KELOMPOK 5
Amelia Khoirunnisa
1706012822
Dinda Ayu Fadhillah
1706012532
Licha Hadi Suparlan
1706014393
Ranjani Salsabilla
1706011031
“Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah atau tugas yang
terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak atau belum pernah disajikan atau digunakan sebagai bahan untuk
makalah atau tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menyatakan menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini
dapat diperbankan dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Nama : Amelia Khoirunnisa
NPM :
Tanda Tangan :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Analisis
Kondisi Kinerja PT Bank Central Asia Tbk.”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah Akuntansi Bank.
Dalam menyusun makalah ini penulis telah mengarahkan segala kemampuan yang
dimiliki. Penulis pun mendapatkan saran serta masukan dari banyak pihak. Maka dari itu,
perkenankan penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. Tuhan YME yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis
selama proses belajar.
2. Kedua orang tua para penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam
penyelesaian tugas kuliah dan studi penulis.
3. Pak Suharno selaku dosen mata kuliah Akuntansi Bank yang telah memberikan
pelajaran dan saran kepada penulis.
4. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi
Bank.
Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dalam mencapai kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki
segala kekurangan yang ada, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua
pihak yang membutuhkan pada umumnya dalam meningkatkan pengetahuan.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
3.2 Gambaran Umum Laporan Keuangan BCA .................................................. 17
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GRAFIK
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pada tahun 2001 BCA melakukan Penawaran Publik Kedua (Secondary Public Offering)
10% dari total saham BCA. Kepemilikan BPPN atas BCA pun berkurang menjadi 60,3%.
Farindo Investment (Mauritius) Limited mengambil alih 51% total saham BCA melalui
proses tender strategic private placement pada tahun 2002. Tahun 2004, BPPN melakukan
divestasi atas 1,4% saham BCA kepada investor domestik melalui penawaran terbatas dan
tahun 2005 Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)
melakukan divestasi seluruh sisa kepemilikan saham BCA sebesar 5,02%.
Pada periode 2000an BCA memperkuat dan mengembangkan produk dan layanan,
terutama perbankan elektronik dengan memperkenalkan Debit BCA, Tunai BCA, internet
banking KlikBCA, mobile banking m-BCA, EDCBIZZ, dan lain-lain.
Memasuki tahun 2010 BCA memulai lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah,
pembiayaan sepeda motor, asuransi umum dan sekuritas. BCA memperkuat bisnis
perbankan transaksi melalui pengembangan produk dan layanan yang inovatif, diantaranya
aplikasi mobile banking untuk Smartphone terkini, layanan penyelesaian pembayaran
melalui e-Commerce, dan mengembangkan konsep baru Electronic Banking Center yang
melengkapi ATM Center dengan tambahan fitur-fitur yang didukung teknologi terkini. Saat
ini kepemilikan saham BCA didominasi oleh masyarakat dan PT Dwimuria Investama
Andalan.
Dalam rangka mencapai visinya untuk menjadi bank pilihan utama andalan masyarakat
yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia, BCA terus membuktikan
konsistensinya guna memuaskan nasabah dengan inovasi-inovasi teknologi dalam layanan
perbankan. Berbagai inovasi terus dilakukan oleh BCA untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan menciptakan tata kelola perusahaan yang baik.
BCA juga selalu berupaya untuk meningkatkan laba usaha diiringi dengan prinsip kehati-
hatian dalam penyaluran kredit sehingga dapat menekan peningkatan angka NPL
dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan Indonesia. Besarnya laba yang dihasilkan
oleh BCA merupakan indikator kondisi kinerja keuangan yang baik.
Kondisi kinerja keuangan yang baik dapat ditunjukkan oleh hasil laporan keuangan
BCA. Laporan keuangan tersebut dapat disajikan dalam beberapa periode sesuai dengan
kebutuhan manajemen maupun pihak eksternal. Laporan keuangan sendiri merupakan
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu
2
periode tertentu (Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, 2013). Kondisi yang dimaksud
merupakan besaran pos-pos yang tertera dalam berbagai laporan keuangan, seperti jumlah
aktiva dan liabilitas dalam neraca serta jumlah pendapatan dan biaya dalam laporan laba
rugi. Untuk dapat mengetahui arti dibalik kondisi keuangan tersebut maka diperlukan suatu
analisis terhadap angka-angka yang tertera dalam berbagai pos di laporan keuangan. Analisis
laporan keuangan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk membedah laporan keuangan
ke dalam unsur-unsurnya dan menelaah masing-masing dari unsur tersebut dengan tujuan
untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan
itu sendiri. (Hery, 2016)
Dalam melakukan analisis laporan keuangan maka diperlukan suatu alat untuk dapat
membandingkan antara suatu angka yang terdapat dalam suatu pos di laporan keuangan
dengan angka yang terdapat di pos lainnya. Alat tersebut berupa rasio keuangan seperti rasio
likuiditas, rasio profitabilitas, dan rasio aktivitas. Dengan membandingkan angka-angka
tersebut maka akan dapat disimpulkan posisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu
sesuai dengan periode laporan keuangan yang dianalisis.
Hasil analisis laporan keuangan sangat berguna bagi manajemen bank untuk
mengidentifikasi kinerjanya. Ketika hasilnya ternyata menurun maka manajemen dapat
dengan tanggap memperbaiki dan meningkatkan kinerja mereka. Investor juga
membutuhkan informasi ini guna mengambil keputusan investasi.
Berdasarkan uraian di atas terkait pentingnya analisis laporan keuangan guna
mengetahui posisi keuangan PT Bank Central Asia Tbk., maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan analisis laporan keuangan PT Bank Central Asia Tbk. dengan menggunakan
analisis rasio.
Dari penulisan latar belakang yang ada maka masalah yang diangkat dalam penulisan
makalah ini adalah
1. Apa pengertian dan fungsi analisis laporan keuangan?
2. Bagaimana hasil analisis rasio BCA terhadap laporan keuangan BCA periode 2016,
2017, dan 2018?
3
3. Bagaimana kondisi kesehatan BCA pada tahun 2016, 2017, dan 2018 berdasarkan
analisis RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, and Capital)?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian laporan keuangan dan fungsi dari laporan keuangan.
2. Mengetahui perkembangan BCA dalam likuiditas, profitabilitas, dan solvabitasnya
berdasarkan analisis rasio terhadap laporan keuangan BCA periode 2016, 2017, dan
2018.
3. Mengetahui kondisi kesehatan BCA berdasarkan analisis RGEC (Risk Profile, Good
Corporate Governance, Earning, and Capital).
4
BAB 2
LANDASAN TEORI
5
1. Neraca (Balance Sheet) adalah sebuah laporan yang sistematis tentang posisi aset,
kewajiban, dan ekuitas perusahaan per tanggal tertentu. Tujuan dari laporan ini tidak
lain adalah untuk menggambarkan posisi keuangan perusahaan.
2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) merupakan laporan yang sistematis tentang
pendapatan dan beban perusahaan untuk satu periode waktu tertentu. Laporan laba
rugi ini pada akhirnya memuat informasi mengenai hasil kinerja manajemen atau
hasil kegiatan operasional perusaahan, yaitu laba atau rugi bersih yang merupakan
hasil dari pendapatan dan keuntungan dikurangi dengan beban dan kerugian.
3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flows) adalah sebuah laporan yang
menggambarkan arus kas masuk dan arus kas keluar secara terperinci dari masing-
masing aktivitas.
Sedangkan tujuan laporan keuangan untuk organisasi bukan pencari laba adalah :
1. Untuk menilai kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan kepada publik.
2. Untuk menilai bagaimana manajemen melakukan aktivitas pembiayaan dan
investasi.
3. Memberikan informasi tentang kinerja organisasi.
6
2.3 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut Soemarso S.R (1996), analisis laporan keuangan adalah hubungan antara suatu
angka dalam laporan keuangan dengan angka yang lain yang mempunyai
makna/menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena. Angka-angka dalam laporan
keuangan akan sedikit artinya kalau dilihat secara sendiri-sendiri. Dengan analisis
pemakaian laporan keuangan akan lebih mudah menginterprestasikannya.
Menganalisis laporan keuangan berarti membedah laporan keuangan dan menelaah
masing-masing unsur dengan tujuan untuk menilai kinerja suatu perusahaan, baik secara
internal maupun untuk dibandingkan dengan perusahaan lain yang berada dalam suatu
industry yang sama. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif suatu perusahaan
dalam menjalankan operasionalnya. Analisis laporan keuangan juga berguna bagi investor
dan pemangku kepentingan lainya. Alat Analisa laporan keuangan yang paling popular dan
banyak digunakan adalah Analisa rasio. Rasio-rasio yang paling sering digunaka untuk
menganalisa laporan keuangan adalah rasio untuk mengukur likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas dan kualitas asset.
2.4 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan memiliki tujuan utama yaitu untuk memberikan gambaran
mengenai hasil yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode waktu yang telah
berlalu.
Kemudian laporan keuangan juga memiliki fungsi sebagai alat pertanggungjawaban
manajemen baik kepada pemilik perusahaan maupun pihak eksternal yang membutuhkan
seperti otoritas moneter dan instansi-instansi lainnya.
Oleh karena itu, untuk dapat digunakan sebagai alat dalam pengambilan keputusan
angka-angka dalam laporan keuangan pun perlu diolah melalui metode analisis tertentu.
Dalam bukunya yang berjudul (Analisis Laporan Keuangan, 2013) Kasmir
mengungkapkan ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya
analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis
laporan keuangan adalah:
1. untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik
harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa
periode;
7
2. untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan
perusahaan;
3. untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki;
4. untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke
depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini;
5. untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran
atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal;
6. dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil
yang mereka capai.
1. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh
mana tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya
yang akan segera jatuh tempo. Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi
8
kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut
dikatakan sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak
memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh
tempo, perusahaan tersebut dikatakan sebegai perusahaan yang tidak likuid. Rasio
yang diukur dalam rasio likuiditas yaitu :
a. Quick Ratio
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
Quick ratio atau rasio sangat lancar merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan bank dalam memenuhi atau membayar utang jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki seperti kas dan saldo giro yang terdapat di
Bank Indonesia atau bank lain. Semakin tinggi rasio ini maka bank pun dikatakan
semakin likuid.
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑎𝑛
𝐿𝐷𝑅 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
Loan to Deposit Ratio merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya di saat nasabah mengambil dananya dan
menyalurkan pinjaman kepadan debitur. Jika nilai LDR tinggi, maka perbankan
dinilai tidak memiliki likuiditas yang cukup memadai untuk menutupi kewajibannya
terhadap DPK. Berdasarkan PBI No. 17/11/PBI/2015 disebutkan bahwa batas bawah
LDR bank sebesar 78% dan batas atasnya sebesar 92%.
c. Loan to Asset Ratio (LAR)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑎𝑛
𝐿𝐴𝑅 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
9
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan
kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan
total aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin
rendahnya tingkat likuiditas bank.
2. Rasio Solvabilitas atau Leverage
Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
membayar seluruh kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya apabila
bank dilikuidasi. Rasio yang digunakan untuk mengukur solvabilitas bank yaitu:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR)
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘
𝐶𝐴𝑅 = 𝑥 100%
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜
Capital Adequacy Ratio atau CAR merupakan rasio kecukupan modal yang
menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana yang akan digunakan
untuk mengatasi kemungkinan risiko kerugian. Semakin besar nilai CAR
mencerminkan kemampuan perbankan yang semakin baik dalam menghadapi
kemungkinan risiko kerugian.
b. Debt to Equity Ratio (DER)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
𝐷𝐸𝑅 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝐴𝑅 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
10
DAR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar
utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek menggunakan total
aset. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar aset bank dibiayai oleh
utang.
3. Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan bank dalam mencari
keuntungan atau rasio yang menggambarkan kemampuan bank dalam menghasilkan
laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya. Rasio yang
termasuk ke dalam rasio profitabilitas yaitu:
a. Net Profit Margin
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑁𝑃𝑀 = 𝑥 100%
𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑅𝑂𝐸 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Rasio ini membandingkan total laba bersih yang dihasilkan bank dengan total
modal sendiri. ROE merupakan indikator yang sangat penting bagi para
stakeholder untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih
yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Kenaikan rasio ini berarti terjadi
11
kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Dan kenaikan tersebut akan
menaikkan harga saham.
c. Return on Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan bank dalam
memperoleh laba secara keseluruhan dari aset yang dimiliki. Semakin besar
ROA, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai dan makin baik kondisi
keuangan bank dari sisi penggunaan aset.
d. Net Interest Margin (NIM)
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝐵𝑂𝑃𝑂 = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
12
BOPO, maka semakin tidak efisien manajemen bank dalam mengelola beban
operasionalnya. Rasio BOPO yang bagus adalah yang semakin kecil. Turunnya
rasio BOPO mengindikasikan bahwa bank mampu menurunkan beban
operasional dan memaksimalkan pendapatan.
4. Rasio Kualitas Aset
Rasio kualitas aset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas aset
yang dimiliki oleh bank. Dalam hal ini yang dimaksud sebagai aset bank adalah
kredit yang disalurkan
a. Non Performing Loan (NPL)
𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑁𝑃𝐿 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
NPL merupakan rasio yang membandingkan antara jumlah kredit dengan kualitas
kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia
dengan total aktiva produktif yaitu total seluruh kredit yang disalurkan oleh bank.
Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa bank mengalami kesulitan
likuiditas.
