Anda di halaman 1dari 1

“The Power Syndrom” – Gereja Model Institusional

TAS EKLESIOLOGI
Fellony Prista Oktamala/01170079
Gereja dengan model institusional secara umum memiliki struktur organisasi gereja
yang hierarkis, di mana akan selalu ada yang membawahi dan dibawahi, yang memimpin dan
yang dipimpin. Berdasarkan penjelasan Dulles mengenai konsekuensi yang kurang baik bagi
kehidupan Kristen dari gereja model Institusional ini, saya setuju bahwa beberapa kebajikan
seperti ketaatan diberikan penekanan yang berlebihan sementara kebajikan yang lain sedikit
diabaikan.
Dalam gereja dengan model Institusional, tidak dapat dipungkiri bahwa pasti ada
pejabat-pejabat dalam yang memiliki pengaruh kuat bagi keberlangsungan pertumbuhan gereja
tersebut. Mengangkat konteks dari gereja saya yang juga tergolong sebagai gereja dengan
model institusional secara sinodal, terdapat beberapa orang penting yang memiliki Power
Syndrom : gejala sifat mendambakan sesuatu yang berhubungan dengan wewenang atau
kekuasaan secara berlebihan untuk tujuan tertentu. Mereka adalah orang-orang yang terbiasa
menjadi pejabat tinggi gereja yang memberi banyak sumbangsih sejak awal mula didirikannya
gereja tersebut hingga saat ini namun sedikit melupakan aspek persekutuan yang hidup.
Sebagai gereja yang baru berumur 17 tahun, GKJW Jemaat Sukun sudah tergolong sebagai
gereja yang baik secara organisasi dan penjemaatan. Namun dibalik itu terdapat orang-orang
yang kolot, memiliki rasa kepimilikan yang tinggi terhadap gereja, bahkan lebih buruknya
mereka terjebak dalam Power Syndrome yang cukup memberikan pengaruh negatif pada
kinerja dan pelayanan para majelis gereja dan pendeta setempat.
Rasul Paulus dalam Suratnya kepada jemaat di Efesus pasal 1 : 22-23 menyatakan
bahwa Kristus adalah pemimpin/ kepala gereja dan gereja itu sendiri sebagai tubuhnya.
Menurut hemat saya, meskipun gereja berdiri dengan model istitusional, gereja juga perlu terus
menerus membangun motivasi dan iman para pejabat gereja agar tetap terfokus pada satu
motivasi tunggal, yaitu melayani Kristus melalui jemaat gereja dengan meneladani prinsip
hidup Yesus sebagai pemimpin sejati para murid-murid dan pengikut-Nya. Hal tersebut bisa di
aplikasikan melalui renungan-renungan kecil sebelum Sermon, Retreat khusus para majelis
bersama dengan pendeta, evaluasi kinerja dan pelayanan dan membangun keterbukaan satu
sama lain. Selain itu, secara sistem, gereja juga perlu untuk membatasi periode jabatan para
petinggi gereja. Menurut saya, Gereja dengan model institusional tidak selamanya buruk.
Gereja hanya perlu untuk terus membangun spiritualitas yang menyentuh batin para pejabat-
pejabat gereja dalam masa mereka berpelayanan.

Anda mungkin juga menyukai