Anda di halaman 1dari 34

SOSIOLOGI PENGETAHUAN DAN FEMINISME

MAKALAH

dikerjakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh
Dr. paed. H. Sjaeful Anwar & Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd.

oleh:
Kelompok 6
Kelas Reguler I Pendidikan IPA
Anna Nurul Alfyah 1906380
Nindy Lestarie 1906808
Rahmania Firda 1907589

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmuan-ilmuan besar di masa lalu dianggap sebagai orang-orang kesepian yang
mampu menguji bukti dan pemikiran tanpa memihak, sehingga diperoleh
kebenaran yang penting. Hal tersebut bersesuaian dengan gambaran Cartesian
mengenai pengetahuan, berdasarkan gambaran Cartersian tersebut dikatakan bahwa
orang yang ingin memperoleh pengetahuan, ia harus menghilangkan pengaruh
sosial dan pribadi untuk menguji pendapat-pendapat tanpa berpihak.
Sejarah sains menunjukkan banyak ilmuan yang menerima teori-teori yang
tidak benar berdasarkan bukti yang tersedia. Ilmuan sepeti itu kadang terpengaruhi
oleh faktor luar yang tidak berhubungan dengan bukti yang berkaitan dengan teori,
melainkan apakah teori tersebut mampu meningkatkan posisi kelompok sosial
mereka. Berdasarkan meterial sejarah terbaru, beberapa ahli sosiologi berpendapat
bahwa diperlukannya studi mengnai bagaimana sains seharusnya terstruktur secara
sosial untuk mencegah adanya pengaruh faktor luar. Meskipun begitu, ahli
sosiologis Barry Barnes dan David Bloor (1982, dalam Couvalis, 1997)
menyatakan bahwa ilmuan selalu menerima sebagian teori-teori karena faktor
eksternal yang terlibat. Mereka berpendapat bahwa observasi, penelitian dan
kecenderungan alami untuk berpikir memiliki peran kecil dalam mempersempit
rentang teori-teori yang akan diterima. Meskipun begitu, pada akhirnya ilmuan
akan menerima salah satu dari banyaknya teori karena pengaruh dari faktor sosial
eksternal, sehingga upaya untuk menghilankan pengaruh faktor ekternal pada sains
merupakan hal yang sia-sia.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap
suatu penyelidikan sains. Sehingga hal tersebut mempengaruhi teori-teori yang
diterima oleh publik. Dengan begitu, perlu dibahas faktor apa saja yang
mempengaruhi pengambilan keputusan serta penerimaan teori-teori oleh publik.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah mengenai Sosiologi Pengetahuan dan
Feminisme adalah sebagai berikut.
1. Apakah penjelasan tentang filsafat pengetahuan secara epistemologi?
2. Apakah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?
3. Apakah ciri ilmu pengetahuan menurut The Liang Gie?
4. Bagaimanakah pandangan Cartesian tentang ilmu pengetahuan?
5. Bagaimanakah pengaruh faktor eksternal terhadap teori pengetahuan
menurut Barry Barnes dan David Bloor?
6. Apakah kekurangan dari pendapat Barry Barnes dan David Bloor tentang
faktor eksternal ilmu pengetahun?
7. Apakah pengertian tentang relativisme dan bagaimana pengaruhnya tentang
paham feminisme?
8. Bagaimana pandangan Helen Longino terhadap pengaruh faktor eksternal
terhadap teori ilmu pengetahuan?
9. Apa kritikan dari paham Longino?
10. Apakah nilai-nilai yang penting dalam sains?

C. TUJUAN
Tujuan disusunnya makalah mengenai Sosiologi Pengetahuan dan Feminisme
ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan tentang filsafat pengetahuan secara epistemologi
2. Menjelaskan definisi ilmu pengetahuan
3. Menjelaskan ciri ilmu pengetahuan menurut The Liang Gie
4. Menjelaskan pandangan cartesian tentang ilmu pengetahuan
5. Menjelaskan pengaruh faktor eksternal terhadap teori pengetahuan menurut
Barry Barnes dan David Bloor
6. Menjelaskan kekurangan dari pendapat Barry Barnes dan David Bloor
tentang faktor eksternal ilmu pengetahun
7. Menjelaskan pengertian tentang relativisme dan pengaruhnya terhadap
paham feminisme
8. Menjelaskan pandangan Helen Longino terhadap pengaruh faktor eksternal
terhadap teori ilmu pengetahuan
9. Menjelaskan kritikan dari kekurangan paham Longino
10. Menjelaskan nilai-nilai yang penting dalam sains
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang dilakukan adalah kajian pustaka. Kajian pustaka
dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber pustaka seperti buku, dan artikel.
Sumber-sumber pustaka yang digunakan telah disusun dalam Daftar Pustaka.

E. SISTEMATIKA
Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. METODE PENGUMPULAN DATA
E. SISTEMATIKA
BAB II PEMBAHASAN
A. SOSIOLOGI PENGETAHUAN
B. CIRI-XIRI ILMU PENGETAHUAN
C. KEPENTINGAN EKSTERNAL DAN RELATIVISME
D. NILAI-NILAI EKSTERNAL DAN OBJEKTIVITASNYA
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. SOSIOLOGI PENGETAHUAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia selalu
mencari kebenaran dengan bertanya-tanya hingga mendapatkan jawaban. Jawaban
yang sudah didapatkan tentunya harus diuji dengan metode tertentu agar kebenaran
tidak bersifat semu melainkan bersifat ilmiah, yaitu kebenaran yang bias diukur
dengan cara-cara ilmiah. Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait
dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan
manusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas
dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi, bukan asal bertindak sebagaimana
yang biasa dilakukan manusia. Pengetahuan dalam filsafat dibahas dalam
epistemologi.
Filsafat pengetahuan adalah filsafat yang mempersoalkan hakikat pengetahuan.
Ia banyak berbicara tentang permasalahan dalam pengetahuan seperti: apa itu
pengetahuan, bagaimana terjadinya pengetahuan, metode yang digunakan
memperoleh pengetahuan, hasilnya apakah berupa kebenaran dan kepalsuan. Ilmu
pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Ilmu pengetahuan berawal dari masalah yang ditunjukkan, dengan sikap
ingin tahu mengapa masalah itu timbul, lalu dikembangkan dengan aktivitas
melalui penelitian menggunakan metode yang efektif untuk menemukan jalan
keluar atau menyelesaikan masalah dan yang terakhir membuat kesimpulan yang
berupa pemahaman lalu dicapai sebagai hasil pemecahan masalah.

