Anda di halaman 1dari 12

Nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu

Thalib. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702
Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M.
Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillahdimakamkan di Pekuburan Baqi',
Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan
yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia
pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan
bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas
(pendiri Mazhab Maliki).

Kelahiran
Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin, malam ke 13
dari Rabi’ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun 83 H) atau kurang lebih
pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir,
sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti
al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan
keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya (Asma’), Abdurrahman
bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari
Bani Umayyah.
Beliau adalah Al-Imam Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain
bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan
julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur). Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu
Abdullah dan juga dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim
bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma
bintu Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja’far
Ash-Shodiq) pernah berkata,“Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali.”
Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil ilmu dari
beliau, diantaranya Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan
bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Su’bah dan Ayyub. Banyak ilmu dan pengetahuan yang
diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin
Miqdam berkata, “Jika aku melihat kepada Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa
beliau adalah keturunan nabi.”
Asy-Syarif Ahmad bin Muhammad Sholih al-Baradighi mengatakan bahwa nasab para
sayyid/syarif di Hadramaut berpangkal pada nasab Imam Ja'far al-Shadiq melalui
Muhammad bin Ali Uraidhi. Ia diberi gelar gelar 'al-Shadiq' karena kebenarannya dalam
kata-katanya. Ia juga diberi nama ' Amudusy-Syaraf ' (tiang kemuliaan).
Ibundanya ialah Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq.
Sedangkan ibunda Farwah ialah Asma binti Abdurahman bin Abu Bakar al-Shiddiq. Ia
pernah berkata: “Aku dilahirkan al-Shiddiq dua kali!” (Keturunan Sayyidana Abu
Bakar ash-Shiddiq.ra).

Imam Ja'far al-Shaddiq mempunyai anak:


Anak laki-laki :
1. Abdullah
2. Abbas
3. Yahya
4. Muhsin
5. Ja'far
6. Hasan
7. Muhammad al-Ashgor
(mereka tsb di atas tak memiliki keturunan)

Sedangkan yang memberi keturunan:


1. Ismail
2. Muhammad al-Akbar (gelarnya al-Dibaj)
3. Ishaq (gelarnya al-Mu'taman)
4. Musa al-Kadzim
5. Ali (gelarnya al-Uraidhi)
Anak perempuan :
1. Fatimah binti Ja'far
2. Asma binti Ja'far
3. Ummu Farwah binti Ja'far

Keluarga
Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara
lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim
binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm
Salamah yang beribukan wanita hamba pula.

Kehidupan awal
Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya.
Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi
ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim.
Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani
Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara
inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95
Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat
menyaksikan keadilan Umar II bin Abdul Aziz (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far
ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.

Meninggalnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4
Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat, dengan diracun atas perintah
Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada
gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih
menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan
wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan
penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk
mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur
Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya,
ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk
melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur
Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang
bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.
Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan datuknya Hasan bin Ali,
kakeknya Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.

Masa keimaman
Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi
pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang
saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu
menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke
segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang
terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn
Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia,
Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama
Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-
Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.
Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di
bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang
mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah
dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian
mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta
merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani
Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani
Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak
luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam
syahid dengan meracunnya.
"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia
wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan
dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia
menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]

Murid-murid Ja'far ash-ShadiqImam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk


mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari
keimamannya yang bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan
Bani Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan
aqliah(intelektual) dan naqliah (agama) seperti:
Zararah,
Muhammad bin Muslim,
Mukmin Thaq,
Hisyam bin Hakam,
Aban bin Taghlib,
Hisyam bin Salim,
Huraiz,
Hisyam Kaibi Nassabah, dan
Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)
Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:
Sofyan ats-Tsauri,
Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi),
Qadhi Sukuni,
Qodhi Abu Bakhtari,
Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki)
Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan
majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadist dan ilmu
pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul dari Imam Muhammad al-Baqir dan
Imam Ja’far as-Shadiq, lebih banyak dari seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam
Hadist lainnya.

Sasaran dari khalifah yang berkuasa


Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat
atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan
dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah,
hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas
perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang
dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau
dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang
dibangun di atas mereka.

Penangkapannya
Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam Ja’far
Shadiq dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah
Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa
ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim
dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian
Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di
Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.

Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq


Dari al- Imam Malik bin Anas
Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-
Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:
"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam
salah satu daripada keadaan-keadaan ini:
1. beliau sedang shalat,
2. beliau sedang berpuasa,
3. beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.
Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa
taharah(bersuci-wudhu). Beliau seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat
terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada
telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang
lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu
pengetahuannya."

