PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kretinisme merupakan suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem
yang diderita selama kegidupan janin, bayi, atau kanak-kanak dan terutama
ditandai dengan agalnya pertumbuhan tubuh anak tersebut dan retardasi
mental. Kreatisme disebabkan oleh ganggan pertumbuhan kelenjar tiroid
secara kongenital ( kreatinisme kongenital ), karena kelenjar tiroid gagal
memproduksi hormon tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar, atau
karena kurangnya yodium pada diet ( kreatinisme endemik ).
Gangguan akibat kurang yodium masih merupakan salah satu masalah
gizi mikro di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada prevalansi GAKY di
Indonesia mencapai 11,1 %. Masalah GAKY di masyarakat dapat dikatakan
sudah terkendali jika proporsi penduduk dengan EIU <100 µg/L dibawah
500%,EIU < µ/ L dibawah 20% dan cakupan garam beryodium 90% diikuti
dengan tercapainya indakator manajemen. Kekurangan maupun kelebihan
asupan iodium dapat menimbulkan akibat buruk bagi fungsi tiroid.
Konsumsi iodium yang terlalu banyak disebut akan menimbulkan hipertiroid
atau disebut iodine-induce dehyperthyroidism (IIH). Kekurangan iodium
pada 4 kelompok populasi rentan berada dibawah 50% sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada masalah kekurangan iodium pada populasi
rentan(anak,WUS,ibu hamil dan menyusui). Namun hasil riskesdas 2013
juga menunjukan terdapat 30,4% anak usia 6-12 tahun,24,9% wanita usia
subur,21,3% ibu hamil dan 18,1% ibu menyusui yang beresiko kelebihan
iodium.
Kekurangan yodium akan menyebakan beberapa masalah kesehatan
seperti gondok(goiter),hipotiroidisme,kretinisme,dan penurunan kesuburan
pada wanita.
1
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kretinisme ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem endokrin?
3. Apa saja etiologi Kretinisme?
4. Bagaimana manifestasi klinis Kretinisme ?
5. Bagaimana patofisiologi Kretinisme?
6. Bagaimana penatalaksanaan Kretinisme?
7. Apa saja komplikasi Kretinisme?
8. Apakah pemeriksaan diagnostik kretinisme?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Kretinisme
3. Tujuan Penulis
a. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien Kretinisme
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian Kretinisme
2) Mengetahui bagaimana anatomi fisiologi sistem endokrin
3) Mengetahui etiologi Kretinism
4) Mengetahui manifestasi klinis Kretinisme
5) Mengetahui penatalaksanaan Kretinisme
6) Mengetahui patofisiologi Kretinisme
7) Mengetahui komplikasi Kretinisme
8) Mengetahui pemeriksaan diagnostik kretinisme
9) Mengetahui asuhan keperawatan Kretinisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Kretinisme merupakan gangguan akibat kekurangan hormon tiroid yang
disebabkan kurangnya yodium pada masa awal setelah bayi dilahirkan.
Kretinisme adalah gangguan akibat kegagalan kelenjar tiroid yang
memproduksi hormon tiroid atau hipotiroidisme. Kretinisme juga merupakan
gejala kekurangan iodium atau gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY).
Penderita kelainan ini mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik
maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa
kanak-kanak.
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri dan kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapatkan suplai
darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.
3
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu tri-iodotironin (T3),
tiroksin (T4), dan sedikit tirokalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh
folikel sedangkan tirokalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar
pembentukanhormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan
dan minuman. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme
karena meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas.kedua hormon ini
tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya
reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat
dibandingkan dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat
diubah menjadi T3 setelah dilepaskan oleh folikel kelenjar.
Terdapat dua macam kretinisme, yaitu kretin endemik dan kretin Sporadik.
Kretin endemik disebabkan oleh kekurangan iodium, sedangkan kretin
sporadik atau juga dikenal sebagai hipotiroid kongenital disebabkan oleh
kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir seperti tidak adanya kelenjar
tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia), lokasi
abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena
gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis) (Kumorowulan,
2010).
4
arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena
terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea
media di sebelah lateral, dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf
yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens
dan cabang dari nervus laringeus superior.