B. CIRI-CIRI ILMU PENGETAHUAN


The Liang Gie mengungkapkan lima ciri ilmu pengetahuan yaitu :
1. Empiris, pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pengalaman, pengamatan,
dan percobaan atau eksperimen.
2. Sistematis, berbagai informasi dan data yang dihimpun sebagai
pengetahuan itu memiliki hubungan ketergantungan dan teratur.
3. Objektif, ilmu harus bebas dari prasangka orang perorangan dan interes
(minat) pribadi.
4. Analitis, pengetahuan ilmiah selalu berusaha membeda-bedakan secara
jelas dalam bagian-bagian rinci permasalahan, dengan maksud agar kita bisa
melihat berbagai sifat, relasi dan peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verifikatif, pengetahuan ilmiah dapat diperiksa kebenarannya.
Di masa lalu, beberapa sejarah menggambarkan ilmuwan besar sebagai seorang
jenius yang kesepian. Hal ini karena, mereka mampu membuktikan teori dengan
cara menghilangkan berbagai bentuk prasangka hingga akhirnya menemukan suatu
kebenaran (ilmu pengetahuan). Hal ini sesuai dengan gambaran Cartesian tentang
pengetahuan, yang menurutnya adalah mereka yang ingin mempelajari kebenaran
tentang sesuatu, maka harus memulai dengan menghilangkan berbagai bentuk
pengaruh sosial dan pribadi mereka (murni menggunakan nalar). Namun dilain sisi,
sejarah sains dapat mencatat sejumlah ilmuwan hebat yang telah menerima suatu
teori walaupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Ilmuwan semacam itu
nampaknya telah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal - yaitu faktor-faktor yang
tidak ada hubungannya dengan bukti yang mendukung suatu teori, melainkan
dilihat dari teori tersebut apakah dapat meningkatkan posisi kelompok sosial tempat
mereka berasal atau tidak.
Menanggapi hal tersebut, beberapa sosiolog berpendapat bahwa pentingnya
mempelajari sains yang terstruktur secara sosial untuk mencegah pengaruh dari
faktor-faktor eksternal yang tidak diinginkan. Namun, sosiolog Barry Barnes dan
David Bloor (1982) mengatakan bahwa sebagaian besar para ilmuwan menerima
suatu teori pengetahun karena pertimbangan faktor eksternal. Mereka berpendapat
bahwa pengamatan, percobaan, dan penelitian hanya memainkan peran yang kecil.
Seorang ilmuwan pada akhirnya akan menerima salah satu dari sejumlah teori
pengetahuan karena pengaruh faktor-faktor sosial eksternal, sehingga berusaha
menyingkirkan ilmu pengetahuan dari pengaruh faktor-faktor eksternal tersebut
adalah sia-sia. Barnes dan Bloor mengklaim bahwa ilmu pengetahuan adalah
semacam relativisme. Ilmu pengetahuan hanyalah praktik yang menghasilkan
pengetahuan yang telah memperoleh tempat di masyarakat. Di luar penerimaan
masyarakat, data ilmiah tidak lebih adalah tentang suatu kebohongan. Barnes dan
Bloor sangat menekankan pengaruh kepentingan eksternal pada temuan ilmiah,
seperti kepentingan kelas sosial tempat para ilmuwan tersebut berada.
Peneliti feminis mendukung hal ini. Mereka berargumen secara logis bahwa
para ilmuwan dalam mengumpulan data ilmiah sering dipengaruhi oleh nilai-nilai
eksternal tersebut. Sebagai contoh, para ilmuwan yang percaya bahwa wanita
seharusnya tidak memainkan peran penting dalam kehidupan publik, sering
mengumpulkan data dan menarik kesimpulan dengan tidak baik untuk mendukung
teori bahwa wanita pada dasarnya tidak cocok untuk peran publik. Beberapa
feminis telah menyimpulkan hal ini berpendapat bahwa perlu adanya dilakukan
restrukturisasi penelitian ilmiah untuk mengurangi pengaruh nilai-nilai pribadi dan
sosial eksternal pada temuan ilmiah yang tidak diinginkan. Dalam pandangan
mereka, temuan ilmiah dapat dibenarkan secara objektif ketika pengaruh nilai
eksternal dihilangkan.
Namun, Helen Longino (1990) berpendapat bahwa nilai-nilai eksternal dapat
secara sah digunakan untuk menarik kesimpulan dari data yang digunakan. Hal ini
berarti tidak ada yang salah secara epistemologis dengan para ilmuwan
memutuskan untuk menarik kesimpulan tertentu dari data dengan
mempertimbangkan faktor eksternal. Sebagai contoh, para ilmuwan yang
menganggap manusia sebagai makhluk yang bebas, yang seharusnya dapat
menentukan kehidupan mereka sendiri, dapat secara sah menolak kesimpulan dari
data tentang pengaruh hormon pada otak yang mengarah pada perilaku seksual
manusia. Jika Longino benar, para ilmuwan dapat menerima atau menolak teori
karena pertimbangan nilai eksternal. Dalam komunitas yang ia yakini ideal,
ilmuwan individu dapat menerima atau menolak teori karena komitmen nilai
mereka (faktor eksternal yang mereka yakini), meskipun mereka tidak dapat secara
sah menghindari kritik dari anggota komunitas lain atau memaksakan penilaian
mereka secara otoriter. Maka sebaiknya faktor eksternal yang digunakan adalah
telah melewati hasil diskusi yang sangat kritis di dalam suatu komunitas.
Helen Longino dalam Science as Social knowledge mengatakan bahwa nilai-
nilai eksternal dari para peneliti dan komunitas ilmiah seringkali sangat
mempengaruhi proses inferensi secara sah berdasarkan data. Argumen inti dari
Longino “berapa banyak teori secara logis konsisten dengan data yang sama.
Karena itu jika ilmuwan mesti mendemonstrasikan suatu teori khusus berdasarkan
data, mereka harus menerima asumsi-asumsi latar belakang yang membenarkan
inferensi dari data untuk teori itu. Dan memilih dari sekian banyak asumsi latar
belakang, para ilmuwan dapat dan memilih secara sah berdasarkan komitmen nilai-
nilai eksternal. Maka komitmen-komitmen nilai eksternal dapat menentukan
apakah ilmuwan dapat menganut teori khusus atau kah dibenarkan. Longino juga
tidak menerima bahwa ilmuwan harus menggunakan asumsi-asumsi latar belakang
yang dibenarkan oleh komitmen nilai eksternal mereka, karena dia mengakui bahwa
sebaliknya mereka menggunakan induksi atau juga prosedur lain untuk
membenarkan teori-teori tertentu berdasarkan data.
Longino juga menyebutkan bahwa terdapat empat kondisi yang harus ada dalam
suatu komunitas ilmiah yang baik agar mereka menjadi komunitas yang
menggunakan suatu metode pencarian yang obyektif : Pertama, haruslah diakui
adanya cara-cara untuk kritik evidensi, metode dan asumsi dan penalaran, yang
kedua harus juga ada standar-standar bersama dalam kritik, ketiga, komunitas
sebagai keseluruhan harus tanggap terhadap kritik seperti itu, dan keempat otoritas
intelektual haruslah dibagi bersama diantara praktisi yang berkualitas.
Ismay Barwell (1994) setuju dengan Longino bahwa nilai-nilai eksternal dapat
secara sah memengaruhi pengumpulan data dan penarikan kesimpulan para
ilmuwan. Namun, dia menganggap pandangan Longino tentang objektivitas tidak
memadai, dan dia mengusulkan untuk menambahnya dengan menambahkan materi
dari pandangan Sandra Harding (1991). Menurut Harding, agar komunitas menjadi
komunitas yang mencapai kesepakatan tentang manfaat teori secara objektif,
anggotanya harus mengakui kekuatan dari luar (faktor eksternal).
Pendapat Longino ini serupa dengan Barnes dan Bloor. Sekilas perbedan yang
paling mencolok adalah mereka menekankan pengaruh ketertarikan dari pada nilai-
nilai dalam penetuan apakah kesimpulan-kesimpulan dari data ke teori
diterima. Perbedaan yang penting adalah Longino tidak memegang bahwa para
ilmuawan harus menggunakan asumsi-asumsi latar belakang dimana dibenarkan
oleh komitment nilai-nilai luar, karena dia mengakui bahwa mereka dapat
menggunakan induksi atau beberapa ketentuan untuk membenarkan teori tertentu
pada dasar data. Dia mengakui nilai-nilai luar atau faktor-faktor sosial luar tidak
dibutuhkan menentukan asumsi-asumsi latar belakang dalam argumen-argumen
yang tepat. Tetapi dia berpendapat sekalipun jika para ilmuawan menggunakan
argumen induktif, mereka akan membutuhkan untuk penggunaaan prinsip umum
dari induksi sebagai sebuah asumsi-asumsi latar dan sebuah prinsip ini mungkin
salah. Jadi, dengan pemikiranya apakah asumsi-asumsi latar ditentukan oleh
komitment nilai atau tidak, asumsi-asumsi mereka tetatplah secara potensial
problematis.

