Anda di halaman 1dari 28

Khairul Basar

Catatan Kuliah
FI2101 Fisika Matematik IA
Semester I 2015-2016

ar
s
ba
kh
15
20
1
m
se
01
21
l fi
ku
ca

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Institut Teknologi Bandung
ca
ku
l fi
21
01
se
m
1
20
15
kh
ba
sar
Bab 6
Analisa Vektor

6.1 Perkalian Vektor

Pada bagian terdahulu telah dibahas tentang perkalian vektor (mencakup:


perkalian vektor dengan bilangan, perkalian dua vektor (dot product dan cross
product)) dan juga perkalian yang melibatkan tiga vektor (triple product).

sar
Dot product ba
kh

Contoh yang penting misalnya adalah dalam persoalan dinamika benda yaitu
15

menghitung usaha (kerja). Usaha (kerja) yang dilakukan oleh gaya F sehingga
20

terjadi perubahan posisi yang dinyatakan dengan dr adalah


1

Z Z
m

W = dW = F · dr
se
01

yang merupakan integral lintasan. Penyelesaian integral lintasan tersebut ak-


21

an dibahas kemudian.
l fi
ku
ca

Cross product

Dalam persoalan dinamika benda, besaran yang melibatkan representasi cross


product misalnya adalah momen gaya (τ ), momentum sudut (L) dan kece-
patan angular (ω).

τ =r×F
L = r × p = m (r × v)
v =ω×r

131
132 Analisa Vektor

Contoh

Suatu gaya yang dinyatakan dengan F = 2î − 3ĵ + k̂ bekerja di titik


(1, 5, 2). Tentukan momen gaya terhadap titik pusat koordinat.

Titik kerja gaya (titik tangkap) F adalah di (1, 5, 2) sehingga vektor


posisi titik tangkap ini dari pusat koordinat adalah

rF = î + 5ĵ + 2k̂

Dengan demikian momen gaya terhadap titik pusat koordinat adalah


   
τ = rF × F = î + 5ĵ + 2k̂ × 2î − 3ĵ + k̂

= (5 + 6)î + (−1 + 4)ĵ + (−3 − 10)k̂ = 11î + 3ĵ − 13k̂

Triple product

Triple scalar product yang menghasilkan skalar (bilangan) telah diuraikan

ar
contoh penggunaannya yaitu dalam persoalan kristalografi. Sedangkan triple
s
ba
vector product adalah operasi yang melibatkan tiga buah vektor dan meng-
kh
hasilkan vektor, yaitu A × (B × C).
Sebagaimana telah dipahami bahwa B×C menghasilkan vektor yang tegak
15

lurus bidang yang dibentuk vektor B dan C. Jika kemudian vektor hasil
20

cross product tersebut dicrosskan lagi dengan suatu vektor A maka dapat
1

dipahami bahwa hasilnya adalah vektor yang terletak pada bidang yang
m

dibentuk vektor B dan vektor C sebagaimana ditunjukkan dalam gambar


se

6.1.
01
21

B×C
l fi
ku
ca

B C

Gambar 6.1 Cross product dua buah vektor.

khbasar2015
c
6.2 Diferensial Vektor 133

Karena vektor A×(B × C) terletak pada bidang yang dibentuk oleh vektor
B dan vektor C, maka dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari B dan
C, misalnya αB + βC.
Triple cross product antara tiga buah vektor memenuhi persamaan berikut

A × (B × C) = (A · C) B − (A · B) C
(6.1)
(A × B) × C = (A · B) C − (A · C) B

6.2 Diferensial Vektor

Tinjau suatu vektor dalam ruang tiga dimensi yang dinyatakan dengan
A = Ax î + Ay ĵ + Az k̂ yang direpresentasikan menggunakan sistem kordi-
nat kartesian. Vektor-vektor satuan î, ĵ, k̂ adalah vektor-vektor yang tetap
(besar dan arahnya). Sedangkan jika Ax , Ay dan Az merupakan fungsi yang
bergantung waktu, maka akan dapat diperoleh turunan (diferensial) terhadap
waktu dari vektor A tersebut, yaitu

ar
dA d   dAx dAy dAz
s
= îAx + ĵAy + k̂Az = î + ĵ
ba + k̂
dt dt dt dt dt
(6.2)
kh

d2 A d2   d 2 Ax d2 Ay d2 Az
= 2 îAx + ĵAy + k̂Az = î 2 + ĵ 2 + k̂ 2
15

dt2 dt dt dt dt
20
1

Turunan orde lebih tinggi dapat diperoleh dengan cara yang serupa.
m

Diferensial terhadap waktu dari operasi aljabar yang melibatkan dua atau
se

lebih vektor (misalnya dot product ataupun cross product) adalah sebagai
01

berikut
21

d dB dA
l fi

(A · B) = A · + ·B
dt dt dt
ku

(6.3)
d dB dA
ca

(A × B) = A × + ×B
dt dt dt

Contoh
Benda titik bergerak dalam ruang dengan posisi tiap saat yang di-
nyatakan sebagai r = t2 î − 2tĵ + (t2 + 2t)k̂. Tentukan kecepatan, per-
cepatan gerak, energi kinetik serta momentum sudut terhadap titik
pusat kordinat untuk benda tersebut.

khbasar2015
c
134 Analisa Vektor

Kecepatan benda diperoleh dari turunan fungsi posisi, sehingga


dr d 2 
v= = t î − 2tĵ + (t2 + 2t)k̂ = 2tî − ĵ + (2t + 2)k̂
dt dt
sedangkan percepatan gerak benda diperoleh dari turunan fungsi ke-
cepatan
dv d  
a= = 2tî − ĵ + (2t + 2)k̂ = 2î + 2k̂
dt dt
Energi kinetik diperoleh dari
1 1 m   
K= mv 2 = mv · v = 2tî − ĵ + (2t + 2)k̂ · 2tî − ĵ + (2t + 2)k̂
2 2 2
m  m
4t2 − 1 + (2t + 2)2 = 8t2 + 4t + 3

