Thalib. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702
Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M.
Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillahdimakamkan di Pekuburan Baqi',
Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan
yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia
pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan
bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas
(pendiri Mazhab Maliki).
Kelahiran
Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin, malam ke 13
dari Rabi’ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun 83 H) atau kurang lebih
pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir,
sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti
al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan
keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya (Asma’), Abdurrahman
bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari
Bani Umayyah.
Beliau adalah Al-Imam Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain
bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan
julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur). Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu
Abdullah dan juga dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim
bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma
bintu Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja’far
Ash-Shodiq) pernah berkata,“Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali.”
Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil ilmu dari
beliau, diantaranya Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan
bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Su’bah dan Ayyub. Banyak ilmu dan pengetahuan yang
diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin
Miqdam berkata, “Jika aku melihat kepada Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa
beliau adalah keturunan nabi.”
Asy-Syarif Ahmad bin Muhammad Sholih al-Baradighi mengatakan bahwa nasab para
sayyid/syarif di Hadramaut berpangkal pada nasab Imam Ja'far al-Shadiq melalui
Muhammad bin Ali Uraidhi. Ia diberi gelar gelar 'al-Shadiq' karena kebenarannya dalam
kata-katanya. Ia juga diberi nama ' Amudusy-Syaraf ' (tiang kemuliaan).
Ibundanya ialah Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq.
Sedangkan ibunda Farwah ialah Asma binti Abdurahman bin Abu Bakar al-Shiddiq. Ia
pernah berkata: “Aku dilahirkan al-Shiddiq dua kali!” (Keturunan Sayyidana Abu
Bakar ash-Shiddiq.ra).
Keluarga
Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara
lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim
binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm
Salamah yang beribukan wanita hamba pula.
Kehidupan awal
Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya.
Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi
ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim.
Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani
Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara
inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95
Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat
menyaksikan keadilan Umar II bin Abdul Aziz (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far
ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.
Meninggalnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4
Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat, dengan diracun atas perintah
Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada
gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih
menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan
wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan
penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk
mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur
Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya,
ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk
melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur
Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang
bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.
Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan datuknya Hasan bin Ali,
kakeknya Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.
Masa keimaman
Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi
pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang
saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu
menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke
segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang
terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn
Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia,
Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama
Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-
Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.
Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di
bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang
mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah
dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian
mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta
merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani
Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani
Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak
luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam
syahid dengan meracunnya.
"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia
wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan
dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia
menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]
Penangkapannya
Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam Ja’far
Shadiq dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah
Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa
ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim
dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian
Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di
Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.