C. KEPENTINGAN EKSTERNAL DAN RELATIVISME


David Bloor dan Barry Barnes berpendapat bahwa strata sosial dan kepentingan
sosial selalu memainkan peran penting dalam menentukan para ilmuwan untuk
menerima, membenarkan, atau menolak suatu teori pengetahuan. Mereka
berpendapat bahwa suatu teori dapat dipercaya atau dibenarkan bukan masalah data
eksperimental atau pengamatan yang tersedia atau kekuatan kesimpulan dari data
tersebut ke teori, melainkan ditentukan oleh pengaruh sosial, yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan data empiris. Barnes dan Bloor mengatakan
bahwa hal tersebut adalah suatu relativisme, karena tidak dapat dipungkiri bahwa
beberapa teori itu benar dan ada yang salah, atau ada yang rasional dan ada yang
tidak rasional. Lebih lanjut, bahwa apa yang membuat pernyataan itu benar
bergantung pada standar kelompok yang menerimanya. Sebaliknya, berbagai
relativisme lain, seperti relativisme yang mengklaim bahwa semua kepercayaan
sama benarnya, adalah paradoks. Klaim bahwa semua kepercayaan sama benarnya,
menyiratkan bahwa tidak semua keyakinan sama benarnya. Dengan demikian,
klaim tersebut tidak koheren: keyakinan bahwa semua kepercayaan sama-sama
benar, harus salah jika itu benar.
Doktrin relativisme kini telah menjadi tantangan nyata dalam kehidupan.
Paham ini telah memasuki bidang filsafat, akidah dan bahkan metodologi studi
keilmuan. Dalam bidang filsafat, doktrin relativisme menyentuh pembahasan
epistemologi — sumber-sumber ilmu. Ia juga mendobrak dinding-dinding akidah.
Sebab, mengajarkan bahwa keyakinan tiap-tiap agama dan kepercayaan itu relatif,
tidak ada satu agama atau keyakinan yang secara absolut benar. Karena telah
menyentuh bidang epistemologi, maka selanjutnya relativisme juga mempengaruhi
metodologi studi keilmuan. Sikap “netral agama” dalam studi perbandingan agama
juga merupakan pengaruh dari relativisme. Dari paham inilah, lalu merambat ke
virus-virus pemikiran lainnya seperti liberalisme, feminisme, pluralisme,
sekularisme dan lain sebagainya.
Secara etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism,
relative berasal dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam penerapan
epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif.
Penggagas utama paham ini adalah Protagoras. Sedangkan secara terminologis,
makna relativisme adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran, dan
moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks
sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut makna ini
menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah;
baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat
relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.
Sementara itu, rasionalis mengklaim bahwa, sebagian besar, keyakinan
ilmuwan tentang masalah ilmiah dapat dijelaskan dengan menunjukkan bahwa
keyakinan itu dibenarkan berdasarkan bukti terbaik yang ada. Rasionalisme adalah
faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat
dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan.
Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-
bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya
manusia kepada kebenaran, adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera
menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas dan kacau. Bahan ini
kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur
bahan itu sehingga dapat terbentuk pengetahuan yang benar. Akal dapat bekerja
dengan bantuan indera, tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak
berdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi, akal dapat menghasilkan
pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah adanya keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional yang pernah diterima, tapi
ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Rasionalisme percaya bahwa cara untuk mencapai pengetahuan adalah
menyandarkan diri pada sumber daya logika dan intelektual. Penalaran demikian
tidak berdasarkan pada data pengalaman, tetapi diolah dari kebenaran dasar yang
tidak menuntut untuk menjadi dan mendasarkan diri pada pengalaman. Rene
Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme ini berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh
lewat akal lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan
ilmiah.
Dari situlah terbentuk dua golongan yaitu golongan kuat dan golongan lemah.
Golongan kuat mendukung bahwa ilmu pengetahuan diterima berdasarkan stigma
masyarakat, sedangkan golongan lemah membantahnya. Contoh: Sekelompok
ilmuwan laki-laki yang terkemuka, yang mempertahankan status sosial laki-laki,
menyimpulkan penelitiannya untuk mendukung fakta bahwa perempuan secara
intelektual jauh lebih rendah dari pada laki-laki. Beberapa ilmuwan wanita, yang
peduli untuk mempertahankan status dan dana penelitian mereka dalam komunitas
ilmiah, akan cenderung mempertahankan pandangan bahwa umumnya wanita
secara intelektual memang lebih rendah. Siswa juga belajar mengedepankan
pandangan yang diterima tersebut bahwa perempuan secara intelektual lebih rendah
semata-mata agar mereka lulus dalam tugas sekolahnya. Peneliti pemula cenderung
setuju dengan konsensus tentang inferioritas intelektual wanita untuk dapat
menerbitkan jurnal mereka. Masyarakat cenderung menerima klaim bahwa
perempuan secara intelektual lebih rendah dari laki-laki, karena masyarakat telah
dilatih untuk tunduk kepada para ilmuwan terkemuka, dan begitulah seterusnya.
Dalam lingkungan intelektual seperti itu, seorang pengikut golongan lemah
akan berpendapat bahwa pandangan tersebut dapat mengakibatkan masyarakat
tersesat akan kebenaran ilmu pengetahuan. Sementara di lain sisi seorang penggiat
golongan kuat akan berpendapat bahwa klaim perempuan secara intelektual rendah
adalah bagian dari pengetahuan ilmiah saat ini, meskipun itu mungkin tidak benar.
Barnes dan Bloor berpendapat bahwa golongan yang kuat dapat lebih ilmiah karena
ia mencari penjelasan sebab akibat dari kepercayaan semua ilmuwan, yaitu
penjelasan dimana komponen psikologis dan lainnya berperan tetapi komponen
sosial memainkan peran yang paling penting.
Argumen kedua yang disajikan Barnes dan Bloor untuk golongan kuat adalah
bahwa data empiris selalu kompatibel secara logis dengan lebih dari satu teori
ilmiah, sehingga para ilmuwan menerima teori tertentu tidak dari hasil data saja
adalah fakta. Teori tidak ditentukan oleh data karena jumlah data apa pun akan
secara logis kompatibel dengan sejumlah teori ilmiah. Suatu teori dipilih karena
asumsi latar belakang tertentu. Ini berarti bahwa tidak ada teori tertentu yang
kompatibel dengan data, dan kita harus menjelaskan mengapa para ilmuwan
menerima satu teori seperti itu daripada yang lain dengan menarik faktor-faktor
sosial yang menyebabkan para ilmuwan menerima asumsi latar belakang tertentu.
Hal ini dapat dicontohkan seperti dalam penelitian tentang penyakit perut yang
sering berujung pada kematian. Peneliti menemukan data bahwa sejumlah besar
individu yang memiliki bakteri x di perut mereka menunjukkan gejala yang relevan
dengan kematian. Peniliti juga menemukan bahwa mereka yang diobati dengan
antibiotik yang dapat membunuh bakteri x tersebut sembuh dan tidak meninggal.
Lebih lanjut, menjadi jelas bahwa mereka yang tidak diobati dengan antibiotik
hampir selalu meninggal. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa bakteri x adalah
penyebab penyakit. Untuk sampai pada kesimpulan ini, peneliti perlu
memperkenalkan asumsi lain seperti kuman selalu menyebabkan penyakit seperti
itu dan tidak ada kuman yang relevan kecuali ada bakteri x. Tetapi asumsi seperti
itu mungkin keliru. Mungkin ternyata bahwa semua orang yang menderita penyakit
perut disebabkan karena aktivitas bintik matahari yang tidak biasa dimana mereka
secara genetik rentan. Sehingga bagi Barnes dan Bloor, kecenderungan untuk
menerima asumsi latar belakang, terlepas dari kenyataan bahwa itu meragukan tatap
harus memiliki sebab sosial. Akan tetapi, misalkan pandangan dari mereka yang
membagikan hibah penelitian dan pihak yang menerbitkan makalah adalah setuju
bahwa semua penyakit disebabkan oleh bakteri, jadi peneliti akan lebih mungkin
mendapatkan uang hibah penelitian dengan menyesuaikan diri. Sehingga
pandangan yang diterima di lapangan adalah bahwa semua penyakit tersebut
disebabkan oleh bakteri. Argumen ketiga Barnes dan Bloor untuk golongan kuat
adalah bahwa sejumlah besar studi tentang perubahan historis dan perselisihan
historis dalam sains seharusnya menunjukkan bahwa faktor sosiologis memainkan
kunci dalam meyakinkan ilmuwan untuk menerima teori-teori tertentu.
Ada dua nilai yang menjadi bagian penting dalam sains: nilai konstitutif dan
kontekstual. Nilai konstitutif adalah norma-norma dimana dihasilkan dari tujuan-
tujuan penyelidikan ilmiah. Sebuah tujuan penting sains mencari kemungkinan
penjelasan terbaik atas fenomena alam. Dalam pencarian mereka, para ilmuawan
harus menggunakan kriteria untuk mengevaluasi kebenaran relatif atau mutlak dari
pelbagai teori, sebagai ukuran bahwa sebuah teori yang menghasilkan prediksi-
prediksi baru yang sukses harus lebih dipilih ke sebuah
persangingan/pertentangan yang mana tidak menghasilkan sebuah prediksi baru
yang sukses. Tak satupun setuju bahwa ilmuwan dipengaruhi oleh nilai-nilai
konstitutif.
Sains juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kontekstual( sama dengan ekternal
values). Seperti nilai bahwa pria dan wanita harus sejajar. Dua jalan nilai ini
mempengaruhi pada sains. Nilai kontekstual dapat mempengaruhi otonomi sains
dan integritas sains. Sains adalah otonom pada artian bahwa arah penelitian bekerja
tanpa gangguan oleh nilai-nilai dan ketertarikan-ketertarikan konteks soasial dan
budayanya. Sementara sains mempunyai integritas dalam artian bahwa praktek
sains internal seperti mengumpulkan data dan penarikan kesimpulan tidak
ditentukan oleh nilai kontekstual.
Selama ini kita mempelajari ilmu tidak pernah mengenal kata final, hal ini
disebabkan karena rasa ingin tahu manusia yang sangat besar dan juga karena alam
yang dinamis dan senantiasa berubah. Ilmu yang pada mulanya bersifat rasional-
empiris berkembang menuju rasional-eksperimental melalui praktik hidup manusia.
Ilmu pengetahuan mempunyai pengaruh dalam kehidupan kita seperti dampak
intelektual, dampak sosial praktis, dan watak intelektual. Dampak intelektual dapat
dilihat dengan lenyapnya kepercayaan antropologis (tradisional, sihir, magis),
peranan ilmu pengetahuan terasa amat menentukan. Semua gejala yang terjadi di
bumi atau di dunia dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Yang kedua, dampak
sosial praktis, dapat dilihat dengan fungsi ilmu pengetahuan yang bisa membuat
pikiran manusia terbuka dengan kemajuan manusia yang melihat ilmu menjadi teori
pengetahuan dan teori tindakan. lewat teori-teori kita bisa membuat prediksi akan
munculnya akibat setelah kita mengetahui sebabnya. Lewat teori pula kita bisa
mengambil langkah-langkah antisipatif.(ketika suhu udara menjadi sangat panas
dan binatang-binatang di gunung mengungsi ke tempat yang aman). Pertama, teori
ilmiah tidak akan menjadi teori tindakan selain melalui teknik-teknik ilmiah yang
digunakan dalam konteks interaksi manusia. Dan yang kedua, manfaat ilmu
pengetahuan dalam memperbesar kuasa manusia dengan penemuan-penemuan
ilmiah.
Dan yang terakhir watak intelektual, yaitu satu-satunya tuntutan bagi seorang
ilmuwan adalah taat pada rasio dan pengembangan diri sesuai dengan tuntutan
masyarakat ilmiah. Ciri-ciri utamanya adalah keinginan untuk mengetahui fakta
penting dan tidak menerima begitu saja isu-isu yang menyenangkan, serta siap
membuka diri bagi kebenaran-kebenaran penting lainnya. Dan menjunjung tinggi
keterbukaan yang selalu didasarkan kepada pengamatan dan pengalaman konkrit
demi cinta dan kejujuran ilmiah.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa ilmuah dalam masa
sejarah tertentu memiliki kepercayaan terhadap teori ilmiah tertentu karena
dipengaruhi faktor-faktor sosial dan pribadi. Beberapa penelitian tersebut
menujukkan bahwa teori-teori tersebut diterima secara luas di negara-negara
tertentu karena teori-teori yang diterima tersebut sesuai dengan kepentingan dari
kelompok dominan di negara tersebut. Masalah pertama yang ditemukan dari hal
tersebut adalah, meskipun klaim tersebut benar, tidak cukup untuk menunjukkan
bahwa penerimaan teori oleh ilmuan tersebut dapat dijelaskan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan teori tersebut. Mekanika Newton secara perlahan
diterima sebagai teori yang benar oleh ilmuan-ilmuan dengan latar belakang agama
dan sosial yang beragam. Ilmuan-ilmuan tersebut hidup di tempat dengan aturan
yang beragam dan kompleks. Penerimaan Mekanika Newton tersebut membuat
penerimaan suatu teori yang dipengaruhi oleh faktor kepentingan bukan
berdasarkan bukti menjadi hal yang mustahil.
Masalah kedua berakitan dengan argumen historis mengenai program yang
kuat yaitu banyak klaim historis yang ditemukan bersifat meragukan. Hull (1988)
beragumen mengenai perkembangan bidang biologi sejak diterbitkannya buku
Darwin berjudul The Origin of Species pada tahun 1859, Hull menganalisis
menyebab keyakinan ilmuan kadang gagal untuk menunjukkan korelasi umum
antara kepentingan tertentu dengan keyakinan tertentu. Teori-teori yang
menyatakan bahwa sosiologis yang memiliki pandangan politik konservatif belum
tentu dikembangkan oleh ilmuan konservatif. Sebagai contoh, penggunaan model
teori permainan untuk menjelaskan sifat dan perilaku hewan yang bersifat
menguntungkan bagi gen hewan tersebut merupakan jenis peneltian yang akan
dikemukakan oleh sosiologi konservatif. Tetapi, pada kenyataannya penelian
tersebut dicetuskan oleh kedua peneliti yang merupakan Marxist. Gagasan
mengenai unit dari seleksi dalam evolusi adalah gen bukan komunitas atau spesies
merupakan gagasan yang dikembangkan oleh pihak sayap kiri, tetapi teori tersebut
juga dibantah oleh pihak dari sayap kiri. Ini berarti bahwa laporan ilmiah program
yang kuat yang disebabkan oleh kepercayaan terhadap hukum atau generalisasi
seperti hukum kemungkinan besar tidak masuk akal. Lebih lanjut, Hull
berpendapat, bahkan dalam kasus ilmuwan individu, klaim dari program yang kuat
seringkali tidak jelas. Setiap kali ilmuwan mengadopsi kepercayaan, akan ada
beberapa kondisi sosial lokal yang merujuk bahwa program kuat adalah sumber
keyakinan mereka. Tetapi dasar dari klaim tersebut perlu didukung oleh bukti
independen, yang sulit diperoleh. Argumen historis untuk program yang kuat sangat
meragukan. Komunitas ilmuah secara keseluruhan terkadang dipengaruhi oleh
faktor sosial dalam penerimaan teori-teori ilmiah. Pengaruh eksternal dapat
menyebabkan teori-teori ilmiah yang kurang didukung diterima secara luas,
setidaknya untuk sementara waktu.
Program yang kuat dan klaim relativisnya belum dibenarkan secara memadai
dan mengalami banyak masalah. Hal tersebut tidak menimbulkan ancaman serius
bagi objektivitas sains. Namun, klaim bahwa sains merupakan usaha sosial adalah
klaim yang masuk akal. Hal yang cenderung membuat para ilmuwan bekerja
dengan baik adalah pelatihan serta adanya penghargaan di komunitas ilmiah.
Pembatasan prasangka dan agenda sosial dapat dilakukan untuk menafsirkan data
dan penarikan kesimpulan. Selain itu, karya ilmiah yang baik selalu dilakukan
dalam struktur sosial oleh para ilmuwan yang biasanya tunduk pada otoritas dan
mengandalkan karya orang lain secara sistematis. Seorang ilmuan yang berusaha
untuk jujur, akan cenderung mengumpulkan data yang terbatas dengan cara yang
buruk, beralasan buruk, dan gagal menyadari bahwa mungkin ada hipotesis saingan
yang masuk akal untuk hipotesis dia percaya. Ini berarti bahwa jika kita tertarik
untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, kita perlu mempelajari bagaimana
komunitas ilmiah sebaiknya disusun agar anggota komunitas tersebut akan sampai
pada keyakinan ilmiah mereka berdasarkan bukti dengan cara kesimpulan yang
baik.

