Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN TAMBAK GARAM RAKYAT

DI WILAYAH PESISIR LAMPUNG


(Mata Kuliah Dinamika Wilayah Pesisir dan Laut)

Oleh

Nama NPM
Istikomah 1920041005

PROGRAM STUDI
MAGISTER MANAJEMEN WILAYAH PESISIR DAN LAUT
2019
MEMILIH LOKASI TAMBAK GARAM RAKYAT

A. LATAR BELAKANG

Kawasan pesisir dan laut mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk
dikembangkan oleh masyarakat pesisir, namun sumberdaya kelautan dan perikanan di
kawasan pesisir dan laut sementara ini masih banyak yang belum dikelola sesuai
dengan karakteristik wilayahnya. sehingga masih belum bisa meningkatkan
perekonomian masyarakat pesisir secara maksimal.

Mengingat hal tersebut pada pembangunan yang akan datang pemanfaatan


sumber daya kelautan harus dijadikan prioritas, mengingat sumber daya alam
kelautan dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan
penghasil devisa negara.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km


merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati
dan non-hayati yang sangat besar. Dengan lautan yang merupakan 70% dari luasan
total wilayah nusantara, maka laut menyimpan banyak potensi untuk dimanfaatkan,
antara lain adalah garam. Tetapi tidak seluruh luasan garis pantai ini bisa dikelola
untuk tambak garam , karena lokasi tambak garam harus memenuhi persyaratan agar
didapat garam yang berkwalitas dan kwantitas yang maksimal . Saat ini di beberapa
daerah cukup berpotensi sebagai penghasil garam. Diantaranya Pati, Rembang,
Pamekasan, Sumenep, Sampang, Indramayu, Cirebon, Nagekeo, NTT, NTB serta
daerah-daerah lainnya.

B. MEMILIH DAERAH LOKASI TAMBAK GARAM

Apabila di wilayah pesisir akan dikembangkan menjadi lokasi tambak garam


maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan didalam menentukan tingkat
kesesuaian lokasi yaitu berdasarkan aspek Ekologis dan aspek Tanah.

1. Aspek Ekologis meliputi :

a. Sumber daya air laut

b. Pasang surut air laut

c. Iklim dan cuaca

d. Angin

e. Kelembaban udara
f. Curah hujan

g. Evaporasi

a. Sumber daya air laut.

Air laut merupakan bahan utama yang digunakan untuk membuat garam. Beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan kaitannya dengan sumber daya air laut yaitu :

1. Kadar Garam

Perairan Laut Indonesia secara umum memiliki kadar garam rata-rata 3 – 3,5 Be
dengan spesifik Gravity 1,0258. Untuk mengetahui kepekatan kadar garam pada air
laut dapat dilakukan dengan cara mengukur dengan alat ukur
Baumemeter/Hydrometer.

2. Bersih

Untuk menjamin keberhasilan tambak perairan harus bersih, tidak terdapat sampah,
jernih dan tidak terlalu banyak mengandung suspresi zat padat. Perairan pantai di
sekitar muara sungai umumnya sangat keruh dan bersalinitas rendah. Oleh karena itu
areal pegaraman yang terletak didekat muara sangat pasok air asin harus diabaikan.
Beberapa kriteria lokasi kaitannya dengan sumber air laut yaitu :

- Berdekatan muara sungai : Mutu air laut rendah

- Pada teluk tertutup : Mutu baik

- Pengaruh pasang surut : Bila tajam beda pasang surut berpengaruh kurang

baik

- Pengaruh polusi yang lain : Zat kimia atau lumpur

3. Derajat Keasaman (pH)

Agar proses pembentukan garam mineral yang terjadi di dalam tambak garam dapat
berjalan dengan cepat dan lancar, air yang digunakan sebaiknya bersifat alkalis (basa)
dan mantap (goncangan PH tidak terlalu besar). pH yang ideal berkisar antara 7 – 8.