Dari al-Imam Abu Hanifah


Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan
antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq AS. Khalifah bertujuan untuk
menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam
Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur
meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan
kepada Imam Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-
Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan
cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah
luas ilmunya.
Menurut Abu Hanifah,
"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika
aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur.
Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar
dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-
Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau
memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun
mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu,
mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga
mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-
pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh
pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."
Abu Hanifah berkata lagi,
"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan
mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"
Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,
"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin
Muhammad."

Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata


"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadist-hadist dari
bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib,
Amirul Mu'minin. Hadist-hadist dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-
hadist dari Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah
Azza Wa Jalla."
Beliau adalah salah seorang tokoh Imam Mazhab dalam Islam. Beliau dikenal sebagai
seorang yang mustajab doanya. Bila menginginkan sesuatu beliau hanya cukup berdoa:
"Ya Allah, aku ingin ini dan itu". Dengan sekejap mata saja apa yang diinginkan itu
terkabul di hadapannya.
Diceritakan pula bahawa beliau pernah digiring ke hadapan Khalifah Mansur Al-Abbasi
dengan tuduhan palsu dan disaksikan oleh seorang. Saksi itu berkata: "Aku bersumpah
bahwa Ja'far melakukan begini dan begitu". Belum selesai saksi itu berkata tiba-tiba ia
tersungkur mati di hadapan beliau.
Imam As-Syibli berkata: "Setengah dari karamahnya ialah ketika Bani Hasyim hendak
membaiat Muhammad dan Ibrahim bin Abdullah bin Hassan bin Ali bin Abi Thalib
menjadi khalifah di saat mendekatnya keruntuhan Daulat Bani Umayyah mereka
meminta pendapat dari Imam Ja'afar As-Shadiq. Setelah berada di hadapan Imam Ja'far
mereka berkata: "Kami berkumpul di sini hendak membaiat engkau jadi khalifah". Jawab
Imam Ja'far As-Shadiq: "Sebenarnya kekhalifahan ini tidak akan diperoleh olehku dan
tidak pula untuk kedua orang itu (Muhammad dan Ibrahim bin Abdullah). Sesungguhnya
kekhalifahan akan diperoleh oleh yang memakai jubah kuning itu. Demi Allah, mereka
akan dipermainkan oleh budak-budak mereka sendiri". Kemudian Imam Ja'far pergi
meninggalkan majlis itu".
Memang waktu itu Al-Mansur sedang hadir di majlis itu dan ia sedang memakai jubah
bewarna kuning. Ucapan beliau itu selalu dipeganginya sampai ia diangkat jadi khalifah
daulat Banil Abbas.
Imam Al-Laitsi ibnu Sa'ad pemah bercerita: "Di tahun 113 H aku pergi haji. Setelah
bersembahyang Asar waktu aku naik ke bukit Jabal Aba Qubais tiba-tiba aku lihat ada
seorang duduk sedang berdoa: "Ya Allah, ya Allah, ya Hayu, ya Hayu dengan penuh
tawadhuk. Kemudian orang itu berdoa lagi: "Ya Allah, sesungguhnya aku ingin buah
anggur, kumohon kurniakanlah padaku, Ya Allah sesungguhnya kain bajuku koyak-koyak
aku mohon berikan padaku kain baju".
Aku dibuatnya terperanjat sebelum ia menyelesaikan doanya tiba-tiba muncul
sekeranjang buah anggur penuh yang waktu itu bukan musimnya, dan kulihat pula ada
dua kain yang serba mahal yang belum pemah kulihat ada kain baju sebagus itu. Waktu
itu akan makan buah anggur itu aku katakan padanya: "Aku juga ikut ada dalam buah
anggur itu, kerana waktu engkau berdoa aku membaca Amin". Jawab orang itu:
"Datanglah kemari". Kemudian ia memberikan sebahagian buah anggur itu dan kumakan
segera. Rasanya belum pernah aku makan buah anggur selazat buah itu. Dan iapun
melarangku untuk menyimpan sisanya. Anehnya isi keranjang itu sedikitpun tidak
berkurang.
Kemudian orang itu memberikan padaku sepotong dari dua kain baju itu sedang yang
sepotong dipakai olehnya. Namun waktu kutolak kain itu ia menggunakannya kedua
potong kain tersebut. Yang sepotong dipakai buat baju sedangkan yang sepotong
disarungkan dibawahnya. Selanjurnya ketika ia berjalan di tempat bersa'ie di antara Safa
dan Marwa ia bertemu dengan seorang miskin yang berkata: "Wahai cucu Rasulullah
berikanlah padaku pakaian". Orang itu tidak pikir-pikir lagi untuk memberikan dua