D. NILAI-NILAI EKSTERNAL DAN OBJETIVITAS


Helen Longino (1990) mengatakan bahwa nilai-nilai eksternal para peneliti dan
masyarakat sering memengaruhi kesimpulan apa yang dapat diambil secara sah dari
data. Dia mengklaim bahwa hal tersebut terjadi karena kesimpulan yang dibenarkan
berdasarkan data hanya mungkin jika seseorang menambahkan asumsi latar
belakang ke data, dan nilai eksternal yang diyakini dapat menentukan asumsi latar
belakang. Argumen Longino untuk klaim ini berlaku seperti ini: sejumlah teori
secara logis konsisten dengan data yang sama, sehingga jika ilmuwan ingin
menunjukkan teori tertentu berdasarkan data, mereka harus menerima asumsi latar
belakang yang membenarkan kesimpulan dari data ke teori itu. Namun, para
ilmuwan dapat secara sah menerima asumsi latar belakang yang sangat berbeda.
Jika para ilmuwan secara sah menerima asumsi latar belakang yang sangat berbeda,
sebuah teori yang berbeda akan dibenarkan. Dalam memilih di antara berbagai
asumsi latar belakang, para ilmuwan dapat dan benar-benar memilih berdasarkan
komitmen nilai eksternal mereka. Dengan demikian, komitmen nilai eksternal dapat
menentukan apakah para ilmuwan dibenarkan dalam memegang teori tertentu.
Terlihat bahwa argumen Longino pada dasarnya sama dengan argumen
underdetermination yang dikemukakan oleh Barnes dan Bloor. Satu-satunya
perbedaan yang signifikan adalah Barnes dan Bloor menekankan pengaruh
kepentingan tertentu daripada nilai-nilai dalam menentukan apakah kesimpulan
dari data diterima. Namun, perbedaan penting adalah Longino tidak berpendapat
bahwa para ilmuwan harus menggunakan asumsi latar belakang yang dibenarkan
oleh komitmen nilai eksternal mereka, karena dia mengakui bahwa mereka dapat
menggunakan induksi atau prosedur lain untuk membenarkan teori-teori tertentu
berdasarkan data. Dia mengakui bahwa nilai-nilai eksternal atau faktor sosial
eksternal tidak selalu menentukan asumsi latar belakang dalam penalaran ilmiah
yang baik. Tetapi Logino berpendapat jika para ilmuwan menggunakan penalaran
induktif, mereka akan perlu menggunakan prinsip umum induksi sebagai asumsi
latar belakang dan prinsip semacam itu mungkin salah. Menurut pendapat Longino,
apakah asumsi latar belakang ilmuwan ditentukan oleh nilai-nilai mereka atau tidak,
asumsi mereka masih berpotensi bermasalah.
Longino membedakan dua jenis nilai-nilai yang menurutnya berperan penting
dalam sains: nilai konstitutif dan nilai kontekstual. Nilai konstitutif adalah
norma yang dihasilkan dari tujuan penyelidikan ilmiah. Tujuan penting ilmu
pengetahuan adalah mencari penjelasan terbaik dari fenomena alam. Dalam
pencarian tersebut, para ilmuwan harus menggunakan kriteria untuk mengevaluasi
nilai relatif atau absolut dari berbagai teori, seperti kriteria bahwa teori yang
menghasilkan prediksi novel yang berhasil harus lebih disukai daripada saingan
yang tidak menghasilkan prediksi novel yang sukses. Kriteria tersebut adalah nilai
konstitutif dari penyelidikan ilmiah. Seperti yang dikatakan Longino, tidak ada
yang akan tidak setuju dengan klaim bahwa sains itu dan harus dipengaruhi oleh
nilai-nilai konstitutif, walaupun ada ketidaksepakatan tentang tepatnya nilai
konstitutif mana yang harus memengaruhinya.
Klaim Longino yang lebih radikal adalah sains dapat secara sah dipengaruhi
oleh nilai-nilai kontekstual, yang merupakan nilai-nilai tentang apa yang
seharusnya menjadi kasus dalam masyarakat, seperti nilai bahwa pria dan wanita
harus sama. (Nilai kontekstual sama dengan apa yang saya sebut 'nilai eksternal'.)
Menurut catatannya, nilai kontekstual dapat secara sah memengaruhi sains dalam
dua cara: yaitu memengaruhi otonomi sains atau integritas sains. Ilmu
pengetahuan bersifat otonom yaitu arah penelitian berlangsung tanpa terganggu
oleh nilai-nilai dan minat konteks sosial dan budayanya. Sains memiliki integritas
mengenai praktik internal sains, seperti mengumpulkan data dan membuat
kesimpulan yang tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai kontekstual. Longino
beranggapan bahwa sains tidak, dan tidak boleh bersifat otonom. Namun, seperti
Longino tunjukkan, menerima bahwa sains tidak otonom tidak mengikat seseorang
untuk menerima bahwa sains tidak menghasilkan teori secara objektif. Masalah
yang penting dalam sains adalah integritas sains. Menurut pandangan Longino,
penelitian ilmiah akan memiliki integritas jika praktik-praktik internal ilmu
pengetahuan yaitu pengumpulan data dan penarikan kesimpulan dilakukan tanpa
pengaruh nilai-nilai kontekstual. Pemikiran sentral Longino dapat diajukan dengan
mengatakan bahwa penelitian ilmiah tidak perlu dan sering tidak memiliki
integritas karena nilai-nilai kontekstual mempengaruhi asumsi latar belakang yang
digunakan para ilmuwan untuk menarik kesimpulan. Longino menjabarkan
pendapatnya dengan mencoba menunjukkan bagaimana nilai-nilai kontekstual
dapat menentukan asumsi sains yang paling mendasar, yang mungkin kita anggap
hanya dipengaruhi oleh nilai konstitutif. Longino mengatakan bahwa alasan
diterimanya teori-teori mekanistik, seperti mekanika Newton, bukan karena teori
tersebut mendekati kebenaran atau secara empiris lebih memadai dibandingkan
teori lawannya, tetapi karena teori mekanika Newton tersebut mampu membantu
manusia untuk mengeksploitasi alam. (Sebuah teori secara empiris memadai jika
semua klaimnya tentang yang dapat diamati adalah benar.) Ia menerima bahwa
mekanika Newton lebih kuat sebagai instrumen untuk memanipulasi dunia dengan
cara tertentu daripada teori lawannya. Tetapi Longino berpendapat bahwa kekuatan
instrumental mengenai sebuah teori tidak menentukan keunggulan dari sebuah
teori, melainkan keunggulan tersebut karena adanya asumsi latar belakang dengan
nilai-nilai kontekstual dalam teori tersebut.
Menurut catatan Longino, fitur utama yang membuat teori-teori mekanistik
lebih menarik daripada para saingan mereka karena teori-teori mekanika
mengumpamakan bahwa materi adalah zat lembam yang aktivitasnya dapat
dijelaskan dalam istilah matematika. Fitur ini memungkinkan teori mekanistik
berinteraksi dengan dunia nyata seperti pertambangan. (Teori saingan yang tersedia
tidak menjelaskan kegiatan tersebut karena teori sangain tersebut mengumpamakan
bahwa alam itu hidup atau dijiwai dengan kekuatan hidup. Teori-teori semacam itu
disebut teori vitalis.) Selain itu, perlakuan matematis terhadap alam, yang
merupakan bagian dari gambaran mekanistik, memungkinkan orang-orang untuk
mengontrol aspek-aspek tertentu dari alam dan hal tersebut lebih baik daripada teori
vitalis. Maka, secara keseluruhan, gambaran mekanistik tentang alam cocok dengan
nilai-nilai dan kebutuhan pengrajin dan kapitalis yang sedang naik, sedangkan para
pesaingnya tidak (Longino, 1990).
Longino mengklaim bahwa nilai-nilai kontekstual yang mengarah pada
penerimaan gambaran mekanistik tentang alam secara bertahap mengubah nilai-
nilai konstitutif dan asumsi-asumsi ilmiah. Hal tersebut menjadikan nilai konstitutif
sains bahwa teori fisik yang dapat diterima harus kuat secara instrumen. Ini menjadi
asumsi sains bahwa semua hal terdiri dari substrat material inert, sifat-sifatnya
ditentukan secara kuantitatif. Menurutnya ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai
kontekstual dapat dengan mudah menentukan nilai konstitutif dan asumsi-asumsi
ilmiah (Longino, 1990).
Dapat dikatakan bahwa jika argumen dan pemikiran sentral Longino benar,
bahwa temuan ilmiah tidak dapat bersifat objektif. Hal tersebut terjadi karena latar
belakang asumsi, bahkan teori-teori yang dibenarkan bergantung pada penilaian
individu atau masyarakat. Namun, pandangan Longino hanya menyiratkan bahwa
para ilmuwan tidak dapat menghasilkan pernyataan yang dibenarkan secara objektif
dalam arti bahwa mereka tidak dapat memperoleh pernyataan yang benar melalui
asumsi latar belakang yang tidak bermasalah. Ilmu pengetahuan tidak bertujuan
untuk memberi kebenaran yang tidak diperbaiki. Tetapi dia mendesak bahwa,
dalam pandangannya, klaim ilmiah masih dapat dibenarkan secara objektif karena
mereka dapat dibenarkan melalui asumsi yang diterima melalui perjanjian
intersubjektif setelah mengikuti prosedur non-arbitrer. Ilmu pengetahuan bisa
objektif karena efek preferensi subjektif idiosinkratik pada asumsi latar belakang
yang dapat dikurangi atau dihilangkan.
Longino menunjukkan bahwa jenis objektivitasnya mengharuskan asumsi latar
belakang dicapai melalui prosedur yang disepakati bersama dalam suatu komunitas.
Ini berarti bahwa penjelasannya tentang objektivitas sangat berbeda dari gambaran
Cartesian yaitu seorang peneliti yang menghilangkan prasangka pribadi untuk
memeriksa fakta dan alasan dengan prosedur yang jelas-jelas apriori. Dia
menetapkan empat kondisi yang harus dipenuhi oleh komunitas ilmiah yang
berfungsi agar menjadi komunitas yang menggunakan metode penyelidikan
objektif:
