Anda di halaman 1dari 17

BASEL III

Bank A – Manajemen Risiko

Kelompok 7

Sahhara Indrienny
Devana Dimmy
Maya Ruswati
Alfi Endah Pratiwi
Dicki Alfajani
Sejarah Basel III
Basel III merupakan peraturan yang lengkap dengan mengatur dan mengawasi
jalannya bank. Akan tetapi, bayang-bayang terjadi krisis keuangan masih
menghantui. Terbukti dengan kembali dengan terjadinya krisis ekonomi dan
keuangan pada 2007-2008.

Faktor pemicu utamanya karena banyaknya bank yang terlilit utang tinggi,
pada laporan posisi keungan yang dilaporkan (on-balance sheet) maupun
laporan posisi keungan yang tidak dilaporkan (off-balance sheet).

Akibatnya, terjadi penggerusan tingkat dan kualitas modal yang dimiliki bank.
Secara bersamaan, terjadi keterkaitan risiko, keuangan yang sistematis dan
tidak didukung likuiditas yang mencukupi dan timbullah krisis.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Ketentuan pada Basel III

1. Struktur permodalan
Adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan
dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan
dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan
dikurangi utang jangka pendek.
Terkait permodalan ada tiga modal tambahan yang harus disiapkan bank,
yakni
• Countercyclical buffer
• capital conservation buffer
• capital surcharge.
Ketiga permodalan tambahan tersebut dipersiapkan untuk menghadapi
perubahan dan goncangan yang mempengaruhi kinerja dari perbankan.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Struktur Permodalan
• Capital conservation buffer
Adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
apabila terjadi kerugian pada periode krisis.

• Countercydical capital buffer


Adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer)
untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit
perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas
sistem keuangan.

Dalam kesepakatan Basel III, perbankan diwajibkan mencadangkan


modal kualitas tinggi (core toer-1) sebesar 4,5% dari asetnya, ditambah
modal penyangga sebesar 2,5% jika terjadi goncangan, atau menjadi
7% di tahun 2016, serta harus menyediakan modal penyangga lagi
sebesar 2,5% atau total 9,5% di tahun 2019.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


2. Leverage ratio
Adalah rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan.
Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang
jangka panjang, saham.

3. Penguatan manajemen likuiditas


Untuk struktur permodalan, Basel II tidak terdapat capital conservation buffer,
sedangkan pada Basel III bank diwajibkan menyediakan capital conservation
buffer sebesar 2,5% dalam kondisi normal. Namun, dalam kondisi stress,
capital conservation buffer ini dapat ditarik untuk menyerap kerugian. Basel
III juga memperkenalkan countercydical capital buffer (CCB) sebesar 0%-
2,5% dari common equity atau modal yang dicadangkan khusus untuk
menyerap kerugian dari siklus bisnis dan penerapannya tergantung dari kondisi
masing-masing negara.

Rasio kecukupan modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) masih
tetap sebesar 8%, tetapi apabila bank ingin dapat memberikan dividen, share
buyback, bonus, dan memitigasi risiko dari siklus bisnis, rasio kecukupan
modal minimum adalah sebesar 13%.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Tujuan Diterbitkannya dan cakupan Basel III

Pada dasarnya, Basel III diterbitkan sebagai penyempurna alas Basel II.
Menurut the BCBS Basel III memiliki dua tujuan utama, yaitu:
1. Memperkuat aturan tentang permodalan dan likuiditas global melalui
peningkatan ketahanan sektor perbankan
2. Meningkatkan kemampuan sektor perbankan dalam menghadapi guncangan
yang timbul akibat terjadinya krisis keuangan dan tekanan ekonomi.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, aturan Basel III dibagi menjadi tiga
bagian utama sebagai berikut:
1. Pembaruan ketentuan permodalan (terdiri antara lain: kualitas, dan
kuantitas modal, cakupan resiko secara komprehensif, leverage ratio
penyangga konservasi modal (capital conservation buffers) dan (counter-
cyclical capital buffer)
2. Pembaruan ketentuan likuiditas (rasio-rasio jangka pendek dan jangka
panjang);
3. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan peningkatan stabilitas
sistem keuangan

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


KOMPONEN BASEL III
Tiga Pilar Utama :
Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3
Pilar pertama berkaitan Pilar kedua berhubungan Pilar ketiga adalah
dengan persyaratan modal dengan proses review disiplin pasar yang
minimum yang lebih dalam rangka pengawasan dititikberatkan pada
mencerminkan dan bisa yang efektif. Bank sentral kejelasan peraturan
mengantisipasi berbagai di seluruh dunia rasanya mengenai
resiko yang dihadapi mempunyai fungsi dan pengungkapan kondisi
bank. peran yang sama dalam bank yang muara
hal pengaturan dan akhirnya adalah
pengawasan bank, transparansi
sebagaimana fungsi BI di
Indonesia.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Rencana Penerapan Basel III
a) Penguatan Kerangka Permodalan Global
1. Meningkatkan kualitas, konsistensi dan transparansi permodalan
2. Mengembangkan cakupan risiko CONSULTATIVE PAPER BASEL III
3. Tambahan persyaratan modal berbasis risiko dengan leverage ratio
4. Mengurangi Procyclicality dan meningkatkan countercyclical buffer
5. Addressing systemic riskdan keterkaitan antar lembaga keuangan

