Anda di halaman 1dari 26

UJIAN TENGAH SEMESTER ANALISA OBAT DAN MAKANAN

“Penetapan kadar obat menggunakan metode KCKT”

NAMA : ASNAWI (G620190157)


DOSEN PENGAMPU : Aji Humaedi, S.Si., M. Farm.

FAKULTAS SAINS, KESEHATAN, DAN FARMASI


UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
SERANG – BANTEN
2019
UJIAN TENGAN SEMESTER ANALISA OBAT DAN MAKANAN
1. Jelaskan penetapan kadar amoxicilin menggunakan KCKT ?
BAHAN DAN METODE
Instrumen. Sebuah model 576 pompa kromatografi cair(Gasukuro Kogyo, Inc., Tokyo,
Jepang), seorang Gasukuro Kogyo Model 502U spektrodetektor, dan model Gasukuro Kogyo
12 chromatocorder dipekerjakan selama penelitian. Itu fase gerak dipompa melalui kolom fase
terbalik (, uBondapak C18; diameter dalam, 30 cm kali 3,9 mm; partikel ukuran, 10, um;
Perairan P / N 27324) dengan laju aliran isokratik 1,5 ml / menit. Detektor ditetapkan pada 254
nm. Kromatografi dilakukan pada suhu kamar. Suntikan 20, ul semua solusi untuk dianalisis
dibuat.
Reagen dan bahan. Metanol (kadar kromatografi cair) dipasok oleh ALPS Chemical
Co., Taipei, Taiwan. Asam asetat glasial (tingkat reagen) dipasok oleh E. Merck Chemical Co.,
Darmstadt, Jerman. Asam 6-Aminopenicillanic dibeli dari Sigma Chemical Co., St. Louis, Mo.
Acetaminophen adalah hadiah dari Kantor Cabang Winthrop Laboratories Taiwan, Sterling
Products International Inc., Taipei, Taiwan. Amoxicillin adalah standar rumah Laboratorium
Makanan dan Obat Nasional (Taipei, Taiwan, Republik Tiongkok). Jumlah lot obat amoksisilin
yang berbeda-beda dengan baik hati disumbangkan oleh Kingdom Pharmaceutical Co., Ltd.,
dan Yuen Foong Chemical Co. Kapsul, injeksi, dan butiran diperoleh dari sumber komersial.
Fase seluler. Fase gerak adalah metanol-1,25% asam asetat (20:80, vol / vol). Fase
gerak disaring (0,45 -, ukuran Millipore seukuran pori) dan diturunkan dengan rendaman
ultrasonik sebelum digunakan.
Persiapan amoxicilloate. Amoxicilloate disiapkan seperti yang dijelaskan oleh De
Pourcq et al. (3) Amoksisilin trihidrat (100,0 mg) dilarutkan dalam 20,0 ml 0,1 N kalium
hidroksida. Setelah berdiri semalaman, larutan dinetralkan hingga pH 7,0 dengan 0,2 M
potasium dihidrogen fosfat dan diencerkan hingga 50,0 ml dengan air.
Solusi standar internal. Asetaminofen standar-internal (40,0 mg) dilarutkan dalam 10,0
ml metanol dan diencerkan menjadi 1,0 liter dengan air untuk membentuk standar-internal
larutan.
Larutan standar amoksisilin. Untuk membentuk larutan standar amoksisilin, larutan
standar internal ditambahkan ke jumlah standar natrium amoksisilin yang ditimbang secara
akurat setara dengan potensi 50 mg amoksisilin dan volumenya dibawa hingga 50,0 ml.
Persiapan sampel. Untuk membentuk preparasi sampel, larutan standar-internal
ditambahkan ke sejumlah besar obat-obatan massal, kandungan kapsul homogen, atau
formulasi injeksi atau granul yang setara dengan potensi 50 mg amoksisilin dan volumenya
dibawa hingga 50,0 ml.
Solusi untuk respons linearitas. Sembilan konsentrasi natrium amoksisilin, yang
berkisar 0,2 hingga 2,0 mg / ml, disiapkan. Setiap konsentrasi dikromatografi enam kali.
Solusi untuk studi pemulihan. Untuk potensi 50,0 mg sampel komposit preparasi
komersial yang ditimbang dengan akurat ditambahkan sejumlah standar amoksisilin dalam
jumlah berbeda. Setiap larutan dibuat hingga 50,0 ml dengan larutan standar dan
dikromatografi dalam rangkap tiga.
Prosedur uji mikrobiologis. Bacillus subtilis (Pusat Pengumpulan dan Penelitian
Budaya, Hsinchu, Taiwan) digunakan dalam uji mikrobiologis. Menurut metode cup plate,
standar dan obat uji diencerkan menjadi 1,0-mg / ml (potensi) larutan pekat dengan air suling
dan kemudian diencerkan menjadi 10,0 dan 2,5, ug / ml dengan larutan buffer fosfat 1% (pH
6,0) pada hari analisis. Lima cawan petri dengan diameter 9,0 cm digunakan untuk setiap
sampel. Setelah inkubasi selama 16 hingga 18 jam, diameter zona hambat diukur dengan
penganalisa zona (ZA-F; Toyo, Tokyo, Jepang).
2. Kromatogram persiapan amoksisilin. (Rumah standar; (B) zat obat massal; (C) kapsul
250 mg; (C-1) kapsul 250 mg yang terdegradasi; (D) injeksi 250 mg per vial; (D-1)
injeksi terdegradasi 250 mg per vial; (E) granul; (E-1) butiran terdegradasi. Puncak: 1,
amoksisilin (20 peson); 2, asetaminofen.
HASIL DAN DISKUSI
Linearitas rasio area puncak (amoksisilin versus standar internal) diverifikasi dengan injeksi
sembilan larutan yang mengandung amoksisilin dalam rentang konsentrasi 0,2 hingga 2,0 mg
/ ml. Garis lurus dengan koefisien korelasi 0,9998 (y = 0,0151 + 1,3457x) diperoleh, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar. 1.