1. Harus ada jalan yang diakui untuk kritik bukti, metode, dan asumsi dan
alasan;
2. Harus ada standar bersama yang dapat digunakan untuk mengkritik;
3. Masyarakat secara keseluruhan harus responsif terhadap kritik semacam itu;
4. Otoritas intelektual harus dibagi secara merata di antara praktisi yang
memenuhi syarat (Longino, 1990)
Longino berpendapat bahwa para peneliti sering kali tidak menyadari asumsi
latar belakang mereka sendiri, sehingga mereka membutuhkan peneliti lain untuk
menunjukkan kepada mereka bahwa data mungkin memiliki signifikansi yang
sangat berbeda (Longino, 1990: 80). Sebagai contoh, fenomena biologis yang saat
ini tampaknya merupakan hasil seleksi alam pernah dianggap memberikan bukti
yang jelas untuk intervensi Tuhan. Tanpa postulat imajinatif alternatif oleh skeptis
dan evolusionis, fakta bahwa data tidak secara tegas mendukung hipotesis
intervensi Tuhan tidak akan menjadi jelas. Para skeptis dan evolusionis
memperjelas bahwa untuk menggunakan data biologis untuk mendukung hipotesis
campur tangan Tuhan, para ilmuwan memerlukan asumsi latar belakang bahwa hal-
hal yang luar biasa disesuaikan untuk bertahan hidup harus dibuat. Skeptis dan
evolusionis juga memperjelas asumsi latar belakang ini tidak jelas benar.
Sebagai seorang feminis, Longino secara khusus memperhatikan nilai-nilai
kontekstual yang mengarahkan para ilmuwan pada kesimpulan yang mungkin
digunakan untuk menindas perempuan atau kelompok bawahan lainnya. Dia
berpendapat bahwa para ilmuwan feminis dan saingan mereka akan sering
dipengaruhi oleh nilai-nilai kontekstual yang berbeda untuk memilih program
penelitian yang berbeda. Dia juga berpendapat bahwa tidak mungkin menjadi kasus
bahwa konflik antara ilmuwan yang dihasilkan dari nilai-nilai kontekstual yang
berbeda dapat diselesaikan dengan menarik data atau untuk kesimpulan yang tidak
bermasalah dari data ke teori tertentu. Menurut pendapatnya, konflik semacam itu
pada akhirnya harus diselesaikan melalui pilihan nilai (Longino, 1990).
Menurutnya, hal-hal lain dianggap sama, pilihan harus dibuat berdasarkan
kelayakan teori sebagai dasar untuk tindakan kolektif untuk memecahkan masalah
umum dari masyarakat yang demokratis dan inklusif (komunitas yang mencakup
perempuan, kulit hitam dan yang tertindas lainnya). orang-orang).
Pemikiran Longino dapat disebut sebagai empirisme feminis, karena ia
mengakui bahwa untuk sebuah teori layak dipertimbangkan, itu harus konsisten
dengan data empiris yang dikumpulkan dengan hati-hati, meskipun ia berpendapat
bahwa sah untuk memilih antara teori yang tampaknya sama secara empiris
memadai pada dasar dari nilai feminis dalam memilih masyarakat di mana laki-laki
dan perempuan diperlakukan sama dengan mereka.
Contoh umum yang digunakan Longino untuk mengilustrasikan pendapatnya
adalah konflik antara dua program penelitian untuk menjelaskan perilaku: program
hormonal linier dan program seleksi. Dalam program penelitian hormon linear,
penentu perilaku yang penting adalah hormon yang menyusun otak saat anak berada
di dalam rahim. Perbedaan gender dalam perilaku dan kinerja kognitif sebagian
besar dianggap berasal dari efek hormon dalam pembentukan otak dalam
perkembangan janin. Dalam program penelitian penyeleksi, orang memiliki
sejumlah besar jalur saraf yang memungkinkan berbagai perilaku. Melalui interaksi
mereka dengan lingkungan, beberapa jalur dipilih dan diperkuat. Longino
berpendapat bahwa gambaran program hormonal linear dari perilaku manusia
adalah deterministik dan dapat dengan mudah digunakan untuk melisensikan terapi
hormon untuk perilaku bermasalah, seperti perilaku menyimpang secara seksual.
Ini juga cenderung untuk meningkatkan status quo dengan menyiratkan bahwa
fakta bahwa ada beberapa wanita yang bekerja di bidang matematika dan beberapa
ilmu pengetahuan harus dijelaskan melalui kelemahan alami wanita di bidang-
bidang ini. Sebaliknya, program penyeleksi memberi peran penting pada niat orang
dan faktor sosial sebagai penentu perilaku. Ini menunjukkan bahwa perbedaan
gender dalam kapasitas dan disposisi terutama harus dijelaskan melalui faktor sosial
dan dapat diatasi dengan aksi sosial (Longino, 1990).
Longino menekankan bahwa penelitian tentang program hormon linear dan
kerabat dekatnya tidak terjadi dalam kekosongan sosial. Program-program
semacam itu telah dan akan terus digunakan untuk membenarkan tidak
mengeluarkan uang untuk program-program khusus untuk meningkatkan kinerja
perempuan dalam matematika atau dalam berbagai bidang lainnya. Dia mencatat
bahwa ini bukan karena klaim bahwa kita seharusnya tidak menghabiskan uang
untuk program semacam itu adalah konsekuensi logis dari program penelitian
semacam itu. Sebaliknya, secara logis kompatibel dengan program penelitian
sehingga kita harus mengimbangi ketidakmampuan biologis alami dengan
pendidikan kompensasi khusus atau dengan mempekerjakan orang di daerah di
mana mereka tidak cocok secara alami. Namun, orang-orang di Amerika Serikat
dan di masyarakat yang sama umumnya hanya berkomitmen untuk kesempatan
yang sama dalam pekerjaan dalam arti menghilangkan hambatan yang diciptakan
secara sosial, bukan yang diciptakan secara alami. Jadi, jika program hormon linier
diterima, ada kemungkinan berbagai program khusus untuk wanita akan
ditinggalkan (Longino, 1990).
Longino mengkritik sejumlah aspek dari program hormonal linier. Namun, ia
berpendapat bahwa masalah utamanya bukan karena sains yang buruk, tetapi ia
menyajikan gambaran khusus tentang manusia dan lisensi jenis modifikasi perilaku.
Dia mengatakan itu penelitian mendukung program hormon linier tidak dapat
dikatakan sebagai ilmu yang buruk karena memiliki banyak masalah, karena
banyak program penelitian yang dianggap baik di banyak bidang ilmu memiliki
masalah yang sama. Tanpa menarik asumsi latar belakang yang berpotensi masalah,
kita tidak dapat sepenuhnya yakin bahwa program apa pun lebih baik daripada yang
lain. Ketika dia berpikir bahwa tidak akan ada kriteria yang memungkinkan kita
untuk memilih antara dua program yang disediakan semata-mata oleh nilai-nilai
konstitutif ilmu pengetahuan, Longino berpendapat bahwa kita pada akhirnya harus
memilih antara program berdasarkan nilai-nilai kontekstual kita. Dalam
pandangannya, seorang feminis, atau seseorang yang ingin hasil ilmiah dicapai
melalui konsensus yang mencakup anggota kelompok yang tertindas, harus
memilih program penyeleksi sebagai dasar untuk bertindak.
Banyak argumen Longino yang berpijak pada klaim bahwa kita tidak dapat
menggunakan penalaran induktif untuk mendukung program penelitian tertentu
tanpa memperkenalkan asumsi latar belakang yang berpotensi bermasalah tentang
kekuatan jenis penalaran induktif. Premis penting yang mendasari argumennya
tampaknya adalah bahwa asumsi seperti itu dapat dipertanyakan dan diperlukan
untuk menunjukkan relevansi data dengan teori, tidak ada alasan kuat untuk
berpikir sains harus menghindari asumsi latar belakang yang dilisensikan hanya
oleh komitmen nilai eksternal. Kesimpulan yang dibentuk secara berpikir induktif
berpotensi menimbulkan masalah seperti kesimpulan lain karena semuanya
diturunkan dengan menggunakan asumsi latar belakang yang dapat dipertanyakan.
Terdapat beberapa alasan Couvalis (1997) keberatan dengan pendapta Longino
(1990): (a) Jika saya benar dalam berpikir bahwa teori-teori yang meramalkan
serangkaian fakta-fakta baru cenderung kira-kira benar, maka 'bekerja' dalam arti
menjadi sangat kuat dapat diprediksi adalah sebuah gagasan epistemik. Ini karena
teori-teori semacam itu bermanfaat secara instrumen dan kemungkinan benar. (b)
Jika kita ingin berinteraksi secara sistematis dengan dunia sama sekali, kita akan
memiliki alasan yang baik untuk memilih program yang berguna untuk
memprediksi fakta-fakta baru sebagai dasar untuk bertindak. Kita tidak harus ingin
menjarah alam untuk memilih program yang memprediksi berbagai fakta baru.
Bahkan jika salah satu tujuan utama kita adalah untuk melindungi dunia dari
kerusakan, kita harus mengetahui konsekuensi apa yang mungkin dihasilkan
kegiatan kita untuk menghindari tindakan dengan cara yang sangat berbahaya.
Dengan demikian, orang-orang dengan sejumlah besar komitmen nilai dapat
mengenali bahwa suatu program yang memprediksi sejumlah fakta baru harus lebih
disukai. Jadi menyesatkan untuk berbicara seolah-olah komitmen nilai tertentu
mengarahkan kita untuk lebih memilih program dengan banyak daya prediksi.
Dalam kasus di mana dua program secara kasar sama-sama didukung oleh
bukti, kita dapat, konsisten dengan tujuan ilmu pengetahuan, menggunakan nilai-
nilai kita untuk memutuskan program mana yang akan diadopsi untuk tujuan
berinteraksi dengan dunia. Mengingat bahwa dalam keadaan sosial tertentu, adopsi
program A yang meluas dapat mengakibatkan konsekuensi buruk bagi kelompok
