Anda di halaman 1dari 4

Sebelum saya membahas isi film ada baiknya berawal dari para pemeran tokoh-tokoh yang sangat

berpengaruh besar terhadap indonesia

Yang Pertama Yaitu Reza Rahardia Yang Berperan Sebagai Tjokroaminoto

Christie Hakim Mbok Tambeng

Maia Estianty Bu Mangoensoemo

Chelsea Islan Stella

Putri Ayudya Soeharsikin

Deva Mahenra Kusno

Didi Petet Pak Haji Garut

Alex Komang Hasan Ali Surati

Tanta Ginting Semaoen

Ibnu Jamil Haji Agus Salim

Alex Abbad Abdullah

Christiffer Nelwan Tjokroaminoto (Kecil)

Egi Fedly Ibrahim Adji

Ade Firman Hakim Muso

Film ini diproduksi oleh yayasan keluarga besar HOS Tjokroaminoto, Picklock Production yang mana
film ini menceritakan perjuangan seorang lelaki yang benar-benar berani melawan seorang
pemimpin dari belanda

Bercerita tentang seorang perintis ide-ide kebangsan pada awal abad ke-20 dimana saat itu
Indonesia masih disebut Hindia Timur atau Hinda Belanda

Melawan pada zaman penjajahan belanda, dan memperjuangkan persamaan hak dan martabat
masyarakat Indonesia. Mulai kekacauan yangterjadi dibidang politik, agama dan berbagai macam
ideologi ada semua dalam film ini. Film ini dimulai dengan Tjokroaminoto di introgasi oleh opsir
polisi Hindia Belanda yang bernama Cecilius Van Dijk di Penjara Kali Sosok Surabaya 1921 yang ingin
mendapatkan pengakuan dari tuan Tjokro berdasarkan bukti-bukti yang telah terkumpul atas
peristiwa kerusuhan di Kota Garut, Jawa Barat bahwa Tjokroaminoto adalah pemimpin perkumpulan
kaum BumiPutera Sarekat Islam yang mana menjadi dalang kerusuhan namun tidak ada penjelasan
apakah benar atau tidak karena beliau disini mejelaskan bahwa Beliau adalah ketua pemimpin
perkumpulan BumiPutera Sarekat Islam yang merupakan perkumpulan terbesar di Hindia Timur
menjadi orang Jawa pertama menjadi anggota Volksraad serta lulusan Rusia dan mengatakan bahwa
kakek beliau pernah menjabat bupati Ponorogo dan kakek nya dari pihak lain adlah seorang kiai yang
mengajari nya tentang nilai-nilai kehidupan Jawa, berlanjut ketika Tjokroaminoto bekerja disebuah
pabrik yang mana penjaga pabrik itu disuguhi minuman teh oleh pelayan yang berasal dari Indonesia
dan dia tidak mau menerima karena menganggap tangan pelayan itu banyak bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit, berlanjut ketika Tjokro (kecil) mengintip apa yang dilakukan oleh penjaga
pabrik tersebut terhadap pelayan itu dan penjaga pabrik mengatakan bahwa semua hasil alam yang
mereka dapatkan di Hindia Timur itu akan dikirim ke Kerajaan dan para pejabat yang menikmati
kekayaan itu semua, hingga Tjokro (kecil) dihukum ketika dia sekolah dan ketika seorang guru dari
Belanda menjelaskan mengenai pejelajahan yang di mulai dari benua eropa-asia tengah-australia-
dan terakhir Hindia Belanda (Indonesia) menuju ke Hindia Belanda itu menggunakan kapaluap dan
melalui terusan pembukaan Suez dan apa yang terjadi apabila jarak tempuh asia-eropa menjadi
dekat dan di jawab oleh Tjokro orang-orang eropa datang ke Hindai Belanda untuk mencari yang
tidak mereka punya karet, kopi pala,tembakau cengkeh dan pelabuhan-pelabuhan hangat untuk
mengambil apa yang ada di Hindia Belanda dan terus dihukum dengan terus ditambah tumpukan
buku diatas kepalanya hingga akhirnya diseret keluar oleh gurunya.

Kemudian muncul adegan dimana seorang kakek mengatakan pada Tjokro kecil bahwa ingat
lah selalu kata-kata penting dari Nabi Muhammad SAW bahwa hijrah, berpindah dari tempat yang
buruk ketempat yang lebih baik kata kedua yaitu Iqra “baca”

Selanjutnya ketika ayah Tjokroaminoto mengadakan acara mengundang wayang beber tawangalun
untuk meruwat Tjokro yang mana lahirnya bersamaan dengan meletusnya Gunung Krakatau dan
dengan acara ruwetan ini berharap Tjokroaminoto menjadi kesatria Piningit

Selanjutnya acara pernikahan Tjokroaminoto dan Soeharsikin di Ponorogo, Jawa Timur 1905
setelah menikah Tjokroaminoto meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai pemerintah pada saat
itu beliau menjabat sebagai juru tulis patih di Ngawi, setelah berhenti beliau bekerja serabutan, dan
karena itu juga ayah mertua beliau marah besar dan mengusir dari rumah nya, kemudian

