Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEANERAGAMAN MAKHLUK HIDUP


(ABKC 5306)
Keaneragaman pada Bryophyta dan Pteridophyta

Dosen Pengampu:
Dr. Darmono, M. Si.
Mella Mutika Sari, M. Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok VIII
Adikka Qia Fitriasholikah (1810129220020)
Aslamiah (1810129120017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Keaneragaman pada Bryophyta dan
Pteridophyta”.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua sumber yang telah
menjadi panduan kami dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga makalah ini selalu bermanfaat bagi semua pihak.

Banjarmasin, 18 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PEMBAHASAN

A. Tumbuhan Lumut (Bryophyta)


Tumbuhan lumut (Bryophyta) adalah kelompok terbesar kedua setelah
tumbuhan tinggi. Jumlah tumbuhan lumut kurang lebih terdapat 18.000 jenis yang
tersebar di seluruh dunia dan merupakan kelompok terbesar kedua setelah
tumbuhan berbunga. Indonesia sendiri memiliki keanekaragaman tumbuhan lumut
sebanyak 1.500 jenis. Keanekaragaman dan kelimpahan tumbuhan lumut berbeda-
beda tergantung pada kondisi lingkungan, antara lain ketinggian tempat.
Ketinggian tempat memberikan variasi iklim mikro, khususnya kelembaban
udara. Tumbuhan lumut salah satu komponen penting dalam kawasan hutan
pengunungan tropis yang berperan signifikan dalam keseimbangan air dan siklus
hara hutan, berfungsi sebagai substrat, sumber makanan dan tempat bersarang
bagi organisme hutan lainnya. Selain itu, tumbuhan lumut juga media yang baik
bagi perkecambahan biji tumbuhan tingkat tinggi dan bioindikator pencemaran
lingkungan (Raihan, Nurasiah, & Zahara, 2018).

Lumut tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Lumut juga
dapat dikatakan sebagai tumbuhan kecil karena tingginya hanya sekitar 1-2 cm,
dan bahkan yang paling besarpun umumnya tingginya kurang dari 20 cm
(Raihan, Nurasiah, & Zahara, 2018).

Siklus hidup lumut menunjukkan pola yang sama dengan ganggang


dan berlanjut sampai pada tumbuhan tingkat tinggi. Suatu generasi gametofit di
lanjutkan dengan generasi sporofit (Tjitrosomo, 1948). Gametofit merupakan
tanaman yang menempel pada substrat dengan rhizoid yang mirip rambut. Dalam
lumut daun dan lumut hati, gametofit umumnya berdaun, sedangkan di beberapa
lumut hati dan lumut tanduk kebanyakan dalam bentuk thallus seperti bentuk tali.
Organ kelamin jantan (antheridium) adalah kantung kecil yang memproduksi
banyak sperma motil. Organ kelamin betina (arkegonium) adalah struktur yang
berbentuk tabung berisi telur tunggal yang non-motil. Bryophyta juga
mereproduksi vegetatif dengan fragmentasi, juga produksi gemma kecil
(Hallingback dan Hodgetts, 2000).

Bryophyta memerlukan air untuk pertumbuhan dan reproduksi.


Pertumbuhan lumut tergantung pada kondisi air yang dibutuhkan oleh lumut.
Lumut memungkinkan mengalami dormansi untuk kelangsungan hidupnya
selama musim panas. Lumut cenderung tumbuh dalam jumlah besar pada iklim
lembab. Keragaman lumut seringkali disesuaikan dengan keragaman habitat.
Lumut berperan penting dalam retensi kelembaban tanah, daur ulang unsur hara,
dan kelangsungan hidup tanaman, serta menyediakan habitat bagi organisme lain
untuk pertumbuhan (Hallingback dan Hodgetts, 2000).

B. Struktur tumbuhan lumut

Gambar 1. Tumbuhan Lumut (Sumber: Hasan & Ariyanti, 2004)

Ukuran tumbuhan lumut relatif kecil dan jarang ada yang mencapai 15

cm, bahkan ada yang tingginya hanya beberapa millimeter saja. Bentuk tubuhnya

pipih sepereti pita dan ada pula seperti batang dengan daun-daun kecil. Tumbuh
tegak atau mendatar pada substratnya dengaaan perantaraan rhizoid. Lumut

memiliki dua macam alat reproduksi, yaitu anteridium yang menghasilkan

spermatozoid dan arkegonium yang menghasilkan ovum. Tangkai anteridium

disebut anteridiofor, sedangkan tangkai arkegonium disebut arkegoniofor.

Berdasarkan letak alat kelaminnya (gametangia), lumut dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu lumut berumah satu, bila anteridium dan arkegonium terletak

pada satu individu dan lumut berumah dua, bila anteridium dan arkegonium

terletak pada individu yang berlainan.

Struktur tubuh tumbuhan lumut

a. Batang apabila dilihat melintang akan tampak susunan sebagai berikut :

1) Selapis sel kulit, beberapa sel di antaranya membentuk rizoid

epidermis.