Struktur tiroid terdiri dari folikel yang berfungsi untuk mensekresikan
hormon tiroid. Setiap folikel terdiri dari dua tipe sel yang mengelilingi inti
koloid. Dua tipe sel tersebut adalah follicular cells yang merupakan kandungan
utama folikel dan calcitonin-secreting parafollicular foli C cells, yang berasal
dari neurogenik. Letak kedua sel ini saling berselang satu dengan lainnya.
Folikel dibatasi oleh basal membran yang berfungsi untuk memisahkan struktur
folikel dari pembuluh darah sekitar, pembuluh limfa, serta nervus terminal.
Hormon tiroid disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid dan akan
mengalami proses aktivasi dan inaktivasi oleh tahapan monoiodinasi pada target
jaringan. Metabolisme dimulai dengan pemecahan hormon tiroksin (T4)
menjadi hormon triiodothyronine (T3) melalui outer ring deiodination (ORD)
atau metabolit inaktif yaitu reverse triiodothyronine (rT3) melalui inner ring
deiodination (IRD). Hormon triiodothyronine mengalami inaktivasi oleh IRD
menjadi diiodothyronine. Hormon tiroksin dan T3 dimetabolisme oleh
konjugasi grup phenolic hydroxyl dengan sulphate dan glucuronic acid.
Hormon tiroid mencetuskan termogenesis, air, dan transpor ion,
metabolisme asam amino dan lemak, serta meningkatkan proses turnover.
Hormon tiroid juga memperkuat kerja katekolamin, hal ini tampak pada
pertumbuhan dan berbagai macam jaringan seperti otak dan tulang. Hormon
tiroid juga ditransport ke dalam sel dan memulai aksinya dengan jalan
mengikatkan reseptor pada intinya. Hormon triiodothyronine berikatan dengan
reseptor hormon tiroid 10 kali lebih kuat dibandingkan dengan T4.
C. Epidemologi
Di seluruh dunia prevalensi dari kretinisme sporadik atau hipotiroid kongenital
mendekati l:3000 dengan prevalensi tinggi sekali di daerah kekurangan yodium
5
(l:900). Prevalensi di Asia Timur bervariasi dari 1:1000 sampai 1:6467.
Sehingga bila dilihat dari jumlah penduduk maka bayi dengan kretinisme
sporadik atau hipotiroid kongenital yang lahir tiap tahun mendekati 40.000.
Kretin endemik pada umumnya terdapat di daerah defisiensi Iodium yang
sangat berat dengan median kadar iodium urin < 25 ug/L (Kumorowulan, 2010).
Prevalensi kretin di daerah defisiensi Iodium berat berkisar antara 1%-15%. Hal
ini tentu saja berdampak terhadap masalah kesehatan dan sumber daya manusia.
Di Indonesia hasil skreening bayi baru lahir di beberapa propinsi ditemukan
bayi dengan hipotiroid kongenital l (satu) diantara 4.305 bayi lahir hidup. Hasil
penelitian Sunartini (1999) pada 10.000 bayi baru lahir di daerah endemis
kekurangan yodium di Yogyakarta dan sekitarnya ditemukan 8 bayi dengan
hipotiroid kongenital atau 1 diantara 1.250 bayi (Kumorowulan, 2010).
D. Etiologi
Penyebab dari kretinisme ini berasal dari faktor bawaan, yang terdiri dari:
1. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
2. Kelainan hormogenesis :
a) Kelainan bawaan enzim (inborn error)
b) Defisiensi iodium (kreatinisme endemic)
c) Pemakaian obat-obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
3. Kekurangan yodium
4. Kekurangan hormon tiroid
5. Pemakaian obat-obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
6. Tiroiditis hashimoto
7. Sindroma-sindroma dengan salah satu gejala perawakan pendek
misalnya sindroma truner
8. Penyakit-penyakit kronis yang menyebabkan malnutrisi dalam
perkembangan penyakitnya. ( Soetjiningsih,2012)
E. Patofisiologi
Kretinisme lebih sering di akibatkan oleh ketidak mengertian masyarakat
akan pentingnya yodium, tetapi gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara
kongenital juga merupakan faktor penyebab dari kretinisme. Pada keadaan ini,
6
produksi hormon tiroid seperti triiodotironi (T3) dan tiroksin (T4) akan
menurun sehingga produksi TSH meningkat (seperti yang kita telah pelajari
bahwa TSH di sekresikan untuk memnstimulasi pengeluaran hormon tiroid dan
hormon tiroid di jadikan sebagai faktor penghambat sekresi TSH jika hormon
tiroid sudah dalam batas normal). Selanjutnya TSH merangsang sel-sel
tiroidmenyekresi banyak sekali koloid tiroglobulin ke dalam folikel, dan
kelenjar tumbuh semakin besar. Tetapi oleh arena yodiumnya kurang produksi
T3 dan T4 tidak meningkat dalam molekul tiroglobulin, ukuran folikel menjadi
sangat besar, kelenjar tiroidnya dapat membesar 10-20 kali ukuran normal.
