Anda di halaman 1dari 33

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Land Clearing


Land clearing adalah proses pembersihan lahan sebelum aktivitas
pembangunan dimulai, yang tujuannya agar lahan yang akan digunakan sebagai
lokasi pembangunan jalan bersih dari semua pohon, semak-semak, sampah, serta
halangan-halangan lainnya yang tidak dikehendaki atau mengganggu
keberadaannya. Pembersihan lahan ini biasanya dilakukan dengan bantuan alat
berat seperti excavator untuk menumbangkan pohon-pohon dan juga bulldozer
untuk mengupas tanah yang terdapat di jalan yang akan di bangun yang biasanya
berupa gambut dan rumput.

Gambar 4.1 Proses Land Clearing

4.2 Pemasangan Geosintetik


Pada proyek pembangunan Jalan Limgkar Timur Waduk Jatigede,
pekerjaan perbaikan tanah untuk daerah yang tidak dipasang Vacum Consolidation
Method (VCM) adalah dengan pemasangan geosintetik untuk perkuatan tanah,
61

karena tanah di sekitar pembangunan bukan daerah rawa dan masih banyak terdapat
pohon.
Jenis geosintetik yang dipakai adalah Geotextile Non Woven. Pemasangan
Geotextile Non Woven dilakukan apabila proses land clearing sudah selesai.
Dimana tanah dasar sudah dalam keadaan bersih dari benda-benda yang
menghambat proses subgrade. Prosedur pemasangan Geotextile Woven :

1) Geotextile Woven digelar di atas tanah berlawanan dengan arah jalan untuk
menutupi ruas jalan.

Gambar 4.2 Geotextile Woven yang Telah Digelar

2) Setelah dibentangkan, Geotextile Woven disatukan dan disambung dengan cara


dijahit menggunkan mesin jahit listrik.

Gambar 4.3 Proses Menjahit Geotextile Woven


62

4.3 Penghamparan Tanah Timbunan

Material tanah timbunan diambil dari tanah lahan yang berada tidak jauh dari
lokasi proyek. Material tersebut diangkut dengan menggunakan bantuan alat berat
yaitu dump truck. Selanjutnya penghamparan material tanah timbunan
dilaksanakan dengan menggunakan motor grader dan bulldozer. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penghamparan material timbunan ini yaitu:
1) Kondisi cuaca yang memungkinkan penghamparan material timbunan.

2) Panjang dan lebar hamparan dalam setiap section yang akan dipadatkan
disesuaikan dengan kondisi lapangan ( panjang hamparan biasanya maksimum
50 m), dengan ketebalan hamparan sesuai dengan spesifikasi. Ketebalan
hamparan pertama adalah 3 layer, dimana 1 layer adalah 20 cm.

Gambar 4.4 Loading Material dari Dump Truck

Gambar 4.5 Pengrataan Tanah Menggunakan Motor Grader


63

4.4 Pemadatan Tanah Timbunan

Pemadatan (compaction) dilaksanakan dengan menggunakan sheepfoot dan


vibrator roller, dimulai dari bagian tepi ke bagian tengah. Setelah pemadatan satu
pas selesai, alat pemadat dipindahkan ke sebelahnya dan seterusnya hingga
mencakup seluruh area pemadatan. Langkah tersebut diulang kembali hingga
jumlah passing pemadatan setiap lintasan mencapai jumlah 14 passing atau 24
lintasan.

Gambar 4.6 Pemadatan dengan Sheepfoot Roller

Gambar 4.7 Finishing Pemadatan dengan Vibrator Roller

4.5 Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B

Sebelum memulai pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B, perlu dilakukan


pemeriksaan pada Lapisan Tanah Dasar apakah sudah memenuhi syarat ketentuan
64

untuk dapat melaksanakan pekerjaan lanjutan tersebut. Adapun pekerjaan


pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1) Pekerjaan Pengukuran, dilakukan untuk mengetahui elevasi, jarak dan volume
yang tepat dari keadaan lapangan. Pekerjaan ini dilakukan menggunakan alat
ukur meteran, theodolite dan waterpass.

