Tes-tes pskilogi merupakan alat. Untuk mendapatkan manfaat yang dapat diberikan oleh
tes, seseorang perlu terus menerus mengingat hal ini. Para pengguna tes perlu mengetahui cara
mengevaluasi tes-tes.
Penyelenggaraan Tes
Persiapan Sebelumnya bagi Para Penguji. Persiapan materi tes adalah langkah
awal, kemudian syarat lain yang harus dipenuhi adalah kekraban dengan prosedur tes tertentu,
baik pada tes perorangan maupun kelompok. Untuk tes perorangan, pelatihan yang diawasi
dalam penyelenggaraan tes tertentu amatlah penting.
Kondisi-kondisi Tes. Prosedur yang distandarisasi berlaku tak hanya pada
intruksi-intruksi verbal, penentuan waktu, bahan-bahan, dan aspek-aspek tes lainnya, tetapi
juga pada lingkungan tes.
Memperkenalkan Tes: Pemahaman dan Orientasi Peserta Tes. Dalam
penyelenggaraan tes, “rapor” mengacu pada upaya-upaya penguji membangkitkan minat
peserta tes pada tes itu, meningkatkan kerja sama mereka, dan mendorong mereka
memberikan respon secara tepat pada sasaran-sasaran tes.
Tes Kelompok
Tes kelompok seperti skala Binet, awalnya dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan praktis. Sejumlah tes menuntut pengukuran waktu tanggapan individu. Karena alas
an ini dan alas an lainnya, tes-tes seperti ini tidak diadptasikan pada tes kelompok. Ciri khas lain
jenis tes Binet ini adalah bahwa tes ini membutuhkan penguji tes yang amat terlatih. Tes-tes
seperti ini pada dasarnya adalah instrument-instrumen klinis, yang sesuai untuk telaah
mendalam atas kasus-kasus individu.
Penilaian Kepribadian
Perintis awal tes kepribadian diilustrasikan oleh penggunaan Kraepelin atas tes
asosiasi bebas terhadap pasien-pasien psikiatris. Dalam tes ini, peserta ujian diberi kata-kata
stimulus yang dipilih secara khusus dan mereka diminta memberikan tanggapan atas setiap kata
itu dengan kata pertama yang muncul dalam benak mereka.
Bab 3 – Norma dan Arti Skor Tes
Konsep-konsep Statistik
Langkah pertama dalam menata kekacauan data kasar adalah mentabulasikan
skor-skor ke dalam distribusi frekuensi. Distribusi semacam ini dipersiapkan dengan
mengelompokan skor-skor ke dalam interval kelas yang lebih mudah digunakan dan
menjuruskan (tallying) setiap skor itu ke dalam interval yang cocok. Ketika semua skor telah
dimasukkan, turus (tallies) dihitung untuk mendapatkan frekuensi atau atau jumlah kasus dalam
setiap interval kelas. Jumlah frekuensi akan sama dengan N, jumlah total kasus-kasus dalam
kelompok.
Norma-norma Perkembangan
Salah satu cara untuk mengartikan skor-skor tes adalah dengan menunjukan
sejauh mana individu telat maju sepanjang jalur perkembangan yang normal.
Usia Mental. Istilah “usia mental” dikenal luas lewat penerjemahan dan adaptasi
skala-skala Binet-Simon, meskipun Binet sendiri telah menggunakan istilah lebih netral,
“tingkatan mental”. Normal-normal usia mental juga digunakan pada tes-tes yang tidak dibagi-
bagi ke sejumlah level tahun. Dalam kasus seperti ini, pertama-tama ditentukan skor mentah si
anak. Perlu dicatat bahwa unit usia mental tidak tinggal tetap bersama umur, melainkan
cenderung mengerut ketika semakin banyaknya tahun.
Ekuivalen-ekuivalen Kelas (Grade Equivalents). Skor-skor pada tes prestasi
pendidikan kerap diinterpretasikan berdasar ekuivalen-ekuivalen kelas. Praktek ini bisa
dimengerti karena te-tes ini digunakan dalam lingkungan sekolah. Meskipun popular, norma-
norma kelas memiliki berbagai kekurangan. Pertama, isi instruksi agak berbeda dari kelas ke
kelas. Karenanya, norma-norma kelas hanya sesuai untuk subjek-subjek umum yang diajarkan
sepanjang tingkat-tingkat kelas yang dicakup oleh tes itu.
Relativitas Norma-Norma
Perbandingan Antartes. IQ, atau skor lain apa pun, seharusnya selalu disertai
dengan nama tes yang dengannya skor itu akan diperoleh. Skor-skor tes tak dapat
diinterpretasikan setepatnya setepatnya secara abstrak; melainkan harus dirujuk pada tes-tes
tertentu. Ada tiga alasan utama untuk menerangkan variasi sistematik di antara skor-skor yang
didapatkan oleh individu yang sama pada tes-tes yang berbeda.
Pertama, tes-tes bisa berbeda dalam isi meskipun labelnya sama. Kedua, unit-
unit skala mungkin bisa tidak dapat dibandingkan. Ketiga, komposisi sampel-sampel standarisasi
yang digunakan dalam memantapkan norma-norma untuk berbagai tes bisa berbeda-beda.
Sampel Normatif. Bagaimanapun juga, norma apapun dibatasi pada populasi
normative tertentu dari mana norma itu diturunkan. Pengguna tes seharusnya tidak pernah
boleh luput dari memahami cara norma itu ditetapkan. Dalam memilih sampel semacam itu,
biasanya dilakukan sesuatu untuk mendapat sampel yang representative dari populasi yang
untuknya tes itu dirancang.