Keadaan ini akan meyebabkan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
dalam tubuh terganggu, pada gangguan metabolisme karbohidrat sebagai
bahan bakar dari selruh sel, baik sel otak maupun sel-sel tubuh, gangguan
metabolisme pada sel ota k dapat mengakibatkan penurunan fungsi otak yang
berlanjut kepada penurunan IQ sehingga sukar berkonsentrasi sampai
kehilangan kesadaran karenanya. Pada gangguan metabolisme pada sel tubuh
timbul kelelahan umum maka terjadi tremor mengakibatkan tonus otot. .
(Adrian, 2011).
7
Phatway
Kumorowulan, 2010).
8
saat menyusui bayi mengkonsumsi ASI yang di dalamnya terdapat sejumlah
kecil hormon tiroid. Biasanya, bayi dengan kretinisme akan tidur secara
berlebihan, jarang menangis (kecuali untuk sesekali serak menangis), dan tidak
aktif. Oleh karena itu, orang tua mungkin menggambarkan bayi mereka sebagai
bayi yang baik, tidak ada masalah sama sekali. Perilaku tersebut benar-benar
hasil dari berkurangnya metabolisme dan gangguan mental yang progresif. Bayi
dengan kretinisme juga menunjukkan refleks yang abnormal dalam tendon, otot
perut yang mengalami hipotonik, penonjololan perut dan lambat, gerakan
canggung.
Bayi dengan kretinisme akan mengalami kesulitan makan, konstipasi, dan
penyakit kuning (jaundice) karena hati yang belum matang tidak bisa
terkonjugasi bilirubin. Penonjolan lidah juga terjadi pada bayi dengan
kretinisme sehingga menghalangi proses respirasi, membuat pernapasan keras
dan berisik dan memaksa dia untuk membuka mulutnya. Bayi dengan
kretinisme akan mengalami dispnea saat beraktivitas, anemia, fitur wajah yang
abnormal, seperti dahi pendek, mata bengkak (edema periorbital), kelopak mata
berkerut, hidung yang lebar dan pendek, dan ekspresi membosankan
mencerminkan keterbelakangan mental. Di samping itu, bayi dengan kretinisme
memiliki bintik-bintik di kulit akibat sirkulasi yang buruk dan rambut kering,
rapuh, dan kusam. Pertumbuhan gigi yang terlambat dan mengalami
pembusukan awal, dan bayi memiliki suhu tubuh di bawah normal dan denyut
nadi yang lambat. (Qeeya, 2010).
G. Klasifikasi
1. Kretin sporadic
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital
berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena
defisiensi yodium tetapi kelenjar tiroid janin yang gagal dlam memproduksi
hormon tiroid secara cukup karena berbagai macam sebab.
Kretin Sporadik Ialah terdapatnya penderita-penderita kretin pada
daerah yang bukan endemik goiter (daerah gondok endemik). Jadi pada
9
penderita kretin sporadik tidak pernah terjadi kekurangan Iodine sejak mulai
hidupnya, tetapi terjadi gangguan faal dari glandula thyroid.
Menurut Krupp-chatton (1973) dikatakan bahwa penderita kretin
sporadik akan terdapat glandula thyroid yang mengalami rudimenter. Jadi
pada penderita kretin sporadic ini yang sangat jelas dan menonjol adalah
gejala-gejala hypothyroidisme (Qeeya, 2010).
2. Kretin endemic
Menurut Djokomoeljanto (2011) terjadinya kretin endemik
disebabkan oleh karena kekurangan lodine selama kehamilan dan saat-saat
berikutnya, tetapi tak selalu menyebabkan hypothyroidisme post—natal.
Umumnya terdapat di daerah gondok endemik.
Ini berarti bahwa selama dalam kandungan anak telah mengalami
cidera dan setelah lahir anak tersebut dapat saja mempunyai hormon thyroid
yang cukup untuk pertumbuhan selanjutnya. Cidera di dalam kandungan ini
dapat menyebabkan gangguan neurologik yang lebih luas misalnya :
paresis, mata juling, gangguan waktu berjalan dan sebagainya.
Kretin endemik adalah istilah gabungan untuk beberapa
perkembangan yang abnormal, yang secara geografik kebetulan bersamaan
dengan adanya gondok endemik dan disebabkan oleh laesi yang didapat
sebelum atau segera sesudah kelahiran. Lebih tepat didefinisikan sebagai
ekses dari kelainan- kelainan yang ditemukan pada populasi gondok yang
tidak mendapat pencegahan yang cukup terhadap gondok. (Symposium
Penyakit Kelenjar Gondok 2009). Syndrom kretin endemik dapat dikenal
dari dua komponen utama yaitu :
a. Type nervosa. Terdapat kerusakan pada susunan saraf pusat yang
terdiri dari : Retardasi mental, Gangguan pendengaran type
perseptiv (tuli saraf), Kerusakan batang otak, dan Retardasi
neuromotorik.
b. Type myxoedema. Pada type ini yang paling menyolok adalah
tanda-tanda hypothyroid, yang berupa: Gangguan pertumbuhan,
Myxoedematosa, Rambut kering dan kasar, Tonus otot yang lembek,
10
Penimbunan lemak di pangkal leher, sehingga leher kelihatan, lebih
pendek, Perut buncit dan sering terdapat Hernia Umbilicalis
Untuk membedakan kedua type tersebut diatas sangatlah sukar sekali,
karena kita harus mengadakan pemeriksaan khusus serta pemeriksaan
laboratorium khusus.
Menurut (Djokomoeljanto, 2011) dikatakan bahwa dalam
penyelidikan-penyelidikan jarang diketemukan type tersebut yang berdiri
sendiri, tetapi biasanya diketemukan dalam bentuk campuran
Kretin endemik yang disebabkan kekurangan yodium menyangkut 3
hal yaitu epidimologis, klinis dan pencegahannya. Secara epidimologis
kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang berat,
dan secara klinis gejalanya disertai dengan defisiensi mental. Defisiensi
mental meliputi gejala neurologis yang terdiri atas gangguan pendengaran
dan bicara, gangguan berjalan dan sikap berdiri yang klinis; gejala yang
menyolok lain adalah gangguan pertumbuhan (cebol) dan hipotiroidisme.
Dari sisi pencegahan, kretin endemic dapat dicegah dengan menggunakan
yodium, dan jika hal ini dilakukan dengan adekuat maka terjadinya kretin
endemik ini dapat dicegah.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar hormon tiroid (T3 dan T4),
TSH, dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokasi masalah
kelenjar tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya
menunjukkan kadar T4 rendah dan TSH tinggi
2. USG atau CT Scan
Tiroid menunjukkan ada tidaknya goiter
3. X – foto tengkorak
Menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis anterior
(Kumorowulan, 2010).
11
I. Penatalaksanaan
Terapi yang paling baik untuk kretinisme adalah pencegahan. Pencegahan
dapat dilakukan dengan :
1. Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
2. Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau pemberian
suplemen yodium untuk merangsang produksi hormon.
3. Kecukupan kebutuhan vitamin dan mineral
4. Pemberian obat khusus, yaitu hormon tiroid (tiroid desikatus).
5. Diberikan mulai dari dosis kecil, lalu dinaikan sampai kita mendekati
6. dosis toksik (gejala hipertiroidisme), lalu diturunkan lagi. Penilaian
7. dosis yang tepat ialah dengan menilai gejala klinis dan hasil
laboratorium ( pudjiadi,1997)
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit kreatinism adalah malform
ai (kegagalan) skeletal dan keterbelakangan mental ireversibel untuk bayi h
ipotiroid yang tidak diobati pada usia 3 bulan. Anak-anak mungkin m
enunjukkan ketidakmampuan dalam belajar dan pematangan seksual yang ce
pat atau lambat. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa ya
ng ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme t
ermasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoventilasi, dan penurunan
kesadaran hinggan koma. Dalam keadaan darurat misalnya pada koma m
iskedema maka hormon tiroid diberikan secara intravena. Pengobatan dini me
mbantu mencegah keterbelakangan. Makin muda dimulai dalam pem
berian hormon tiroid, maka makin baik prognosisnya. Kalau terapi dimu
lai sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak akan tercapai IQ yang normal. Pertu
mbuhan badan dapat tumbuh dengan baik. (Kumorowulan, 2010).
