Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN KEMAMPUAN BAHASA BICARA PADA PASIEN STROKE

DENGAN AFASIA MOTORIK

Naylil Mawadda Rohma1, Titiek Hidayati2, Dewi Puspita3


1. Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, namaroiskandar1989@gmail.com
2. Dosen Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dpuspita499@gmail.com
3. Dosen Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hidayatifkumy@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendahuluan : Perspektif neurologis menjelaskan afasia merupakan gangguang
bahasa yang diperoleh karena lesi otak fokal tanpa adanya gangguan kognitif ,
motoric, sensorik. Gangguan bahasa terjadi pada semua modalitas bahasa
(berbicara, membaca, menulis, tanda).
Tujuan : Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menggambarkan kemampuan
bahasa (bicara) pada pasien stroke dengan afasia motorik.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik. Sampel adalah 23
responden pasien stroke dengan afasia motorik. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini adalah TADIR untuk kemampuan bahasa (bicara).
Hasil dan kesimpulan Nilai kemampuan bahasa (bicara) pada pasien stroke
dengan afasia motorik yaitu hampir seluruhnya mengalami gangguan (terganggu)
dengan 19 responden (82,6 %).

Kata Kunci : stroke, afasia motorik, kemampuan bahasa (bicara)


PENDAHULUAN mengulang kata kata, yang biasa disebut
Stroke merupakan penyakit nomor 5 dengan afasia.28
penyebab kematian tertinggi selain penyakit Afasia adalah kehilangan atau
jantung, kanker, penyakit paru kronis, dan penurunan kemampuan berkomunikasi dan
unintentional injuries / kecelakaan.3 World bahasa yang merupakan akibat dari kerusakan
Health Organization (WHO) menjelaskan otak (biasanya di hemisfer kiri) dan terjadi
bahwa stroke merupakan gangguan fungsi pada lebih dari sepertiga orang yang bertahan
otak fokal (atau global) yang tanda – tanda dari stroke.7 Salah satu bentuk afasia tersebut
klinisnya berkembang secara cepat dengan adalah afasia broca atau motorik dimana
gejala – gejala berlangsung selama 24 jam masih berfungsi kemampuan pemahaman
atau lebih, dapat menyebabkan kematian, verbal sederhana tetapi memiliki kesulitan
tanpa penyebab lain selain vaskuler .24 untuk memahami kalimat sintaksis kompleks
Stroke dapat terjadi dikarenakan dan ekspresif bahasa, mereka mengalami
pecahnya pembuluh darah di otak karena pengambilan kata kesulitan dan defisit tata
adanya suatu sumbatan. Sumbatan disebabkan bahasa dan sintaksis, apraxia, yang
karena gangguan neurologik fokal yang mempengaruhi perencanaan atau
timbul secara sekunder karena trombosis, pemrograman kemampuan bicara.2,19,30
embolus, ruptur dinding pembuluh darah. Prevalensi afasia di Amerika Serikat
Pecah pembuluh darah tersebut menunjukkan bahwa sekitar 100.000 orang
mengakibatkan gangguan pada pembuluh memiliki afasia per tahun.26 Sekitar 82,37%
darah distal karena aliran darah tidak lancar, pasien stroke menderita gangguan bicara.19
dan terjadi infark karena sel mengalami Afasia sebagai salah satu jenis gangguan
kekurangan oksigen.18 Infark menyebabkan bicara, memiliki prevalensi 30,25% menjadi
adanya lesi, apabila lesi mengenai area 42,4%.12 Data penderita afasia karena stroke
motorik disuplai oleh arteri serebri anterior di Indonesia berdasar rekam medik, jurnal dan
dan arteri serebri media yang bercabang dari situs sangat terbatas. Penyebab dari
arteri karotis interna. Arteri serebri anterior keterbatasan itu adalah karena di dalam rekam