potong kain yang baru ditempahnya itu kepada si fakir tersebut. Waktu kutanyakan
kepada si fakir, siapakah orang yang memberinya dua potong kain itu? Jawab si fakir: "la
adalah Ja'far bin Muhammad Al Baqir".
Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq) adalah :
“Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa. Tiada sesuatu yang lebih baik daripada
diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan. Tiada penyakit yang lebih
parah daripada berbohong.”
“Jika engkau mendengar suatu kalimat dari seorang muslim, maka bawalah kalimat itu
pada sebaik-baiknya tempat yang engkau temui. Jika engkau tak mampu untuk
mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut, maka celalah dirimu sendiri.”
“Jika engkau berbuat dosa, maka memohon ampunlah, karena sesungguhnya dosa-dosa
itu telah dibebankan di leher-leher manusia sebelum ia diciptakan. Dan sesungguhnya
kebinasaan yang dahsyat itu adalah terletak pada melakukan dosa secara terus-menerus.”
“Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Barangsiapa yang
dibuat kagum oleh sesuatu dan menginginkannya demikian terus, maka perbanyaklah
ucapan maa syaa-allah laa quwwata illa billah.”
“Allah telah memerintahkan kepada dunia, ‘Berkhidmatlah kepada orang yang
berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang yang berkhidmat kepadamu.’ “
“Fugaha itu orang yang memegang amanah para rasul, selama tidak masuk ke dalam
pintu-pintu penguasa.”
“Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak engkau sukai dari perbuatan saudaramu,
maka carilah satu, atau bahkan sampai tujuh puluh alasan, untuk membenarkan perbuatan
saudaramu itu. Jika engkau masih belum mendapatkannya, maka katakanlah, ‘Semoga ia
mempunyai alasan tertentu (kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.’ “
“Empat hal yang tidak seharusnya bagi seorang yang mulia untuk memandang rendah :
bangunnya dia dari tempat duduknya untuk menemui ayahnya, berkhidmatnya dia kepada
tamunya, bangunnya dia dari atas binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia
kepada seorang yang menuntut ilmu kepadanya.”
“Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali dengan tiga hal : menganggapnya rendah (tidak
berarti apa-apa), menutupinya dan mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau
merendahkannya, ia akan menjadi agung. Jika engkau menutupinya, engkau telah
menyempurnakannya. Jika engkau mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya.”
Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa :
“Wahai putraku, barangsiapa yang menerima dengan ikhlas apa-apa yang telah dibagikan
oleh Allah daripada rizki, maka ia akan merasa berkecukupan. Barangsiapa yang
membentangkan matanya untuk melihat apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka
ia akan mati miskin. Barangsiapa yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan
oleh Allah daripada rizki, maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam qadha’-Nya.”
“Barangsiapa yang memandang rendah kesalahannya sendiri, maka ia akan membesar-
besarkan kesalahan orang lain. Barangsiapa yang memandang kecil kesalahan orang lain,
maka ia akan memandang besar kesalahannya sendiri.”
“Wahai anakku, barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan
dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan
pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur
agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke
dalamnya.”
“Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat orang-orang bodoh, maka ia akan
dipandang rendah. Barangsiapa yang bergaul dengan ulama, ia akan dipandang mulia.
Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat kejelekan, maka ia akan dituduh
melakukan kejelekan itu.”
“Wahai putraku, janganlah engkau masuk di dalam sesuatu yang tidak membawa manfaat
apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak menjadi hina.”
“Wahai putraku, katakanlah yang benar, walaupun berdampak baik kepadamu ataupun
berdampak buruk.”
“Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran,
menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang memutuskan hubungan denganmu,
menyapa kepada seorang yang bersikap diam kepadamu, dan memberi kepada seorang
yang meminta darimu. Jauhilah daripada perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan
menanamkan kedengkian di hati manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib
manusia.”
“Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka kunjungilah orang-orang yang baik, dan
janganlah mengunjungi orang-orang pendusta.”
Beliau (Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq) meninggal di kota Madinah pada malam Senin,
pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan disemayamkan di pekuburan Baqi’ di dalam
qubah Al-Abbas, dekat dengan makam ayahnya, kakeknya dan paman kakeknya Hasan
bin Ali.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…

Anda mungkin juga menyukai