tertentu, kita dapat memutuskan untuk mengadopsi saingannya B sebagai gantinya.
Sebagai contoh, kita mungkin memutuskan untuk memilih program penyeleksi
daripada program hormon karena, jika program hormon diadopsi secara luas, itu
akan menyebabkan beberapa penjahat diperlakukan sebagai hewan yang
membutuhkan perawatan hormon daripada sebagai manusia. Namun, penting untuk
mencatat dua hal. Pertama, dalam situasi seperti itu, sangat terbuka bagi orang lain
untuk menggunakan komitmen nilai yang berbeda untuk memilih antar program.
Misalnya, tidak ada yang secara epistemologis atau pragmatis menarik tentang
program penelitian penyeleksi. Bahkan jika para pendukung program seleksiis dan
para pendukung program hormon linier kebetulan termasuk dalam komunitas
ilmiah ideal Longino, sulit untuk melihat mengapa mereka secara rasional
terdorong untuk mencapai konsensus rasional tentang teori mana yang mereka
sukai. Keputusan untuk memilih satu teori daripada yang lain akan bersifat
epistemologis dan pragmatis idosinkratik dan sulit dikatakan sebagai hasil dari
proses objektif. Kedua, bahkan jika program saingan saat ini kurang lebih setara
dalam dukungan empiris yang mereka nikmati, bukti lebih lanjut mungkin
menunjukkan bahwa satu program jauh lebih baik daripada para pesaingnya. Jika
bukti lebih lanjut ditemukan yang sangat mendukung satu program penelitian, tidak
hanya akan ada alasan pragmatis dan epistemologis untuk memilihnya, tetapi juga
alasan etis. Tidak adil memperlakukan orang seolah-olah mereka milik kelompok
tertentu untuk tujuan etis ketika ada bukti bagus bahwa mereka tidak. Misalnya,
memperlakukan para penjahat yang saya sebutkan sebelumnya sebagai agen yang
bertanggung jawab akan sia-sia dan tidak adil jika ada bukti besar bahwa mereka
tidak bertanggung jawab atas tindakan kriminal mereka.
Sejauh ini, Couvalis (1997) telah mengkritik perlakuan Longino tentang
penalaran induktif. Namun, masih terbuka baginya untuk menjawab argumen saya
bahwa, meskipun kriteria seperti kemampuan untuk memprediksi serangkaian fakta
baru mungkin telah digunakan untuk memutuskan antara program penelitian,
catatan sejarah menunjukkan bahwa ini tidak terjadi. Tentu saja, katanya, beberapa
program penelitian tidak memadai dan dapat diberhentikan. Tetapi, sebagai fakta
kontingen, biasanya masih ada pilihan antara program penelitian yang sangat
berbeda yang sama-sama memadai, bahkan jika kita memahami kecukupan untuk
memasukkan kemampuan untuk memprediksi fakta-fakta baru. Mengingat bahwa
kriteria yang dihasilkan murni oleh nilai-nilai konstitutif sains tidak memungkinkan
kita untuk memutuskan di antara program-program penelitian semacam itu, sebuah
pilihan dapat secara sah dilakukan berdasarkan komitmen nilai eksternal.
Ada dua masalah utama dengan argumen historis Longino, yaitu paradoks dan
tidak masuk akal. Argumen historis ini akan dibahas di bawah ini:
1. Argumen Longino dari sejarah berlawanan dengan asas (paradoks), seperti
argumen dari sejarah Barnes dan Bloor. Argumen yang mengandung
masalah logis terutama tentang penambahan asumsi latar belakang yang
berpotensi masalah. Sebagai contoh, argumennya tentang keberhasilan
mekanik pada abad ke-tujuh belas harus dijelaskan secara masuk akal
menggunakan argumen dengan asumsi latar belakang yang berpotensi
bermasalah, sebagaimana juga catatan sejarah feminis tentang bagaimana
penelitian di bidang tertentu terdistorsi oleh bias anti-perempuan. Dan tidak
jelas mengapa para peneliti dengan asumsi metafisika yang sangat berbeda
atau nilai kontekstual dari Longino harus menerima klaim historisnya.
2. Argumen Longino dari sejarah tidak masuk akal. Banyak klaim historisnya
bermasalah. Pertama, cukup menyesatkan untuk mengklaim bahwa
program penelitian lain di abad ketujuh belas dan ke delapan belas secara
empiris sebagai mekanika Newton. Mekanika newton memang sangat cepat
memberikan solusi yang meyakinkan, seperti masalah yang berkaitan
dengan pergerakan planet-planet dan pergerakan proyektil (Franklin, 1992:
284). Program lain dapat pula mengklaim secara sama dan empiris memadai
disertai pembuktian prediksi-prediksi yang benar.
Kedua, mengenai klaim perhitungan mekanis yang tidak disukai karena
mensahkan dan memfasilitasi eksploitasi alam, hal ini tidak masuk akal untuk
sejumlah alasan : (a) Perilaku tradisional masyarakat eropa terhadap eksploitasi
alam untuk kepentingan manusia. Pandangan yang diterima secara luas tentang
hewan dan tumbuhan akan menakuti masyarakat eropa modern. Oleh karena itu,
perhitungan mekanis alam hampir tidak diperlukan dalam pengesahan eksplotasi
alam. (b) eksponen pandangan mekanis tentang aspek-aspek alam yang
mencantumkan penjelasan vitalis dari kisah mereka tentang dunia. Dengan
demikian tidak ada jurang pemisah antara ahli mekanis dan kaum naturalis tentang
alam saat munculnya teori mekanis. (c) vitalisme sangat cocok dengan pandangan
bahwa perempuan, hewan, dan tumbuhan adalah inferior untuk memberi peradaban
pada laki-laki dan mereka digunakan berdasarkan tujuan mereka. Tidak ada alasan
yang tepat mengapa vitalisme tidak digunakan untuk mengeksploitasi alam. (d)
Mekanika Newton tidak secara khusus bermanfaat di banyak industri sampai
beberapa waktu setelah itu diterima secara umum: dengan demikian, tidak masuk
akal jika dikatakan bahwa mekanika Newton diterima secara luas karena berguna
dalam industry.
Longino berpendapat bahwa penelitian ilmiah yang bersifat objektif perlu
disampaikan pada komunitas ilmuwan. Sedangkan keputusan komunitas ilmiah
untuk menerima teori tertentu ditentukan berdasarkan nilai-nilai kontekstual.
Namun Longino gagal menunjukkan teori-teori yang dibenarkan secara objektif
kepada komunitas riset yang digambarkan ideal olehnya. Longino tidak
memberikan argumen bahwa komunitas yang dia gambarkan ideal menyetujui
teori-teori yang kira-kira benar dan memprediksi fakta-fakta baru. Dengan
demikian, tidak ada alasan epistemologis (atau pragmatis) yang baik mengapa
seseorang harus menyesuaikan diri dengan keputusannya.
Pembelaan Longino terhadap komunitas ilmiah idealnya didasarkan pada klaim
etis dan bukan epistemologis, yaitu klaim bahwa komunitas ideal menerima
pandangan baru melalui diskusi kritis dan otoritas berdasarkan keahlian di
lapangan. Dengan demikian, Longino memberikan kebebasan bagi seseorang yang
setuju dengan epistemologis dasarnya tetapi tidak setuju dengan perspektif etikanya
dalam menolak komunitas idealnya.
Longino menyatakan bahwa kecukupan empiris adalah suatu kondisi yang
harus dipenuhi dalam program penelitian ilmiah. Hal ini bisa diartikan bahwa
komunitas ilmiah yang benar harus menghargai teori yang berasal dari prediksi
serangkaian fakta baru yang diamati. Setiap teori dapat dibuat secara empiris
memadai dengan memiliki daya prediksi yang cukup dengan menambahkan
hipotesis ad hoc sampai fakta yang problematis dijelaskan.
Pembelaan Longino terhadap komunitas ilmiah ideal memang tidak direspon
dengan baik, tetapi dia berargumen bahwa komunitasnya lebih disukai daripada
komunitas lain karena bisa menerima teori yang berasal dari prediksi serangkaian
fakta yang terjadi. Kebiasaan berpikir mereka lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin
pedebat dari pada menerima argumen yang cenderung pada kebenaran. Penulis
lebih memilih menyetujui teori-teori yang benar dan mencapai kesepakatan tentang
manfaat teori dalam komunitas ilmiah sesuai rekomendasi dari Longino.
Ismay Barwell (dalam Couvalis, 1997) berpendapat bahwa sebagian pandangan
Longino tentang objektivitas memang benar tetapi perlu dikoreksi. Barwell
menyatakan bahwa karakteristik yang meningkatkan kebenaran pada teori-teori
yang dihasilkan. Asumsi latar belakang ilmuwan dipengaruhi oleh nilai-nilai
kontekstual dan minat kelompok yang sering tidak disadari oleh para ilmuwan.
Kritik utama Barwell terhadap catatan Longino adalah praktek suatu komunitas
dapat menjadi objektif tanpa adanya kritik yang menantang asumsi dasar yang
meragukan komunitas. Sebuah komunitas yang semua anggotanya memiliki gender
sama dengan nilai dan minat sosial yang hampir sama mungkin juga kesepakatan
bersama mengenai beberapa teori. Namun mereka dapat dibutakan sendiri oleh
prasangka ideologis mereka.
Contoh lain untuk mengilustrasikan poin Barwell yaitu tentang pendapat
Aristoteles, dia menyatakan bahwa seorang ibu hanya menyediakan kebutuhan
janin tetapi ibu tidak berkontribusi pada bentuk anak. Pandangan Aristoteles
tentang peran ibu akhirnya diterima melalui kesepakatan komunitas yang memiliki
praktik objektif seperti pengertian Longino. Kaum yunani pada saat itu memang
sangat dipengaruhi oleh asumsi tentang titik rendah dan ketidakmampuan wanita
sebagai penyebab dari generasi bentuk makhluk hidup.
Harding berpendapat bahwa komunitas peneliti bisa sangat objektif ketika
asumsi latar belakang, agenda budaya, dan pengaruh pengumpulan data atau
