Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN KERJA PRAKTEK

“KAJIAN RISIKO BENCANA KABUPATEN RAJA AMPAT 2018-2022”

disusun oleh :

GILBERT JOSEPTIAN
NIM : 1470241012

PROGRAM STUDI TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerja Praktek


Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat pertama disebutkan
bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.Kemudian dalam
ayat keduanya disebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan
undang-undang.
Hal ini berarti Negara Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya
untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya
masing-masing serta untuk mengusahakan suatu sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam menunjang kebutuhan tersebut.Tujuan pendidikan secara
umum adalah untuk memperbaiki dan menambah kualitas sumber daya manusia
yang memadai, maka pembangunan diharapkan mampu mencapai titik optimal
tujuan pembangunan.
Universitas Krisnadwipayana sebagai salah satu lembaga pendidikan
tinggi di Indonesia mengemban satu misi dan usaha-usaha dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa demi pembangunan bangsa Indonesia di masa
yang akan datang. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha-usaha untuk
membentuk manusia yang berkualitas.
Melalui Tri Dharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian
dan pengabdian pada masyarakat, maka lembaga ini mewajibkan mahasiswa
untuk melaksanakan Kerja Praktek (KP).Berdasarkan kurikulum setiap
mahasiswanya diwajibkan untuk mengikuti kerja praktek yang merupakan salah
satu syarat di dalam menempuh program pendidikan keserjanaan.Hal ini
dikarenakan kerja praktek merupakan suatu pengetahuan dan pengalaman
tersebut tidak didapat dalam bangku perkuliahan.
Mahasiswa yang telah mendapat pengetahuan secara teori selama di
bangku kuliah dirasakan belum cukup untuk terjun langsung ke dalam masyarakt
bila tidak ditunjang dengan pengetahuan secara praktek yang dapat
diimplementasikan ke dalam kerja praktek tersebut.Maka dari itu disamping teori-
teori, mahasiswa juga perlu dibekali dengan pengetahuan secara praktek serta
pengalaman untuk melatih kemapuan diri dan sekaligus penguasaan dalam teori.

1
Kita menyadari bahwa pengalaman secara teoritis sangatlah berbeda
dengan pengalaman secara praktis yang didapat langsung dalam kerja praktek,
namun secara tidak langsung pengalaman secara praktis juga mempunyai dasar-
dasar secara teoritis.

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran Kerja Praktek


1.2.1 Maksud Kerja Praktek
Maksud kerja praktek adalah menyusun program yang digunukan sebagai
bahan acuan untuk meningkatkan keterampilan di dalam melatih kemampuan
diri, melatih cara kerja berpikir secara sistematis sehingga dapat bekerja dengan
realistis dan mendapatkan pengenalan tentang kebijaksanaan dari mekanisme
proses perencanaan yang berlaku sekarang, sehingga dapat memahami
masalah-masalah yang terjadi di lapangan dan juga pendekatan pemecahannya
dalam arti keseluruhan mahasiswa lebih mengenal kemampuan diri dalam
menghadapi lingkungan kerja sesungguhnya (membumi) dengan pekerjaannya.

1.2.2 Tujuan Kerja Praktek


Adapun tujuan dari pelaksanaan kerja praktek adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengenal tugas, fungsi dan kedudukan sebagai
Praktikan di instansi maupun perusahaan konsultan dalam lingkungan
yang luas.
2. Pengenalan mahasiswa pada situasi dan lingkungan kerja, sehingga
setiap mahasiswa memiliki gambaran tentang lingkup profesinya dan
memiliki bekal serta pengalaman pada saat memasuki dunia kerja
sesungguhnya.
3. Peningkatan kemampuan individual dalam menerapkan ilmu dan teori
yang didapat bangku kuliah dan mengaplikasikannya dengan
pengetahuaan praktis yang sesuai dengan profesi dan keahlian seorang
perencana.
4. Mendidik praktikan dalam hal disiplin kerja, loyalitas dan komunikasi antar
rekan kerja.
5. Memenuhi syarat dalam menyelesaikan program studi (S1).

2
1.2.3 Sasaran Kerja Praktek
Adapun sasaran yang ingin dicapaimdalam pelaksanaan kerja praktek ini
antara lain :
1. Dapat membantu pola pikir dan pemahaman dalam melihat dan
menelaah kenyataan dan permasalahan yang di jumpai di lapangan.
2. Dapat mengatasi permasalahan di lapangan dengan disiplin ilmu
serta teori-teori ilmu perencanaan yang diperoleh sewaktu
perkuliahan. Karena pada kenyataannya penerapan teori-teori
perencanaan sering dijumpai dalam suati proses perencanaan.
Untuk itulah pelaksanaan kerja praktek ini diharapkan dapat membentuk
pola pikir mahasiswa secara kreatif sehingga sasaran dapat terwujudkan.

1.3 Persyaratan Akademis


Berdasarkan pada kurikulum yang tercantum pada jurusan Perencanaan
Wilayah & Kota, maka kerja praktek dilaksanakan pada semester VII, sesuai
dengan proseduryangtelah ditetapkan, sehingga setiap mahasiswa yang akan
mengambil mata kuliah kerja praktek tersebut diharuskan melalui tahapan-
tahapan tersebut. Persyaratan akademis yang diajukan kepada mahasiswa untuk
melaksanakan kerja praktek adalah jika mahasiswa yang bersangkutan telah
menempuh 110 sks (semester I s/d semester VI) ditambah dengan sudah lulus
mata kuliah Studio (Studio Proses Perencanaan, Studio GIS, Studio
Perencanaan Wilayah dan Studio Perencanaan Kota). Jika seorang mahasiswa
beban kredit semesternya telah mencapai 110 sks,maka ia wajib untuk
melaksanakan kerja praktek. Kerja praktek memiliki beban kredit sebanyak 3
(tiga) sks dan dapat diajukan kapan saja jika mahasiswa tersebut telah
memenuhi syarat-syarat akademis.Selain itu pula, mahasiswa harus sudah
memenuhi persyaratan-persyaratan lainnya seperti melunasi administrasi dan
tidak dalam masa cuti.

1.4 Prosedur Administrasi Kerja Praktek


Sebelum melakukan kerja praktek ke instansi pemerintah pusat dan
daerah ataupun ke perusahaan yang berkaitan dengan bidang perencanaan
wilayah dan kota, maka praktikan terlebih dahulu mengikuti prosedur mengenai
pelaksanaan sebelum melakukan kerja praktek.
Prosedur kerja praktek adalah sebagai berikut :

3
1. Memenuhi persyaratan akademik dan administrasi.
2. Memenemui PA (Pembimbing Akademik) untuk mengecek persyaratan
akademik.
3. Pastikan menemui Kaprodi dan dosen KP yang bersangkutan untuk
meminta pengarahan-pengarahan mengenai kerja praktek yang akan
dilaksanakan.
4. Praktikan menghubungi dosen yang sudah dipilih yang akan dijadikan
sebagai dosen pembimbing dari kerja praktek.
5. Praktikan menghubungi Kaprodi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
untuk membuat surat permohonan kerja praktek kepada Instansi atau
perusahaan yang bersangkutan.
6. Praktikan mengajukan surat permohonan kerja praktek tersebut kepada
IKP (Instansi Kerja Praktek).
7. Praktikan menerima tanggapan dari IKP terhadap permohonan praktikan.
8. Praktikan menghubungi kaprodi atau dosen KP untuk mengkonfirmasikan
tempat IKP yang diambil.
9. Kemudian dimulainya pelaksanaan kerja praktek di PT. Phibetha
Kalamwijaya dengan memberikan pengenalan dan pengarahan di
lingkungan pekerjaan diawal kerja praktek di perusahaan tersebut.
10. Setelah mahasiswa menyelesaikan masa kerja praktek yang akan
dilakukan selama 2 bulan lebih, selanjutnya PT. Phibetha Kalamwijaya
akan memberikan penilaian selama bekerja di instansi tersebut.
11. Kemudian penilaian dan laporan kerja praktek tersebut diserahkan
kepada dosen pembimbing kerja praktek untuk memperoleh nilai akhir
dari kerja praktek.
Secara lebih jelas mengenai prosedur kerja praktek dapat dilihat pada Gambar
1.1

4
Gambar 1.1
Prosedur Administrasi Kerja Praktek

1. Memahami persyaratan akademik &


administrasi

2. Menemui PA untuk mengecek persyaratan akademik dan


administrasi

3. Menemui Kaprodi dan Dosen KP untuk mengarahkan Kerja


Praktek

4. Menghubungi Dosen Pembimbing KP

5. Mengajukan surat permohonan KP ke Kaprodi

6. Kaprodi Tanda Tangan Surat KP

7. Mengajukan Surat Permohonan ke IKP

8. Praktikan Menerima Tanggapan Dari IKP

9. Praktikan mengubungi kaprodi 7 dosen KP untuk konfrimasi IKP

10. Melaksanakan Kerja Praktek selama 2 Bulan di tempat IKP

11. Menyusun laporan kerja praktek dan penelitian


IKP
- Laporan KP dan Lampiran
- Presentasi dan Diskusi

5
1.5 Pertimbangan Pemilihan Kerja Praktek
Pertimbangan pemilihan kerja praktek dilaksanakan di PT. Phibetha
Kalamwijaya. Hal ini dikarenakan kegiatan di PT. Phibetha Kalamwijaya
menangani pekerjaan-pekerjaan tata ruang (pengembangan kota dan wilayah),
penanganan lingkungan, pengembangan kawasan andalan, dan pemberdayaan
masyarakat. sesuai dengan program studi yang Praktikan jalani yaitu program
studi Perencanaan Wilayah dan Kota.