12
K. Diagnosa Keperawatan
NO Rencana
Diagnosa
13
2 Perubahan Setalah dilakukan 1) Observasi dan catat 1)Mengetahui tanda
pola
2 kognitif tindakan keperawatan tanda gangguan gangguan proses
b.d selama 3 x 24 jam proses berfikir yang berfikir yag
Gangguan perubahan pola berat berat,seperti tidak
proses kognitif klien menjadi 2) Orientasikan klien ada
berpikir lebih optimal,dengan kembali dengan perhatian,kesulitan
kriteria hasil : lingkungannya baik dalam
1) IQ dalam batas terhadap berkomunikasi
normal orang,tempat,dan 2) Mengetahui
2) Sudah bisa waktu gejala-gejala
berkonsentrasi 3) Beri dorongan berkurang dalam
dengan normal keluarga agar dapat kurun waktu 2- 3
3) Kecerdasan menerima minggu pengobatan
meningkat perubahan perilaku sehingga
4) Sudah mulai klien mengorientasikan
berbicara dengan 4) Beri dorongan klien kembali klien
lancar untuk senatiasa terhadap lingkungan
mengasah selalu nya.
kecerdasannya, 3)Menciptakan
pemahaman akan
keadaan penyakit
4)Agar kemampuan
klien dapat lebih
meningkat
3 Kurang Setelah dilakukan 1) Berikan informasi 1) Meningkatkan
informasi b.d tindakan keperawatan yang tepat dengan pengetahuan
kurangnya diharapkan ibu klien keadaan individu klien
informasi mengerti tentang 2) Mengkaji latar 2) Dengan
tentang pemyakit anaknya belakang penjelasan yang
proses dengan kriteria hasil : ada dan ikut
penyakit secara
14
1)Keluarga klien tidak pendidikan langsungdalam
nampak gelisah keluarga klien tindakan yang
2)Keluarga klien dilakukan,keluarg
3) Diskusikan
dapat mengetahui a klien akan
mengenai terapi
tentang penyakit menjadi lebih
obat-obatan
anaknya kooperatif,dan
termasuk juga
3) Keluarga klien cemas berkurang.
ketaatan terhadap
tidak nampak cemas
pengobatan dan 3) Pasien bisa
dan terlihat tenang
tujuan terapi serta mengikuti terapi
efek samping obat yang disarankan
tersebut 4) Dapat
4) Kolaborasi dengan memperoleh
tim medis informasi lebih
banyak lg
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Seorang anak laki-laki yang bernama liyo berusia 23 tahun yang dirawat di Rs
A , klien mengeluh bibirnya terasa tebal , lidahnya terasa tebal dan bicara t
erbata-bata ,jarak antara kedua mata lebih besar,warna kulit klien agak k
ekuningan dan pucat,dan kepala klien membesar dan mukanya bulat. Karena ib
u kekurangan yodium dan memiliki riwayat penyakit tiroiditis asimhoto se
hingga metabolisme tubuh anak terganggu dan karena adanya gangguan per
kembangan fisik anak , anak mengalami kekerdilan.Setelah didiagnosa tern
yata klien mengalami pe nyakit kretinisme.
A. Pengkajian
I. BIODATA
Nama : Tn.L
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Bugis/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Belum kawin
Tanggal masuk RS : 1 juli 2019
Tanggal Pengkajian : 2 juli 2019
Diagnosa Medis : kretinisme
Alamat :Jl.Kebun Karet
17
Riwayat Penyakit Keluarga : Klien mengatakan bahwa tidak ada
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
ini sebelumnya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign : TD : 118 / 87 mmHg
N : 125
R : 26 x/menit
S : 37.0 C
- Berat badan : 50 kg
- Tinggi badan 150 cm
- Sp02 : 98%
- GCS : E:4 V:5 M:6
Respon Buka Mata : 4 (perawat mengucapkan salam,pasien
mebuka mata)
Respon Verbal : 5 (saat ditanya,pasien menjawab)
Respon Motorik : 6 (pasien bergerak sesuai perintah)
Total GCS : 15
2. Kepala
Inspeksi : bersih,bentuk simetris,rambut keriting dan
beruban,tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan,tidak ada
lesi,rambut kepala kasar dan rapuh
3. Mata
Inspeksi : bersih,simetris pada kanan dan kiri,tidak ada
peradangan,scelera terlihat ikhterik (tidak
kuning),pupil isokor,gerakan bola mata normal dapat
18
melihat 8 arah,konjungtiva terlihat pucat,reflek
kornea normal,biasanya tidak menggunakan alat
bantu kaca mata.
