Suhu tubuh basal didefinisikan sebagai suhu tubuh terendah nopatologis yang dicatat
setelah periode istirahat. Metode yang digunakan adalah grafik rata-rata suhu tubuh basal
selama periode menstruasi untuk menentukan apakah ovulasi telah terjadi atau tidak.
Pengukuran suhu tubuh basal telah digunakan selama beberapa dekade terakhir untuk
membantu pasangan suami istri mengoptimalkan waktu hubungan seksual selama masa subur.
Metode ini juga berguna untuk membantu pasangan suami istri dalam upaya menghindari
pembuahan selama masa subur atau biasa disebut sebagai kontrasepsi.
Suhu tubuh basal meningkat dikarenakan meningkatnya kadar progesteron setelah ovulasi.
Terdapat dua pendapat yang menjelaskan bagaimana proses peningkatan suhu tubuh basal,
sebagai berikut :
1. Progesteron berefek pada pusat pengaturan suhu di otak.
2. Progesteron berefek pada pembuluh darah subkutan, menyebabkan meningkatnya
perfusi kulit.
Idealnya, kurva suhu tubuh basal harian akan menunjukkan peningkatan nyata sekitar 0,5
hingga 1 derajat F tak lama setelah ovulasi. Peningkatan suhu tubuh basal ini kemudian
berlanjut sampai awal menstruasi kemudian suhu tersebut akan turun kembali ke suhu
normalnya. Hasil yang akurat tergantung pada konsistennya pengukuran yang idealnya
dilakukan setiap hari. Untuk hasil yang paling akurat, suhu harus diukur pada waktu yang sama
setiap hari, yaitu segera setelah bangun tidur. Pengukuran suhu tubuh basal juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor lingkungan seperti demam akibat proses infeksi, stresor emosional,
konsumsi alkohol, dan penambahan atau penghentian kontrasepsi oral dari rejimen harian.
Pengukuran suhu tubuh basal membantu wanita yang berusaha hamil dengan melacak
siklus ovulasi, tetapi mekanisme ini tidak melindungi seseorang dari infeksi menular seksual
atau kehamilan yang tidak diinginkan. Wanita yang tidak tertarik untuk hamil harus
menggunakan metode kontrasepsi hormonal lain seperti pil kontrasepsi oral, patch, injeksi,
implan, atau kondom.
korpus luteum terbentuk segera setelah ovulasi. Organ vital yang terdiri dari sel folikular
dan sel granulosa folikuler akan melepaskan hormon progesteron untuk mempersiapkan tubuh
bagi potensi kehamilan. Salah satu mekanisme persiapan menyebabkan progesteron bekerja
pada hipotalamus untuk mengatur peningkatan suhu tubuh basal. Akibatnya, fase luteal dari
siklus menstruasi dikaitkan dengan peningkatan tubuh yang hangat dan pengingkatan produksi
keringat. Progesteron dan suhu tubuh tetap relatif tinggi sepanjang sisa siklus, dan pada
akhirnya akan berkurang bersamaan dengan menstruasi jika tidak terjadi kehamilan.
Peningkatan suhu tubuh basal yang tidak kembali ke baseline/garis dasar bisa menjadi indikasi
awal kehamilan.
Kadar Follicular Stimulating Hormone (FSH) biasanya meningkat pada wanita prapubertas
saat tubuh yang belum matur berkembang. Namun, pada masa pubertas kadar estrogen akan
meningkat, yang menyebabkan terbentuknya Luteinizing Hormone (LH) yang baru sebelum
ovulasi. Konsentrasi LH kemudian menjadi lebih tinggi daripada FSH. Lonjakan LH ini adalah
faktor pencetus bagi ovarium untuk melepaskan satu sel telur (kadang-kadang lebih) setiap
bulan.
Interaksi antara tiga sistem organ yang berbeda diperlukan dalam proses ovulasi dan
fluktuasi suhu tubuh basal. Hipotalamus-hipofisis-ovarium aksis adalah dasar dari siklus
menstruasi pada wanita. Hipotalamus merupakan organ endokrin yang mengeluarkan
neurohormon, organ ini melepaskan Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH). GnRH
kemudian bekerja pada kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan LH dan FSH. Pelepasan
hormon-hormon ini pada ovarium akan menginduksi pematangan folikel dan ovulasi, yang
akan mengubah suhu tubuh basal.
Jika metode pengukuran suhu tubuh basal ingin digunakan sebagai metode kontrol
kelahiran, pasangan suami istri harus menghindari hubungan seksual sejak awal menstruasi
hingga sekitar tiga hari setelah lonjakan suhu tubuh basal. Tiga hari ini hanya perkiraan karena
suhu tubuh basal mungkin tidak memiliki ketinggian yang berbeda sampai tiga hari setelah
ovulasi pada beberapa wanita. Pada wanita dengan siklus menstruasi tidak teratur, suhu tubuh
basal dianggap tidak akurat akibat ketidakpastian waktu ovulasi.
Tak lama setelah ovulasi, progesteron, hormon steroid yang dilepaskan dari corpus luteum,
menjadi faktor utama dalam lonjakan suhu tubuh basal; ini terjadi pada fase luteal dan membuat
suhu tubuh basal meningkat sekitar 0,5 hingga 1 derajat F sepanjang fase luteal. Rata-rata suhu
tubuh basal selama fase folikuler (sebelum ovulasi) adalah 97 derajat sampai 98 derajat F.
Nadir termal (titik terendah suhu tubuh), ditemukan terjadi dalam 1 dan 2 hari setelah lonjakan
LH dalam fase folikuler, sekitar 1 hari sebelum timbulnya ovulasi.
Wanita harus yakin untuk mengukur suhu tubuh basalnya pada waktu yang sama setiap
pagi. Pengukuran suhu sebelum makan dan minum juga dianjurkan karena faktor-faktor ini
dapat mengubah suhu istirahat. Produk sensor suhu vagina yang tersedia secara komersial
memiliki akurasi 89% yang digunakan dalam prediksi ovulasi. Sensor suhu lainnya
menggunakan sensor yang dikenakan di bawah lengan. Dimulai pada hipotalamus dan berakhir
dengan pelepasan progesteron, yang membuat suhu tubuh istirahat meningkat, siklus ovulasi
berkontribusi secara signifikan terhadap fluktuasi suhu tubuh istirahat.