1.6 Kedudukan Praktikan Dalam Kerja Praktek


Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, praktikan berada di bawah
pengawasan langsung Manajer PT. Phibetha Kalamwijaya yaitu praktikan
ditugaskan untuk turut serta membantu Tim Leader (TL) dan Tenaga Ahli di
kegiatan Kajian Risiko Bencana Kabupaten Raja Ampatserta praktikan juga
diberikan keleluasaan untuk memperoleh data yang terkait baik itu dari instansi
pemerintahan ataupun konsultan PT. Phibetha Kalamwijaya, dalam mengenai
materi praktikan.

1.7 Jadwal Kegiatan Kerja Praktek


Sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, maka pelaksanaan kerja praktek
terhitung mulai tanggal 30Oktober 2017 Sampai dengan 22Desember 2017.Dari
waktu yang telah ditetapkan tersebut, maka praktikan melakukan kerja praktek di
PT. Phibetha Kalamwijaya dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Untuk
lebih jelasnya mengenai uraian kegiatan kerja praktek dapat dilihat pada Tabel
1.1

6
Tabel 1.1
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Risiko Bencana Kabupaten Raja Ampat 2018-2022
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

A PERSIAPAN

Persiapan Awal

1 Mobilisasi Tim

2 Penyiapan Sarana dan Prasarana


Kerja

3 Penyusunan Rencana Kerja

4 Rapat Internal Tim (Kick of


Meeting)

Persiapan Teknis

5 Review Kajian Risiko Bencana


2016

6 Pemantapan Metodologi

7 Penyediaan peta-peta tematik


yang mendukung keakuratan data
hasil Kajian Risiko Bencana

8 Penyediaan Peta RBI

9 Studi literatur terkait Kajian Risiko

7
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Bencana

10 Penyediaan data faktual


kebencanaan daerah

11 Penyusunan Peta Bahaya Dasar


sebagai acuan dalam melakukan
survey dan pengambilan data

12 Menyusun metodologi
pelaksanaan survey lapangan

13 Penyusunan Laporan
Pendahuluan

14 Presentasi Laporan Pendahuluan

B PELAKSANAAN

1 Diskusi Asistensi #

2 Rapat Koordinasi Persiapan

3 Workshop Sosialisasi dan


Internalisasi Kegiatan

4 Survey dan Verifikasi Lapangan

5 Penyusunan Laporan Antara

6 Rapat Asistensi #1 (Asistensi

8
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Draft Awal Peta Bahaya, Peta


Kerentanan, Dan Peta Kapasitas,
Peta Risiko)

7 Presentasi Laporan Antara

8 Penyusunan Draft #1 Kajian


Risiko Bencana

9 Diskusi Teknis Daerah

10 Rapat Asistensi #2 (Draft Final


Peta Bahaya, Peta Kerentanan,
Dan Peta Kapasitas, Peta Risiko,
Dan Multirisiko)

11 Penyusunan Draft #2 Kajian


Risiko Bencana

12 Penyusunan Laporan Akhir


Sementara

13 Presentasi Laporan Akhir


Sementara dan Review BNPB

14 Rapat Asistensi #3 (Draft Final


Dokumen PRB)

15 Penyusunan Hasil Akhir dan


Laporan Akhir

9
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

16 Presentasi Laporan Akhir

C PELAPORAN

1 Penyerahan Laporan
Pendahuluan

2 Penyerahan Laporan Antara

3 Penyerahan Laporan Akhir


Sementara

4 Penyerahan Laporan Akhir

Keterangan : - Kegiatan Praktikan

10
Tabel 1.2

Jadwal Pelaksanaan Kerja Praktek Praktikan

Oktober November Desember


No Jenis Kegiatan Ket.
II III IV I II III IV I II III
Pengenalan terhadap subtansi
pekerjaan menurut Kerangka Acuan
1 Kerja (KAK) dan adaptasi dengan
lingkungan di PT PT. Phibeta
Kalamwijaya
Pengenalan pekerjaan Kajian Risiko
2 Bencana Kabupaten Raja Ampat
2018-2022

Mekanisme kerja dan penugasan


praktikan dalam Tim Pekerjaan Kajian
3
Risiko Bencana Kabupaten Raja
Ampat 2018-2022

Penyusunan Laporan Akhir


Sementara Kajian Risiko Bencana
Kabupaten Raja Ampat 2018-2022
4 Rapat Asistensi #1 (Asistensi Draft
Awal Peta Bahaya, Peta Kerentanan,
Dan Peta Kapasitas, Peta Risiko)
Presentasi Laporan Akhir Sementara
Penyusunan Draft Laporan Akhir
5
Kajian Risiko Bencana
6 Diskusi Teknis Daerah

11
Oktober November Desember
No Jenis Kegiatan Ket.
II III IV I II III IV I II III
Focus Group Discussiun (FGD) 1
bersama SKPD terkait di Kabupaten
Raja Ampat.
7 - Rapat Asistensi #2
(Asistensi Draft Awal Peta Bahaya,
Peta Kerentanan, Dan Peta
Kapasitas, Peta Risiko)
8 Penyusunan Laporan Akhir
Presentasi Laporan Akhir dan Review
9
BNPB
Penyusunan laporan kerja praktek dan
10 asistensi ke pembimbing kantor dan
Prodi PWK

12
BAB II
INSTANSI KERJA PRAKTEK

2.1 Pengenalan Instansi Kerja Praktek


2.1.1 Profil PT Phibetha Kalamwijaya
PT. Phibetha Kalamwijaya atau disingkat PKW adalah suatu perusahaan
konsultan umum yang bergerak dalam bidang Usaha Jasa
Konsultansi.Perusahaan ini didirikan pada bulan Juni 2004.oleh tenaga-tenaga
professional yang mempunyai spesialisasi di bidang pemberian jasa konsultansi
dalam bidang manajemen dan teknik.
Sesuai dengan perkembangan selama ini, Phibetha banyak menangani
pekerjaan-pekerjaan tata ruang (pengembangan kota dan wilayah), penanganan
lingkungan, pengembangan kawasan andalan, dan pemberdayaan masyarakat.

2.1.2 Struktur Organisasi PT. Phibetha Kalamwijaya


Struktur organisasi Phibetha terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Manajer Divisi, Cabang/Perwakilan. Dewan Komisaris mempunyai tugas untuk
mengontrol kegiatan perusahaan secara umum. Kendali perusahaan dibawah
Direktur Utama dibantu oleh dua direktur, yaitu Direktur Marketing, Direktur
Operasi. Direktur-direktur tersebut dibantu oleh Manajer Operasi, manajer
Pemasaran, Manajer Keuangan dan Manajer Umum serta Kepala Cabang. Lebih
jelas struktur organisasi Phibetha dapat dilihat pada Gambar 2.1.

13
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Phibetha Kalamwijaya

2.1.3 Karyawan dan Fasilitas


Karyawan tetap Phibetha saat sekarang ini berjumlah 45 orang yang
terdiri dari 30 orang di Kantor Pusat Pondok Pinang Jakarta Selatan, 15 orang di
Kantor Cabang Kuningan, Jakarta Selatan.Disamping karyawan tetap, Phibetha
juga merekrut karyawan kontrak yang ditugaskan pada proyek untuk jangka
waktu tertentu. Jumlahnya bervariasi tergantung pada macam dan jumlah
proyek. Pada saat sekarang ini jumlah karyawan kontrak mencapai 150 orang.
Manajemen perusahaan dikendalikan dari Kantor Pusat di Jalan
Sapta Taruna III No 5,Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Kantor Pusat dilengkapi
peralatan kantor yang cukup memadai yang terdiri dari mebeler dan berbagai
peralatan kerja. Juga dilengkapi oleh fasilitas lainnya, seperti komputer, laptop,
printer laser, printer ink jet, ploter, scanner, UPS, saluran telpon, e-mail, AC dan
kendaraan roda empat.

2.1.4 Layanan Jasa Konsultansi

Sesuai dengan Sertifikasi yang dimiliki, Phibetha menawarkan kegiatan


usaha jasa konsultansi dengan bidang dan layanan sebagai berikut:

14
a. Bidang Konstruksi :
1. Perencanaan Arsitektur: (Jasa Nasihat dan Pra Desain Arsitektural;
Jasa Desain Arsitektural; Jasa Penilaian Perawatan dan Kelayakan
Bangunan Gedung; Jasa Desain Interior; Jasa Arsitektural Lainnya).
2. Perencanaan Rekayasa: (Jasa Desain Rekayasa Untuk Pekerjaan
Teknik Sipil Air; Jasa Desain Rekayasa Untuk Pekerjaan Teknik Sipil
Transportasi).
3. Perencanaan Penataan Ruang: (Jasa Perencanaan dan Perancangan
Perkotaan; Jasa Perencanaan Wilayah; Jasa Perencanaan dan
Perancangan Lingkungan Bangunan dan Lansekap; Jasa
Pengembangan Pemanfaatan Ruang).
4. Pengawasan Rekayasa: (Jasa Pengawas Pekerjaan Konstruksi
Bangunan Gedung; Jasa Pengawas Pekerjaan Konstruksi Teknik Sipil
Transportasi; Jasa Pengawas Pekerjaan Konstruksi Teknik Sipil Air).
5. Jasa Konsultansi Spesialis: (Jasa Pembuatan Prospektus Geologi
dan Geofisika; Jasa Survey Permukaan Tanah; Jasa Pembuatan Peta;
Jasa Pengujian dan Analisa Komposisi dan Tingkat kemurnian; Jasa
Pengujian dan Analisa Parameter Fisikal; Jasa Inspeksi Teknikal).
6. Konsultansi Lainnya: (Jasa Konsultansi Lingkungan; Jasa Manajemen
Proyek Terkait Konstruksi Bangunan; Jasa Manajemen Proyek Terkait
Konstruksi Pekerjaan Teknik Sipil Transportasi; Jasa Manajemen
Proyek Terkait Konstruksi Pekerjaan Teknik Sipil Keairan).
b. Bidang Non Konstruksi :
1. Pengembangan Pertanian Dan Perdesaan: (Prasarana Sosial Dan
Pengembangan / Partisipasi Masyarakat; Kredit dan Kelembagaan
Pertanian; Kehutanan; Perikanan dan Kelautan; Konservasi dan
Penghijauan; Sub-bidang Pengembangan Pertanian dan Perdesaan
Lainnya).
2. Transportasi:(Pengembangan Sarana Transportasi;Legislasi/Peraturan
Bidang Transportasi; Usaha Jasa Angkutan; Sub-bidang Transportasi
Lainnya).
3. Telematika: (Telekomunikasi Darat; Perangkat Keras; Aplikasi /
Perangkat Lunak; Sub-bidang Telematika Lainnya).
4. Perindustrian dan Perdagangan: (Perindustrian).

