Anda di halaman 1dari 9

DOKTRIN GEREJA ALKITABIAH

(EKKLESIOLOGI)

Teologia Reformed

Denny Teguh Sutandio.

John Calvin: "Gereja adalah pemberita dan pendengar yang setia Injil Allah dan
pelaksana sakramen, sebagaimana ditetapkan Tuhan Yesus"

1 Definisi dan Hakekat Gereja

Apakah gereja itu ? Banyak orang mengatakan bahwa gereja itu bangunannya
yang megah, besar, di atasnya ada tanda salib. Itukah gereja ? Tidak. Saya akan
membagi 3 macam definisi gereja, yaitu :

Pertama, gereja adalah tubuh Kristus. Gereja disebut gereja karena gereja
adalah tubuh Kristus di mana di dalam tubuh Kristus terdapat beragam anggota
yang bersatu padu mengerjakan tugas dan panggilan yang Kristus percayakan.
Meskipun masing-masing anggota mendapatkan karunia berbeda-beda dalam
mengerjakan panggilan Kristus, mereka harus bersatu di dalam pengajaran para
rasul dan para nabi (yaitu Alkitab). Efesus 2:20 memberikan pengajaran kepada
kita bahwa dasar gereja sebagai tubuh Kristus yaitu pembangunan doktrin yang
diturunkan dari para rasul dan nabi (apostolic faith/iman rasuli).

Kedua, gereja adalah bait Roh Kudus. Sebagai bait Roh Kudus, gereja yang
menghadirkan karunia-karunia Roh Kudus. Hal ini jangan disalahmengerti.
Gereja yang menghadirkan karunia-karunia Roh Kudus tidak berarti gereja itu
memutlakkannya seperti yang terjadi pada banyak gereja
Karismatik/Pentakosta. Gereja yang menghadirkan karunia-karunia Roh Kudus
adalah gereja yang masing-masing anggotanya melayani Tuhan sesuai dengan
karunia-karunia Roh Kudus yang dipercayakan kepada mereka. Daftar karunia-
karunia Roh Kudus dapat dilihat di dalam 1 Korintus 12:8-11 dan telah
dijelaskan pada poin Doktrin Roh Kudus.
Ketiga, gereja adalah persekutuan orang-orang percaya. Definisi terakhir,
gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil keluar dari
kegelapan menuju ke terang-Nya yang ajaib (1 Petrus 2:9). Itulah yang dimaksud
gereja yang dalam bahasa Yunani : ekklesia. Kata ekklesia dibagi menjadi dua,
yaitu kata ek yang artinya keluar dan kaleo berarti dipanggil, sehingga ekklesia
berarti dipanggil keluar. Oleh karena dipanggil keluar dari kegelapan menuju
terang-Nya yang ajaib, maka gereja tidak berisi orang-orang suci 100% (hanya
kurang 2 sayap).

Gereja sejati adalah gereja yang berisi persekutuan orang-orang pilihan Allah
yang berdosa tetapi sudah mendapatkan panggilan Allah sehingga mereka dapat
melihat terang Allah yang ajaib dan memberitakan terang-Nya kepada orang
lain. Dengan kata lain, di dalam gereja sejati, ada persekutuan (fellowship).
Persekutuan ini meliputi ada saling keterikatan hubungan satu sama lain.
Misalnya, sesama jemaat dapat menguatkan iman, menegur, menasehati,
mengajar atau bahkan menghibur mereka yang bersedih. Gereja yang tidak
menjalankan persekutuan adalah gereja yang patut diwaspadai.

Catatan: GAMBARAN GEREJA DALAM PERJANJIAN BARU.


Pertama, Gereja sebagai Umat Allah.
Lihat 1 Petrus.2:9. Band. dengan Ulangan.9:10; 10:4.
Kedua, Gereja sebagai Komunitas Mesianis (The Mesiannic Community) Lihat
Lukas.12:32; Matius.16:18; Matius.28:20.
Ketiga, Gereja sebagai Tubuh Kristus.
Lihat Efesus.1:22-23
Gereja yang dipersatukan dengan Kristus: Roma.8:9-11.
Keempat, Gereja sebagai Bait Roh Kudus.
Lihat Kis.1:4; 5:32

Dalam Kisah Para Rasul kata 'Ekklesia' terutama ditujukan pada orang Kristen
yang diam dan bersekutu di kota tertentu, seperti di Yerusalem. (Kisah Para
Rasul 5:11, Kis. 11:22, Kisah Para Rasul 12:1 & 5, Kisah Para Rasul 9:31) atau di
Anthiokia (Kisah Para Rasul 13:1).

2. Pembagian Gereja

Setelah mengerti definisi gereja, marilah kita mengerti pembagian gereja di


dalam theologia Reformed. Di dalam theologia Reformed, gereja dibagi menjadi
dua yaitu gereja yang kelihatan (visible church) yang meliputi gereja yang dapat
dilihat dengan mata yang meliputi bangunan, organisasi, dll (seperti : GRII,
GKT, GKA, GKI, GBI, GKJW, dll) dan gereja yang tidak kelihatan (invisible
church) yang meliputi seluruh gereja Tuhan dari segala tempat, waktu dan masa
yang tidak dapat dilihat oleh mata dan disebut satu per satu. Di dalam
pengakuan iman rasuli (Apostles’ Creed), gereja yang tidak kelihatan ini disebut
gereja yang kudus dan am. Pdt. Dr. Stephen Tong menguraikan hal ini menjadi
dua prinsip, yaitu : gereja yang kudus itu berarti gereja ini secara status kudus
(dikuduskan) dan gereja yang am berarti secara ruang lingkupnya menyeluruh
(universal).

Gereja yang kelihatan adalah gereja yang berwadah organisasi, tetapi gereja
yang tidak kelihatan adalah gereja yang tidak berorganisasi tetapi organis
(bersifat hidup). Gereja yang kelihatan harus memenuhi syarat gereja yang tidak
kelihatan yaitu meliputi pengajaran iman dari zaman ke zaman, bersifat
universal dan kudus, sedangkan gereja yang tidak kelihatan belum tentu
termasuk gereja yang kelihatan, mungkin karena alasan di suatu negara gereja
yang tidak kelihatan itu tidak diizinkan membangun gedung gereja. Meskipun
gereja yang tidak kelihatan tidak diizinkan membangun gedung gereja, gereja
tersebut tetap disebut gereja, karena inti gereja bukan bangunan, gedung,
organisasi, tiang pancang, dll, tetapi orang-orangnya/persekutuan orang-orang
percaya. Gedung gereja boleh dihancurkan, tetapi persekutuan orang-orang
percaya tak mungkin bisa dihancurkan.

3. Tugas Gereja

Lalu, apa tugas gereja ? Ada tiga tugas gereja yang harus dimengerti, yaitu

Pertama, marturia (=bersaksi). Gereja yang sehat harus bersaksi. Saya


membagikan dua macam bersaksi, yaitu, pertama, bersaksi secara internal.
Artinya di dalam gereja yang sehat, ada suatu pengajaran yang menyaksikan inti
berita Alkitab kepada jemaat dan sesamanya. Ini yang Pdt. Dr. Stephen Tong
sebut sebagai “berakar ke bawah”. Mengapa harus berakar ke bawah ? Karena
gereja yang tidak berakar ke bawah akan hanyut diterpa badai dengan
mudahnya, tetapi gereja yang berakar ke bawah akan tetap kokoh dan teguh
ketika badai menghantam bahkan gereja tersebut mampu menantang badai
tersebut. Untuk hal ini, Pdt. Dr. Stephen Tong mengutip perkataan seorang
hamba Tuhan lain bahwa ikan yang terus ikut arus adalah ikan yang mati.
Demikian juga, gereja yang tidak berakar ke bawah adalah gereja yang mati yang
selalu ikut arus filsafat dunia. Bersaksi macam kedua adalah bersaksi eksternal.
Gereja yang sehat bukan hanya menekankan doktrin, tetapi juga harurs
menekankan aspek penginjilan yaitu menyaksikan Injil Kristus kepada orang-
orang lain khususnya yang belum menerima Kristus (Pdt. Dr. Stephen Tong
menyebutnya sebagai “berbuah ke atas”). Penginjilan yang sehat harus
bersumber dan berdasar pada doktrin yang sehat. Jangan menginjili tanpa
memiliki akar dan kerangka doktrin Kristen yang solid, seperti kalau kita ingin
berperang melawan musuh, kita harus mempersiapkan rancangan dan
peralatannya.

