Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA TANAH

Disusun Oleh :

Nama : Abudzar Adhari Yusra


Stambuk : 09320220114
Kelas/Kelompok : C4/ I (Satu)

Asisten

( Murniati )

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya sumber daya agraris meliputi tanah, air, dan ruang
angkasa sepanjang terkait secara langsung dengan pengggunaan tanah. Tanah
adalah permukaan bumi yang merupakan komponen utama hidup dan
kehidupan manusia. Tanah merupakan suatu kesatuan multidimensional yang
meliputi dimensi fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, politik, dan magis-
religius. Setiap dimensi tanah secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-
sama mempunyai potensi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.
Kerumitan dimensi tanah menyebabkan harga pasar tanah tidak mampu
mencerminkan ”nilai tanah yang sesungguhnya” bagi masyarakat yang
rasional dan bermartabat.
Hal ini salah satu faktor utamanya disebabkan karena menurunnya
kesuburan, kesehatan dan daya serap (laju infiltrasi) tanah, kondisi ini dipicu
oleh pemakaian Pupuk dan Pestisida anorganik (kimia) yang berlebihan
Masalah kesub uran tanah disebabkan oleh faktor alami yaitu geologi,
jenis tanah, topografi dan penggunaan lahan. Bukan hanya fungsinya sebagai
tempat berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat
berpijak tetapi juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem. Penurunan
fungsi tanah tersebut dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di
sekitarnya termasuk juga di dalamnya manusia.
Pada umumnya tanah sangat berperan penting sebagai tempat tumbuhnya
vegetasi yang sangat berguna bagi kepentingan hidup manusia. Dalam bidang
pertanian, tanah juga tidak lepas hubungannya dengan kesuburan tanah agar
didapatkan hasil panen yang maksimal. Mutu tanah pada kesuburan tanah
ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang
menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Oleh karena itu untuk menjaga
kesuburan tanah agar tidak terjadi penurunan unsur hara dapat dilakukan
pemupukan sesuai takaran (Abdi Pandi Kusuma dkk., 2014).
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Mengetahui pH tanah
1.2.2 Untuk mengetahui adanya SO4 , Cl , dan NH4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tanah


Manusia dalam hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung sangat memerlukan tanah. Tak terkecuali
pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk
penguburannya. Tanah bagi kehidupan manusia sangat strategis karena
berdimensi sangat luas yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, budaya,
politik, produksi dan dimensi pertahanan dan keamanan. Sebagai negara yang
berlatar belakang agraris, tanah merupakan sesuatu yang bernilai sangat
penting di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tanah berfungsi sebagai
tempat dimana warga masyarakat bertempat tinggal dan tanah juga
memberikan penghidupan baginya. Selain itu, tanah merupakan harta yang
bersifat permanen, karena dicanangkan bagi kehidupan yang akan dating dan
tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu orang selalu ingin untuk memperoleh
dan menguasai tanah. Namun pada sisi lain masih ada orang yang tidak
memanfaatkan tanah secara maksimal karena sering juga terlihat tanah ini itu
ditelantarkan, padahal aturan perundang-undangan melarang tanah untuk
ditelantarkan (Dayat Limbong., 2017)
Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berfungsi penting
dalam kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai
tempat berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat
berpijak tetapi juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem. Penurunan
fungsi tanah tersebut dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di
sekitarnya termasuk juga di dalamnya manusia (Batu et al., 2019)
Secara awam, tanah berfungsi sebagai penyimpanan air serta nutrisi,
menjadi media penyaring dan pengurai limbah yang merugikan kehidupan,
dan menjadi lapisan yang turut serta dalam perputaran karbon dan elemen lain
melalui ekosistem global. Tanah sebenarnya merupakan batuan yang telah
lapuk dan mengalami pembentukan lebih lanjut (Untung Hadjisuseno., 2022).
Tanah dalam pandangan fiqh adalah bumi itu sendiri. Di dalam al-Quran,
tanah disebutkan sebagai mustaqolyaitu tempat manusia menetap
selama hidupnya di dunia. Selain itu tanah adalah tempat manusia berpijak
dan tempat manusia kembali dalam kematiannya. Dari tanah pula
tumbuh-tumbuhan, pohon-pohon dan hewan-hewan berkembang biak.
Tanah juga merupakan tempat bersumbernya air dan salah satu alat
bersesuci ketika tidakmenemukan atau udzur untuk menggunakan air.
Adapun pengertian tanah menurut ahli ilmu tanah adalah
lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh
tegaknya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan hara ke akar
tanaman. Sedangkan menurut Undang-Undang Pokok Agraria definisi
tanah adalah permukaan bumi yang berupa daratan maupun yang tertutup
air dalam batas-batas tertentu termasuk ruang di atas dan di dalam
tubuh bumi. Berbeda dengan kamus bahasa Indonesia yang mendefinisikan
tanah sebagai permukaan atau lapisan bumi yang paling atas.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tanah
adalah permukaan bumi dengan segala kandungannya.Tanah adalah
tempat manusia menetap, berpijak dan melakukan aktifitas
kehidupannya.Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu
kehidupan semua mahluk hidup yang ada di bumi (Institut et al., 2019).