13
BAB 3
PEMBAHASAN
Gambar 1 Logo
14
Perubahan Nama : Efektif pada 2 September 1975, nama Bank diubah menjadi
PT Bank Central Asia (BCA)
Kantor Pusat : Menara BCA, Grand Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 1
Jakarta 10310 Tel. (62 21) 23588000 Fax. (62 21) 23588300
Jumlah Jaringan : 1.249 cabang, 17.778 ATM, dan ratusan ribu EDC
Entitas Anak : • PT BCA Finance • BCA Finance Limited • PT Bank BCA
Syariah • PT BCA Sekuritas • PT Asuransi Umum BCA
• PT Central Santosa Finance • PT Asuransi Jiwa BCA • PT
Central Capital Ventura
Website Perusahaan : www.bca.co.id dan www.klikbca.com
Call Center : Halo BCA 1500888
Sekretaris Perusahaan : • Hubungan Masyarakat • Investor Relations Menara BCA,
Lantai 20 Grand Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 1 Jakarta
10310 Tel. (62 21) 2358 8000 Fax. (62 21) 2358 8300
E-mail: humas@bca.co.id investor_relations@bca.co.id
3.1.1 Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan
Visi
Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting
perekonomian indonesia.
Misi
4 Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi
keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.
5 Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat
demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah.
6 Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA.
Tata Nilai
1. Kerjasama tim.
2. Fokus pada nasabah.
3. Berusaha mencapai yang terbaik.
4. Integritas.
15
3.1.2 Riwayat Singkat Perusahaan
NV Perseroan Dagang Dan Industrie Semarang Knitting Factory didirikan oleh Sudono
Salim pada tahun 1955 berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan No. 38 kemudian disahkan
Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No.J.A.5/89/19 pada tanggal 10 Oktober 1955
sebagai cikal bakal Bank Central Asia (BCA). BCA mulai beroperasi pada 21 Februari 1957
dan berkantor pusat di Jakarta.
Memasuki tahun 1977 BCA mendapatkan status sebagai Bank Devisa. BCA mulai
melakukan perluasan terhadap jaringan kantor cabang dan menerapkan online banking
system secara agresif di tahun 1980an. Di tahun 1990an BCA semakin mengembangkan
jaringan layanan ATM ditandai dengan penempatan 50 unit ATM di wilayah Jakarta.
BCA merupakan bank yang mampu melewati krisis moneter 1998. Hal ini berkat
bantuan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Proses rekapitalisasi BCA
selesai pada tahun 1999, dimana Pemerintah Indonesia melalui BPPN menguasai 92,8%
saham BCA sebagai hasil pertukaran dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Pada tahun
2005 Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)
melakukan divestasi seluruh sisa kepemilikan saham BCA sebesar 5,02%.
16
Terhitung sejak 31 Mei 2000 BCA mulai melakukan pencatatan saham di Bursa Efek
Indonesia yang membuat nama perusahaan menjadi PT Bank Central Asia Tbk.
Pada tahun 2007 BCA menjadi pelopor dalam menawarkan produk kredit kepemilikan
rumah dengan suku bunga tetap. BCA meluncurkan kartu prabayar, Flazz Card serta mulai
menawarkan layanan Weekend Banking untuk terus membangun keunggulan di bidang
perbankan transaksi.
BCA terus melakukan inovasi terhadap layanan dan teknologinya hingga tahun 2018. Di
bidang e-commerce dan cashless payment settlement, BCA membangun kolaborasi dengan
perusahaanperusahaan fi ntech atau e-commerce melalui Application Programming Interface
(API) platform yang memfasilitasi konektivitas antara sistem perusahaan-perusahaan
tersebut dengan sistem perbankan transaksi BCA. Berbagai metode pembayaran transaksi
secara online terus dibangun. Melalui aplikasi ‘BCA Mobile’ dan ‘Sakuku’, BCA
meluncurkan fitur peer-to-peer transfer berbasis teknologi QR code di tahun 2018. BCA juga
Memanfaatkan teknologi artifi cial intelligence, BCA mengembangkan ‘VIRA’ suatu
Virtual Assistant yang dapat diakses melalui berbagai aplikasi chat ternama.
18
Gambar 4 Data Quick Ratio
19
Proses perhitungan:
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
69.006.737
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (2016) = 𝑥 100% = 13,02 %
530.133.625
69.320.612
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (2017) = 𝑥 100% = 11,93 %
581.115.442
73.737.690
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (2018) = 𝑥 100% = 11,07 %
629.812.017
Quick ratio
14
13 13.02
12 11.93
11 11.07
10
2016 2017 2018
Quick ratio
Pada tahun 2017 Quick Ratio BCA mengalami penurunan sebesar 1,09% dari 13,02% pada
tahun 2016 menjadi 11,93%. Kemudian pada tahun 2018 terus terjadi penurunan sebesar
0,86% dari tahun 2017 menjadi 11,07%. Hal ini terjadi dikarenakan peningkatan aset sangat
20
lancar yang lebih kecil jumlahnya dibandingkan peningkatan dana pihak ketiga yang
dihimpun oleh BCA. Meskipun Quick Ratio BCA menurun selama tiga tahun terakhir,
jumlah aktiva sangat lancar BCA yang mencakup kas, giro BI, dan giro pada bank lain selalu
mengalami peningkatan sejalan dengan pesatnya peningkatan DPK BCA. BCA terus
menjaga posisi kas pada level yang memadai untuk memenuhi kebutuhan transaksi nasabah
dalam bentuk uang tunai. Pesatnya peningkatan DPK yaitu sebesar 9,6% pada tahun 2017
dan 8,4% pada tahun 2018. Peningkatan DPK BCA dipengaruhi oleh perputaran dana tax
amnesty pemerintah dan kualitas layanan BCA yang selalu konsisten.
2. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR
82 81.6
80
78 78.2
77.1
76
74
2016 2017 2018
LDR
Loan to Deposit Ratio (LDR) BCA terus mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir.
Pada tahun 2017 LDR BCA meningkat sebesar 1,1% dari sebelumnya 77,1% pada tahun
2016 menjadi 78,2% dan pada tahun 2018 meningkat sebesar 3,4% dari tahun sebelumnya
21
menjadi 81,6%. Peningkatan LDR ini tidak mengindikasikan kondisi likuiditas yang buruk
bagi BCA dikarenakan pada tahun 2016 dan 2017 LDR BCA masih berada di bawah batas
bawah LDR yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 80% yang sebelumnya sebesar
78%. BCA bahkan dapat dikatakan sangat likuid. Hal ini dikarenakan BCA menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, maka pada tahun 2016-2018 BCA sangat
selektif memilih calon debiturnya. Kemudian untuk mengikuti peraturan batas bawah LDR
yang ditetapkan pemerintah, BCA pun berupaya untuk meningkatkan penyaluran kreditnya
yang akan meningkatkan LDR nya supaya tidak terkena penalti GWM.
22
Proses perhitungan:
415.896.690
LAR (2016) = x 100% = 61,45%
676.738.753
467.508.825
LAR (2017) = x 100% = 62,31%
750.319.671
538.099.448
LAR (2018) = x 100% = 65,24%
824.787.944
LAR
66
65 65.24
64
63
62 62.31
61.45
61
60
59
2016 2017 2018
LAR
Pada perhitungan Loan to Asset Ratio pada tahun 2016 – 2018 mengalami kenaikan. Pada
tahun 2016 rasio ini menunjukan angka 61,45% yang artinya Bank BCA memerlukan
61,45% dari aset totalnya untuk memberikan kredit kepada pihak ketiga, pada tahun 2017
rasio ini meningkat menjadi 62,30% dengan peningkatan rasio ini mengindikasikan bahwa
Bank BCA meningkatkan kebutuhan aset totalnya untuk memberikan kredit kepada pihak
debitur, pada tahun 2018 rasio ini juga meningkat menjadi 65,24%.
23
Pada tahun 2016-2018 Loan to Asset Ratio ini terus meningkat, yang artinya dalam tiga
tahun terakhir ini Bank BCA memerlukan semakin banyak aset total untuk membiayai kredit
yang diberikan. Walaupun LAR mengalami peningkatan namun total aset bank BCA ikut
mengalami peningkatan yang menyebabkan tingkat likuiditas Bank BCA tetap terjaga.
3.3.2 Rasio Profitabilitas
1. Return on Asset (ROA)
24
Gambar 7 Data ROA
Perhitungan ROA:
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
ROA
3.6
3.5
3.4
3.2
3.11
3 3.05
2.8
2016 2017 2018
ROA
Dari data di atas dapat disimpulakan bahwa Retun On Aset di tahun 2017 meningkat
sebesar 0.06% dari tahun sebelumnya dan di tahun 2018 terjadi peningkatan sebesar
0.02% dari tahun 2017 . Dengan demikian hasil pengembalian atas aset dari tahun
2016 sampai 2018 selalu meningkat ini berarti telah terjadi peningkatan kinerja
25
manajemen dalam menghasilkan laba bagi perusahaan dan juga dapat disebabkan
karena aktivitas penjualan yang optimal, banyaknya aset yang produktif, dapat
memanfaatkan aset secara maksimal untuk menciptakan penjualan dan juga
kenaikan laba dapat didorong karena kenaikan pedapatan bunga dan fee based
income serta melandainya proses recovery kredit yang juga menyumbang kenaikan
ROA.
2. Return on Equity (ROE)
26
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
ROE
18.5
18.3
18
17.75
17.5
17 17.03
16.5
16
2016 2017 2018
ROE
Dari data diatas dapat dilihat bahwa Return On Equity BCA pada periode 2016
sampai 2018 terus mengalami penurunan setiap tahunya, hal ini berarti terdapat
penurunan kemampuan BCA dalam mengelola modalnya untuk memperoleh laba
atau keuntungan. Pada tahun 2017 terjadi penurunan ROE sebesar 0.54% dari tahun
2016 dan di tahun 2018 juga terjadi penurunan ROE sebesar 0.73% dari tahun
sebelumnya yaitu tahun 2017, hal ini dikarenakan perusahaan tidak
memaksimalkan sumber dayanya untuk membagi dividen yang besar pada investor
atau hal tersebut sejalan dengan kebijakan BCA untuk menjaga soliditas posisi
permodalan bank dengan mengakumulasi laba yang ditahan guna mendukung
27
pengembangan bisnis jangka panjang dan mempersiapkan penerapan regulasi Basel
III di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir BCA menyesuaikan dividen payout
ratio untuk memperkokoh permodalan.
LABA BERSIH
28
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
NPM
42
41 40.92 41.01
40
39
38.36
38
37
2016 2017 2018
NPM
Dari data diatas dapat dilihat bahwa Net Profit Margin BCA pada periode 2016
sampai 2018 terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, hal ini dapat diartikan
sebagai peningkatan kemampuan BCA dalam memperoleh laba dari kegiatan
operasi pokoknya. Pada tahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 2.56% dan di tahun
2018 juga terjadi peningkatan sebesar 0.09% dari tahun sebelumnya. Rasio ini
mengalami kenaikan karena bisa diindikasikan bahwa penjualan bersih BCA
mengalami kenaikan yang lebih signifikan dibanding beban opersional BCA
sehingga turut menaikkan rasio NPM-nya, semakin naik rasio NPM menunjukan
bahwa perusahaan mampu untuk terus bertumbuh semakin baik.
29
4. Net Interest Margin (NIM)
30
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
NIM
10
9.5 9.63
9 8.94
8.5 8.41
8
7.5
2016 2017 2018
NIM
Dari data diatas NIM BCA mengalami penuruan di tahun 2017 sebesar 0.72% dan
ditahun 2018 sebesar 0.6% hal ini disebabkan karena penurunan suku bunga kredit
yang cukup signifikan dan meningkatnya volume deposito yang menyebabkan rasio
NIM mengalami penurunan namun sejak tahun 2016. BCA terus melakukan
penyesuaian suku bunga di semua segmen kredit yang sejalan dengan kondisi
penurunan suku bunga perbankan maupun ketatnya kompetisi antar bank. Untuk
mempertahankan profitabilitas, langkah penyesuaian suku bunga kredit diimbangi
dengan penurunan suku bunga deposito dan tabungan. Di tahun 2018 juga
31
mengalami penurunan namun lebih baik dari pada penurunan di tahun 2017.
Meskipun suku bunga mengalami kenaikan di tahun 2018, namun belum dapat
meningkatkan NIM perbankan. Hal ini disebabkan oleh dampak dari penurunan
suku bunga yang cukup signifikan di tahun-tahun sebelumnya dan lebih agresifnya
sektor perbankan dalam menaikkan suku bunga deposito dibandingkan suku bunga
kredit di tahun 2018.
5. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
BOPO
61
60.5 60.4
60
59.5
59
58.5 58.6
58 58.2
57.5
57
2016 2017 2018
BOPO
32
Dilihat dari tabel di atas BOPO BCA mengalami penurunan dari tahun 2016 hingga
tahun 2018. Pada tahun 2017 BOPO BCA mengalami penurunan sebesar 1,8% dari
60,4% pada tahun 2016 menjadi 58,6%. Kemudia pada tahun 2018 BOPO BCA
kembali mengalami penurunan yaitu sebesar 0,4% menjadi 58,2%. Hal ini
menandakan bahwa BCA mampu memangkas biaya operasional dan
mengefisiensikan dana yang dimiliki. BCA berupaya melakukan peningkatan
pengguna internet dan mobile banking sejalan dengan program efisiensi BCA
mengingat biaya operasional kantor cabang dan ATM jauh lebih tinggi
dibandingkan biaya operasional internet dan mobile banking.
3.3.3 Rasio Solvabilitas
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
33
CAR dapat dihitung menggunakan:
Modal Sendiri
CAR = x 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
CAR
CAR
24
23.5 23.4
23 23.1
22.5
22 21.9
21.5
21
2016 2017 2018
Dilihat pada tahun 2016, nilai rasio CAR adalah sebesar 21,90%, lalu pada tahun
2017 mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebesar 1,2% menjadi 23,10%
peningkatan ditahun 2017 menunjukan bahwa terjadinya penguatan terhadap modal
untuk menghadapi risiko kerugian apabila hal tersebut terjadi. Lalu pada tahun 2018
nilai rasio ini kembali meningkat, BCA memiliki tingkat permodalan yang sangat
memadai dengan rasio CAR sebesar 23,4%, di atas ketentuan minimum sesuai
profil risiko sebesar 14%. Jika dilihat dari nilai rasio ini, Bank BCA telah memenuhi
permodalan minimum sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Hal ini
menandakan bahwa Bank BCA memiliki struktur permodalan yang sehat yang
memiliki kemampuan untuk mengimbangi berbagai risiko seperti risiko kredit,
risiko pasar, maupun risiko operasional.
Debt to Asset Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menjamin hutang-hutangnya dengan sejumlah aktiva yang
34
dimilikinya. Semakin tinggi total debt semakin besar jumlah modal pinjaman yang
digunakan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Semakin tinggi nilai DAR maka mengidentifikasikan:
a. Semakin besar jumlah aset yang dibiayai oleh hutang
b. Semakin kecil jumlah aset yang dibiayai oleh modal
c. Semakin tinggi risiko perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban
jangka panjang
d. Semakin tinggi beban bunga hutang yang harus ditanggung
perusahaan
Total Hutang
DAR = x 100%
Total Aset
Perhitungan DAR:
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
35
DAR
DAR
83
82.83
82.5
82 81.95
81.5
81 81.04
80.5
80
2016 2017 2018
Berdasarkan dari data diatas, rasio DAR pada tiga tahun terakhir mengalami
penurunan yaitu pada tahun 2016 nilai rasio ini sebesar 82,83%, pada tahun 2017
sebesar 81,95%, dan pada tahun 2018 nilai rasio ini menurun lagi menjadi sebesar
81,04%. Dengan menurunnya nilai rasio ini menunjukkan bahwa sedikitnya aset
BCA yang dibiayai oleh utang atau dengan kata lain sebagian besar aset BCA
dibiayai oleh modalnya sendiri. Dapat dilihat meskipun total liabilitas BCA yang
diperoleh dari dana pihak ketiga meningkat setiap tahunnya, hal ini tetap diiringi
dengan jumlah asetnya yang semakin meningkat.
3. Debt To Equity Ratio (DER)
Periode
Keterangan
2018 2017 2016
36
Gambar 14 Data DER
DER
5.1
5
4.97
4.9
4.8
4.7 4.68
4.6
4.5 4.53
4.4
4.3
2016 2017 2018
DER
Berdasarkan data di atas rasio DER pada bank BCA dari tahun 2016 sampai 2018
mengalami penurunan, di tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 0,29x menjadi
4.68x dan ditahun 2018 mengalami penurunan sebesar 0.14x menjadi 4.53x,
mengalami penurunan karena total utang terus bertambah setiap tahunnya tetapi
total ekuitas dapat mengimbanginya. Rasio DER semakin turun semakin bagus
karena berarti semakin besar jumlah modal BCA yang dapat dijadikan sebagai
jaminan utang. Dengan demikian tentu saja akan memudahkan BCA untuk
mendapatkan tambahan pinjaman yang baru dari investor.
37
3.3.4 Rasio Kualitas Aset
1. Non-Performing Loan (NPL)
𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑐𝑒𝑡
𝑁𝑃𝐿 𝑁𝑒𝑡𝑡 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
38
Non-Performing 2018 2017 2016
Loan (NPL)
NPL Gross 1,4% 1,5% 1,3%
NPL Nett 0,4% 0,4% 0,3%
Tabel 11 Kualitas Aset NPL
NPL
NPL
1.55
1.5 1.5
1.45
1.4 1.4
1.35
1.3 1.3
1.25
1.2
2016 2017 2018
Pada tahun 2017 terjadi kenaikan NPL Gross sebesar 0,2% dari 13% di tahun 2016
menjadi 1,5%. Kemudian pada tahun 2018 NPL Gross BCA mengalami penurunan
sebesar 0,1% menjadi 1,4%. Kenaikan NPL BCA pada tahun 2017 dipengaruhi oleh
keputusan untuk meningkatkan penyaluran fasilitas kreditnya dan meningkatkan
cadangan kredit bermasalah tercatat lebih besar pada tahun sebelumnya. BCA
membukukan beban cadangan kerugian penurunan nilai kredit sebesar Rp 1,8
triliun sehingga posisi cadangan kerugian penurunan nilai kredit mencakup 190,7%
dari seluruh nilai kredit bermasalah di tahun 2017. Namun kualitas kredit BCA tetap
terjaga karena NPL nya masih dibawah rata-rata NPL industri sebesar 2,6%.
Kemudian pada tahun 2018 berkat penerapan manajemen risiko secara disiplin
dalam penyaluran kredit, BCA mencapai pertumbuhan kredit yang berkualitas
dengan rasio NPL sebesar 1,4% pada tahun 2018, berada dalam batasan risk
appetite Bank dan relatif rendah di industri perbankan yang sebesar 2,4%. BCA
menerapkan prinsip kehati-hatian dan senantiasa melakukan pemantauan kualitas
kredit sehingga risiko kredit dapat terkendali. Pada tahun 2018 BCA berhasil
39
meningkatkan penyaluran kredit di semua segmen, baik korporasi, komersial dan
Usaha Kecil & Menengah (UKM) dan konsumer, namun rasio kredit ‘dalam
perhatian khusus’ terhadap total kredit masih cukup tinggi pada level 4,5% di 2018.
Kondisi kesehatan suatu bank merupakan faktor penting yang harus dijaga guna
mendukung kelancaran sistem pembayaran. Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan telah
menetapkan aturan mengenai kesehatan perbankan. Melalui aturan tersebut
diharapkan bahwa setiap bank akan selalu dalam kondisi sehat sehingga tidak akan
merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank dan sistem pembayaran
pun akan terjaga kelancarannya.
3.4.1 Pengertian Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang
dapat menjalankan berbagai fungsi yang dimilikinya dengan baik. Dengan kata lain,
bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan
masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi perbankan yaitu menghimpun
dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali, dapat membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan
menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat serta mendorong pertumbuhan perekonomian negara.
Kondisi kesehatan suatu bank juga merupakan cerminan dari kinerja manajemen
bank tersebut.
3.4.2 Analisis Kesehatan Bank Menggunakan Metode RGEC
Sebagai suatu otoritas moneter Bank Indonesia memiliki wewenang untuk
memberikan aturan dalam rangka menjaga tingkat kesehatan suatu bank. Peraturan
tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang saat ini telah masuk dalam SE
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.03/2017 dengan indikator penilaian
yang biasa disebut RGEC yang berisi Risk Profile (Risiko Profil), Good Corporate
Governance (GCG), Earnings (Rentabilitas), dan Capital (Permodalan).
40
Metode RGEC efektif digunakan sejak tanggal 1 Januari 2012. Sebelum
menerapkan metode penilaian RGEC, Bank Indonesia terlebih dahulu telah
menggunakan metode CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning
dan Liquidity) sejak tahun 1991. Selanjutnya mengalami penyempurnaan menjadi
metode CAMELS (Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, dan
Sensitivity to Market Risk) sesuai PBI No. 6/10/PBI/2004 tentang sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum dan SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.