Norma-norma Spesifik. Pendekatan lain pada nonekuivalensi norma-norma yang
ada dan kemungkinan besar merupakan pendekatan yang lebih realistis bagi banyak tes adalah
membakukan tes-tes pada populasi yang didefinisikan secara lebih sempit, yang dipilih
sedemikian rupa agar cocok dengan maksud-maksud khusus dari setiap tes. Dengan demikian,
norma-norma bisa dianggap berlaku bagi “para pekerja kantoran yang bekerja dalam organisasi-
organisasi bisnis yang besar” atau bagi “mahasiswa-mahasiswa teknik tahun pertama”.
Kelompok Rujukan Tetap. Satu jenis skala nonnormatif memanfaatkan kelompok
rujukan tetap dalam rangka menjamin komparabilitas dan kontinuitasskor, tanpa memberikan
evaluasi normatif atas kinerja. Dengan skala seperti ini, interpretasi normatif menurut rujukan
pada norma-norma yang dikumpulkan sendiri-sendiri dari populasi yang sesuai.
Item Response Theory. Ukuran dasar yang digunakan oleh pendekatan-
pendekatan ini adalah probabilitas bahwa orang yang memiliki kemampuan khusus (yang
disebut ciri laten) berhasil pada suatu butir soal (item) dengan kesulitan tertentu. Akatn tetapi,
taka da implikasi bahwa ciri-ciri laten seperta itu atau kemampuan yang mendasari ada dalam
arti fisik atau fisiologis, atau ciri-ciri itu menyebabkan perilaku. Ciri-ciri laten adalah konstruktur
statistic yang diturunkan secara matematis dari hubungan-hubungan yang diamati secara
empiris di antara respons-respons tes. Perkiraan kasar dan awal atas ciri laten peserta ujian
adalah skor total yang ia dapatkan pada tes.
Koefisien Korelasi
Arti Korelasi. Pada dasarnya, koefisien korelasi menyatakan derajat kesesuaian
atau hubungan, antara dua perangkat skor. Korelasi nol menunjukan tidak adanya hubungan
sama sekali, sebagaimana bisa terjadi karena peluang.
Signifikansi Statistik. Ada prosedur statistic untuk memperkirakan fluktuasi yang
mungkin untuk bisa diharapkan dari sampel ke sampel dalam ukuran dari korelasi, rata-rata,
simpangan baku, dan ukuran-ukuran kelompok lain mana pun. Selama bertahun-tahun,tingkat
signifikansi merupakan cara tradisional untuk mengevaluasi korelasi.
Koefisien Reliabilitas. Koefisien korelasi telah digunakan dalam analisis data
psikometrik. Pengukuran reliabilitas tes mewakili satu aplikasi koefisien-koefisien.
Jenis-jenis Reliabilitas
Reliabilitas Tes-Retes. Metode paling jelas untuk menemukan reliabilitas skor
tes ialah dengan mengulang tes yang sama pada kesempatan kedua. Ketika reliabilitas tes-ulang
dilaporkan dalam manual tes, interval yang digunakan untuk mengukur reliabilitas itu
seharusnya selalu spesifikasikan. Meskipun tampak sederhana dan blak-blakan, teknik tes dan
tes-ulang menampilkan berbagai kesulitan ketika diterapkan pada kebanyakan tes psikologis.
Reliabilitas Bentuk-Alternatif. Meskipun dapan diaplikasikan jauh lebih luas
daripada reliabilitas te-retes, reliabilitas bentuk-alternatif juga memiliki keterbatasan tertentu.
Pertama, jika fungsi-fungsi perilaku yang sedang diperhatikan tunduk pada efek praktik yang
besar, penggunaan bentuk-bentuk alternative akan mengurangi namun tidak menghilangkan
efek seperti itu.
Reliabilitas Belah-Separuh (Split-Half Reliability). Dengan cara ini, dua skor
didapatkan untuk setiap orang dengan membagi tes menjadi paruhan-paruhan yang
ekuivalen.tampak bahwa reliabilitas belah-separuh merupakan ukuran yang konsisten dalam
kaitan dengan sampling isi.
Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha. Konsistensi antarsoal ini
dipengaruhi oleh dua sumber varian kesalahan: (1) pencuplikan isi (sebagaimana dalam bentuk-
alternatif dan reliabilitas belah-separuh); (2) heterogenitas dari domain perilaku yang
disampelkan.
Reliabilitas Pemberi Skor. Reliabilitas pemberi skor dapat ditemukan dengan
memiliki sampel lembaran tes yang di skor secara terpisah oleh dua penguji. Dengan demikian,
dua skor yang didapatkan oleh masing-masing peserta tes ini kemudian dikorelasikan dengan
cara biasa, dan koefisien korelasi yang dihasilkannya adalah ukuran reliabilitas pemberi skor.
Tinjauan. Pemilah –milahan sumber varian adalah esensi dari yang dikenal
sebagai teori generalisabilitas tentang reliabilitas. Desain-desain eksperimental kompleks yang
yang memungkinkan perkiraan simultan atas banyak sumber varian kesalahan dan interaksi di
antara varian-varian kesalahan itu, dapat ditemukan pada karya yang lebih rinci tentang topic
tersebut.
Prosedur-prosedur Prediksi-Kriteria
Validasi Konkuren dan Validasi Prediktif. Informasi yang disediakan oleh validasi
prediktif paling relevan bagi tes-tes yang digunakan dalam seleksi dan klasifikasi personel.