2) Lapisan kulit dalam (korteks), silinder pusat yang terdiri sel-sel

parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan garam,

belum terdapat floem dan xilem.

3) Silinder pusat yang terdiri dari sel-sel parenkim yang memanjang

dan berfungsi sebagai jaringan pengangkut.

b. Daun tersusun atas satu lapis sel.

Sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas

yang tersusun seperti jala. Lumut hanya dapat tumbuh memanjang tetapi

tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding sekunder yang berfungsi

sebagai jaringan penyokong.


c. Rizoid

Rizoid terdiri dari selapis sel kadang dengan sekat yang tidak

sempurna, membentuk seperti benang sebagai akar untuk melekat pada

tempat tumbuhnya dan menyerap garam-garam mineral.

d. Sporofit

Sporofit terdiri atas bagian-bagian :

(1) Vaginula : kaki yang dilindungi oleh sisa arkegonium.

(2) Seta : tangkai.

(3) Apofisis : ujung seta yang membesar yang merupakan peralihan dari

tangkai dan sporangium.

(4) Sporangium: kotak spora.

(5) Kaliptra : tudung yang berasal dari arkegonium sebelah atas.

e. Gametofit

Gametofit terdiri atas :

1. Anteridium (sel kelamin jantan) yang menghasilkan sperma.

2. Arkegonium (sel kelamin betina) yang menghasilkan sel telur

(Indah, 2009).

C. Sikus Hidup Lumut


Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan pergantian generasi

heteromorfik. Kelompok tumbuhan ini menunjukkan pergiliran generasi


gametofit dan sporofit yang secara morfologi berbeda. Generasi yang dominan

adalah gametofit, sementara sporofitnya secara permanen melekat dan tergantung

pada gametofit. Generasi sporofit selama hidupnya mendapat makanan dari

gametofit (Mishler et al, 2003).

Metagenesis Lumut

Spora Sporangium

Protonema
Sporogonium

Gametofit

Sporofit
Anteridium Arkegonium

Spermatozoid Ovum Zigot

Gambar 2. Siklus Hidup Tumbuhan Lumut


(Sumber : tolwb.org/Bryophyta)

Pada siklus hidup tumbuhan lumut, sporofit menghasilkan spora yang akan

berkecambah menjadi protonema. Selanjutnya dari protonema akan muncul

gametofit. Generasi gametofit mempunyai satu set kromosom (haploid) dan

menghasilkan organ sex (gametangium) yang disebut archegonium (betina) yang

menghasilkan sel telur dan antheredium (jantan) yang menghasilkan sperma

berflagella (antherezoid dan spermatozoid). Gametangium biasanya dilindungi

oleh daun-daun khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe

struktur pelindung lainnya (Mishler et al., 2003).


Gametangium jantan (anteridium) berbentuk bulat atau seperti gada,

sedangkan betina (arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar

disebut perut dan bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan betina

dapat dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman

berbeda (dioceous) (Gradstein, 2003).

Fertilisasi sel telur oleh antherezoid menghasilkan zigot dengan dua set

kromosom (diploid). Zigot merupakan awal generasi sporofit. Selanjutnya

pembelahan zigot membentuk sporofit dewasa yang terdiri dari kaki sebagai

pelekat pada gametofit, seta atau tangkai dan kapsul (sporangium) di bagian

ujungnya. Kapsul merupakan tempat dihasilkannya spora melalui meiosis. Setelah

spora masak dan dibebaskan dari dalam kapsul berarti satu siklus hidup telah

lengkap (Hasan dan Ariyanti, 2004).

D. Klasifikasi Lumut
Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati (Hepaticopsida),
lumut tanduk (Anthocerotopsida), dan lumut sejati (Bryopsida) (Siti Sutarni
Tjitrosomo, 1984: 76).

a. Lumut Hati

Tumbuhan ini merupakan suatu kelas kecil yang biasanya terdiri atas

tumbuhan berukuran relatif kecil yang dapat melakukan fotosintesis, meskipun

selalu bersifat multiseluler dan tampak dengan mata bugil. Lumut hati banyak

ditemukan menempel di bebatuan, tanah, atau dinding tua yang lembab. Bentuk

tubuhnya berupa lembaran mirip bentuk hati dan banyak lekukan. Tubuhnya

memiliki struktur yang menyerupai akar, batang dan daun. Hal ini menyebabkan
banyak yang menganggap kelompok lumut hati merupakan kelompok peralihan

dari tumbuhan Thalophyta menuju Cormophyta. Seperti halnya lumut daun, lumut

hati mempunyai rizoid yang yang berfungsi untuk menempel dan menyerap zat-

zat makanan.

Tubuhnya terbagi menjadi dua lobus sehingga tampak seperti lobus pada

hati. Berkembangbiak secara generatif dengan oogami, dan secara vegetatif

dengan fragmentasi, tunas, dan kuncup eram. Lumut hati melekat pada substrat

dengan rizoid uniseluler (Hasan dan Ariyanti, 2004).