Kedua, koinonia (=bersekutu). Gereja jika hanya menekankan kesaksian


internal dan eksternal belum memenuhi kriteria gereja sehat. Gereja sehat juga
adalah gereja yang bersekutu. Gereja yang bersekutu adalah gereja yang saling
mengenal masing-masing jemaat dan sesamanya. Ketika ada salah seorang
anggota gereja yang sakit, jemaat gereja lain harus mengetahui, menjenguk dan
menguatkannya. Tetapi sebaliknya, gereja yang hanya gemar bersekutu, tetapi
tidak menekankan doktrin, juga belum termasuk gereja yang sehat. Kedua-
duanya harus seimbang.

Ketiga, diakonia (=melayani). Gereja harus melayani dan mengajarkan konsep


menjadi hamba. Ketika orang dunia sedang menekankan konsep superioritas
manusia dan konsep “bos”, maka sudah seharusnya gereja harus menekankan
konsep menjadi hamba/budak Allah. Bos-bos yang sehari-harinya memimpin
perusahaan ketika datang ke gereja, harus tetap diperlakukan sebagai jemaat
gereja biasa dan kalau perlu mereka harus diajarkan bahwa mereka tetap
sebagai hamba/budak di hadapan Tuhan. Gereja yang terlalu memanjakan
orang-orang kaya (seperti yang dilakukan pada mayoritas gereja
Karismatik/Pentakosta) harus segera bertobat, karena gereja bukan didirikan
oleh orang-orang kaya, tetapi didirikan oleh Kristus, Kepala Gereja. Menjadi
hamba di dalam gereja berarti harus melayani dengan rendah hati, bukan minta
dilayani atau bahkan memerintah orang lain.

4. Pemerintahan dan Jabatan Gerejawi

Setelah kita mengerti tri tugas gereja, marilah kita mengerti tentang jabatan
(dan pemerintahan gereja). Prof. Dr. Louis Berkhof di dalam buku Teologi
Sistematika : Doktrin Gereja membagi 7 macam pemerintahan gereja, yaitu (6
yang salah, dan terakhir yang benar) :

Pertama, pandangan kelompok Quaker dan Darbyte yang menolak semua


pemerintahan gereja. Bagi mereka (ada miripnya dengan banyak kelompok
Karismatik/Pentakosta), pemerintahan gereja dapat mengakibatkan
kemerosotan, “mengurangi/membatasi karya ‘roh kudus’”. Meninggikan elemen
manusiawi, bahkan pemerintahan gereja dianggap berdosa. Yang lebih parah
lagi, Berkhof mengungkapkan, “... menurut mereka, jabatan-jabatan dalam
Gereja tidak perlu, dan dalam ibadah umum mereka hanya mengikuti dorongan
Roh Kudus begitu saja.” (Berkhof, 1997, p. 53) Dr. Berkhof dalam bukunya
kembali menyoroti kelompok ini memiliki kecenderungan mistisisme di dalam
ajarannya karena terlalu menekankan aspek “Roh Kudus”. Ternyata, Berkhof
mengungkapkan fakta bahwa kelompok ini merupakan reaksi dari kelompok
Established Church di Inggris yang terlalu menekankan hirarkis dan
formalisme.

Kedua, sistem Erastian yang diberi nama sesuai dengan Erastus (1524-1583)
yang menganggap Gereja sebagai masyarakat yang memiliki eksistensi dan
bentuknya berdasarkan peraturan negara. Bagi mereka, para pejabat Gereja
hanya bertugas memberitakan Firman Tuhan, sedangkan yang mengurusi
masalah disiplin gereja, pengaturan, dll adalah tugas negara. Sistem ini dipakai
di Inggris, Skotlandia dan Jerman (Gereja Lutheran). Bagi Berkhof, prinsip ini
sangat bertentangan dengan prinsip Alkitab bahwa pertama, Kristus adalah
Kepala Gereja dan kedua, gereja dan negara adalah dua hal yang berbeda dalam
: asal usulnya, tujuan utama, kekuasaan yang mereka laksanakan dan
pengaturan kekuasaannya. (Berkhof, 1997, p. 54)

Ketiga, sistem Episkopal yang berpendapat bahwa Kristus sebagai Kepala


Gereja telah mempercayakan pemerintahan Gereja secara langsung dan
eksklusif kepada suatu ordo pejabat gereja atau uskup (sebagai penerus para
rasul) dan Kristus, menurut mereka, telah memberikan kepada para pejabat
gereja tersebut suatu urutan/ordo yang terpisah bebas dan dapat menentukan
diri sendiri. Dengan kata lain, di dalam sistem ini, bagi Berkhof, komunitas
orang-orang percaya tidak memiliki bagian sama sekali dalam pemerintahan
Gereja. Sistem ini pada abad-abad permulaan dipakai oleh gereja Roma Katolik
dan di Inggris sistem ini digabungkan dengan sistem Erastian. Dr. Berkhof
menyatakan bahwa Alkitab tidak pernah mengajarkan adanya satu kelas orang-
orang tertentu sebagai pejabat gereja yang superior. Sebaliknya, Gereja sejati
memiliki tiga jabatan yang masih berlaku, yaitu penginjil, gembala dan pengajar
(Efesus 4:11), sedangkan rasul dan nabi sudah tidak ada lagi secara jabatan,
karena Alkitab sudah selesai ditulis !

Keempat, sistem Roma Katolik atau identik dengan sistem Episkopal yang
percaya bahwa mereka adalah penerus para rasul (khususnya Petrus yang
mereka anggap lebih utama dari para rasul lainnya), sehingga tidak heran,
mereka mempercayai sistem monarki absolut di bawah pemerintahan Paus
karena Paus yang tidak bersalah (infallibility of the Pope) adalah wakil Kristus.
Di bawah Paus, ada ordo-ordo/kelas-kelas yang lebih rendah untuk memerintah
Gereja secara ketat (seperti Kardinal, Pastur, dll). Di dalam sistem ini, jemaat
sama sekali tidak memiliki suara dalam pemerintahan Gereja dan lebih celaka
lagi, apa yang Paus katakan adalah apa yang “Allah” katakan jadi harus ditaati
oleh semua jemaat. Dr. Berkhof mengajarkan bahwa sistem ini bertentangan
dengan Alkitab, karena Alkitab sama sekali tidak menyebut Petrus sebagai rasul
paling utama di antara rasul-rasul lainnya.

Kelima, sistem Kongregasional atau sistem independen yang mengajarkan


bahwa gereja atau jemaat adalah gereja yang lengkap, berdiri sendiri atau tidak
bergantung pada gereja lain. Sehingga tidak heran, kuasa pimpinan sepenuhnya
diserahkan pada anggota gereja yang diperkenankan mengatur segala urusan
mereka sendiri. Di dalam sistem ini, para pejabatan gereja hanya sekedar
pejabat fungsional dari gereja lokal yang dipilih untuk mengajar dan
melaksanakan segala urusan gerejani. Bagi Dr. Berkhof, sistem ini sangat kacau
karena Alkitab tidak mengajarkan bahwa gereja tidak perlu bergantung pada
gereja lain dan juga sistem ini tidak menghasilkan keputusan apapun. Sebagai
tambahan, saya juga menyoroti bahwa kelemahan sistem ini adalah jemaat yang
tidak tentu semuanya berpendidikan akan mengakibatkan gereja dengan sistem
pemerintahan ini (yaitu banyak gereja Karismatik/Pentakosta) menjadi kacau
apalagi kacau di dalam hal doktrin.

Keenam, sistem Gereja Nasional (National-Church) yang disebut juga sistem


Kolegial (menggantikan sistem Teritorial yang mengajarkan bahwa hak negara
adalah untuk memperbaharui ibadah umum, menyelesaikan sengketa mengenai
doktrin dan tingkah laku, dan menentukan sinode) yang dikembangkan di
Jerman terutama oleh C. M. Pfaff (1686-1780) dan kemudian diperkenalkan di
Belanda yang mengajarkan bahwa Gereja adalah perkumpulan suka rela yang
setara dengan negara. Di dalam sistem ini, jemaat-jemaat hanya sub-divisi dari
satu gereja nasional dan kekuatan yang sesungguhnya berada pada suatu
organisasi nasional yang memiliki kekuatan hukum atas gereja lokal. Bagi Dr.
Berkhof, sistem ini mirip dengan sistem Erastian, persis seperti apa yang
sekarang ini disebut sebagai negara totaliter.

Ketujuh (terakhir), sistem Reformed/Presbyterian yang dipegang oleh gereja-


gereja yang bertheologia Reformed. Berikut penuturan Prof. Dr. Louis Berkhof
tentang prinsip-prinsip sistem pemerintahan Presbyterial ini di dalam bukunya
tersebut,Gereja Reformed tidak mengklaim bahwa sistem mereka mengenai
pemerintahan Gereja ditentukan oleh setiap detilnya oleh Firman Tuhan, tetapi
gereja Reformed menekankan bahwa prinsip dasarnya diperoleh secara
langsung dari Alkitab. Mereka tidak mengklaim adanya jus divinum secara rinci,
tetapi hanya untuk prinsip dasar yang umum saja dari sistem ini, dan mereka
siap untuk mengakui bahwa banyak hal-hal khusus ditentukan oleh
pertimbangan kebijaksanaan manusia...

Berikut ini kita lihat prinsip-prinsipnya yang paling mendasar :

1. Kristus adalah Kepala Gereja dan Sumber dari Segala Otoritas

...Reformed mempertahankan pendapat bahwa Kristus satu-satunya Kepala


Gereja...

Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa Kristus adalah Kepala atas segala
sesuatu. Ia adala hTuhan dari alam semesta, bukan sekedar sebagai Pribadi
kedua dalam Tritunggal, tetapi jjuga dalam keadaan-Nya sebagai Pengantara,
Matius 28:18 ; Efesus 1:20-22 ; Filipi 2:10,11 ; Wahyu 17:14 ; 19:16. Dalam
pengertian yang sangat khusus, Ia adalah Kepala Gereja di mana Gereja adalah
tubuh-Nya...Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Kristus adalah Kepala
Gereja, bukan saja dalam hubungannya yang vital dengan Gereja, tetapi juga
sebagai Legislator dan Raja.

Dalam pengertian organik dan vital, Ia adalah Kepala yang utama, walaupun
tidak secara eksklusif, dari Gereja yang tidak nampak yang membentuk tubuh-
Nya secara spiritual. Ia juga kepala bagi Gereja yang nampak bukan hanya
dalam pengertian organik saja, tetapi juga dalam pengertian bahwa Ia adalah
pemegang otoritas dan memerintah atasnya, Matius 16:18,19 ; 23:8,10 ; Yohanes
13:13 ; 1 Korintus 12:5 ; Efesus 1:20-23 ; 4:4,5,11,12 ; 5:23,24...

2. Kristus Melaksanakan Otoritas-Nya dengan Memakai Firman Kerajaan-Nya.

Pemerintahan Kristus tidaklah persis sama dengan pemerintahan raja-raja


dunia. Ia tidak memerintah Gereja dengan paksaan, tetapi secara subjektif
melalui Roh-Nya yang bekerja dalam Gereja dan secara objektif melalui Firman
Tuhan sebagai standar otoritas... Karena Kristus adalah satu-satunya Penguasa
Gereja yang berdaulat, maka firman-Nya adalah satu-satunya hukum dalam arti
yang paling mutlak. Karena itu semua kekuasaan tiranis tidak boleh ada dalam
Gereja...