Vallidasi konkuren digunakan semata-mata sebagai pengganti validasi prediktif. Kerap
perpanjangan prosedur validasi selama waktu yang dubutuhkan untuk validasi prediktif atau
untuk memperoleh sampel praseleksi yang sesuai untuk maksud-maksud pengetesan, tak dapat
dilakukan. Oleh karena itu, sebagai pemecah yang merupakan jalan tengah, tes-tes diadaan bagi
kelompok yang menjadi sumber data kriteria. Dengan demikian, skor-skor tes mahasiswa bisa
dibandingkan dengan indeks prestasi kumulatif mereka pada saat pengetesan, atau skor tes
karyawan dengan sukses pekerjaan mereka sekarang ini.
Kontaminasi Kriteria. Sumber kesalahan potensial dalam validasi tes ini dikenal
sebagai kontaminasi kriteria, karena peringkat kriteria menjadi “terkontaminasi” oleh
pengetahuan pemeringkat terhadap skor-skor tes.
Ukuran-ukuran Krieria. Indeks-indeks khusus yang digunakkan sebagai ukuran
kriteria mencakup nilai sekolah, skor tes prestasi, promosi dan catatan kelulusan, penghargaan
dan hadiah khusus, serta peringkat guru ataupun pengajar untuk “inteligensi”. Dalam kaitan
dengan penggunaan catatan-catatan pelatihan sebagai ukuran-ukuran kriteria, sebuah
pembedaan yang berguna adalah pembedaan antara kriteria menengah dan kriteria puncak.
Generalisasi Validitas. Validitas prediksi-kriteria kerap digunakan dalam studi-
studi validasi local, dimana efektivitas sebuah tes untuk program tertentu harus dinilai. Ini
adalah pendekatan yang diikuti, misalnya ketika sebuah perusahaan ingin mengevaluasi tes
untuk menyeleksi para pelamar kerja di perusahaannya atau ketika sebuah perguruan tinggi
ingin menentukan bagaimana tes bakat akademik dapat memprediksi kinerja mata kuliah
mahasiswa-mahasiswanya.
Meta-Analisis. Meta-analisis mendapat perhatian yang makin besar dalam
psikologi sebagai pengganti untuk survei literature tradisional. Dengan memadukan temuan-
temuan itu sejauh mungkin berdasarkan segi-segi metodologis dan substantive yang relevan
dari masing-masing telaah, meta-analisis bisa menyingkapkan temuan positif yang penting.
Manfaatnya lebih jauh adalah bahwa meta-analisis memungkinkan penghitungan ukuran-
ukuran efek.
Analisis butir soal memungkinkan kita memperpendek tes dan pada saat yang
sama meningkatkan validitas dan reabilitasnya. Asal semua hal lain sama, tes yang lebih panjang
lebih valid dan lebih dapat diandalkan daripada tes yang pendek.
Validasi-Silang
Arti validasi-silang. Penting bahwa validitas tes dihitung berdasarkan
pada sampel orang yang berbeda dari sampel dimana butir-butir soal itu di seleksi. Determinasi
independen validitas kesuluruhan tes ini dikenal sebagai validasi silang. Koefisien validitas
apapun yang dihitung berdasarkan sampel yang sama, yang digunakan untuk maksud seleksi.
Jumlah penyusutan koefisien validitas dalam validasi-silang tergantung sebagain pada ukuran
kelompok butir soal asli dan proporsi butir-butir soal yang dipertahankan.
Skala Kaufman
Skala Kaufman adalah instrument klinis yang diseenggarakan secara
individu, yang dirancang untuk banyak penggunaan sebagaimana juga dimaksudkan oleh tes-tes
semacam Standford-Binetdan skala Wechsler yang telah dikembangkan secara traditional
(Kaufman & Kaufman, 1983a, 1983b, 1990,1993).
Ada 3 jenis Skala Kaufman :
Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC)
o Tes kemampuan kognitif yang dilaksanakan secara individual untuk anak-anak
dan remaja untuk usia 3-18. tujuan untuk mengurangi perbedaan skor antara
anak-anak dari kelompok etnis dan budaya yang berbeda.
Kaufman Adolenscent and Adult Intelegence Test (KAIT)
o KAIT dirancang sebagai pengukuran inteligensi untuk usia 11 tahun hingga 85
tahun atau lebih tua. Tes ini untuk mengintegrasikan teori tentang inteligensi
cair dan Kristal yang diartikulasikan oleh Horn dan Cattel (1966) dengan
gagasan tentang inteligensi orang dewasa yang dikemukakan dalam teori lain.
Kaufman Brief Intelligence (K-BIT)
o KBIT dilaksanakan untuk peserta berusia 4-90 tahun dan dalam waktu kurang
lebih 20 menit. Tes penyaringan intelegensi umum standar yang baru-baru ini
dipublikasikan dalam bentuk edisi kedua yaitu KBIT yang terdiri dari:
Skala Cryztallized atau verbal yang memiliki dua jenis soal (pengetahuan verbal dan
teka-teki).
Skala Non Verbal atau Fluid yang mencakup soal-soal matriks.
Pengetesan Multikultural
Pengetesan lintas-budaya atau multikultural menyoroti peran penting
yang dimainkan oleh pola asuh orang tua dan lingkungan rumah tangga dalam perkembangan
intelektual seorang anak yang sedang tumbuh. Sekarang juga diakui bahwa perbedaan
lingkungan semacam itu tidak terbatas pada populasi etnis atau budaya yang dengan jelas dapat
diindentifikasi, tetapi bisa sangat mempengaruhi perkembangan psikologis pribadi
bersangkutan.
Bab 10 – Tes Kelompok
Arti IQ
IQ tidak sma dengan jenis skor pada tes tertentu, tetapi kerap dipandang
sebagai singkatan untuk inteligensi. Tes inteligensi berbeda, yang menghasilkan IQ yang berbeda
dalam isi dan cara yang memengaruhi interpretasi skor mereka.
Pertama, inteligensi yang dites seharusnya dipandang sebagai konsip yang deskriptif lebih
daripada konsep yang eksplanatoris. IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada
saat tertentu dalam hubungan dengan norma usia tertentu. Kedua, inteligensi bukan
kemampuan tunggal dan seragam, tetapi komposit dari berbagai fungsi. Istilah umm digunakan
untuk mencakup gabungan kemampuan yang diperlukan dalam budaya tertentu.
Keanekaragaman Budaya
Bidang Psikologi Budaya. Ada konferensi internasional yang dikhususkan
untuk topic psikologi budaya. Bidang ini member perhatian khusus pada perbedaan perilaku
diantara kelompok yang dibesarkan dalam konteks budaya yang sangat berbeda. Konteks
tersebut dapar sesempit RT atau desa atau seluas bangsa atau benua.
Perbedaan Kultural Versus Hambatan Kultural. Perilaku individual
dianggap harus dibebeani sejenis lapisan budaya yang penetrasinya menjadi objektif tentang
apa yang kemudian disebut tes bebas budaya. Perkembangan selanjutnya dalam genetic dan
psikologi telah menunjukan kesesatan dari konep ini.
Bahasa dalam Pengetesan Transbudaya. Kebanyakan tes silang budaya
tradisional memanfaat isi nonverbal dengan harapan bisa memperoleh satu ukutan yang lebih
mendekati culture-fair dari fungsi-fungsi intelektual yang sama melalui tes inteligensi verbal.
Kedua pengandaian yang mendasari pendekatan ini dapat dipertanyakan. Pertama dapat
diandaikan bahwa tes-tes nonverbal mengukur fungsi yang sama seperti tes verbal. Dari sudut
pandang berbeda, sekelompok bukti yang sedang berkembang mengemukakan bahwa tes
nonbahasa bisa lebih bermuatan budaya ketimbang tes bahasa.
Situasi Pengetesan. Kontrak transbudaya yang cepat meluas di dunia
dewasa ini meningkatkan perobabilitas tes-tes yang dilaksanakan bagi orang dari budaya yang
berbeda. Setiap penguji dapat mengantipasi tes terhadap satu atau lebih orang yang berbeda
budaya dengannya. Karenananya pelatihan atas pemberi tes hendaknya mencakup
pengetahuan tentang satu atau lebih budaya yang tidk serupa dengan perhatian khusus pada
pengaruh budaya yang mungkin memengaruhi perkembangan perilaku individual.
Hakikat dan kekuatan dari minat dan sikap seseorang merupakan aspek
penting kepribadian. Karakteristik ini secara material memengaruhi prestasi pensisikan dan
pekerjaan, hubungan antarpribadi, kesenangan yang didapatkan seeorang dari aktivitas waktu
luang, dan fase-fase utama lainnya dari kehidupan sehari-hari.
Ada suplai yang cukup besar dan bervariasi untuk teknik-teknik proyektif.
Teknik-teknik proyektif menyajikan kesenjangan yang menarik untuk diselidiki anatara penelitian
dan praktik. Ketika evaluasi sebagai instrumen psikometris, sebagian besar teknik proyektif tidak
tampil meyakinkan. Namun, popularitasnya dalam penggunaan klinis terus berlangsung. Sifat
dan implikasi inkonsistensi ini akan dibahas dalam bagian terakhir.
Teknik-Teknik Verbal.
Sejumlah teknik verbal ini bisa diselnggarakan dalam bentuk lisan
ataupun tertulis, tetapi semuannya sesuai untuk penyelenggaraan kelompok. Teknik yang
mendahului banjirnya tes-tes proyektif lebih dari setengah abad adalah tes asosiasi kata.
Teknik proyeksi verbal lainnya, yaitu penyelesaian kalimat, telah digunakan secara luas dalam
praktik penelitian ataupun klinis. Dalam kaitannya dengan panjangrespons, struktur dan aspek-
aspek lainnya, tes-tes penyesuaian kalimat menempati bidang tengah anatara asosiasi kata dan
teknik-teknik tematis.
Ingatan-Ingatan Autobiografis
Menganalisi ingatan-ingatan, terutama yang berasal dari kehiduoan
awal, dalam rangka memahami konflik yang muncul kembali atau yang tak dapat dilavak dalam
kehidupan di kemudian hari tertentu saja merupakan hal pokok dalam psikoterapi psikodinamis
sejak Zaman Freud.
Teknik-Teknik Kinerja
Katerogi teknik proyeksi yang luas dan tak terbentuk dari banyak bentuk
ungkapan diri yang relatif bebas. Salah satu ciri khas dari semua teknik ini adalah teknik-teknik
ini telah digunakan sebagai prosedur terapeutik dan juga prosedur diagnostik. Metode-metode
yang paling sering digunakan dalam kategori adalah menggambar dan berbagai jenis teknik
bermain, termasuk penggunaan mainana secara dramatis.
Teknik-Teknik Menggambar. Mesikipun hampir tiap medium seni, teknik
dan jenis persoalan telah diteliti dalam usaha mencari isyarat diagnostik yang penting dalam
evaluasi kepribadian, perhatian khusus telah dipusatkan pada tindakan menggambar bentuk
manusia. Contoh awal yang terkenal adalah Machover Draw-a-Person Tes (D-A-P-Machover
1949).