2.2 Konsep Lahan


Selain istilah tanah, terdapat juga istilah lain berkenaan dengan tubuh
alami di permukaan bumi (litosfir) ini, yaitu lahan. Tanah perdefinisi memiliki
pengertian yang lebih terbatas dibanding dengan lahan. Tanah sebagaimana
telah diuraikan di atas, perdefinisi hanya mengacu pada tubuh alami di
permukaan bumi yang memiliki karakteristik yang khas dan sebagai tempat
tumbuh tumbuh-tumbuhan. Dalam pengertian ini, tanah tidak terkait dengan
vegetasi di atasnya ataupun penggunaannya. Lahan memiliki definisi yang
lebih luas, mencakup tidak hanya tanah tetapi termasuk berbagai atribut fisik
seperti penyediaan air, tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya, dan halhal lain
termasuk dalam kaitannya dengan kegiatan dan hasil kegiatan manusia di
atasnya. Dalam pengertian ini, maka dikenal berbagai istilah lahan seperti
lahan hutan (forestland), padang rumput (grassland), lahan kering (dryland
atau upland), lahan basah (wetland), lahan gambut (peatland), sawah, ladang,
lahan gundul (bare land), dan lahan marginal (marginal land). Pada suatu
lahan tertentu dapat terdiri dari beberapa jenis tanah.
Dalam kamus bahasa Indonesia, lahan adalah suatu wilayah daratan
yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah,
geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan,
serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, yang bersifat mantap
atau mendaur.
Definisi lahan menurut Dent dan Young (1981) adalah bagian daratan
dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah
beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti
iklim, relief, geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun
akibat aktivitas manusia. Secara keilmuan, definisi ini yang menjadi patokan
utama.

2.3 Proses Pembentukan Tanah


Tanah terbentuk dari berbagai faktor dan proses yang berinteraksi
sehingga menghasilkan sifat dan karkteristik tanah yang berbeda. Yenny
(1941) mengemukakan faktor pembentuk tanah terdiri dari iklim (C), bahan
induk (P), organisme (O), topografi (R), dan waktu (T). Hasil dari interkasi
kelima faktor dan proses pem-bentuk tanah menyebabkan terjadinya
perbedaan tanah yang terbentuk. Pembentukan tanah dimulai dengan
perbuhaan dari batuan induk menjadi bahan induk. Bahan induk merupkan
bahan utama yang menghasilkan bahan tanah mineral. Bahan tanah mineral
inilah yang menentukan sifat fisik dan kimia yang terkandung dalam tanah.
Batuan merupakan hasil penggabungan dari mineral dalam tanah. Bahan induk
merupakan hasil dari pelapukan batuan induk. Apabila batuan induk adalah
kukuh, maka tanah yang terbentuk harus mengalami proses desintegrasi fisik
sebelum menjadi tanah. Kepekaan fisik dari komponen mineral penyusun
masing-masing bahan induk berhubungan dengan tekstur (luas permukaan
efektif), dimana makin besar tekstur makin peka terhadap pelapukan.
Sementara pelapukan secara kimia tergantung dari sifat kimia, tekstur, derajat
ikatan tetrahedron, derajat kebasaan, jumlah relatif aluminium dan silikon
dalam tetrahedron, serta kerusakan/pemecahan ikatan-ikatan yang membentuk
tetrahedron.
Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang sangat
penting oleh para perintis pedologi sehingga Jenny (1941) mengemukakan
bahwa bahan induk adalah keadaan tanah pada waktu nol dari proses
pembentukan tanah. Bahan induk berpengaruh dalam sifat-sifat tanah yakni:
tekstur tanah, permeabilitas, kecepatan pelapukan, kandungan basa-basa, dan
cadangan mineral (Arifin et al., 2018).
2.3.1 Proses pembentukan tanah dari iklim
Ini adalah salah satu faktor terpenting yang Mempengaruhi
Pembentukan Tanah. Komponen iklim seperti suhu dan curah hujan /
curah hujan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengaruh
iklim. Komponen tersebut mempengaruhi jumlah vegetasi dan tutupan
hutan serta aktivitas manusia / hewan di kawasan tersebut. Iklim suatu
daerah juga mempengaruhi proses pelapukan yang mempengaruhi proses
pembentukan dan kecepatan tanah. Jika suhu semakin tinggi semakin
cepat pula reaksi kimia berlangsung. Makin tinggi curah hujan, maka
makin tinggi pula tingkat keasaman tanah.
2.3.2 Proses pembentukan tanah dari bahan induk
Yang dimaksud bahna induk adalah bahan penyusun itu sendiri
berupa batuan. Ini mengacu pada bahan mineral yang tidak
terkonsolidasi atau bahan organik dari mana tanah terbentuk. Tanah akan
membawa sifat fisik dan kimiawi dari bahan induknya seperti warna,
tekstur, struktur, komposisi mineral dan lain sebagainya. Sebagai contoh,
jika tanah terbentuk dari daerah dengan batuan besar (batuan induk) dari
batupasir merah, maka tanah tersebut juga akan berwarna merah dan
memiliki rasa yang sama dengan bahan induknya. Laju pembentukan
tanah juga dipengaruhi oleh bahan induk.
2.3.3 Proses pembentukan tanah dari organisme
Semua organisme hidup termasuk bakteri, jamur, tumbuh-
tumbuhan, manusia dan hewan secara aktif mempengaruhi proses
pembentukan tanah. Beberapa jenis mikro-organisme mempromosikan
kondisi asam dan mengubah kimiawi tanah yang pada gilirannya
mempengaruhi jenis proses pembentukan tanah yang berlangsung.
Hewan mikroba menguraikan bahan organik dan mengembalikan produk
dekomposisi ke tanah. Kotoran hewan, serangga dan hewan yang mati
menghasilkan tambahan bahan organik yang membusuk.
Mikroorganisme juga membantu siklus mineral dan nutrisi serta reaksi
kimia. cacing tanah dan hewan penggali mencampur tanah dan
mengubah karakteristik fisiknya. Mereka umumnya membuat tanah
lebih mudah ditembus udara dan air. Produk limbahnya menyebabkan
agregasi partikel tanah dan memperbaiki struktur tanah. Kegiatan
manusia seperti bercocok tanam, membajak lapisan, penggunaan pupuk,
irigasi dan praktek drainase juga sangat mempengaruhi sifat kimia dan
fisik tanah dan proses pembentukannya. Cacing tanah merupakan salah
satu fauna tanah yang digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan dan
kualitas (kesehatan) tanah. Kehadiran cacing tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan kehadirannya dipengaruhi kondisi tanah terutama
kandungan bahan organik dan kelembaban tanah (Purwaningrum, 2012)
2.3.4 Proses pembentukan tanah dari topografi
Topografi merupakan faktor penting yang berperan dalam proses
pembentukan tanah. Salah satu komponen dari topografi adalah posisi
landskap. Sifat-sifat tanah sudah sejak lama diketahui berhubungan
dengan posisi landskap. Terdapat dua pendekatan dasar dalam mencari pola
hubungan antara tanah dengan posisi landskap Pertama, didasarkan pada
pemisahan hillslopes ke dalam beberapa satuan lereng, yaitu puncak (summit),
interfluve, bahu lereng (shoulder), punggung lereng (backslope), lereng lurus,
kaki lereng (footslope), dasar lereng (toeslope). Kedua, dengan menggunakan
karakteristik topografis atau terrain attribute. Terrain attribute merupakan
karakteristik matematis dari bentuk permukaan lahan, seperti slope; altitude;
curvature (profil, plan dan tangential); flow path length dan aspect (Setiawan
et al., 2018)