Reproduksibilitas untuk pengujian dalam hari dan pengujian antara hari dievaluasi.
Koefisien variasi, berdasarkan rasio area-puncak untuk enam injeksi ulangan dalam pengujian
dalam hari, adalah antara 0,05 dan 0,16% pada jumlah 20 ug. Koefisien variasi dalam uji antara
hari (n = 5) adalah 0,24% pada saat yang sama jumlah.
Hasil studi pemulihan tambahan tambahan amoksisilin dari komposit sampel persiapan
komersial ditunjukkan pada Tabel 1. Pemulihan rata-rata lebih besar dari 99%. Data ini
menunjukkan bahwa metode HPLC yang diusulkan relatif tidak terpengaruh oleh matriks
sampel.
Kromatogram khas dari bentuk dosis komersial amoksisilin ditunjukkan pada Gambar.
2. Waktu retensi adalah sekitar 4,8 menit untuk standar internal dan 3,8 menit untuk
amoksisilin. Eksipien dari formulasi komersial tidak mengganggu. Selain itu, metode HPLC
dapat mendeteksi senyawa yang terkait dengan asam amoksisilin, mis., Asam 6-
aminopenicillanic dan amoxicilloate, yang dielusi sebelum amoksisilin (Gbr. 3).
Ketika sampel formulasi kapsul, injeksi, dan butiran terdegradasi panas, campuran yang
dihasilkan menghasilkan kromatogram yang mengandung puncak tambahan, tidak ada yang
mengganggu interpretasi dan pengukuran puncak kromatografi untuk amoksisilin dan
asetaminofen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 2. Meskipun hanya sedikit puncak
eluting sebelum amoksisilin ditunjukkan pada Gambar. 2, beberapa puncak tambahan
ditemukan ketika sensitivitas deteksi meningkat. Untuk memeriksa kemurnian puncak
amoksisilin dalam sampel terdegradasi (disimpan pada 150 ° C selama 7 menit), digunakan
detektor foto dioda array UV. Evaluasi homogenitas puncak kromatografi dilakukan dengan
rasio absorbansi dan spektrokromatogram tiga dimensi. hasilnya disajikan konfirmasi yang
baik dari identitas puncak amoksisilin (data tidak ditampilkan). Selain itu, penurunan
ketinggian puncak (dan / atau daerah puncak) dengan peningkatan suhu dan waktu dapat
diamati.
Sejumlah sampel zat obat massal dan sediaan komersial dari delapan merek dianalisis
kadar amoksisilin oleh HPLC. Sampel-sampel ini juga diuji dengan metode mikrobiologis.
Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2. Uji t diterapkan pada data; analisis menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99% untuk semua persiapan ketika diuji
dengan metode mikrobiologis atau HPLC.
Sebuah studi telah dimulai untuk memastikan kesesuaian metode yang diusulkan untuk
studi stabilitas. Sampel formulasi kapsul, injeksi, dan granula disimpan dalam kabinet yang
dikontrol suhu (sekitar atau 80 hingga 150 ° C). Sampel diambil dari lemari secara berkala
untuk uji mikrobiologis dan HPLC. Nilai pengujian, dinyatakan sebagai persentase dari tingkat
yang diklaim, diberikan pada Tabel 3. Nilai-nilai pasangan pada Tabel 3 memiliki koefisien
korelasi 0,996 untuk kapsul, 0,997 untuk injeksi, dan 0,998 untuk bentuk sediaan granul. Oleh
karena itu, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilai pengujian yang diperoleh oleh dua
metode analitik ditemukan sampel terdegradasi atau tidak terdegradasi.
Studi ini menunjukkan penerapan metode HPLC yang diusulkan untuk penentuan
potensi amoksisilin dalam obat massal dan kapsul, injeksi, dan formulasi granula. Metode ini
dapat digunakan dengan sukses untuk kontrol kualitas rutin dan uji stabilitas dan menawarkan
keuntungan dalam kecepatan, kesederhanaan, dan keandalan.

Daftar Pustaka
1. Carlqvist, J., and D. Westerlund. 1979. Determination of amoxicillin in body fluid by
reversed-phase liquid chromatography coupled with a post-column derivatization
procedure. J. Chromatogr. 164:373-381.
2. Carlqvist, J., and D. Westerlund. 1985. Automated determination of amoxycillin in
biological fluids by column switching in ion-pair reversed-phase liquid
chromatographic systems with post-column derivatization. J. Chromatogr. 344:285-
296.
3. De Pourcq, P., J. Hoebus, E. Roets, J. Hoogmartens, and H. Vanderhaeghe. 1985.
Quantitative determination of amoxicillin and its decomposition products by high-
performance liquid chromatography. J. Chromatogr. 321:441-449.
4. Fong, G. W. K., D. T. Martin, R. N. Johnson, and B. T. Kho. 1984. Determination of
degradation products and impurities of amoxicillin capsules using ternary gradient
elution high-performance liquid chromatography. J. Chromatogr. 298:459-472.
5. Foulstone, M., and C. Reading. 1982. Assay of amoxicillin and clavulanic acid, the
components of augmentin, in biological fluids with high-performance liquid
chromatography. Antimicrob. Agents Chemother. 22:753-762.
6. Haginaka, J., and J. Wakai. 1985. High-performance liquid chromatographic assay of
ampicillin, amoxicillin and ciclacillin in serum and urine using a pre-column reaction
with 1,2,4- triazole and mercury (II) chloride. Analyst 110:1277-1281.
7. Haginaka, J., and J. Wakai. 1987. Liquid chromatographic determination of amoxicillin
and its metabolites in human urine by postcolumn degradation with sodium
hypochlorite. J. Chromatogr. 413:219-226.
8. Her Majesty's Stationary Office. 1988. British pharmacopoeia, p. 31-32. Her Majesty's
Stationary Office, London.
9. Japan Antibiotics Research Association. 1988. Minimum requirements for antibiotic
products of Japan, English version, p. 548-554. The Japan Antibiotics Research
Association.
10. Lebelle, M. J., W. L. Wilson, and G. Lauriault. 1980. Highperformance liquid
chromatographic determination of amoxicillin in pharmaceutical dosage forms. J.
Chromatogr. 202:144- 147.
11. Lee, T. L., and M. A. Brooks. 1984. High-performance liquid chromatographic
determination of amoxicillin in human plasma using a bonded-phase extraction. J.
Chromatogr. 306:429-435.
12. Maes, V., L. Vuylsteke de Laps, and A. Vercruysse. 1982. Amoxicillin metabolism
studied by combination of HPLC and spectrophotometry on urinary samples. Arch. Int.
Pharmacodyn. Ther. 260:290.
13. United States Pharmacopeia Convention, Inc. 1990. The United States pharmacopeia
XXII, the national formulary XVII, p. 80-84. United States Pharmacopeial Convention,
Inc., Rockville, Md.
14. U.S. Government Printing Office. 1990. Amoxicillin, title 21, part 440, code of federal
regulations. Office of the Federal Register, National Archives and Records Service,
General Services Administration, U.S. Government Printing Office, Washington, D.C.
15. Vree, T. B., Y. A. Hekster, A. M. Baars, and E. van der Klein. 1978. Rapid
determination of amoxicillin (Clamoxyl) and ampicillin (Penbritin) in body fluids of
many by means of highperformance liquid chromatography. J. Chromatogr. 145:496-
501.

3. Jelaskan penetapan kadar ibuprofen menggunakan KCKT ?


ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengembangan metode KCKT dalam penetapan
kadar tablet ibuprofen dalam plasma darah tikus jantan wistar secara in vitro. Metode
divalidasi berdasarkan parameter linearitas, akurasi, dan presisi. Kondisi KCKT yang
digunakan adalah fase terbalik dengan kolom shim pack CLC ODS dan fase gerak
asetonitril:bufer fosfat (35:65 v/v), laju alir 0,8 mL/min. Hasil uji linearitas menunjukan
nilai r = 0,993 pada kisaran konsentrasi 0,5-5 μg/mL, presisi 0,93 (%RSD), dan
perolehan kembali 92,9%. Penentuan ibuprofen dalam tablet generik dan merek pada
matriks plasma tikus jantan wistar menghasilkan persen kadar pada kisaran antara 80-
100%. Telah dilakukan penelitian mengenai pengembangan metode KCKT dalam
penetapan kadar tablet ibuprofen dalam plasma darah tikus jantan wistar secara in vitro.
Metode divalidasi berdasarkan parameter linearitas, akurasi, dan presisi. Kondisi
KCKT yang digunakan adalah fase terbalik dengan kolom shim pack CLC ODS dan
fase gerak asetonitril:bufer fosfat (35:65 v/v), laju alir 0,8 mL/min. Hasil uji linearitas
menunjukan nilai r = 0,993 pada kisaran konsentrasi 0,5-5 μg/mL, presisi 0,93 (%RSD),
dan perolehan kembali 92,9%. Penentuan ibuprofen dalam tablet generik dan merek
pada matriks plasma tikus jantan wistar menghasilkan persen kadar pada kisaran antara
80- 100%.
Kata kunci: HPLC, ibuprofen, in vitro, plasma, validasi
METODOLOGI PENELITIAN
Alat
Seperangkat alat kromatografi cair kinerja tinggi (Shimadzu LC-10 ATVP), detektor
UV-VIS SPD 10 A, kolom KCKT: shimpack CLC ODS (M) dengan panjang 25 cm,
diameter 4,6 mm, dan ukuran 5 µm, Filtration unit for KCKT (Whatman), seperangkat
alat gelas (Pyrex), neraca analitis (Shimadzu® AY 220), pH meter (Metrohm),
sonikator (Branson 1510), sentrifuge, vortex, jarum suntik ujung tumpul, holder tikus,
pisau bedah.
Bahan
Ibuprofen baku (PT. Global Chemindo Megatrading, diperoleh dari PT. Phapros),
ibuprofen generik dan merek, kalium dihidrogen fosfat (Merck), natrium hidroksida
(Merck), EDTA, asetonitril (Merck) dan akuabidestilata (Otsuka).
Prosedur Penelitian
Pembuatan Dapar Fosfat pH 7
Larutan dapar fosfat dibuat dengan mencampur 125 mL kalium dihidrogen fosfat 0,2
M dengan 111,25 mL natrium hidroksida 0,2 N. Larutan diencerkan dengan
akuabidestilata hingga 500,0 mL. pH larutan diatur hingga mencapai pH 7,0.
Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan adalah campuran dapar fosfat–asetonitril dengan
perbandingan 65:35. Fase gerak dibuat dengan mencampurkan asetonitril 175 mL
dengan dapar fosfat 325 mL. Kemudian disaring dan disonifikasi selama + 15 menit
(Wiria dan Suyatna, 2007).
Pembuatan Larutan Stok Ibuprofen
Sebanyak 10 mg ibuprofen baku ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu
takar 100 mL. Ibuprofen ditambahkan dengan fase gerak sampai tanda, sehingga
didapat larutan baku ibuprofen dengan konsentrasi 100 µg/mL.
Pembuatan Kurva Baku
Larutan stok ibuprofen diencerkan dengan fase gerak sehingga diperoleh deret standar
dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4 dan 5 µg/mL. Larutan tersebut masing-masing
diinjeksikan ke alat KCKT sebanyak 20 µL dengan kecepatan alir fase gerak 0,8
mL/menit. Detektor diatur pada panjang gelombang 225 nm. Kemudian persamaan
kurva baku ditentukan dari hubungan antara konsentrasi dengan luas area yang
ditunjukkan oleh kromatogram.
Validasi Metode Analisis (Harmita, 2004)
1. Uji Linearitas
Kurva baku yang diperoleh dari hubungan antara konsentrasi dengan luas area Larutan
standar ibuprofen konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; dan 5 µg/mL, dianalisis linieritasnya.
Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi (r) pada
analisis regresi linear y = bx +a.
2. Uji Ketelitian (Precision)
Sebanyak 20 µL larutan standar ibuprofen 4 µg/mL diinjeksikan ke alat KCKT
menggunakan fase gerak dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit. Pengukuran diulang
sebanyak 6 kali, kemudian dicatat luas areanya dan dihitung koefisien variasinya.
Rumus perhitungan koefisien variasinya :
Rumus terlampir dalam jurnal.
3. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification)
LOD dan LOQ dihitung secara statistik melalui garis linear dari kurva kalibrasi
(Harmita, 2004). Dengan kurva kalibrasi tersebut dapat dihitung LOD yaitu y = a + (3
x ). Nilai a, merupakan titik potong hasil hitungan (respon blanko). Nilai sebagai
pengganti nilai dari persamaan :
Rumus terlampir dalam jurnal
Untuk menentukan LOQ maka nilai y pada LOQ dengan persamaan , maka LOQ dapat
di hitung (Miller and Miller, 1991).
4. Uji Ketepatan (Accuracy)
Uji perolehan kembali dibuat dengan metode adisi menggunakan sampel cairan
biologis yaitu darah. Sebanyak 0,5 mL sampel darah diambil dari bagian vena ekor
tikus, ditambah dengan larutan baku ibuprofen 40 µg/mL sebanyak 1,0 mL, kemudian
ditambah EDTA 1% sebanyak 0,5 mL, asetonitril 0,5 mL selanjutnya divortex dan
disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Sebanyak 0,2 mL supernatan
kemudian injeksikan ke KCKT sebanyak 20 µL. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Perolehan kembali dihitung dengan rumus berikut : Rumus terlampir dalam jurnal
Penetapan Kadar Ibuprofen Tablet Merek dan Generik
Keseragaman Bobot Dua puluh tablet ibuprofen ditimbang, dihitung bobot rata-
rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang
masingmasing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga
yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B (Depkes, 1995).
Penetapan Kadar Ibuprofen (Wiria dan Suyatna, 2007)
Dua puluh tablet yang memenuhi keseragaman bobot digerus hingga halus dan
homogen. Serbuk yang homogen ditimbang setara dengan 20 mg ibuprofen,
dimasukkan labu takar 100 mL, dilarutkan dengan fase gerak hingga 100 mL. Larutan
tersebut disaring dengan saringan berpori 0,45 µm. Kemudian diambil sebanyak 0,5
mL dilarutkan dengan fase gerak hingga 10 mL didapat konsentrasi 10 µg/mL. Untuk
penetapan kadar diambil sampel plasma sebanyak 0,5 mL ditambah dengan larutan stok
sampel ibuprofen 10 µg/mL masing-masing penambahan 0,6; 0,8 dan 1 mL dalam
tabung mikro. Selanjutnya larutan ditambah asetonitril 1 mL, divortex selama 1 menit
dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan
diinjeksikan ke KCKT sebanyak 20 µL. Analisis sampel masing-masing dilakukan
dengan replikasi 3x.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis ibuprofen dengan KCKT menunjukkan kromatogram yang dapat
dilihat pada Gambar 2. Waktu retensi ibuprofen adalah pada 3,7-3,8 menit. Data kisaran
waktu retensi ibuprofen dihasilkan dari beberapa pengukuran.
Uji Linearitas
Kurva baku larutan standar ibuprofen dapat dilihat pada Gambar 3.
Persamaan kurva baku yang diperoleh adalah Y = 50332x + 20603 dengan nilai r2
=0,987 dan r = 0,993. Nilai r merupakan nilai koefisien korelasi. Hubungan linear yang
ideal dicapai jika r = 1 atau r = -1 karena ketika r = 1 atau r = -1 maka terjadi hubungan
yang proposional antara konsentrasi dan luas area tergantung pada arah garis (Harmita,
2004). Ini berarti bahwa nilai r mendekati ideal dan persamaan yang dihasilkan dapat
digunakan untuk penetapan kadar ibuprofen.
Uji Ketelitian (Precision)
Presisi dapat diukur dari nillai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien
variasi). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan koefisien variasi (KV) 2%
atau kurang. Harga KV < 2% dapat dikatakan bahwa metode tersebut memberikan
presisi yang baik (Harmita, 2004).
Dari hasil perhitungan (Tabel 2) didapatkan nilai SD (Standar Deviation) = 2096,5 dan
RSD (Relative Standar Deviation) = 0,93% dan nilai ketelitian alat sebesar 99,07%.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode ini memiliki ketelitian yang masih
diterima. Dari hasil perhitungan didapat nilai KV = 0,93%. Ini berarti berarti bahwa
ketelitian penetapan kadar ibuprofen dalam plasma tikus secara in vitro dengan metode
KCKT memenuhi syarat ketelitian (Harmita, 2004).
Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Merupakan
nilai yang menunjukkan munculnya respon analit yang lebih besar dari respon yang
tidak diinginkan, maka respon analit harus tiga kali lebih besar dari respon baseline
noise. Nilai LOD yang diperoleh adalah 0,43 µg/mL. Sedangkan batas kuantitasi (LOQ)
digunakan untuk mengetahui kuantitasi terkecil dari analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Respon analit harus menunjukan 10 kali
lebih besar dari respon sinyal blanko (Harmita, 2004). Hasil perhitungan menunjukan
nilai LOQ yang diperoleh adalah 1,47 µg/mL.
Uji Ketepatan (Accuracy)
Akurasi merupakan kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya.
Parameter akurasi adalah % recovery. Recovery diperoleh dari persentase rata-rata
kadar ibuprofen standar pada konsentrasi tertentu. Hasil % recovery dapat dikatakan
baik jika memenuhi persyaratan rentang recovery yang diterima yaitu antara 80-120%
(Harmita, 2004). Hasil uji akurasi yang diperoleh pada penambahan ibuprofen baku 4
µg/mL dapat dilihat pada Tabel 3.
Persentase perolehan kembali yang diperoleh adalah 90,47% dengan kesalahan
sistematik 9,53%. Nilai ratarata perolehan kembali analit yang dikatakan baik adalah
antara 80-120% (Gandjar & Rohman, 2007). Hasil tersebut menunjukkan bahwa %
perolehan kembali metode ini baik karena memenuhi persyaratan rentang % perolehan
kembali.
Uji Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mendapatkan bobot tablet yang seragam dan
dari semua tablet yang ditimbang bobotnya tidak menyimpang dari ketentuan dalam
Farmakope Indonesia Edisi III. Pada uji ini digunakan 20 tablet kemudian ditimbang
satu per satu dan diperoleh bobot tablet rata-ratanya adalah 732,8 mg untuk tablet merek
dan 562,5 mg untuk tablet generik.
Penetapan Kadar Ibuprofen Tablet Merek dalam Plasma Darah Tikus Jantan Wistar
Hasil rata-rata % kadar yang diperoleh dari setiap pengambilan larutan ibuprofen dari
tablet merek dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan untuk tablet generik dapat dilihat
pada Tabel 5. Hasil rata-rata % kadar yang diperoleh dari setiap pengambilan larutan
ibuprofen baik untuk tablet merek maupun generik memenuhi rentang yang diterima
yaitu 90%-110% (Depkes,1995).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode KCKT
dapat digunakan untuk analisis ibuprofen tablet generik maupun merek dalam matriks
plasma darah. Ibuprofen yang dianalisis memenuhi persyaratan batas persen kadar.
Sumber :
file:///C:/Users/Ega/Downloads/8846-17487-1-SM.pdf
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN
2302 - 2493 96
VALIDASI METODE ANALISIS KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
UNTUK PENETAPAN KADAR AMOXICILIN DALAM PLASMA SECARA IN
VITRO
Ni Nyoman Puspita Sari1), Fatimawali1), Max Revolta John Runtuwene2) 1)Program
Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115 2) Jurusan Kimia FMIPA UNSRAT
Manado, 95115.
4. Jelaskan penetapan kadar teofilin menggunakan KCKT ?
METODE PERCOBAAN
Alat
1. Gelas arloji
2. Gelas beaker
3. Labu takar 1000 ml
4. Labu takar 50 ml
5. Labu takar 10 ml
6. Pipet tetes
7. Pipet volume 10 ml, 5 ml
8. Syiringe + penyaring
Bahan
1. Asam acetat glacial
2. Asetonitril P
3. Aquabides
4. Natrium asetat P
5. Sampel tablet euphyllin
6. Standar theopilyn
Cara Kerja
Kondisi HPLC yang diperlukan adalah flow rate 1.0 mL/menit, Kolom ODS Hypersil
5 μm, fase gerak isokratik Asetonitril : Buffer asetat (7 : 93), detector UV 270
nm, suhukolom 50 C, volume injeksi 5μL.
Dalam pembuatan fase gerak, pertama-tama dibuat larutan dapar dengan cara
ditimbang 1,36 g natrium asetat, kemudian dilarutkan dengan aquabides tilata
secukupnya. Di masukkan kedalam labu ukur 1000 ml. Setelah itu ditambahkan 5 ml
asam asetat glacial, dan di ad dengan aquabidestilat sampai tanda batas. Setelah dibuat
larutan dapar dimasukkan 70 ml asetonitril P kedalam labu ukur 1000 ml, kemudian
diencerkan dengan laruta dapar yang telah dibuat sampai tanda batas. Larutan sebagai
fase gerak tersebut kemudian diultasonifikasi selama 10 menit.
Dalam pembuatan larutan baku, ditimbang 10 mg teofilin standar dan
dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml kemudian diad dengan fase gerak sampai tanda
batas. Setelah itu, di ambil 5 ml larutan teofilin tersebut dan dimasukkan kedalam labu
ukur 50 ml, ad sampai tanda batas dengan fase gerak (larutan 100 ppm). Kemudian
dibuat seri kadar 20 ppm,50 ppm, 80 ppm, 110 ppm, dan 140 ppm dengan mengambil
masing-masing 0,4 mL, 1 mL, 1,6 mL, 2,2 mL, dan 2,8 mL larutan teofilin standar,
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dan di ad dengan fase gerak sampai tanda batas.
Kemudian dilakukan penetapan kadar teofilin dalam sediaan tablet Euphyllin.
Ditimbang tablet euphyllin yang setara dengan 25 mg teofilin, dilarutkan dengan
fase gerak hingga larut sempurna, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan di
ad dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan diultrasonifikasi selama 15 menit,
dan disaring dengan kertas saring. Kemudian diambil 5 ml larutan, dimasukkan
kedalam labu ukur 50 ml. Setelah itu dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda batas.
Dilakukan akurasi sebagai salah satu parameter validasi metode. Untuk akurasi
80% diambil larutan sampel sebanyak 5 mL, ditambahkan larutan standar 40 ppm
(diambil sebanyak 4 mL) dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, di ad dengan fase
gerak hingga tanda batas. Untuk akurasi 100% diambil larutan sampel sebanyak 5 mL,
ditambahkan larutan standar 50 ppm (diambil sebanyak 5 mL), dimasukkan Kedalam
labu ukur 10 mL, di ad dengan fase gerak hingga tanda batas. Untuk akurasi 120%,
diambil larutan sampel sebanyak 5 mL,ditambahkan larutan standar 60 ppm
(diambilsebanyak 6 mL) kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dan di
ad dengan fase gerak hingga tanda batas. Masing – masing Larutan disaring dan
diinjeksikan pada HPLC. Untuk perhitungan akurasi, perlu Dibuat larutan standar 40
ppm, 50 ppm, dan 60 ppm. Untuk standar 40 ppm, diambil Larutan teofilin standar
sebanyak 4 mL, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dan di ad dengan fase gerak
hingga tanda batas. Untuk standar 50 ppm tidak perlu dibuat karena telah sesuai
dengan kadar larutan standar yang dibuat sebelumnya. Untuk standar 60 ppm, diambil
larutan teofilin standar sebanyak 6 mL, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dan di
ad dengan fase gerak hingga tanda batas. Masing-masing larutan diinjeksikan pada
HPLC.
Sumber :
https://docplayer.info/64738390-Penetapan-kadar-teofilin-dalam-sediaan-tablet-
euphyllin-dengan-metode-high-performance-liquid-chromatography.html
PENETAPAN KADAR THEOPYHLIN DALAN TABLET EUPHYLIN DENGAN
METODE HPLC

4. Jelaskan prinsip kerja dan instrumentasi KCKT ?


Saat ini banyak digunakan instrumen untuk keperluan analisis, beberapa diantaranya
menggunakan prinsip kromatografi seperti HPLC (High Performance Liquid
Chromatography), GC (Gas Chromatography), dan CE (Capillary Electrophoresis). Kali ini
penulis ingin membagi sedikit mengenai HPLC, semoga bermanfaat.
Prinsip Dasar High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC adalah sebuah instrumen yang menggunakan prinsip kromatografi (pemisahan)
dengan menggunakan fase gerak cair yang dialirkan melalui kolom yang merupakan fase diam
menuju ke detektor dengan bantuan pompa. Sampel dimasukkan ke dalam aliran fase gerak
dengan cara penyuntikan.
Di dalam kolom terjadi pemisahan senyawa-senyawa dalam kolom akan keluar atas
dasar kepolaran yang berbeda, sehingga akan mempengaruhi kekuatan interaksi antara
senyawa terhadap fase diam. Senyawa-senyawa yang kurang kuat interaksinya dengan fase
diam akan keluar terlebih dahulu, dan sebaliknya senyawa yang berinteraksi kuat dengan fase
diam akan keluar lebih lama.
Senyawa yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram. Dari kromatogram tersebut akan dapat diidentifikasikan waktu retensi (tR) dan
luas area/tinggi puncak. Informasi tR digunakan untuk analisis kualitatif, sedangkan informasi
luas area atau tinggi puncak untuk analisis kuantitatif.
Instrumentasi High Performance Liquid Chromatography
Instrumentasi HPLC terdiri dari fase gerak, pompa, injektor, kolom, detektor dan pengolah
data.
Skema instrumen HPLC
 Fase gerak (eluen) berupa zat cair. Fase gerak selain sebagai pembawa senyawa campuran
menuju detektor, fase gerak juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Beberapa persyaratan
HPLC antara lain :
1. Harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk sampel yang akan dianalisis
2. Zat cair harus murni dan jernih untuk menghindari kotoran yang dapat mengganggu
interpretasi kromatogram dan menghindarkan penyumbatan kolom
3. Mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun
4. Memiliki viskositas rendah
5. Sesuai dengan detektor yang digunakan
 Pompa dianalogikan sebagai jantung, berfungsi mengalirkan fase gerak cair melalui kolom.
 Injektor merupakan tempat masuknya sampel. Sampel yang dimasukkan ke dalam HPLC
hanya beberapa puluh mikroliter. adakalanya injektor merupakan suatu sistem autosampler.
 Kolom HPLC berisi fase diam, tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-
komponennya. Biasanya berukuran antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar antara 4-10
mm. Jenis kolom bervariasi bergantung keperluan, misalnya dikenal kolom C-18, C-8,
cyanopropyl, penukar ion. Yang paling banyak dipakai adalah kolom C-8 dan C-18. Saat ini
yang baru diperkenalkan adalah kolom HILIC (Hidrophilic Interactive Liquid
Chromatography)
Detektor dengan persyaratan untuk detektor antara lain harus cukup sensitif, stabilitas dan
keterulangannya tinggi, respon terhadap sampel linier, waktu respon pendek sehingga tidak
tergantung pada kecepatan alir, reliabilitas tinggi, mudah digunakan serta tidak merusak
sampel. Sumber : ht tps://arycho.wordpress.com/2012/04/08/53/

5. Jelaskan analisis kadar teofilin dan salbutamol secara simulat menggunakan KCKT?
Jawab :
1. Kombinasi salbutamol dan teofilin diberikan peroral dengan tujuan adanya sinergi dari
kedua obat tersebut. Bentuk sediaan dengan kombinasi ini telah dilaporkan memberikan
hasil yang lebih baik daripada hanya dengan 1 macam obat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengembangkan dan memvalidasi metode kromatografi cair kinerja tinggi
pada penetapan kadar campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan farmasi terutama
pada sediaan sirup. Teofilin dan salbutamol dipisahkan dengan KCKT dengan fase gerak
campuran asam asetat 1% : metanol (60:40 v/v) yang mengandung 3,5 mM natrium-1-
oktansulfonat. Fase gerak dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan alir fase gerak 1
mL/menit. Kolom yang digunakan adalah C-18, Waters, Spherisorb, C-18, 250 x 4,6 mm;
10 um. Detektor UV diatur pada panjang gelombang 277 nm. Metode yang dikembangkan
divalidasi berdasarkan parameter linieritas, akurasi, presisi, selektivitas dan sensitivitas.
Presisi metode analisis dilakukan menggunakan uji keterulangan (repeatability),
menghasilkan RSD 0,41 – 0,70 % untuk teofilin dan 0,08 – 0,24 % untuk salbutamol.
Akurasi metode dianalisis berdasarkan nilai perolehan kembali, dan diperoleh persentase
perolehan kembali teofilin adalah 98,28 – 101,02 % dan untuk salbutamol ssebesar 100,71
– 101,60 %. Metode menghasilkan respon yang linier (r > 0,999) pada konsentrasi 1 – 20
ppm untuk teofilin dan 10 – 30 ppm untuk salbutamol. Uji selektivitas menunjukan resolusi
puncak utama dengan puncak lain terdekat lebh dari 2,0. LOD teofilin 0,0066 ppm dan