4. Polusi Air.

Untuk menghindari pencemaran air, lahan pegaraman sebaiknya terletak cukup jauh
dari daerah industri, pelabuhan, pemukiman, pertanian maupun kota – kota besar.
b. Pasang surut air laut.

Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala
akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi. Pasang surut laut pada lokasi tambak garam jangan melebihi dari 1
meter karena akan sulit mendapatkan stok air laut yang akan ditampung pada bak
penampungan air muda.

Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala
akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi. Pasang surut laut pada lokasi tambak garam jangan melebihi dari
1 meter karena akan sulit mendapatkan stok air laut yang akan ditampung pada bak
penampungan air muda.

c. Iklim dan cuaca

Apakah yang dimaksud dengan cuaca dan iklim? Yang dimaksud dengan cuaca
adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit
dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca
dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari
atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap
jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
kejadianya dalam waktu yang lama dan meliputi wilayah yang luas.

Proses terbentuknya kristal garam adalah proses penguapan pada tambak garam yang
disebabkan oleh sinar panas matahari, sehinga untuk mendapatkan produksi garam
yang bagus sebaiknya lokasi tambak garam pada satu wilayah dipilih dengan musim
kemarau yang panjang atau lebih dari 5 bulan dalam satu tahunnya. Karena bila satu
wilayah tambak garam curah hujannya terlalu tinggi atau musim penghujannya
panjang akan didapat produksi garam yang rendah atau bisa dikatakan wilayah
tersebut tidak cocok untuk lokasi tambak garam.

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau
wilayah, yaitu: suhu atau temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara,
dan curah hujan.

Penentuan awal musim pembuatan garam adalah dengan cara mengamati perilaku
iklim sebagai berikut :

a. Curah hujan tahunan mendekati atau melebihi curah hujan tahunan rata-rata pada

masing- masing lahan pegaraman.

b. Curah hujan dalam 2 (dua) dekade berturut-turut dibawah 50 mm/dekade.


c. Kecepatan angin minimal 5 mm/detik.

d. Arah angin dari arah timur.

e. Kelembaban udara dibawah 70 %.

f. Konsentrasi air laut > 2 °Be.

Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam
atmosfer. Udara timbul karena adanya radiasi panas matahari yang diterima bumi.
Panas bumi ini sangat berpengaruh sekali terhadap pertumbuhan kristal garam,
sehingga pelepasan air tua diharapkan pada siang hari.

Tingkat penerimaan panas oleh bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

- Sudut datang sinar matahari, yaitu sudut yang dibentuk oleh permukaan bumi
dengan arah datangnya sinar matahari. Makin kecil sudut datang sinar matahari,
semakin sedikit panas yang diterima oleh bumi dibandingkan sudut yang datangnya
tegak lurus.

- Lama waktu penyinaran matahari, makin lama matahari bersinar, semakin banyak
panas yang diterima bumi.

- Keadaan muka bumi (daratan dan lautan), daratan cepat menerima panas dan cepat
pula melepaskannya, sedangkan sifat lautan kebalikan dari sifat daratan.

- Banyak sedikitnya awan, ketebalan awan mempengaruhi panas yang diterima bumi.
Makin banyak atau makin tebal awan, semakin sedikit panas yang diterima bumi.

Selain suhu atau temperatur udara, unsur cuaca dan iklim yang lain adalah tekanan
udara. Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan
udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah. Makin
tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini
disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan.

d. Angin

Angin merupakan salah satu unsur cuaca dan iklim. Angin adalah udara yang
bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Di
area tambak garam angin sangat berpengaruh sekali terhadap proses terbentuknya
Kristal garam disamping penyinaran panas matahari, karena angin mampu membawa
uap air baik pada siang hari maupun malam hari. Ada beberapa hal penting yang
perlu diketahui tentang angin, yaitu meliputi:

1) Kecepatan Angin

Kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap kecepatan penguapan air laut pada
meja garam baik pada waktu malam maupun siang hari. Kecepatan angin dapat
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Relief Permukaan Bumi

Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak ada rintangan.
Sebaliknya bila bertiup pada daerah yang reliefnya besar dan rintangannya banyak,
maka angin akan berkurang kecepatannya.

b) Ada Tidaknya Tumbuh-tumbuhan

Banyaknya pohon-pohonan akan menghambat kecepatan angin dan sebaliknya, bila


pohon-pohonannya jarang maka sedikit sekali memberi hambatan pada kecepatan
angin.

c) Tinggi dari Permukaan Tanah

Angin yang bertiup dekat dengan permukaan bumi akan mendapatkan hambatan
karena bergesekan dengan muka bumi, sedangkan angin yang bertiup jauh di atas
permukaan bumi bebas dari hambatan-hambatan.

e. Kelembaban udara

Unsur keempat yang dapat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim di suatu tempat
adalah kelembaban udara. Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang
terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu, sehingga bila satu
daerah tinggkat kelembabanya terlalu tinggi maka proses kristalisasi akan terhambat
atau lebih lama.

f. Curah hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu
tertentu. Curah hujan ini sangat berpengaruh sekali terhadap proses penguapan air
laut yang berada dtambak garam, karena bila curah hujan tinggi disuatu wilayah
berarti wilayah ini tidak cocok untuk area tambak garam.

Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain:

1) Bentuk medan atau topografi;

2) Arah lereng medan;

3) Arah angin yang sejajar dengan garis pantai; dan

4) Jarak perjalanan angin di atas medan datar.

Hujan adalah butiran-butiran air yang dicurahkan dari atmosfer turun ke permukaan
bumi.

Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis.
Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut: :

a. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak
daripada pantai sebelah timur.

b. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur.
Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan
oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.

c. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan
terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 - 900 m di atas permukaan
laut.

d. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim pancaroba.

Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih
tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 - 3000 mm/tahun. Begitu pula antara
tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama. Ada
beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang
mendapat curah hujan tinggi:

a. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm,
meliputi 0,6% dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah
di Sulawesi (lembah Palu dan Luwuk), Madura.
b. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 - 2000 mm per tahun di antaranya
sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.

c. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 - 3000 mm per tahun, meliputi
Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa
Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi.

d. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun
meliputi dataran tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian
bagian tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.

Hujan terbanyak di Indonesia terdapat di Baturaden Jawa Tengah, yaitu curah hujan
mencapai 7,069 mm/tahun. Hujan paling sedikit di Palu Sulawesi Tengah, merupakan
daerah yang paling kering dengan curah hujan sekitar 547 mm/tahun.

g. Evaporasi

Proses pembentukan garam dari air laut merupakan salah satu proses dari
evaporasi yang dibantu oleh penyinaran matahari. Penguapan atau evaporasi adalah
proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan
menjadi gas (contohnya uap air). Sisa penguapan pada larutan yang mengandung
mineral tertentu ini akan menjadi Kristal-kristal garam mineral. Proses ini adalah
kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan
secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.

Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan.
Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul
saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai derajat, tergantung
bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah,
sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup buat menembus titik
didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang
ke dalam gas dan "menguap" Energi surya menggerakkan penguapan air dari
samudera, danau, embun dan sumber air lainnya.

2. Aspek Tanah meliputi :

a. Topografi

b. Tekstur tanah

Tanah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas


tambak garam sebab tanah mempunyai kemampuan untuk menyerap atau melepaskan
zat hara. Beberapa aspek tanah yang perlu diperhatikan adalah :
a. Topografi

Topografi sebaiknya landai, memiliki pasang surut <1 m untuk mempermudah


memperoleh air laut. Topografi sebaiknya juga dipilih di tempat yang mempunyai
elevasi tertentu agar memudahkan pengolahan air sehingga tambak cukup
mendapatkan air pada saat terjadi pasang harian tanpa menggunakan pompa.

b. Tekstur tanah

Tekstur tanah yang baik untuk lahan pegaraman adalah bertekstur liat berat
dengan sedikit pasir halus, hal ini penting untuk konstruksi dan menghindari adanya
kebocoran karena perembesan atau porousitas air. Bebas dari gangguan
binatang/tumbuhan liar. Bebas dari bencana alam. Sifat fisis dengan permeability
rendah dan tanah tidak mudah retak.

