
(204,8 ℉ − 100,4 ℉)
ln
(140 ℉ − 91,4 ℉)
LMTD = 72,9787 ℉

Desain overall coefficient


𝑄𝑠 83.904.949,94 𝐵𝑡𝑢
𝑈𝑑 = = = 385,063 𝐵𝑡𝑢/𝑓𝑡 2 . ℉
𝐴 𝑥 𝐿𝑀𝑇𝐷 2.985,7906 𝑓𝑡 2 𝑥 72,9787 ℉

Pembanding Daya Tampung Kalor Fluida Dingin dan Panas (R)


(T1 − T2 )
R=
(t 2 − t1 )
(204,8 − 140) ℉
R=
(100,4 − 91,4) ℉
R = 7,2
Efisiensi Temperatur (S) jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
(t 2 − t1 )
S =
(T1 − t1 )
(100,4 − 91,4) ℉
S =
(204,8 − 91,4) ℉
S = 0,079
Faktor Koreksi Temperatur (FT)
Data Temperature Difference Factor (FT) dari fig. 18 diperoleh yaitu
FT = 0,97, maka :
∆t = FT x LMTD
∆t = 0,97 x 72,9787,5 ℉
∆t = 70,78938 ℉

177
C. Tc dan tc temperatur rata – rata dari asam sulfat (hot fluid) dan cooling
water (cold fluid Tc = 174,2 oF ; tc = 95,9 oF)
Berdasarkan tabel 9 (Kern, 1965) dengan jumlah tube 574 didapat ODtube
= 1 𝑖𝑛 atau 0,08333 ft; 1 1⁄4 in square pitch diperoleh dengan IDshell = 37 in
atau 3,08333 ft dan asumsi Jarak Baffle (ID) = 37 in atau 3,08333 ft.
Pada tabel 10 (Kern, 1965) diperoleh ODTube = 1 𝑖𝑛 atau 0,08333 ft;
Thickness ± 0,049 in didapat ID = 0,639 in atau 0,05325 ft.
a. Surface per lin ft outside, a” inside = 0,1963
b. Surface per lin ft outside, a” outside = 0,1707
Untuk Clearance (C’)
C′ = Tube Pitch − ODShell
C′ = 1 in − 0,748031496 in
C′ = 0,251968504 in

Hot Fluid : Shell Side (H2SO4) Cold Fluid : Tube Side (Cooling Water)

Cross Flow Area Cross Flow Area



𝐈𝐃 𝐱 𝐂 𝐱 𝐈𝐃𝐁𝐚𝐟𝐟𝐥𝐞 𝐍𝐓 𝐱 𝐚𝐭 ′
𝐚𝐬 = 𝐚𝐭 =
𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝐏𝐭 𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝐧
𝟑𝟕 𝐢𝐧 𝐱 𝟎, 𝟐𝟓𝟏𝟗𝟕 𝐢𝐧 𝐱 𝟑𝟕 𝐢𝐧 𝟓𝟕𝟒 𝐱 𝟎, 𝟔𝟑𝟗 𝐢𝐧𝟐
𝐚𝐬 = 𝐚𝐭 =
𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝟏 𝐢𝐧 𝟏𝟒𝟒 𝐱 𝟏
𝐚𝐬 = 𝟐, 𝟑𝟗𝟓𝟒𝟓 𝐟𝐭 𝟐 𝐚𝐭 = 𝟐, 𝟓𝟒𝟕𝟏 𝐟𝐭 𝟐

Mass Velocity Mass Velocity


𝐖 𝐖
𝐆𝐬 = 𝐆𝐭 =
𝐚𝐬 𝐚𝐭
𝟑. 𝟒𝟑𝟐. 𝟔𝟕𝟐, 𝟑𝟕𝟗 𝐥𝐛⁄𝐡 𝟓. 𝟏𝟗𝟏. 𝟕𝟒𝟓, 𝟏𝟕𝟗 𝐥𝐛⁄𝐡
𝐆𝐬 = 𝐆𝐭 =
𝟐, 𝟑𝟗𝟓𝟒𝟓 𝐟𝐭 𝟐 𝟐, 𝟓𝟒𝟕𝟏 𝐟𝐭 𝟐
𝐆𝐬 = 𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 𝐥𝐛⁄ 𝐆𝐭 = 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗 𝐥𝐛⁄
𝐡. 𝐟𝐭 𝟐 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐

Viscocity 𝐆𝐭
𝐕= = 𝟗, 𝟎𝟒
𝟑. 𝟔𝟎𝟎 𝐱 𝟔𝟐, 𝟓
𝐓𝟏 + 𝐓𝟐
𝐓𝐚 =
𝟐
𝟐𝟎𝟒, 𝟖 ℉ + 𝟏𝟒𝟎 ℉ Viscocity
𝐓𝐚 =
𝟐 𝐭𝟏 + 𝐭𝟐
𝐓𝐚 = 𝟏𝟕𝟐, 𝟒℉ 𝐓𝐚 =
𝟐
𝟗𝟏, 𝟒 ℉ + 𝟏𝟎𝟎, 𝟒 ℉
𝐓𝐚 =
𝛍 = 𝟓, 𝟑 𝐜𝐩 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 (𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)] 𝟐
𝐓𝐚 = 𝟗𝟓, 𝟗 ℉
𝛍 = 𝟓, 𝟑 𝐱 𝟐, 𝟒𝟐
𝛍 = 𝟏𝟐, 𝟖𝟐𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝛍 = 𝟎, 𝟖 𝐜𝐩 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 (𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)]

91
𝛍 = 𝟎, 𝟖 𝐱 𝟐, 𝟒𝟐
Reynold Shell 𝛍 = 𝟏, 𝟗𝟑𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
De, For ODTube 1 in, 𝟏 𝟏⁄𝟒 in square (FiG 28. Kern)
𝐃𝟐 = 𝟎, 𝟗𝟗 𝐢𝐧 ⇒ 𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭 Reynold Tube
𝐃𝐞 𝐱 𝐆𝐬 De, For ODTube 1 in, 𝟏 𝟏⁄𝟒 in square (FiG 28. Kern)
𝐑𝐞𝐬 =
𝛍
𝐃𝟐 = 𝟎, 𝟗𝟎𝟐 𝐢𝐧 ⇒ 𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟐 𝐟𝐭
𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭 𝐱 𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 𝐥𝐛⁄
𝐑𝐞𝐬 = 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐 𝐃𝐞 𝐱 𝐆𝐭
𝐑𝐞𝐭 =
𝟏𝟐, 𝟖𝟐𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭 𝛍
𝐑𝐞𝐬 = 𝟗. 𝟏𝟗𝟖, 𝟎𝟔𝟏 𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟐 𝐟𝐭 𝐱 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗 𝐥𝐛⁄
𝐑𝐞𝐭 = 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝟏, 𝟗𝟑𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
Koefisien Perpindahan Panas Outside 𝐑𝐞𝐭 = 𝟕𝟖. 𝟗𝟕𝟏, 𝟔𝟗𝟔𝟖𝟓
𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐬 = 𝟗. 𝟏𝟗𝟖, 𝟎𝟔𝟏
𝐣𝐇 = 𝟖𝟗 (𝐅𝐢𝐆. 𝟐𝟖 𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓) Koefisien Perpindahan Panas Inside
𝐤 = 𝟎, 𝟐𝟏 (𝐓𝐚𝐛𝐥𝐞 𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧, 𝟏𝟗𝟔𝟓)
𝐡𝐢 = 𝟏. 𝟓𝟗𝟐, 𝟓 𝐁𝐭𝐮⁄ [Table 25, Kern]
𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝐎𝐃
𝟏⁄ 𝐡𝐢𝐨 = 𝐡𝐢 𝐱