Teknik Permainan dan Tes Mainan. Berbagi jenis permainan dan tes-tes
mainan yang melibatkan objek-objek, seperti wayang, boneka, dan miniatur, telah digunakan
secara luas dalam pengetesan proyektif. Berasal dari terapi mainan dengan anak-anak, materi-
materi ini selanjutnya dikembangkan untuk digunakan pada oengetesan diagnostik pada orang
dewasa ataupu anak-anak.
Rapor dan Kemampuan Aplikasi. Kebanyakan teknik proyektif mewakili
sarana yang efektif untuk “menairkan kebekuan” selama kontak awal antara ahli klinis dan klien.
Tugas ini umumnya secara intrinstik menarik dan kerap menghibur. Tugas tersebut cenderung
membelokkan perhatian individu dari diri sendiri dan dengan demikian mengurangi rasa malu
serta sikap defensif.
Berpura-pura. Pada umumnya, instrumen-instrumen proyeksi lebih
mampu menghadapi tindakan perpura-pura dibanding inventoru laporan diri. Maksud teknik
proyektif umumnya disembunyikan. Bahkan, jika individu memiliki pengalaman psikologis dan
mengenal sifat umum instrumen tertentu, seperti tes Rorschach atau TAT, masih sulit baginya
untuk menebak cara-cara rumit yang terhdapnya respons yang ia berikan akan diberi skor dan
diinterpretasikan.
Penguji dan Variabel-Variabel Situasional. Kebnayakan teknik proyektif
tidak distandarisasikan secara memadai dalam kaitan dengan penyelenggaraan dan penentuan
skor atau tidak digunakan dengan cara yang dibakukan dalam praktik klinis. Namun, bahkan
terbukti bahwa perbedaan-perbedaan yang halus dan pengistilahan intruksi-instruksi verbal dan
dalam hubungan penguji-peserta tes bisa cukup mengubah kinerja pada tes-tes ini.
Norma-Norma. Kelemahan lain yang menyolok mata yang lazim pada
instrumen proyektif berhungan dengan data normatif. Data seperti ini mungkin sangat kurang,
sangat tidak memadai, atau didasarkan pada populasi yang dideskripsikan seara takabur.
Reliabilitas. Dilihat dari segi sifat khusu prosedur-prosedur penentuan
skor dan tidak memadainya data normatif dalam pengetesan proyektif, reliabilitas pemberi skor
menjadi pertimbangan yang penting. Untuk teknik-teknik proyektif, ukuran ysng tepat
tergantung reliabilitas pemberi skor seharusnya tidak hanya mencakup penentuan skor
pendahuluan yang lebih objektif, melainkan juga mencankup tahap-tahap integratif dan
interpretif akhir.
Validitas. Bagi tes apa pun, pertanyaan paling mendasar adalah validitas.
Banyak studi validitas atas tes-tes proyektif berhadapan dengan validasi terkait kriteria secara
bersamaan (concurrent). Peneliti lain dalam validitas konkuren pada dasarnya telah
menggunakan teknik pencocokan dimana deskripsi kepribadian yang berasa dari catatan-
catatan tes dibandingkan dengan deskripsi tentang orang yang sama, yang diambil dari riwayat
kasus, wawancara psikiatris, atau catatan perilaku jangka panjang.
Hipotesis Proyektif. Asumsi tradisional yang menyangkut teknik-teknik
proyektif adalah bahwa respons-respons individu terhadap stimuli ambigu yang disajikan
kepadanya mencerminkan atribut kepribadian yang penting dan relatif bertahan. Meskipun jelas
bahwa respons tes proyektif bisa dan memang menerminkan gaya-gaya respons serta cita0cita
individu, badan penelitian yang besar dan sedang tumbuh menunjukan bahwa banyak faktor
lain bisa memengaruhi respons-respons itu.
Teknik-Teknik Proyeksi sebagai Instrumen Psikometrik. Banyak tektik
proyeksi jelas diinginkan bila dievaluasi sejlan dengan standar-standar tes. Hal ini jelas dari data
yang dirangkum dalam bagian terdahulu, dalam kaitan dengan standardisasi administrasi dan
prosedur penentuan skor, kecukupan norma, reliabilitas, dan validitas.
Teknik-Teknik Proyeksi sebagai Alat-Alat Klinis. Daripada dianggap dan
dievaluasi sebagai instrumen-instrumen psikometris, atau dianggap sebagai tes dalam
penegrtian yang ketat, kebanyakan instrumen proyektif lebih dipandang sebagai alat-alat klinis.
Dengan demikian, instrumen proyektif bisa berfungsi sebagai alat bantu wawancara kualitatif
suplementer di tangan ahli klinis yang terampil. Nilai teknik-teknik itu sebagai lat klinis memang
proporsional dengan keterangpialn ahli klinis dan karenanya tidak bisa ditaksir secara
independen dari pihak ahli klinis perorangan yang menggunakannya.
Bab 16 – Teknik-teknik Penaksiran Lainnya
Prosedur-prosedur yang dikembangkan dalam bab ini pada dasarnya adalah teknik-
teknik riset, meskipun sejumlah teknik juga bisa berfungsi sebagai alat penaksiran suplementer
dalam konsep terapan, seperti konseling, atau karya psikologi organisasi. Berbagai ragam
pendekatan telah diwakili oleh teknik-teknik khusus yang sudah disebutkan. Beberapa
diantaranya sulit untuk diklasifikasikan karena pendekatan itu menaksir konstruk yang
merentangi bidang kemampuan dan kepribadian. Tiga kategori utama mencakup ukuran gaya
kognitif dan tipe kepribadian; tes situasional; dan teknik-teknik yang dirancang untuk menilai
konsep diri dan konstruk personal. Untuk menambahkan perspektif lebih jauh pada survey ini,
perhatian diarahkan pada penggunaan teknik nontes pada penaksiran kepribadian, yang
meliputi observasi naturalistis, wawancara, pemeringkat, dan analisis atas data secara
kehidupan.