=
2 2
Sedangkan momentum sudut terhadap titik pusat kordinat dapat di-
peroleh sebagai berikut

L = r × p = r × (mv) = mr × v

ar
   
= m t2 î − 2tĵ + (t2 + 2t)k̂ × 2tî − ĵ + (2t + 2)k̂
s
ba
 
kh

= m (−3t2 − 2t)î + 2t2 ĵ + 3t2 k̂


15
20

Jika menggunakan sistem kordinat lain, dimungkinkan dijumpai vektor sa-


1

tuan yang tidak konstan (arahnya tidak tetap). Misalnya jika menggunakan
m

sistem kordinat polar atau silinder atau bola. Maka perubahan arah vektor
se

satuan ini juga akan berpengaruh pada turunan terhadap waktu suatu besar-
01

an. Misalnya suatu vektor yang dinyatakan dengan V = Vr uˆr + Vθ uˆθ dengan
21

Vr , Vθ , uˆr dan uˆθ bergantung pada t, maka


l fi
ku

dV dVr duˆr dVθ duˆθ


ca

= uˆr + Vr + + Vθ (6.4)
dt dt dt dt dt

Contoh
Vektor-vektor satuan dalam sistem koordinat polar dinyatakan de-
ngan ûr dan ûθ yang bila dinyatakan dalam vektor-vektor satuan
kartesian adalah ûr = cos θî + sin θĵ dan ûθ = − sin θî + cos θĵ. Su-

khbasar2015
c
6.2 Diferensial Vektor 135

atu vektor dinyatakan dalam sistem koordinat polar sebagai A =


dA
Ar ûr + Aθ ûθ , tentukanlah
dt

dA d
= (Ar ûr + Aθ ûθ )
dt dt
dAr dûr dAθ dûθ
= ûr + Ar + ûθ + Aθ
dt dt dt dt

Karena ûr = cos θî + sin θĵ dan ûθ = − sin θî + cos θĵ, maka
dûr d   dθ dθ
= cos θî + sin θĵ = − sin θ î + cos θ ĵ
dt dt dt dt
  dθ
= − sin θî + cos θĵ
dt

= ûθ
dt
dûθ d   dθ dθ
= − sin θî + cos θĵ = − cos θ î − sin θ ĵ
dt dt dt dt
  dθ

ar
= − cos θî + sin θĵ
dt
s
ba

= −ûr
kh

dt
15

Dengan demikian
20

dA dAr dûr dAθ dûθ


1

= ûr + Ar + ûθ + Aθ
m

dt dt dt dt dt
se

dAr dθ dAθ dθ
= ûr + ûθ Ar + ûθ − ûr Aθ
01

 dt dt  dt dt
21

 
dAr dθ dAθ dθ
= − Aθ ûr + + Ar ûθ
l fi

dt dt dt dt
ku
ca

Suatu fungsi vektor dapat juga merupakan fungsi dari kordinat posisi
(x, y), misalnya dalam bentuk F = x exp(y)î − xy ĵ + y k̂, dan disebut se-
bagai medan vektor. Turunan fungsi tersebut terhadap variabel-variabelnya
dapat diperoleh menggunakan turunan parsial dan hasilnya adalah berupa
besaran vektor. Misalnya
∂F
= exp(y)î − y ĵ
∂x
∂F
= x exp(y)î − xĵ + k̂
∂y

khbasar2015
c
136 Analisa Vektor

6.3 Medan Skalar dan Medan Vektor

Besaran skalar atau vektor yang didefinisikan tidak hanya pada satu titik da-
lam ruang melainkan dalam setiap bagian titik dalam ruang dikenal sebagai
medan (field ). Jika besaran medan ini dapat berupa medan skalar ataupun
medan vektor. Suatu fungsi dua variabel φ(x, y) adalah contoh medan skalar,
sedangkan misalnya F(x, y) merepresentasikan suatu medan vektor. Tem-
peratur, tekanan dalam ruang merupakan contoh medan skalar sedangkan
medan listrik, percepatan gravitasi merupakan contoh medan vektor. Karena
besaran medan mempunyai variabel ruang, maka perubahan pada variabel
ruang akan membuat perubahan pada fungsi medan. Turunan terhadap va-
riabel ruang menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas sebagaimana
perubahan terhadap waktu (dinamika) yang telah dibahas sebelumnya.

6.4 Gradien

Untuk fungsi yang terdiri dari satu variabel, turunan menyatakan kemiring-
an kurva di titik tertentu. Fungsi dua variabel dapat digambarkan sebagai
permukaan pada sistem kordinat tiga dimensi. Turunan fungsi di suatu titik

ar
tertentu dapat diperoleh dari turunan parsialnya. Tinjau suatu fungsi dua va-
s
ba
riabel yang dinyatakan dengan φ(x, y). Jika permukaan φ(x, y) dipotong oleh
kh

permukaan datar yang sejajar bidang xz (yang berarti bidang y konstan) ma-
15

ka kurvaperpotongannya
 akan mempunyai turunan yang dapat dinyatakan
∂φ
20

dengan . Turunan ini akan memberikan gambaran bagaimana fungsi


∂x y
1
m

φ(x, y) berubah terhadap x untuk suatu nilai y tertentu yang konstan (lihat
se

gambar 6.2).
01

Oleh karenanya dapat dipahami bahwa turunan di suatu titik bergantung


21

pada arah mana perubahan terjadi (dengan kata lain turunan di suatu titik
pada permukaan φ bergantung pada arah bidang datar yang memotongnya).
l fi