Gambar 4.8 Pengukuran dengan Theodolite

2) Pengujian Sand Cone dan Speedy Test dimana pengujian tersebut bertujuan
untuk mengetahui tingkat kepadatan tanah dan mengetahui besaran kadar air
lapisan tanah dasar.
Tabel 4.1 Persyaratan Tanah Dasar
Derajat Kepadatan Spesifikasi

CBR Minimum 6%
-3% sampai +1% dari Kadar
Kadar Air
Air Optimum di Laboratorium
(sumber : UPT Laboratorium Dinas PUPR Kab. Cirebon)

3) Pengujian Lapangan, berupa pengujian proof rolling tanah dasar yang bertujuan
untuk mengetahui kepadatan tanah secara visual.
Teknis pelaksanaan pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B terdiri dari
pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan pemadatan Agregat Kelas B.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1) Pengangkutan material yang telah diuji dan memenuhi syarat ke lokasi proyek
dengan menggunakan dump truck.
65

2) Setelah material agregat kelas B sampai di lokasi, agregat ditumpuk di tepi


sedikit demi sedikit sepanjang lokasi yang telah siap untuk dihampar agregat
kelas B.

Gambar 4.9 Loading Material Agregat B dari Dump Truck

3) Penghamparan material dilakukan dengan menggunakan alat motor grader.

Gambar 4.10 Penghamparan Material Agregat B dengan Motor Grader

4) Setelah penghamparan, agregat dipadatkan menggunakan vibrator roller


secara bertahap. Pada saat vibrator roller bekerja, dilakukan juga penyiraman
air dengan menggunakan water tank truck secara merata diatas seluruh.
permukaan jalan yang telah dipadatkan. Selanjutnya dilakukan penggilasan
ulang dengan vibrator roller.
66

Gambar 4.11 Pemadatan Agregat Kelas B

5) Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan agregat kelas B telah sesuai


dengan yang direncanakan maka digunakan bantuan benang yang dihubungkan
dari patok ke patok acuan ketinggian dan di ukur menggunakan meteran agar
dapat menemukan elevasinya. Apabila tebal padat lapis Agregat Kelas B sudah
sesuai dengan elevasi rencana yaitu dengan tebal 25 cm, dilanjutkan dengan
penghamparan agregat kelas A. Apabila belum sesuai rencana dilakukan
pemotongan atau penambahan agregat.
67

Tabel 4.2 Gradasi Material Agregat Kelas B


Ukuran Saringan % Lolos
ASTM (mm) Imperial Menurut Berat Hasil Uji %
50 2,0 in 100 100

37,5 1,5 in 88 – 95 91,28

25 1,0 in 70 – 85 78,22

9,5 3/8 in No. 4 30 – 65 47,16


10
4,75 25 – 55 37,67
40
2,00 15 – 40 27,67
200
0,425 8 – 20 10,85
0,075 2–8 3,92

(sumber : UPT Laboratorium Dinas PUPR Kab. Cirebon)

Tabel 4.3 Sifat Agregat Kelas B


Sifat Agregat Kelas B
a. Abrasi dari Agregat Kasar 0 – 40%

b. Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8” 55/50

c. Batas Cair 0 – 35

d. Indeks Plastisitas 0 – 10

e. Gumpalan Lempung dan 0 – 5%


Butiranbutiran mudah pecah
f. CBR pada 100% kepadatan kering
Minimal 60%
maksimum setelah 4 hari
perendaman
g. Perbandingan persen lolos ayakan
no. 200
Maksimal 2/3

(sumber : UPT Laboratorium Dinas PUPR Kab. Cirebon)


68

4.6 Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas A

Setelah proses pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B maka dilanjutkan


dengan pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas A. Prosedur pelaksanaan pekerjaan
Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah sebagai berikut :
1) Pengangkutan material yang telah diuji dan memenuhi syarat ke lokasi proyek
dengan menggunakan dump truck.
2) Setelah material agregat kelas A sampai di lokasi, agregat ditumpuk di tepi
sedikit demi sedikit sepanjang lokasi yang telah siap untuk dihampar agregat
kelas A.

Gambar 4.12 Loading Material Agregat A dari Dump Truck

Gambar 4.13 Penumpukan Material Agregat A


69

3) Penghamparan material dilakukan dengan menggunakan alat motor grader.