2.3.5 Waktu
Waktu untuk semua faktor ini berinteraksi dengan tanah juga
menjadi faktor. Pembentukan tanah merupakan proses yang
berkelanjutan dan umumnya membutuhkan waktu beberapa ribu tahun
untuk terjadinya perubahan yang signifikan. Faktor pembentuk tanah ini
terus mempengaruhi tanah bahkan pada lanskap yang “stabil”. Bahan
disimpan di permukaannya, dan bahan tertiup atau hanyut dari
permukaan. Penambahan, penghapusan, dan perubahan berlangsung
lambat atau cepat, tergantung pada iklim, posisi lanskap, dan aktivitas
biologis.

2.4 Struktur Lapisan Tanah


Tanah merupakan bagian dari lapisan atmosfer kerak bumi dan terletak
pada posisi paling atas yang menjadi bagian dari kehidupan organisme
ataupun mikroorganisme. Pada dasarnya tanah tersusun atas beberapa lapisan
dan mengandung berbagai unsur mineral, material organik dan material
anorganik lainnya, sehingga tanah sangatlah penting sebagai penunjang
kehidupan di bumi karena mendukung ketersediaan unsur hara bagi tumbuhan.
Lapisan sedimen tanah terdiri atas beberapa formasi atau susunan yang
terbentuk dari beberapa tingkatan dan secara spesifik dapat dibedakan secara
geologi, fisika, kimia dan biologi. Jika suatu lempeng tanah dipotong secara
vertikal maka penampakan lapisan tanah akan terlihat sangat jelas karena pada
setiap tingkat atau lapisan memang berbeda karakteristiknya. Melalui
penampakan vertikal tersebut akan terlihat tahap-tahap pembentukan sebuah
tanah. Bisa dikatakan bahwa setiap lapisan tanah membentuk sebuah periode
yang mana pada lapisan tanah atas merupakan hasil akhir dari pembentukan
tanah, sedangkan lapisan tanah paling dalam yang biasanya berupa batuan
keras merupakan awal sebelum tanah terbentuk.
Struktur tanah merupakan sifat yang sangat penting dan sangat erat
kaitannya dengan sifat fisik tanah, seperti kemampuan tanah dalam menahan
air, mudah tidaknya tanah diolah dan akhirnya berpengaruh pula pada tingkat
kesuburan tanah khususnya tanah perkebunan atau tanah pertanian (Yadi Tang
et al., 2018)
2.4.1 Lapisan tanah atas
Lapisan tanah atas Merupakan lapisan yang terletak hingga
kedalaman 30 cm, sering disebut dengan istilah Top Soil. Pada lapisan
ini kaya dengan bahan bahan organik, humus dan menjadikannya
sebagai lapisan paling subur sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan
tanaman berakar pendek.
Cara paling mudah untuk mengenali top soil adalah warnanya yang
cenderung paling gelap dibandingkan lapisan dibawahnya, terlihat lebih
gembur dan semua mikroorganisme hidup pada lapisan ini sehingga
memungkinkan terjadinya proses pelapukan daun, sisa batang dan
bagian makhluk hidup lainnya.
2.4.2 Lapisan tanah tengah
Terletak tepat dibagian bawah dari top soil dengan ketebalan antara
50 cm hingga 1 meter. Berwarna lebih cerah daripada lapisan diatasnya
dan lapisan ini terbentuk dari campuran pelapukan yang terletak di
lapisan bawah dengan sisa material top soil yang terbawa air,
mengendap sehingga bersifat lebih padat dan sering disebut dengan
tanah liat.
2.4.3 Lapisan tanah bawah
Merupakan lapisan yang mengandung batuan yang mulai melapuk
dan sudah tercampur dengan tanah endapan pada lapisan diatasnya atau
tanah liat. Pada bagian ini masih terdapat batuan yang belum melapuk
dan sebagian sudah dalam proses pelapukan dari jenis batuan itu sendiri
dan berwarna sama dengan batuan penyusunnya atau asalnya. Berada
cukup dalam dan jarang dapat ditembus oleh akar akar pohon atau
tanaman.
2.4.4 Lapisan batuan induk
Merupakan lapisan terdalam yang terdiri atas batuan padat. Jenis
batuan pada lapisan ini berbeda antara satu daerah dengan tempat
lainnya sehingga menyebabkan produk tanah yang dihasilkan juga
berbeda. Batuan pada lapisan ini mudah pecah namun sangat sulit
ditembus oleh akar tanaman dan air, berwarna terang putih kelabu
hingga kemerahan. Lapisan batuan induk ini dapat dengan mudah
terlihat pada dinding tebing terjal daerah pengunungan.

2.5 Pelapukan Tanah


Pelapukan (weathering) merupakan fenomena melemahnya ikatan ion-ion
dalam mineral dan batuan melalui proses-proses disintregasi dan alterasi
sebagai akibat aktivitas kimia, fisik dan biologi.
Pelapukan fisik disebabkan oleh tekanan-tekanan fisik dalam batuan dan
mineral. Hal ini mengakibatkan batuan mengalami proses disintegrasi,
sehingga memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, tanpa mengalami
perubahan susunan kimia. Pelapukan kimia disebabkan oleh reaksi-reaksi
kimia. Dalam proses ini, hasil-hasil pelapukan mengalami perubahan susunan
kimia yang nyata. Secara alami, proses pelapukan fisik maupun kimia dapat
terjadi secara simultan. Kedua proses pelapukan ini mengakibatkan terjadinya
pelapukan batuan yang merupakan fenomena awal dari terjadinya proses
pembentukan tanah (soil formation). Secara alami, proses pelapukan fisik
lebih dominan terjadi pada atau dekat lingkungan permukaan tanah.
Meskipun demikian, proses ini dapat pula berlangsung di bawah permukaan
tanah. Pertumbuhan akar ke dalam celah-celah batuan yang dapat
memecahkan batuan tersebut merupakan salah satu contoh terjadinya
pelapukan fisik di bawah permukaan tanah.
Pelapukan kimia dapat terjadi baik di permukaan tanah, di dalam solum
maupun di bawah solum atau pada bahan induk. Oleh karenanya, pelapukan
kimia dibedakan menjadi pedochemical weathering dan geochemical
weathering. Pedochemical weathering adalah pelapukan kimia yang terjadi di
dalam solum tanah (horison A dan B), sedangkan geochemical weathering
terjadi di bawah solum. Pada kenyataannya, pembedaan yang tegas terjadinya
pedochemical weathering dengan geochemical weathering di lapang sulit
untuk dilakukan. Reaksi-reaksi kimia utama seperti pelarutan, hidrolisis,
hidrasi, oksidasi, reduksi dan karbonasi terjadi baik di dalam solum tanah
maupun pada bahan induk. Pencucian K dari mineral mika, alterasi klei oleh
ion H, serta pembentukan mineral klei dapat terjadi baik melalui proses
pedochemical weathering maupun geochemical weathering (Syaiful Anwar
dkk., 2013)
Secara umum proses pelapukan menyebabkan:
a. perubahan ukuran bahan menjadi lebih kecil,
b. pelepasan ion-ion atau bahan-bahan terlarut ke dalam larutan tanah,
serta
c. pembentukan bahan-bahan baru seperti mineral klei dan humus.

2.6 Proses – Proses Pelapukan Kimia


Proses pelapukan tanah secara kimiawi dapat terjadi sebagai berikut:
2.6.1 Oksidasi
Proses oksidasi akan terjadi bila tanah memiliki tata udara atau
aerasi yang baik. Artinya, tersedia cukup oksigen. Proses oksidasi
misalnya terjadi pada Fe dan Mn. Selama batuan induk bersifat masif, Fe
akan berada dalam keadan tereduksi (ferro). Bila dijumpai Fe pada
permukaan mineral (dalam keadaan oksidatif), maka besi ferro (Fe2+)
akan dioksidasikan menjadi besi ferri (Fe 3+) menurut persamaan reaksi
sebagai berikut:
Fe2+ Fe3+ + e‾
Jenis-jenis mineral yang mengandung Fe antara lain adalah biotit,
glaukonit, hornblende, dan piroksen. Proses oksidasi besi akan
menyebabkan warna merah pada tanah seperti pada Oksisol.
2.6.2 Reduksi
Proses ini terjadi bila difusi oksigen udara ke dalam tanah sangat
rendah atau apabila oksigen tanah digunakan oleh mikrob aerobik.
Proses reduksi menyebabkan Fe3+ diubah menjadi Fe2+ yang bersifat
lebih mobil, sehingga lebih mudah tercuci dan menyebabkan perubahan
struktur mineral.
Fe3+ + e‾ → Fe2+
Gejala reduksi terlihat dari warna tanah kelabu bahkan sampai
kehijauan. Pada keadaan tereduksi sempurna dan terus-menerus, warna
tanah akan berubah menjadi kebiruan. Tanah-tanah di daerah pasang-
surut mengalami hal ini.
2.6.3 Oksidasi – Reduksi
Proses ini sering terjadi pada horison C. Kelembaban tanah pada
horison C pada umumnya bersifat konstan sehingga tidak dijumpai
keadaan reduktif ataupun oksidatif yang dominan. Pada horison A dan
B, keadaan oksidatif lebih dominan. Oleh karenanya, pergerakan Fe
maupun Mn lebih banyak dijumpai pada lapisan bawah yang lebih
reduktif, dimana pada kondisi ini kedua unsur ini bersifat lebih mobil.
Oleh karena itu, konkresi Fe dan Mn lebih banyak dijumpai pada lapisan
bawah, demikian pula halnya dengan Fe dan Mn bebas. Karena Mn
bersifat relatif lebih mobil dibandingkan Fe, maka dalam profil tanah
konkresi Mn lebih sering dijumpai berada dibawah konkresi Fe.
2.6.4 Hidrasi
Proses ini merupakan gejala asosiasi molekul H2O atau OH2 dengan
mineral tanpa terjadinya dekomposisi ataupun perubahan struktur
mineral. Meskipun tidak terjadi perubahan pada struktur mineral, proses
ini dapat menurunkan ketahanan mineral. Pada dasarnya seluruh
senyawa-senyawa yang dijumpai dalam tanah berada dalam keadaan
berasosiasi dengan H2O (terhidrasi).
CaSO4 + H2O → CaSO4∙2H2O (gipsum)
2.6.5 Hidrolisis
Proses ini terjadi karena adanya ion H dalam larutan tanah yang
dapat melarutkan senyawa-senyawa -baik dalam bentuk mineral
sekunder maupun mineral primer- melalui mekanisme penggantion
kation penyusun mineral dengan ion H. Adanya penggantian ini
menyebabkan kerusakan pada struktur kristal sehingga memudahkan
pelepasan kationkation yang tidak tahan terhadap pelapukan.
KAlSi3O8 + H+ + H2O HAlSi3O8 + K+ Si(OH)4 + Al3+ + K+
(felspar/ ortoklas) (asam silikat)
Asam silikat yang terbentuk akan segera berikatan dengan O ataupun
OH membentuk mineral amorf alofan atau haloisit yang bersifat kristalin
[Al2Si3O8(OH)4]. Bila sebagian dari K-antarlapisan yang digantikan,
maka terbentuk mineral illit; dan bila seluruh K-antarlapisan digantikan
oleh H maka terbentuk vermikulit atau monmorilonit.
2.6.6 Pelarutan
Proses pelarutan (solution) terjadi pada garam-garam dengan struktur
sederhana seperti karbonat atau klorida. Sebagai contoh, pada daerah
berbahan induk batu kapur, terjadi proses pelarutan sebagai berikut:
CaCO3 + 2H+ → H2CO3 + Ca2+

2.7 Sifat Kimia Tanah


Sifat kimia tanah antara lain pH tanah dan kandungan unsur hara.
Kandungan hara terdiri dari kandungan nitrogen, fospor, kalium dan bahan
organik. Sifat fisik dan kimia tanah sangat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dibudidayakan.

2.7.1 pH Tanah
pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda
yang diukur dengan skala pH antara 0 hingga 14. Suatu benda dikatakan
bersifat asam jika angka skala pH kurang dari 7 dan disebut basa jika
skala pH lebih dari 7. Jika skala pH adalah 7 maka benda tersebut
bersifat netral, tidak asam maupun basa. Kondisi tanah yang paling ideal
untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman adalah tanah yang bersifat
netral. Namun demikian beberapa jenis tanaman masih toleran terhadap
tanah dengan pH yang sedikit asam, yaitu yang ber pH maksimal 5.
Cara mengetahui pH tanah yang paling akurat adalah
menggunakan sebuah alat pengukur pH yang disebut dengan pH meter.
Namun sayangnya, banyak petani yang tidak memiliki alat ini. Mungkin
karena harganya yang cukup mahal atau kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya mengetahui pH tanah. Padahal pengetahuan tentang derajat
keasaman tanah sangat berperan dalam keberhasilan suatu budidaya
tanaman. Tanaman tidak akan tumbuh dan berproduksi dengan maksimal
jika tanah dalam kondisi asam maupun basa. Dengan mengetahui pH
tanah, petani bisa menentukan skala pH yang ideal untuk pertumbuhan
dan perkembangna tanaman. Sehingga kerugian dapat diminimalisir.
Selain menggunakan pH meter, mengukur pH tanah bisa juga
dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus. Namun pengukuran
menggunakan kertas lakmus memiliki keterbatasan karena tidak bisa
diketahui angka skala pH tersebut. Pengukuran dengan kertas lakmus
hanya bisa menentukan apakah tanah tersebut asam, netral ataupun basa.
Sementara angka skala derajat keasamannya tidak bisa diketahui. Namun
demikian kertas lakmus cukup membantu dalam mengetahui kondisi dan
sifat tanah.
a. Ciri-Ciri umum larutan asam (biasanya dihitung skala (0-6)
yaitu:Terasa masam, bersifat korosif, dapat memerahkan kertas
lakmusbiru, larutan dalam air dapat mengantarkan arus listrik,
menyebabkan perkaratan logam (korosif). Contoh larutan asam:
air jeruk, hidrogen klorida/asam klorida (HCl), tembaga(II)
sulfat(CuSO4), alumunium sulfat (AlSO4) dll.
b. Ciri-ciri umum larutan basa (biasanya dihitung skala (8-14) yaitu:
rasanya pahit, bersifat licin, dapat membirukan kertas lakmus
merah, larutan dalam air dapat mengantarkan listrik, jika
mengenai kulit, maka kulit akan melepuh (kaustik Contoh larutan
basa : air sabun, amoniak (NH3), soda api/natrium hidroksida
(NaOH),natrium karbonat (Na2CO3).
c. Contoh larutan netral (biasanya dihitung skala 7: alkohol/ethanol,
garam (natrium klorida=NaCl), amonium klorida, air sabun, air
murni dll.
Pemicu tanah menjadi lebih asam (pH lebih rendah) beberapa
faktor penyebab antara lain:
a. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan tercucinya unsur hara
pada tanah, kemudian berimplikasi pada terbentuknya tanah
asam.
b. Adanya unsur Al (aluminium), Cu (tembaga) dan Fe (besi) yang
berlebihan.
c. Air yang tergenang secara terus menerus pada lahan karena tata
air atau drainase yang tidak baik.
d. Dekomposisi bahan organik yang mengeluarkan kalsium dari
dalam tanah.
e. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
f. Secara umum tanah dengan pH rendah merupakan tanah dengan
kekurangan kalsium dan magnesium.
Jika larutan tanah terlalu asam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N,
P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah asam, tanaman
mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang
pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Banyak cara untuk
mengetahui tanah itu asam atau tidak, baik secara tradisional serta
penggunaan alat ukur tentunya. Menggunakan alat ukur pH meter
tentunya hasilnya sangat akurat namun tentu saja untuk petani atau
pekebun yang hanya memiliki sedikit petak sawah tentu sangat keberatan
jika harus membeli alat ini karena harganya yang lumayan mahal. nah
ada beberapa cara sederhana untuk mengetahui pH tanah apakah asam,
basa atau netral namun kekurangannya adalah kita tidak bisa mengukur
dengan tepat berapa jumlah pH tanah.
2.7.2 Muatan Titik Nol (MTN)
Muatan titik nol (MTN) merupakan variabel penting dalam
menggambarkan mekanisme muatan permukaan reversibel terutama
pada tanah melapuk lanjut yang didominasi oleh muatan variabel.
Keberadaan bahan organik sangat berpengaruh terhadap sifat muatan
dalam tanah. Anion organik berperan sebagai ion penentu potensial
yang mampu teradsorpsi secara spesifik pada permukaan koloid
tanah.Muatan titik nol dapat dideteksi melalui pHo yaitu pH pada saat
muatan menunjukkan nilai nol. Selisih pHo dan pH (pHo-pH)
menunjukkan rentang muatan negatip permukaan koloid tanah.
Menurut Bohn et al. (1979) cit Purnamayani et al. (2004) MTN
merupakan pH tertentu pada saat muatan permukaan secara elektrik
netral atau nol. Selanjutnya dijelaskan bahwa evaluasi nilai MTN tanah
memungkinkan untuk dapat mengetahui tindakan pengelolaan yang
diberikan misalnya pemupukan dan pengapuran . Tanah-tanah dengan
neto muatan permukaan negatif yang tinggi akan mempunyai kapasitas
tukar kation yang tinggi. Kapasitas tukar kationdalam tanah sangat
menentukan tingkat kesuburan tanah dan menghindari kehilangan hara
akibat pencucian unsur hara terutama unsur-unsur basa.
Degradasi kesuburan tanah dicirikan oleh kehilangan bahan
organik yang mengakibatkan daya dukung tanah sawah makin lama
makin menurun. Beberapa upaya strategis untuk mengatasi degradasi
lahan pertanian, dicontohkan oleh Suntoro (2005), antara lain dengan
pertanian organik ramah lingkungan. Pada lahan yang terdegradasi
biasanya sudah mengalami kehilangan lapisan atas tanah dan kadar
bahan organik yang rendah padahal bahan organik merupakan sumber
muatan negatif dalam tanah. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan
muatan negatif dalam tanah melalui penambahan berbagai macam
bahan organik. Bahan organik dengan nilai pHo yang rendah akan
menyumbangkan muatan negative yang lebih tinggi. Muatan
permukaan bersih akan menjadi nol jika kerapatan muatan negatif
sama dengan kerapatan muatan positip. Nilai pH saat terjadinya
kesamaan muatan-muatan tersebut disebut titik isoelektrik atau muatan
titik nol (MTN) dari mineral.

2.8 Jenis-Jenis Tanah


Sistem klasifikasi tanah taksonomi tanah digolongkan kedalam 12 ordo,
Indonesia hampir memiliki semua ordo tersebut. Hanya ardisol dan gelisol,
tanah yang masih diragukan adanya di Indonesia. Ardisol adalah tanah yang
terbentuk di bawah iklim arid, masih dipertanyakan adanya di Nusa Tenggara
Timur misalnya, yang memiliki tipe iklim hampir mirip daerah arid.
Sementara itu, gelisol adalah tanah yang terbentuk di daerah sangat dingin
(kutub), sehingga di dalam solumnya terdapat ciri horison yang selalu beku
(permafost). Kesepuluh jenis tanah (ordo) yang dimiliki Indonesia adalah
Alfisol, Andisol, Entisol, Histosol, Inceptisol , Mollisol, Oxisol, Spodosol,
Ultisol, dan Vertisol (Fiantis et al., n.d.)
2.8.1 Entisol
Entisol merupakan tanah mineral yang masih muda. Pada dasarnya,
tanah ini berkembang dari bahan induk yang tidak padat dari sedimen
vulkanik, batuan kapur dan metamorfik. Tanah-tanah tersebut
dikarakteristikan berdasarkan berbagai jenis perbedaan, baik ditinjau
dari segi lingkungan maupun penggunaan lahan. Sebagian besar Entisol
ditemukan di daerah berbatu curam. Namun demikian, Entisol yang
terbentuk dari aktivitas deposisi sungai yang bergabung dengan
sedimentasi pantai melahirkan lahan-lahan pertanian dan habitat bagi
jutaan orang di dunia. Padanan tanah entisol dalam sistem klasifikasi
lainnya adalah Aluvial, Regosol, dan Litosol. Entisol memiliki luas
lahan yang cukup besar, mencakup 16% wilayah daratan di dunia. Di
Indonesia jenis tanah ini kebanyakan ditemukan di Papua (5,6 juta ha)),
Kalimantan Tengah (1,54 juta ha), Sumatera Selatan (1,27 juta ha) dan
NTT (0,91 juta ha). Entisols yang terdapat pada dataran aluvial
merupakan tanah yang tersubur di dunia. Luas Entisols: 21 juta km2 atau
16% dari luas permukaan bumi.
2.8.2 Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang menunjukkan perkembangan horizon
minimum . Tanah ini lebih berkembang daripada Entisol, tetapi masih
kurang memiliki tanda-tanda sifat ordo tanah lainnya. Inceptisol banyak
tersebar dan terjadi pada rentang kondisi lingkungan yang luas. Jenis
tanah ini sering ditemukan pada lahan miring , permukaan geomorfik
muda , dan bahan induk yang tahan pelapukan . Berbagai penggunaan
lahan dapat dilakukan pada Inceptisol . Luasan yang cukup besar untuk
tanah ini banyak ditemukan di daerah pegunungan dan digunakan untuk
pangkalan, kegiatan rekreasi, dan sebagai penyangga cadangan udara.
Padanan tanah . Inceptisol dalam sistem klasifikasi lainnya adalah
Latosol coklat , Grumusol , dan Brown Forest Soil , Humic Gley dan
Soloncak.
2.8.3 Histosol
Histosols adalah tanah yang didominasi oleh bahan organik.
Akumulasi bahan organik ini minimum sebesar 20% dari berat tanah
atau dengan ketebalan lebih dari 40 cm. Histosols biasanya terbentuk di
daerah dengan drainase jelek yang menghambat proses dekomposisi
sisa-sisa tumbuh-tumbuhan ataupun hewan. Epipedon histik adalah
horizon penciri utama tanah ini. Luas areal Histosols adalah sekitar 2
juta km2 atau kira-kira 1 % dari luas permukaan bumi. Produktivitas
sebahagian besar Histosols cukup baik tetapi memerlukan pengapuran,
pemupukan, pengolahan dan drainase yang berbeda dibandingkan
dengan order tanah lainnya.

2.8.4 Spodosol
Spodosols adalah tanah masam yang dicirikan dengan akumulasi
bahan organik, Al dan/atau tanpa Fe oksida di horizon bawah. Epipedon
penciri adalah okrik, di horizon bawah terdapat horizon albik yang
berwarna terang dan horizon spodik yang berwarna merah kecoklatan.
Spodosols ditemui di daerah yang dingin dan sejuk dengan curah hujan
yang tinggi dengan vegetasi hutan coniferous. Spodosols adalah tanah
yang secara alami tidak subur akibat pH tanah yang rendah, bertekstur
pasir dan rendahnya kadar mineral primer. Tetapi dengn pemupukan
yang tepat dapat menjadi cukup produktif. Luas Spodosols: 3.35 juta
km2 atau 4% dari luas permukaan bumi.
2.8.5 Andisols
Andisols adalah tanah yang terbentuk dari abu gunung api atau
hasil letusan gunung api lainnya dan mempunyai  60 % sifat tanah
andik sampai kedalaman 60 cm. Tanah ini didominasi oleh mineral liat
nonkristalin atau para kristalin seperti alofan, ferrihidrit atau imogolit
dan Al dan Fe-humus kompleks.
Ciri khas tanah ini adalah berat volume tanah rendah ( 0.90 Mg
m3 ), retensi fosfat yang tinggi (85%), kadar air tersedia tinggi,
kapasitas tukar kation sedang sampai tinggi dan koloid tanah bermuatan
permukaan bervariasi. Epipedon penciri antara lain melanik, umbrik atau
okrik, sedangkan horizon kambik terdapat di lapisan bawah. Luas
Andisols: 910.000 km2 atau 0.7% dari luas permukaan bumi.
2.8.6 Mollisol
Mollisols adalah tanah padang rumput atau prairie yang dicirikan
dengan horizon permukaan yang tebal dan gelap. Epipedon penciri
adalah mollik yang mempunyai kejenuhan basa dan karbon organik yang
tinggi serta berstrutur granular atau remah. Horizon bawah antara lain
kambik, argillik, albik, natrik, gipsik ataupun duripan tetapi tidak
mungkin memiliki horizon oksik ataupun spodik.
Kesuburan alaminya tinggi akibat akumulasi bahan organik yang
kaya dengan kandungan Ca dan Mg dari hasil dekomposisi akar
rumputrumputan. Berarti Mollisols adalah tanah pertanian yang paling
subur di dunia. Luas Mollisols: 9 juta km2 atau 7% dari luas permukaan
bumi.
2.8.7 Oxisols
Oxisols adalah tanah yang telah mengalami proses pelapukan yang
intensif dan biasanya dijumpai pada daerah tropis. Kandungan mineral
liat tinggi terutama mineral Fe dan Al oksida, kuarsa dan kaolinit tetapi
hanya sedikit atau tidak ada sama sekali mineral primer. Epipedon
penciri adalah okrik atau umbrik. Horizon bawah adalah oksik ataupun
kandik. Secara umum Oxisols mempunyai kesuburan alami yang rendah,
tetapi dapat menjadi produktif dengan penambahan pupuk, bahan
organik atau kapur. Defisiensi P sering terjadi akibat fiksasi oleh oksida
Fe dan Al. Luas Oxisols: 9.8 juta km2 atau 7.5% dari luas permukaan
bumi.
2.8.8 Ultisol
Ultisols adalah tanah masam, mempunyai kejenuhan basa rendah
dan terjadi akumulasi liat di horizon bawah. Terdapat di daerah hutan
tropis basah, biasanya pada landscape tua dan stabil. Proses
pembentukan Ultisols adalah pelapukan, translokasi dan akumulasi
mineral liat di horizon B. Epipedon penciri adalah okrik atau umbrik dan
di horizon bawah dijumpai argillik atau kandik yang lebih masam dari
horizon atas.
Ultisols mempunyai kesuburan alami yang relatif rendah, berwarna
kekuningan atau kemerahan akibat pembentukan Fe oksida. Dengan
penambahan pupuk, bahan organik ataupun kapur, tanah ini dapat
menjadi lebih produktif. Luas Ultisols: 11 juta km2 atau 8.5% dari luas
permukaan bumi.
2.8.9 Vertisol
Vertisols adalah tanah yang kaya akan mineral liat yang dapat
mengembang dan menyusut akibat perubahan kadar air. Tanah menjadi
lekat waktu basah ataupun retak-retak jika kering. Ciri khas Vertisol
lainnya adalah ditemui mikro relief ‘gilgai’, slickenside, pH dan kadar
basa yang relatif tinggi. Tanah ini berwarna gelap atau kehitaman
dengan kadar bahan organik mencapai 6%. Vertisols merupakan tanah
yang bermasalah karena menjadi lekat, licin dan plastis waktu basah
serta sangat keras waktu kering Luas Vertisols: 3.2 juta km2 atau 2.4%
dari luas permukaan bumi.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat
0

Gambar 3.1 Tabung reaksi Gambar 3.2 Corong Gambar 3.3 Gelas ukur

Gambar 3.4 Pipet tetes Gambar 3.5 Kertas saring Gambar 3.6 Gelas piala

Gambar 3.7 ErlenmeyerGambar 3.8 Batang pengaduk Gambar 3.9 Pipet volume

3.2 Bahan
a. Indikator (Percobaan IV)
b. Pereaksi Nessler
c. BaCl2
d. Aquadest
e. Ammoniun Asetat Ph 4,8
f. AgNO3
g. KCl
h. HCl
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Ph Tanah
Timbang 5 gram tanah, masukkan kedalam gelas piala kemudian
50 mL air dan kocok diamkan 20-30 menit (sesekali diaduk).
Selanjutnya disaring dan filternya digunakan untuk menentukan Ph
tanah.
3.3.2 Identifikasi SO42- dan Cl-
Kerjakan seperti pada (1. pH tanah), air diganti dengan amonium asetat
Ph 4,8, kemudian ambil 20 mL filter, jika berwarna hilangkan dengan
arang aktif . 10 mL larutan ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan Na2CO3 sampai terjadi endapan sempurna (> 50 tetes tidak
terbentuk endapan sempurna, berarti SO42-, tidak ada). Kemudian
siapkan 2 buah tabung reaksi dan masing – masing diisi dengan 2 mL
filtrate. Tabung pertama di tambahkan HCl dan BaCl 2 dan tabung kedua
di tambahkan AgNO3 lalu amati dan catat perubahan yang terjadi.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan


Tabel 4.1.1 pH Tanah
Filrat + Indikator Pengamatan
MV Ungu
MO Orange
MM Kuning
BTB Hijau
PP Tidak Berwarna
AL Merah
KT Kuning

Tabel 4.1.2 Identifikasi SO42- dan Cl-


Filrat+ Senyawa Pengamatan
NaCO3 Tidak ada SO42-
HCl dan BaCl3 Tidak ada Cl-
AgNO3 Tidak ada perubahan

Tabel 4.1.3 Identifikasi NH4+


Filrat + Pelarut Pengamatan
Larutan berwarna kuning. NH4 tidak
Nesseler
ada.

4.2. Reaksi
SO42- + BaCl BaSO4 + 2 Cl-
Cl- + AgNO3 AgCl + NO3-
Na4 + pereaksi nesseler
4.3. Perhitungan

pH1 +pH2
pH = 2
2+2,3
= 2
4,3
= = 2,1
2

4.4. Pembahasan
Seperti yang tertera pada tabel 4.1.1, bahwa seluruh indikator memiliki
warna kecuali pada indikator PP yang tidak menghasilkan warna ketika di
reaksikan. Pada tabel 4.1.2 diketahui bahwa pada senyawa NaCO 4 tidak ada
SO4-, pada senyawa HCl dan BaCl3 tidak ada Cl- dan pada senyawa AgNO3
tidak ada perubahan yang terjadi. Pada tabel 4.1.3 diketahui bahwa pada
pelarut Nesseler terdapat larutan yang berwarna kuning, namun NH 4 tidak
ada.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Reaksi atau dilambangkan dengan pH menunjukkan derajat keasaman
suatu media. Dan pada tanah memiliki 2 sifat, yakni sifat asam dan basa.
Dan pada sifat tersebut memiliki pH yang berbeda. pH asam < 6,5
sedangkan pH basa > 7,5 dan pH netral yakni diantara 6,5-7,5.
Seluruh sampel yang digunakan dalam percobaan (1) ini memiliki pH-
nya masing-masing, ada yang rendah dan adapula yang tinggi. Dan pada
percobaan (2), hasil dari percobaan tersebut menyatakan bahwa senyawa
SO4- dan Cl- tidak ada dalam senyawa yang telah di filrate.

5.2. Saran
5.2.1. Laboratorium
Saran saya untuk laboratorium agar bisa ditambahkan ruangan
asistensi untuk praktikan bisa menunggu di dalamnya dan
mengadakan papan tulis didalam laboratorium agar ketika asistensi
praktikan dapat lebih memahami penjelasan dari asisten.
5.2.2. Asisten
Saran saya mungkin waktu diadakannya asistensi bisa
dipercepat lagi agar asistensi pada malam hari bisa diminimalisir.
Ayat Yang Berhubungan
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin
Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana.
Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi
orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Al-A’raf: 58)
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., Darmawan Putri, N., Sandrawati, A., Rachmat Harryanto, Dan, Ilmu
Tanah Dan Sumberdaya Lahan, D., Pertanian Universitas Padjadjaran, F.,
Program Studi Agroteknologi, A., & Pertanian Universitas Padjadjaran Jl
Raya Bandung Sumedang Km, F. (2018). Pengaruh Posisi Lereng Terhadap
Sifat Fisika Dan Kimia Tanah Pada Inceptisol s Di Jatinangor (Vol. 16, Issue
2).

Batu, H. M. R. P., Talakua, S. M., Siregar, A., & Osok, R. M. (2019). Status
Kesuburan Tanah Berdasarkan Aspek Kimia Dan Fisik Tanah Di DAS Wai
Ela, Negeri Lima, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Jurnal
Budidaya Pertanian, 15(1).

Fiantis, D., Pengembangan, L., Informasi, T., & Komunikasi, D. (N.D.).


Morfologi Dan Klasifikasi Tanah.

Institut, A. M., Keislaman, I., Hasan, Z., & Probolinggo, G. (N.D.). Islamic
Akademika : Jurnal Pendidikan& Keislaman Menjaga Kelestarian Tanah:
(Respon Fiqh Terhadap Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Dan Pupuk
Kandang Dalam Pertanian).

Purwaningrum, Y. (N.D.). Peranan Cacing Tanah Terhadap Ketersedian Hara Di


Dalam Tanah. 1(2).

Setiawan, A., Arifin, M., Harryanto, R., Apong Sandrawati, Dan, & Pengajar
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jl Raya Bandung Sumedang Km,
S. (2018). Hubungan Karakteristik Topografi Dengan Sifat-Sifat Fisika
Tanah Studi Kasus: Sub DAS Citarik, DAS Citarum Hulu (Vol. 16, Issue 1).

Yadi Tang, B., Dani Swari, W., Studi Manajemen Pertanian Lahan Kering, P.,
Manajemen Pertanian Lahan Kering, J., Pertanian Negeri Kupang Jalan
Herman Yohanes, P., Studi Pendidikan Matematika, P., Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan, F., Muhammadiyah Kupang Jalan Ahmad Dahlan, U. K., &
Alamat, I. (2018). Karakterisasi Struktur Bawah Permukaan Tanah
Pekebunan Pada Kebun Contoh Politani Kupang Menggunakan Metode
Georadar. Jurnal Geocelebes, 2(2), 70–77.

Anda mungkin juga menyukai