1. Risiko Profil
a) Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada
seluruh aktivitas bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam peminjam dana
(borrower). Risiko kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan
dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan
usaha tertentu. Untuk mengukur faktor risk profile dengan menggunakan dua
indikator yaitu menggunakan Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit
Ratio (LDR).
41
Terdapat lima tingkatan dari penilaian risiko kredit bank, yaitu:
Berikut merupakan hasil penilaian NPL BCA periode 2016, 2017, dan 2018
Di tengah proses pemulihan ekonomi serta tren kenaikan suku bunga acuan,
BCA meninjau ketahanan bisnis para debitur dan pengaruhnya terhadap kualitas
kredit. Meskipun rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loans) sektor
perbankan mengalami perbaikan dari 2,9% di 2016 menjadi 2,6% di 2017 dan 2,4%
di 2018, namun rasio kredit ‘dalam perhatian khusus’ terhadap total kredit masih
cukup tinggi pada level 4,5% di 2018. Berkat penerapan manajemen risiko secara
disiplin dalam penyaluran kredit, BCA mencapai pertumbuhan kredit yang
berkualitas dengan rasio NPL sebesar 1,4% pada tahun 2018, berada dalam batasan
risk appetite Bank dan relatif rendah di industri perbankan. BCA menerapkan
prinsip kehati-hatian dan senantiasa melakukan pemantauan kualitas kredit
sehingga risiko kredit dapat terkendali. Pada tahun 2018 BCA berhasil
meningkatkan penyaluran kredit di semua segmen, baik korporasi, komersial dan
Usaha Kecil & Menengah (UKM) dan konsumer.
42
Pada tahun 2017 kualitas kredit BCA tetap terjaga dengan rasio NPL tercatat
sebesar 1,5%. Rasio NPL BCA berada pada tingkat yang lebih rendah dari rata-rata
sektor perbankan Indonesia. Sedangkan risiko-risiko lainnya, termasuk risiko
operasional BCA, terkelola dengan baik didukung oleh kerangka manajemen risiko
terintegrasi yang mencakup strategi, organisasi, kebijakan dan prosedur, serta
infrastruktur manajemen risiko sehingga risiko-risiko yang dihadapi BCA dapat
dikenali, diukur, dikendalikan dan dilaporkan dengan tepat. Tingkat kerugian
operasional BCA berada jauh di bawah capital charge yang ditetapkan secara
standar oleh regulator.
Penyaluran kredit di tahun 2016 diprioritaskan pada nasabah yang telah
membangun hubungan baik dengan Bank dengan jejak rekam dan prospek usaha
yang baik. Sejalan dengan kenaikan kredit bermasalah pada sektor perbankan rasio
kredit bermasalah (NPL) BCA sebesar 1,3%. BCA membentuk biaya cadangan
kredit yang memadai sebesar Rp 4,5 triliun meningkat 43,9% sehingga rasio
cadangan terhadap NPL tercatat sebesar 229,4% pada akhir tahun 2016.
Berdasarkan perhitungan NPL, selama periode 2016 hingga 2018 BCA berada
dalam status sangat sehat.
Selain menggunakan NPL risiko kredit juga dinilai menggunakan LDR.
Terdapat lima tingkatan dalam perhitungan tingkat kesehatan LDR bank yaitu:
43
Berikut adalah hasil perhitungan LDR BCA periode 2016, 2017, dan 2018
Loan to Deposit Ratio Bank BCA masih dibawah 90% yang artinya tingkat
likuiditas Bank BCA masih sangat likuid. Pada tahun 2016 Loan to Deposit Ratio
Bank BCA sebesar 77,1%, lalu pada tahun 2017 meningkat sebesar 1,1% menjadi
78,2% dan pada tahun 2018 meningkat sebesar 3,4% dari tahun sebelumnya
menjadi 81,6%. Karena Bank BCA menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit, maka pada tahun 2016-2018 Bank BCA sangat selektif memilih
calon debiturnya. Pertumbuhan dana akan terus ditingkatkan untuk menjaga sumber
dana yang sustain, mempertahankan pangsa pasar dana dan menjaga tingkat LDR.
b) Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi
pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Dalam menilai risiko inheren atas
risiko pasar, parameter atau indikator yang digunakan adalah:
a) volume dan komposisi portofolio
b) kerugian potensial (potential loss) risiko suku bunga dalam banking
book (Interest Rate Risk in Banking Book/IRRBB)
c) strategi dan kebijakan bisnis
Adapun upaya pengelolaan yang dilakukan oleh BCA dalam mengelola risiko
pasarnya adalah sebagai berikut:
1. Dalam mengelola risiko nilai tukar valuta asing, Perseroan memusatkan
pengelolaan Posisi Devisa Neto (PDN) pada Divisi Tresuri, yang
menggabungkan Laporan PDN harian dari semua cabang. Secara
44
umum, setiap cabang harus menutup risiko nilai tukar valuta asingnya
pada setiap akhir hari kerja, walaupun ada batas toleransi PDN untuk
setiap cabang tergantung besarnya aktivitas transaksi valuta asing di
cabang tersebut. Perseroan membuat Laporan PDN harian yang
menggabungkan PDN dalam laporan posisi keuangan konsolidasian
maupun rekening administratif (off-balance sheet accounts).
2. Untuk mengukur risiko nilai tukar valuta asing, Perseroan menggunakan
metode Value at Risk (VaR) dengan pendekatan Historical Simulation
untuk kepentingan pelaporan internal, sedangkan untuk perhitungan
pelaporan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Perseroan
menggunakan metode standar sesuai ketentuan regulator.
3. Komponen utama kewajiban Perseroan yang sensitif terhadap
pergerakan tingkat suku bunga adalah simpanan nasabah, sedangkan
aset Perseroan yang sensitif adalah Obligasi Pemerintah, surat-surat
berharga, dan kredit yang diberikan. ALCO secara berkala memantau
perkembangan pasar dan menyesuaikan tingkat suku bunga simpanan
dan kredit.
4. Perseroan menentukan tingkat suku bunga simpanan dan kredit
berdasarkan kondisi pasar dan persaingan dengan memantau pergerakan
tingkat suku bunga acuan dan suku bunga yang ditawarkan oleh bank
pesaing.
a. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas merupakan risiko yang timbul akibat ketidakmampuan
bank untuk memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan aset yang sangat likuid seperti kas dan giro BI tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Dalam menilai
Risiko inheren atas risiko likuiditas, indikator yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a) komposisi dari aset, liabilitas, dan transaksi rekening
administratif
b) konsentrasi dari aset dan liabilitas
c) kerentanan pada kebutuhan pendanaan
45
d) akses pada sumber-sumber pendanaan
e) Cash Ratio
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh BCA untuk mengantisipasi risiko
likuiditasnya yaitu:
a) Perseroan sangat mementingkan penjagaan kecukupan likuiditas dalam
memenuhi komitmennya kepada para nasabah dan pihak lainnya, baik
dalam rangka pemberian kredit, pembayaran kembali simpanan nasabah,
maupun untuk memenuhi kebutuhan likuiditas operasional. Fungsi
pengelolaan kebutuhan likuiditas secara keseluruhan ini dilakukan oleh
ALCO dan secara operasional oleh Divisi Tresuri.