Gambar 4.14 Penghamparan Material Agregat A dengan Motor Grader


4) Setelah penghamparan, agregat dipadatkan menggunakan vibrator roller
secara bertahap. Pada saat vibrator roller bekerja, dilakukan juga penyiraman
air dengan menggunakan water tank truck secara merata diatas seluruh .
permukaan jalan yang telah dipadatkan. Selanjutnya dilakukan penggilasan
ulang dengan vibrator roller.

Gambar 4.15 Pemadatan Agregat Kelas A

5) Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan agregat kelas A telah sesuai


dengan yang direncanakan maka digunakan bantuan benang yang dihubungkan
dari patok ke patok acuan ketinggian dan di ukur menggunakan meteran agar
dapat menemukan elevasinya. Tebal padat lapis Agregat Kelas A adalah 15 cm.
70

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat proses pemadatan


dilakukan adalah:
1) Kondisi cuaca pada saat pemadatan yaitu pada saat cuaca panas (tidak hujan).

2) Operasi penggilasan dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi
sedikit dalam arah memanjang. Pada bagian yang bersuperelevasi, penggilasan
dimulai dari bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit kebagian
yang lebih tinggi. Operasi penggilasan dilanjutkan sampai seluruh bekas roda
mesin gilas hilang dan lapisan tersebut terpadatkan secara merata, dengan
sesekali disiram dengan menggunakan water tank.

Tabel 4.4 Gradasi Material Agregat Kelas A


Ukuran Saringan % Lolos Menurut
ASTM (mm) Imperial Berat Hasil Uji
50 2,0 in 100 100

37 1,5 in 100 100

25 1,0 in 79 – 85 90,97

9,5 3/8 in No. 44 – 58 51,30


4
4,75 29 – 44 35,02
10
2,00 17 – 30 19,44
40
0,425 7 – 17 10,76
200
0,075 2–8 4

(sumber : UPT Laboratorium Dinas PUPR Kab. Cirebon)


71

Tabel 4.5 Sifat Agregat Kelas A


Sifat Agregat Kelas A
a. Abrasi dari Agregat Kasar 0 – 40%

b. Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8” 95/90

c. Batas Cair 0 – 25

d. Indeks Plastisitas 0–6

e. Hasil kali Indeks Plastisitas dengan Maksimal 25

% lolos ayakan no. 200

f. Gumpalan Lempung dan 0 – 5%


Butiranbutiran mudah pecah
g. CBR pada 100% kepadatan kering
Minimal 90%
maksimum setelah 4 hari
perendaman
h. Perbandingan persen lolos ayakan
no. 200
Maksimal 2/3

(sumber : UPT Laboratorium Dinas PUPR Kab. Cirebon)

Setelah lapisan agregat kelas A dan lapisan agregat kelas B selesai


dihamparkan dan dipadatkan sesuai dengan ketebalan rencana, maka dilakukan
pengujian Proof Rolling. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kepadatan
lapisan pondasi yang telah dipadatkan. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan truk 2 as dengan beban kurang lebih 40 ton yang melintas di badan
jalan dengan kecepatan rendah atau setara dengan kecepatan berjalan kaki. Pada
saat truk berjalan, operator mengikuti dari belakang sambil mengamati perkerasan
di bawah roda belakang. Apabila terlihat lendutan saat roda belakang truk lewat,
maka perlu dilakukan perbaikan dengan cara pemadatan ulang dengan Vibratory
72

Roller. Dengan toleransi lendutan sebesar 1 cm, jika lebih maka dilakukan
pembongkaran dan pemadatan ulang. Sedangkan jika tidak ada lendutan, maka
lapis pondasi sudah siap untuk tahap selanjutnya.