Tes-tes Situasional
Tes ini merupakan tes yang menempatkan peserta tes dalam situasi yang
cukup mirip atau mensimulasikan situasi kriteria “hidup sesungguhnya”. Akan tetapi, dalam tes-
tes yang disebut disini, perilaku kriteria yang dijadikan sampel biasanya lebih bervariasi dan
rumit.
Tes Penyelidikan Pendidikan Karakter. Tes-tes ini dirancang , terutama
sebagai instrument riset untuk digunakan dalam proyek yang ekstensif sifat dan perkembangan
karakter pada anak. meskipun demikian, tekniknya bisa diadaptasikan pada maksud testing
lainnya da nada yang memang sudah diadaptasikan. Tes-tes diselenggarakan dalam bentuk
ujian di kelas secara regular, sebagai bagian dari pekerjaan rumah murid, dalam rangka kontes
atletik, atau sebgaai permainan-permainan.
Tes-tes CEI dalam cara yang baru dan asli untuk mengukur ciri-ciri
perilaku seperti, kejujuran, kendali diri, dan altruism. Jumlah paling besar menyangkut kejujuran
dan mencakup situasi di mana anak-anak diyakinkan bahwa doberi instruksi untuk membuat
tanda dalam 10 lingkaran kecil yang diletakkan secara tidak teratur dengan mata tertutup.
Kebanyakan te CEI terbukti memiliki daya diskriminatif yang baik, yang menghasilkan perbedaan
individu dengan rentang luas dalam skor-skor.
Tes Situasional dalam Pusat Penaksiran Penaksiran dan Teknik-teknik
Memainkan Peran. Tes situasional merupakan bagian utama dari program pusat penaksiran
yang diperkenalkan oleh United States Office of Strategic Services (OSS) selama Perang Dunia II.
Tes ini mwakili prosedur utama dalam seleksi personel militer untuk tugas kritis di luar negeri
(Murray & MacKinnon, 1946; OSS Assessment Staff, 1948). Satu jenis tes yang dikembangkan
oleh OSS adalah stress situasional, yang dirancang untuk mengambil sampel perilaku individu di
bawah kondisi penuh stress, frustasi, atau terganggu secara emosional. Jenis tes situasional
lainnya adalah menggunakan kelompok tanpa pimpinan sebagai alat untuk menguji sifat-sifat,
seperti kerja tim, panjangnya akal, inisiatif, dan kepemimpinan.
Sejumlah tes situasional menggunakan permainan peran atau improvisasi
untuk menumbuhkan perilaku minat. Meskipun permainan peran adalah salah satu teknik yang
digunakan dalam program penaksiran OSS, teknik ini memiliki asal mula yang lebih dini dan
penerapan yang lebih luas.
Konsep Diri dan Konstruktur
Deskripsi diri individu dengan begitu menjadi kepentingan utama dalam
dirinya sendiri lebih daripada dipandang sebagai substitusi terbaik kedua untuk observasi
perilaku lainnya. Juga ada minat pada lingkup penerimaan diri yang ditunjukkan oleh individu.
Tes Menlengkapi Kalimat Universitas Washington. Interpretasi respon-respo
inventori dalam kaitan dengan konseptualisasidiri membentuk dasar pendekatan teoritis pada
perkembangan kepribadian yang dirumuskan oleh Loevinger (1966a, 1966b, 1976, 1987, 1993;
Loevinger &Ossorio, 1958). Dengan mengumpulkan banyak temuan yang terpisah dari
penelitian sendiri dan penelitian orang lain, Loevinger mengemukakan ciri kepribadian yang ia
rumusan sebagai kemampuan untuk mengonseptualisasikan diri sendiri atau untuk “mengambil
jarak” dari diri sendiri dan impuls-mpulsnya. Berdasarkan data dari banyak sumber, Loevinger
mengemukakan bahwa kemampuan untuk membentuk konsep diri meningkat bersama dengan
usia, intelegensi, pendidikan, dan tingkat sosioekonomik. Bersamaan dengan meningkatnya
kematangan, individu maju melampaui konsep stereotip ke konsep diri yang teridentifikasikan
dan realistik. Pada titik ini, individu sepenuhnya sadar akan keunikan dirinya dan menerima diri
apa adanya.
Ciri konseptualisasi diri inilah, yang dinamakan sebagai perkembangan ego atau
tingkat ego, yang hendak diukur oleh Loevinger dan rekan-rekan dalam Washington University
Sentence Competition Test (WUSCT-Loevinger, 1985, 1987; Loevinger & Wessler, 1970;
Loevinger, Wessler, & Redmore, 1970). Kerangka teoritis pengarang mendalilkan Sembilan
tingkat perkembangan ego sebagai berikut: Prasosial, Impulsif, Perlindungan-Diri, Konformis,
Sadar-Diri, Sikap hati-hati, Individualistik, Autonom, dan Terpadu.
Inventori Rasa Harga Diri dan Ukuran-ukuran Terkait. Tujuan utama dari
penelitian ini berkaitan dengan efek dari evaluasi diri individu atas kinerjanya. Secara khusus
ada kesepakatan yang luas bahwa harga diri adalah determinan yang menentukan dari variable-
varabel yang secara psikologis penting, seperti kemampuan mengatasi masalah dan perasaan
sejahtera. Pengukuran atas harga diri untuk penelitan dan maksud-maksud terapan secara
trandisional maju berdasarkan asumsi-asumsi ini.