Hal ini disebut sebagai turunan berarah (directional derivative). Misalkan


ku

arah yang dimaksud dinyatakan dengan suatu vektor v, maka turunan fung-
ca

si φ di titik (x, y) dalam arah vektor v dituliskan sebagai ∇v φ(x, y) atau


ringkasnya sebagai ∇v φ. Dengan ∇ adalah operator diferensial parsial ter-
hadap variabel ruang yang disebut ”nabla”. Dikaitkan dengan pengertian
tersebut di atas, maka gradien (gradient) dari suatu fungsi skalar φ(x, y, z)
didefinisikan sebagai berikut (dalam sistem koordinat kartesian):

∂φ ∂φ ∂φ
∇φ = grad φ = î + ĵ + k̂ (6.5)
∂x ∂y ∂z

khbasar2015
c
6.4 Gradien 137

φ(x, y) φ(x, y)

permukaan φ
permukaan φ

kurva
kurva perpotongan
perpotongan
y y
bidang x konstan
bidang y konstan
x x

Gambar 6.2 Ilustrasi perpotongan permukaan φ(x, y) dengan bidang y konstan


atau x konstan.

Dengan demikian turunan berarah fungsi φ dalam arah suatu vektor satuan
tertentu û adalah


= ∇φ · û (turunan berarah) (6.6)

ar
ds
s
ba
kh

Misalnya turunan berarah φ dalam arah î (yaitu searah sumbu x) adalah


15

 
∂φ ∂φ ∂φ ∂φ
20

∇φ · î = î + ĵ + k̂ · î =
∂x ∂y ∂z ∂x
1
m
se

Contoh
01

Tentukanlah turunan berarah suatu medan skalar φ = x2 y + xz di


21

titik (1, 2, −1) dalam arah vektor A = 2î − 2ĵ + k̂


l fi
ku

Vektor satuan dalam arah A adalah


ca

A 1
û = = (2î − 2ĵ + k̂)
|A| 3

Selanjutnya gradien di titik (1, 2, −1) adalah

∂φ ∂φ ∂φ
∇φ = î + ĵ + k̂ = (2xy + z)î + x2 ĵ + xk̂
∂x ∂x ∂x

∇φ = 3î + ĵ + k̂

(1,2,−1)

khbasar2015
c
138 Analisa Vektor

maka turunan berarah yang dimaksud adalah


5
∇φ · û =
3

Dalam sistem kordinat silinder (r, θ, z) bentuk gradien dari suatu fungsi
skalar adalah sebagai berikut

∂φ 1 ∂φ ∂φ
∇φ = eˆr + eˆθ + eˆz (6.7)
∂r r ∂θ ∂z

dengan eˆr , eˆθ dan eˆz masing-masing menyatakan vektor-vektor satuan dalam
sistem kordinat silinder. Sedangkan bentuk gradien dalam sistem kordinat
bola (r, θ, ψ) adalah

∂φ 1 ∂φ 1 ∂φ
∇φ = eˆr + eˆθ + eˆψ (6.8)
∂r r ∂θ r sin ψ ∂ψ

Bila dikaitkan dengan bidang singgung dan vektor normal bidang sing-

s ar
gung suatu permukaan φ(x, y, z) = konstan di titik tertentu, maka gradien
ba
∇φ(x, y, z) menyatakan vektor yang tegak lurus permukaan bidang singgung
kh

(vektor normal) di titik singgung tersebut1 , sekaligus vektor tersebut menya-


15

takan arah perubahan paling besar fungsi φ(x, y, z).


20

Contoh 1
1
m

Tentukanlah gradien fungsi φ(x, y, z) = x2 y 3 z di titik (1, 2, −1).


se
01

Dengan menggunakan persamaan 6.5, maka dapat diperoleh


21
l fi

∂φ ∂φ ∂φ
∇φ = î + ĵ + k̂ = 2xy 3 z î + 3x2 y 2 z ĵ + x2 y 3 k̂
ku

∂x ∂y ∂z
ca

sehingga gradien di titik (1, 2, −1) adalah

(∇φ)(1,2,−1) = −16î − 12ĵ + 8k̂

1
Lihat kembali pembahasan tentang bidang singgung dan integral permukaan,
tersedia di http://kuliah-khbasar.blogspot.co.id/2015/10/catatan-tambahan-bidang-
singgung.html

khbasar2015
c
6.4 Gradien 139

Contoh 2

Pada suatu permukaan yang dinyatakan dengan persamaan φ = x2 −


y 2 + 2xy, tentukanlah arah yang memberikan penurunan nilai yang
paling besar di titik (1, 1).