menyuplai korteks lobus frontalis dan medis rumah sakit mengklasifikasikan
lobus parietalis, manakala arteri serebri penyakit berdasar diagnosis medis dan sulit
media menyuplai korteks bagian lateral. mendeteksi afasia. Meskipun jumlah
Apabila terjadi kerusakan pada arteri serebri penderita afasia tidak diketahui secara pasti,
media yang menyuplai area Wernicke, Broca afasia tetap memiliki efek yang tidak baik
dan area fasikulus arkuata akan terhadap pasien dan orang disekitar pasien.1
menyebabkan gangguan untuk memahami Afasia merupakan suatu gangguan
kata-kata, berbicara dengan lancar dan juga dalam berbahasa, biasanya sering disertai
dengan perubahan emosional dan HASIL DAN PEMBAHASAN
psikososial.4 Selain itu, afasia dilaporkan Tabel 1 Karakteristik responden kelompok
menjadi prediktor signifikan dari tekanan intervensi dan kelompok kontrol pada
pasien stroke dengan afasia motorik di
emosional, isolasi sosial, dan quality of life
wilayah RSUD dr. Soedomo Trenggalek
(QOL) yang menurun setelah stroke.20 Pada pada bulan Juli – Agustus 2018 (n = 23).
pasien afasia, masalah seperti itu cenderung
Presentase
diremehkan karena kemampuan komunikasi Karakteristik
f %
terbatas, yang menjadikan lingkaran setan Jenis kelamin
Laki – laki 14 60,9
isolasi sosial dan penurunan QOL. Kesulitan Perempuan 9 39,1
komunikatif menyebabkan keputusasaan dan 23 100
Pendidikan
isolasi sosial terhadap pasien dengan afasia, Tidak sekolah 6 26,1
SD 9 39,2
yang menyebabkan kehidupan menjadi
SMP 1 4,3
kurang memuaskan, tanggapan negative dan SMA 6 26,1
PERTI 1 4,3
yang lebih menyakitkan adalah orang lain
23 100
yang sulit mempertahankan hubungan Fase stroke
Akut 5 21,7
pertemanan mereka.6 Sub akut 12 52,2
Perspektif neurologis menjelaskan afasia Kronis 6 26,1
23 100
merupakan gangguang bahasa yang diperoleh Dukungan keluarga
karena lesi otak fokal tanpa adanya gangguan Ada 17 73,9
Tidak 6 26,1
kognitif , motoric, sensorik. Gangguan bahasa 23 100
terjadi pada semua modalitas bahasa Usia
43 – 60 6 26,1
(berbicara, membaca, menulis, tanda).21 61 – 70 13 56,5
71 – 83 4 17,4
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk
23
menggambarkan kemampuan bahasa (bicara) Frekuensi serangan
stroke
pada pasien stroke dengan afasia motorik. 1 kali 17 73,9
2 kali 3 13,05
METODE PENELITIAN 3 kali 3 13,05
Penelitian ini menggunakan desain 23 100
Sumber data : Data primer, 2018
deskriptif analitik. Sampel adalah 23
responden pasien stroke dengan afasia Sebagian besar jenis kelamin adalah laki laki

motorik. Instrument yang digunakan dalam sebanyak 14 responden (60,9 %). Hampir
penelitian ini adalah TADIR untuk
setengah dari responden berpendidikan SD
kemampuan bahasa (bicara).
dengan 9 responden (39,2 %). Sebagian besar

responden fase stroke di kelompok intervensi

maupun kontrol adalah 12 responden (52,2


%). Sebagian besar mendapatkan dukungan PEMBAHASAN

keluarga adalah 17 responden (73,9 %). Gambaran Karakteristik Responden

Sebagian besar responden 56,5 % (13 a. Usia

responden) berusia antara 61 – 70 tahun. Umumnya pasien dengan afasia lebih

Sebagian besar responden 17 responden (73,9 mungkin terjadi pada usia lebih tua

%) mengalami stroke serangan ke – 1. dengan prevalensi yang besar pada usia

Tabel 2. Frekuensi kemampuan bahasa lansia (Engelter dkk. 2006) namun hasil
(bicara) pada pasien stroke dengan afasia
motorik di wilayah RSUD dr. Soedomo yang berbeda ditunjukkan oleh De Renzi
Trenggalek pada bulan Juli – Agustus 2018
(n = 23) dkk. (1980) yang melaporkan afasia