4. Hidung
Inspeksi : bersih,bentuk simetris,tidak ada peradangan atau
perdarahan,fungsi penciuman baik (dapat
membedakan bau alcohol dengan minyak kayu putih)
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan.
5. Telinga
Inspeksi : bersih ,bentuk simetris, tidak ada cairan dan
peradangan ,fungsi pendengaran baik (pasien di
panggil merespon)
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
6. Mulut
Inspeksi : cukup bersih, fungsi menelan baik tidak ada
masalah,bicara normal,rongga mulut bersih ,fungsi
mengecap baik
7. Leher
Inspeksi : kebersihan leher baik,tidak ada peradangan,tidak
ada pembesaran tiroid dan limfe.
Palpasi : tidak ada peningkatan vena jugularis, arteri karotis
teraba.
8. Dada
Inspeksi : kebersihan baik,bentuk dada simetris,tidak ada
pembengkakan dan tidak peradangan di daerah dada.
Palpasi :tidak adanya nyeri pada bagian dada
Perkusi : bunyi
19
Aulkutasi : terdapat bunyi weezhing
9. Jantung
Palpasi : tidak teraba masa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Aulkultasi : bunyi jantung s1 (lub) ,s2 (dub)
10. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris,warna kulit sawo matang
Aulkultasi : terdengar bising usus
Perkusi : terdengar suara timpani
Palpasi : adanya nyeri tekan
11. Genetalia
Inspeksi : cukup bersih,tidak terpasang kateter,tidak ada
lesi,keadaan kelamin luar normal.
2. Eliminasi
Di rumah : Klien mengatakan BAB rutin 2x sehari setiap pagi
hari,BAK 3xsehari kadang 4x
Di RS :Klien mengatakan BAB hanya 1 kali BAK 3-4 kali
sehari
3. Personal hygine
Di rumah : Klien mengatakan mandi 2x sehari,cuci rambut.
Di RS : Klien mengatakan belum ada mandi,tidak ada
diseka,dan belum ada keramas
5. Aktivitas
Di rumah : Klien mengatakan pasien dapat beraktivitas secara
normal,seperti bekerja
Di RS : Klien mengatakan pasien hanya beristirahat di tempat
tidur
6. Psikososial
a. Masalah yang mempengaruhi sesak napas dan tidak nafsu makan
21
b. Persepsi pasien terhadap penyakitnya
- Hal yang sangat dipikirkan saat ini ingin sembuh dan cepat
pulang,agar bisa berakivitas seperti biasa nya lagi.
- Harapan setelah menjalani perawatan adalah lebih baik lagi
menjaga kesehatan.
- Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya.
c. Mekanisme koping terhadap stress dialihkan dengan berdoa dan
berdzikir kepada allah SWT
d. Pola interaksi dengan keluarga baik
e. Bagaimana hubungan klien dengan tenaga kesehatan/keperawatan
selama dirawat pasien kooperatif (mampu bekerja sama ) dengan
tenaga kesehatan.
V. KEBUTUHAN SPIRITUAL
Agama yang dianut : Islam
Kegiatan spiritual yang dilakukan :shalat 5 waktu,dan berdzikir
kepada allah SWT
Dampak penyakit terhadap kegiatan spiritual : Berdoa dan berdzikir kepada
allah swt.di tempat tidur dan memerlukan bantuan orang lain.
22
HARI/TGL DATA ETIOLOGI MASALAH
Kamis DS : Klien mengatakan mengeluh tinggi Gangguan Gangguan
2 Juli 2019 badan tidak sesuai dengan teman- fungsi kognitif Citra tubuh
teman
DO : - Klien kurang bersosialisasi
- Klien menarik diri dari
lingkungan
- Klien nampak melamun
Kamis DS : Klien mengatakan jika ia Perubahan Gangguan
2 Juli 2019 mengalami masalah dalam prestasi pola kognitif proses
belajar dibawah nilai rata-rata.,ibu berfikir
klien juga mengatakan mengeluh
kecerdasan anaknya menurun,dan
juga anak nya sulit untuk
berkomunikasi.