Arah penurunan nilai yang paling besar dinyatakan dengan −∇φ,


dengan demikian untuk permukaan yang dinyatakan dengan φ = x2 −
y 2 + 2xy maka arah penurunan nilai yang paling besar di titik (1, 1)
adalah
 
∂φ ∂φ
−∇φ =− î + ĵ

(1,1) ∂x ∂y (1,1)
   
= − (2x + 2y)î + (−2y + 2x)ĵ = − 4î + 0ĵ = −4î

(1,1)

Contoh 3

Tentukanlah persamaan bidang singgung (tangent plane) permukaan


x2 + y 2 − z = 0 di titik (3, 4, 25).

ar
Vektor normal permukaan bidang singgung diperoleh dari gradien
s
ba
∇φ(x, y, z). Dengan demikian untuk φ(x, y, z) = x2 + y 2 − z akan
kh

diperoleh
15

∂φ ∂φ ∂φ
20

∇φ = î + ĵ + k̂
∂x ∂y ∂z
1

= 2xî + 2y ĵ − k̂
m
se

Di titik (3, 4, 25) akan diperoleh nilai


01
21


∇φ = 6î + 8ĵ − k̂

l fi

(3,4,25)
ku

Selanjutnya persamaan bidang singgung yang dimaksud adalah


ca

6(x − 3) + 8(y − 4) − (z − 25) = 0 =⇒ 6x + 8y − z = 25

khbasar2015
c
140 Analisa Vektor

6.5 Operator Diferensial Vektor ∇

∂φ ∂φ
Gradien suatu fungsi φ(x, y, z) yang dinyatakan sebagai ∇φ = î + ĵ +
∂x ∂y
∂φ
k̂ dapat pula dituliskan dalam bentuk lain
∂z
 
∂φ ∂φ ∂φ ∂ ∂ ∂
î + ĵ + k̂ = î + ĵ + k̂ φ (6.9)
∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z

yang berarti adanya suatu operator diferensial vektor yang bekerja pada su-
atu fungsi skalar φ. Operator diferensial vektor tersebut dituliskan kembali
dalam bentuk
∂ ∂ ∂
∇= î + ĵ + k̂ (6.10)
∂x ∂y ∂z
Operator diferensial vektor ∇ juga dapat beroperasi pada fungsi med-
an vektor, misalnya untuk suatu medan vektor V(x, y, z) = Vx (x, y, z)î +
Vy (x, y, z)ĵ + Vz (x, y, z)k̂ maka dot product antara ∇ dengan V dinamakan
divergensi (divergence) dari V atau disingkat divV, yaitu

  
∂ ∂ ∂

ar

∇ · V = divV = î + ĵ + k̂ · Vx î + Vy ĵ + Vz k̂
s
∂x ∂y ∂z ba
(6.11)
∂Vx ∂Vy ∂Vz
kh

= + +
∂x ∂y ∂z
15
20

Cross product antara operator diferensial vektor ∇ dengan medan vektor


1
m

V(x, y, z) dinamakan rotasi (curl ) yang diperoleh sebagai berikut


se
01

∇ × V = curlV
21

  
∂ ∂ ∂
l fi


= î + ĵ + k̂ × Vx î + Vy ĵ + Vz k̂
∂x ∂y ∂z
ku

     
∂Vz ∂Vy ∂Vx ∂Vz ∂Vy ∂Vx
ca

= − î + − ĵ + − k̂
∂y ∂z ∂z ∂x ∂x ∂y

(6.12)
Satu lagi bentuk operator diferensial parsial yang sering dijumpai dalam
persoalan fisis adalah yang menyatakan divergensi dari suatu gradien yang
dikenal sebagai laplacian. Untuk suatu fungsi skalar φ(x, y, z), laplacian dari
medan skalar φ(x, y, z) adalah

khbasar2015
c
6.5 Operator Diferensial Vektor ∇ 141

∇2 φ = ∇ · ∇φ = div grad φ
   
∂ ∂ ∂ ∂φ ∂φ ∂φ
= î + ĵ + k̂ · î + ĵ + k̂
∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z (6.13)
∂2φ ∂2φ ∂2φ
= + 2 + 2
∂x2 ∂y ∂z

Contoh 1

Untuk medan vektor V = x2 î + y 2 ĵ + z 2 k̂, tentukanlah divergensi


(divergence) dan rotasi (curl ) medan vektor tersebut.

Divergensi medan vektor tersebut adalah


  
∂ ∂ ∂ 
∇·V = î + ĵ + k̂ · x2 î + y 2 ĵ + z 2 k̂
∂x ∂y ∂z
= 2x + 2y + 2z

sedangkan rotasi (curl ) medan vektor tersebut adalah

ar
  
∂ ∂ ∂
s

k̂ × x2 î + y 2 ĵ + z 2 k̂
∇×V = î + ĵ +
ba
∂x ∂y ∂z
kh

 2 2
 2
∂z 2
 2
∂x2
  
∂z ∂y ∂x ∂y
− − −
15

= î + ĵ + k̂
∂y ∂z ∂z ∂x ∂x ∂y
20

=0
1
m
se

Contoh 2
01

Tentukanlah laplacian dari medan skalar φ = x3 − 3xy 2 + y 3 .


21
l fi
ku

∂2φ ∂2φ ∂2φ


ca

∇2 φ = + 2 + 2
∂x2 ∂y ∂z
= 6x − 6x + 6y = 6y

khbasar2015
c
142 Analisa Vektor

6.6 Integral Garis

Ini sangat sering dijumpai dalam persoalan mekanika (misalnya ketika meng-
hitung usaha). Integral garis biasanya dihitung
Z berdasarkan lintasan (garis)
tertentu dan misalnya dilambangkan dengan .
C

Contoh 1

Gaya yang dinyatakan dengan F = xy î−y 2 ĵ bekerja pada suatu benda


dan benda tersebut bergerak sepanjang lintasan yang menghubungk-
an titik (0,0) dan (2,1) pada bidang kartesian. Tentukan usaha yang
dilakukan oleh gaya F tersebut jika lintasan yang menghubungkan
kedua titik tersebut berupa parabola dengan persamaan y = 41 x2 .