Berdasarkan bentuk talusnya, lumut hati dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

lumut hati bertalus dan lumut hati berdaun. Tubuh lumut hati menyerupai talus

(dorsiventral), bagian atas dorsal berbeda dengan bagian bawah ventral. Daun bila

ada tampak rusak dan tersusun pada tiga deret pada batang sumbu. Alat kelamin

terletak pada bagian dorsal talus pada jenis terletak pada bagian terminal,

sporogonium sederhana tersusun atas bagian kaki dan kapsul atau kaki tangkai

dan kapsul. Mekanisme merakahnya kapsul tidak manentu dan tidak teratur.

Lumut hati hidup pada tempat-tempat yang basah, untuk struktur tubuh yang

himogrof. Pada tempat-tempat yang kering, untuk struktur tubuh yang xeromorf

(alat penyimpan air). Lumut hati yang hidup sebagai epifit umumnya menempel

pada daun-daun pepohonan dalam rimba di daerah

tropika.

b. Lumut tanduk

Tubuh lumut tanduk seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporifitnya

berupa kapsul memanjang. Perkembangbiakan pada lumut tanduk hampir sama


pada lumut hati. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Mempunyai

gametofit lumut hati, perbedaanya adalah terletak pada sporofit lumut ini

mempunyai kapsul memanjang yang tumbuh seperti tanduk dari gametofit,

masing-masing kloroplas tunggal yang berukuran besar, lebih besar dari

kebanyakan tumbuhan lumut. Lumut tanduk hidup ditepi-tepi sungai atau danau

dan sering kali disepanjan selokan, dan ditepi jalan yang basah atau lembab. Salah

satu kelas dari lumut tanduk adalah Anthoceros Laevis.

Perkembangan secara generatif dengan membentuk anteridium dan

arkhegonium. Anteridium terkumpul pada satu lekukan sisi atas talus arkegonium

juga terkumpul pada suatu lekukan pada sisi atas talus. Zigot mula-mula

membelah menjadi dua sel dengan suatu dinding pisah melintang. Sel diatas terus

membelah yang merupakan sporogenium diikuti oleh sel bagian bawah yang

membelah terus-menerus membentuk kaki yang berfungsi sebagai alat penghisap,

bila sporogenium masak maka akan pecah seperti buah polongan, menghasilkan

jaringan yang terdiri dari beberapa deretan sel-sel mandul yang dinamakan

kolumila ini diselubungi oleh sel jaringan yang kemudian menghasilkan spora,

yang disebut arkespora.

c. Lumut sejati

Masyarakat pada umumnya lebih mengenal lumut ini dibandingkan dengan

lumut hati, karena tumbuhan tersebut tumbuh pada tempat agak terbuka dan

bentuknya lebih menarik. Perbedaan yang jelas dibandingkan dengan lumut hati

ialah adanya simetri radial, yaitu daunnya tumbuh pada semua sisi sumbu utama

(Siti Sutarni Tjitrosomo, 1984: 90).


Daun-daun ini tidak seperti yang terdapat pada lumut hati yang merupakan

kerabatnya, biasanya mempunyai rusuk tengah dan tersusun pada batang

mengikuti suatu garis spiral, yang panjangnya dapat bervariasi dari suatu bagian

dari satu inci sampai barangkali satu kaki. Rusuk tengahnya mengandung sel-sel

memanjang, dan suatu berkas di pusat batangnya biasanya mengandung sel-sel

memanjang yang diduga berfungsi untuk mengangkut air dan zat-zat hara. Akar

yang sesungguhnya tidak ada, tetapi pangkal batang pada kebanyakan tipe lumut

daun mempunyai banyak sekali lumut-lumut daun untuk “bersauh”. Pada suatu

golongan yang khas dan penting, yang dikenal sebagai lumut gambut atau lumut

rawa, daunya tidak hanya khas karena tidak adanya rusuk tengah, tetapi unik

karena terdiri atas jaringan-jaringan sel kecil yang hidup yang memisahkan sel-sel

mati yang besar-besar yang tembus cahaya dan berlubang-lubang, menghisap dan

menahan air dengan efisiensi yang luar biasa, oleh karena itulah besar

kemampuan rawa-rawa untuk menahan air sebagian besar terbentuk oleh tumbuh-

tumbuhan seperti itu (Polunin, 1990: 64).

Pada gametofit terbentuk alat-alat kelamin jantan dan betina yang kecil,

umumnya dalam kelompok yang terbukti dari adanya modifikasi daun-daun yang

mengelilinginya, dan terdapat pada tumbuhan yang sama (banci), atau lebih sering

pada dua individu (jantan dan betina) yang terpisah. Pembuahan kembali

dilakukan oleh spermatozoid yang bergerak aktif, yang bila ada air, berenang ke

sel telur yang terlindung baik. Badan yang terbentuk melalui peleburan seksual itu

berkembang menjadi sporofit, yang bila telah masak terdiri atas kaki penghisap,
satu tangkai yang biasanya panjang, dan sebuah kapsul yang sedikit banyak

bersifat rumit dan khas (Polunin, 1990: 65).