15
5. Pertambangan dan Energi: (Ekonomi Dan Konversi Energi; Sub-
bidang Pertambangan dan Energi Lainnya).
6. Keuangan: (Pembelanjaan Sektor Pemerintah; Manajemen Keuangan
Perusahaan; Manajemen Investasi dan Portofolio; Pengawasan dan
Regulasi Sektor Keuangan; Sub-bidang Keuangan Lainnya).
7. Pendidikan: (Sub-bidang Pendidikan Lainnya).
8. Kependudukan: (Program Kependudukan dan Program
Pengembangan Peran Wanita; Organisasi Program Kependudukan;
Sistem Pelayanan Keluarga Berencana; Tenaga medis Pelayanan
Keluarga Berencana; Penyuluhan, Pendidikan dan Komunikasi;
Pemantauan, Evaluasi dan Penelitian; Sub-bidang Kependudukan
Lainnya).
9. Jasa Konsultansi Destinasi Pariwisata: (Pemberdayaan Masyarakat;
Pembangunan Daya Tarik Wisata; Pembangunan Pra Sarana;
Penyediaan & Pembangunan Fasilitas / Sarana Pariwisata).
10. Jasa Konsultansi Industri Pariwisata: (Usaha Jasa Pengelolaan
Pelayanan Wisata; Usaha Jasa Pengelolaan dan Penyediaan Fasilitas
Wisata; Usaha Jasa Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pertemuan,
Perjalanan Insentif, Konferensi dan Pameran (MICE)).
11. Jasa Konsultansi Kelembagaan Kepariwisataan: (Pengembangan
Sumber Daya Manusia; Pengembangan Pranata Kelembagaan
Organisasi).
12. Jasa Survey: (Survey Teristris; Survey Hidrografi / Batimetri; Sistem
Informasi Geografi; Survey Registrasi Kepemilikan Tanah / Kadastral).
13. Jasa Studi, Penelitian & Bantuan Teknik: (Studi Makro; Studi
Kelayakan & Studi Mikro Lainnya; Jasa Bantuan Teknik).
14. Jasa Konsultansi Manajemen: (Perencanaan Sistim Akuntansi;
Pelatihan dan Pengembangan SDM; Konsultasi Manajemen
Fungsional).
15. Jasa Konsultansi Penelitian Kepariwisataan: (Jasa Survey dan
Investigasi; Jasa Studi & Analisa Sosial, Kultural dan Aspek Legal; Jasa
Studi & Analisa Lingkungan; Jasa Studi & Analisa Keekonomian).
16. Jasa Konsultansi Perencanaan Kepariwisataan: (Jasa Perencanaan
Umum & Konsultansi Pembangunan / Pengembangan; Jasa Rancang
Bangun dan Bantuan Teknik; Jasa Perencanaan Informasi Teknologi).

16
17. Jasa Konsultansi Studi Kelayakan Kepariwisataan: (Jasa
Konsultansi Studi Kelayakan Kepariwisataan).
c. Lingkup Layanan yang diberikan :
Survey Teritis, Survey Pengindraan Jauh/Fotogrametri, Survey
Hidrografi/Batimetri, Sistem Informasi Geografis, Survey Hidrologi,
Investigasi Teknik, Manajemen Konstruksi, Manajemen Proyek, Quality
Survey, Perencanaan Umum, Perencanaan (Teknik, Operasional,
Pemeliharaan), Studi Kelayakan, Penelitian, Bantuan dan Nasehat Teknik,
Inspeksi/Supervisi, Manajemen Konstruksi, Manajemen Proyek.

2.2 Pengalaman PT. Phibetha Kalamwijaya


PKW didirikan untuk mengantisipasi kebutuhan perusahaan konsultan
yang mempunyai spesialisasi pada bidang pekerjaan Pengembangan
Wilayah/Kota, Pengembangan Kawasan Andalan, Penanganan Lingkungan,
Survei, dan Pemetaan. Sesuai dengan nama dan harapannya, PKW telah
mendapat kepercayaan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, antara lain
dapat dilihat pada daftar pengalaman selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dan
uraian pengalaman kerja sejenis selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.

2.3 Struktur Organisasi Tim Pelaksanaan Pekerjaan


Pembentukan organisasi pelaksanaan pekerjaan dibutuhkan untuk
melakukan koordinasi tim, baik secara horizontal (antar tenaga ahli) maupun
secara vertikal (tenaga ahli dengan Direksi Perusahaan). Di samping itu,
organisasi kerja juga mengatur hubungan keluar, dengan pihak Pemberi
Pekerjaan.
Dengan banyaknya tenaga ahli yang dilibatkan, maka pelaksanaan
pekerjaan ini memerlukan koordinasi yang baik, agar output dan outcome dari
pekerjaan ini dapat dicapai secara optimal.
Untuk melaksanakan kegiatan Kajian Risiko Bencana Kabupaten Raja
Ampat 2018-2022. Konsultan akan menugaskan Tim Pelaksana yang terdiri atas
4 (Empat) orang tenaga ahli dan 7 (Tujuh) orang tenaga pendukung. Dalam
melaksanakan tugasnya, tim pelaksana pekerjaan bertanggung jawab kepada
Tim Teknis (Project Officer), baik langsung maupun melalui Direksi Perusahaan.
Tanggung jawab yang berkaitan dengan administrasi proyek dilakukan melalui
Direksi Perusahaan, tetapi tanggung jawab teknis pekerjaan dilaksanakan

17
langsung oleh Tim Pelaksana di bawah pimpinan Ketua Tim. Secara hierarkis,
struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan

TIM ASISTENSI

2.3.1 Kedudukan Praktikan Dalam Pekerjaan


Dalam hal ini kedudukan praktikan dalam Pekerjaan Kajian Risiko
Bencana Kabupaten Raja Ampat Tahun 2018-2022 yaitu sebagai Staf Asisten
Tenaga Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota.

18
Gambar 2.3 Kedudukan Praktikan Dalam Pekerjaan

PRAKTIKAN

2.3.2 Tugas Praktikan Dalam Pekerjaan


Praktikan dalam pekerjaan ini memiliki tugas antara lain:
1. Mengikuti konsolidasi bersama dengan tim ahli dan tim asistensi
untuk menyamakan pandangan substansi.
2. Menyusun Laporan Akhir Sementara dan mengikuti FGD mengenai
Laporan Akhir Sementara dengan BNPB.
3. Mengikuti FGD dengan BNPB untuk review kajian risiko bencana
Tahun 2015-2020 sebagai pedoman dalam penyusunan Laporan
Akhir.
4. Menyusun bahan diskusi teknis untuk BPBD Kabupaten Raja Ampat.
5. Menyusun draft Laporan Akhir.
6. Mengikuti FGD kajian risiko bencana Kabupaten Raja Ampat
Bersama BNPB,BPBD Raja Ampat,Tim Teknis dan Tim Asistensi

19
BAB III
PEMBAHASAN MATERI KERJA PRAKTEK

3.1 Pengenalan Materi Kerja Praktek


3.1.1 Latar Belakang Kajian Risiko Bencana
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
ancaman yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk
dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam,
bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya
akan sumberdaya alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor
geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat
faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama
tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi,
radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait
dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas,
alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks
merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Berdasarkan catatan sejarah, Indonesia mengalami beberapa bencana
dengan skala sangat besar atau “Catastrophe” baik pada era sebelum Indonesia
merdeka pada Tahun 1945, atau pun setelahnya. Sebelum Indonesia merdeka,
tercatat beberapa bencana besar yang terjadi, yaitu:
1. Letusan supervolcano yang membentuk Danau Toba di Provinsi
Sumatera Utara diprediksi terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu. Pada saat itu
terjadi letusan supervolcano dengan skala VEI 8 yang memuntahkan 2.800 km3,
dengan 800 km3 batuan ignimbrite dan 2.000 km3 abu vulkanik setinggi 10 km
diatas permukaan laut yang menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke
Afrika Selatan ;
2. Demikian halnya dengan letusan Gunung Tambora yang meletus pada 10
April 1815. Letusan ini memuntahkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material
vulkanik dengan skala VEI 7 yang menimbulkan korban tidak kurang dari 71.000
orang dengan 11.000 – 12.000 diantaranya meninggal secara langsung.
Gelombang hawa dingin membuattahun 1816 menjadi “tahun yang tidak memiliki