Gambar 4.16 Pengujian Proof Rolling

4.7 Pekerjaan Prime Coat

Pekerjaan prime coat dilakukan setelah lapis pondasi kelas A sudah


dipadatkan dan sudah lolos uji proof rolling. Prime coat yang digunakan adalah
Aspal Emulsi jenis CSS-1h. Proses Pelaksanaan pekerjaan Prime Coat yaitu :
1) Permukaan lapis pondasi atas yang akan dilakukan proses penyemprotan Prime
Coat harus dilakukan pembersihan dengan cara dibasahi dengan air
menggunakan Water Tank Truck yang tujuannya untuk mengurangi debu yang
berterbangan pada saat dilakukan penyemprotan menggunakan Compressor.
73

Gambar 4.17 Pembersihan menggunakan Compressor

2) Permukaan lapis pondasi atas harus dipastikan benar – benar bersih, maka
penyemprotan lapis resap pengikat (prime coat) dapat dilakukan.
3) Penyemprotan lapis resap ini dilakukan dengan alat asphalt sprayer. Asphalt
sprayer melintasi badan jalan dengan kecepatan rendah sampai aspal merata
menutupi badan jalan.

Gambar 4.18 Penyemprotan Prime Coat


74

Gambar 4.19 Lapisan Pondasi Agregat yang Sudah Disemprot Prime Coat
Pada saat penyemprotan prime coat dipastikan merata sesuai dengan
spesifikasi teknisnya yaitu dengan intensitas penyemprotan 0,5 sampai 1,2 liter per
m2 (dapat diketahui dengan pengujian Paper Test). Dan juga saat penyemprotan
prime coat dilakukan, tidak diperbolehkan kendaraan melintas sepanjang lokasi
penyemprotan karena akan menempel di ban kendaraan tersebut dan mengurangi
daya ikat.
4) Setelah penyemprotan prime coat selesai, maka pekerjaan lapis perkerasan
ACBase dapat dilakukan.

4.8 Pekerjaan Lapis Perkerasan AC-Base

Setelah dilakukan penyemprotan lapis resap pengikat, tahap selanjutnya yang


dilakukan yaitu penghamparan campuran aspal yang sebelumnya telah dibuat oleh
Asphalt Mixing Plant (AMP). Campuran aspal panas (hot mix) diproduksi oleh
AMP dengan komposisi yang sesuai dengan Job Mix Formula (JMF). Suhu
campuran aspal yang keluar dari AMP adalah 140-160ºC. Prosedur pekerjaan
penghamparan Lapis Perkerasan AC-Base antara lain :
1) Campuran lapis AC-Base yang sudah sesuai dengan Job Mix Formula dibawa
ke lokasi penghamparan menggunakan Dump Truck.
2) Pastikan pekerjaan prime coat dan cat tanda selesai
75

Gambar 4.20 Pemberian Cat Tanda Batas Penghamparan AC-Base


3) Sebelum memasukkan campuran aspal ke Bucket Asphalt Finisher, dilakukan
penyetelan tinggi dan lebar di alat Asphalt Finisher sesuai dengan tebal dan
lebar yang ditentukan. Tebal padat lapisan AC-Base adalah 12 cm. Ketebalan
gembur aspal terhampar adalah 13,5 cm.

Gambar 4.21 Penyetelan Tinggi Penghamparan dengan Asphalt Finisher


4) Setelah campuran aspal AC-Base sudah berada di Bucket Asphalt Finisher,
proses penghamparan dapat dilakukan. Penghamparan campuran aspal panas
dilakukan pada saat suhu 140-160ºC.
76

Gambar 4.22 Loading Material AC-Base ke Bucket Asphalt Finisher


5) Asphalt finisher bergerak diikuti oleh dump truck, yang mempertahankan
posisi agar bucket tetap berhimpit dengan bucket dump truck sehingga
campuran aspal yang telah turun ke permukaan jalan terisi kembali oleh
campuran aspal yang turun dari bucket dump truck.
6) Campuran aspal yang dihamparkan terkadang ada yang tidak rata dan juga
campuran aspal yang keluar dari jalan atau berada di luar sisi jalan, sehingga
perlu diratakan dengan tenaga manusia menggunakan alat manual seperti
sekop.

Gambar 4.23 Perataan Campuran Aspal AC-Base dengan Sekop

7) Proses penghamparan dilakukan terus sampai campuran aspal di Bucket


Asphalt Finisher habis dan dilanjutkan pengisian dengan Dump Truck
selanjutnya.
77

Gambar 4.24 Penghamparan AC-Base menggunakan Asphalt Finisher

Setelah campuran lapis AC-Base selesai dihamparkan, pemadatan bisa


langsung dilakukan. Pemadatan lapis perkerasan ini terdiri dari 2 lapis yaitu
pemadatan menggunakan Tandem Roller kemudian pemadatan menggunakan
Pneumatic Tire Roller dan terakhir menggunakan Tandem Roller kembali.
Pemadatan pertama pada suhu 140-160ºC menggunakan tandem roller
dengan kecepatan tidak lebih dari 4 km/jam sebanyak 18 passing. Roda dari tandem
roller harus dengan keadaan basah pada saat digunakan agar campuran AC-Base
tidak melekat pada roda, untuk itu dilakukan penyemprotan manual dengan air yang
dicampur dengan minyak.

Gambar 4.25 Pemadatan AC-Base menggunakan Tandem Roller

Pemadatan kedua dilakukan pada suhu 140-160ºC dengan menggunakan alat


pneumatic tired roller (PTR) dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km/jam. Jumlah
78

passing sebanyak 2 passing . Ban pneumatic tired roller harus dengan keadaan
basah pada saat digunakan agar AC-Base tidak melekat pada ban. Sehingga
dilakukan penyemprotan manual dengan air yang dicampur dengan minyak.

Gambar 4.26 Pemadatan AC-Base menggunakan Pneumatic Tire Roller

4.9 Pekerjaan Lapis Perkerasan AC-BC


Setelah dilakukan penyemprotan lapis resap pengikat, tahap selanjutnya yang
dilakukan yaitu penghamparan campuran aspal yang sebelumnya telah dibuat oleh
Asphalt Mixing Plant (AMP). Campuran aspal panas (hot mix) diproduksi oleh
AMP dengan komposisi yang sesuai dengan Job Mix Formula (JMF). Suhu
campuran aspal yang keluar dari AMP adalah 140-160ºC. Prosedur pekerjaan
penghamparan Lapis Perkerasan AC-BC antara lain :
1) Campuran lapis AC-BC yang sudah sesuai dengan Job Mix Formula dibawa
ke lokasi penghamparan menggunakan Dump Truck.
2) Pastikan pekerjaan tack coat dan cat tanda selesai
79

Gambar 4.20 Pemberian Cat Tanda Batas Penghamparan AC-BC

3) Sebelum memasukkan campuran aspal ke Bucket Asphalt Finisher, dilakukan


penyetelan tinggi dan lebar di alat Asphalt Finisher sesuai dengan tebal dan
lebar yang ditentukan. Tebal padat lapisan AC-BC adalah 6 cm. Ketebalan
gembur aspal terhampar adalah 7,2 cm.

Gambar 4.21 Penyetelan Tinggi Penghamparan dengan Asphalt Finisher

4) Setelah campuran aspal AC-BC sudah berada di Bucket Asphalt Finisher,


proses penghamparan dapat dilakukan. Penghamparan campuran aspal panas
dilakukan pada saat suhu 140-160ºC.
80

Gambar 4.22 Loading Material AC-BC ke Bucket Asphalt Finisher

5) Asphalt finisher bergerak diikuti oleh dump truck, yang mempertahankan


posisi agar bucket tetap berhimpit dengan bucket dump truck sehingga
campuran aspal yang telah turun ke permukaan jalan terisi kembali oleh
campuran aspal yang turun dari bucket dump truck.
6) Campuran aspal yang dihamparkan terkadang ada yang tidak rata dan juga
campuran aspal yang keluar dari jalan atau berada di luar sisi jalan, sehingga
perlu diratakan dengan tenaga manusia menggunakan alat manual seperti
sekop.

Gambar 4.23 Perataan Campuran Aspal AC-BC dengan Sekop


81

7) Sebelum memasukkan campuran aspal ke Bucket Asphalt Finisher, dilakukan


penyetelan tinggi dan lebar di alat Asphalt Finisher sesuai dengan tebal dan
lebar yang ditentukan. Tebal padat lapisan AC-BC adalah 6 cm. Ketebalan
gembur aspal terhampar adalah 7,2cm.

8) Setelah campuran aspal AC-BC sudah berada di Bucket Asphalt Finisher,


proses penghamparan dapat dilakukan. Penghamparan campuran aspal panas
dilakukan pada saat suhu 140-160ºC.

9) Asphalt finisher bergerak diikuti oleh dump truck, yang mempertahankan


posisi agar bucket tetap berhimpit dengan bucket dump truck sehingga
campuran aspal yang telah turun ke permukaan jalan terisi kembali oleh
campuran aspal yang turun dari bucket dump truck.
10) Campuran aspal yang dihamparkan terkadang ada yang tidak rata dan juga
campuran aspal yang keluar dari jalan atau berada di luar sisi jalan, sehingga
perlu diratakan dengan tenaga manusia menggunakan alat manual seperti
sekop.
Setelah campuran lapis AC-BC selesai dihamparkan, pemadatan bisa
langsung dilakukan pemadatan.
82

Gambar 4.24 Pemadatan AC-BC menggunakan Tandem Roller


Pemadatan pertama pada suhu 140-160ºC menggunakan tandem roller
dengan kecepatan tidak lebih dari 4 km/jam sebanyak 18 passing. Roda dari tandem
roller harus dengan keadaan basah pada saat digunakan agar campuran AC-Base
tidak melekat pada roda, untuk itu dilakukan penyemprotan manual dengan air yang
dicampur dengan minyak.

Gambar 4.25 Pemadatan AC-BC menggunakan Pneumatic Tire Roller

Pemadatan kedua dilakukan pada suhu 140-160ºC dengan menggunakan alat


pneumatic tired roller (PTR) dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km/jam. Jumlah
passing sebanyak 2 passing . Ban pneumatic tired roller harus dengan keadaan
basah pada saat digunakan agar AC-Base tidak melekat pada ban. Sehingga
dilakukan penyemprotan manual dengan air yang dicampur dengan minyak.
83

4.10 Pekerjaan Lapis Perkerasan AC-WC


Setelah dilakukan penyemprotan lapis resap pengikat, tahap selanjutnya yang
dilakukan yaitu penghamparan campuran aspal yang sebelumnya telah dibuat oleh
Asphalt Mixing Plant (AMP). Campuran aspal panas (hot mix) diproduksi oleh
AMP dengan komposisi yang sesuai dengan Job Mix Formula (JMF). Suhu
campuran aspal yang keluar dari AMP adalah 140-160ºC. Prosedur pekerjaan
penghamparan Lapis Perkerasan AC-WC antara lain :
1) Campuran lapis AC-WC yang sudah sesuai dengan Job Mix Formula dibawa
ke lokasi penghamparan menggunakan Dump Truck.
2) Pastikan pekerjaan tack coat dan cat tanda selesai

Gambar 4.26 Pemberian Cat Tanda Batas Penghamparan AC-WC

3) Sebelum memasukkan campuran aspal ke Bucket Asphalt Finisher, dilakukan


penyetelan tinggi dan lebar di alat Asphalt Finisher sesuai dengan tebal dan
lebar yang ditentukan. Tebal padat lapisan AC-BC adalah 4 cm. Ketebalan
gembur aspal terhampar adalah 5,2 cm.
84

Gambar 4.27 Penyetelan Tinggi Penghamparan dengan Asphalt Finisher

4) Setelah campuran aspal AC-WC sudah berada di Bucket Asphalt Finisher,


proses penghamparan dapat dilakukan. Penghamparan campuran aspal panas
dilakukan pada saat suhu 140-160ºC.

Gambar 4.28 Loading Material AC-WC ke Bucket Asphalt Finisher

5) Asphalt finisher bergerak diikuti oleh dump truck, yang mempertahankan


posisi agar bucket tetap berhimpit dengan bucket dump truck sehingga
campuran aspal yang telah turun ke permukaan jalan terisi kembali oleh
campuran aspal yang turun dari bucket dump truck.
85

6) Campuran aspal yang dihamparkan terkadang ada yang tidak rata dan juga
campuran aspal yang keluar dari jalan atau berada di luar sisi jalan, sehingga
perlu diratakan dengan tenaga manusia menggunakan alat manual seperti
sekop.