3. Kristus sebagai Raja Melimpahkan Kekuasaan kepada Gereja.

...sebagai tambahan para pejabat Gereja menerima suatu kuasa yang diperlukan
oleh mereka untuk melaksanakan tugas mereka dalam Gereja milik Kristus.
Mereka memiliki kuasa yang umum yang dilimpahkan kepada Gereja, dan juga
menerima otoritas dan kuasa sebagai pejabat langsung dari Kristus. Mereka
adalah wakil, bukan sekedar sebagai pelaksana atau delegasi dari jemaat...

4. Kristus Memperlengkapi para Pelaksana yang Ditunjuk untuk Melaksanakan


Hal-hal Khusus.

Kendatipun Kristus memberikan kuasa kepada Gereja secara keseluruhan, Ia


juga menghendaki agar pelaksanannya dilakukan oleh orang-orang tertentu
secra khusus. Mereka harus memelihara doktrin, ibadah dan disiplin. Para
pejabat Gereja adalah wakil bagi umat yang dipilih berdasarkan pemungutan
suara. Tetapi, bukan berarti bahwa mereka menerima otoritas dari umat. Sebab
panggilan ini adalah panggilan batiniah yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Dari
Tuhan juga para pejabat itu menerima otoritas, dan kepada-Nya mereka harus
bertanggungjawab...

5. Kekuatan Gereja Terutama Terletak pada Pemerintahan dalam Gereja Lokal.

... (Berkhof, 1997, pp. 57-63)

Mengenai jabatan gereja, John Calvin menetapkan empat jabatan gerejani, yaitu
:

· Doctors held an office of theological scholarship and teaching for the


edification of the people and the training of other ministers. (Doktor mengurusi
masalah beasiswa theologis dan pengajaran untuk pendidikan bagi orang-orang
dan pelatihan bagi para hamba Tuhan.)

· Ministers of the Word were to preach, to administer the sacraments, and to


exercise pastoral discipline, teaching and admonishing the people. (Pelayan
Firman adalah untuk berkhotbah, menjalankan sakramen, dan untuk melatih
disiplin pastoral/gerejawi, mengajar dan menegur/menasehati orang.)

· Deacons oversaw institutional charity, including hospitals and anti-poverty


programs. (Diaken mengurusi masalah sumbangan institusi termasuk untuk
rumah-rumah sakit dan program-program anti kemiskinan.)

BACA JUGA: KONSEP GEREJA YANG BERTUMBUH (KISAH PARA


RASUL 2: 41-47)

· Elders were 12 laymen whose task was to serve as a kind of moral police force,
mostly issuing warnings, but referring offenders to the Consistory when
necessary. (Tua-tua adalah kelompok 12 orang awam yang tugasnya untuk
melayani semacam kuasa polisi moral, yang paling banyak mengeluarkan
peringatan-peringatan, tetapi menunjuk orang-orang yang melanggar hukum
menuju ke Konsistori/Pengadilan kalau perlu.)

(sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/John_Calvin)

5. Panggilan Gereja yang Sejati

Terakhir, kita akan mengerti lebih dalam lagi tentang panggilan gereja yang
sejati. Di dalam perspektif theologia Reformed, gereja memiliki dua macam
panggilan, yaitu :

Pertama, panggilan ke dalam (inner atau internal calling). Artinya, gereja sejati
harus menjalankan panggilan Allah untuk melakukan dua hal : pertama,
mengajar doktrin. Rasul Paulus mengajarkan prinsip ini, “…sampai kita semua
telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan
mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di
dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang
adalah Kepala.” (Efesus 4:13-15)

Gereja yang mengabaikan pengajaran doktrin secara ketat adalah gereja yang
amat sangat perlu diwaspadai, karena ingatlah : gereja bukan hanya sekedar
kumpul-kumpul. Seorang gembala sidang GBI Rehobot, Jakarta, Pdt. Erastus
Sabdono, M.Th. menyatakan, “Gereja adalah Sekolah Alkitab.” Hal ini benar,
karena di dalam gereja, kita harus belajar Alkitab untuk lebih mengenal Allah
dan Firman-Nya. Hal kedua, menjalankan sakramen. Berarti, gereja yang sehat
harus menjalankan sakramen yang telah ditetapkan oleh Kristus sendiri.

Dalam hal ini, gereja Roma Katolik menjalankan 7 macam sakramen, sedangkan
gereja Protestan menjalankan dua macam sakramen, yaitu Baptisan dan
Perjamuan Kudus. Mana yang benar ? Kristus sendiri mengajarkan dua macam
sakramen, yaitu baptisan (Matius 28:19) dan Perjamuan Kudus (Matius
26:26-29 ; Lukas 22:16-20). Mengenai baptisan, di dalam tradisi gereja dari
gereja mula-mula, baptisan dijalankan dengan cara menyiramkan air dari atas
kepala orang yang dibaptis (baptisan siram). Tetapi entah mengapa tradisi ini
digeser oleh kaum Anabaptis (Radical Reformation/Reformasi Radikal) dengan
cara baptisan selam. Lalu, tradisi baptisan selam dipakai dan bahkan
dimutlakkan di banyak gereja Karismatik/Pentakosta dengan mengklaim bahwa
kalau tidak dibaptis selam, berarti tidak selamat, karena baptisan selam itu
diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Di seluruh Alkitab, baptisan tidak pernah diselam. Yohanes Pembaptis ketika


membaptis Tuhan Yesus tentu tidak menyelamkannya. Mengapa ? Karena
Yohanes Pembaptis adalah anak seorang imam (Zakharia) di mana imam pada
zaman Perjanjian Lama terbiasa dengan kebiasaan mengurapi orang (raja/nabi)
dengan menuangkan minyak ke atas kepalanya. Meskipun hanya sekedar
ungkapan puisi, Raja Daud mengajarkan konsep ini secara tidak langsung,
“Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke
janggut Harun dan ke leher jubahnya.” (Mazmur 133:2) Oleh karena itu, gereja-
gereja Reformed yang setia mengikuti tradisi gereja Katolik yaitu membaptis
orang dengan baptisan siram sebagai lambang Roh Kudus yang dicurahkan dari
atas ke bawah, bukan manusia yang menginjak Roh Kudus ! Selain itu, gereja-
gereja Reformed menjalankan baptisan anak (infant baptism).
Meskipun istilah “baptisan anak” tidak dijelaskan secara eksplisit tetapi secara
implisit istilah ini nampak jelas dari keseluruhan Alkitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Kisah Para Rasul 16:33 mengatakan, “Pada jam itu juga kepala
penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia
dan keluarganya memberi diri dibaptis.” Konteks ayat ini jelas, bahwa setelah
kepala penjara itu menjumpai para tahanan yang masih ada di dalam penjara
padahal penjara pada waktu itu sudah rusak, maka ia bertanya kepada Paulus
dan Silas tentang apa yang harus ia perbuat supaya ia selamat. Kemudian,
Paulus dan Silas memberitakan tentang Injil Kristus, yang disusul dengan
pembaptisan kepala penjara ini. Di dalam ayat ini, dikatakan bahwa kepala
penjara ini beserta keluarganya memberi diri dibaptis.

Kata “keluarga” tentu juga mencakup anak-anak. Tidaklah mungkin, anak-anak


tidak dibaptis, jikalau anak-anak tidak turut dibaptis, maka Alkitab akan
mengecualikannya, tetapi faktanya tidak demikian. Mengapa gereja-gereja
Reformed melaksanakan baptisan anak ? Karena baptisan bukan tanda orang
masuk Surga atau diselamatkan, tetapi baptisan adalah konfirmasi seseorang
percaya kepada (di dalam) Tuhan Yesus. Seorang yang sudah percaya di dalam
Kristus meskipun tidak sempat dibaptis (mungkin alasan kesehatan yang sangat
buruk atau kasus penjahat di sebelah salib Tuhan Yesus), nyawanya tetap
bersama-Nya di Surga.

Tetapi hal ini tidak berarti kita boleh bebas untuk tidak perlu dibaptis. Baptisan
pasti berkaitan erat dengan keselamatan (soteriologi). Kalau baptisan adalah
konfirmasi, maka pasti sebelum baptisan, ada karya Allah yang membuat orang
yang dibaptis ini akhirnya dapat mempercayai Kristus. Itulah karya Roh Kudus.
Anak-anak pun (yang termasuk umat pilihan Allah) juga diselamatkan bukan
melalui “iman” pribadi, tetapi melalui anugerah Allah yang telah memberikan
iman kepada mereka.

Sehingga teologia Reformed dengan tegas menyatakan bahwa anugerah Allah


mendahului respon manusia, sehingga manusia murni diselamatkan melalui
anugerah Allah, dan oleh karena itulah, anak-anak perlu dibaptis tanpa perlu
menunggu pengakuan iman yang keluar dari mulut mereka. Sedangkan
kelompok Anabaptis yang berkembang dan mempengaruhi gereja-gereja
kontemporer yang pop dewasa ini dengan menolak baptisan anak karena
menurut mereka, anak-anak tidak dapat mengakui imannya secara sadar adalah
pandangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara prinsip Alkitab
tentang perjanjian (covenant).

Mengenai Perjamuan Kudus, gereja-gereja Reformed mengikuti tradisi dari


John Calvin menganggap bahwa Perjamuan Kudus hanya sebagai simbol
kematian Kristus tetapi juga memiliki makna karena ada berkat Kristus di
dalamnya. Ini berbeda dengan konsep Luther yang mengajarkan bahwa Kristus
menyertai/menaungi Perjamuan Kudus (disebut dengan paham consubstansiasi
; hampir mirip dengan pandangan Katolik Roma : transubstansiasi yang
mengajarkan bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus langsung berubah
menjadi tubuh dan darah Kristus, dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles yang
membedakan antara form dan matter) dan konsep Zwingli yang mengajarkan
bahwa Perjamuan Kudus hanya lambang dan tidak memiliki makna. (Tong,
1991, pp 65-67) Paham Katolik Roma akan Perjamuan Kudus (transubstansiasi)
diangkat kembali ke permukaan oleh seorang “pendeta” bernama Yesaya
Pariadji lalu mengajarkan bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus bukan
sekedar lambang, lalu Pariadji mengutip perkataan Tuhan Yesus sendiri, “Dan
ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,
memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan
berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil
cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata:
"Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah
perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”
(Matius 26:26-28) lalu mengajarkan bahwa roti itu benar-benar tubuh Kristus
dan anggur adalah darah Kristus, oleh karena itu Perjamuan Kudus berkhasiat
dan “berkuasa” karena ada tubuh dan darah Kristus yang tercurah di kayu salib.
Ini tafsiran Alkitab yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, panggilan ke luar (external atau spreading calling). Di dalam panggilan


ini, gereja harus memberitakan Injil kepada semua orang (Matius 28:19-20).
Gereja yang sehat adalah gereja yang menyeimbangkan antara mengajar
doktrin, menjalankan sakramen dan memberitakan Injil. Kalau di antara ketiga
panggilan gereja ini ada yang tak terpenuhi atau kurang terpenuhi, gereja harus
bertobat ! Khususnya banyak gereja Protestan mainline (arus utama) harus
bertobat dan belajar untuk memberitakan Injil.

Sedangkan, banyak gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang sudah gemar


memberitakan Injil (meskipun ada yang memberitakan Injil sejati dan ada yang
memberitakan “injil” sukses) harus meningkatkan kualitas pengajaran
doktrinnya sehingga mereka yang menginjili memiliki konsep Injil yang benar
dan menyeluruh. Oleh karena itu, theologia Reformed yang kokoh dan konsisten
harus disertai dengan semangat Injili yang memberitakan Injil. Pdt. Dr. Stephen
Tong mengatakan bahwa gereja yang tidak menginjili adalah gereja yang mati,
statis, dan suam-suam kuku. Dan beliau juga mengatakan bahwa itulah kondisi
gereja-gereja Reformed di Barat. Oleh karena itu, Tuhan memberikan visi
kepada beliau untuk menegakkan Gerakan Reformed Injili (Reformed yang
menginjili).DOKTRIN GEREJA ALKITABIAH (EKKLESIOLOGI)

Anda mungkin juga menyukai