Anda di halaman 1dari 13

Teori Belajar Kognitif

Bagan tiga macam teori belajar

Magister-pendidikan Online. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan
aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan
lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.

Secara umum, terdapat tiga macam teori belajar yang sudah dikenal, yakni: Teori belajar
Behavioristik, Teori Belajar Kognitif dan teori Belajar Konstruktivistik. Pada pembahasan berikut, akan
disampaikan pembahasan tentang Teori Belajar Kognitif.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitif


Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses mental dan
struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia. teori belajar kognitif yang
digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan
kompleks seperti pemecahan masalah yang tidak jelas.

Teori belajar kognitif didasarkan pada empat prinsip dasar:

1. Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman.


2. Pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah mereka
ketahui.
3. Belajar membangun pemahaman dari pada catatan.
4. Belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang.

Apakah Siswa Aktif ?


Teori belajar kognitif didasarkan pada keyakinan bahwa peserta didik aktif dalam upaya untuk
memahami bagaimana dunia bekerja, kepercayaan ini konsisten dengan Piaget dan Vygotsky tentang
pemandangan pengembangan pelajar. Pembelajar melakukan lebih dari sekedar menanggapi.
Mereka mencari informasi yang membantu mereka dari jawaban pertanyaan, mereka memodifikasi
pemahaman mereka berdasarkan pengetahuan baru, dan perubahan sikap mereka dalam
menanggapi peningkatan pemahaman. teori belajar kognitif pandangan manusia sebagai "agen goal-
directed yang aktif mencari informasi.

Siswa Memahami Tergantung Pada Apa Yang Dia Tahu


Dalam usaha mereka untuk memahami bagaimana di dunia bekerja, peserta didik menafsirkan
pengalaman baru berdasarkan apa yang mereka sudah tahu dan percaya. Sebagai contoh, sering
anak-anak tetap percaya bahwa bumi ini datar bahkan setelah guru menjelaskan bahwa itu adalah
sebuah bola. Beberapa anak kemudian menggambar permukaan datar seperti di dalam atau di atas
bola. Mereka beralasan bahwa orang tidak dapat berjalan di atas bola, dan ide dari permukaan yang
datar tadi anak-anak mengetahui dan memahami ide untuk membantu mereka menjelaskan
bagaimana orang dapat berdiri atau berjalan di permukaan bumi. Contoh ini juga membantu kita
melihat mengapa menjelaskan sering tidak efektif untuk mengubah pemahaman peserta didik

Membangun Pembelajar Memahami dari Rekaman


Pelajar tidak berperilaku seperti tape recorder, merekam dalam ingatan mereka dalam bentuk di mana
itu disajikan segalanya, guru mengatakan kepada mereka atau apa yang mereka baca. Sebaliknya,
mereka menggunakan apa yang telah mereka ketahui untuk membangun pemahaman tentang apa
yang mereka dengar atau membaca yang masuk akal bagi mereka. Dalam upaya mereka untuk
membuat informasi baru dimengerti, mereka secara dramatis dapat memodifikasi itu, begitu pula
anak-anak yang membayangkan serabi pada bola. Kebanyakan peneliti sekarang menerima gagasan
bahwa siswa membangun pemahaman mereka sendiri (greeno et al,1996).

Definisi Pembelajaran
Dari perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mantal seseorang yang atas
kapasitas untuk menunjukkan perilaku yang berbeda. Perhatikan kalimat "menciptakan kapasitas.
Dari perspektif kognitif, belajar dapat terjadi tanpa ada perubahan langsung dalam perilaku, bukti
perubahan dalam struktur mental dapat terjadi dalam beberapa waktu kemudian. "struktur mental"
bahwa perubahan termasuk skema, keyakinan, tujuan, harapan dan komponen lainnya. Dalam
pelajaran david, karena randy misalnya sadar walaupun tentang kebutuhannya untuk membuat
catatan, dan Tanta, Rendy dan Juan membentuk hubungan, dalam pikiran mereka, menghubungkan
informasi dari grafik, transparansi, dan demonstrasi.

Baik teori behaviorisme atau kognitif sosial dapat menjelaskan upaya siswa-siswa. Bagaimana
informasi "di kepala pelajar itu" diperoleh, dan bagaimana disimpan? Kita menjawab pertanyaan-
pertanyaan pada bagian berikutnya kita mengamati pengolahan informasi, salah satu yang pertama
dan paling diteliti secara deskripsi tentang bagaimana orang mengingat (Hunt & Ellis, 1999).
Pengolahan Informasi
Pengolahan informasi adalah teori belajar yang menjelaskan bagaimana rangsangan memasukkan
sistem ingatan kita, dipilih dan terorganisir untuk penyimpanan, dan diambil dari memori (Mayer,
1998a). Teori belajar kognitif yang paling menonjol dari abad ke-20, ia memiliki implikasi penting untuk
mengajar hari ini (Mayer, 1998b).