Gambar 4.29 Perataan Campuran Aspal AC-WC dengan Sekop

7) Proses penghamparan dilakukan terus sampai campuran aspal di Bucket


Asphalt Finisher habis dan dilanjutkan pengisian dengan Dump Truck
selanjutnya.

Gambar 4.30 Penghamparan AC-WC menggunakan Asphalt Finisher

Setelah campuran lapis AC-WC selesai dihamparkan, pemadatan bisa


langsung dilakukan. Pemadatan lapis perkerasan ini terdiri dari 1 lapis yaitu
pemadatan menggunakan Tandem Roller kemudian pemadatan menggunakan
Pneumatic Tire Roller dan terakhir menggunakan Tandem Roller kembali.
86

Pemadatan pertama pada suhu 140-160ºC menggunakan tandem roller


dengan kecepatan tidak lebih dari 4 km/jam sebanyak 18 passing. Roda dari
tandem roller harus dengan keadaan basah pada saat digunakan agar campuran
AC-WC tidak melekat pada roda, untuk itu dilakukan penyemprotan manual
dengan air yang dicampur dengan minyak.

Gambar 4.31 Pemadatan AC-WC menggunakan Tandem Roller


Pemadatan kedua dilakukan pada suhu 140-160ºC dengan menggunakan alat
pneumatic tired roller (PTR) dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km/jam. Jumlah
passing sebanyak 2 . Ban pneumatic tired roller harus dengan keadaan basah pada
saat digunakan agar AC-WC tidak melekat pada ban. Sehingga dilakukan
penyemprotan manual dengan air yang dicampur dengan minyak.
.
4.9 Pengujian Lapangan

4.9.1 Pengujian Proof Rolling

Tes Proof Rolling merupakan pengujian kepadatan lapis pondasi agregat


ataupun tanah secara visual dengan dumptruck berisi muatan material tanah sebagai
bebannya atau pun dengan water tank truck yang diisi penuh dengan air. Secara
teknis dumptruck berjalan dengan kecepatan rendah atau setara dengan kecepatan
kaki, kemudian kita mengikuti dari belakang sambil mengamati perkerasan di
bawah roda belakang. Apabila terlihat lendutan saat roda belakang truk lewat, maka
perlu dilakukan perbaikan dengan cara pemadatan ulang dengan Vibratory Roller.
Toleransi lendutan sebesar 1 cm, jika lebih maka dilakukan pembongkaran dan
87

pemadatan ulang. Sedangkan jika tidak ada lendutan, maka lapis pondasi sudah siap
untuk tahap selanjutnya.

Gambar 4.32 Pengujian Proof Rolling

4.9.2 Survey Elevasi di Lapangan

Survey elevasi di lapangan bertujuan untuk menentukan beda tinggi antara


dua titik di permukaan tanah. Survey ini dilakukan menggunakan Waterpass dan
Theodolite. Pada proyek ini, survey dilakukan guna :
1) Pembuatan patok ketinggian

2) Sebagai acuan kontraktor untuk pekerjaan leveling selanjutnya

3) Untuk gambar As Built Drawing proyek


88

Gambar 4.33 Survey Elevasi di Lapangan

4.9.3 Pengujian Paper Test Lapis Resap Pengikat

Merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ketebalan lapis resap


pengikat yang telah dihamparkan di lapangan dengan menggunakan kertas karton
yang telah ditentukan dimensi dan ditimbang beratnya. Kertas tersebut diletakkan
di lokasi yang akan di hamparkan lapis resap pengikat dan apabila telah selesai
penghamparan, kertas tersebut ditimbang dan kita akan mendapatkan ketebalan
lapis resap pengikat yang dihamparkan. Ukuran kertas karton untuk lapis prime
coat adalah 25 cm x 25 cm.

Gambar 4.34 Pengujian Paper Test Prime Coat

4.9.4 Pengujian Core Drill AC-Base

Pengujian Core Drill adalah pekerjaan pengambilan sampel suatu lapisan


perkerasan jalan di lapangan yang dimaksudkan untuk mengetahui ketebalan dan
89

kepadatan lapis perkerasan. Cara pengambilan dilaksanakan secara zig zag dengan
jarak 50 m.
Hasil core drill di ukur ketebalannya dan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa kepadatan lapisan tersebut, untuk memastikan apakah telah memenuhi
kekuatan dan kepadatan yang telah direncanakan.
Setelah pengambilan sampel selesai lubang – lubang bekas pengambilan
sampel harus ditutup kembali dengan campuran aspal yang sesuai agar tidak
tergenang oleh air yang bisa mengakibatkan rusak pada perkerasan tersebut.