𝟎, 𝟑𝟕𝟖 𝐁𝐭𝐮⁄𝐥𝐛. ℉ 𝐱 𝟏𝟐, 𝟖𝟐𝟔 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭
𝟑
𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑 𝐈𝐃
( ) = ( ) 𝟏 𝐢𝐧
𝐤 𝟎, 𝟐𝟏 𝐁𝐭𝐮⁄𝐟𝐭. 𝐡. ℉ 𝐡𝐢𝐨 = 𝟏. 𝟓𝟗𝟐, 𝟓 𝐱
𝟎, 𝟗𝟎𝟐 𝐢𝐧
𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑
( ) = 𝟐, 𝟖𝟒𝟕𝟒𝟒 𝐡𝐢𝐨 = 𝟏. 𝟒𝟑𝟔, 𝟒𝟑𝟓 𝐁𝐭𝐮⁄
𝐤 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝛍
∅𝐭 = ⁄𝛍𝐰 = 𝟏, 𝟎𝟕𝟏𝟎𝟑
𝐤 𝐜𝛍 𝟏⁄𝟑 Untuk 𝛍𝐰 ∶
𝐡𝐨 = 𝐣𝐇 𝐱 𝐱 ( ) 𝐱 ∅𝐬
𝐃𝐞 𝐤 𝐡𝐨
𝟎, 𝟐𝟏 𝐓𝐰 = 𝐭 𝐜 + 𝐱 (𝐓𝐜 − 𝐭 𝐜 )
𝐡𝐨 + 𝐡𝐢𝐨
𝐡𝐨 = 𝟖𝟗 𝐱 𝐱 𝟐, 𝟖𝟒𝟕𝟒𝟒 𝐱 ∅𝐬
𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐟𝐭 𝟓𝟖𝟐. 𝟑𝟖𝟗𝟓𝟔
𝐓𝐰 = 𝟗𝟓, 𝟗 + 𝐱 (𝟏𝟕𝟐, 𝟒 − 𝟗𝟓, 𝟗)
𝐡𝐨 𝟓𝟖𝟐. 𝟑𝟖𝟗𝟓𝟔 + 𝟏. 𝟒𝟑𝟔, 𝟒𝟑𝟓
= 𝟔𝟒𝟓. 𝟎𝟕𝟒𝟓 ⇒ 𝐡𝐨 = 𝟓𝟖𝟐, 𝟑𝟖𝟗𝟔 𝐁𝐭𝐮⁄
∅𝐬 𝐡. 𝐟𝐭 𝟐
𝐓𝐰 = 𝟏𝟏𝟗, 𝟔𝟎𝟕𝟖 ℉
𝛍
∅𝐬 = ⁄𝛍𝐰 = 𝟎, 𝟗𝟎𝟐𝟖 𝛍𝐰 = 𝟎, 𝟒𝟗 𝐜𝐏 = 𝟏. 𝟏𝟖𝟓𝟖 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧]
Untuk 𝛍𝐰 ∶
𝐡𝐨 Pressure Drop
𝐓𝐰 = 𝐭 𝐜 + 𝐱 (𝐓𝐜 − 𝐭 𝐜 )
𝐡𝐨 + 𝐡𝐢𝐨
𝐋
𝟓𝟖𝟐. 𝟑𝟖𝟗𝟓𝟔 𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐭 = 𝟕𝟖. 𝟗𝟕𝟏, 𝟔𝟗𝟔𝟖𝟓𝐱 𝟒
𝐓𝐰 = 𝟗𝟓, 𝟗 + 𝐱 (𝟏𝟕𝟐, 𝟒 𝐁
𝟓𝟖𝟐. 𝟑𝟖𝟗𝟓𝟔 + 𝟏. 𝟒𝟑𝟔, 𝟒𝟑𝟓
𝐃𝐞 = 𝐃𝐞𝐭𝐮𝐛𝐞 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟒𝟑𝟑 𝐟𝐭
− 𝟗𝟓, 𝟗)
For Cooling Water
𝐓𝐰 = 𝟏𝟏𝟗, 𝟔𝟎𝟕𝟖 ℉
S = 1 (Table 6, Kern, 1965)
𝛍𝐰 = 𝟏𝟏 𝐜𝐏 = 𝟐𝟔, 𝟔𝟐 𝐥𝐛⁄𝐡. 𝐟𝐭 [𝐅𝐢𝐆. 𝟏𝟒 𝐊𝐞𝐫𝐧] 𝟐
f = 0,00014 𝐟𝐭 ⁄ 𝟐 (FiG. 29, Kern, 1965)
𝐢𝐧
𝐟 𝐱 𝐆𝐭 𝟐 𝐱 𝐋 𝐱 𝐧
∆𝐏𝐭 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝐃𝐞 𝐱 𝐬 𝐱 ∅𝐭
Pressure Drop
𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟏𝟒 𝐱 ( 𝟐. 𝟎𝟑𝟒. 𝟎𝟎𝟐, 𝟕𝟐𝟗)𝟐 𝐱 𝟐𝟑, 𝟗𝟗𝟑 𝐱 𝟏
𝐅𝐨𝐫 𝐑𝐞𝐬 = 𝟗. 𝟏𝟗𝟖, 𝟎𝟔𝟏 ∆𝐏𝐭 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝟎, 𝟎𝟕𝟓𝟏𝟕 𝐱 𝟏 𝐱 𝟏, 𝟎𝟕𝟏𝟎𝟑
𝐋
𝐍 + 𝟏 = 𝟏𝟐 𝐱 ∆𝐏𝐭 = 𝟑, 𝟑𝟎𝟔𝟖𝟕 𝐩𝐬𝐢
𝐁
23,9932 ft
N+1 =12 x ⇒ 7,30227 𝐕 𝟐⁄ ′ = 𝟎, 𝟓 [𝐅𝐢𝐆. 𝟐𝟕, 𝐊𝐞𝐫𝐧 (𝟏𝟗𝟔𝟓)]
39,429 ft 𝟐𝐠
𝐃𝐞 = 𝐃𝐞𝟏 = 𝟑𝟕 𝐢𝐧 = 𝟑, 𝟎𝟖𝟑𝟑 𝐟𝐭 𝟐
∆𝐏𝐫 = 𝟒𝐧⁄𝐬 𝐱 𝐕 ⁄𝟐𝐠 ′ = 𝟒 𝐱 𝟏⁄𝟏 𝐱 𝟎, 𝟓 = 𝟐 𝐩𝐬𝐢
For Sulphuric Acid 98,5%
S = 1,84 (Table 6, Kern, 1965)
𝟐 ∆𝐏𝐓 = ∆𝐏𝐫 𝐱 ∆𝐏𝐭 = 𝟓, 𝟑𝟎𝟔𝟖𝟖 𝐩𝐬𝐢 ⇒ 𝟑𝟔, 𝟓𝟗𝟎𝟗 𝐤𝐏𝐚
f = 0,0021 𝐟𝐭 ⁄ 𝟐 (FiG. 29, Kern, 1965)
𝐢𝐧