kesimpulan dibuat sebaik mungkin untuk diakui dalam suatu komunitas. Para
peneliti bersikap sangat refleksif ketika mereka mengenali nilai-nilai konstekstual
dan minat kelompok yang mempengaruhi pengumpulan data dan kesimpulan yang
diambil. Jenis laporan Harding kadang-kadang disebut epistemologi titik pijak
karena data yang dikumpulkan para ilmuwan, teori yang dihasilkan, dan
kesimpulan sangat dipengaruhi oleh minat, nilai, dan pengalaman kelompok sosial
yang mendominasi masyarakat.
Ada beberapa argumen dari pandangan Harding :
1. Peneliti berbicara dari sudut pandang di luar posisi laki-laki kulit putih,
kelas menengah atau kelas atas yang telah didominasi tradisi yang
mengungkap data penting yang telah hilang yang dialami terutama oleh
kelompok tertindas. Misalnya, pembahasan tentang sudut pandang
perempuan bahwa pentingnya pekerjaan rumah tangga dalam proses
produksi ekonomi.
2. Orang-orang yang berbicara dari sudut pandang luar memiliki ketertarikan
dalam mengungkapkan argumen tidak benar sehingga dapat merusak
kelompok sosial lain. Misalnya, orang yang berbicara dari titik pijak kulit
hitam akan berpendapat bahwa orang kulit hitam memiliki intelektual lebih
rendah.
3. Orang-orang yang berbicara dari sudut pandang luar akan menghasilkan
teori-teori dari serangkaian metafora dan analogi yang berbeda dari teori
khas sains sehingga memungkinkan kita untuk memahami dunia dengan
cara yang berbeda. Misalnya, ahli biologi Barbara McClintock menganggap
peniliitian ilmiah sebagai usaha dari manusia bukan laki-laki, menganggap
alam memiliki integritas dan kompleksitas besar sehinggga mampu
membuat penemuan tentang genetika.
Harding juga menyatakan bahwa objektifitas yang kuat diperlukan agar
kesepakatan ilmiah tentang suatu teori dianggap masuk akal bagi kehidupan dan
ilmu sosial. Jika aspek-aspek objektivitas Longino dan Harding disilangkan dengan
cara yang dijelaskan Barwell maka sains akan diubah secara radikal. Beberapa
ilmuwan juga perlu menyadari pengaruh elemen sosial pada peengumpulan data
mereka, perumusan teori, atau menggambarkan kesimpulan. Barwell menyatakan
bahwa ilmuwan mempraktekkan keahlian mereka dalam sebuah cara yang objektif
dengan menyadari banyak pengaruh eksternal pada pekerjaan mereka dan
memberikan otoritas untuk sudut pandang dengan pengaruh eksternal yang
berbeda. Para ilmuwan harus banyak belajar tentang cara kerja dan cara berpikir
masyarakat dari kelompok yang terpinggirkan. Tindakan afirmatif untuk
meningkatkan jumlah ilmuwan dari kelompok kurang beruntung akan sangat
bermanfaat karena orang-orang tersebut cenderung berbicara dari sudut pandang
yang jarang didengar.
Sama halnya dengan Longino, pembelaan Harding atas objektivitas yang kuat
memiliki masalah. Pertama, pendapat Harding jauh dari kejelasan bahwa
memperkenalkan sudut pandang lain dan memberi wewenang atas isu-isu tertentu
adalah cara untuk mencapai catatan yang lebih objektif. Misalnya, peran wanita
dalam reproduksi dipertahankan pertama kali oleh dokter pria yang melakukan
pekerjaan anatomi sehingga menemukan organ ovarium dan menilai peran organ
tersebut. Dokter tersebut menyatakan bahwa ovarium adalah testis dalam bentuk
lain. Teori yang dihasilkan ini bukan dipengaruhi oleh sudut pandang perempuan
tetapi dia melakukan pembedahan dengan hati-hati dan tes empiris lain dari klaim
Aristoteles. Pada masa modern, teori-teori reproduksi dan anatomi yang
dipengaruhi asumsi ideologis tentang inferioritas perempuan masih ada karena
kurangnya tradisi biologi dari pengamatan yang cermat dan pengujian
eksperimental. Untuk menghasilkan teori yang mendekati kebenaran lebih baik
melakukan uji lebih teliti dan hati-hati daripada memasukkan sudut pandang
kelompok-kelompok yang tertindas dari komunitas ilmiah. Harding juga
menjelaskan bahwa observasi merupaka syarat adanya teori, dalam arti bahwa
ideologi menentukan interpretasi data kecuali jika sudut pandang pesaing
mempengaruhi presepsi secara luas.
Kedua, kisah Harding yang jauh lebih tidak jelas dari apa yang dia pikirkan.
Seperti dalam fisika abad ke delapan belas, ilmu fisika sangat dipengaruhi oleh
ideologis para peneliti. Harding berpendapat bahwa peniliti menggunakan metafora
untuk memahami teori mereka, seperti metafora alam sebagai mesin. Namun ini
sangat tidak masuk akal bahkan pada kasus mekanika Newton. Sebagai contoh,
ketika Newton berpikir dia sedang mediskripsikan sebuah mesin yang diciptakan
Tuhan, yang lain menyimpulkan bahwa dia menemukan hubungan matematis yang
melekat dalam materi sehingga teori yang dipahami ialah tidak ada mesin dan tidak
ada Tuhan. Terlepas dari masalah tersebut, pendapat Harding dipertahankan oleh
Barwell yang memiliki beberapa kemungkinan, yaitu : karya sejarah menunjukkan
bahwa pengamat, peneliti, dan ahli teori sangat cermat sekalipun terkadang
disesatkan oleh ideologi yang mendominasi dan kesalahan mereka tidak mungkin
ditunjukkan dalam komunitas ilmiah. Dalam sejarah biologi juga banyak terdiri dari
peniliti yang kompeten tetapi karyanya rusak karena secara tidak sadar dicampuri
ide-ide seksis dan rasis. Kehadiran sejumlah perempuan yang terlatih dan peneliti
kulit hitam yang berbicara dengan otoritas yang cukup dan sadar akan pengaruh
ideologi, mungkin telah memperbaiki situasi terutama menunjukkan
ketidakmampuan banyak peneliti. Selain itu, pemahaman yang lebih baik tentang
penyimpangan dari sudut pandang peneliti juga mencegah peniliti kulit putih
melakukan kesalahan serius. Hal ini mendorong mereka mengembangkan sejumlah
teori alternatif untuk mengekspos penelitian buruk ilmuwan lain. Pandangan
Barwell tentang kasus epistemologis yang baik dapat mengubah cara kerja anggota
komunitas ilmiah dan pendidikan para peniliti dalam ilmu kehidupan untuk
memasukkan studi tentang pengaruh sosial yang bermasalah sehingga dapat
merusak penelitian. Barwell tidak membenarkan tentang hak istimewa pada
anggota kelompok dengan jenis pengalaman dan sudut pandang tertentu. Para
ilmuwan tersebut cenderung menghasilkan teori-teori yang baru dengan membawa
fakta-fakta yang tidak diketahui tentang hal tertentu yang tidak sesuai dengan
ideologi. Mereka juga mengungkapkan pengaruh bias ideologi yang tidak disadari
dalam pengumpulan data atau dalam menarik kesimpulan. Oleh karena itu, tidak
boleh ada kelompok yang diistimewakan secara epistemologi daripada ilmuwan
lain.
Longino gagal menunjukkan komitmen dimana nilai eksternal juga
berpengaruh dalam menentukan asumsi latar belakang sehingga teori-teori tersebut
diterima komunitas ilmiah. Longino menawarkan saran tentang bagaimana
komunitas ilmiah seharusnya berperan dalam kesepakatan teori yang objektif. Jika
kita mengadaptasi sebuah catatan dengan berbicara kepada sejumlah komunitas
akan lebih mungkin mencapai teori yang benar daripada individu atau komunitas
terstruktur menggunakan cara yang berbeda-beda. Ismay Barwell bersama Sandra
Harding membuat saran yang mungkin berguna untuk menrestrukturisasi beberapa
komunitas ilmiah dan bagian dari pendidikan ilmiah.
Pandangan Longino dan Barwell mungkin tampak kurang menarik secara
filosofis karena tidak berhubungan langsung dengan pentingnya pengamatan,
eksperimen, dan berbagai jenis kesimpulan yang merupakan topik favorit dalam
filsafat sains. Namun pemeriksaan yang cermat tentang bagaimana kita mengetahui
hal-hal baik dalam sains dan kehidupan sehari-hari akan menjadi hal yang sangat
penting ketika kita ingin memperoleh tindakan dan kemungkinan yang benar. Sejak
awal kami mengandalkan fakta dan kesepakatan dalam komunitas ilmiah untuk
memandu tindakan kami serta pengetahuan baru yang didapatkan. Kami tidak
memiliki keterampilan dan waktu untuk memeriksa karya para ilmuwan. Bahkan
para ilmuwan di bidang tertentu bergantung pada spesialis di berbagai bidang lain
untuk mengetahui bahwa instrumen mereka berfungsi dengan baik atau teori yang
diasumsikan dalam penelitian mereka benar. Filsafat modern ilmu pengetahuan
yang dikembangkan saat ini berasal dari seorang pengamat yang benar-benar
mengabaikan prasangka pribadi untuk meneliti praktik penalaran dan bukti
pengalaman berdasarkan intuisi-intuisinya. Ide ideal yang dihasilkan tidak berguna
meskipun pengamat tersebut memiliki kapasitas dan disposisi alami karena dia
tidak tahu bagaimana beralasan dengan baik, instrument apa yang harus diandalkan,
eksperimen apa yang harus digunakan dalam memperoleh pengetahuan, dan
sebagainya. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan yang dihasilkan
berasal dari kesepakatan komunitas ilmiah tertentu yang melatih para ilmuwannya
secara individu, memperbaiki kesalahan mereka yang mengajarkan mereka struktur
disiplin dalam menghukum penalaran dan pengumpulan data yang buruk, berjanji
mengganti ide pengetahuan yang tidak relevan dengan pengetahuan yang relevan
di kehidupan sehari-hari.
BAB III
SIMPULAN