Tekstur tanah berkaitan dengan kualitas tanah. Apabila tekstur tanah semakin
kompak, lahan tersebut makin baik untuk dijadikan tambak. Untuk memudahkan
pengamatan di lapangan, kita perlu mengetahui terlebih dahulu ukuran mineral
penyusun tanah tersebut yakni :

- Pasir (sand) : 0,05 – 2,00 mm

- Lumpur (silt) : 0,02 – 0,05 mm

- Liat (clay) : < dari 0,002 mm

Tanah dengan kandungan pasir lebih besar 41 % kurang baik untuk dijadikan tambak
karena selain porous juga tidak mampu menahan air dan sangat menyulitkan dalam
pembuatan konstruksi tambak.

Hubungan antara tekstur tanah dengan kelayakannya sebagai lahan tambak.

Tekstur Tanah Permeabilitas Kelayakan


Clay Kedap air Sangat baik

Sandy clay Kedap air Baik

Loam Semi kedap air Sedang

Silty Semi kedap air Jelek


DAFTAR PUSTAKA

Aris, Kabul. 2011. Pedoman Garam. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.

Ensiklopedia Indonesia. 2011. Penguapan. Jakarta

Nonny. 2004. Pembesaran Udang. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sarjani. 2011. Cuaca dan Penguapan. Kumba. Jember.

(Drajat, S.Pi, Widyaiswara BPPP Tegal)

TIDAK SEMUA PESISIR PANTAI INDONESIA


COCOK PRODUKSI GARAM

Produksi garam lokal di tahun 2016 tidak memenuhi target nasional. Hal ini
dikarenakan petani garam masih memakai sistem tradisional dan bukan teknologi
tinggi.

Gurubesar Teknik Kimia dari Universitas Indonesia, Prof. Misri Gozan menilai
sistem tradisional juga sulit mencapai kualitas yang baik. Bahkan produksi akan
terhalang oleh faktor cuaca.

"Misalnya lahan sudah siap tiba-tiba hujan deras lebih dari beberapa jam, maka lahan
harus dimulai dari awal lagi persiapannya," kata Misri lewat pesan singkat kepada
wartawan, Minggu (8/1/2017).
Menurutnya, cuaca juga menjadi salah satu faktor yang mendukung menurunnya
produksi garam nasional. Apalagi curah hujan di Indonesia tidak terprediksi dengan
baik.

"Tahun 2010 dan 2016 ini curah hujan sangat tinggi. Bahkan pada 2010 hampir tidak
ada produksi karena nyaris tidak ada musim kering lebih dari empat pekan. Dimana
minimal produksi garam empat pekan harus tanpa hujan. Jadi cuaca urgen sekali,"
katanya.

Misri menjelaskan, walaupun Indonesia dikenal memiliki garis pantai terpanjang,


namun tidak semua lokasi pantai bisa digunakan untuk lahan produksi garam.

Ada beberapa syarat mutlak seperti, gelombang tidak terlalu tinggi serta kadar lumpur
yang tidak terlalu tinggi.

"Jika kadar lumpur tinggi, akan menyebabkan garam sangat buruk kualitasnya,"
katanya.

Awal tahun 2017, pemerintah akan mengimpor garam sekitar 220.000 ton untuk
memenuhi kebutuhan selama Januari sampai Maret 2017. Importasi garam ini
dilakukan karena pemerintah menganggap tahun 2016 merupakan tahun gagal panen
garam sehingga produksinya tidak dapat memenuhi kebutuhan garam per tahun.

