NIM : 1905346464447 Prodi : S1 Pend.Teknik Elektro Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Review film “Guru Bangsa Tjokroaminoto”
Film ini bercerita tentang tokoh pioneer pergerakan modern Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto (diperankan Reza Rahardian). Kisah dimulai dengan Tjokro kecil yang melihat penderitaan pekerja-pekerja perkebunan kapas yang dianiaya oleh mandor-mandor Belanda. Kegelisahan Tjokro terhadap keadaan juga diperlihatkannya di sekolah, dimana dia sangat berani berdebat dengan guru Belanda. Sementara itu narasi-narasi agama islam yang kuat tentang “hijrah” pada akhirnya berperan membentuk karakter dan kesadarn tjokro terhadap posisi pribumi terhadap colonial, dan ketika beranjak dewasa, tjokro pun mulai bertindak. Selain itu, gagasan baru tentang nasionalisme dan pan-islamisme mulai bertumbuh di Hindia. Tjokro yang sedari awal sudah melihat potensi islam nusantara sebagai pemersatu lalu “hijrah” ke Surabaya, disanalah semua kisah perjuangan bermula. Dari bertemu Haji Samanhudi pendiri Sarekat Daganga Islam (SDI), mengumpulkan pengikut, mengubah “ Sarekat Dagang Islam” menjadi “Sarekat Islam (SI)”, mengganti blangkon dengan peci, hingga Bersama pengikutnya menentukan arah perjuangan. Rumah Tjokro Bersama istrinya di Gang Paneleh Surabaya seolah menjadi incubator bagi calaon-calon tokoh perjuangan bangsa kedepan, mulai dari Agus Salim muda, Semaoen, Dharsono, Musso, hingga Kusno(Soekarno) yang masih culun nmaun antusias. Gagasan baru selain pan-islamisme nya Tjokro juga mulai berbenih. Terinspirasi dari revoluis Bolshevik Russia, Semaoen dan kawan-kawan mencoba mengubah arah SI menjadi lebih Revolusiner dan radikal. Sejarah mencatatnya sebagai “Si Merah” yang berfokus pada pejuangan kelas-kelas pekerja pribumi yang tertindas untuk merebut haknya. Dalam film ini selain lakon-lakon utama, adegan para kawula-jelata dan tokoh-tokoh semi-fiksi porsinya juga banyak, adegan-adegan tadi menunjukkan bahwa sejarah bukanlah mirip kaum elit saja, namun justru rakyat kecil lah yang merasakan langsung arah zaman mulai berubah. Mereka merasa bahwa akhirnya dizaman mereka ada “Ratu Adil” pribumi asli yang akan membimbing dan merubah tatanan lama. Saat bertemu Tjokro mereka serta merta akan takzim dan mencium. Pada salah satu adegan seorang jelata pembuat kursi (dengan beskap dan dasi ala barat) secara antusias dan mata berbinar berkata “sama rata-sama rata”. Sebaliknya, adegan-adegan yang memperlihatkan kelambat-sadaran menanggapi arus zaman juga diperlihatkan, khususnya pada adegan mertua Tjokro sang bupati Ponorogo(diperankan Sujito Tejo). Sosok sang bupati mewakili gambaran elit priyayi bumi pada masa itu yang umunya cari aman karena sudah mendapat jabatan dari pemerintah colonial. Tjokroaminoto merupakan sosok orang yang anti terhadap kekerasan, hal itu dibuktikan ketika beliau datang ke penjara kalisosok