LODsalbutamol 0,295; sedangkan LOQteofilin 0,219 ppm dan LOQsalbutamol 0,991 ppm.
Metode analisis terbukti memberikan hasil yang memenuhi syarat validasi pada sediaan
sirup yang mengandung campuran teofilin dan salbutamol. Metode yang dikembangkan
juga terbukti dapat digunakan untuk analisis sediaan sirup dan tablet yang mengandung
teofilin tunggal dan salbutamol tunggal, juga untuk tablet yang mengandung campuran
teofilin dan salbutamol.
2. Sampel obat, salbutamol, ambroxol dan teofilin diperoleh sebagai sampel hadiah dari SUN
Pharmaceutical Industries, Mumbai. Natrium dihidrogen orto fosfat AR, asam ortofosfat
AR, aseto-nitril dan metanol dari kelas HPLC dipasok oleh S.D Fine Chemicals, Mumbai.
Air grade HPLC diperoleh dari sistem waterifikasi Milli-Q RO. Kromatografi cair tekanan
tinggi isokratik (Shimadzu HPLC kelas VP seri) dengan pompa LC-10 AT, detektor UV /
Vis yang dapat diprogram dengan panjang gelombang SPD-10 AVP, perangkat lunak
pengoperasian-winchrome digunakan untuk analisis.
Metode ini dilakukan pada Hypersil C18 (250 mm × 4,6 mm i.d., 5 μ) kolom sebagai
fase diam dan metanol: asetonitril: 25 mM dapar fosfat (pH disesuaikan menjadi 7,0 dengan
asam ortofosfat) dengan perbandingan 30:30:40 (v / v / v) sebagai fase gerak pada laju aliran
1 mL / menit. Fase gerak disaring melalui filter membran 0,45 μ dan didegradasi sebelum
analisis. Injektor Rheodyne 7725 dengan loop 20 μL digunakan untuk injeksi sampel. Deteksi
dilakukan pada 270 nm dan pemisahan dilakukan pada suhu kamar sekitar 20 ºC.
Larutan stok standar salbutamol (20 μg / mL), ambroxol (300 μg / mL) dan teofilin (1
μg / mL) disiapkan dalam campuran metanol dan asetonitril (1: 1 v / v). Dari larutan stok
standar, larutan standar campuran disiapkan mengandung 1,2 μg / mL salbutamol, 18 μg / mL
ambroxol dan 60 μg / mL theophilin.
Sepuluh tablet yang dipasarkan masing-masing mengandung 2 mg salbutamol, 30 mg
ambroxol dan 100 mg teofilin ditimbang dan bubuk halus. Sejumlah bubuk setara dengan 2 mg
salbutamol, 30 mg ambroxol dan 100 mg teofilin ditimbang dan dipindahkan ke wadah kaca
yang disinter. Obat diekstraksi dengan tiga jumlah, masing-masing 20 mL campuran asetonitril
dan metanol (1: 1 v / v). Ekstrak gabungan dibuat hingga 100 mL dengan fase gerak dan
pengenceran lebih lanjut dibuat untuk mendapatkan konsentrasi 1,2 μg / mL salbutamol, 18 μg
/ mL ambroxol dan 60 ug / mL theophilin. Konten tersebut vortex, disaring melalui 0,45 μ filter
membran dan disuntikkan dalam rangkap tiga. Area puncak dari setiap obat dihitung. Solusi
standar campuran menjadi sasaran metode analisis HPLC yang diusulkan untuk mengetahui
variasi intra dan antar hari. Linearitas dan jangkauan juga ditentukan dengan menganalisis
solusi standar campuran. Kurva kalibrasi diplot menggunakan area puncak vs konsentrasi
solusi standar. Studi pemulihan dilakukan dengan menambahkan jumlah obat standar yang
diketahui ke sampel yang telah dianalisis sebelumnya dan menganalisisnya kembali
menggunakan metode analisis HPLC, yang sedang dikembangkan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode HPLC sederhana dan cepat
untuk estimasi simultan salbutamol, ambroxol dan teofilin menggunakan kolom
Thermohypersil C-18. Waktu retensi salbutamol, ambroxol dan theophilin ditemukan menjadi
3,07, 4,91 dan 1,77 menit. Konsentrasi pengujian 1,2 μg / mL salbutamol, 18 μg / mL ambroxol
dan 60 μg / mL theophilin dipilih sesuai dengan klaim yang berlabel. Puncaknya terselesaikan
dengan baik dalam bentuk simetris dan faktor asimetri untuk semua puncak ditemukan kurang
dari 1,20. Ada pengulangan yang baik dari metode yang diusulkan karena ketepatan metode
kurang dari 2% untuk ketiga obat. Koefisien varians untuk salbutamol, ambroxol dan
theophilin ditemukan masing-masing 0,88, 0,63 dan 0,49%, yang menunjukkan metode ini
sangat tepat.
Eksperimen linieritas dilakukan tiga kali untuk ketiga komponen dan responnya
ditemukan linier dalam kisaran konsentrasi 1-5 μg / mL untuk salbutamol, 4-20 μg / mL untuk
ambroxol dan 20-100 μg / mL untuk teofilin. Garis regresi diperoleh pada interval kepercayaan
95% menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai koefisien korelasi ‘r’ untuk ketiga obat
adalah ³ 0,999. Akurasi metode ditentukan oleh studi pemulihan (n = 3). Konsentrasi standar
dibubuhi sampel adalah 1-3 μg / mL untuk salbutamol, 4-12 μg / mL untuk ambroxol dan 20-
60 μg / mL untuk theophilin. Data pemulihan dari penelitian ini dilaporkan pada Tabel-1. %
Pemulihan rata-rata ditemukan menjadi 99,0% untuk salbutamol, 101,2% untuk ambroxol dan
99,8% untuk theophilin. Kandungan obat dalam bentuk sediaan komersial ditemukan 99,2%
untuk salbutamol, 99,5% untuk ambroxol dan 99,6% untuk theophilin per tablet dengan metode
ini. Jumlah yang diestimasi berada dalam batas yang dapat diterima dari klaim berlabel
formulasi.

Data studi pemulihan menunjukkan jumlah obat yang pulih dari larutan sampel dan persentase
pemulihan rata-rata.
Metode RP-HPLC yang dikembangkan memberikan cara yang nyaman dan efisien
metode untuk pemisahan dan estimasi salbutamol, ambroxol dan theophilin dalam bentuk dosis
gabungan. Tidak ada gangguan dari eksipien yang digunakan dalam formulasi tablet dan
karenanya metode ini cocok untuk analisis tablet. Hasil validasi menunjukkan bahwa metode
yang diusulkan adalah sederhana, linier, tepat, akurat dan selektif dan dapat digunakan dalam
uji rutin salbutamol, ambroxol, dan teofilin dalam tablet.
Daftar pustaka
6. Jelaskan analisis kadar aseklofenak dan paracetamol secara simultan menggunakan KCKT?
Jawab ;
Metode HPLC fase balik sederhana, tepat, akurat, dan tervalidasi telah dikembangkan
untuk estimasi simultan aceclofenac dan parasetamol dalam tablet dengan fase terbalik kolom
C-18 (Intersil 4,6 mm × 25 cm, 10 μm) menggunakan asetonitril: 50 mM NaH2 PO4 dalam
rasio 65:35 (pH disesuaikan dengan 3.0 dengan asam ortofosfat) sebagai fase gerak pada laju
aliran 1,5 ml / menit dan deteksi pada 276 nm. Waktu retensi untuk aceclofenac dan
parasetamol ditemukan masing-masing 1,58 dan 4,01 menit, dan pemulihan dari tablet adalah
antara 99 dan 101%. Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan kombinasi obat-obatan
ini dalam tablet.
Aceclofenac (ACF), {[2- (2 ‘, 6‘-dichlorophenyl) amino] phenyl acetoxyacetic acid}
adalah turunan asam fenil asetat baru dengan sifat analgesik dan antiinflamasi yang kuat dan
meningkatkan toleransi lambung. Paracetamol (PCM), 4-hydroxy acetanilide secara kimiawi,
adalah agen analgesik dan antipiretik yang bekerja secara terpusat dan periferal. Beberapa
bentuk sediaan kombinasi dari kedua obat yang mengandung ACF (100 mg) dan PCM (500
mg) tersedia secara komersial. Kombinasi ini digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan
manajemen rheumatoid arthritis. Hanya beberapa metode 1-4 yang telah dilaporkan untuk
penentuan ACF secara individual, sedangkan banyak metode 8-10 telah dijelaskan dalam
literatur untuk penentuan PCM saja atau dalam kombinasi dengan obat lain. Namun, tidak ada
metode HPLC yang dilaporkan untuk estimasi simultan obat-obatan ini dalam bentuk sediaan
farmasi. Karya ini menjelaskan metode HPLC fase terbalik sederhana, tepat, dan akurat untuk
estimasi simultan ACF dan PCM dalam bentuk dosis gabungan.
Sistem HPLC isokratis (Jasco HPLC) yang terdiri dari pompa Jasco PU-980, detektor
UV terlihat (Jasco UV 1580), kolom ODS C-18 RP C-18 (Intersil 4,6 mm × 25 cm, 10 μm),
jarum suntik Rheondyne dan perangkat lunak Browin berbasis Windows (versi 1.21)
digunakan untuk analisis. Sampel murni aceclofenac dan paracetamol diperoleh dari IPCA
Laboratories Ltd., Mumbai; dan Torrent Pharmaceutical Ltd., Ahmedabad. Asetonitril dan air
yang digunakan memiliki kadar HPLC dan diperoleh dari E. Merck (India) Ltd., Mumbai.
Semua bahan kimia lain yang digunakan adalah kelas AR. Kondisi kromatografi yang
dioptimalkan tercantum dalam Tabel 1.
Larutan stok standar (1 mg / ml) ACF dan PCM dibuat dengan melarutkan 25 mg obat
dalam 25 ml asetonitril, secara terpisah. Larutan diencerkan dengan fase gerak untuk
mendapatkan larutan standar campuran yang mengandung 3 μg / ml ACF dan 15 ug / ml PCM.
Dua puluh tablet (Zerodol-P, IPCA Laboratories Ltd., Mumbai) masing-masing
mengandung 100 mg ACF dan 500 mg PCM ditimbang, dan bubuk yang setara dengan 25 mg
PCM ditimbang secara akurat dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Obat-obatan
diekstraksi menjadi asetonitril, volumenya disesuaikan menjadi 25 ml, vorteks dan kemudian
disaring melalui 0,45 μ filter membran. Dari larutan ini, pengenceran lebih lanjut dibuat
menggunakan fase gerak untuk mendapatkan konsentrasi akhir 3 μg / ml ACF dan 15 μg / ml
PCM. Dua puluh mikroliter larutan disuntikkan ke sistem HPLC untuk mendapatkan
kromatogram sebagai standar larutan obat (lima ulangan) dan larutan sampel (lima ulangan).
Konsentrasi ACF dan PCM dalam formulasi dihitung dengan membandingkan AUC sampel
dengan standar.