DO :- Bicara terbata-bata
- Bicara lambat
DO : ibu klien mengatakan jarang Kurangnya Kurang
Kamis
mengkonsumsi garam informasi pengetahuan
2 juli 2019
beryodium sewaktu hamil,ibu tentang proses
klien mengatakan bahwa dia penyakit
tidak mengerti dengan penyakit
yang diderita anaknya.
DO : - Ibu klien tampak bingung dan
cemas
- Klien tampak gelisah
PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan citra tubuh b.d Gangguan fungsi kognitif
23
2. Gangguan proses berpikir b.d Perubahan pola kognitif
3. Kurang informasi b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit
24
NO Hari/tgl/ Diagnosa Rencana
jam
Tujuan Intervensi Rasional
25
2 Jumat Perubahan Setelah dilakukan 1) Observasi dan 1) Mengetahui tanda
3 2juli 2019 pola kognitif tindakan catat tanda gangguan proses
17.30 b.d keperawatan gangguan berfikir yag
Gangguan selama 3 x 24 jam proses berfikir berat,seperti tidak
proses perubahan pola yang berat ada
berpikir kognitif klien 2) Orientasikan perhatian,kesulita
menjadi lebih klien kembali n dalam
optimal,dengan dengan berkomunikasi
kriteria hasil : lingkungannya 2) Mengetahui
5) IQ dalam batas baik terhadap gejala-gejala
normal orang,tempat,da berkurang dalam
6) Sudah bisa n waktu kurun waktu 2- 3
berkonsentrasi 3) Beri dorongan minggu
dengan normal keluarga agar pengobatan
7) Kecerdasan dapat menerima sehingga
meningkat perubahan mengorientasikan
8) Sudah mulai perilaku klien kembali klien
berbicara 4) Beri dorongan terhadap
dengan lancar klien untuk lingkungan nya.
senatiasa 3)Menciptakan
mengasah pemahaman akan
selalu keadaan penyakit
kecerdasannya, 4)Agar
kemampuan
klien dapat lebih
meningkat
3
26
Jumat Kurang Setelah dilakukan 1) Berikan 1) Meningkatkan
3 juli 2019 informasi b.d tindakan informasi yang pengetahuan
kurangnya keperawatan tepat dengan klien
informasi diharapkan keadaan 2) Dengan
tentang keluarga individu penjelasan yang
proses memperoleh 2) Mengkaji latar ada dan ikut
penyakit informasi yang belakang secara
pendidikan
jelas dan benar langsungdalam
keluarga klien
dengan kriteria tindakan yang
3) Diskusikan
hasil : dilakukan,kelua
mengenai
1) Keluarga Klien rga klien akan
terapi obat-
tidak nampak menjadi lebih
obatan
gelisah kooperatif,dan
termasuk juga
2)Keluarga klien cemas
ketaatan
dapat berkurang.
terhadap
mengetahui 3) Pasien bisa
pengobatan
tentang mengikuti terapi
dan tujuan
penyakit yang disarankan
terapi serta
anaknya 4) Dapat
efek samping
3)Keluarga klien memperoleh
obat tersebut
tidak nampak informasi lebih
4) Kolaborasi
cemas dan banyak lg
dengan tim
terlihat tenang
medis
CATATAN KEPERAWATAN
27
No Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
P : intervensi
dilanjutkan
Perubahan
2. Sabtu pola kognitif 1) Mengobservasi dan S: Klien mengatakan
4 Juli 2019 b.d mencatat tanda gangguan sudah mulai bisa
28
menerima perubahan - Pasien sudah bisa
perilaku klien berkonsentrasi
4) Memberikan dorongan dengan normal
klien untuk senatiasa - IQ pasien mulai
mengasah selalu memasuki batas
kecerdasannya, normal
- Pasien sudah
mulai berbicara
dengan lancar
A : Masalah teratasi
sebagian
P : intervensi
dilanjutkan
BAB IV
29
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
30
Qeeya, (2010). Asuhan Keperawatan Gangguan endokrin. Jakarta:
Kedokteran. EG
Kedokteran. EGC
31