Beliau hijrah ke Semarang yang kala itu istrinya tengah hamil disana Tjokro bertemu dengan
Ibrahim Jamali. Yang mana mereka di semarang berdiskusi tentang bagaimana cara rakyat
bisa terbebas dari penjajahan Belanda dan memang penyebaran Agama Islam sedang
meningkat dengan aspek pencarian daerah dan pemimpin untuk memimpin sebuah organisai,
menurut Koran Medan Priyayi milik Tirto Hadi Suryo. Ada satu kata yang pada saat itu
menjadi buah bibir Satyugraha ( Perjuangan tanpa kekerasan) karena itulah yang disebut
Hijrah sesungguhnya. Ibrahim Jamali menyarankan Tjokro untuk pergi ke Sumbaya karena
disanalah banyak tokoh masyarakat yang akan bisa membantu dan bekerja sama dengan
Tjokro dalam mencapai tujuannya.
Pada 6 Januari 1913, Tjokro hijrah lagi ke Surabaya. Namun sebelum beliau hijrah ke
Surabaya Tjokro pulang ke Ponorogo menemui Istri dan anaknya yang telah lahir Kali ini,
istrinya ikut pindah mendampingi Tjokro, la kemudian berjuang bersama Hadji Samanhudi
mengubah Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam (Sl). Tjokro yang pandai bersiasat,
dan pandai berorasi disegani kawan maupun lawan. SI berkembang menjadi organisasi
dengan anggota dua juta orang yang berasal dari berbagai kelas sosial "sama rata, sama rasa"
menjadi paham yang disebarkannya. Di film ini pun juga menceritakan kesamarataan
terhadap kaum priyayi dan kaum kecil seperti rakyat kecil penjual bangku pun bisa
mengenakan beskap dan kain sarung batik dengan motif yang awalnya hanya boleh
dikenakan priyayi Jawa. Namun, ada juga kaum priyayi yang protes pada Suharsikin akan
paham Tjokro yang membuat mereka 'turun kelas'. Rumah Tjokro dikenal sebagai Rumah
Peneleh pun menjadi rumah kost banyak pemuda berpendidikan, dari Agus Salim (Ibnu
Jamil), Semaoen (Tanta Ginting), Musso (Ade Firman Hakim), hingga Kusno/ Soekamo
(Deva Mahendra). Rumah Peneleh menjadi rumah beragam ideologi dan nilai. Tjokro
menerima semuanya, asal tanpa kekerasan, Beda pandangan ini akhirnya membuat SI
terpecah menjadi SI merah, cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Di Surabaya Tjokro
bekerja di salah satu surat kabar pada masa itu dengan tulisan-tulisan di dalam surat kabar itu
sangat mengecam pemerintahan kolonial Belanda. Di Surabaya pula Tjokro bertemu dengan
Stella( Chelsea Islan ) yang merupakan anak berdarah Indo-Belanda yang terancam
dipulangkan belanda kenegara asal ayahnya. Stella banyak bertanya kepada Tjokro seperti
pertanyaan tentang nama Indonesia, apakah melayunesia atau Indonesia namun
Tjokroaminoto tidak menjawabnya malah mengatakan bahwa Stella lah yang harus
memikirkannya karna sebagai generasi muda masadepan mu dan meminta bantuan Tjokro
untuk menolong dia agar tidak dipulangkan ke Belanda. Selanjutnya Tjokro pergi ke tempat
penjemuran kopi selama peralanan kesana sembari membagi pelang-pelang bertulisan
Sarekat Islam dengan lambang bulan sabit dan bintang serta tulisan “Afdeling Tjirebon” dan
bertemu dengan para petani lainnya dan setibanya disana Tjokroaminoto menegur dan
mengatakan pada yang sedang menjemur segera membentuk koperasi karena menurut Tjokro
Organisasi itu ibarat sebuah rumah, rumah butuh dapur dan dapur ini lah koperasi Tjokro
juga memberitahu bahwa di pekalongan ada koperasi sapi, di jogja ada koperasi tebu, dan
dikalimantan ada koperasi angkutan laut serta mengatakan hasil bumi tanah yang kalian
dapatkan harusnya dapat memberikan kesejahteraan untuk kalian dan keluarga bukan untuk
orang lain dan mengatakan apabila hasil bumi ini terus di ambil bagaimana kehidupan anak
cucu selanjutnya. Tjokro yang begitu tegar menghadapi interogasi petugas Belanda di Penjara
Kalisosok Surabaya tahun 1921, namun ternyata seringkali terlibat pergulatan emosional
dalam memutuskan langkahnya, sehingga sempat memarahi putrinya Siti Oetari yang belum
mengerti apa-apa, akibat terlalu pusing memikirkan masalah bangsanya. Sosok Bapak yang
mampu mengayom bukan hanya anak-anak kandung nya, namun juga anak-anak kenalannya,
seperti Soekarno, Musso, Semaun dan lain-lain, ternyata sempat galau di kala perjuangan nya
mendapat tekanan berat baik dari pihak Belanda, maupun dari pengikutnya sendiri yang