20
musim panas” dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan
yang meluas ; dan
3. Pada Tanggal 26-27 Agustus 1883 letusan gunung Krakatau
menyebabkan kurang lebih 36.000 jiwa meninggal dan daya ledaknya
diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan
Nagasaki diakhir Perang Dunia II. Hamburan debunya terasa sampai Norwegia
dan New York .
Setelah Indonesia merdeka terjadi satu bencana masif di Aceh. Gempa
berkekuatan 9,3 skala Richter, menurut Badan Meteorologi Klimatologi
Geofisika (BMKG), terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, termasuk gempa
ketiga terbesar dalam sejarah kegempaan di dunia. Gempa ini menimbulkan
ombak Tsunami setinggi 9 meter dan sekitar 225.000 jiwa meninggal di 11
negara termasuk Indonesia, Sri Lanka, India dan Thailand. Di Indonesia sendiri
gempabumi dan tsunami mengakibatkan sekitar 165.708 korbanjiwa dan nilai
kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari Rp 48 triliun .
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Indonesia dalam sebuah
kesatuan negara, baik pemerintah, masyarakat dan komunitas-komunitas lain,
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana. Keragaman dan
keunikan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 17.508 pulau, dihuni oleh lebih dari 250 juta jiwa dengan total luas
wilayah 1.904.569 km2, membuat upaya-upaya penyelenggaraan
penanggulangan bencana membutuhkan beragam pendekatan untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Beberapa upaya telah dilaksanakan untuk
memberikan pondasi yang kokoh bagi keragaman pendekatan tersebut. Pondasi
ini dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai penanggung jawab
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menjadi dasar penyelenggaraan penanggulangan bencana di
Indonesia. Terbitnya Undang-undang tersebut telah memicu terjadinya
pergeseran paradigma penanggulangan bencana menjadi berorientasi
pengurangan risiko. Oleh karena itu Kabupaten/Kota sebagai pemangku
kepentingan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat perlu melakukan
upaya terpadu melalui pengkajian risiko bencana yang terukur. Hal ini sejalan
dengan fokus fase penanggulangan bencana Indonesia saat ini. Sejalan dengan
itu, pengukuran efektivitas penanggulangan bencana berdasarkan indeks risiko

21
membutuhkan baseline (gambaran dasar) yang digunakan sebagai acuan saat
mengukur keberhasilan dinamika penyelenggaraan penanggulangan bencana
di Indonesia selama 5 tahun ke depan. Baseline indeks risiko bencana pada
dasarnya tetap mengacu kepada metodologi Kajian Risiko Bencana yang telah
ditetapkan menjadi Peraturan oleh Kepala BNPB.
Berdasarkan kesepakatan global terkait dengan pengurangan risiko
bencana, Indonesia telah menyepakati Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction (SFDRR) 2015-2030. Salah satu rencana aksinya adalah memahami
risiko bencana. Kebijakan dan praktik penanggulangan bencana harus
didasarkan pada pemahaman tentang risiko bencana pada semua dimensi,
yakni ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Pengetahuan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk tujuan penilaian risiko sebelum bencana, pencegahan, dan
mitigasi, serta pengembangan dan pelaksanaan kesiapsiagaan yang memadai
dan respon yang efektif terhadap bencana. Oleh karena itu, penyusunan kajian
risiko bencana penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk
melaksanakan rencana aksi di dalam SFDRR.
Penyusunan kajian risiko bencana di seluruh wilayah Indonesia
penting dilakukan sebagai landasan konseptual untuk mengurangi dampak
yang ditimbulkan oleh bencana sekaligus dalam rangka pengenalan dan
adaptasi terhadap bahaya yang ada, serta kegiatan berkelanjutan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko jangka panjang, baik terhadap
kehidupan manusia maupun harta benda sehingga dapat mengurangi indeks
risiko bencana sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Hasil pengkajian risiko bencana juga diharapkan mampu menjadi
landasan teknokratis bagi rencana- rencana terkait penanggulangan bencana di
daerah seperti: rencana penanggulangan bencana; rencana- rencana teknis
pengurangan risiko bencana; rencana penanggulangan kedaruratan bencana;
rencana kontingensi; rencana operasi kedaruratan; dan rencana pemulihan
pasca bencana. Oleh karena itu pelaksanaan pengkajian risiko bencana harus
dilakukan berdasarkan data dan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Oleh karena itu BNPB dengan DIPA Tahun 2017, menginisiasi Pekerjaan
Pengkajian Risiko Bencana di kabupaten/kota agar dapat dijadikan sebagai
dasar penyusunan kebijakan penanggulangan bencana di daerah maupun

22
nasional. Kabupaten/kota yang difasilitasi merupakan kabupaten/kota yang
termasuk lokasi prioritas RPJMN, sudah memiliki Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD), dan belum memiliki kajian risiko bencana sesuai
standar metodologi yang sama, serta memiliki jumlah jiwa terpapar yang cukup
tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana memerlukan dukungan jasa konsultansi pihak ketiga untuk kegiatan
penyusunan kajian risiko bencana di Kabupaten/Kota terpilih.

3.1.2 Maksud dan Tujuan Kajian Risiko Bencana


Kegiatan ini diharapkan dapat mendukung Direktorat PRB dalam
penyusunan kajian risiko bencana di kabupaten/kota terpilih, yang
dimaksudkan untuk menghasilkan Kajian Risiko Bencana sebagai dasar yang
kuat dalam perencanaan kebijakan guna meningkatkan efektivitas upaya
manajemen bencana yang disebabkan oleh faktor penyebab bencana bagi
para pengambil keputusan dan para pelaku penanggulangan bencana di
Pusat dan Daerah dalam rangka mengurangi risiko dan dampak yang
ditimbulkan oleh bencana
Kegiatan ini bertujuan untuk:
1. Menyusun Kajian Risiko Bencana pada lokasi yang telah ditentukan
(sesuai Tabel 1);
2. Menyusun Peta Risiko (peta bahaya, peta kerentanan dan peta
kapasitas) dengan skala 1:50.000 untuk wilayah administrasi kabupaten
dan 1:25.000 untuk wilayah administrasi;
3. Mendukung Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten/Kota dalam upaya penyusunan kajian risiko bencana
sebagai bahan acuan kebijakan terkait penanggulangan bencana; dan
4. Melakukan review dan finalisasi hasil Dokumen Kajian dan Peta Risiko
(peta bahaya, peta kerentanan, dan peta kapasitas) yang telah
dilaksanakan pada tahun anggaran 2016 (sesuai Tabel 2).

3.1.3 Sasaran Kegiatan Kajian Risiko Bencana


Sasaran yang ingin di capai dari kegiatan ini adalah:
1. Tersusunnya Dokumen Kajian Risiko Bencana untuk setiap daerah dalam
lingkup wilayah kerja;

23
2. Tersusunnya album peta kajian risiko bencana untuk setiap daerah
dalam lingkup wilayah kerja dengan skala 1:50.000 untuk wilayah
administrasi kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah administrasi,
yang terdiri dari:
a.Peta-peta Bahaya;
b.Peta-peta Kerentanan;
c.Peta-peta Kapasitas;
d.Peta-peta Risiko Bencana; dan
e.Peta Risiko Multi Bahaya Daerah;
3. Tersusunnya kajian risiko bencana di tingkat kabupaten/kota yang dapat
digunakan sebagai bahan acuan kebijakan penanggulangan bencana
dalam bentuk database digital dengan format sistem informasi
geografis; dan
4. Terlaksananya review dan finalisasi hasil Dokumen Kajian dan Peta
Risiko (peta bahaya, peta kerentanan, dan peta kapasitas) yang telah
dilaksanakan pada tahun anggaran 2016.

3.1.4 Ruang Lingkup Kegiatan


A. Lingkup Jenis Bahaya
Pembahasan jenis bahaya pada kegiatan ini mengacu kepada
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yang dikeluarkan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana. Lingkup jenis bahaya dalam kegiatan ini
adalah:
1. Bahaya Gempabumi;
2. Bahaya Tsunami;
3. Bahaya Letusan Gunung Api;
4. Bahaya Cuaca Ekstrim;
5. Bahaya Kekeringan;
6. Bahaya Banjir;
7. Bahaya Banjir Bandang;
8. Bahaya Tanah Longsor;
9. Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi; dan
10. Bahaya Kabakaran Hutan dan Lahan;
Penentuan lingkup jenis bahaya disesuaikan dengan jenis potensi bahaya
yang ada di masing-masing daerah kerja.

24
B. Lingkup Wilayah Kerja
Kegiatan ini akan dilakukan di Kabupaten Raja Ampat Provinsi
Papua.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1

25
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Raja Ampat

26
3.2 Hubungan Pengkajian Risiko Bencana Dengan Sistem Perencanaan
Penanggulangan Bencana Indonesia
Kajian risiko bencana merupakan acuan dalam menentukan pilihan
tindakan sebagai bentuk intervensi yang dilakukan untuk memodifikasi risiko
bencana yang mungkin timbul. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipilih untuk
memodifikasi risiko bencana tersebut antara lain adalah berupa pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan dan pengalihan risiko bencana.

Gambar 3.2 KRB dalam Manajemen Penanggulangan Bencana

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kajian risiko bencana


merupakan upaya membangun penyelenggaraan penanggulangan bencana
yang terpadu, terstruktur, terukur, dan terarah. Hal ini dikarenakan bahwa
pengkajian risiko bencana yang tepat dapat memberikan dasar bagi penyusunan
perencanaan efektif dan realistis dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana. Oleh karena itu, pengkajian risiko bencana suatu daerah tidak hanya
mendalam, tapi juga dituntut untuk menghasilkan parameter-parameter tegas
dan jelas yang digunakan sebagai sasaran kunci kebijakan penanggulangan
bencana di daerah. Parameter tersebut tidak hanya berupa angka perhitungan

27
termasuk pembiayaan, namun juga dapat menentukan lokasi-lokasi yang
merupakan prioritas dan membutuhkan penanganan segera untuk menghindari
dampak negatif dari bencana.
Kajian Risiko Bencana merupakan induk sistem penanggulangan
bencana Indonesia. Seluruh upaya penanggulangan bencana pada tahap pra,
saat, maupun pasca bencana disusun mengacu kepada hasil pengkajian risiko
bencana. Hal ini menjadikan kajian risiko bencana sebagai suatu kesatuan utuh
dalam sistem perencanaan penanggulangan bencana.

