Sidik Satria Nugraha
Sidik Satria Nugraha
NIM : 17250713
KELAS :C
NO. 1
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah sangat ditentukan oleh karakteristik air
limbah yang akan diolah serta kualitas air olahan yang diinginkan. Pemilihan teknologi yang
tepat, disamping akan mendapatkan kualitas hasil olahan yang baik juga akan menghemat biaya
operasional IPAL. Kualitas air hasil olahan ditentukan oleh Peraturan Pemerintah setempat dan
peruntukan badan air atau sungai dimana air olahan IPAL tersebut akan dibuang. Teknologi
pengolahan air limbah yang akan digunakan harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
f. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
Untuk meningkatkan kualitas hasil olahan agar dapat memenuhi baku mutu, maka IPAL
ini dimodifikasi dengan reaktor biofilter. IPAL lama ini dialih fungsikan sebagai reaktor
pengolahan secara lumpur aktif dan bak pengendap. Pertama – tama limbah masuk kedalam
reaktor lumpur aktif. Kemudian limbah dialirkan kedalam reaktor sedimentasi. Kedua reaktor
tersebut merupakan modifikasi dari IPAL eksisting. Setelah keluar dari reaktor sedimentasi,
limbah diolah lebih lanjut dengan menggunakan sistem biofilter. Kapasitas IPAL yang
direncanakan tergantung dari jumlah pemakaian air bersih di gedung. Asumsi yang digunakan
untuk memperkirakan jumlah air limbah domestic adalah 80% dari jumlah total pemakaian air
bersih. Berdasarkan data pemakaian air di gedung BPPT pada tahun 2010, di dapatkan bahwa
jumlah peakaian air bersih rata – rata adalah 247,84 m3/hari. Dari data pemakaian air di atas,
maka perkiraan jumlah air limbah domestik yang akan dihasilkan oleh gedung BPPT adalah
sekitar 198,3 m 3/hari (80% dari 247,84 m3/hari). Jadi kapasitas IPAL yang akan dibangun
adalah 200 m3/hari.
NO. 2
Proses ini biasa dipakai untuk pengolahan airlimbah dengan sistem paket (packagetreatment) dengan
ketentuan sebagai berikut.
1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan dengan sistem konvensional. Usia lumpur pun lebih
lama hingga 15 hari.
2. Limbah yang masuk ke dalam reactor tidak diolah dahulu dalam pengendapan primer.
3. Sistem beroperasi dengan rasio F/M yang lebih rendah (<0,1 kg BOD/kgMLSS/hari) dibandingkan
sistem lumpur aktif konvensional (0,2 - 0,5 kg BOD/kgMLSS/hari).
Sistem ini terdiri dari bak aerasi berupa saluran berbentuk oval yang dilengkapi dengan rotor rotasi untuk aerasi.
Saluran tersebut menerima limbah yang telah disaring dan memiliki nilai HRT mendekati 24 jam. Proses ini biasa
digunakan untuk pengolahan air limbah domestik dengan komunitas kecil dan memerlukan luas lahan yang besar.
Pada sistem ini limbah hasil pengendapan primer masuk ke dalam bak aerasi melalui beberapa saluran sehingga
meningkatkan distribusi dalam tangki aerasi dan penggunaan oksigen lebih efisien. Proses ini juga dapat
meningkatkan kapasitas sistem pengolahan [1].
Setelah mixed liquor bercampur dalam tangki reaktor kecil selama 20-40 menit, aliran tersebut kemudian
dialirkan ke tangka penjerrnih dan lumpur dikembalikan ke dalam tangki stabilisasi dengan waktu tinggal 4-8 jam.
Sistem ini menghasilkan sedikit lumpur.
Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata. Sistem ini dapat menahan shock load
dan toksik.
f. High Rate Aeration (Sistem Aerasi Kecepatan Tinggi)
Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk beban BOD yang sangat
tinggi. Waktu tinggal hidraulik untuk proses ini sangat singkat. Sistem ini juga beroperasi pada konsentrasi MLSS
yang tinggi.
Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju transfer oksigen murni lebih tinggi
dibandingkan dengan oksigen pada atmosfer. Pada proses ini efisiensi oksigen terlarut menjadi tinggi sehingga
meningkatkan efisiensi pengolahan dan produksi lumpur.