berseberangan jalan dengannya. Tjokro yang ternyata terlalu sibuk memperjuangkan nasib
bangsanya hingga digambarkan, dalam film ini, tidak sempat melepas "kepergian"
Soeharsikin yang wafat hanya beberapa meter jaraknya dari tempat ia sednag berorasi di
depan massa Surabaya yang butuh wejangan darinya. Istrinya, wanita yang telah dinikahinya
selama 15 tahun lebih, wafat seorang diri di kamar tidur nya di saat sang suami sedang
berpidato di halaman depan rumah mereka, Rumah Peneleh Surabaya. Bagaimana akibat sifat
selalu menjadi "penengah", justru pak Tjokro tak mampu mencegah Semaun yang ambisius
untuk memisahkan diri dari Sarekat Islam yang didirikan Tjokroaminoto. Sehingga di akhir
era 1920-an terdapat dua Sarekat Islam. Sarekat Islam Hijau pimpinan HOS Tjokroaminoto
dan H. Agus Salim, yang lebih mengutamakan peningkatan kualitas pendidikan bangsa untuk
mencetak pemimpin-pemimpin yang mampu memerdekakan Hindia Belanda dari penjajahan
kelak. Contoh hasilnya adalah Kusno yang kemudian hari lebih kita kenal sebagai Presiden
RI pertama Ir. Sockano, dan juga Sekar Maridjan Kartosuwiryo yang sayangnya di era 1950-
1960-an justru memipin pemberontakan terhadap RI dengan Darul Islam nya dan akhirnya
tewas di hadapan regu tembak. Sarekat Islam Merah pimpinan Semaun yang lebih beraliran
"kiri" alias komunis. Anggota utamanya adalah para tokoh-tokoh yang kemudian di era
kemerdekaan merubah SI Merah menjadi terang-terangan "Merah" yaitu Partai Komunis
Indonesia. Mereka lalu tewas akibat terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun yaitu Musso,
Alimin dan Darsono, Sekalipun SI tidak secara tegas menyatakan dirinya sebagai partai
politik, namun tindak-tanduknya jelas-jelas menentang sikap penjajahan di Indonesia. Aksi-
aksi SI di daerah-daerah seantiasa membela kepentingan rakyat, terkadang sampai kepada
perlawanan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Peristiwa di Cimareme, Garut, telah
menyebabkan Tjokroaminoto ditangkap dan ditahan di penjara. Sampai pada akhir dari cerita
ini makna hijrah masih membuat bingung Tjokroaminoto dan menganggap hijrahnya itu
adalah berpindah dari satu penjara kepenjara lain. Setelah hampir sembilan Tjokro dipenjara,
ia dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah. Dalam akhir perjalanannya, Tjokro pun menulis
sebuah surat di dalam penjara yang isi nya " Ya Allah, masihkah aku pada kiblatMu, ketika
Engkau bawa aku dari penjara satu ke penjara lain ataukah penjara adalah hijrahku
memahami manus ia dan kemerdekaannya. Ya Allah inikah jalan panjang hijrahku."
Tjokroaminoto pun dibebaskan setelah 6 bulan di penjara kerena tidak terbukti bersalah. Kata
Indonesia digunakan oleh kaum Bumiputera menggantikan hindia Belanda. Sarekat Islam
terbelah menjadi dua, satu tetap mengikuti Tjokro dan Agus Salim dan satu lagi mengikuti
Semaoen menjadi Serekat Islam Merah cikal bakal Partai Komunis Indonesia, Kemudian
Oetari menikah dengan Kusno (Soekarno) setelah beberapa bulan ibunya wafat.
Tjokroaminoto wafat pada tahun 1934 di Yogyakarta. mendirikan Partai Nasional Indones ia,
ia Kusno (Soekamo) memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945 setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia I. Sementara itu Semaoen dibuang ke luar
negeri tetapi setelah merdeka ia kembali ke Indonesia dan menjadi penaschat pribadi presiden
Soekarno. Agus Salim menjadi Menteri Luar Negera Indonesia yang pertama setelah
Indonesia merdeka. Sarekat Islam terbelah menjadi dua, satu tetap mengikitu Tjokro dan
Agus Salim dan satu lagi mengikuti Semaoen menjadi Serekat Islam Merah eikal bakal Partai
Komunis Indonesia, Kemudian Oetari menikah dengan Kusno (Sockarno) setelah beberapa
bulan ibunya wafat. Tjokroaminoto wafat pada tahun 1934 di Yogyakarta. mendirikan Partai
Nasional Indones ia, ia Kusno (Soekamo) memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia I. Sementara itu
Semaoen dibuang ke luar negeri tetapi setelah merdeka ia kembali ke Indonesia dan menjadi
penasehat pribadi presiden Soekarno. Agus Salim menjadi Menteri Luar Negera Indonesia
yang pertama setelah Indonesia merdeka.

Anda mungkin juga menyukai