3.3 Konsepsi Dasar Kajian Risiko Bencana


Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda, dan kerusakan lingkungan.
Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
sebagai berikut:

KETERANGAN:
1. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat
2. Ancaman adalah situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis,
geografis, geologis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi
menimbulkan korban dan kerusakan
3. Kerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk
mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak
ancaman tertentu. Kerentanan berupa kerentanan sosial budaya, fisik,
ekonomi dan lingkungan, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab

28
4. Kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara dan ketahanan yang
dimiliki pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi,
mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana
Pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus matematika.
Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman,
kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana
suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana
amat bergantung pada :
a) tingkat ancaman kawasan;
b) tingkat kerentanan kawasan yang terancam;
c) tingkat kapasitas kawasan yang terancam.

Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan


besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial
maupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana
digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak
risiko bencana.
Secara umum, metode pengkajian risiko bencana dapat dilihat pada
Gambar 3.3. Metode yang diperlihatkan tersebut merupakan metode yang
ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai
dasar pengkajian risiko bencana pada suatu daerah.
Berdasarkan metode ini, suatu pengkajian risiko bencana akan
menghasilkan gambaran spasial dalam bentuk peta risiko bencana. Selain itu
hasil dari pengkajian juga dapat memperlihatkan tingkat risiko bencana suatu
daerah dalam dokumen pengkajian risiko bencana.

29
Gambar 3.3 Metode Pengkajian Risiko Bencana

Sumber: Rawan Bencana Indonesia (RBI)

Peta Risiko Bencana dan Dokumen Kajian Risiko Bencana Daerah


menjadi dasar minimum untuk penyusunan kebijakan dan perencanaaan
penanggulangan bencana daerah. Asumsi dan pendekatan yang digunakan
pada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2
Tahun 2012 tersebut masih relevan untuk digunakan dengan beberapa
penambahan dan penyesuaian. Penambahan dan penyesuaian dibutuhkan agar
Pengkajian Risiko Bencana yang dilakukan dapat terjamin konektivitas dan
sinkronisasinya dengan konsepsi arah pembangunan nasional pada RPJMN
yang difokuskan terhadap penurunan risiko bencana pada daerah-daerah
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pada tahap ini dibutuhkan koordinasi
yang baik antara konsultan sebagai pelaksana kegiatan dengan BNPB selaku
pemilik kegiatan.

30
3.3.1 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari peran instansi daerah terkait. Oleh sebab itu, untuk mengefektifkan waktu, maka setiap
wilayah aglomerasi diwakili oleh fasilitator daerah sebagai penghubung dengan instansi setempan. Secara umum alur kegiatan dan timeline
pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 3.4
Gambar 3.4 Kerangka Pikir Kegiatan Kajian Risiko Bencana

31
3.3.2 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Pendekatan dalam pelaksanaan pekerjaan adalah kajian aspek-aspek


atau faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan atau menentukan dalam
pelaksanaan pekerjaan. Pelaksanaan kegiatan Pengkajian Risiko Bencana perlu
dipahami secara teknis, sehingga mampu menghasilkan gambaran objektif
bahaya, kerentanan, kapasitas, dan risiko bencana di suatu kawasan.
Pemahaman terhadap metodologi akan berpengaruh terhadap pemilihan
rencana kerja yang optimal pada saat pelaksanaan kegiatan.
Dalam hal ini pendekatan dalam pelaksanaan pekerjaan akan mendasari
penyusunan metodologi, rincian kegiatan maupun rencana pelaksanaan
pekerjaan. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka beberapa aspek
pendekatan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:

Penyusunan Dokumen KRB Kabupaten Raja Ampat Tahun 2018-2022


berdasarkan pada landasan operasional sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2015 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4739);

32
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara


Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4817);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);

10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4


Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana;

11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3


Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang


Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;

13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2


Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;

14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3


Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam
Penanggulangan Bencana.

15. Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah

3.4 Pengelolaan Data Dan Informasi


Tingkat dan kedalaman suatu kejian sangat tergantung kepada
keabsahan dan validitas data dan informasi. Oleh karena itu menajemen data

33
dan informasi merupakan hal yang penting dalam penyelenggaraan kajian risiko
bencana.
Pengambilan data dilakukan melalui instansi-instansi terkait maupun melalui
pengambilan sampel langsung ke lapangan.

3.4.1 Pengambilan Data Instansional


Pekerjaan ini ditujukan untuk mengumpulkan data-data sekunder dari
instansi pemerintah baik nasional maupun daerah yang dibutuhkan untuk
kegiatan ini antara lain seperti;
1) Data sejarah kejadian bencana, data statistik tingkat ancaman bencana
maupun data pendukung yang membuktikan dampak bencana;
2) Data kerentanan fisik, sosial ekonomi, maupun lingkungan. Data tersebut
meliputi: Profil demografi penduduk, tingkat pendidikan masyarakat,
kesehatan, lingkungan sosial ekonomi (tingkat pendapatan, mata
pencaharian, tingkat kemiskinan, dan sebagainya), maupun data-data
kerentanan lain yang dibutuhkan.
3) Data kapasitas daerah dalam menangani bencana. Data tersebut melingkupi:
Legalitas dan Peraturan setempat terkait Penanggulanagan Bencana,
Kelembagaan Penanggulangan Bencana, Potensi Sumber daya keuangan
dan Sumber daya manusia, Peta Risiko Bencana dan sebagainya.
Pada saat melaksanakan survei instasional ini. Tim ini juga akan mulai
menjaring beberapa orang dari skateholders di daerah yang memiliki komitmen
yang mamadai untuk terlibat secara aktif dalam penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana ini sebagai Tim Asistensi Lokal.

3.4.2 Pengambilan Sampel Lapangan


Pengambilan Sampel Lapangan dapat dilakukan melalui:
1) Tinjauan Lapangan; ditujukan untuk memverifikasi data sekunder yang
diperoleh melalui wawancara dan oengamatan visual dengan penduduk
sekitar.
2) Penyebaran Kuesioner; ditujukan untuk mendapatkan data primer seperti
data sejarah dan lokasi bencana yang pernah terjadi; data kerentanan daerah
terhadap kondisi fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan yang mengakibatkan
timbulnya potensi bencana, peningkatan sebaran bencana atau peningakatan
cakupan bencana; dan data tingkat pengetahuan daerah, peringatan dini,

34
rencana kesiapsiagaan, mobilitas sumberdaya serta kebijakan. Kuesioner ini
akan disebar pada kelompok masyarakat dan pemerintah.
FGD Kecamatan; ditujukan untuk mengkonsultasikan data primer yang
telah didapat kepada para pemangku kepentingan dari masyarakat, dunia usaha,
jurnalis, tokoh agama dan pemerintah dalam bentuk diskusi terfokus. Diskusi
juga diarahkan kepada pengumpulan kebutuhan masyarakat terkait
penganggulangan bencana yang dapat dijadikan sebagai masukan awal dalam
penyusunan rekomendasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan daerah. Setiap
pelaksanaannya hanya akan mengundang 15-20 pemangku kepentingan.

3.5 Hasil Kajian Risiko Bencana Kabupaten Raja Ampat

Keseluruhan hasil pengkajian bahaya di Kabupaten Raja Ampat


didapatkan dari parameter-parameter pengkajian dari BNPB. Peta bahaya dan
detail kajian bahaya per kelurahan/kampung dapat di lihat pada Album Peta
Risiko Bencana Kabupaten Raja Ampat. Sedangkan kajian kelas bahaya sampai
pada tingkat dstrik untuk setiap bencana yang berpotensi di Kabupaten Raja
Ampat dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Banjir

Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah


atau daratan karena volume air yang meningkat ((BNPB, Definisi dan Jenis
bencana, http://www.bnpb.go.id). Banjir juga dapat mengacu terendamnya
daratan yang semula tidak terendam air menjadi terendam akibat volume air
yang bertambah seperti sungai atau danau yang meluap, hujan yang terlalu
lama, tidak adanya saluran pembuangan sampah yang membuat air tertahan,
tidak adanya pohon penyerap air dan lain sebagainya. Banjir adalah bencana
akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran
pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak
dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi karena
jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah terkena
dampak kiriman banjir. Penghitungan bahaya banjir dilihat berdasarkan
parameter bahaya banjir.Parameter tersebut disesuaikan dengan standar
pengkajian risiko bencana dan referensi pedoman lainnya yang ada di
kementerian/lembaga terkait di tingkat nasional. Parameter serta sumber
informasi data yang digunakan untuk kajian parameter tersebut, yaitu (1) daerah
rawan banjir, menggunakan data DEM SRTM 30 tahun 2000 dengan sumber

35
data dari USGS, (2) kemiringan lereng menggunakan data DEM SRTM tahun
2000 dengan sumber data dari USGS, (3) jarak dari sungai, menggunakan data
jaringan sungai tahun 2013 berdasarkan sumber data dari BIG, dan (4) curah
hujan, menggunakan data curah hujan wilayah tahun 1998-2015 dengan sumber
data dari NOAA. Berdasarkan perhitungan dari parameter sebagai alat ukur
pengkajian bahaya banjir, maka diperoleh potensi luas bahaya dan kelas bahaya
banjir.Kelas bahaya tersebut terdiri dari rendah, sedang, dan tinggi.Hasil potensi
luas bahaya banjir di Kabupaten Raja Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.1
Potensi Bahaya Banjir Per Distrik di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA

NO DISTRIK Luas (Ha)