Kemampuan Presentase Broca lebih umum pada pasien yang


bahasa (bicara)
F %
lebih muda. Kang et al. (2010)
- Tidak mungkin 1 4,35
- Sangat 3 13,05
terganggu menemukan tidak perbedaan antara jenis
- Terganggu 19 82,6
- Sedikit 0 0 dan keparahan usia terhadap afasia.
terganggu
- Normal 0 0
23 100 Sebuah studi oleh Pickersgill & Lincoln

(1983) menemukan bahwa pasien yang


Tabel 4.3 menunjukkan nilai
lebih muda dengan afasia lebih cepat
kemampuan bahasa (bicara) pada pasien
membaik dari pasien yang lebih tua.
stroke dengan afasia motorik di wilayah
Laska dkk. (2001) melaporkan bahwa
RSUD dr. Soedomo Trenggalek pada bulan
usia yang lebih tua adalah prediktor
Juli – Agustus 2018 bahwa kemampuan
negatif untuk perbaikan. Pengaruh usia
bahasa (bicara) hampir seluruhnya mengalami
pada pemulihan afasia masih belum jelas,
gangguan (terganggu) dengan 19 responden
dengan kecenderungan untuk pasien yang
(82,6 %).
lebih tua memiliki peluang pemulihan

yang lebih buruk.


b. Jenis kelamin c. Pendidikan

Mereka yang memiliki pendidikan


Insiden afasia dilaporkan lebih tinggi
yang kurang akan rentan terhadap
di antara wanita dalam beberapa
gangguan bahasa karena stroke
penelitian (Kyrozis dkk. 2009) lebih
(González-Fernández et al. 2011).
tinggi di antara pria dalam studi oleh
Seniów et al. (2009) melaporkan bahwa
Kertesz & Sheppard (1981), sementara
memori visuo-spasial utuh berkorelasi
Kang et al. (2010) melaporkan tidak ada
dengan peningkatan pemahaman yang
variasi jenis kelamin.
lebih baik dan memberi nama /
Basso dkk. (1982) melaporkan bahwa
penamaan / naming. Penelitian lain
perempuan pulih secara signifikan lebih
melaporkan tidak ada pengaruh
baik dalam ekspresi lisan daripada laki-
pencapaian pendidikan pada pemulihan
laki; sementara sebuah studi oleh
afasia (Lazar dkk. 2008;)
Pizzamiglio et al. (1985) melaporkan
d. Fase post stroke
bahwa perempuan dengan afasia global
Penelitian yang dilakukan Inneke Van
menunjukkan perbaikan yang signifikan
Der Meulen, dkk tahun 2014 terhadap
dalam pemahaman bahasa. Studi oleh
27 respoden (16 respoden kelompok
Seniów et al. (2009); dan Godefroy dkk.
intervensi dan 11 respoden kelompok
(2002) melaporkan tidak ada perbedaan
konrol) dengan judul “The Efficacy and
jenis kelamin dalam pemulihan afasia,
Timing of Melodic Intonation Therapy
dan bahwa perbedaan jenis kelamin
in Subacute Aphasia” menunjukkan
pada afasia tampaknya tidak
hasil terhadap pasien afasia sub akut
mempengaruhi pemulihan afasia.
berat MIT sangat efektif terhadap
Singkatnya ada bukti yang lemah dan
pengulangan bahasa (produksi bahasa),
tidak meyakinkan bahwa gender
komunikasi verbal dalam kelompok
memprediksi pemulihan fungsional dari

afasia.
intervensi akan tetapi tidak signifikan 2013; Chapey et al. 2008). Penderita

terhadap kelompok kontrol. stroke yang umumnya sadar akan cacat

Inneke Van Der Meulen, dkk tahun mereka dan menerima dukungan yang

2016 melakukan penelitian kembali baik menunjukkan motivasi yang lebih

terhadap 17 responden (10 responden besar dan lebih mungkin memiliki hasil

kelompok intervensi dan 7 responden yang lebih baik (Basso 1992).

kelompok kontrol) dengan judul f. Frekuensi serangan stroke

“Melodic Intonation Therapy in Menurut Laska, 2001 dalam

Chronic Aphasia: Evidence from a Pilot penelitiannya dari 36 responden

Randomized Controlled Trial”, penelitian afasia pasca stroke. 6

memiliki hasil signifikan 0,02 terhadap responden tersebut adalah pasien stroke

repetition pada kelompok intervensi, berulang dengan afasia, 30 responden

namun tidak berpengaruh terhadap mengalami afasia untuk pertama

fungsional komunikasi, dan efek nya kalinya.

terbatas tidak seperti apabila g. Kemampuan bahasa bicara pasien

dilaksanakan pada fase awal stroke. stroke dengan afasia motorik

e. Dukungan keluarga Stroke dapat terjadi dikarenakan

Meskipun pengaruh faktor pecahnya pembuluh darah di otak

lingkungan pada pemulihan afasia karena adanya suatu sumbatan.

belum banyak diteliti, namun Ferro et Sumbatan disebabkan karena gangguan

al. Tahun 1999 memiliki hasil neurologik fokal yang timbul secara

penelitian yang menganggap bahwa sekunder karena trombosis, embolus,

lingkungan yang sangat mendukung ruptur dinding pembuluh darah. Pecah

meningkatkan hasil pasien dengan pembuluh darah tersebut

afasia terutama yang berkaitan dengan mengakibatkan gangguan pada

efektivitas terapi (Koenigbruhin et al. pembuluh darah distal karena aliran


darah tidak lancar, dan terjadi infark dan kemampuan komunikasi.

karena sel mengalami kekurangan Gangguan dalam berkomunikasi akan

oksigen (Lumbantobing, 2011). Infark menyebabkan frustasi dan isolasi diri

menyebabkan adanya lesi, apabila lesi (Sunardi, 2006).

mengenai area motorik disuplai oleh


KESIMPULAN
arteri serebri anterior dan arteri serebri
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka
media yang bercabang dari arteri dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut.

karotis interna. Arteri serebri anterior 1. Karakteristik pasien stroke dengan afasia

menyuplai korteks lobus frontalis dan motorik diketahui sebagian besar jenis

lobus parietalis, manakala arteri kelamin adalah laki laki sebanyak 14

serebri media menyuplai korteks responden (60,9 %). Hampir setengah

bagian lateral. Apabila terjadi dari responden berpendidikan SD dengan

kerusakan pada arteri serebri media 9 responden (39,2 %). Sebagian besar

yang menyuplai area Wernicke, Broca responden fase stroke di kelompok

dan area fasikulus arkuata akan intervensi maupun kontrol adalah 12

menyebabkan gangguan untuk responden (52,2 %). Sebagian besar

memahami kata-kata, berbicara mendapatkan dukungan keluarga adalah

dengan lancar dan juga mengulang kata 17 responden (73,9 %). Sebagian besar

kata, yang biasa disebut dengan afasia responden 56,5 % (13 responden) berusia

(Thiel and Zumbansen 2016a). antara 61 – 70 tahun. Sebagian besar

Pasien stroke dapat mengalami responden 17 responden (73,9 %)

gangguan bicara, sangat perlu mengalami stroke serangan ke – 1.

dilakukan latihan bicara baik disartia 2. Nilai kemampuan bahasa (bicara) pada

maupun afasia. Terapi wicara sangat pasien stroke dengan afasia motorik yaitu

disarankan karena dalam interaksi hampir seluruhnya mengalami gangguan

sosial dibutuhkan kemampuan bicara (terganggu) dengan 19 responden (82,6

%).
DAFTAR PUSTAKA “Incidence and Profile of Inpatient
Stroke-Induced Aphasia in Ontario,
1. Amila. 2012. Pengaruh Pemberian
Canada.” Archives of Physical Medicine
Augmentative and Alternative
and Rehabilitation 91 (2): 196–202.
Communication (AAC) terhadap
https://doi.org/10.1016/j.apmr.2009.09.
kemampuan fungsional komunikasi dan
020.
depresi pasien stroke dengan afasia
8. Engelter, S. T., M. Gostynski, S. Papa,
motorik di RSUD Garut, Tasikmalaya,
M. Frei, C. Born, V. Ajdacic-Gross, F.
dan Banjar. Universitas Indonesia.
Gutzwiller, and P. A. Lyrer. 2006.
Depok.
“Epidemiology of Aphasia Attributable
2. Basso, Anna. 1992. “Prognostic Factors
to First Ischemic Stroke: Incidence,
in Aphasia.” Aphasiology 6 (4): 337–48.
Severity, Fluency, Etiology, and
https://doi.org/10.1080/0268703920824
Thrombolysis.” Stroke 37 (6): 1379–84.
8605.
https://doi.org/10.1161/01.STR.000022
3. Benjamin, Emelia J., Michael J. Blaha,
1815.64093.8c.
Stephanie E. Chiuve, Mary Cushman,
9. Ferro, J.M., Mariano, G. &
Sandeep R. Das, Rajat Deo, Sarah D. de
Madureira, S., (1999). Recovery from
Ferranti, et al. 2017. “Heart Disease and
aphasia and neglect. Cerebrovascular
Stroke Statistics—2017 Update: A
diseases (Basel, Switzerland), 9 Suppl
Report From the American Heart
5(suppl 5), pp.6–22.
Association.” Circulation 135 (10):
10. González-Fernández, Marlís, Cameron
e146–603.
Davis, John J. Molitoris, Melissa
https://doi.org/10.1161/CIR.000000000
Newhart, Richard Leigh, and Argye E.
0000485.
Hillis. 2011. “Formal Education,
4. Cahana-Amitay, Dalia, Martin L.
Socioeconomic Status, and the Severity
Albert, Sung-Bom Pyun, Andrew
of Aphasia After Stroke.” Archives of
Westwood, Theodore Jenkins, Sarah
Physical Medicine and Rehabilitation
Wolford, and Mallory Finley. 2011.
92 (11): 1809–13.
“Language as a Stressor in Aphasia.”
https://doi.org/10.1016/j.apmr.2011.05.
Aphasiology 25 (5): 593–614.
026.
https://doi.org/10.1080/02687038.2010.
11. Kadojić, Dragutin, Bibijana Rostohar
541469.
Bijelić, Ružica Radanović, Mirko
5. Chapey R, Duchan JF, Elman RJ,
Porobić, Julija Rimac, and Marinko
Garcia LJ, Kagan A, Lyon JG, et al.
Dikanović. 2012. “Afazija U Bolesnika
(2008) Life-participation Approach to
S Ishemijskim Moždanim Udarom.”
Aphasia: A Statement of Values for the
Acta Clinica Croatica 51 (2.): 221–224.
Future. In: Roberta C, editor. Language
12. Kang, Eun Kyoung, Hae Min Sohn,
Intervention Strategies and Related
Moon-Ku Han, and Nam-Jong Paik.
Neurogenic Communication Disorders
2017. “Subcortical Aphasia After
5th ed. Baltimore: Lippincott Williams
Stroke.” Annals of Rehabilitation
& Wilkins;. p. 279–84.
Medicine 41 (5): 725.
6. Dalemans, Ruth J.P., Luc P. De Witte,
https://doi.org/10.5535/arm.2017.41.5.7
Anna J.H.M. Beurskens, Wim J.A. Van
25.
Den Heuvel, and Derick T. Wade. 2010.
13. Kertesz A, Sheppard A. The
“An Investigation into the Social
epidemiology of aphasic and cogni- tive
Participation of Stroke Survivors with
impairment in stroke. Age, sex, aphasia
Aphasia.” Disability and Rehabilitation
type and laterality differences. Brain
32 (20): 1678–85.
1981;104: 117-128
https://doi.org/10.3109/0963828100364
14. Kyrozis, A. et al., (2009). Incidence
9938.
and predictors of post-stroke aphasia:
7. Dickey, Laura, Aura Kagan, M. Patrice
The Arcadia Stroke Registry.
Lindsay, Jiming Fang, Alexandra
Rowland, and Sandra Black. 2010.
European Journal of Neurology, 16(6), Journal of the Neurological Sciences
pp.733–739. 283 (1–2): 91–94.
15. Laska AC, Kahan T, Hellblom A, https://doi.org/10.1016/j.jns.2009.02.31
Murray V, Von Arbin M. A randomized 5.
controlled trial on very early speech and 25. Shamim, Humaira, Sajida Naz, and
language therapy in acute stroke Muhammad Sikander Ghayas Khan.
patients with aphasia. Cerebrovasc Dis 2017. “Development of Verbal
Extra 2011;1: 66–74 Expressive Skills Management
16. Lazar, R. M., B. Minzer, D. Antoniello, Programme (VESMP) for Patients with
J. R. Festa, J. W. Krakauer, and R. S. Broca’s Aphasia.” Health Sciences 6
Marshall. 2010. “Improvement in (6): 138–143.
Aphasia Scores After Stroke Is Well 26. Sunardi. (2006). Speech Therapy
Predicted by Initial Severity.” Stroke 41 (Terapi Wicara) Post Laringotomy.
(7): 1485–88. Nurdinurses.files.com/2008/01/makalah
https://doi.org/10.1161/STROKEAHA. speech-therapy.pdf. Diperoleh 25
109.577338. Oktober 2018.
17. Lumbantobing, S.M. (2011). Neurologi 27. Thiel, Alexander, and Anna
klinik pemeriksaan fisik dan mental . Zumbansen. 2016. “The
cetakan 14. Jakarta : Balai Penerbit Pathophysiology of Post-Stroke
FKUI Aphasia: A Network Approach.” Edited
18. National Aphasia Association. Aphasia by Roy Hamilton. Restorative
FAQs. Available from: Neurology and Neuroscience 34 (4):
http://www.aphasia.org/aphasia-faqs/., 507–18. https://doi.org/10.3233/RNN-
1994; 150632.
19. Northcott, Sarah, and Katerina Hilari. 28. Van Der Meulen, Ineke, Mieke W. M.
2011. “Why Do People Lose Their E. Van De Sandt-Koenderman,
Friends after a Stroke?: Friendship Loss Majanka H. Heijenbrok, Evy Visch-
Post Stroke.” International Journal of Brink, and Gerard M. Ribbers. 2016.
Language & Communication Disorders “Melodic Intonation Therapy in
46 (5): 524–34. Chronic Aphasia: Evidence from a Pilot
https://doi.org/10.1111/j.1460- Randomized Controlled Trial.”
6984.2011.00079.x. Frontiers in Human Neuroscience 10
20. Papathanasiou, Ilias. 2017. Aphasia and (November).
related neurogenic communication https://doi.org/10.3389/fnhum.2016.005
disorders. Jones & Barlett Learning) 33.
21. Pickersgill MJ, Lincoln NB. Prognostic 29. Zumbansen, Anna, Isabelle Peretz, and
indicators and the pat- tern of recovery Sylvie Hébert. 2014. “Melodic
of communication in aphasic stroke Intonation Therapy: Back to Basics for
patients. J Neurol Neurosurg Psychlatry Future Research.” Frontiers in
1983;46: 130-139 Neurology 5.
22. Pizzamiglio, L., Mammucari, a & https://doi.org/10.3389/fneur.2014.0000
Razzano, C., (1985). Evidence for 7.
sex differences in brain organization
in recovery in aphasia. Brain and
language, 25(2), pp.213–23.
23. Rianawati, Sri Budhi. (2016). Buku
Ajar Neurologi. Jakarta. Sagung Seto
24. Seniów, Joanna, Marika Litwin, and
Marcin Leśniak. 2009. “The
Relationship between Non-Linguistic
Cognitive Deficits and Language
Recovery in Patients with Aphasia.”

Anda mungkin juga menyukai