Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO

Dengue Hemorragic Fever Grade I

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT DALAM


MENEMPUH PROGRAM DOKTER INTERNSIP

Penyusun:
dr. Ilham Ramadhan

Pembimbing:
dr. Cristalia

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
KABUPATEN JEMBER
2019
Nama Peserta : dr. Ilham Ramadhan

Nama Wahana : Rumkit Tingkat III Baladhika Husada, Kabupaten Jember

Topik : Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang pada Anak

Tanggal Kasus : Maret 2019

Nama Pasien : An M.G Nomor RM : 086950

Tanggal Presentasi : Pendamping :

Tempat Presentasi : Rumkit Tingkat III Baladhika Husada, Kabupaten Jember

Objektif Presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

Deskripsi Anak laki laki usia 5 tahun rujukan dari klinik M Suherman, dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan obat
penurun panas. Pasien juga mengeluh tidak dapat BAB sejak 3 hari SMRS disertai
perut kembung. BAK berkurang. Nyeri tulang dan sendi (+), nyeri belakang mata (-).
1 hari SMRS pasien keluar bintik bintik merah di tangan dan perut. Gusi berdarah (-),
hidung mimisan (-). Pusing (-), mual dan muntah (-)
Tujuan Mengidentifikasi faktor resiko, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata laksana
Demam Berdarah Grade I (Dengue Hemorraghic Fever grade I)
Bahan  TinjauanPustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan
Data Nama : An M.G No. Reg: 086950
Pasien
Nama Klinik : Telp : Terdaftar sejak :
Rumkit Tingkat III Baladhika Husada,
Kabupaten Jember
Data Utama untuk Bahan Diskusi
1. DIAGNOSIS / GAMBARAN KLINIS :
Pasien mengeluhkan demam sejak 3 hari SMRS. Demam terus menerus tidak menurun
dengan penurun demam. Pasien mengeluhkan nyeri perut dan rasa kembung. Pasien tidak
BAB selama 3 hari, BAK berkurang. Rasa nyeri tulang dan sendi (+). Perut juga dirasakan
membesar dan membuat ampeg. Mimisan (-), gusi berdarah (-).
2. RIWAYAT PENGOBATAN :
Pasien rujukan dari klinik Suherman
3. RIWAYAT KESEHATAN/ PENYAKIT :
Riw keluhan serupa : disangkal
Riw alergi/atopi : disangkal
Riw MRS : disangkal
4. RIWAYAT KELUARGA :
Riw keluhan serupa : disangkals
5. RIWAYAT ALERGI :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
RANGKUMAN PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
Subjektif:
1. Pasien datang dengan keluhan demam naik turun sejak 5 hari tidak menurun dengan obat
penurun demam. Pasien dibawa ke klinik dan oleh klinik dirujuk ke RS DKT karena
keterbatasan fasilitas
2. Perut juga dirasakan nyeri (+), kembung (+), pasien belum dapat BAB sejak 3 hari.
3. Pasien merasa keluar bintik bintik kemerahan di kulit tangan. Mimisan (-), gusi berdarah (-).
Nyeri di tulang dan sendi (+). Nyeri pre orbita (-).
4. Riw keluhan serupa : (-).
5. Riw MRS disangkal
6. Riw alergi/atopi : disangkal
7. Riw keluarga dengan keluhan serupa: disangkal
8. Riw kehamilan dan kelahiran: merupakan kehamilan dan kelahiran pertama. Selama
kehamilan ibu rutin melakukan antenatal care. Pasien lahir spontan di bidan tanpa penyulit.
BB lahir 2900 gram, PB 49 cm
9. Riw pertumbuhan dan perkembangan: sesuai usia.
10. Riwayat imunisasi: pasien mendapat imunisasi lengkap sesuai jadwal di puskesmas.

Objektif
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 100x/ menit, reguler kuat
Nafas : 26x/ menit
Suhu : 36.7º C
BB : 18 kg
Kepala : Normosefal, Fontanella tertutup, Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Edema (-), Mata
cekung (-), Air mata (+), Mukosa bibir kering (-)
Paru : Inspeksi : Simetris Sinistra (S) = Dextra (D).
Palpasi : fremitus S =D.
Perkusi : sonor S = D
Auskultasi : SDV + I + Rh - I - Wh - I -

Jantung :Inspeksi : Iktus tidak terlihat.


Palpasi : Iktus teraba Intercostal Space (ICS) V Midclavicular Line (MCL)S
Perkusi : Batas kanan atas : ICS II Parasternal Line D.
Batas kiri atas : ICS II Parasternal Line S.
Batas kanan bawah : ICS IV Parasternal Line D
Batas kiri : ICS V MCL S
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak sejajar dada, distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, asites (+)
Perkusi : Timpani, pekak alih (+)
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, pulsasi a. dorsalis pedis kuat angkat

Assesment : Dengue Hemmorragic Fever Grade I

Planning :
11. Cek DL Widal
12. IVFD Asering 1500 cc/24 jam
13. Inj Ranitidin 2 x 20 mg
14. Inj antrain 3 x 200 mg
15. Sucralfat Syr 3 cth 1
16. Psidii syr 3 cth 1
17. Sanadryl DMP 3 x 1 cth

Follow up :
17 maret 2018
S : demam (-), kembung (+),mual (+), mimisan (-)
O : K/U sakit sedang
Nadi 96x/menit
Suhu 36.6º C
RR 20x/m
Abdomen: supel, BU (+) 20x/menit, nyeri tekan (-), Perut distended (+) asites (+)
A : DHF Grade I
P:
IVFD Asering 20 tpm
Iv asering 200 mg (k/p)
Iv ranitidin 2 x 20 mg
PO:
Sucralfat 3 x 1 cth
Psidii 3 x 1 cap
Sanadryl DMP 3x1 cth
18 Maret 2019
S : demam sudah menurun, perut sudah tidak sakit tapi masih kembung, BAB (+), BAK (+)
O:
Nadi 104x/menit
Suhu 36.4º C
RR 24x/m
Abdomen: supel, BU (+) 16x/menit, nyeri tekan (-), pekak alih (+), asites (+), kembung (+)
A : DHF Grade I perbaikan
P:
IVFD Asering 20 tpm
Iv antrain 200 mg (k/p)
Iv ranitidin 2 x 20 mg
PO:
Sucralfat 3 x 1 cth
Psidii 3 x 1 cap
Sanadryl DMP 3x1 cth
19 Maret 2019
S : demam(-), kembung (-), nyeri perut (-), mual (-), muntah(-)
O : mata cowong (-/-)
Nadi 84x/menit
Suhu 36.3º C
RR 18x/m
Abdomen: supel, BU (+) 20x/menit, nyeri tekan (-)
A : DHF Grade I perbaikan
P:
IVFD Asering 20 tpm
IV Antrain 200 mg (k/p)
IV Ranitidin 2 x 20 mg
PO:
Sucralfat 3 x 1 cth
Psidii 3 x 1 cap
Sanadryl DMP 3x1 cth
Hasil Pembelajaran:
1. Manifestasi klinis demam berdarah .
2. Pemeriksaan fisik dan diagnosa demam berdarah .
3. Penanganan dan tatalaksana demam berdarah.

BAB II
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan Demam dengue (DD) dan demam
berdarah dengue (DBD). Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DHF, khususnya pada anak.1
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005)
terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan
case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada
peningkatan dan penyebaran kasus DHF, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.2
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor
nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DHF,
dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum
ada terapi yang spesifik untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis
dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.3

B. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2

C. Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali dilaporkan dalam
literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan
pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853,
1871, 1905), India Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926,
1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika dan bagian
selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada tahun 1981 dengan 24.000
kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986 dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di
Brasil. Pada tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-
kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan terbanyak terjadi
pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian
di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang, Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS
juga ditemukan pada usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes
albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi,
drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya3,5,6

D. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam kelompok B
Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal sebagai genus Flavivirus, family
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype.(3) Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak ditemukan di Indonesia dan
merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis
yang berat.(4,6) Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow
Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang memegang peranan, yaitu
manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum dapat menularkan
kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut
akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation priod) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3

E. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih diperdebatkan. Dua teori yang
banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary hetelogous dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme Imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target
virus ini adalah sel monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin.
Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh Suvatte,1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibody anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)
Gambar 1. Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa


mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DHF berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit
terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.9,10

F. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam
yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat
bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada
hari ke-3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.(1,3)
Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, walau
jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan gastrointestinal.
Fase Kritis: - Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kepiler dan
timbul kebocoran plasma yang biasanya berlangsun 24-48 jam.
- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai penurunan hitung
trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis.
- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan
pada 48-72 jam setelahnya.
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat :
7,8,9

Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.


Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan
(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.
G. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri
dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,kaki dan tangan
dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
 Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Gambar 2. Spektrum DHF

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap antigen non
struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan
pada hari pertama onset demam. 5
- Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala Demam/klinis lain <
3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah penting untuk menentukan pengobatan
(terapisupportif) yang tepat (cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan
segera.
- Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan NS1 bersifat
komplementer (saling menunjang), terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala
infeksi tetap muncul.
- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut paham "infeksi
sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat dan memerlukan penanganan yang
berbeda dengan infeksi primer"
- Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan demikian pomakaian
pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis
infeksi dengue.(5)

2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi
perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ).(1)

I. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tipoid, influenza,
idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem,
hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis

J. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma
dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam
berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DHF dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai
berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok.


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan haemoglobin, hematokrit,
dan trombosit, bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
 Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat.

Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat.


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap,
tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.


Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF.


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna (henatemesis dan melena atau
hematokesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue.

Perdarahan Spontan dan Masif :


- Epistaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak

TRANSFUSI
TROMBOSIT
Hb < 10 gr% TRANSFUSI PRC
Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue
sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi
karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 1,3
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue

Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1


1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

K. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3

L. Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS mortalitasnya
cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2

Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BMD, Geme JS, Schor N. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi 19. Saunders. 2011.
2. WHO. Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the management of common
illnesses with limited resources. 2009.

Anda mungkin juga menyukai