E. Ekologi Lumut
Menurut Holttum (1966: 19), ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang

hubungan antara tumbuhan atau hewan yang ada di sekitarnya. Lingkungan untuk

tumbuhan lumut adalah tanah, curah hujan, angin, perubahan suhu dan tumbuhan

lain disekitarnya.

Warming (1896) dan Smith mendefinisikan bentuk kehidupan (life form)

tumbuhan lumut sebagai kebiasaan tumbuhan dalam keselarasan dengan kondisi

kehidupannya. Keberadaan tumbuhan lumut disuatu tempat selalu dipengaruhi

oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor biotik dan

abiotik. Tumbuhan lumut jarang ditemukan yang bersifat individu, melainkan

hidup berkelompok dan mempunyai bentuk–bentuk kehidupan khusus.

Lumut hati dan lumut sejati hidup di tanah, pada pasir lembab, bebatuan, dan

pada batang pohon serta cabang-cabangnya baik yang tegak maupun yang melepa.

Juga mereka itu, tumbuh dalam air dan diantara tumbuhan lain-lain di lapangan,

padang rumput dan rawa. Beberapa spesies tumbuh subur diberbagai habitat, yang

lain-lain terbatas pada lingkungan yang khusus. Umpamanya, lumut sejati tertentu

meminta macam tanah khusus sehingga terbatas pada tanah asam saja atau basa

saja.

Pada umumnya, lumut sejati lebih toleran pada tempat terlindung daripada

tumbuhan tingkat yang lebih tinggi, dan hal ini menerangkan kemampuanya
menyerbu lapangan rumput dan menggantikan rumputnya ditempat-tempat yang

teduh. Lumut hati meliputi banyak bentuk xerofit, juga mesofit dan hidrofit.

Bryophyta juga dapat menyesuaikan diri pada suhu yang sangat ekstrim, karena

mereka berkisar antara yang hidup didaerah arktik sampai kepada yang ditropik,

dan tumbuh disekitar air panas. Perkembangannya yang paling subur ialah

dihutan-hutan basah dan sejuk.

Bryophyta merupakan komponen penting dari flora di muka bumi kita dan

memainkan peranan memadai dalam ekonomi alam. Hal ini merupakan akibat

jumlah besar tumbuhan individu yang dihasilkan secara pembiakan vegetatif.

Lumut sejati mudah berkembang biak sehingga membentuk masa yang luas

membentang bagaikan permadani hijau menutupi permukaan tanah. Ciri lain yang

mempunyai arti penting dalam ekologi ialah kemampuannya menyimpan air yang

tertangkap diantara daun dan tangkainya. Banyak lumut sejati di hutan bersama

lumut gambut mempunyai kemampuan menyerap air melalui daun-daunnya.

Karena struktur dan cara hidupnya, lumut hati itu dalam banyak cara memberi

sumbangan kepada modifikasi alam sekitar.

Penyimpanan air oleh massa lumut hati berdaun dan lumut sejati yang

tumbuh pada pohon-pohon tumbang dan bahan organik lain dalam tanah.

Meskipun hanya sedikit air yang diserapnya dari substrat, hal itu menyebabkan

tanah menjadi kering melainkan justru melindunginya terhadap desikasi (proses

pengeringan). Sebagai akibat kemampuanya menahan air, maka persemaian

alamiah dari lumut sejati tidak disangsikan lagi bertindak sebagai pesemaian

benih untuk tumbuhan herba, tumbuhan bunga berkayu, dan tumbuhan conifer.
Salah satu peranan bryophyta ialah dalam memperlambat proses erosi.

Massa lumut sejati yang bagaikan permadani itu mempunyai daya simpan air

yang lebih besar daripada lapisan daun mati. Karena itu lumut sejati

memperlambat air permukaan yang cepat dari air hujan dan salju yang cair. Selain

itu, tegakan lumut sejati yang rapat menghimpun dan menahan partikelpartikel

tanah. Walaupun sekilas tampaknya tidak berarti sebagai tumbuhan individu,

namun bersama-sama tumbuhan tingkat tinggi mereka pun membentuk dan

mengubah lingkungan hidup kita.

Faktor-faktor klimatik yang mempengaruhi tumbuhan lumut, yaitu:

a. Temperatur

Temperatur mempengaruhi semua kegiatan tumbuhan absopsi air,

fotosintesis, transpirasi, respirasi, perkecambahan, tumbuhan dan reproduksi.

Temperatur yang rendah hampir sama pengaruhnya dengan temperatur tinggi,

keduanya sama-sama pempengaruhi proses metabolisme tumbuhan. Pengaruh

temperatur rendah umumnya dijumpai didaerah-daerah subtropika, yang kadang-

kadang mengalami musim dingin yang dingin sekali sehingga dapat menyebabkan

kematian tumbuhan karena rusaknya sistem akar, pepagan, dan kuncup. Matinya

tumbuhan yang terkena suhu rendah sekali bukan disebabkan oleh pengaruh

langsung melainkan karena akibat terbantuknya es didalam jaringan terjadinya

kristal didalam protoplas biasanya berakibat matinya sel tekanan difusi dalam air

berbentuk es lebih rendah dibandingkan dengan yang dalam air berbentuk cairan.