Sepanjang tahun 2016, total produksi garam nasional hanya sekitar 137.600 ton,
dengan komposisi 112.000 ton garam rakyat dan 25.600 ton sisanya merupakan hasil
produksi PT Garam.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan


Perikanan, Brahmantya Setyamurti Poerwadi mengaku, anjloknya produksi karena
pengaruh tingginya curah hujan.

Sumber : Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –Minggu, 8 Januari 2017 08:21
WIB
POTENSI GARAM DI LAMPUNG MENJANJIKAN

Setiaji Bintang Pamungkas 14 Nov 2018 - 15:08

Pelatihan pembuatan garam di Pesisir Barat. (Foto:dok.Lampost.co)

BANDAR LAMPUNG (Lampost.co)--Provinsi Lampung memiliki potensi


produksi garam yang sangat baik, terutama di wilayah pesisir. Pemerintah Kabupaten
Pesisir Barat telah melakukan upaya tersebut dengan mendatangkan ahli dair Tegal.
Masyarakat Pesisir Barat dilatih selama seminggu untuk bertani garam.

"Uji coba masih menggunakan cara yang sederhana, jadi masih ditambak di darat dan
disungkup, masih dengan sistem tradisional, "kata Kepala Bidang Pengelolaan Ruang
Laut Dinas Perikanan dan Kelautan Lampung Chandra Murni, Rabu (14/11/2018).

Ternyata produksi cukup baik. Kadar yodium yang dihasilkan sebesar 28 ppm, meski
idealnya 30 ppm. Maka untuk mencapai 30 ppm perlu upaya lebih maksimal dengan
perlakuan dan teknologi yang mutakhir.

Di Pesisir Barat uji coba produksi dilakukan di lima bak, tiap bak seluas 5 x 5 m.
Sebulan, masyarakat bisa produksi 200 kg dengan perlakuan tradisional. Proses
tersebut dilakukan sejak April 2018.

“Begitu mendengar informasi ini, kabupaten lain menyambut baik, Lampung Timur,
Lampung Selatan, Pesawaran dan beberapa kapupaten lainnya,” paparnya.

Di awal produksi, garam tersebut hanya dihargai Rp 600,- per kag namum sekarang
Rp 900,- per kg dan sudah ada yang memesan.

“Kedepan Pemerintah Propinsi Lampung akan adakan pelatihan sehingga para petani
garam bisa meningkatkan kompetensinya dan tidak hanya di Pesisir Barat,” paparnya.

Namun, kendala yang dihadapi yaitu cuaca yang tidak menentu. “Di Lampung
kendalanya cuaca dan curah hujan tinggi mengganggu produksi garam,” imbuhnya.
NELAYAN PESISIR BARAT DIBERI PELATIHAN
PEMBUATAN GARAM DARI BP3 TEGAL
PESISIR BARAT (Lampungpro.com): Masyarakat nelayan Kabupaten Pesisir
Barat menyambut baik dan antusias atas pelatihan penggaraman sistem tunnel yang
dilaksanakan Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Pelatihan dan
Penyuluhan Perikanan (BP3) Tegal, kepada 30 nelayan di kabupaten itu.

Pelatihan itu dilaksanakan selama 5 hari mulai 7–12 Mei 2018, di komplek
perumahan nelayan, dekat Pelabuhan Kuala Stabas, Kelurahan Pasar Krui,
Kecamatan Pesisir Tengah. Nelayan mengucapkan banyak terima kasih kepada tim
pelatih.

"Kami berterima kasih dengan adanya pelatihan ini. Semoga, ke depan dengan
pengetahuan inu dapat mengangkat taraf hidup keluarga kami. Dengan adanya
pelatihan pembuatan garam oleh bapak-bapak dari BP3 tegal ini. Ke depan, kalau ada
modal kami akan membuka usaha ini," kata seorang nelayan yang mengikuti
pelatihan itu, Jumat (11/5/2018).

