Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian Ijma’ dan Macam- Macamnya


Arti Ijma’ menurut bahasa adalah sepakat, setuju, atau sependapat dan definisi Ijma’

menurut bahasa terbagi dalam dua arti:

1. Bermaksud atau berniat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran suratYunus ayat 71
‫ت لفثثأ لمجممثعوا ألمملرثكثثمم لو ث‬
‫شثثلرلكاَلءثكمم ثثثثمم لل‬ ‫ا لفلعللىَ م م‬
‫اثث لتثثلومكمل ث‬ ‫لوامتثل لعللميمهمم لنلبأ ل ثنوحح إممذ لقاَلل لملقمومممه لياَ لقمومم إممن لكاَلن لكثبلر لعللميثكمم لملقاَمميِ لولتمذمكيمريِ مبآِلياَ م‬
‫ت مم‬
‫ليثكمن ألممثرثكمم لعللميثكمم ثغممةة ثثمم امق ث‬
‫ضوا إمللميِ لولل ثتمنمظثرومن‬

Artinya:Dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia berkata

kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku

(kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu

bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku).

Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan

janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.[1]

Maksudnya, semua pengikut Nabi Nuh dan teman-temannya harus mengikuti jalan beliau

tempu. Dan hadis Rasulullah SAW. Yang artiny, “barang siapa yang belum berniat untuk

berpuasa sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.[2]

2. Kesepakatan terhadap, sesuatu. kaum dikatakan telah berijma bila mereka sepakat

terhadap sesuatu. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 15, yang

menerangkan keadaan saudara-saudara a.s.:

‫ب ِّ لوألمولحميلناَ إمللميمه للثتلنبَبلئمنثهمم مبأ لمممرمهمم هلهلذا لوثهمم لل ليمشثعثرولن‬ ‫لفللمماَ لذلهثبوا مبمه لوألمجلمثعوا ألمن ليمجلعثلوهث مفيِ لغلياَلب م‬
َ‫ت املثج ب‬

Artinya: Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu

mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf:

"Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang

mereka tiada ingat lagi."[3]

yakni mereka bersepakat terhadap perencana tersebut adapun perbedaan antara kedua arti

diatas adalah: yang pertama bisa dilakukan oleh satu orang atau banyak, sedangkan arti yang
kedua hanya bisa dilakukan oleh dua orang atau lebih, karena tidak mungkin seseorang

bersepakat dengan dirinya.[4]

Sedangkan menurut istilah para ahli ushul fiqih dirumuskan sebagai berikut :

‫اجماَع هو اتتاَق مجتهدين فىَ عصر من العصور وفاَة الرسول الىَ حكم شرعتىَ فىَ الواقعة‬

“ Ijma’ ialah kesepakatan ( konsensus ) seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu stelah

wafatnya rosul terhadap suatu hukum syara’ untuk suatu peristiwa

(kejadian )”.[5]

Dari pengertian ijma’ sebagaimana disebutkan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesepakatan adalah kesamaan pendapat atau kebulatan pendapat para mujtahid pada

suatu masa baik secara lisan maupun tertulis atau dengan beramal sesuai dengan hukum yang

disepakati itu.

b. Seluruh mujtahid berarti masing – masing mujtahid menyatakan kesepakatannya. Jika

ada seorang saja yang tidak menyetujuinya maka tidaklah terjadi ijma’. Dan apabila pada suatu

masa hanya ada seorang mujtahuid saja, maka tidak terjadi ijma’, sebab tidak terjadi

kesepakatan.

c. Ijma’ hanya terjadi pada masalah yang berhubungan dengan syara’ dan harus

berdasarkan pada Al – Qur’an dan Hadits mutawwatir, tidak sah jika didasarkan pada yang

lainnya.[6]

Dari definisi diatas pengertian Ijma’ itu sendiri adalah kesepakatan antara para ulama-ulama

atau mujtahid untuk membahas suatu masalah didalam kehidupan dalam masalah-masalah

sosial yang tidak ada didalam Al-quran dan as-sunnah.

Ijma’ dilihat dari segi caranya ada dua macam, yaitu sebagai berikut :

1.Ijma’ Qauli = Ijma’ Qath’i

Ijma’ yang qoth’i dalalahnya atas hukum ( yang dihasilkan),yaitu ijma shorikh, dengan artian

bahwa hukumnya telah dipastikan dan tidak ada jalan mengeluarkan hukum lain yang

bertentangan. Tidak pula diperkenankan mengadakan ijtihad mengenai suatu kejadian setelah

terjadinya Ijma Shorikh atas hukum syara’ mengenai kejadian itu.[7]

2.Ijma’ Sukuti = Ijma’ Zanni


Yaitu ijma’ dimana para mujathid berdiam diri tanpa mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid

lain. Dan diamnya itu bukan karena malu atau takut. Sebab diam atau tidak memberi tanggapan

itu dipandang telah menyetujui terhadap hukum yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan

pendapat ulama ushul fiqh yang menyatakan :

“ diam ketika suatu penjelasan diperlukan, dianggap sebagai penjelasan”. [8]

Sedang dari segi waktu dan tempat ijma’ ada beberapa macam antara lain sebagai berikut :

1.Ijma’ Sahaby, yaitu kesepakatan semua ulama sahabat dalam suatu masalah pada masa

tertentu.

2. Ijma’ Ahli Madinah, yaitu persesuaian paham ulama – ulama madinah terhadap sesuatu

urusan hukum.

3. Ijma’ Ulama Kuffah, yaitu kesepakatan ulam – ulama kuffah dalam suatu masalah.

4. Ijma’ Khulafaur Rasyidin, yaitu :


‫اتفاَق الخلفء الربعة علىَ امر من المور ال ت‬
‫شرتعة‬

“Persesuaian paham khalifah yang empat terhadap sesuatu soal yang diambil dalam satu masa

atas suatu hukum.”[9]

5. Ijma’ Ahlul Bait ( Keluarga Nabi ), yaitu kesepakatan keluarga Nabi dalam suatu masalah.

Anda mungkin juga menyukai