Daftar Cek Ajektif. Beberapa teknik yang berorientasi luas telah dikembangkan
secara khusus untuk melakukan penaksiran atas konsep diri. Instrumen yang bisa diterapkan
secara luas dan dewasa ini tersediasecara komersial, yaitu Adjective Check Listn (ACL) atau
daftar cek ajektif. Sebagai instrument penelitian, ACL telah diterapkan pada berbagai maslaah,
dari bidang-bidang, seperti psikopatologi, pilihan pekerjaan, kreativitas, perilaku politis dan
ekonomis, bahkan reaksi pasien terhadap orthodontia dan lensa kotak. ACL juga telah
digunakan dalam memeringkat tokoh-tokoh historis dari biografi dan karya mereka yang
diterbitkan (Welsh, 1975a) dan dalam menentukan ciri objek-objek tak berjiwa, seperti kota dan
mobil.
Sortasi Q. teknik ini awalnya dikembangkan oleh Stephenson (1953) untuk
mengimplementasikan suatu pendekatan pada penelitian yang dikenal sebagai metodologi Q
(lihat, misalnya, Kerlinger, 1986, Bab 32; McKeown & Thomas, 1988). Sortasi-sortasi Q telah
digunakan untuk mempelajari berbagai masalah psikologis. Dalam penelitian intensif atas
kepribadian individu, responden telah diminta untuk memilah-milah kembali perangkat soal
yang sama dalam kerangka rujukan yang berbeda.
Semantik Diferensial. Pertama kali dikembalikan oleh Osgood dan rekan-
rekannya (Osgood, Suci, & Tannenbaum, 1957) sebagai alat penelitian tentang psikologi makna,
meskipun kemungkinan penggunakan untuk penaksiran kepribadian langsung diterima.
Semantik Diferensial mewakili suatu prosedur standard an kuantitatif untuk konotasi konsep apa
pun untuk individu.
Respon-respons pada Diferensial Semantik bisa dianalisis dengan beberapa cara.
Untuk penanganan kuantitatif, peringkat-peringkat pada tiap skala bisa diberi angka numeric
dari 1 sampai 7 atau dari -3 sampai +3.
Role Construct Repertory Test. Pengembangan Rep Test ini amat dekat terkait
dengan teori kepribadian Kelly. Dasar pemikiran dalam teori ini adalah konsep-konsep atau
konstruk-konstruk yang digunakan individu untuk memahami objek atau peristiwa
memengaruhi perilakunya. dalam psikoterapi, sering perlu membangun konstruk-konstruk baru
dan menyingkirkan konstruk-konstruk lama untuk bisa membuat kemajuan.
Rep Test dirancang untuk membantu ahli klinis mengidentifikasi sejumlah
konstruk penting tentang orang dari kliennya. Rep Test menghasilkan data yang bisa disusun
dalam sebuah matriks atau kisi-kisi dan hal ini memungkinkan penaksiran atas hubungan antara
konstruk-konstruk. Rep Test dalam berbagai modifikasi, telah digunakan dalam banyak
penelitian tentang maslah-maslaah yang terkait dengan, antara lain, teori kepribadian, kognisi
social, pendidikan, dan komunikasi, serta dengan psikoterapi dan penaksiran.
Lingkungan yang Dipersepsi dan Iklim Sosial. Skala iklim social dapat diterapkan
pada berbagai konteks: program penanganan psikiatris di rumah sakit dan di masyarakat,
fasilitas penampungan dan lembaga permasyarakatan, lingkungan militer, tempat tinggal
mahasiswa, kelas-kelas sekolah menengah, lingkungan kerja dan keluarga; selain itu juga ada
skala lingkungan kelompok yang lebih umum untuk kelompok yang berorientasi kerja, social,
dan saling mendukung.
Laporan-laporan Pengamat
Pengamatan langsung atas perilaku memainkan peranan penting dalam
penaksiran kepribadian, entah dalam klinik, pusat konseling, ruang kelas, kantor tenaga kerja,
entah konteks lainnya yang memerlukan evaluasi individual. Tetapi, terhadap keuntungan yang
jelas dari prosedur standar semacam itu, kita harus menyeimbangkan keuntungan pengambilan
sampel yang luas atas perilaku yang tersedia melalui teknik observasi dalam lingkungan alamiah.
Observasi Naturalistik. Teknik-teknik observasi ini telah terbukti berguna di
ruang kelas, terutama jika pengamat adalah guru atau orang lain yang sudah cocok dengan
lingkungan sekolah yang normal. Penerapan utama teknik-teknik penaksiran semacam ini
ditemukan dalam progam modifikasi perilaku yang diadakan diadakan di sekolah, rumah, pusat
perawatan anak, klinik, rumah sakit, atau konteks, lainnya. Bisa dicatat juga bahwa observasi
naturalistik memilik banyak persamaan dengan tes situasional yang dibahas sebelumnya. keuda
alat ini berbeda terutama dalam dua hal: pada observasi naturalistic, tidak ada kendali atas
situasi stimulus dan setidaknya-tidaknya dalam kebanyakan metode observasi suatu sampel
perilaku yang lebih luas diamati.
Biodata
Buku harian dan autobiografis juga merupakan sumber informasi yang kaya bagi
pengarang psikobiografi dan orang-orang lain yang tertarik dalam studi atas kehidupan individu.
Secara historis, butir soal skala biografis telah diseleksi dan di bobot menurut pengujian kriteria
sebagaimana dalam penyusunan inventori, misalnya MMPI dan Strong. Ketika prosedur-
prosedur ini diikuti, inventori biodata terbukti merupakan alat prediksi yang baik secara
konsisten atas kinerja pada berbagai konteks.