Kawasan Kelas
Terdampak

1 AYAU 477 TINGGI

2 BATANTA SELATAN 453 TINGGI

3 BATANTA UTARA 491 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 850 TINGGI

5 KEPULAUAN SEMBILAN 885 TINGGI

6 KOFIAU 15.461 TINGGI

7 KOTA WAISAI 449 TINGGI

8 MEOS MANSAR 855 TINGGI

9 MISOOL 23.646 TINGGI

10 MISOOL BARAT 11.310 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 1.403 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 19.998 TINGGI

13 SALAWATI BARAT 5.218 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 19.964 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 27.226 TINGGI

36
BAHAYA

NO DISTRIK Luas (Ha)


Kawasan Kelas
Terdampak

16 SUPNIN 751 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 6.559 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 6.444 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 3.147 TINGGI

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 2.693 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 2.285 TINGGI

22 WAIGEO TIMUR 5.187 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 6.078 TINGGI

24 WARWARBOMI 2.525 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 164.355 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya banjir per distrik


wilayah terdampak bencana banjir.Potensi bahaya banjir tersebut merupakan
luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap bencana banjir
berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya banjir di Kabupaten Raja Ampat
secara keseluruhan 164.355 Ha dan berada pada kelas tinggi. Luas bahaya
Kabupaten Raja Ampat ditentukan berdasarkan total luas bahaya per distrik.
Kelas bahaya banjir Kabupaten Raja Ampat ditentukan dengan melihat kelas
bahaya maksimum dari setiap distrik Kabupaten Raja Ampat terdampak banjir.

2. Banjir Bandang

Banjir bandang merupakan peristiwa banjir yang datang secara tiba-tiba


dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada
alur sungai. Berdasarkan pengertian tersebut, maka parameter yang digunakan
sebagai dasar pengkajian adalah sungai utama, topografi, dan potensi longsor di
hulu sungai. Adapun sumber data yang digunakan yaitu (1) sungai utama,
menggunakan data jaringan sungai tahun 2013 dengan sumber data dari BIG, (2)

37
topografi, menggunakan data DEM SRTM 30 tahun 2013 dengan sumber data
dari USGS, dan (3) potensi longsor di hulu sungai, menggunakan data peta
bahaya tanah longsor tahun 2000 dari USGS dan data dari PVMBG tahun 2010.
Parameter tersebut berdasarkan pada standar umum pengkajian risiko bencana
dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat
nasional.
Berdasarkan perhitungan dari parameter sebagai alat ukur pengkajian
bahaya banjir bandang tersebut, maka diperoleh potensi luas bahaya dan kelas
bahaya banjir bandang.Kelas bahaya tersebut terdiri dari rendah, sedang, dan
tinggi.Hasil potensi luas bahaya banjir bandang di Kabupaten Raja Ampat
sebagai berikut.

Tabel 3.2
Potensi Bahaya Banjir Bandang Per Distrik
di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan Terdampak Kelas

1 AYAU 0

2 BATANTA SELATAN 888 TINGGI

3 BATANTA UTARA 481 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 0

5 KEPULAUAN SEMBILAN 0

6 KOFIAU 0

7 KOTA WAISAI 0

8 MEOS MANSAR 0

9 MISOOL 4.260 TINGGI

10 MISOOL BARAT 4.197 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 45 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 2.296 TINGGI

13 SALAWATI BARAT 1.557 TINGGI

38
BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan Terdampak Kelas

14 SALAWATI TENGAH 1.222 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 2.365 TINGGI

16 SUPNIN 458 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 1.761 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 443 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 0

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 0

21 WAIGEO SELATAN 0

22 WAIGEO TIMUR 1.364 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 2.141 TINGGI

24 WARWARBOMI 1.086 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 24.563 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya banjir bandang per


distrik wilayah terdampak bencana banjir bandang.Potensi bahaya banjir
bandang tersebut merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan
terhadap bencana banjir bandang berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya
banjir bandang di Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 24.563 Ha
dan berada pada kelas tinggi. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan
berdasarkan total luas bahaya per distrik. Kelas bahaya banjir bandang
Kabupaten Raja Ampat ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari
setiap distrik Kabupaten Raja Ampat terdampak banjir bandang.

3. Cuaca Ekstrim

39
Cuaca ekstrim atau angin puting beliung adalah angin kencang yang
datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral
dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan
hilang dalam waktu singkat (3-5 menit) ((BNPB, Definisi dan Jenis bencana,
http://www.bnpb.go.id).
Penghitungan kajian bahaya cuaca ekstrim dilihat berdasarkan parameter
bahaya cuaca ekstrim yang disusun berdasarkan pedoman umum pengkajian
risiko bencana dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga
terkait di tingkat nasional. Parameter bahaya cuaca ekstrim serta data yang
digunakan untuk parameter tersebut adalah (1) keterbukaan lahan,
menggunakan data peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2015 dengan
sumber data dari KEMENLHK, (2) kemiringan lereng, menggunakan data DEM
SRTM 30 tahun 2000 dengan sumber data dari USGS, dan (3) curah hujan
tahunan, menggunakan data peta curah hujan tahunan tahun 1998-2015
berdasarkan sumber informasi dari NOAA. Berdasarkan perhitungan dari
parameter sebagai alat ukur pengkajian bahaya cuaca ekstrim, maka diperoleh
potensi luas bahaya dan kelas bahaya cuaca ekstrim.Kelas bahaya tersebut
terdiri dari rendah, sedang, dan tinggi.Hasil potensi luas bahaya cuaca ekstrim di
Kabupaten Raja Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.3
Potensi Bahaya Cuaca Ekstrim Per Distrik
di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

1 AYAU 644 SEDANG

2 BATANTA SELATAN 53 SEDANG

3 BATANTA UTARA 578 SEDANG

4 KEPULAUAN AYAU 1.314 SEDANG

5 KEPULAUAN SEMBILAN 1.805 SEDANG

6 KOFIAU 21.438 SEDANG

40
BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

7 KOTA WAISAI 831 SEDANG

8 MEOS MANSAR 547 SEDANG

9 MISOOL 4.818 SEDANG

10 MISOOL BARAT 1.052 SEDANG

11 MISOOL SELATAN 1.213 SEDANG

12 MISOOL TIMUR 3.852 SEDANG

13 SALAWATI BARAT 335 SEDANG

14 SALAWATI TENGAH 1.153 SEDANG

15 SALAWATI UTARA 1.122 SEDANG

16 SUPNIN 1.034 SEDANG

17 TELUK MAYALIBIT 962 SEDANG

18 TIPLOL MAYALIBIT 186 SEDANG

19 WAIGEO BARAT 5.890 SEDANG

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 7.655 SEDANG

21 WAIGEO SELATAN 844 SEDANG

22 WAIGEO TIMUR 2.277 SEDANG

23 WAIGEO UTARA 793 SEDANG

24 WARWARBOMI 1.503 SEDANG

KABUPATEN RAJA AMPAT 61.899 SEDANG


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya cuaca ekstrim per


distrik wilayah terdampak bencana cuaca ekstrim.Potensi bahaya cuaca ekstrim
tersebut merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap
bencana cuaca ekstrim berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya cuaca

41
ekstrim di Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 61.899 Ha dan
berada pada kelas sedang. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan
berdasarkan total luas bahaya per distrik. Kelas bahaya cuaca ekstrim
Kabupaten Raja Ampat ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari
setiap distrik Kabupaten Raja Ampat terdampak cuaca ekstrim.

4. Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Gelombang ekstrim adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena


efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat
menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi
keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin
kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras. Sementara itu, abrasi adalah
proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat
merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.Kerusakan garis pantai akibat
abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai
tersebut.Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia
sering disebut sebagai penyebab utama abrasi ((BNPB, Definisi dan Jenis
bencana,http://www.bnpb.go.id).
Pengkajian bahaya gelombang ekstrim dan abrasi berdasarkan
parameter sebagai alat ukutnya. Parameter yang digunakan dalam menentukan
kajian bahaya gelombang ekstrim dan abrasi serta sumber data yang digunakan
(1) tinggi gelombang, menggunakan data tinggi gelombang maksimum tahun
2010-2015 dengan sumber data dari BIG, (2) arus, menggunakan data arus
tahun 1992-2015 berdasarkan sumber dari NOAA, (3) tipologi pantai,
menggunakan data peta tipologi pantai tahun 2013 dengan sumber informasi dari
BIG, (4) tutupan vegetasi, menggunakan data peta penutupan/penggunaan lahan
tahun 2015 dengan sumber data dari KEMENLHK, dan (5) bentuk garis pantai,
menggunakan data garis pantai tahun 2014 berdasarkan data dari BPS.
Berdasarkan parameter bahaya gelombang ekstrim dan abrasi tersebut,
maka dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah terdampak bencana
gelombang ekstrim dan abrasi sebagai berikut.

42
Tabel 3.4
Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi Per Distrik
di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan
Kelas
Terdampak

1 AYAU 306 TINGGI

2 BATANTA SELATAN 4.217 TINGGI

3 BATANTA UTARA 3.606 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 727 TINGGI

5 KEPULAUAN SEMBILAN 956 SEDANG

6 KOFIAU 5.048 SEDANG

7 KOTA WAISAI 630 TINGGI

8 MEOS MANSAR 4.609 TINGGI

9 MISOOL 3.829 SEDANG

10 MISOOL BARAT 2.415 SEDANG

11 MISOOL SELATAN 5.839 SEDANG

12 MISOOL TIMUR 6.803 SEDANG

13 SALAWATI BARAT 1.584 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 2.001 SEDANG

15 SALAWATI UTARA 1.936 TINGGI

16 SUPNIN 2.970 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 2.877 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 2.053 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 11.766 TINGGI

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 3.734 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 2.194 TINGGI

43
BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan
Kelas
Terdampak

22 WAIGEO TIMUR 1.860 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 663 TINGGI

24 WARWARBOMI 761 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 73.384 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan


abrasi per distrik wilayah terdampak bencana gelombang ekstrim dan
abrasi.Potensi bahaya gelombang ekstrim dan abrasi tersebut merupakan luasan
wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap bencana gelombang ekstrim dan
abrasi berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya gelombang ekstrim dan
abrasi di Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 73.384 Ha dan
berada pada kelas tinggi. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan
berdasarkan total luas bahaya per distrik. Kelas bahaya gelombang ekstrim dan
abrasi Kabupaten Raja Ampat ditentukan dengan melihat kelas bahaya
maksimum dari setiap distrik Kabupaten Raja Ampat terdampak gelombang
ekstrim dan abrasi.

5. Gempabumi

Gempabumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan


bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
akitivitas gunungapi atau runtuhan batuan ((BNPB, Definisi dan Jenis bencana,
http://www.bnpb.go.id).Penghitungan kajian bahaya gempabumi dilihat
berdasarkan parameter bahaya gempabumi. Parameter tersebut beserta sumber
informasi yang digunakan untuk perolehan data parameter tersebut adalah (1)
kelas topografi, menggunakan data DEM SRTM 30 tahun 2000 dari USGS, (2)
intensitas guncangan di batuan dasar, menggunakan data Peta Zona
Gempabumi (S1 1.0” di SB untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun
(redaman 5%), dan (3) intensitas guncangan di permukaan, menggunakan data
Peta Zona Gempabumi (S1 1.0” di SB untuk probabilitas terlampaui 10% dalam
50 tahun (redaman5%). Berdasarkan perhitungan dari parameter sebagai alat

44
ukur pengkajian bahaya gempabumi, maka diperoleh potensi luas bahaya dan
kelas bahaya gempabumi.Kelas bahaya tersebut terdiri dari rendah, sedang, dan
tinggi.Hasil potensi luas bahaya gempabumi di Kabupaten Raja Ampat sebagai
berikut.

Tabel 3.5
Potensi Bahaya Gempabumi Per Distrik di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

1 AYAU 630 SEDANG

2 BATANTA SELATAN 26.284 TINGGI

3 BATANTA UTARA 21.503 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 1.282 SEDANG

5 KEPULAUAN SEMBILAN 1.769 SEDANG

6 KOFIAU 21.265 TINGGI

7 KOTA WAISAI 10.921 SEDANG

8 MEOS MANSAR 20.765 SEDANG

9 MISOOL 71.479 SEDANG

10 MISOOL BARAT 66.128 RENDAH

11 MISOOL SELATAN 15.773 SEDANG

12 MISOOL TIMUR 66.304 RENDAH

13 SALAWATI BARAT 29.661 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 25.180 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 49.988 TINGGI

16 SUPNIN 28.190 SEDANG

17 TELUK MAYALIBIT 49.240 SEDANG

18 TIPLOL MAYALIBIT 48.344 SEDANG

45
BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

19 WAIGEO BARAT 50.547 SEDANG

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 11.914 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 18.428 SEDANG

22 WAIGEO TIMUR 41.102 SEDANG

23 WAIGEO UTARA 32.689 SEDANG

24 WARWARBOMI 38.887 SEDANG

KABUPATEN RAJA AMPAT 748.274 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya gempabumi per distrik


wilayah terdampak bencana gempabumi.Potensi bahaya gempabumi tersebut
merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap bencana
gempabumi berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya gempabumi di
Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 748.274 Ha dan berada pada
kelas tinggi. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan berdasarkan total
luas bahaya per distrik. Kelas bahaya gempabumi Kabupaten Raja Ampat
ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari setiap distrik Kabupaten
Raja Ampat terdampak gempabumi

6. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan
lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan
lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas
dan kesehatan masyarakat sekitar (BNPB, Definisi dan Jenis bencana,
http://www.bnpb.go.id).
Penghitungan bahaya kebakaran hutan dan lahan dilihat berdasarkan
standar umum pengkajian risiko bencana dengan menggunakan parameter (1)
jenis hutan dan lahan, menggunakan data peta penutupan/penggunaan lahan

46
tahun 2015 dari KEMENLHK, (2) iklim, menggunakan data peta curah hujan
tahunan tahun 1998-2015 berdasarkan sumber data dari NOAA, dan (3) jenis
tanah, menggunakan data peta jenis tanah tahun 1998 dengan sumber data dari
BBSDLP.
Berdasarkan perhitungan dari parameter sebagai alat ukur pengkajian
bahaya kebakaran hutan dan lahan, maka diperoleh potensi luas bahaya dan
kelas bahaya kebakaran hutan dan lahan.Kelas bahaya tersebut terdiri dari
rendah, sedang, dan tinggi.Hasil potensi luas bahaya kebakaran hutan dan lahan
di Kabupaten Raja Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.6
Potensi Bahaya Kebakaran Hutan Dan Lahan Per Distrik
di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha) Kelas

1 AYAU 644 SEDANG

2 BATANTA SELATAN 26.387 TINGGI

3 BATANTA UTARA 21.309 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 1.314 TINGGI

5 KEPULAUAN SEMBILAN 1.805 TINGGI

6 KOFIAU 21.438 TINGGI

7 KOTA WAISAI 10.826 TINGGI

8 MEOS MANSAR 20.684 SEDANG

9 MISOOL 69.982 TINGGI

10 MISOOL BARAT 65.920 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 16.037 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 62.656 Tinggi

13 SALAWATI BARAT 29.667 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 22.410 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 48.457 Tinggi

47
BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha) Kelas

16 SUPNIN 28.173 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 49.297 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 48.403 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 50.611 TINGGI

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 11.734 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 18.439 TINGGI

22 WAIGEO TIMUR 40.986 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 32.559 TINGGI

24 WARWARBOMI 38.772 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 738.510 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya kebakaran hutan dan


lahan per distrik wilayah terdampak bencana kebakaran hutan dan lahan.Potensi
bahaya kebakaran hutan dan lahan tersebut merupakan luasan wilayah yang
memiliki kondisi rentan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan
berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya kebakaran hutan dan lahan di
Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 738.510 Ha dan berada pada
kelas tinggi. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan berdasarkan total
luas bahaya per distrik. Kelas bahaya kebakaran hutan dan lahan Kabupaten
Raja Ampat ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari setiap
distrik Kabupaten Raja Ampat terdampak kebakaran hutan dan lahan.

7. Kekeringan

Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air


untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (BNPB,
Definisi dan Jenis bencana, http://www.bnpb.go.id).Penghitungan kajian bahaya
kekeringan dilihat berdasarkan parameter kekeringan meteorologi.Adapun data
yang digunakan untuk parameter tersebut adalah Curah Hujan Bulanan (TRMM
periode 1998 – 2014) dengan sumber data dari NOAA tahun 1998-2015.

48
Dari perhitungan parameter sebagai alat ukur pengkajian bahaya
kekeringan, maka diperoleh potensi luas bahaya dan kelas bahaya
kekeringan.Kelas bahaya tersebut terdiri dari rendah, sedang, dan tinggi.Hasil
potensi luas bahaya kekeringan di Kabupaten Raja Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.7
Potensi Bahaya Kekeringan Per Distrik di
Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan Terdampak Kelas

1 AYAU 449 TINGGI

2 BATANTA SELATAN 24.251 TINGGI

3 BATANTA UTARA 19.279 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 56 TINGGI

5 KEPULAUAN SEMBILAN 353 TINGGI

6 KOFIAU 11.784 TINGGI

7 KOTA WAISAI 10.855 TINGGI

8 MEOS MANSAR 14.857 TINGGI

9 MISOOL 68.594 TINGGI

10 MISOOL BARAT 64.035 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 11.130 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 61.832 TINGGI

13 SALAWATI BARAT 29.199 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 22.975 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 48.842 TINGGI

16 SUPNIN 25.540 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 45.859 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 46.146 TINGGI

49
BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha)Kawasan Terdampak Kelas

19 WAIGEO BARAT 36.178 TINGGI

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 8.314 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 16.732 TINGGI

22 WAIGEO TIMUR 39.232 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 31.669 TINGGI

24 WARWARBOMI 37.031 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 675.190 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya kekeringan per distrik


wilayah terdampak bencana kekeringan.Potensi bahaya kekeringan tersebut
merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap bencana
kekeringan berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya kekeringan di
Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 665.901 Ha dan berada pada
kelas tinggi. Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan berdasarkan total
luas bahaya per distrik. Kelas bahaya kekeringan Kabupaten Raja Ampat
ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari setiap distrik Kabupaten
Raja Ampat terdampak kekeringan.

8. Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng ((BNPB, Definisi
dan Jenis bencana, http://www.bnpb.go.id). Penghitungan kajian bahaya tanah
longsor dilihat berdasarkan parameter bahaya tanah longsor yang disesuaikan
dengan kondisi daerah dari sumber data kajian, yaitu (1) kemiringan lereng,
menggunakan data DEM SRTM 30 tahun 2000 dengan sumber data dari USGS,
dan (2) zona kerentanan gerakan tanah, menggunakan data Peta Peta Zona
Kerentanan Gerakan Tanah tahun 2010 dengan sumber data PVMBG.
Hasil perhitungan berdasarkan parameter sebagai alat ukur pengkajian
bahaya tanah longsor menentukan potensi luas bahaya dan kelas bahaya tanah

50
longsor.Kelas bahaya tersebut terdiri dari rendah, sedang, dan tinggi.Hasil
potensi luas bahaya tanah longsor di Kabupaten Raja Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.8
Potensi Bahaya Tanah Longsor Per Distrik
di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha) Kelas

1 AYAU 35 TINGGI

2 BATANTA SELATAN 21.762 TINGGI

3 BATANTA UTARA 17.473 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 0

5 KEPULAUAN SEMBILAN 0

6 KOFIAU 1.983 TINGGI

7 KOTA WAISAI 9.103 TINGGI

8 MEOS MANSAR 14.829 TINGGI

9 MISOOL 37.034 TINGGI

10 MISOOL BARAT 46.536 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 6.934 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 32.736 TINGGI

13 SALAWATI BARAT 21.933 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 2.512 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 17.076 TINGGI

16 SUPNIN 25.073 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 38.182 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 37.325 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 37.597 TINGGI

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 5.859 TINGGI

51
BAHAYA
NO DISTRIK
Luas (Ha) Kelas

21 WAIGEO SELATAN 13.620 TINGGI

22 WAIGEO TIMUR 32.368 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 25.051 TINGGI

24 WARWARBOMI 34.575 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 479.596 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya tanah longsor per


distrik wilayah terdampak bencana tanah longsor.Potensi bahaya tanah longsor
tersebut merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap
bencana tanah longsor berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya tanah
longsor di Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan adalah 479.596 Ha dan
berada pada kelas tinggi. Kelas bahaya tanah longsor Kabupaten Raja Ampat
ditentukan dengan melihat kelas bahaya maksimum dari setiap distrik Kabupaten
Raja Ampat terdampak tanah longsor.

9. Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak


lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak).Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempabumi (BNPB, Definisi dan Jenis bencana,
http://www.bnpb.go.id).
Pengkajian bahaya Tsunami di Kabupaten Raja Ampat dilakukan
berdasarkan parameter beserta data yang digunakan untuk kajian bahaya
tsunami, yaitu (1) ketinggian maksimum tsunami menggunakan data DEM SRTM
30 dengan sumber data berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 tahun 2012, (2)
kemiringan lereng, menggunakan data DEM SRTM 30 tahun 2015 dengan
sumber data dari USGS, dan (3) kekasaran permukaan, menggunakan data
penutupan/penggunaan lahan tahun 2014 dengan sumber data dari KEMENLHK.
Dari parameter bahaya tsunami tersebut, maka dapat ditentukan kelas
bahaya dan luas terpapar bahaya per distrik yang terdampak bencana tsunami di

52
Kabupaten Raja Ampat.Hasil potensi luas bahaya tsunami di Kabupaten Raja
Ampat sebagai berikut.

Tabel 3.9
Potensi Bahaya Tsunami Per Distrik di Kabupaten Raja Ampat

BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

1 AYAU 92 TINGGI

2 BATANTA SELATAN 585 TINGGI

3 BATANTA UTARA 477 TINGGI

4 KEPULAUAN AYAU 150 TINGGI

5 KEPULAUAN SEMBILAN 475 TINGGI

6 KOFIAU 2.421 TINGGI

7 KOTA WAISAI 376 TINGGI

8 MEOS MANSAR 950 TINGGI

9 MISOOL 1.501 TINGGI

10 MISOOL BARAT 450 TINGGI

11 MISOOL SELATAN 1.061 TINGGI

12 MISOOL TIMUR 1.428 TINGGI

13 SALAWATI BARAT 149 TINGGI

14 SALAWATI TENGAH 297 TINGGI

15 SALAWATI UTARA 285 TINGGI

16 SUPNIN 438 TINGGI

17 TELUK MAYALIBIT 367 TINGGI

18 TIPLOL MAYALIBIT 253 TINGGI

19 WAIGEO BARAT 2.102 TINGGI

53
BAHAYA

NO DISTRIK Luas
(Ha)Kawasan Kelas
Terdampak

20 WAIGEO BARAT KEPULAUAN 1.608 TINGGI

21 WAIGEO SELATAN 397 TINGGI

22 WAIGEO TIMUR 464 TINGGI

23 WAIGEO UTARA 120 TINGGI

24 WARWARBOMI 268 TINGGI

KABUPATEN RAJA AMPAT 16.715 TINGGI


Sumber: Hasil Analisa Tahun 2017

Tabel diatas memperlihatkan potensi luas bahaya tsunami per distrik


wilayah terdampak bencana tsunami.Potensi bahaya tsunami tersebut
merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap bencana
tsunami berdasarkan kajian bahaya. Total luas bahaya tsunami di Kabupaten
Raja Ampat secara keseluruhan adalah 16.715 Ha dan berada pada kelas tinggi.
Luas bahaya Kabupaten Raja Ampat ditentukan berdasarkan total luas bahaya
per distrik.

BAB IV
PENUTUP

54
4.1 Kesan Praktikan
4.1.1 Manajemen Instansi Kerja Praktek
Selama kurang lebih 60 Hari kerja praktek (KP) praktikan merasa banyak
memperoleh pelajaran dan pengalaman berharga dari instansi/perusahaan
tersebut. Praktikan dilatih untuk dapat menerapkan dan mengaplikasikan suatu
masalah kebencanaan yang berkaitan dengan tata ruang serta kawasan khusus
dengan memperhatikan atau mempertimbangkan kondisi sosial, fisik, ekonomi
dalam suatu daerah/kawaaan serta menyimpulkan kondisi tersebut serta
memberikan hipotesa tentang kemungkinan dimasa yang akan datang.
4.1.2 Manajemen Pelaksanaa Pekerjaan
Praktikan juga dibimbing untuk dapat menentukan sumber data atau
informasi oleh tim tenaga ahli pelaksana pekerjaan yang paling tepat sesuai
dengan kebutuhan materi pembahasan. Selanjutnya mempergunakan data atau
informasi yang diperoleh dengan menganalisisnya dengan benar. Meskipun
kegiatan perusahaan bersifat formal dan penuh birokrasi tetapi pada
kenyataannya banyak sekali pemecahan persolan yang dihadapi lebih pada
pendekatan praktis. Gambaran pengalaman yang terpenting yang diperoleh
dalam kerja praktek ini adalah pengalaman kerja khususnya dalam tahap
persiapan survei, penyusunan kompilasi data sampai tahap analisis data. Tahap
survei lapangan mengajarkan praktikan lebih banyak pelajaran dimana kesiapan
data serta kriteria dalam pengembangan dan karakteristik kawasan menjadi
faktor penting.

4.1.3 Lingkungan Kerja


Kesan praktikan terhadap lingkungan kerja praktek memperlihatkan
adanya lingkungan kerja yang saling kooperatif ( mau bekerja sama dan inovatif)
di dalam melaksanakan tugas ini. Masing-masing individu sadar akan tugas,
fungsi, kewajiban serta hak-haknya di lingkungan instansi kerja praktek. Tata
kerja dan tata laksana pada instansi kerja praktek tidak memperlihatkan adanya
suatu aturan yang ketat dan kaku, hal ini sesuai dengan karakter perencanaan
yang lebih mementingkan fleksibelitas didalam mekanisme kerjanya, walupun
profesionalisme dan kedisiplinan senantias harus diegang teguh

4.2 Saran Praktikan


4.2.1 Instansi Kerja Praktek

55
Sebagai instansi yang bertugas membina dan mengarahkan penalaran
praktikan dalam pekerjaan ini maka sudah selayaknya bilamana pengawasan
terhadap perkembangan yang menyangkut disiplin kerja dan rasa tanggung
jawab praktikan terhadap tugas-tugas yang diberikan perlu ditingkatkan karena
pada dasarnya seorang praktikan baru mendapatkan pengetahuan yang hanya
menyangkut konsep dan teori yang diperolaeh dibangku perkuliahan sementara
pekerjaan penyusunan perencanaan tidak dapat diselesaikan dengan melihat
kemampuan teori dan konsep yang didapatkan praktikan tersebut melainkan
pertimbangan umum. Selain itu tugas secara tegas perlu dijelaskan kepada
praktikan, sehingga didalam keseluruhan pelaksanaan pekerjaan dapat diikuti
dengan baik berdasarkan batasan-batasan kewenangannya.

4.2.2 Prodi Perencanaan Wilayah & Kota


Untuk menjaga nama baik Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah &
Kota di tempat kerja, maka bimbingan kerja praktek sebaiknya dilakukan sejak
awal sebelum praktikan melakasanakan kerja praktek. Hal ini ditujukan untuk
mengarahkan praktikan dalam proses pekerjaannya. Sebab bagaimanapun juga,
penugasan kerja praktek merupakan langkah awal sangat penting didalam
rangka persiapan untuk terjun ke masyarakat nantinya.

4.2.3 Calon Praktikan


Sehubungan dengan saran untuk Program Studi Teknik Perencanaan
Wilayah & Kota, maka calon praktikan harus menyadari bahwa pekerjaan
perencanaan wilayah & kota bukanlah merupakan penerapan teori dan konsep
yang didapatkan di bangku perkuliahan, namun di dalamnya menyangkut faktor-
faktor dan tata kerja, tupoksi di organisasi. Untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, ada bebarapa saran yang dapat dipertimbangkan, antara lain :
 Mempersiapkan diri sebelum melaksanakan kerja praktek dengan
menghayati kedudukan sebagai praktikan sealain melatih keahlian didalam
mengapalikasikan ilmu pengetahuan, kerja praktek juga membawa misi
pengabdian perguruan tinggi
 Memilih pekerjaan yang benar-benar diminati, sehingga memiliki motivasi
tinggi didalam melaksanakan pekerjaan yang diinginkan, karena hal ini
berhubungan dengan semangat dan gairah kerja didalam melakukakan
pekerjaan.

56
 Melakukan kesempatan untuk melakukan inovasi dalam aplikasi konsep dan
teori perencanaan yang dikuasai terutam mengenai disiplin ilmu
perencanaan wilayah dan kota.

57

Anda mungkin juga menyukai