Usaha yang dilakukan oleh gaya F adalah


Z Z
W = dW = F · dr

Karena F = xy î − y 2 ĵ dan dr = dxî + dxĵ + dz k̂ jadi diperoleh

ar
s
F · dr = xydx − y 2 dy
ba
kh

Dengan demikian
15
20

Z Z
W = F · dr = xydx − y 2 dy
1
m
se

Pada lintasan yang dimaksud (yaitu parabola) terdapat hubungan


antara variabel y dengan x sesuai dengan persamaan parabola yaitu
01

y = 41 x2 , dan dapat diperoleh bahwa dy = 12 xdx dengan demikian


21

dapat dinyatakan
l fi
ku

Z
W = xydx − y 2 dy
ca

parabola
Z2
1 1 1
= x( x2 )dx − ( x2 )2 ( xdx)
4 4 2
0
Z2  
1 3 1 5 2
= x − x dx =
4 32 3
0

khbasar2015
c
6.6 Integral Garis 143

Contoh 2
Sebagaimana Contoh 1 namun lintasan yang digunakan adalah garis
lurus yang menghubungkan titik (0,0) dengan (2,1).

Pada lintasan ini hubungan antara variabel x dan y dinyatakan de-


ngan persamaan garis yang menghubungkan kedua titik yaitu y = 21 x.
Karena y = 12 x, berarti dy = 12 dx. Dengan demikian dapat dinyatakan
Z
W = xydx − y 2 dy
garis lurus
Z2 Z2  
1 1 1 1 2 1 2
= x( x)dx − ( x)2 ( dx) = x − x dx = 1
2 2 2 4 8
0 0

Contoh 3
Sebagaimana Contoh 1 dan Contoh 2 namun lintasan yang digu-
nakan adalah garis lurus yang menghubungkan titik (0,0) ke (0,1)
kemudian dari (0,1) ke (2,1).

ar
s
ba
Untuk lintasan yang dimaksud terdapat dua segmen garis. Yang per-
kh

tama adalah garis lurus yang menghubungkan titik (0,0) dengan ti-
15

tik (0,1). Pada garis ini berlaku hubungan x = 0, dengan demikian


20

dx = 0. Batas integrasinya adalah dari y = 0 hingga y = 1. Sedangk-


an segmen garis kedua adalah garis lurus yang menghubungkan titik
1
m

(0,1) dengan titik (2,1). Pada garis ini berlaku y = 0, dengan demiki-
se

an dy = 0. Batas integrasi adalah dari x = 0 hingga x = 2. Integral


01

lintasan tersebut dapat dituliskan menjadi dua bagian sesuai segmen


garis yang digunakan yaitu
21
l fi

Z
W = xydx − y 2 dy
ku
ca

lintasan
yang
dimaksud
Z Z
= xydx − y 2 dy + xydx − y 2 dy
segmen 1 segmen 2

Dengan demikian diperoleh

khbasar2015
c
144 Analisa Vektor

Z1 Z2
2 1 5
W = (−y )dy + (xdx) = − + 2 =
3 3
y=0 x=0

Dari ketiga contoh tersebut terlihat bahwa hasil integral yang diperoleh
tergantung pada lintasan yang digunakan. Terdapat bentuk fungsi F tertentu
sedemikian sehingga nilai integral lintasan yang menghubungkan dua buah
titik dalam ruang sama dan tidak bergantung pada lintasan yang digunakan.
Dalam pembahasan mekanika, fungsi F yang seperti ini dinamakan fungsi
(medan) yang bersifat konservatif.

6.7 Teorema Green

Teorema dasar dalam Kalkulus memberikan ungkapan tentang hubungan an-


tara diferensial dan integral dari suatu fungsi, yaitu dinyatakan dalam bentuk

Zb
d
f (t)dt = f (b) − f (a) (6.14)

ar
dt

s
a ba
kh
Misalkan terdapat fungsi multivariabel yaitu P (x, y) dan Q(x, y) yang turun-
an keduanya merupakan fungsi yang kontinu. Misalkan suatu luasan A adalah
15

bentuk sembarang dengan batas-batas absisnya (batas paling kiri dan batas
20

paling kanan) adalah x = a dan x = b sedangkan batas-batas ordinatnya (ba-


1

tas paling bawah dan batas paling atas) adalah y = c dan y = d sebagaimana
m

ditunjukkan dalam Gambar 6.7.


se

Bila dicari integral lipat dua dari turunan parsial P (x, y) terhadap y, maka
01

dapat dinyatakan
21
l fi

ZZ Zb Zyu
∂P (x, y) ∂P (x, y)
ku

dydx = dx dy
∂y ∂y
ca

A a yl

Zb
= [P (x, yu ) − P (x, yl )] dx
a
Zb Za
=− P (x, yl )dx − P (x, yu )dx
a b

khbasar2015
c
6.7 Teorema Green 145

y y
xr (y)
yu (x)

C d C

A A

xl (y)
yl (x) c

x x
a b

(a) (b)

Gambar 6.3 Daerah berbentuk sembarang untuk membuktikan teorema Green.

Zb
Terlihat bahwa P (x, yl )dx merupakan integral garis dengan lintasan be-
a
rupa bagian bawah dari kurva C dari titik 1 (titik yang absisnya a) ke titik

ar
Za

s
2 (titik yang absisnya b). Demikian juga bahwa integral P (x, yu )dx meru- ba
kh

b
pakan integral garis dengan lintasan berupa bagian atas dari kurva C dari
15

titik 2 ke titik 1. Artinya integral tersebut di atas dapat diganti menjadi in-
20

tegral garis dengan lintasan berupa kurva tertutup C (dari titik 1 kembali
ke titik 1) dengan arah berlawanan arah jarum jam. Dengan demikian dapat
1
m

dituliskan kembali sebagai


se
01

I ZZ
∂P (x, y)
P dx = − dydx (6.15)
21

∂y
C A
l fi
ku

Dengan cara yang sama (tapi dengan mengintegralkan terhadap x terlebih


ca

dahulu) dapat pula diperoleh untuk fungsi yang lain yaitu fungsi Q(x, y)

ZZ Zd Zxr Zd
∂Q ∂Q
dxdy = dy dx = [Q(xr , y) − Q(xl , y)] dy
∂x ∂x
A c xl c
I
= Qdy
C

Artinya diperoleh

khbasar2015
c
146 Analisa Vektor
ZZ I
∂Q
dxdy = Qdy (6.16)
∂x
A C

Kemudian dengan menambahkan persamaan 6.15 dengan persamaan 6.16


maka akan didapat

ZZ   I
∂Q ∂P
− dx dy = (P dx + Qdy) (6.17)
∂x ∂y
A C

dengan C menyatakan kurva tertutup yang membatasi permukaan A. Integral


lintasan yang dihitung arahnya adalah berlawanan arah jarum jam.
Ungkapan persamaan 6.17 dikenal sebagai teorema Green dan teorema ini
menyatakan bahwa integral permukaan dapat dinyatakan dalam bentuk inte-
gral garis. Atau sebaliknya integral garis pada suatu lintasan tertutup dapat
diubah menjadi integral permukaan (lipat dua) pada luasan yang dibentuk
oleh lintasan tertutup tersebut.
Contoh
Dengan menggunakan teorema Green, hitunglah integral lintasan

ar
Z
(xydx − y 2 dy)
s
ba
kh

pada lintasan tertutup yang merupakan garis lurus dari titik (2,1) ke
15

(0,1) kemudian garis lurus dari titik (0,1) ke titik (0,0) dan dilanjutkan
20

dengan lengkungan y = 41 x2 yang menghubungkan titik (0,0) ke titik


1

(2,1).
m
se
01

Dengan menggunakan teorema Green, integral lintasan tertutup ter-


sebut dapat diubah menjadi integral permukaan (integral lipat dua)
21

dengan daerah yang dibatasi oleh kurva lintasan tertutup tersebut.


l fi

Bila digunakan persamaan 6.17 maka dapat dinyatakan bahwa


ku
ca

P (x, y) = xy dan Q(x, y) = −y 2

dengan demikian
∂Q ∂P
=0 dan =x
∂x ∂y
Maka diperoleh

khbasar2015
c
6.8 Teorema Divergensi 147

I ZZ   ZZ
2 ∂Q ∂P
(xydx − y dy) = − dx dy = −x dx dy
∂x ∂y
C A A

Z1 2Z y

=− x dx dy = −1
y=0 x=0

6.8 Teorema Divergensi

Misalkan suatu vektor V = Vx î + Vy ĵ, dengan Vx = Q(x, y) dan Vy =


−P (x, y) adalah berupa fungsi multivariabel dalam x dan y. Karena vektor V
tidak mempunyai komponen dalam arah sumbu z berarti dapat dinyatakan
∂Q ∂P ∂Vx ∂Vy
− = + = div V = ∇ · V (6.18)
∂x ∂y ∂x ∂y
Kemudian tinjau kurva tertutup C yang melingkupi suatu daerah luasan A
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 6.4.

ar
s
ba
kh

C
15
20

dr
A
1
m

dy
se

dx
01
21

nds
l fi

Gambar 6.4 Luasan A yang dilingkupi oleh kurva tertutup C.


ku
ca

Sepanjang kurva C tersebut vektor dr merupakan vektor yang menying-


gung kurva C, dalam hal ini vektor dr dapat dinyatakan sebagai

dr = dxî + dy ĵ

Sedangkan vektor normal yang bersangkutan adalah

nds = dy î − dxĵ (6.19)

dengan n p
menyatakan vektor satuan normal (berarah ke luar dari luasan A)
dan ds = dx2 + dy 2 . Dengan demikian dapat dinyatakan

khbasar2015
c
148 Analisa Vektor

P dx + Qdy = −Vy dx + Vx dy = (Vx î + Vy ĵ) · (dy î − dxĵ)


(6.20)
= V · n ds

Kemudian bila persamaan 6.18 dan persamaan 6.20 disubstitusikan ke per-


samaan 6.17 akan diperoleh

ZZ I
(∇ · V) dx dy = (V · n) ds (6.21)
A C

Persamaan tersebut dikenal sebagai teorema divergensi dalam dua dimensi.


Dalam kasus 3 dimensi, teorema divergensi dapat dinyatakan dalam ben-
tuk
ZZZ ZZ
∇ · Vdτ = V · ndσ (6.22)
volume permukaan

dengan τ menyatakan volume yang dibatasi oleh suatu permukaan tertutup.


Terlihat bahwa teorema divergensi mengaitkan antara integral lipat tiga (in-
tegral volume) dengan integral lipat dua (integral permukaan).

ar
Contoh
s
ba
kh
2 2 2
Untuk
Z Z suatu medan vektor berbentuk V = x î + y ĵ + z k̂, hitunglah
15

V · n dσ pada permukaan kubus yang bersisi satu satuan dan


20

permukaan
1

titik-titik sudutnya adalah pada (0,0,0), (0,0,1), (0,1,0), (1,0,0).


m
se

Integral tersebut dapat diselesaikan langsung maupun dengan meng-


01

gunakan teorema divergensi.


21

Permukaan kubus tersebut ada 6 buah masing-masing dengan vektor


l fi

normal î,−î,ĵ,−ĵ,k̂ dan −k̂. Bila dihitung integralnya secara langsung


ku

maka berarti
ca

ZZ ZZ ZZ
V · n dσ = V · î dy dz + V · −î dy dz
permukaan kubus perm. 1 perm. 2
ZZ ZZ
+ V · ĵ dx dz + V · −ĵ dx dz
perm. 3 perm. 4
ZZ ZZ
+ V · k̂ dx dy + V · −k̂ dx dy
perm. 5 perm. 6

khbasar2015
c
6.9 Teorema Stoke 149

Bila dihitung akan menghasilkan

ZZ Z1 Z1 Z1 Z1
2
V · n dσ = 1 dy dz + 02 dy dz
permukaan kubus y=0 z=0 y=0 z=0

Z1 Z1 Z1 Z1
2
+ 1 dy dz + 02 dx dz
x=0 z=0 y=0 z=0
Z1 Z1 Z1 Z1
2
+ 1 dx dy + 02 dx dy
x=0 y=0 y=0 z=0

=3

Bila menggunakan teorema divergensi, integral tersebut dapat dihi-


tung sebagai berikut
  
∂ ∂ ∂ 
∇·V = î + ĵ + k̂ · x2 î + y 2 ĵ + z 2 k̂
∂x ∂y ∂z
= 2x + 2y + 2z

ar
s
kemudian ba
kh

ZZZ Z1 Z1 Z1
15

∇ · V dτ = (2x + 2y + 2z) dx dy dz = 3
20

z=0 y=0 x=0


1
m
se
01

6.9 Teorema Stoke


21
l fi
ku

Sekarang misalkan Q = Vy dan P = Vx sedangkan suatu vektor V dinyatakan


ca

dengan V = Vx î + Vy ĵ. Kemudian akan dapat dinyatakan

∂Q ∂P ∂Vy ∂Vx
− = − = (∇ × V) · k̂ (6.23)
∂x ∂y ∂x ∂y
Dengan menggunakan notasi-notasi dalam Gambar 6.4, maka diperoleh

P dx + Qdy = (Vx î + Vy ĵ) · (dxî + dy ĵ) = V · dr (6.24)

Dengan mensubstitusi persamaan 6.23 dan persamaan 6.24 ke persamaan


6.17 akan diperoleh

khbasar2015
c
150 Analisa Vektor
ZZ I
(∇ × V) · k̂dx dy = V · dr (6.25)
A C

Persamaan tersebut dinamakan teorema Stoke dalam dua dimensi. Bentuk


teorema Stoke dalam kasus tiga dimensi adalah

I ZZ
V · dr = (∇ × V) · ndσ (6.26)
kurva C permukaan σ

Untuk memahami notasi yang digunakan dalam teorema Stoke, perhatikan


Gambar 6.5

n
permukaan σ

ar
C
s
ba
Gambar 6.5 Suatu permukaan σ yang tepinya dinyatakan oleh kurva tertutup C.
kh
15
20

Teorema Stoke menghubungkan integral lipat dua dengan integral lintas-


an. Hal ini mirip dengan bentuk teorema Green, namun perlu dicatat bahwa
1
m

permukaan yang digunakan dalam teorema Green adalah permukaan datar,


se

sedangkan permukaan yang digunakan dalam teorema Stoke tidak perlu ber-
01

upa permukaan datar.


21

Contoh
l fi

Z
ku

Hitunglah integral (∇ × V) · n dσ pada permukaan yang berbentuk


ca

kubah (setengah bola) yang dinyatakan dengan persamaan x2 + y 2 +


z 2 = a2 dengan z ≥ 0 jika V = 4y î + xĵ + 2z k̂.

Dengan menggunakan persamaan 6.12 dapat diperoleh bentuk rotasi


dari medan vektor V, yaitu

∇ × V = −3k̂

Permukaan yang digunakan dalam integral tersebut adalah permuka-


an setengah bola dengan jari-jari a. Vektor normal permukaan terse-

khbasar2015
c
6.9 Teorema Stoke 151

but dinyatakan dengan

r xî + y ĵ + z k̂
n= =
|r| a

Selanjutnya dapat diperoleh


r z
(∇ × V) · n = −3k̂ · = −3
a a
Kemudian dengan menggunakan sistem koordinat bola, dapat dipe-
roleh hubungan

z = r cos θ
dσ = r2 sin θdθdφ

Sehingga

Z Z2π Zπ/2
z a cos θ 2
−3 dσ = −3 a sin θ dθdφ
a a
perm. stgh. bola φ=0 θ=0

ar
Z2π Zπ/2
= −3a2
s
sin θ cos θdθ = −3πa2

ba
kh

0 0
15

Integral tersebut dapat juga dihitung menggunakan teorema Stoke.


20

Bila menggunakan teorema Stoke, integral permukaan tersebut dapat


1

diubah menjadi integral garis (lintasan). Dalam hal ini kurva tertutup
m

yang digunakan adalah lingkaran berjejari a yang berpusat di titik


se

pusat koordinat. Jika digunakan sistem koordinat silinder dua dimensi


01

(polar) maka dapat dinyatakan


21
l fi

dr = adθ(− sin θî + cos θĵ)


ku

Sehingga
ca

V · dr = a2 dθ(−4 sin2 θ + cos2 θ)


Dengan demikian

I Z2π
V · dr = a 2
(−4 sin2 θ + cos2 θ)dθ
lingkaran θ=0

Karena

khbasar2015
c
152 Analisa Vektor

Z
x sin 2ax
sin2 axdx =− + C, dan
2 4a
Z
x sin 2ax
cos2 axdx = + +C
2 4a
sehingga akan diperoleh

I Z2π
V · dr = a 2
(−4 sin2 θ + cos2 θ)dθ = −3πa2
lingkaran θ=0

Bila menggunakan teorema Stoke dapat dipahami bahwa integral ter-


sebut juga dapat dihitung menggunakan bentuk permukaan lainnya
asalkan permukaan tersebut dibatasi oleh kurva tertutup yang identik
yaitu lingkaran berjejari a dan berpusat di pusat koordinat. Misalnya
saja dapat digunakan permukaan datar berbentuk lingkaran (lingkar-
an di bidang xy). Bila digunakan permukaan ini, maka arah normal
permukaan adalah k. Sehingga

(∇ × V) · n = −3k̂ · k̂ = −3

ar
Selanjutnya

s
Z Z ba
dσ = −3πa2
kh
(∇ × V) · ndσ = −3
15

Terbukti bahwa hasil yang diperoleh sama dengan hasil dari cara sebe-
20

lumnya, namun terlihat bahwa hitungan yang terakhir ini jauh lebih
1

sederhana dan singkat.


m
se
01
21
l fi
ku
ca

khbasar2015
c
Paket Soal Bab 6

1. Suatu vektor gaya mempunyai komponen (1, 2, 3) dan bekerja di titik


(3, 2, 1). Tentukanlah vektor momen gaya terhadap titik pusat koordinat
dan momen terhadap masing-masing sumbu koordinat.
2. Gerak suatu benda dinyatakan dengan vektor posisi r = rûr dalam sistem
koordinat polar. Tentukan kecepatan dan percepatan benda tersebut.
3. Tentukanlah persamaan garis normal (garis yang tegak lurus) permukaan
x2 y + y 2 z + z 2 x + 1 = 0 di titik (1, 2, −1) dan juga persamaan bidang

ar
singgung di titik tersebut.
s
ba
4. Tentukanlah gradien permukaan φ = z sin y − xz di titik (2, π/2, −1) dan
kh

tentukan arah penurunan yang paling cepat dari nilai fungsi φ di titik
tersebut.
15

5. Untuk medan vektor berikut, hitunglah divergensi dan rotasinya:


20

a. V = x sin y î + cos y ĵ + xy k̂ b. V = x2 y î + y 2 xĵ + xyz k̂


1
m

6. Untuk medan skalar berikut, hitunglah laplaciannya:


se

1
b. φ = xy(x2 + y 2 − 5z 2 ) c. φ = p
p
a. φ = x2 − y 2
01

x2 + y2 + z2
21

7. Untuk r = xî + y ĵ + z k̂, hitunglah


l fi

   
  r r
ku

a. ∇ × k̂ × r b. ∇ · c. ∇ ×
|r| |r|
ca

8. Suatu medan gaya dinyatakan dalam bentuk F = (y + z)î − (x + z)ĵ + (x +


y)k̂. Tentukanlah usaha yang dilakukan oleh gaya untuk menggerakkan
benda dalam lintasan berikut:
a. lingkaran x2 + y 2 = 1 pada bidang xy dengan arah berlawanan arah
jarum jam.
b. lingkaran x2 + z 2 = 1 pada bidang xz dengan arah berlawanan arah
jarum jam.
c. garis dari pusat koordinat sepanjang sumbu x sampai titik (1, 0, 0) di-
lanjutkan garis sejajar sumbu z sampai titik (1, 0, 1) dilanjutkan garis

153
154 Paket Soal Bab 6

sejajar bidang yz sampai titik (1, 1, 1) dan kemudian kembali ke titik


pusat koordinat melalui garis x = y = z.
d. lengkungan dengan persamaan x = 1 − cos t, y = sin t, z = t dari ti-
tik pusat koordinat ke titik (0, 0, 2π) kemudian kembali ke titik pusat
koordinat melalui garis sepanjang sumbu z.
9. Tentukan usaha yang dilakukan oleh gaya F = x2 y î−xy 2 ĵ dengan lintasan
a dan b antara titik (1, 1) dan (4, 2) seperti ditunjukkan dalam gambar
berikut
y

a (4, 2)

(1, 1)
b
x

10. Gunakan
I teorema Green untuk menghitung integral lintasan tertutup
xydx + x2 dy dengan C adalah lintasan tertutup seperti ditunjukkan
C
gambar berikut

ar
y
s
ba
kh


y = 1/ x
15
20

C
1
m

x
se

1 4
Z
01

11. Hitunglah integral lintasan (x sin x − y)dx + (x − y 2 )dy dengan C adalah


21

C
l fi

segitiga yang titik sudutnya (0, 0), (1, 1) dan (2, 0).
ku

Z
12. Hitunglah integral (y 2 − x2 )dx + (2xy + 3)dy sepanjang sumbu x dari
ca


√ 0) sampai ( 5, 0) kemudian sepanjang lengkungan busur lingkaran dari
(0,
( 5, 0) ke (1, 2). Z
13. Hitunglah integral r·n̂ dσ pada seluruh permukaan silinder yang dibatasi
x2 + y 2 = 1, z = 0 Zdan
Z Z z = 3, dengan r = xî + y ĵ + z k̂.
14. Hitunglah integral ∇·V dτ pada kubus satuan yang terletak di oktan
pertama (first octant) jika V = (x3 − x2 )y î + (y 3 − 2y 2 + y)xĵ + (z 2 − 1)k̂.

khbasar2015
c
155
ZZ
15. Hitunglah integral (∇ × V) · n̂ dσ pada bagian permukaan z = 9 −
x2 − 9y 2 di atas bidang xy jika V = 2xy î + (x2 − 2x)ĵ − x2 z 2 k̂.

sar
ba
kh
15
20
1
m
se
01
21
l fi
ku
ca

khbasar2015
c
ca
ku
l fi
21
01
se
m
1
20
15
kh
ba
sar

Anda mungkin juga menyukai