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam
aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan
tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar
kognitif:

* Teori Belajar Piaget


Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam
penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur.
Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang
keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-
tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)


Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan
jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain
mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang
penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan
akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya
akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)


Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan
dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan
anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh
egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)


Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam
sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra.
Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran
yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat
saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti
logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)


Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan
operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat
mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak
jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan
membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak
menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

* Taxonomy SOLO
Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori
pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan analisis
serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah
berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada
usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak
sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda
tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep
berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi
eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap
sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara
dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil
pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana
diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori
Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu
utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal
dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan
antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau
respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep
struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung
sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif
hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh
pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas
tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam
taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas
dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini
juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal
konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di
matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda.
Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam
perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih
proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis
terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan
butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja
melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke
waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa
diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level tersendiri yang diberi
nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang
dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level
yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model
tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi
yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya.
Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning
menjadi normanya.

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1. Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun kemampuan
untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan
yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit
knowledge.

2. Mode Iconic
Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen yang
diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti
dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan
strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-gambaran
mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang
berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal ada pada mode
concrete symbolic.

3. Mode Concrete Symbolic


Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai
merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system
symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah
hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di
sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah mode terbesar
sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan
mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

4. Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori tanpa
bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula
hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada
mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5. Mode Post Formal


Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada
penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini adalah
kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan kemampuan
berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;

1. Tahap Pre-Structural.
Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling
berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai
makna apapun.

2. Tahap Uni-Structural.
Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan
konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang
dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan
prosedur sederhana.

3. Tahap Multi-Structural.
Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah
satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi
sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap ini.
Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara lain;
membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar,
menggabungkan dan melakukan algoritma.

4. Tahap relational.
Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan. Pada
tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan konsep,
memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah konsep
pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan kemampuan pada
tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat,
menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.

5. Tahap Extended Abstract


Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang sudah
diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat
melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang
merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori, membuat hipotesis,
membuat generalisasi, melakukan refleksi serta membangun suatu konsep.

* Teori Belajar Van Hiele

Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954),
yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri. Van Hiele adalah
seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran geometri. Hasil
penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan
pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan
metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar geometri yaitu;

a. Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun
belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh
jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau
keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang
berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b. Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang
diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut.
Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi
yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar
adalah belah ketupat dan sebagainya.

c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan sebutan
berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini anak telah
mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar adalah
jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-
benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu
bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu
menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum
memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.

d. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan
dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah mengerti peranan
unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah didefinisiskan. Misalnya anak
telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah mampu menggunakan postulat
atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.

Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut,
sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat
tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pebuktian dua segitiga
yang sama dan sebangun(kongruen).

e. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar
yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau
postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan
kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk
dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.

Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori belajar konitif
yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.

------

RUJUKAN:

1. Atherton J S (2005) Learning and Teaching: SOLO Taxonomy [On-line] UK: Available:
http://www.learningandteaching.info/learning/solo.htm Accessed: diakses tanggal 17 January
2009.
2. Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
3. Karso, et.al.(1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.
4. Suherman, Erman & Winataputra, Udin S. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika.
Depdikbud. Jakarta.
5. Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
6. Biggs, J. B. and Collis, K. F. (1991). Multimodal learning and the quality of intelligent behaviou.
In H.Rowe (ed.).
7. Crowley, L Mary.(1987). “The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought.”
Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM).
United State of America.
8. Biggs, J.B & Collis, K.F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: the SOLO Taxonomy. New
York: Academic Press.
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemam
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah be
menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (kelu
Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tid
dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan gur
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan peng
merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang ju
faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitam
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupa
yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:

1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah l
kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat dia
sebagai aliran koneksionisme (connectinism).

2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan res
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui ad
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yan
Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian
sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah
untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologi
biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dala
dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam

4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan b
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan,
sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan deng

5. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain ya
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konse
lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi d
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tok

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jas
aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan per
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yan

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaran
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hub
akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin l
terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu b
satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendoron
atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertam
dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov


Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, dianta
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah dip
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner


Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati me
belajar, diantaranya :

3. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
akan meningkat.

4. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses con
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemun
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical co
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih
teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku i
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu ter
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga mas
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : W
prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang men
(the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (Th
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terh
behavioristik.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan da
adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Re
dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata
semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan je
pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement a
dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaa
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disipli

Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah


a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .
d) sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan d
e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
f) Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka r
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” y
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari b
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai