Anda di halaman 1dari 8

FORMAT LAPORAN PSDL 2019

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya lahan merupakan bagian yang meliputi iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi
yang ada yang keberadaannya dapat memberikan manfaat di lingkungan fisik. Dari semua faktor
yang ada tersebut dapat mempengaruhi potensi dalam penggunaan lahannya, termasuk di
dalamnya adalah akibat dari kegiatan-kegiatan manusia baik di masa lalu maupun masa
sekarang. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk
pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau
daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Oleh karena itu
sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis
antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya.

Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan.
Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang
dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi
penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan
tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya
untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi.

Potensi sumber daya lahan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya karakteristik tanah
dan bahan induk, topografi, dan iklim. Karakateristik tanah di Indonesia cukup beragam sebagai
hasil dari keragaman bahan induk, iklim, dan topografi. Demikian pula dengan kondisi topografi
yang bervariasi mulai dari dataran rendah di daerah pantai sampai dataran tinggi di
pegunungan. Sedangkan kondisi iklim ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain posisi
geografis, topografi, sebaran laut dan daratan dan berbagai faktor lokal lainnya.

Potensi ketersediaan lahan untuk pertanian terdiri atas pangan lahan basah (Padi sawah =
PS), tanaman pangan lahan kering (TP), tanaman sayuran dataran tinggi (TS), tanaman
hortikultura pada lahan gambut (TH), tanaman tahunan pada lahan kering maupun pada lahan
gambut (TT), dan penggembalaan ternak (PT). Potensi ketersediaan tersebut dikelompokkan
berdasarkan ekosistem lahan kering, lahan rawa (rawa pasang surut dan rawa lebak), dan lahan
basah non rawa.

Data BPS (2013) menyebutkan luas daratan Indonesia + 191,09 juta ha yang meliputi 17.000
pulau besar dan kecil. Luas daratan tersebut merupakan luasan terbesar untuk suatu negara
kepulauan. Daratan ini dapat berupa lahan kering, lahan rawa, dan lahan basah non-rawa yang
penggunaannya saat ini dapat berupa hutan, lahan pertanian, semak/belukar, permukiman, dan
lainnya. Sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan terus menciutnya luas
lahan pertanian akibat konversi lahan ke penggunaan lain, maka kebutuhan sumber daya lahan
makin terus meningkat

Lahan tersedia untuk pangan lahan basah (PS) terdapat pada kawasan APL seluas 1,43 juta
ha yang umumnya berada pada dataran rendah beriklim basah, pada kawasan HPK seluas 1,86
juta ha, dan pada kawasan HP seluas 4,09 juta ha. Untuk tanaman pangan lahan kering (TP),
lahan potensial tersedia pada kawasan APL seluas 1,60 juta ha, kawasan HPK seluas 1,40 juta
ha, dan kawasan HP seluas 4,36 juta ha. Potensi lahan tersedia untuk tanaman sayuran dataran
tinggi pada kawasan APL hanya sekitar 0,02 juta ha, dan pada kawasan HP seluas 0,13 juta ha.
Sedangkan untuk tanaman S xiii hortikultura pada lahan rawa gambut di kawasan APL seluas
0,14 juta ha, di kawasan HPK seluas 0,37 juta ha, dan di kawasan HP seluas 0,96 juta ha. Untuk
tanaman tahunan terdapat pada dua ekosistem yaitu pada lahan kering dan lahan gambut, luas
keduanya pada kawasan APL seluas 3,92 juta ha, pada kawasan HPK seluas 2,74 juta ha, dan
pada kawasan HP seluas 10,62 juta. Sedangkan untuk penggembalaan ternak di kawasan APL
seluas 0,32 juta ha, kawasan HPK seluas 0,42 juta ha, dan kawasan hutan produksi seluas 0,19
juta ha.

1.2. Tujuan

1.3. Manfaat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan

Lahan adalah suatu luasan di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang
meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, serta hasil kegiatan manusia di
masa lampau hingga saat ini sehingga pada tingkat tertentu mempunyai pengaruh terhadap
penggunaan lahan.

Menurut Arsyad (2010), penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
materi maupun spiritual. Penggunaan lahan yang ada pada saat sekarang, merupakan pertanda
yang dinamis dari adanya eksploitasi oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok
atau masyarakat terhadap sekumpulan sumber daya lahan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.

Penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi penggunaan lahan umum dan


penggunaan lahan khusus atau tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan secara umum
meliputi pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput penggembalaan,
kehutanan, daerah rekreasi, dan sebagainya, sedangkan tipe penggunaan lahan adalah
penggunaan lahan yang lebih detail dengan 8 mempertimbangkan sekumpulan rincian teknis
yang didasarkan pada keadaan fisik dan sosial dari satu jenis tanaman atau lebih (Mahi,
2001).

Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan,
setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap
kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu (Djaenuddin., dkk 2000). Kualitas lahan dapat pula
digambarkan sebagai faktor positif dan faktor negatif (Mahi, 2001). Kualitas lahan
kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-
sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi
suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya
akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan
faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas
hanya pada satu jenis penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama
bisa berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. Satu jenis penggunaan lahan
tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Sebagai contoh bahaya erosi
dipengaruhi oleh keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan iklim (curah hujan).

2.2. Evaluasi Sumber Daya Lahan

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika
dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta studi
bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan
membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO,
1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) menyebutkan bahwa evaluasi lahan merupakan
proses membandingkan dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi dan
iklim dengan persyaratan penggunaan tertentu. Tujuan yang ingin dicapai adalah menetapkan
pilihan penggunaan lahan merupakan jembatan penghubung antara komponen fisik, biologi
dan teknologi dengan sasaran ekonomi yang ingin dicapai dalam suatu bentuk penggunaan
lahan tertentu.

Ciri utama dari evaluasi lahan yaitu membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan
apa yang ditawarkan atau dimiliki oleh sumber daya lahan. Evaluasi lahan merupakan salah
satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan. Fungsi dari
perencanaan penggunaan lahan memberi arahan terhadap pengambilan keputusan
penggunaan lahan, sedemikian rupa sehingga sumber daya dari lingkungan digunakan untuk
yang paling menguntungkan bagi manusia dan pada waktu yang sama mengawetkannya bagi
kepentingan masa datang (FAO, 1976).

Menurut Dent dan Young (1981) tujuan utama mengevaluasi lahan adalah
memprediksi akibat-akibat dari adanya suatu perubahan penggunaan lahan. Perubahan
tersebut diperlukan karena adanya kebutuhan penggunaan sumber daya lingkungan agar lebih
produktif dan lestari. FAO (1976) menyebutkan bahwa dalam mengevaluasi lahan perlu
mempertimbangkan faktor ekonomi dari usaha yang diajukan, konsekuensi sosial masyarakat
dari wilayah dan negara yang dilibatkan dan konsekuensi keuntungan atau kerugian terhadap
lingkungan. Dalam kaitannya dengan parameter sosial ekonomi, evaluasi lahan dapat
dibedakan dari dua pendekatan, yaitu evaluasi lahan kuatitatif dan evaluasi kualitatif.
Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke
dalam beberapa katagori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan
perhitungan secara terinci dan tepat biaya serta pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut.
Keadaan sosial ekonomi hanya merupakan latar belakang umum saja. Dalam penetapan
secara kuantitatif, evaluasi lahan dinyatakan dalan ukuran ekonomi berupa masukan dan
keluaran, Benefit-Cost Ratio atau dalam pendapatan bersih. Evaluasi kualitatif adalah
langkah pertama dan merupakan bahan untuk evaluasi kuantitatif (Arsyad, 1989). Dalam
sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dikenal 4 kategori, yaitu order,
kelas, subkelas, dan unit. Order kesesuaian lahan menunjukkan apakah lahan yang dinilai
tersebut sesuai atau tidak untuk suatu penggunaan. Tiap-tiap order kemudian dibagi menjadi
beberapa kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan ini menunjukkan tingkat kesesuaian
dari order bersangkutan. Tingkat kesesuaian lahan tersebut ditunjukkan dengan memberikan
angka urut di belakang ordernya. Makin besar angka tersebut berarti makin rendah tingkat
kesesuaian lahannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah : 1. Kelas S1 (sangat
sesuai) : lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk suatu penggunaan
secara lestari. Hambatan tidak mengurangi produktivitas atau keuntungan yang diperoleh
hingga melampaui batas-batas yang masih diterima. 2. Kelas S2 (sesuai) : lahan ini memiliki
faktor pembatas yang dapat mengurangi tingkat produksi atau keuntungan yang diperoleh 3.
Kelas S3 (kurang sesuai) : lahan ini memiliki faktor pembatas yang besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan 4. Kelas N1 (tidak sesuai saat ini
) : lahan dengan pembatas lebih besar dari ketiga kelas di atas, sehingga dengan ilmu dan
biaya serta teknologi yang ada saat ini belum dapat diusahakan, namun diharapkan masih
dapat dimanfaatkan di masa-masa datang. 5. Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) : lahan
ini disarankan untuk dibiarkan tanpa dikelola atau secara alami, karena faktor pembatasnya
bersifat permanen Tahap selanjutnya kelas kesesuaian lahan dibagi atas subkelas yang
mencerminkan faktor pembatas yang dominan. Subkelas ditunjukkan dengan simbol huruf
kecil dibelakang tanda kelas. Dalam menentukan subkelas harus sesedikit mungkin,
walaupun dalam subkelas terdapat 2 faktor pembatas keduanya dapat ditulis, tetapi yang
dominan dan sukar di perbaiki di dahulukan (Rayes, 2006).

2.3. Pengelolaan Lahan Kering

Menurut Lahan kering (LK) adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu. Penentuan lahan
kering didasarkan pada satuan landform, jenis dan kelembaban tanah pada peta tanah tinjau dari
BBSDLP, kecuali Papua masih menggunakan peta RePPProT, dan beberapa peta tanah tinjau
mendalam. Lahan kering dibedakan berdasarkan ketinggian tempat atau elevasi (m dpl = meter dari
permukaan laut), iklim, dan kemasam tanah.

Pertanian Lahan Kering merupakan budidaya tanaman pertanian di lahan yang kurang air
dan tanah yang kurang subur. Lahan kering ditandai dengan rendahnya curah hujan ( < 250 - 300
mm/tahun), indek kekeringan (rasio)/perbandingan antara curah hujan dan evapotranspirasi kurang
dari 0.2), variasi tanaman sangat terbatas (hanya semak belukar, rerumputan dan pepohonan kecil di
daerah tertentu), suhu yang sangat tinggi (+49oC pada musim panas), tekstur tanah adalah pasir dan
memiliki salinasi yang tinggi pada tanah dan air tanahnya yang diakibatkan oleh tingginya evaporasi
dan infiltrasi. Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga
keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering
dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada
antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang
berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang searah jarum jam
di daerah selatan garis khatulistiwa.

Teknologi Konservasi Air pada Pertanian Lahan Keringpada prinsipnya adalah


penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat,
sehingga tidak terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan terdapat cukup air pada
musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan dua
komponen hidrologi yang meliputi air permukaan dan air tanah, dan dengan cara meningkatkan
efisiensi irigasi. Pengelolaan air permukaan meliputi pengendalian aliran permukaan,
pemanenan air, meningkatkan kapasitas infiltrassi tanah, pengelolaan tanah, penggunaan bahan
penyumbat tanah dan penolak air, dan melapisi saluran air.

2.4. Teknik Pemanenan Air Hujan

Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau
perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (Abdulla et al.,
2009). Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah yang tidak
terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia
air tanah (Abdulla et al., 2009).

Sistem pemanenan air hujan biasanya terdiri dari area tangkapan, saluran pengumpulan
atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap tangki penyimpanan (cistern or tanks).
Saluran pengumpulan atau pipa mempunyai ukuran, kemiringan dan dipasang sedemikian rupa agar
kuantitas air hujan dapat tertampung semaksimal mungkin (Abdullaet al., 2009). Ukuran saluran
penampung bergantung pada luas area tangkapan hujan, biasanya diameter saluran penampung
berukuran 20-50 cm (Abdullaet al., 2009). Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik,
dan ranting) yang ikut bersama air hujan dalam saluran penampung sehingga kualitas air hujan
terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan mudah dan dibersihkan dari
sampah.

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pengelolaan Sumberdaya Lahan dilakukan pada hari minggu tanggal 27
Oktober 2019 Pukul 07.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Desa
Alue Panah Kecamatan Nibong.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : Peralatan Tulis, Kamera
Digital, Papan Alat Tulis/Papan Jalan, Laptop, Viewer, Sound, Kuesioner, Dan Video Tutorial.

3.3. Metode Praktikum


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi langsung, teknik
komunikasi langsung, teknik dokumentasi dengan alat pengumpulan data berupa pedoman
observasi, pedoman wawancara, dokumen dan buku cacatan. Wawancara di tujukan untuk
seluruh anggota penyuluh aceh di desa alue Panah Kecamatan Nibong agar diperoleh data
praktikum untuk mengetahui pengelolaan yang dilakukan petani. Wawancara terdiri dari
beberapa pertanyaan untuk variabel pengelolaan lahan petani kelapa sawit dalam
meningkatkan pendapatan petani.
1. Teknik Observasi Langsung
Teknik observasi langsung merupakan salah satu teknik pengumpulan fakta atau data
yang cukup efektif untuk pengumpulan data atau mempelajarisuatu system. Pengamatan secara
langsung ini dapat dilakukan dengan cara mengamati dan mengenai perilaku dari objek yang
dapat dicatat dan tidak menggangtungkan data dari ingatan seseorang. Bahkan dengan cara
observasi ini bisa didapatkan dari subjek yang tidak dapat atau tidak mau berkomunikasi secara
verbal. Dengan itu kami melakukan observasi dengan cara mencatat kegiatan serta pertnyaan
dan jawaban yang menyangkut tentang lahan. Serta kami mencatat apa yang perlu diketahui
dan cara bagaimana menanam sawit dengan benar dan tepat.
2. Teknik komunikasi langsung
Teknik komunikasi secara langsung merupakan proses komunikasi yang dilakukan
dengan cara bertatap muka. Seperti halnya yang telah kami lakukan saat praktikum berjalan.
Kami langsung bertatap muka dengan kepala desa Alue Panah nya langsung dan dengan
penyuluh aceh setempat. Saat berkomunikasi pastinya kami mempertanyakan beberapa
pertanyaan. Serta saling berkomunikasi juga satu sama lain.
3. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan suatu proses dimana melakukan pengambilan gambar
yang ingin kita lihat. Serta melakukan dokumtasi bersama para penyuluh serta apa yang perlu
di lihat maka dilakukan dokumtasi tersebut. Bahkan dokumentasi ini juga dapat menyelesaikan
tugas pembuatan video, oleh karena itu diperlukan dokumentasi saat praktikum berlangsung.
4. Teknik Wawancara
Teknik wawancara merupakan suatu teknik dalam mencari suatu informasi yang
biasanya dilakukan oleh seseorang yang ingin bertanya dan ingin mengetahui sesuatu yang
ingin dia ketahui serta yang tidak ketahuannya terhadap sesuatu. Oleh karena itu saat praktikum
berlangsung kami melakukan sesi wawancara terhadap penyuluh serta terhadap kepala desa
Alue Panah. Pertanyaan yang kami tanyakan tidak sedikit tetapi lumayan banyak dikarenakan
keingin tahuan kami terhadap sumberdaya lahan pada tempat tersebut.
5. Dokumen dan buku catatan
Dari semua kegiatan yang dilakukan pastinya kita memerlukan buku catatan untuk
mngetahui sesuatu yang penting. Dari hasil wawancara yang dilakukan semua mahasiswa dan
mahasiswi mencatat pada buku catatan sendiri dengan caranya masing-masing. Dengan adanya
buku catatn atau dokumen ini. Kami dapat membuat sebuat tugas laporan dengan baik dan
benar.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengelolaan Lahan Kering Tanaman Sawit

4.1.1. Sistem Budidaya Tingkat Petani

4.1.2. Penyiapan Lahan

4.1.3. Teknis Penanaman

4.1.4. Penyiangan

4.1.5. Pemupukan

4.1.6. Pengairan

4.1.7. Teknik Konservasi Tanah dan Air

4.1.7. Biaya Pengeluaran

4.2. Teknik Pemanen Air Hujan

Sistem pertanian didesa alu panah ini mengandalkan embung dan pompanisasi untuk
mengairi lahan pertanian. Pompanisasi di lakukan terhadap empat desa yang ada di
kecamatan Lhok Nibung melalui bendungan paseh. Bendungan ini pun mampu mengairi
lahan pertanian sebanyak lima kabupaten yang ada di aceh utara.

Di desa Alu Panah, Kecamatan Lhok Nibung ini untuk mengairi lahan sawah masih
memanfaatkan turunnya hujan. Air yang turun dari langit ini di panen dengan memanfaatkan
embung yang terbentuk pada cekungan. Air ini berkumpul pada embung melalu parit parit
yang tersalurkan langsung dari dataran yang lebih tingggi.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

NB :

1. Format penulisan sesuai dengan Panduan Penulisan Ilmiah


2. Laporan dikumpul tanggal 16 November 2019 pada revisi pertama, jika tidak dikumpulkan
pada waktu yang ditentukan maka dianggap tidak mengumpulkan laporan.

3. Untuk referensi diutamakan dari jurnal, jurnal minimal 10 tahun terakhir.

4. Untuk konsul pembuatan laporan dapat dengan asisten kelas masing-masing

Anda mungkin juga menyukai