b) Pengukuran dan pengendalian risiko likuiditas dilakukan dengan
pengawasan cadangan likuiditas dan rasio-rasio likuiditas seperti Loan to
Deposit Ratio (LDR), Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable
Funding Ratio (NSFR), melakukan analisis maturity profile, proyeksi arus
kas, serta stress test secara berkala untuk melihat dampak terhadap likuditas
Perseroan dalam menghadapi kondisi ekstrim. Perseroan juga memiliki
contingency funding plan untuk menghadapi kondisi ekstrim tersebut.
c) Perseroan telah menjalankan ketentuan terkait dengan likuiditas sesuai
ketentuan regulator yang mewajibkan Bank untuk menjaga likuiditas
Rupiah (Giro Wajib Minimum/GWM) baik secara harian maupun secara
rata-rata untuk masa laporan tertentu, yang terdiri dari GWM Primer dan
Giro RIM (Rasio Intermediasi Makroprudensial) dalam bentuk giro Rupiah
pada Bank Indonesia, PLM (Penyangga Likuiditas Makroprudensial)
berupa SBI, SDBI, dan SBN, serta GWM valuta asing dalam bentuk giro
valuta asing pada Bank Indonesia.
d) Risiko Operasional
46
dan kejadian eksternal. Dalam menilai risiko inheren atas risiko operasional,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
a. karakteristik dan kompleksitas bisnis
b. sumber daya manusia
c. teknologi informasi dan infrastruktur pendukung
d. fraud, baik internal maupun eksternal
e. kejadian eksternal
Adapun upaya pengelolaan risiko operasional yang telah dilakukan
perseroan adalah sebagai berikut:
a) Manajemen risiko operasional yang andal dan efektif merupakan kunci
utama dalam mempertahankan posisi Perseroan sebagai bank transaksi
terkemuka di Indonesia. Perseroan menghadapi risiko operasional yang
disebabkan oleh kesalahan manusia, ketidakcukupan proses internal,
kegagalan sistem, dan/atau kejadian eksternal. Untuk mengelola,
memitigasi dan meminimalkan risiko operasional tersebut, Perseroan
memiliki Operational Risk Management Framework, dan telah
mengimplementasikan Operational Risk Management Information
System (ORMIS).
b) Sesuai ketentuan regulator terkait Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum, dalam perhitungan rasio kecukupan modal bank (CAR),
Perusahaan telah mengalokasikan modal untuk pencadangan kerugian
dari risiko operasional dengan menggunakan metode Pendekatan
Indikator Dasar (Basic Indicator Approach), di luar alokasi modal untuk
pencadangan kerugian dari risiko kredit dan risiko pasar.
c) Untuk memastikan Perseroan dapat melayani transaksi perbankan yang
berlangsung 24 (dua puluh empat) jam sehari tanpa gangguan, Perseroan
menjalankan 2 (dua) data center secara redundansi yang dirancang untuk
memastikan kelangsungan usaha apabila terjadi kegagalan sistem pada
salah satu diantara dua lokasi data center tersebut. Selain 2 (dua) data
center yang bekerja secara mirroring, Perseroan juga telah memiliki
Disaster Recovery Center (DRC) di Surabaya. Saat ini DRC Surabaya
terus dikembangkan sebagai bagian dari Business Continuity
47
Management Bank dan dirancang untuk dapat beroperasi sebagai Crisis
and Command Center apabila terjadi gangguan atau bencana alam di
wilayah Jakarta yang menyebabkan data center di Jakarta tidak dapat
beroperasi.
d) Perseroan juga sudah mempunyai Secondary Operation Center yang
siap digunakan apabila terjadi gangguan/disaster pada gedung/lokasi
kerja dari Unit Kerja Kritikal Perseroan.
b. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum
dan/atau kelemahan aspek hukum. Risiko ini juga dapat timbul antara
lain karena ketiadaan dan/atau perubahan peraturan perundang-
undangan atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat
sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna sehingga
menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan oleh Bank menjadi
tidak sesuai dengan ketentuan, dan proses litigasi yang timbul dari
gugatan pihak ketiga terhadap bank maupun bank terhadap pihak ketiga.
Dalam menilai risiko inheren atas risiko hukum, parameter atau
indikator yang digunakan adalah:
a. faktor litigasi
b. faktor kelemahan perikatan
c. faktor ketiadaan atau perubahan peraturan perundang-undangan
Risiko hukum inheren dinilai berdasarkan potensi kerugian atas kasus-
kasus yang terjadi di Perseroan dan Perusahaan Anak yang sedang
dalam proses maupun yang sudah selesai di pengadilan dibandingkan
dengan modal secara konsolidasi. Parameter yang digunakan untuk
menghitung potensial kerugian atas kasus yang sedang dalam proses di
pengadilan adalah dasar gugatan (kasus posisi), nilai perkara, dan
dokumentasi hukum. Sementara, parameter yang digunakan untuk
menghitung kerugian dari suatu tuntutan adalah kerugian yang dialami
oleh Perseroan dan Perusahaan Anak berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
48
Bank melalui unit kerja hukum senantiasa melakukan penanganan atas
kasus hukum yang terjadi, baik yang dilakukan oleh Bank secara langsung
maupun menggunakan jasa konsultan hukum atas permintaan risk taking
unit. Upaya yang telah dilakukan perseroan adalah sebagai berikut:
1. Membuat Kebijakan Manajemen Risiko Hukum, mempunyai
ketentuan internal yang mengatur mengenai struktur organisasi
dan job description GHK serta membuat standardisasi dokumen
hukum.
2. Melakukan sosialisasi mengenai dampak peraturan yang baru
berlaku terhadap kegiatan perbankan BCA dan berbagai modus
operandi kejahatan perbankan serta pedoman penanganannya
secara hukum kepada cabang, kantor wilayah, dan unit kerja
kantor pusat terkait.
3. Mendaftarkan aset-aset milik BCA antara lain hak kekayaan
intelektual atas produk dan jasa perbankan BCA serta hak atas
tanah dan bangunan milik BCA pada instansi yang berwenang.
4. Memonitor dan melakukan tindakan hukum atas pelanggaran
terhadap aset-aset BCA termasuk pelanggaran atas hak
kekayaan intelektual milik BCA.
5. Melakukan inventarisasi, memonitor, menganalisa dan
menghitung potensi kerugian yang mungkin timbul terkait
kasus-kasus hukum yang terjadi.
e) Risiko Stratejik
49
d. pencapaian Rencana Bisnis Bank (RBB)
Upaya pengelolaan risiko stratejik yang telah dilakukan perseroan
adalah sebagai berikut:
1. Direksi memberikan arahan dalam penyusunan rencana stratejik
dan inisiatif-inisiatif bisnis yang dituangkan dalam blue print
strategi bisnis 3 tahunan berupa Rencana Bisnis Bank (RBB) dan
Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) untuk
mengendalikan arah kegiatan usaha dan menjaga potensi
timbulnya risiko stratejik. Selanjutnya Dewan Komisaris me-
review dan memberikan persetujan atas RBB dan RKAT. Sub-
Divisi Perencanaan Perusahaan BCA mendukung
perumusan/penyusunan RBB dan RKAT serta memantau
pelaksanaannya dengan menyusun laporan realisasi
dibandingkan dengan rencana bisnis dan anggaran secara
berkala, termasuk melakukan kaji ulang sasaran bisnis baik yang
bersifat finansial maupun non-finansial.
