Anda di halaman 1dari 34

Referat

SUDDEN CARDIAC DEATH

Oleh:
Haura Ulfah 1740312012
Nadhilah Lailani 1740312013
Muhammad Hagi 1840312013
Indah Indriani 1840312231
Suci Wijayanti 1840312232
Ria Maryanti 1840312421
Eldisha Nofityari 1840312422
Tania Ratna Putri 1840312424
Ulfah Arfi 1840312429
Khusnul Rahman 1840312616
Arul Syankar A/L Selvaraju 1010314012

Preseptor :
dr. Citra Manela, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


PERIODE 5 DESEMBER 2018 – 6 JANUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M.DJAMILPADANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T


dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Referat dengan judul “Sudden
Cardiac Death”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan
klinik pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
preseptor dr. Citra Manela, Sp.F yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan
saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan................................................................................................. 1
Kata Pengantar............................................................................................... 2
Daftar Isi.......................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................. 6
1.5 Metode Penulisan.............................................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sudden Death.................................................................................... 7
2.2 Definisi Sudden Cardiac Death........................................................ 12
2.3 Epidemiologi Sudden Cardia Death................................................. 13
2.4 Faktor Risiko Sudden Cardiac Death............................................... 14
2.5 Penyakit Jantung Penyebab Sudden Cardiac Death......................... 16
2.6 Teknik Autopsi Jantung………………………………………….... 21
2.7 Pemeriksaan Forensik Sudden Cardiac Death.................................. 24

BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 32

DAFTAR KEPUSTAKAAN.......................................................................... 33

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Kematian mendadak akibat penyakit sering kali mendatangkan kecurigaan

baik bagi penyidik, masyarakat, atau keluarga korban. Kecurigaan adanya unsur

kriminal atau tindak pidana pada kasus kematian mendadak, atau yang merupakan

kematian tidak wajar, memerlukan penyelidikan lebih lanjut dari segi kedokteran

forensik untuk mengetahui sebab mati korban melalui pemeriksaan dalam atau

otopsi.

Pada tahun tahun terakhir ini penyebab kematian mendadak tersering

adalah penyakit kardiovaskuler. Penyebab penyakit jantung bermacam-macam

mulai dari penyakit jantung koroner, kardiomiopati, penyakit katup jantung

hingga akibat kelainan genetik. Di Amerika Serikat, terhitung 300.000-400.000

kematian jantung mendadak setiap tahunnya, dan lebih dari 50% kejadian

disebabkan oleh Chronic Heart Disease (CHD).1 Di Indonesia, berdasarkan hasil

survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI didapatkan angka prevalensi

penyakit jantung koroner (PJK) menempati peringkat ke-3 penyebab kematian.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013 di Riau

didapatkan 8.214 penderita penyakit gagal jantung pada umur diatas 15 tahun.2

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Paris, didapatkan 72% dari

korban sudden cardiac death tidak memiliki riwayat penyakit Jantung. Ditemukan

83% kasus kematian mendadak itu terjadi di rumah dan 30% nya terjadi saat tidur.

Biasanya sudden cardiac death dilatarbelakangi oleh stenosis pada pembuluh

4
darah yang multipel.3 Pada kasus kematian mendadak sangat penting otopsi dan

pemeriksaan histopatologi untuk menjawab penyebab mati pada korban.

Kematian dikatakan wajar apabila kematian tersebut didahului oleh

keluhan, gejala dan terdapat saksi seperti dokter contoh pada pasien rawat jalan

atau pasien rawat inap, biasanya tidak akan menjadi masalah dalam kedokteran

forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi tanpa riwayat penyakit dan

tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi penyidik, apakah terkait

unsur pidana didalamnya sebagai penyebab kematian korban.

Forensik patologi tidak hanya berkaitan dengan kematian karena tindak

kriminal, kecurigaan, kecelakaan dan bunuh diri. Berdasarkan penelitian

sebelumnya, seseorang dengan penyakit jantung dapat meninggal secara

mendadak meskipun tanpa gejala atau riwayat penyakit jantung sebelumnya.

Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai penemuan yang muncul dalam

pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus sudden cardiac death ini.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa saja penyebab dari cardiac sudden death dan bagaimana

patofisiologinya?

2. Bagaimanakah temuan post mortem pada kasus cardiac sudden death?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :

1. Memahami dan mengetahui sudden cardiac death dalam sudut

pandang Forensik.

2. Mengetahui penyebab dan patofisiologi dari cardiac sudden death.

3. Mengetahui temuan post mortem dari cardiac sudden death.

5
1.4 Manfaat penulisan

Referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai

peranan ilmu kedokteran forensik pada sudden cardiac death dan keterkaitannya

dengan disiplin ilmu forensik

1.5 Metode penulisan

Penulisan referat ini disusun menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan mengacu pada beberapa literatur.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sudden Death

2.1.1. Definisi

Menurut WHO, kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24

jam sejak gejala-gejala timbul. Pada kasus-kasus forensik, sebagian besar

kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama

timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak diduga, dan kematian yang tak

diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan

pada suatu kasus.4

Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah

yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, sama artinya dengan

terminologi kematian mendadak dengan ”sudden natural unexpected death”.

Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit bukan

akibat trauma atau racun .4

Simpson (1985) dalam bukunya “Forensic Medicine” menulis dua

alternatif definisi, yaitu:

1. Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non

self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala.

2. Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam

sejak timbulnya gejala.

Definisi Simpson tersebut menyebutkan suatu keadaan yang tidak

diperkirakan sebelumnya. Suatu kematian yang diperkirakan sebelumnya, tentu

tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan kecurigaan, karena sudah

diketahui akan menyebabkan kematian yang cepat. Misalnya, orang yang

7
dihukum gantung atau orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut. Simpson

juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada sebelumnya tidak nyata

atau gejala yang ada hanya dalam waktu pendek.5

Dari uraian tersebut maka mati mendadak mengandung pengertian

kematian yang tidak terduga, tidak ada unsur trauma dan keracunan, tidak ada

tindakan yang dilakukan sendiri yang dapat menyebabkan kematian dan kematian

tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala yang tidak jelas atau gejalanya

muncul dalam waktu yang mendadak kemudian korban mati.

2.1.2 Etiologi Dan Patofisiologi

Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,

yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem

gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem

tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem

kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung.7

Jika menggunakan definisi mati mendadak yang terjadi 24 jam setelah

timbulnya gejala, maka penyakit jantung merupakan 60% dari keseluruhan

penyebab mati mendadak. Namun jika menggunakan definisi mati mendadak

yang terjadi satu jam setelah mulai timbulnya gejala, maka penyakit jantung

merupakan 91% penyebab dari keseluruhan kasus.5

Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung iskemik

akibat sklerosis koroner. Penyebab terbanyak berikutnya adalah miokarditis,

kelainan katup, refleks viserovagal, hipersensitivitas karotid, sinkope vasovagal,

ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit.19

8
Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab paling banyak kematian

mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling

sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor

makanan (berlemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras,

diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Sklerosis ini sering terjadi

pada ramus descenden arteri koronaria sinistra, pada lengkung arteri koronaria

dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sinistra. Lesi tampak

sebagai bercak kuning putih (lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima,

kemudian menyebar keluar lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai

perdarahan subintima atau ke dalam lumen. Adanya sklerosis dengan lumen

menyempit hingga pin point sudah cukup untuk menegakkan diagnosis iskemik,

karena pada kenyataannya tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot

jantung.8

Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya

berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian.

Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan pembuluh darah koroner adalah :

1) Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau

setiap saat sesudah terjadi.

2) Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus

atau kerusakan sistem konduksi.

3) Komplikasi-komplikasi lain.

Akibat dari sklerosis dan thrombosis dapat menyebabkan infark miokard.

Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran

darah. Infark miokard gejala klinisnya bervariasi, bahkan kadang tanpa gejala

9
apapun. Sumbatan pada ramus descendent arteria koronaria sinistra dapat

menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan, apeks, dan bagian

depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding belakang bilik kiri

disebabkan oleh sumbatan bagian arteria koronaria dekstra. Gangguan pada ramus

sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan infark di samping

belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan bermanifestasi

sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan infark yang lama

tampak berwarna kuning padat.2

Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal atau hari setelah infark

dan penyebab segeranya adalah fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian

mendadak setelah onset dari infark adalah ruptur dinding ventrikel pada daerah

infark dan kematian akibat tamponade jantung.2

2.1.3. Aspek Medikolegal

Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:4

1. Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor

fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat

aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau

kematian tersebut terjadi selama perawatan/pengobatan yang dilakukan

oleh dokter ( Attendaned Physician).

2. Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih

mencurigakan seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat orang

tersebut meninggal tidak dalam perawatan atau pengobatan dokter

(unattendaned physician), terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang

mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian.

10
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan

lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih

kecil. Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar

ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah dan tidak

wajar sedapat mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut

berperan dalam menyebabkan kematian.4

Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang lebih

mencurigakan, polisi akan mengadakan penyidikan dan membuat surat

permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini hasil pemeriksaan akan

dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan keluarga akan menjadi

prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan hukum.4

Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu

tindakan/usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik oleh

keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu

modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah

tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di

perjalanan ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya

almarhum mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden death).4

Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai

kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat

hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus

kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian

tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi

akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter

11
lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat

kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana. Ada beberapa prinsip

secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian

mendadak akibat penyakit yaitu:4

1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda

kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ?

2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah

pada keracunan ?

3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung

koroner) yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di

rumah sakit ?

4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan

penyakit tersering penyebab natural sudden death ?

Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar

berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan

kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat

kematian.4

2.2 Definisi Sudden Cardiac Death

Definisi kematian mendadak menurut WHO, yaitu kematian dalam waktu

24 jam sejak gejala timbul, namun sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan

menit atau bahkan detik sejak gejala timbul.4 Kematian mendadak pada kasus

kematian wajar dapat disebabkan oleh gangguan pada sistem kardiovaskular,

sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem reproduksi, asma, dan epilepsi.5

12
Definisi sudden cardiac death (SCD) adalah kematian yang tidak terduga dan

disebabkan oleh kegagalan sistem kardiovaskuler dalam waktu yang singkat,

dimana pada umumnya sistem kardiovaskular kolaps lebih dari 1 jam dari onset

gejala.7,8 Henti jantung mendadak bukan merupakan serangan jantung (infark

miokard), tetapi dapat terjadi selama serangan jantung. Serangan jantung terjadi

ketika ada penyumbatan dalam satu atau lebih pembuluh darah ke jantung,

sehingga darah yang kaya oksigen akan terhambat masuk ke jantung dan

mengakibatkan otot jantung kekurangan oksigen. Sebaliknya henti jantung

mendadak terjadi saat terjadi malfungsi dalam sistem listrik jantung dan menjadi

tidak teratur. Jantung berdetak cepat dan ventrikel fibrilasi bisa terjadi sehingga

tidak dapat mencapai seluruh tubuh. Dalam beberapa detik aliran darah ke otak

akan berkurang dan seseorang akan kehilangan kesadaran, jika tidak ditangani

akan menimbulkan kematian.6

2.3 Epidemiologi Sudden Cardiac Death

Menurut National Heart Center Singapore didapatkan 229 kematian

mendadak tidak diharapkan pada orang berusia 18-60 tahun selanjutnya studi ini

juga menemukan bahwa 0,6 orang Singapura dibawah 60 tahun menjadi korban

SCD setiap harinya dan bahwa 91% orang meninggal karena serangan jantung

mendadak adalah pria. 81% kematian SCD disebabkan oleh penyakit jantung

koroner. Kejadian sudden cardiac death di Inggris ialah 3500 kematian per tahun

pada umur 16-64 tahun.7

Fibrilasi ventrikel menjadi mekanisme utama penyebab sudden cardiac

death.7 Pada sudden cardiac death, 95% terjadi karena memiliki abnormalitas

pada jantung dan 30% diantaranya memiliki abnormalitas yang tidak spesifik

13
seperti fibrosis interstitial.9 Di negara barat, penyebab tersering sudden cardiac

death ialah aterosklerosis arteri koroner sehingga disebut “The Captain of the man

of death”.4 Di Amerika Serikat, terhitung 300.000-400.000 kematian mendadak

kardiovaskular setiap tahunnya, dan lebih dari 50% kejadian disebabkan oleh

Chronic Heart Disease (CHD).1

Dari hasil pemeriksaan Gonzales tahun 1954 terhadap 2030 kasus kematian

mendadak yang di autopsi ditemukan bahwa tertinggi disebabkan oleh kelainan

jantung (44,9%). Dibanyak negara dengan banyak proposi otopsi medico-legal

dan di Inggris terdapat 80% otopsi koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan

dan pembunuhan.9

2.4 Faktor Risiko Sudden Cardiac Death10

2.4.1 Umur dan jenis kelamin

Kejadian SCD lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan,

75% SCD terjadi pada laki-laki dan biasanya 3-4 kali lebih tinggi

dibandingkan laki-laki. Puncak umur penderita SCD biasanya berada pada

antara awal kelahiran hingga 6 bulan yang dikarenakan sindroma kematian

mendadak pada bayi (sudden infant death syndrom) serta umur diantara 45

dan 75 tahun.10

2.4.2 Aktivitas

Faktor resiko di satu sisi, aktivitas fisik yang meningkat dapat memicu

terjadinya SCD dan infark miokard akut. Disisi lain, aktivitas fisik yang

rutin dapat membantu menurunkan perlengketan platelet.10

2.4.3 Faktor anatomis

14
Perubahan anatomis ditemukan pada pembentukan plak pada arteri

koroner, seperti trombus, ruptur plak, atau bahkan keduanya pada lebih

dari 50% kasus Sudden Coronary Death. Ruptur plak akan mengaktivasi

sistem pembekuan. Interaksi antara ateroma dengan bekuan akan mengisi

lumen arteri sehingga aliran darah mendadak tertutup.10

2.4.4 Faktor risiko lainnya

Usia, riwayat hipertensi, left ventricular hypertrophy (LVH),

hiperkolesterol, intoleransi glukosa, merokok, menurunnya kapasitas vital

merupakan faktor risiko penting lainnya. Menurut Framingham, angka

kejadian SCD meningkat 2,5 kali pada korban yang mengonsumsi rokok

lebih dari 20 rokok per hari. Dengan menghentikan kebiasaan merokok

dapat mengurangi faktor risiko SCD melalui mekanisme penurunan adhesi

platelet, menurunnya katekolamin, dan mekanisme lainnya.10

Hiperkolesterolemia merupakan faktor predisposisi terjadinya ruptur plak

dimana pada pasien perokok akan semakin menambah angka kejadian

terjadinya trombosis akut.10

Berdasarkan penelitian, SCD cenderung terjadi di rumah sebagaimana

disebutkan pada penelitian Maastricht, yaitu 80% sudden cardiac death

terjadi di rumah korban sendiri. Stress emosional menjadi pemicu penting

dalam hal ini. Riwayat keluarga dengan sudden cardiac death

berhubungan dengan peristiwa aritmia dan munculnya fibrilasi ventrikel.7

15
2.5 Penyakit Jantung Penyebab Sudden Cardiac Death

2.5.1 Penyakit jantung koroner (coronary aterosklerosis)

Mekanisme dasar penyebab penyakit ini ialah adanya penyempitan

dan penebalan arteri koroner baik satu atau lebih cabang besar dari arteri

koroner tersebut yang diakibatkan oleh lesi ateromatous atau lesi lainya.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak. 1 dari