Simpulan yang diperoleh dari kajian pustaka mengenai Sosiologi Pengetahuan


dan Feminisme adalah sebagai berikut.
1. Filsafat pengetahuan secara epistemologi adalah filsafat yang
mempersoalkan mengenai hakikat pengetahuan, seperti proses terbentuknya
pengetahuan, metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, dan
lainnya.
2. Ilmu pengetahuan seluruh usaha sadar untuk menyelidiki menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia.
3. Ciri ilmu pengetahuan menurut The Liang Gie adalah empiris, sistematis,
objektif, analitis, dan verifikatif.
4. Pandangan Cartesian tentang ilmu pengetahuan adalah proses mengetahui
sesuatu dengan mengeyampingkan nilai-nilai individu dan faktor ekternal
lainnya.
5. Pengaruh faktor eksternal menurut Barry Barnes dan David Bloor dapat
mempengaruhi ilmu pengetahuan, yaitu dengan adanya pengaruh faktor
eksternal seperti nilai-nilai individu, sosial, bahkan kepentingan publik yang
dapat mempengaruhi teori-teori manakah yang diterima oleh publik.
6. Kekurangan dari pendapat Barry Barnes dan David Bloor tentang faktor
eksternal ilmu pengetahuan yaitu tidak semua teori yang ada di dunia
dipengaruhi oleh faktor eksternal, terdapat pula teori yang dikembangkan
oleh ilmuan dengan faktor individu seperti pandangan politik ekonomi yang
berlawanan dengan teori yang ia kembangkan.
7. Relativisme merupakan faktor eksternal yang dapat mempengauhi ilmu
pengetahuan. Faktor eksternal dapat berbeda-beda, tergantung karakteristik
publik, kepentingan-kepentingan publik, serta nilai-nilai yang dianut oleh
ilmuan itu sendiri.
8. Pandangan Helen Longino terhadap pengaruh faktor eksternal terhadap
teori ilmu pengetahuan yaitu faktor eksternal dapat mempengaruhi
pengambilan simpulan dari suatu penyelidikan sains, sehingga
mempengaruhi teori mana yang diterima oleh publik.
9. Helen Longino tidak dapat menjelaskan bagaimana nilai-nilai komitmen
pribadi dapat mempengaruhi asumsi latar belakang dan teori yang diterima
oleh publik.
10. Nilai yang penting dari sains adalah bagaimana sains dapat menjelaskan
fenomena alam yang dapat digunakan oleh manusia untuk pemanfaatan
fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Couvalis, G. (1997). The Philosophy of Science. London: Sage Publications.

Longino, H. E. (1990). Science as Social Knowledge: Values and Objectivity in


Scientific Inquiry. New Jersey: Priceton University Press.

Anda mungkin juga menyukai