Gambar 4.35 Proses Pengambilan Sampel Benda Uji Core Drill

Gambar 4.36 Penutupan Kembali Lubang Sampel untuk Pengujian Core Drill
90

4.9.5 Pengujian Sand Cone

Sand Cone Test adalah pemeriksaan kepadatan tanah di lapangan dengan


menggunakan pasir kuarsa sebagai parameter kepadatan yang mempunyai sifat
kering, bersih, keras, tidak memiliki bahan pengikat sehingga dapat mengalir bebas.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan dari suatu tanah di lapangan
dengan berat isi kering laboratorium. Pengujian sand cone dilakukan setelah
subgrade sudah tahap finishing, yaitu saat elevasi sudah tepat dan sudah dipadatkan
dengan vibratory roller. Apabila hasil dari pengujian sand cone ini tidak sesuai
dengan spesifikasi, maka tanah subgrade dilakukan perbaikan dengan cara
pembongkaran dan pemadatan ulang.

Gambar 4.37 Pengujian Sand Cone

4.10 Kendala yang Terjadi di Lapangan Serta Solusinya

Dalam pelaksanaan proyek ini, ada kendala-kendala yang dapat mengganggu


proses pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Kendala-kendala yang ada di lapangan
antara lain:
1. Cuaca yang tidak menentu pada saat pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

2. Akibat dari hujan yang sering terjadi selama musim penghujan, lapisan
subgrade sulit untuk mencapai kepadatan yang sempurna.
3. Pada saat setelah terjadi hujan tanah timbunan di lokasi proyek menjadi basah
dan lembek sehingga menghambat alat berat yang mengangkut material dan
para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
91

Demi memperlancar proses pekerjaan yang terganggu, perlu dilakukan


beberapa solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Solusi yang
dilakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut:
1. Pada saat terjadi hujan semua kegiatan pelaksanaan harus dihentikan
sementara waktu selagi menunggu hujan reda. Sehingga pekerjaan bisa
dilanjutkan pada malam hari.
2. Apabila kondisi subgrade yang belum memenuhi spesifikasi, dilakukan
repairing atau perbaikan. Perbaikan subgrade dilakukan dengan
pembongkaran ulang tanah subgrade dengan alat excavator. Tanah digali
sampai dengan kedalaman yang masih basah. Kemudian tanah subgrade
diganti dengan material baru yang lebih kering. Material baru ditimbun
kembali dan dipadatkan dengan alat sheep foot kemudian alat vibratory
roller.
3. Tanah yang sering dilewati para pekerja untuk melakukan aktivitas pekerjaan
di lapangan ditimbun pasir sehingga tanah menjadi tidak lengket
92

Ukuran Berat Persentas Persentase Persentase SPEC


Saringan Tertahan e Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) Tertahan Kumulatif Kumulatif C33-90

25.00 0 0 0 100 100


19.00 250 8.9 8.9 91.1 90-100
9.50 1958 69.9 78.9 21.1 20-55
4.75 586 20.9 99.8 0.2 0-10
2.38 6 0.2 100.0 0.0 0-5

Modulus kehalusan 6.88

Ukuran Berat Persantase Persentase Persentase SPEC


Saringan Tertahan Tetahan Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) Kumulatif Kumulatif C33-90
9.50 0 0 0 100 100
4.75 25 5.00 5.00 95 95-100
2.36 75 15.00 20.00 80 80-100
1.18 118 23.60 43.60 56 50-85
0.60 85 17.00 60.60 39 25-60
0.30 74 14.80 75.40 25 10-30
0.15 67 13.40 88.80 11 2-10
0.075 52 10.40 99.20 1
PAN 4 0.80 100.00 0
Modulus Kehalusan 2.93

Anda mungkin juga menyukai