92
𝐟 𝐱 𝐆𝐬 𝟐 𝐱 𝐃𝟏 𝐱 (𝐍 + 𝟏)
∆𝐏𝐬 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝐃𝟐 𝐱 𝐬 𝐱 ∅𝐬
𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟏 𝐱 (𝟏. 𝟒𝟐𝟗. 𝟗𝟗𝟏, 𝟖𝟓𝟒 )𝟐 𝐱 𝟑, 𝟎𝟖𝟑𝟑𝟑 𝐱 7,30227
∆𝐏𝐬 =
𝟓, 𝟐𝟐 𝐱 𝟏𝟎𝟏𝟎 𝐱 𝟎, 𝟎𝟖𝟐𝟓 𝐱 𝟏, 𝟖𝟒 𝐱 𝟎, 𝟗𝟎𝟐𝟖𝟑
∆𝐏𝐬 = 𝟏𝟑, 𝟓𝟏𝟓 𝐩𝐬𝐢 ⇒ 𝟗𝟑, 𝟏𝟖𝟕 𝐤𝐏𝐚

Clean overall coefficient


hio x ho 582,3896 x 1.436,435
Uc = = = 414,382
hio + ho 582,3896 + 1.436,435

Dirt fouling factor


Uc − Ud 414,382 − 385,063
Rd = = = 0,000183746
Uc x Ud 414,382 x 385,063

93

Anda mungkin juga menyukai