b) Pengenalan Standar Likuiditas Global


1. Liquidity Coverage Ratio (LCR)
2. Net Stable Funding Ratio (NSFR)
3. Monitoring Tools

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Permodalan dan Standar Likuiditas
• Rasio kecukupan modal yang didefinisikan sebagai rasio
modal terhadap aset atau CAR
• Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio atau
LCR) serta
• Rasio Pendanaan Stabil Bersih (the Net Stable Funding
Ratio atau NSFR).

Ketiga rasio ini merupakan ukuran risiko yang berdampak


pada laba bank. CAR mengukur sejauh mana kemampuan
bank menyerap kerugian.
CAR membatas bank dalam kemampuan mereka untuk
meningkatkan leverage (Adrian dan Shin, 2010; Giordana dan
Schumacher, 2012).

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


• LCR pada dasarnya adalah ukuran eksposur bank
terhadap risiko likuiditas jangka pendek (BCBS,
2013)
• NFSR adalah ukuran jatuh tempo mismatch yang
bertujuan untuk mengurangi risiko likuiditas
terkait sumber pendanaan untuk jangka waktu
yang lebih panjang dengan mensyaratkan Bank
mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil
yang memadai dalam rangka memitigasi risiko
kesulitan pendanaan pada masa depan.

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Capital Adequacy Ration (CAR)
• CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio
kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan
perbankan dalam menyediakan dana yang digunakan
untuk mengatasi kemungkinan risiko kerugian.
• Rasio ini penting karena dengan menjaga CAR pada
batas aman (minimal 8%), berarti juga melindungi
nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan. Semakin besar nilai CAR mencerminkan
kemampuan perbankan yang semakin baik dalam
menghadapi kemungkinan risiko kerugian. (SE BI No.
6/23/DPNP Tahun 2004)

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Net Stable Funding Ratio (NSFR)
• Standar pengukuran risiko likuiditas berupa kewajiban pemenuhan
rasio pendanaan stabil bersih/Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang
bertujuan untuk mengurangi risiko likuiditas terkait sumber
pendanaan untuk jangka waktu yang lebih panjang dengan
mensyaratkan Bank mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil
yang memadai dalam rangka memitigasi risiko kesulitan pendanaan
pada masa depan.

• Bank wajib memelihara pendanaan stabil yang memadai yang


dihitung dengan menggunakan Net Stable Funding Ratio (NSFR) dan
ditetapkan paling rendah 100% (seratus persen). NSFR adalah
perbandingan antara pendanaan stabil yang tersedia (available
stable funding/ASF) dengan pendanaan stabil yang diperlukan
(required stable funding/RSF). (POJK No.50/POJK.03/2017)

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Liquidity Coverage Ratio (LCR)
• Liquidity Coverage Ratio, yang selanjutnya disingkat LCR, adalah
perbandingan antara High Quality Liquid Asset dengan total arus kas
keluar bersih (net cash outflow) selama 30 (tiga puluh) hari kedepan
dalam skenario stres.
• Aset Likuid Berkualitas Tinggi atau High Quality Liquid Asset,
yangselanjutnya disingkat HQLA, adalah kas dan/atau aset keuangan yang
dapat dengan mudah dikonversi menjadi kas dengan sedikit atau tanpa
pengurangan nilai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas Bank selama
periode 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stres.
• Total Arus Kas Keluar Bersih, yang selanjutnya disebut Net Cash Outflow,
adalah total estimasi arus kas keluar (cash outflow) dikurangi dengan
total estimasi arus kas masuk (cash inflow) yang diperkirakan akan
terjadi selama 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stres.
• Pemenuhan LCR ditetapkan paling rendah 100% (seratus persen) secara
berkelanjutan (POJK No.42/POJK.03/2015).

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Return On Assets (ROA)
• ROA (Return On Assets) merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perbankan dalam menghasilkan profit atau
laba (bisa disebut profitabilitas) dengan cara
membandingkan laba bersih dengan sumber daya atau
total aset yang dimiliki.
• Fungsinya adalah untuk melihat seberapa efektif
perbankan dalam menggunakan asetnya dalam
menghasilkan pendapatan.
• Semakin besar nilai ROA artinya semakin baik kemampuan
perbankan dalam menghasilkan laba. Menurut ketentuan
Bank Indonesia standar yang paling baik untuk ROA dalam
ukuran bank-bank Indonesia minimal 1,5%. (SE BI No.
6/23/DPNP Tahun 2004)

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Implementasi Basel 3
Basel III Intial Phase Other Basel III standars Baesel III – Post Crisis Reforms

Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko


Kelompok 7 | Bank A | Manajemen Risiko

Thank You

Anda mungkin juga menyukai