Disamping pendekatan tradisional pada pengembangan inventori, metode baru
untuk memunculkan, menyeleksi, dan mengunci butir-butir soal biodata sedang di coba dalam
upaya untuk memuat instrument yang dihasilkan lebih bisa digeneralisasikan dan bisa
dipindahkan.
Tes Pekerjaan
Kumpulan tes multibakat dan tes-tes kemampuan khusus kerap dikembangkan
untuk maksud-maksud pekerjaan sebagaimana telah dipaparkan dalam kaitan dengan tes-tes
situasional. Aspek-aspek utama dari penggunaan industrial/organisasional tes diuji secara
intensif dalam berbagai bab dari buku pegangan yang disunting oleh Dunnette dan Hough
(1990-1992). Aplikasi utama lain dari pengetesan pekerjaan juga dicakup dalam keuda versi
Testing Standards adalah dalam pemberian lisensi dan sertifikasi orang yang dianggap
berkualifikasi untuk melakukan praktik dalam sejumlah bidang dan profesi.
Penaksiran Neuropsikologis
Masalah-masalah Metodologis dalam Diagnosis Kerusakan Otak. Berdasarkan
observasi yang ekstensif atas para prajurit pada Perang Dunia I, Goldstein merumuskan
deskripsi klasik tentang gangguan intelektual yang berhubungan dengan kerusakan otak.
Diantara simpton-simpton utama adalah penyusutan dalam kemampuan pikiran abstrak da
kecendrungan untuk memberikan respons pada stimulis dari luar yang bisa mengganggu
persepsi normal.
Sejak tahun 1950-an, para psikolog semakin mengakui bahwa kerusakan otak
bisa mengakibatkan berbagai pola perilaku, pengakuan yang mendorong perkembangan
neuropsikologis klinis, yaitu bidang yang bertujuan menerapkan apa yang diketahui tentang
hubungan otak-perilaku dalam diagnostic dan rehabilitas individu-individu dengan kerusakan
otak.
Ada banyak bukti bahwa kerusakan otak mencakup sejumlah gangguan organic
yang luas dengan berbagai perwujudan perilaku yang merupakan akibat. Dari sudut pandang
lain, gangguan perilaku atau intelektual yang sama dan tanda diagnostic yang sama dalam
kinerja tes bisa berakibat dari etiologi organik, emosional, atau tercampur.
Secara keseluruhan, praktik neuropsikologi adalah salah satu tugas klinis yang
paling menuntut, yang membutuhkan aplikasi pengetahuan tentang fungsi kognitif, kepribadian,
neurologis, dan fisiologis umum, baik pada kontinuum normal maupun kontinuum patologis.
Instrumen Neuropsikologis. Yang penting diantara fungsi-fungsi yang ditaksir
oleh instrument-instrumen ini adalah fungsi yang dianggap paling sensitive bagi proses
patologis, seperti persepsi atas hubungan special dan memori untuk materi yang harus
dipelajari. Para ahli neuropsikologi klinis kerap menggunakan perpaduan berbagai tes yang
tersedia untuk menaksir keterampilan dan kekurangan yang berbeda dalam suatu cara yang
diberi nama pendekatan “kumpulan tes fleksibel”
Penaksiran Karier
Praktik penaksiran karier bermaksud membantu individu untuk memilih karier
yang paling tepat baginya dilihat dari segi kemampuan, minat, sasaran, nilai, dan temperamen
pribadi dan juga persyaratan yang ada dalam suatu pekerjaan.
Program Komprehensif untuk Eksplorasi Karier. Pendekatan lebih baru pada
konseling karier menyediakan prosedur untuk mengintegrasikan informasi yang tersedia dari
banyak sumber ke dalam suatu program eksplorasi karier yang komprehensif. SIGI-PLUS yang
semula dirancang untuk digunakan pada mahasiswa universitas, diperbarui untuk digunakan
pada orang dewasa yang ingin melakukan perubahan karier atau memasuki pasaran kerja pada
berbagai tahap kehidupan yang berbeda. Program ini dirancang sedemikian rupa sehingga
memandu individu dalam memeriksa berbagai fakta relevan dan menjalani rute sistematik
menuju pengambilan keputusan yang efektif.
Penilaian Klinis
Penelitian pada proses penilaian klinis telah menerangi sejumlah sumber
kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses ini, misalnya pengaruh stereotip kultural dan sikap
mengandalkan asas-asas prediksi yang salah.
Laporan Penaksiran: Sintesis Akhir. Laporan itu seharusnya juga berkonsentrasi
diri pada ciri-ciri khas tiap individu, titik yang tinggi dan rendah dan bukan pada ciri-ciri dimana
posisi individu dekat dengan rata-rata. Fokus utama laporan seharusnya adalah tentang
interpretasi dan konklusi, meskipun catatan tes dan data terinci lainnyabisa dilampirkan secara
terpiah pada sejumlah kasus.
Kerahasiaan
Sebagaimana perlindungan atas lingkup pribadi, yang erat kaitannya, masalah
kerahasiaan data tes bersifat multidimensi. Pembahasan tentang kerahasiaan catatan tes
biasanya berhadapan dengan aksesibilitas orang ketiga, yang berbeda dari orang yang di tes
(orang tua anak) dan penguji. Prinsip yang mendasari nya adalah bahwa catatan-catatan seperti
itu seharusnya tidak dilepaskan tanpa pengetahuan dan izin dari peserta tes kecuali jika
pelepasan semacam itu dimandatkan oleh hukum atau diizinkan oleh hukum untuk maksud-
maksud yang sah.