4 laki-laki, dan 1 dari 5 perempuan meninggal setiap tahunnya akibat

penyakit jantung koroner.10

Penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya ketidakseimbangan

antara kebutuhan dan penyediaan oksigen untuk jantung yang disebabkan

oleh aterosklerosis. Penyempitan dan penebalan pembuluh darah,

khususnya pada ramus desenden arteri koronaria sinistra yang merupakan

arteri penyuplai darah untuk sistem konduksi jantung atau pace maker,

dapat mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke tempat tersebut

sehingga terjadi hipoksia serta fibrilasi atrium dan berakhir pada

kematian.4

Gambar 2.1. Gambaran makroskopis aterosklerosis pada


lumen pembuluh darah

16
Para ahli jantung menyebutkan bahwa setidaknya 80% dari lumen

menyempit sebelum terjadinya nekrosis miokardium.4

Tabel 2.1 Lokasi Penyempitan Arteri Koronaria11

Cabang arteri koronaria (%)


Arteri koronaria dekstra 24-46%
Ramus desendens arteri koronaria sinistra 45-64%
Arteri circumflexa koronaria sinistra 3-10%
Pangkal arteri koronaria sinistra 0-10%

2.5.2 Hypertensive heart disease

Sudden cardiac death dapat disebabkan oleh left ventrikel hypertrophy.

Batas atas berat normal jantung adalah sekitar 400 gram meskipun tetap

tergantung pada ukuran badan dan berat badan, pada hipertensi ini berat

jantung akan meningkat dikarenakan oleh penebalan oleh ventrikel kiri.4,12

Gambar 2.2 Left Ventricle Hypertrophy pada penyakit jantung hipertensi

17
Darah dapat beredar melewati arteri koroner saat diastol karena darah

tersebut tertekan saat sistol. Pada akhirnya pada saat keadaan diastol yang

terlalu lama, seluruh otot jantung dapat perfusi secara adekuat, tapi apabila

denyut jantung meningkat waktu diastol akan menurun dan perfusi otot

jantung tepatnya pada sel endokardial juga menurun. Sel-sel ini akan

menjadi tidak stabil dan irritable sehingga mengakibatkan aritmia dan

fibrilasi. Ateroma sering kali berhubungan dengan hipertensi karena

jantung yang membesar dapat mengganggu aliran darah normal pada

pembuluh darah koroner mayor dengan adanya aterom atau plak dan

komplikasinya.4,12

2.5.3 Stenosis Aorta

Stenosis aorta merupakan penyakit yang tersering pada laki-laki yang

berumur lebih dari 60 tahun yang biasanya terjadi pada katup trikuspid

aorta, tetapi juga dapat ditemukan pada orang muda jika punya kelainan

bawaan pada katup bikuspid. Pada stenosis aorta, aliran perfusi semakin

diperparah dengan adanya katup yang dipersempit karena menghasilkan

tekanan yang rendah pada ostium koroner dan begitu juga yang terjadi

pada arteri koroner maka terjadilah sudden cardiac death.4,12

2.5.4 Penyakit arteri pada jantung

Sebagai penyebab kematian mendadak, penyakit arteri yang paling

penting adalah aneurisma, sehingga mudah ruptur. Jika ruptur terjadi pada

aorta ascenden, atau terjadi diseksi aorta, maka darah dapat masuk ke

dalam paru-paru, kandung perikardium, rongga pleura, bahkan trakea,

bronkus, dan esophagus. Darah masif yang masuk dalam kandung

18
perikardium akan menekan atrium, ventrikel, dan vena kava sehingga

curah jantung menurun dan denyut jantung menjadi lambat dan pada

akhirnya terjadi tamponade jantung.10

Selain ruptur aneurisma, mati mendadak karena kelainan aorta juga

disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun biasanya berakibat terjadinya

ruptur dan deseksi. Hal yang sama pada kematian mendadak akibat

aneurisma, apabila koarktasio aorta terjadi pada aorta pars descenden,

maka darah masif akan memenuhi kandung perikardium yang juga akan

menyebabkan tamponade jantung.10

2.5.5 Infark miokard

Kebutuhan oksigen melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh

darah yang mengalami gangguan, dapat menyebabkan terjadinya iskemia

miokard. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan

menyebabkan infark miokard, yaitu terjadi kerusakan sel yang irreversibel

serta nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran darah. Infark

umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan

70%. 13

Gambar 2.3 Gambaran makroskopis infark miokard

19
Efek dari adanya infark yang luas adalah menurunnya fungsi jantung

dikarenakan jantung gagal memompa dan jaringan otot yang telah nekrosis

tidak dapat berkontrksi. Kematian mendadak dapat disebabkan oleh

rupturnya plak dan menghasilkan emboli sehingga terjadi mikroinfark di

distal miokardium.4

2.5.6 Penyakit katup jantung

Penyakit katup jantung sering ditemukan pada kasus kematian

mendadak. Penyebab tersering biasanya adalah kalsifikasi stenosis dari

katup aorta yang dapat berhubungan dengan kejadian aterosklerosis. Lesi

ini sering terjadi pada pria usia lebih dari 60 tahun. Kematian mendadak

terjadi oleh karena penyempitan katup yang berakibat menurunya aliran

perfusi koroner.10

2.5.7 Miokarditis

Miokarditis adalah radang pada miokardium akibat dari suatu proses

infeksi yang ditandai dengan adanya proses eksudasi dan sebukan sel

radang. Miokarditis juga dapat timbul aibat demam rematik akut, radiasi,

zat-zat kimia difteri dan obat-obatan. Diagnosis miokarditis pada kematian

mendadak hanya bisa di pastikan melalui pemeriksaan histologi dari

jaringan yang diautopsi.10

2.5.8 Tamponade jantung

Tamponade jantung merupakan keadaan gawat darurat yang dapat

menyebabkan kematian, seperti pada acute haemorragic cardiac

tamponade, karena terdapat pengumpulan cairan intraperikardium dan

menekan gerakan pompa jantung sehingga curah jantung menurun dan

20
denyut jantung melemah. Pendarahan intraperikardium juga dapat terjadi

akibat dari intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberkulosis, dan