Linearitas dan rentang metode ditentukan pada larutan standar dengan menganalisis 70
hingga 130% konsentrasi uji, dan kurva kalibrasi diplot menggunakan AUC versus konsentrasi
larutan standar. Keakuratan metode dipastikan oleh studi pemulihan dengan menambahkan
sejumlah standar obat yang diketahui (± 20% dari konsentrasi uji) ke sampel yang telah
dianalisis sebelumnya dan menganalisis kembali sampel dengan metode yang diusulkan.
Presisi dipelajari dengan menganalisis lima ulangan larutan sampel. Spesifisitas dilakukan
dengan mengekspos sampel ke kondisi tekanan yang berbeda selama 24 jam, seperti asam (0,1
N HCL, 1 ml, 40 °), basa (0,1 N NaOH, 1 ml, 40 °), panas (60 °), Sinar UV (260) nm, 40 °)
dan kelembaban (75% RH, 40 °), sebelum dianalisis dengan metode yang diusulkan.
Ketangguhan metode dievaluasi dengan melakukan pengujian dengan analis yang berbeda dan
pada hari yang berbeda.
Parameter kromatografi juga divalidasi oleh studi kesesuaian sistem (Tabel 2), yang
dilakukan pada larutan stok standar yang baru disiapkan. Kromatogram khas yang diperoleh
dari formulasi disajikan dalam gbr.1. Waktu retensi untuk PCM dan ACF masing-masing
ditemukan menjadi 1,58 dan 4,01 menit. Puncak diselesaikan dengan baik dengan resolusi 4,83
antara kedua obat dan berbentuk simetris dengan faktor asimetri kurang dari 1,20. Linearitas
diamati pada kisaran konsentrasi 1,8-4,2 μg / ml untuk ACF dan 9-21 μg / ml untuk PCM,
dengan koefisien korelasi masing-masing 0,9995 untuk ACF dan 0,9999 untuk PCM.
Keakuratan metode ini dipastikan oleh studi pemulihan (n = 3). Itu konsentrasi standar yang
dibubuhi sampel adalah 2,4-3,6 μg / ml untuk ACF dan 12-18 μg / ml untuk PCM. Data
pemulihan dari penelitian ini dilaporkan pada Tabel 3. Metode ini ditemukan akurat dengan
persen pemulihan antara 99 dan 101%. Ada pengulangan yang baik dari metode yang diusulkan
dengan koefisien varians 0,82% untuk ACF dan 0,61% untuk PCM. Hasil studi spesifisitas
menunjukkan tidak ada gangguan dari eksipien, kotoran, dan produk degradasi dalam berbagai
kondisi tekanan dan memastikan bahwa respons puncak hanya disebabkan oleh satu
komponen. Oleh karena itu, metode ini efektif dari segi biaya, lebih cepat, dan dapat digunakan
untuk analisis rutin obat-obatan ini dari formulasi tablet.
Daftar Pustaka
1. Zawilla, N.H. and Mohammad, M.A., J. Pharm. Biomed. Anal., 2000, 27, 243.
2. Saharty, Y.S. and el-Khateeb, S.Z., Drug Develop. Ind. Pharm., 2002, 28, 571.
3. Hasan, N.Y. and Elkaway, M., Farmaco., 2003, 58, 91.
4. Lee, H.S., Jeong, C.K. and Choi, S.T., J. Pharm. Biomed. Anal., 2000, 23, 775.
5. Harish, L., Arora, A.R. and Gundu Rao, P., Indian Drugs, 1991, 28, 285.
6. Subramanian, G., Musmade, P. and Udupa, N., Indian J. Pharm. Sci., 2004, 66, 694.
7. Patil, D. and Raman, B., Indian Drugs, 2001, 38, 36.
8. Marin, A., Garcia, E., and Barbas, C., J. Pharm. Biomed. Anal., 2002, 29, 701.
9. Garcia, A., Ruperez, F. J. and Maza, A., J. Chromatogr., 2003, 785, 237.
10. Hinz, B., Auge, D., Rietbrock, S. and Weren, U., Biomed. Chromatogr., 2003, 17, 263.
11. ICH, Validation of Analytical Procedure: Methodology (Q2B), International
Conference on Harmonization, IFPMA, Geneva, 1996.

Anda mungkin juga menyukai