2. Pengkajian RBB dan RKAT secara berkala sesuai dengan
perkembangan bisnis dan keadaan perekonomian Indonesia.
3. Penetapan target pada aspek-aspek bisnis mempertimbangkan
keadaan ekonomi tahun berjalan serta perkiraan tahun yang akan
datang dengan menekankan prinsip kehatihatian,
memperhatikan kapasitas/kemampuan BCA dan tren persaingan
perbankan.
4. Identifikasi, pengukuran, pemantauan risiko stratejik dan
penyusunan laporan profil risiko stratejik secara triwulanan.
5. Penyusunan laporan realisasi RBB yang antara lain memuat
pencapaian kinerja keuangan (realisasi vs budget), realisasi
program kerja perusahaan/divisi dan realisasi pengembangan/
perubahan jaringan kantor.
50
f) Risiko Kepatuhan
51
g) Risiko Reputasi
52
dan digunakan untuk mendukung Bank dalam pengembangan proses
penanganan keluhan secara sistematis.
c) Melakukan pengembangan infrastruktur yang meliputi implementasi
software dan hardware yang tepat guna, pengembangan prosedur serta
manajemen kerja yang semakin baik. Pengembangan infrastruktur
sistem informasi manajemen dapat memudahkan pemantauan dan
mendukung kecepatan dan kualitas kerja organisasi dalam memonitor
dan merespon keluhan nasabah.
BCA memastikan penerapan prinsip dan praktik Tata Kelola Perusahaan yang
Baik (Good Corporate Governance – GCG) pada seluruh jenjang organisasi.
Pelaksanaan GCG berpedoman pada nilai-nilai transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. Penerapan GCG di seluruh
jenjang organisasi BCA telah disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
di dalam negeri dan semakin diselaraskan dengan ketentuan ASEAN Corporate
Governance Scorecard. Pada tahun 2018 BCA menyempurnakan pedoman tata
kelola perusahaan yang baik sejalan dengan penyesuaian terhadap ketentuan terbaru
regulator.
Guna menjaga kualitas penerapan GCG, BCA secara berkala melakukan self-
assessment terhadap pelaksanaan GCG baik secara individu maupun secara
terintegrasi bersama-sama dengan entitas-entitas anak. Pada tahun 2018 hasil
selfassessment terhadap pelaksanaan GCG di BCA menghasilkan peringkat
komposit dengan predikat ‘Sangat Baik’ baik secara individu maupun secara
terintegrasi.
Berdasarkan Peraturan OJK No. 55/ POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata
Kelola bagi Bank Umum, pengukuran penerapan tata kelola dilakukan melalui
penilaian sendiri atau self assessment Tata Kelola Perusahaan yang Baik maka BCA
pada tahun 2016,2017, dan 2018 termasuk dalam kategori komposit satu yaitu
sangat baik.
53
Gambar 15 RGEC Self Assessment BCA
3. Earning
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑂𝐴 = 𝑥 100%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡
54
Tahun Nilai rasio (%) Peringkat Kriteria
2016 3,05% 1 Sangat Baik
2017 3,11% 1 Sangat Baik
2018 3,13% 1 Sangat Baik
Tabel 16 RGEC ROA
Tingkat kesehatan dilihat dari ROA yang dinyatakan sangat sehat dikarenakan
BCA mampu memanajemen banknya dalam memperoleh keuntungan secara
keseluruhan.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑂𝐸 = 𝑥 100%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
Dalam ROE tingkat kesehatannya juga dicatat sangat sehat dikarenakan BCA
mampu memperoleh laba bersih, namun dalam pembagian devidennya belum
dibagikan secara keseluruhan dikarenakan untuk peningkatan kualitas layanan yang
diberikan BCA untuk nasabahnya.
55
Tahun Nilai rasio (%) Peringkat Kriteria
2016 9,63% 1 Sangat Baik
2017 8,94% 1 Sangat Baik
2018 8,41% 1 Sangat Baik
Tabel 18 RGEC NIM
Tingkat kesehatan BCA yang dilihat dari NIM ini menunjukan kriteria sangat
baik dikarenakan BCA memiliki tingkat keuntungan yang baik pada tiga tahun
terakhir.
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝐵𝑂𝑃𝑂 = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
Pada BOPO tingkat kesehatan BCA juga termasuk dalam peringkat satu yaitu
dengan kriteria sangat baik, dikarenakan BCA sudah efesiensi dalam melakukan
kegiatan-kegiatan operasionalnya.
56
4. Capital
Lalu tingkat kesehatan yang dalam kategori 1 (sangat baik) juga dapat dilihat
dari CAR BCA dinilai sangat baik karena BCA memiliki kemampuan dalam
meningkatkan kecukupan modalnya sebagai bentuk antisipasi apabila terjadinya
risiko-risiko kerugian yang berkemungkinan dapat terjadi. Hal ini membuktikan
bahwa sistem permodalan BCA sudah sangat sehat.
57
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
58
sangat sehat walaupun ROE BCA menurun namun tidak mempengaruhi kategori
tingkat kesehatan BCA.
Dari hasil kondisi kinerja yang sangat sehat dapat diidentifikasikan bahwa BCA
melakukan pengelolaan dan manajemen yang sangat baik terhadap kegiatan-
kegiatan operasionalnya. Hal ini tergambar dalam laporan keuangan periode tahun
2016 hingga 2018.
4.2 Saran
Menurut peneliti, keberhasilan BCA dalam menghimpun dana pihak ketiga yang
cukup tinggi dalam periode 2016 hingga 2018 perlu diimbangi dengan penyaluran
kredit yang lebih besar. Kebijakan BCA yang sangat selektif dalam penyaluran
kredit hendaknya lebih ditingkatkan dan dikelola secara tepat dan baik dengan tetap
mempertimbangkan prinsip kehati-hatian serta menerapkan manajemen resiko
secara disiplin, dengan maksud agar mempertahankan NPL diatas batas minimun
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penyaluran kredit yang dahulu untuk
disalurkan kepada perusahaan-perusahaan besar sekarang seharusnya lebih
ditingkatkan kepada UMKM. Kemudian BCA harus terus berusaha
mempertahankan dan meningkatkan kinerja agar lebih baik lagi guna menghadapi
tantangan dan persaingan sektor finansial yang semakin ketat.
59
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. (2011). Surat Edaran Kepada Semua Bank Umum No.13/24/DPN
Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta: s.n.
Susilo, Y. S., Triandaru, S., & Santoso, A. B. (2000). Bank dan Lembaga Keuangan
Lain. Jakarta: Salemba Empat.
60