penggunaan antikoagulan. Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan

tamponade jantung adalah 250 cc (bila berlangsung cepat) hingga 1000 cc

(bila berlangsung lambat) dikarenakan perikardium memiliki waktu untuk

merenggang dan menyesuaikan dengan bertambahnya volume cairan.14

2.6 Teknik Autopsi Jantung

Setelah organ jantung tampak sehabis dilakukan pembukaan tulang dada

yang lengkap lalu perhatikan keadaan selaput pembungkusnya (pericard) apakah

masih dalam kondisi fisiologis atau tidak , kemudian lakukan pembukaan selaput

tipis pembungkus jantung (pericard) dengan metode penguntingan huruf Y

terbalik. Kemudian diperhatikan apakah terdapat cairan diantara bagian dalam

selaput dengan permukaan luar otot jantung yang berwarna kekuning-kuningan,

perhatikan warna selaput (normal : warna kuning gading kemerahan), perubahan

warna cairan, dan hitung jumlah volumenya (normal : 30-50 ml). Kemudian

jantung diangkat dengan cara memegang pada bagian apeksnya dan perhatikan

besar jantung (kira-kira sebesar kepalan tangan korban), warna jantung, berat

jantung, apakah ada dijumpai resapan darah, adakah penebalan dinding jantung

pada pembedahan jantung, perhatikan ukuran keliling seluruh katup-katup jantung,

tebal otot jantung, konsistensi, pembuluh darah arteri dan vena, dan penyumbatan

pembuluh darah jantung. Timbang berat jantung, normal pada laki-laki perawakan

sedang (60-70 kg) antara 250-350 gr.15,16

21
Teknik:

Pada prinsipnya tekhnik membuka jantung mengikuti aliran darah jantung.

Pertama-tama buka atrium kanan dengan menggunting dinding belakang lumen

vena cava superior-inferior mengikuti alirannya, buka ventrikel kanan dengan

memasukkan pisau dari lumen vena cava menuju ke apex jantung dan lanjutkan

dengan memotong kearah lateral, ukur keliling katup trikuspidalis (normal : 9,5 -

11 cm). Buka arteri pulmonalis dengan melakukan pengguntingan dari apex

jantung dengan jarak 1 cm lateral dengan sekat antar bilik ke arteri pulmonalis,

ukur dan perhatikan katup arteri pulmonal (normal : 5 - 7 cm). Buka atrium kiri

dengan cara memotong dinding posterior vena pulmonalis kanan dan kiri. Buka

ventrikel kiri dengan cara memasukkan pisau ke dalam ventrikel kiri dan tusuk

sampai keluar dari apek kea rah lateral, ukur dan perhatikan katup bikuspidalis

(normal : 7 - 9,5 cm). Buka aorta dengan cara menggunting otot jantung dari apex

ke aorta dengan jarak 1 cm dengan sekat antar bilik. Tebal ventrikel / bilik kanan

(normal : 3 - 5 mm) dan kiri (normal : 12 - 14 mm) dengan cara membuat

potongan tegak lurus pada 1 cm di bawah katup tricuspidalis dan bicuspidalis.

Bila diduga infark bisa dilihat dengan cara melakukan sayatan pada septum

interventrikularis dan myokard secara sejajar dengan serabut otot. Arteri coronaria

di buka dengan melakukan sayatan melintang mulai dari muara arteri coronaria di

pangkal aorta sampai ke distal pada jarak tiap ½ cm lihat adanya penebalan,

penyempitan atau pelebaran lumen pembuluh darah.15,16

22
Gambar 2.4. Teknik sayatan pada autopsi jantung

Gambar 2.5 Sayatan pada autopsi jantung

Adapun nilai rujukan normal yang menjadi penilaian jantung pada autopsi

tersebut :15

1. Besar jantung sebesar kepalan tangan korban sendiri.

2. Berat normal 250-350 gram.

3. Katup trikuspidalis = 9,5- 11 cm

4. Katup bicuspudalis = 7- 9,5 cm

5. Katup a.pulmonalis = 5-7 cm

6. Katup aorta = ± 6,5 cm

7. Tebal otot bilik kanan = ± 3-5 mm

8. Tebal otot bilik kiri = ± 12-14 mm. 15

23
2.7 Pemeriksaan Kedokteran Forensik Pada Sudden Cardiac Death

2.7.1 Kepentingan Autopsi Pada Kasus Sudden Cardiac Death

Pada kasus kematian mendadak, sangat perlu mendapatkan perhatian

terhadap keadaan korban sebelum kematian, mengingat kemungkinan dalam

kematian mendadak tersebut terdapat unsur kriminal, atau kematian tersebut

berhubungan dengan kelalaian perbuatan orang lain. Apakah korban baru

menjalankan aktivitas, atau sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas.

Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus dijadikan perhatian,

dengan tujun menemukan proses penyakit atau adanyan cedera, menerangkan

penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-

kelainan yag ditemukan dengan penyebab kematian.17


\
Pemeriksaan khusus jantung pada autopsi:

1. Evaluasi akurat dari arteri-arteri koroner

Dilakukan pemotongan melintang arteri kornaria mulai dari muara arteri

koronaria dipangkal aorta sampai ke bagian distal dengan jarak setiap ½

cm, tidak dianjurkan pemotongan dengan menelusuri aliran darah. Jangan

melakukan sondase dengan sonde, sebab dapat menolak embolus atau

trombus ke arah distal.

2. Karakterisasi kardiomegali

a. Bentuk dan ukuran jantung dilatasi, dan/atau hipertrofi, berat jantung

bertambah

b. Ruang jantung yang dilatasi atau hipertrofi

24
c. Deskripsi daerah yang terlihat secara makroskopik akan adanya

lempeng fibrosis atau nekrosis miokard, atau adanya infark diskret

subendokard maupun transmural baru maupun yang lama

3. Pemeriksaan miokardium melalui pemeriksaan histologi

4. Pemeriksaan sistem konduksi jantung melalui pemeriksaan histologi serial

dan pemeriksaan jarngan sistem konduksi.

5. Dokumentasi objektif dari penemuan saat autopsi merupakan hal penting

untuk menentukan peran penyakit jantung pada trauma yang fatal.

6. Autopsi harus mencakup dokumentasi rinci dari lesi traumatik dan

penilaian toksikologi yang sesuai.

2.7.2 Temuan pada pemeriksaan luar


Pada pemeriksaan luar pada korban yang diduga mati akibat Sudden

Cardiac Death, biasanya terdapat tanda-tanda asfiksia. Tanda-tanda tersebut dapat

dilihat dari pemeriksaan luar seperti:18

a. Sianosis, keadaan ini diakibatkan oleh kurangnya oksigen dalam darah

sehingga darah menjadi lebih encer dan gelap. Sianosis dapat ditemukan

pada bibir, ujung-ujung jari, dan kuku. Warna kulit dan mukosa terlihat

gelap dan juga lebam mayat.

b. Bendungan sistemik, yaitu bendungan khas yang terjadi di kulit dan

organ lain selain paru. Tampak bintik-bintik perdarahan (petechie

hemoragik atau tardieu spot) sebagai akibat dari kongesti vena. Bintik

perdarahan ini tampak pada jaringan selaput bening kelopak mata,

selaput bening mata, dan jaringan longgar lainnya. Pada asfiksia berat,

bintik perdarahan dapat terlihat pada faring atau laring.

25
c. Lebam mayat, warna lebam mayat kebiruan gelap terbentuk lebih cepat

dan terdistribusi luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan akibat

berkurangnya fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku

dan mudah mengalir.

d. Edema, kekurangan oksigen yang lama mengakibatkan kerusakan pada

pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitas meningkat dan

menyebabkan timbulnya udem terutama udem paru.

Pemeriksaan Laboratorium

Penanda jantung membantu dalam penilaian sindrom akut koroner dan

untuk mengidentifikasi dan memenejemen pasien risiko tinggi. Post mortem

cardiac marker test adalah pemeriksaan penanda jantung yang dilakukan setelah

kematian untuk menyingkirkan diferensial diagnosis. Termasuk kepada tes

penanda jantung adalah Creatine kinase-MB (CK-MB), mioglobin, troponin T

(cTnT) dan troponin I (cTnI). Yang perlu diperhatikan adalah beberapa penanda

jantung dapat muncul sebagai positif palsu seperti pada cidera otot lurik.

Pemeriksaan penanda jantung menggunakan immunoassay jarang sekali

digunakan karena diagnose pasti dapat menggunakan gross autopsy dan patologi

anatomi, ditambah dengan gejala signifikan sebelum kematian. Namun, tidak

semua kematian jantung dapat langsung diketahui dengan autopsy, contohnya

pada beberapa kasus sulit seperti mikro infark yang tidak dapat diketahui dengan

gross autopsy, namun tetap dapat mengakibatkan instabilitas elektrik di

miokardium.22

Walaupun menjanjikan, namun nilai dari penanda jantung diragukan

dalam memenuhi validitas sebagai preparat darah untuk pemeriksaan standar

26
biokimia. Berdasarkan studi yang membandingkan troponin antemortem dan

postmortem terdapat lima subyek yang non signifikan. Perbedaan utama yaitu

pada autolysis dari sel, kemudian adanya degradasi microbial dan sisa-sisa

metabolisme dan ekskresi jaringan yang menumpuk juga dapat mempengaruhi

validitas preparat.

Ellingsten et al. (2004) menyatakan pada studinya bahwa nilai penanda

jantung tidak memiliki hubungan dengan interval postmortem yang telah terjadi.

Troponin-T relative stabil 3 hari setelah kematian.

a. Creatine Kinase (CK)

Creatine kinase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk

memindahkan fosfat dari ATP ke keratin. Terdiri dari subunit M dan atau

B yang membentuk CK-MM, CKMB dan CK-BB isoenzim. Total CK

tidak spesifik sebagai penanda jantung. Namun, isoenzim MB (disebut

juga CK-2) ditemukan pada 40% aktivitas otot jantung dan 2% pada

aktivitas otot dan jaringan lainnya. Sebagai pemeriksaan klinik, MB dapat

memiliki nilai sensitive dan spesifik pada saat yang bersamaan untuk

penanda MCI. MB umumnya abnormal 3-4jam setelah serangan,

memuncak 10-24jam dan normal setelah 72jam. Bagaimanapun,

peningkatan serum MB mungkin terjadi juga pada orang dengan

kerusakan otot skeletal seperti pada distrofia otot atau crash injury dan

juga pada orang-orang dengan gagal ginjal. Dibeberapa kasus, indeks CK

(CKMB dibagi CK total) dapat berarti non miokardial yaitu pada nilai

dibawah 4%. Penilaian CKMB dilakukan dengan elektroforesis atau

27
immunoassay dimana immunoassay memberikan sensitifitas dan presisi

yang lebih baik. 23

b. Mioglobin

Mioglobin ditemukan pada otot lurik dan jantung. Dilepaskan segera

setelah kerusakan jaringan dan dapat meningkat setelah satu jam

terjadinya cedera otot jantung, dapat juga meningkat pada cedera otot

lurik. Namun, bila mioglobin tidak meningkat dalam tiga atau empat jam

setelah gejala akut, maka sulit dinyatakan bahwa telah terjadi serangan

MCI.23

c. Troponin T dan Troponin I

Troponin C, I, dan T adalah protein yang dibentuk oleh filament tipis dari

serat otot yang meregulasi gerak dari kontraksi otot jantung. Otot lurik

dan otot jantung yang secara structural berbeda dan keberadaan dari

troponin I dan troponin T dapat menjadi antibody yang membedakannya.


21
Cardiac troponin T (cTnT) dan cardiac troponin I (cTnI) adalah

penanda terbaru yang spesifik dari jantung. Penanda ini sebagai alat

utama untuk pasien dengan nyeri dada tanpa diagnose EKG, digunakan

juga untuk prognosa MCI.23

d. Hasil

Hasil normal dapat berbeda berdasarkan laboratorium dan metode yang

digunakan. Secara umum, AHA menyatakan :24

 Total CK : Nilai referensi 38-174 units/L untuk pria dan 96-140

units/L untuk wanita. Titer meningkat dalam 4-6 jam setelah

serangan dan puncaknya pada 24 jam. Nilai normal dalam 3-4 hari.

28
 CK-MB : nilai referensi 10-13 units/L. Titer meningkat dalam 3-4

jam dan memuncak pada 10-24 jam. Kembali normal setelah 2-4hari.

 Troponin T : nilai referensi < 0,1 ng/mL. Titer meningkat pada 2-

4jam dan memuncak 10-24 jam. Kembali normal pada 5-14 hari.

 Troponin I : nilai referensi < 1,5 ng/mL. Titer meningkat pada 2-4

jam dan memuncak 10-24 jam. Kembali normal pada 5-10 hari.

 Myoglobin: nilai referensi < 110 ng/mL. Titer meningkat pada 1-2

jam dan memuncak 4-8 jam. Kembali normal pada 12-24 jam.

2.7.3 Temuan pada pemeriksaan dalam


Pada kasus sudden cardiac death ditemukan beberapa tanda pada

pemeriksaan dalam seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Temuan Khusus pada pemeriksaan dalam4,12,19

Penyakit jantung penyebab Temuan khusus


sudden cardiac death
Ateroskelrosis koroner  Biasanya ditemukan pada ramus
desendens arteri koronaria sinistra,
pada lengkungan arteria koronaria
dextra, pada ramus sirkumfleksa
arteri koronaria sinistra tampak lesi
bercak kuning putih pada intima
hingga bagian dalam.
 Adanya pin point pada lumen
untuk menegakkan diagnosis
iskemik.
Infark Miokardium  Infark dini tampak sebagai daerah
yang berwarna gelap atau
hemoragik.
 Infark lama tanpak kuning-padat
 Infark berulang akan tampak
dinding jantung menipis karena
digantikan dengan jaringan ikat.
 Usia infark 8-12 jam, secara
mikroskopik akan ditemukan serat
otot nekrotik, bergelombang(wavy),

29
eosinofilik, granulasi sitoplasma,
membran sel mengabur, pola serta
lintang menghiang, perubahan inti,
fragmentasi dan infiltrasi leukosit.
Pada usia infark 5 minggu hingga
3 bulan akan tampak jaringan parut
 Usia infark 1-2 jam, akan
ditemukan pada pemeriksaan
histokimia enzim sitokrom
oksidasi, dan enxim
suksinodehidrogenase.
Miokarditis  Pada pemeriksaan histopatologi
dengan menggunakan 20 potongan
otot jantung dari 20 lokasi yang
berbeda akan tampak peradangan
interstitial parankim, edema,
perlemakan, nekrosis, degenerasi
otot, perlemakan, nekrosis. Infiltrat
lekosit berinti jamak dan tunggal,
plasmosit, histiosit tampak jelas.
Insufisiensi koroner  Pada pembuluh darah ditemukan
ateroma. Terdapat oklusi komplit
dipembuluh darah koroner.
 Tampak plak dari jaringan parut
pada pembuluh darah
 Terdapat fibrosis pada miokardium
dan interventrikular septum
 Terdapat jaringan sikatrik di
miokardium akibat infark
Penyakit jantung Hipertensi  Berat jantung akan meningkat
menjadi ≥600 gram
 Tampak ventrikel kiri menebal
 Pada membran alveolar pulmunal
terdapat transudat
Penyakit katup aorta/ stenosis  Pengembungan interkordal dari
aorta daun-daun katup mitral
 Daun katup tebal seperti karet
 Corda tendinae memanjang,
menipis, dan kadang ruptur
Kardiomiopati  Pembesaran otot jantung
 Pada pemeriksaan histologi
ditemukan ukuran yang irregular,
inti plemorfik

30
Hasil autopsi dapat ditemukan pada infark miokard :4

a. 8- 12 jam pertama atau kurang dari 24 jam, tidak dijumpai perubahan

secara maksroskopik, hanya edema pada daerah otot yang terkena,

pemotongan tampak otot yang bergranulat dan keras.

b. 24 jam s/d hari ke-2, tampak infark terlokalisasi berwarna kuning.

c. Beberapa hari atau minggu, infark menjadi lunak dan rapuh disebut juga

dengan “myomalacia cordis”

d. Lebih dari 3 minggu, pusat infark menjadi seperti gelatin, warna memudar

menjadi abu-abu.

31
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang

menerapkan ilmu kedokteran klinis dalam rangka penegakan hukum dan

keadilan. Peran ilmu kedokteran forensik salah satunya adalah untuk dapat

mengidentifikasi penyebab kematian pada sudden cardiac death.

Sudden cardiac death merupakan kematian yang disebabkan oleh

kehilangan fungsi jantung secara mendadak. Kasus ini banyak ditemukan baik

dari tingkat internasional hingga nasional yang disebabkan oleh penyakit jantung

koroner. Faktor resiko terjadinya sudden cardiac death seperti: umur, jenis

kelamin, faktor anatomis, riwayat keluarga, aktivitas, LVH, hiperkolesterol,

intoleransi glukosa dan merokok. Penyakit jantung yang dapat menyebabkan

sudden cardiac death ialah penyakit jantung koroner, hypertensi heart disease,

stenosis aorta, aneurisma, infark miokard, penyakit katup jantung, miokarditis,

tamponade jantung, ateroskeloris, dan kardiomiopati.

Kasus sudden cardiac death memerlukan pemeriksaan khusus untuk

mencari sebab mati yaitu melalui pemeriksaan bedah mayat atau autopsi. Pada

pemeriksaan luar pada korban yang diduga mati akibat Sudden Cardiac Death,

biasanya terdapat tanda-tanda asfiksia seperti sianosis, bendungan sistemik

(petechie hemoragik atau tardieu spot), lebam mayat yang berwarna kebiruan

gelap dan oedem. Pada autopsi akan didapatkan temuan khusus pada organ

jantung seperti pembesaran jantung, penyempitan pembuluh darah, ditemukan

jaringan sikatrik pada otot jantung, kelainan katup.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Zipes DP, MD: wellwns H.J.J, MD. Clinical cardiology: New Frontiers:
Sudden Cardiac Death.2015
2. Riset Kesehatan dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Pusat dat dan informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
3. Fornes et al. Journal of Forensic Science. 1993:38;5
4. Knight B.The pathology of sudden death. In: KnighT’s forensic pathology.
3rd Edition. New York : Arnold. 2004;492-513.
5. Arief Hakim,Fahmi. 2010. Aspek Medikolegal Kematian Mendadak
Akibat Penyakit ( Natural Sudden Death). Bagian Forensik FK UNJANI.
Available from : http://rludifkunjani.wordpress.com/2010/11/17/aspek-
medikolegal-kematian-mendadak-akibat-penyakit-natural-sudden-death/
6. World Health Organization. Sudden cardiac death. 1985
7. Heart disease and sudden cardiac death. Diunduh di
http://www.webmd.com/heart-disease/guide/sudden-cardiac-death pada
tanggal 4 desember 2015 pukul 22.41
8. Kannel WB, Cupples LA, D’ Agostino RB. Sudden death risk in overt
coronary heart disease: the Framingham study. Am Heart J. 1987 Mar.
113(3):799-804
9. Chugh SS, Kelly KL, Titus JL. Sudden cardiac death with apparently
normal heart: Circulation. 2000. 102 (2):649-654)
10. Hakim FA. Aspek medikolegal kematian mendadak akibat penyakit.
Bagian Forensik Fakultas kedokteran Universitas Jambi
11. Zipes DP, wellens HJJ. Sudden cardiac death. Circulation: American heart
association
12. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. 1997
13. Shepherd, R. Simpson forensic medicine: 12th Edition. London: Arnold.
14. Brown CT. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-
enam, diterjemahkan oleh Hartanto, H. Jakarta: EGC. 2005
15. Arif Budiyanto, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI, 2000; 2, 214-218.

33
16. Knight. B, Forensic Pathology. Second edition. Oxford University Press,
inc: New York;506 – 507.
17. Rilantono I. Buku ajar kardiologi. Fakultas Kedokteran Unversitas
Indonesia. 2003
18. Mulyono D. Ilmu kedokteran kehakiman. Surakarta: UNS press. 1986.
19. Dahlan, S. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro: 2004.
20. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Ilmu kedokteran Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.1997
21. Gresham GA. Color Atlas of Forensic Pathology. Chicago: Year Book
Medical Publisher, 1975

34

Anda mungkin juga menyukai