Akibat es cenderung berdifusi dari sel-sel yang berkumpul sebagai es interseluler.

Hilangnya air dari sel-sel mengakibatkan dehidrasi pada protoplasma dan dapat
menyebabkan (ketika suhu turun) koagulasi protoplasma dan kematian sel-sel

tersebut. Jadi matinya sel disebabkan oleh desikasi dan bukan oleh pembekuan.

Demikin pula hal yang sama dijumpai pada tumbuhan didaerah beriklim panas.

Tingginya temperatur mangakibatkan tumbuhan menjadi layu karena lebih banyak

air yang ditranspirasikan ke udara dari pada yang diabsopsi oleh akar. Akibatnya

tumbuhan menjadi layu karena kekeringan dan apabila keadaan ini berlangsung

lama dapat menyebabkan kematian

(Siti Sutarmi Tjitrosono, 1986: 180-181).

b. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya merupakan faktor penting yang membantu menentukan

penyebaran dan pembentukan keanekaragaman. Berdasarkan adaptasinya

terhadap cahaya, ada jenis-jenis tumbuhan yang memerlukan cahaya penuh, juga

ada tumbuhan yang tidak memerlukan cahaya penuh (siti sutarmi tjitrosomo,

1985: 188).

Terlalu banyak atau terlalu sedikit intensitas cahaya sangat mempengaruhi

tumbuhan dan hewan dalam lingkungan. Keseluruhan ekosistem dipengaruhi oleh

campur tangannya terhadap pertumbuhan tanaman (produksi primer). Fotosintesis

berbanding langsung dengan sinar sampai tingkat maksimum. Titik ini yang

dibawahnya laju fotosintesis berkurang, pada saat intensitas bertambah, disebut

tingkat kejenuhan sinar. Tingkat kejenuhan sinar baragam untuk tumbuh-

tumbuhan yang berlainan (Michael, 1994: 17).

c. Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah banyaknya air diudara. Kelembaban ini terkait

dengan suhu, semakin rendah suhu umumnya akan menaikkan kelembaban.

Kelembaban udara berpengaruh terhadap transpirasi, semakin rendah

keelembaban udara maka transpirasi akan semakin tinggi (Mujiman, 1997: 22).

Faktor-faktor edafik yaitu:

1). Kelembaban tanah

Kelebihan dan kekurangan air mempengaruhi kelembaban tanah.

Kelembaban juga dipengaruhi oleh adanya pohon pelindung terutama apabila

pohonnya rapat (Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2006: 13).

2). Suhu tanah

Suhu tanah adalah faktor yang mempengaruhi tumbuhan. Suhu yang rendah

mempengaruhi rata-rata penguapan air dan pertumbuhan dari akar. Suhu udara

yang rendah pada musim dingin mendorong pernapasan yang cepat. Sementara

suhu tanah yang rendah mengurangi kecepatan penguapan air oleh akar. Dalam

keadaan seperti ini tumbuhan yang tumbuh sangat lambat atau mati sebagai akibat

kelebihan air yang keluar. Suhu tanah dipengaruhin oleh suhu udara. Intensitas

cahaya matahari yang masuk ke tanah dan juga air didalam tanah.

3). pH Tanah

Tanah dikatakan netral (tidak bersifat asam atau basa) apabila memiliki pH

= 7. Pada umumnya tanaman dapat tumbuhg pada pH antara

5,0 – 8,0 (Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2006: 62).


F. Manfaat Lumut
Suatu penelitian yang menyangkut kegunaan Bryophyta diseluruh dunia

telah dilakukan. Berdasarkan data yang ada, lumut dapat digunakan sebagai bahan

untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan untuk ilmu pengetahuan dan

sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi lingkungan. Beberapa

contoh lumut yang dapat digunakan tersebut adalah Calymperes, Campylopus

dan Sphagnum (Glime & Saxena, 1991 dalam Tan, 2003). Selain sebagai

indikator lingkungan, keberadaan lumut di dalam hutan hujan tropis sangat

memegang peranan penting sebagai tempat tumbuh organisme seperti serangga

dan waduk air hujan (Gradstein, 2003).

Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Hal lain
yang telah dilakukan dengan lumut ini adalah menggunakannya sebagai bahan
obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian di Cina, lebih dari 40 jenis lumut telah
digunakan oleh masyarakat Cina sebagai bahan obat-obatan terutama untuk
mengobati gatal-gatal dan penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur
(Ding, 1982 dalam Tan 2003).

A. Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku disebut Pteridophyta yang berasal dari bahasa Yunani.
Pteridophyta diambil dari kata pteron yang berarti sayap, bulu dan phyta yang
berarti tumbuhan. Di Indonesia tumbuhan ini lebih dikenal sebagai tumbuhan
paku. Tumbuhan paku termasuk tumbuhan kormus berspora, artinya dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku
belum dihasilkan biji. Sehingga itu alat perkembang biakannya masih berupa
spora. Tumbuhan paku tergolong tumbuhan yang heterogen, baik ditinjau dari segi
habitus (Tjitrosoepomo, 1994). Tumbuhan paku termasuk kormophyta berspora
karena sudah mempunyai akar, batang, dan daun sejati serta berkembangbiak
dengan spora. Tumbuhan ini sudah mempunyai klorofil, akar, batang, dan daun
sejati. Tumbuhan paku yang kita kenal dengan dapat kita amati merupakan fase
sporofit.(Henny Riandari, 2011). Tumbuhan paku merupakan golongan tumbuhan
yang mempunyai ciri khas yang tidak dijumpai pada golongan tumbuhan lain. Ciri
utama yang membedakannya adalah adanya daun-daun muda yang berbentuk
seperti satu gulungan tali. Ciri lain yang sangat nyata adalah semua jenis
tumbuhan ini menghasilkan spora yang terbentuk dalam sporangium.

B. Morfologi tumbuhan paku

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berpembuluh yang tidak berbiji,


memiliki susunan tubuh khas yang membedakannya dengan tumbuhan yang lain.
Tumbuhan paku disebut sebagai Tracheophyta berspora, yaitu kelompok
tumbuhan yang berpembuluh dan berkembang biak dengan spora. Bagian-bagian
tubuh berupa akar, batang, dan daun dapat dibedakan dengan jelas.

1) Akar

Akar tumbuh dari pangkal batang, membentuk akar serabut, sehingga itu
sistem perakaran paku merupakan akar serabut. Berdasarkan poros bujurnya,
embrio tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan kutub bawah.
Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan bagian kutub
bawah membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh dari
rimpang.

2) Batang

Umumnya batang tumbuhan paku tumbuh di tanah disebut akar batang


atau rizoma (rimpang). Batang tumbuhan paku dapat berbentuk panjang,
merambat atau memanjat. Rimpang dan daun yang masih muda sering tertutup
oleh rambut atau sisik sebagai pelindungnya. Beberapa tumbuhan paku memiliki
batang yang muncul di atas tanah, misalnya pada genus Alsophyla, Cyathea,
Psilotum.

3) Daun
Berdasarkan bentuk dan sifat daunnya tumbuhan paku dapat dibedakan
atas dua golongan menurut Smith dalam Lubis (2009) yaitu:

a) Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah

dibedakan atas batang dan daun , misalnya pada Asplenium.

b) Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa

sisik sehingga sukar dibedakan bagian-bagiannya, misalnya pada genus

Lycopodium.

Berdasarkan fungsinya daun paku Megaphyllus dibagi atas 2 kelompok


yaitu tropofil dan sporofil (Tjitrosoepomo, 1994).

a) Tropofil, yaitu daun yang berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyelenggara
asimilasi.

b) Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora.

Gambar 1. Struktur tubuh paku (sumber : Anonim, 2012)

C. Siklus Tumbuhan paku

Dalam siklus hidupnya tumbuhan paku mengalami pergiliran keturunan


dari fase gametofit menuju fase sporofit. Saat dimana tumbuhan paku
menghasilkan sperma (gamet jantan) dan ovum (gamet betina) disebut fase
gametofit. Sedangkan saat dimana tumbuhan paku menghasilkan spora disebut
fase sporofit.

D. Klasifikasi tumbuhan paku

Tumbuhan paku dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran


spora yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun.
Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae,
Lycopodinae dan Filicinae (Tjitrosoepomo, 2011) yang diuraikan sebagai berikut:

1. Kelas Psilophytinae (Paku purba)

Kelompok tumbuhan paku ini dinamakan paku purba karena sebagian


besar telah punah. Anggota paku purba ada yang merupakan paku telanjang (tidak
berdaun) dan ada yang berdaun kecil (mikrofil) yang belum terdiferensiasi

2. Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda)


Anggota paku ekor kuda sebagian sudah banyak yang punah. Umumnya
paku ekor kuda memiliki batang berupa rhizoma. Cabang-cabang batangnya
beruas-ruas. Pada ujung cabang batang sering ditemukan badan bulat disebut
elatern. Badan ini merupakan penghasil spora. Paku ini terdiri
memilki tiga ordo yaitu Equisetales, Sphenophyllales, dan Protoarticulatales

3. Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat)


Paku kelompok ini batang dan akarnya bercabang-cabang menggarpu.
Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
a. Ordo Selaginellales
Spesies dari ordo ini mempunyai batang berbaring dan sebagian berdiri
tegak, bercabang menggarpu. Tumbuh membentuk rumput, ada yang memanjat
dan tunasnya dapat mencapai sampai beberapa meter. Pada batang terdapat daun
daun kecil yang berhadapan dan tesusun dalam empat baris
b. Ordo Lycopodiales
Ordo ini terdiri kurang lebih atas 200 jenis tumbuhan yang hampir semua
tergolong dalam family Lycopodiaceae dari genus Lycopodium. Lycopodium
kebanyakan berupa terna kecil, batangnya mempunyai berkas pengangkut yang
masih sederhana, tumbuh tegak atau berbaring dengan cabang-cabang yang
menjulang ke atas. Daun-daun berambut, berbentuk garis atau jarum.

4. Kelas Filicinae (Paku sejati)


Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat,
air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas
ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu:
a. Sub kelas Eusporangiatae
Tumbuhan yang tergolang dalam anak kelas ini kebanyakan berupa terna.
Protalium di bawah tanah dan tidak berwarna, atau di atas atanah dan berwarna
hijau. Protalium selalu mempunyai cendawan endofitik. Sub kelas ini dibedakan
atas dua ordo yaitu Ophioglossales dan Marattiales.
Salah satu ordo pada sub kelas ini adalah ordo Marattiales, ordo ini hanya
terdiri dari satu family yaitu Marattiaceae. Daunnya amat besar, menyirip ganda
sampai beberapa kali Sporangium pada sisi bawah daun
b. Sub kelas Hydropterides
Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan
hidrofit. Tumbuhan ini selalu heterospor. Terbagi atas dua family, yaitu
1) Family Salviniaceae
Family ini merupakan tumbuhan paku air yang mengapung dengan bebas
pada permukaan air, hanya sedikit bercabang-cabang. Daunnya berkarang, pada
tiap-tiap buku terdapat daun. Dari ketiga daun itu dua terdapat di atas, berhadapan
dan merupakan alat pengapung, yang ketiga terdapat di dalam air terbagi-bagi
merupakan badan-badan yang bentuk maupun fungsinya menyerupai akar
2) Family Marciliaceae
Family ini hidup di paya-paya atau di air yang dangkal, berakar dalam
tanah, jarang berupa tumbuhan darat sejati. Jika hidup di darat berbentuk seperti
umbi, batangnya menyerupai rimpang yang merayap ke atas membentuk daun
daun, ke bawah membentuk akar-akar. Daun pada jenis-jenis tertentu bersifat
polimorf. Daun mempunyai helaian yang berbelah empat atau dua, jarang utuh.
Daun yang masih muda mengulung.
c. Sub kelas Leptosporangiatae
Sub kelas ini terdiri atas beranekaragam paku-pakuan. Tumbuhan ini
paling banyak terdapat di daerah tropika, meliputi jenis-jenis paku dari yang
terkecil (hanya beberapa mm saja) sampai yang besar (berupa pohon).
1) Family Schyzaeceae
Pada suku ini sporangium tidak bertangkai atau hampir tidak bertangkai,
terpisah-pisah, paku ini terdapat rambut-rambut atau sisik-sisk Pada suku ini
terdapat dua genus yaitu Schizae (Gambar 9) dan Lygodium
2) Family Hymenophyllaceae
Kebanyakan yang tergolong dalam suku ini berupa tumbuhan paku yang
kecil, dan seringkali hanya terdiri atas satu lapis sel saja. Sorus terdapat pada tepi
daun, indisium berbentuk piala paku ini bayak terdapat di daerah
tropika. Family ini terdiri atas dua genus yaitu Trichomanes dan Hymenophyllum
3) Family Cyatheacae
Suku ini sorusnya mengandung banyak sporangium yang terdapat di
bagian permukaan bawah daun, berbentuk bola, indisium tidak ada atau jika ada
berbentuk bola, piala atau mangkuk yang amat kecil. Daun tersusun sebagai rozet
batang, menyirip ganda
4) Family Gleicheinaceae
Suku ini sorusnya hanya mengandung sedikit sporangium tanpa tangkai
dan membuka dengan suatu celah membujur, paku ini mempunyai sisik-sisik
pada suku ini yang terkenal adalah genus Gleichenia.
5)Family Davalliaceae
Suku ini bentuk sorus dengan indisium berbentuk piala atau sisik pada tepi
daun. Terdapat di daerah Palaeotropis, daunnya menyirip ganda dua atau lebih,
dengan urat-urat yang bebas. Rimpang merayap denga ruas-ruas yang panjang,
bersisik rapat. Sisik berwarna pirang

E. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Paku


Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan paku adalah menyangkut
masalah kompetisi antara tumbuhan paku itu sendiri. Baik untuk mendapatkan
makanan maupun untuk tempat hidupnya. Faktor-faktor abiotik yang
mempengaruhi tumbuhan paku adalah sebagai berikut :
1. Temperatur
Di daerah tropis biasanya tumbuhan paku ditemui di bawah penutupan
tajuk pohon yang rapat. Tumbuhan paku menyukai temperatur sejuk dan
kelembaban yang tinggi untuk pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999).
Tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki
Kisaran 21-27o C untuk pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001). Dengan
keadaan temperatur yang sesuai menyebabkan banyak jenis tumbuhan paku yang
hidup di kawasan hutan tropis.
2. Kelembaban
Kelembaban adalah salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan paku.
Tanpa adanya kelembaban udara yang tinggi, umumnya tumbuhan paku tumbuh
tidak sehat. Menurut Thomas dan Garber (1999) tingkat kelembaban 30% ialah
persentase terendah yang masih dapat ditoleransi oleh paku untuk
pertumbuhannya. Kelembaban relatif yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan
paku pada umumnya berkisar antara 60-80 % (Hoshizaki dan Moran, 2001).
3. Intensitas cahaya
Tumbuhan paku tumbuh baik pada kondisi yang ternaungi. Intensitas
cahaya yang baik bagi pertumbuhan paku berkisar antara 200-600 f.c (foot
candles) (Hoshizaki and Moran, 2001). Tumbuhan Paku pada stadia dewasa
membutuhkan cahaya yang lebih banyak dibandingkan tumbuhan paku pada
stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang rapat kurang cocok bagi
pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond memanjang dan kurus,
memperlambat siklus produksinya, serta cenderung menguning dan mati lebih
cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah namun cukup biasanya
berukuran besar dan tumbuh subur.
Pada kondisi cahaya tinggi, frond tumbuhan paku menjadi lebih keras,
lebih tebal, lebih banyak memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap
perubahan lingkungan. Sedangkan tumbuhan paku yang kelebihan cahaya
biasanya berukuran lebih kecil, kurang subur, daunnya hijau menguning serta
bagian tepi daunnya berwarna cokelat.
4. Ketinggian atau topografi
Faktor ketinggian sangat berpengaruh pada pertumbuhan suatu tumbuhan.
Hal ini karena faktor ketinggian sangat berhubungan erat dengan faktor
lingkungan yang lain. Ketinggian suatu tempat sangat mempengaruhi iklim,
terutama curah hujan dan suhu udara. Curah hujan sangat berkorelasi positif
dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkolerasi negatif dengan ketinggian.

F. Manfaat Tumbuhan Paku


a. Tumbuhan paku yang hidup pada zaman karbon telah memfosil, fosil tersebut
berupa batu bara yang dapat dijadikan bahan bakar.
b. Sebagai tanaman hias, seperti suplir, paku sarang burung, dan paku tanduk rusa
yang bentuknya seperti tanduk rusa dan sering ditanam dengan ditempelkan pada
pohon.
c. Berguna untuk obat-obatan, misalnya dyoptoris fillixmas, Lycopodium
clavatyum.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumbuhan lumut adalah golongan tumbuhan tingkat rendah yang
filogenetiknya lebih tinggi daripada golongan alga, karena dalam susunan
tubuhnya sudah ada penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup di darat.
Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan belum memiliki akar, batang, serta daun
sejati atau disebut thalus, mengalami metagenesis, tergolong kingdom plantae
dalam divisi bryophyta. Sedangkan Tumbuhan paku merupakan tumbuhan
berpembuluh, pada organ tubuhnya sudah ditemukan jaringan angkut berupa
xylem dan floem. Tumbuhan paku sudah mengalami diferensiasi, artinya
tumbuhan tersebut sudah dapat dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun.
Tumbuhan paku-pakuan terdiri dari berbagai macam spesies dan setiap spesiesnya
memiliki ciri-ciri sendiri dari ciri khusus maupun umum, dari morfologi dan
tempat hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ance Gunarsih Kartaspoetra. (2006). Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap


Tanah dan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Glime, J. M., & Saxena. (2006). Uses of Bryophytes Today and Tomorrow's . New
Delhi: Printers and Publisherd.
Gradstein, S. R. (2003). Ecology of Bryophuta. A Handout Lecture of Regional
Training Course On Biodeversity and Lichens. . Bogor. Indonesia.
Hasan , M., & Ariyanti, N. S. (2004). Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango Volum 1. Cibodas: Balai Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango.
Hoshizaki, B.J and R.C.Moran 2001. Fern Grawer’s Manual Revised and
Expanded Edition. Portland: Timber Press.
(Tjitrosoepomo, 1994) (Hoshizaki, 2001)Indah, N. (2009). Taksonomi Tumbuhan
Tingkat Rendah (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta).
Jember: Jurusan Biologi, Fakultas MIPA IKIP PGRI.
Mishler et al. (2003). Phylogenetic Relationships of the Green Algae and
Bryophytes . Ann. Mo. Bot. Gard.
Mujiman. (1997). ''Keaneragaman dan Distribusi Tumbuhan dan pada Lahan
Bekas Aliran Gunung Merapi Sebagai Sumber Belajar Biologi di SMU''
Skripsi. Jurdik Biologi FMIPA UNY.
Polunin, N. (1990). Pengantaran Geografi Tumbuhan dan dan Beberapa Ilmu
Serumpun (Terjemahan Gembong Tjitrosoepomo). . Yogyakarta: Fakultas
Biologi Universitas Gadjah Mada.
Raihan, C., Nurasiah, & Zahara, N. (2018). Keaneragaman Tumbuhan Lumut
(Bryophyta) di Air Terjun. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2018, 439.
Riandari, Henny. (2011). Theory and Aplication of Biology 11. Solo: Tiga
Serangkai.
Tjitrosomo, S. S. (1948). Botani Umum. Bandung: Angkasa.
Tjitrosoepomo, G. 1994 Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada
University.

Anda mungkin juga menyukai