Sementara, Kepala Dinas Perikanan Pesisir Barat, Hasnul Abror, melalui Petugas
Penyuluhan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan yang bertugas di kabupaten itu,
Ana Yuliana, mengatakan kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan produksi
garam nelayan. Kegiatan itu sendiri akan ditutup Kadis Perikanan Pesisir Barat
Hasnul Abror.

Pelatihan tunnel garam ini dimaksudkan agar para nelayan tidak semata-mata
bergantung pada hasil dari penangkapan ikan di laut. Karena, melaut tidak menentu
tergantung cuaca. "Kalau cuaca buruk para nelayan bisa punya sampingan sebagai
tani garam, jadi itu jalan keluar berusaha lain untuk menutupi kebutuhan hidup dari
sektor garam," kata Ana. (WARI/PRO2)

PROFIL WILAYAH PESISIR TULANG BAWANG


Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, ke
arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang terjadi
di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain; sedangkan ke arah
laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas yang terjadi di daratan.
Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat perhatian oleh pemerintah.
Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan pembangunan di sektor pertanian
yang mengarah pada terciptanya swasembada pangan. Hal ini dapat dilihat dari
minimnya sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah di wilayah
pesisir bila dibandingan dengan kawasan ataupun sektor lainnya, sehingga
menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan masyarakat pesisir hidup dalam kondisi
yang memprihatinkan. Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap
pembangunan pesisir dan laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi
semakin tidak menentu. Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan
pesisir dan laut di masa lalu adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak


berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.

Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara


kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar.

Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai jenis
limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.

Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan


cash money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang tinggi
Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan antar
wilayah

Wilayah pesisir di Kabupaten Tulang Bawang merupakan bagian dari pantai timur
Lampung yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat pengembangan tambak udang terjadi di hampir seluruh wilayah
tersebut. Alih fungsi lahan yang pada mulanya berupa hutan mangrove menjadi
tambak udang secara tidak terkontrol telah menimbulkan peningkatan abrasi pantai,
penurunan produksi perikanan akibat hilangnya fungsi mangrove sebagai habitat,
tempat mencari makan, dan tempat pembesaran ikan dan biota laut lainnya, serta
masalah-masalah lingkungan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat di wilayah pesisir
Kabupaten Tulang Bawang yang berada di sekitar Kecamatan Dente Teladas dan
Rawajitu Timur. Sebagian besar penduduk desa yang berada di wilayah pesisir
bermata pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Kondisi hutan mangrove yang
terdapat di desa-desa tersebut pada umumnya sudah rusak karena telah
dialihfungsikan menjadi areal pertambakan. Ketebalan hutan mangrove dari tepi
pantai rata-rata paling jauh hanya 25 meter, mulai dari muara Way Seputih hingga
muara sungai Tulang Bawang. Hanya sebagian kecil hutan mangrove, lebih kurang 1
km, yang terletak di bagian utara muara sungai Tulang Bawang yang masih
mempunyai ketebalan hingga 100 m. Itupun sudah mulai terancam keberadaannya
karena di bagian belakangnya sudah rusak digunakan sebagai tambak. Tambak-
tambak tersebut mulai batas tanaman mangrove hingga beberapa kilometer ke dalam.
Sistem tambak yang ada di wilayah tersebut umumnya menggunakan sistem tambak
yang diadopsi dari Pati (Jawa Tengah), yaitu dengan membersihkan areal tambak dari
pohon-pohon mangrove.

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
diperlukan pengaturan dalam suatu Undang-Undang. Karena undang-undang yang
terkait dengan kelautan dan Perikanan masih belum memadai dalam hal mengatur
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
sehingga aturan yang ada kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta
keadilan bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Agar upaya
tersebut bisa maksimal maka diterbitkanlah UU No. 7 tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2016

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan


Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam disahkan Presiden Joko Widodo
pada tanggal 14 April 2016. UU No. 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam diundangkan
dengan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
68 serta Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam ke dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870 oleh Menkumham
Yasonna H. Laoly pada tanggal 14 April 2016 di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai