Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336127555

Studi Farmakokinetika Kodein Pada Kelinci Setelah Pemberian Intravena


Bolus

Article · August 2019


DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p07

CITATIONS READS

0 25

3 authors, including:

I Made Agus Gelgel Wirasuta Dewa AYU Swastini


Udayana University Udayana University
44 PUBLICATIONS   19 CITATIONS    10 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Green algae View project

Raman Spectrophotometry View project

All content following this page was uploaded by I Made Agus Gelgel Wirasuta on 08 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2: 151-156
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p07
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti
No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Studi Farmakokinetika Kodein pada Kelinci setelah Pemberian Intravena


Bolus
(PHARMACOKINETIC CODEINE IN RABITT AFTER BOLUS INTRAVENOUS)
I Made Agus Gelgel Wirasuta*, Ni Made Listiari, Dewa Ayu Swastini,
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan Badung Bali, Indonesia 80361.
*Email: mgelgel1@yahoo.de
ABSTRAK
Kodein sering ditemukan dalam heroin ilegal. Pemanfaatan kodein sebagai marker pengguna heroin
ilegal diperlukan data farmakokinetik kodein. Sebelas kelinci diinjeksi dengan 11,04 mg kodein melalui
vena marginalis. Darah diambil pada menit ke-5, 15, 30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian. Serum
disimpan pada suhu -20 oC sebelum dianalisis. Protein darah diendapkan menggunakan isopropanol.
Kodein diekstraksi menggunakan kloroform: isopropanol (3:1) dengan dafar fosfat 0,2 N, pH 9,3
kemudian dielusi dengan fase gerak toluene-asetone-etanol-amonia (45:45:7:3) dan fase diam plat
alamunium silika Gel 60 F254. Kodein ditetapkan dengan spektrofotodensitometri pada 215 nm. Batas
deteksi dan kuantisasi kodein adalah 184,43 ng/spot dan 563,62, berturut-turut. Rerataan perolehan
kembali ekstraksi adalah 60,60%. Profil konsentrasi kodein menurut pada fase awal dan kembali
meningkat pada pase akhir, hal ini menandakan telah terjadi siklus enterohepatis. Kodein mengikuti
kompartemen model orde pertama dengan waktu paruh 30,61 menit dan volume distribusi 7760,50 mL.
Siklus enterohepatika mengakibatkan perpanjangan waktu paruh.
Kata kunci: kodein; farmakokinetik; kelinci; TLC-spektrofotodensitometri
ABSTRACT
The codeine has been used as a marker for illicit heroin uses, that for to increasing differentiating
illicit heroin uses, it needs the codeine pharmacokinetic data. Eleven rabbit have been injected 11.04
mg codeine (with body weight: ± 1.8 kg) via marginal vena. Blood have taken at every 5, 15, 30, 60,
90, and 120 minutes. Serum has stored at -20 0C before analyzed. Blood protein was predicated by
isoprophanol. Codeine was extracted with chloroform-isopropanol (3:1) and buffer phosphate 0.2N pH
9.3 then separated by phase toluene-acetone-ethanol-ammonia (45:45:7:3) as mobile phase and
aluminum sheet of silica thin layer chromatography Gel 60 F254 as stationary phase. Codeine determined
by spectrophotodensitometry at 215 nm. Limit of detection and limit of quantification of codeine was
184.43 ng and 563.62 ng per spot, respectively the percentage recovery of in vitro was 60.60%. Profile
concentration of codeine after IV bolus showed decreasing concentration at first terminal and increasing
codeine concentration at last terminal that indicated an enterohepatic cycle. Codeine pharmacokinetic
followed first compartment with the half time was 30.61 minutes and the distribution volume were
7760.50 mL. Enterohepatic cycle caused prolonged lifetime of codeine at rabbit.
Keywords: codeine; pharmacokinetic; rabbit; TLC-spectrophotodensitometry

PENDAHULUAN opiat lainnya (Schiff, 2002). Kodein akan


terasetilasi membentuk asetilkodein. Jika
Kodein adalah narkotika golongan
seseorang mengkonsumsi heroin ilegal,
ketiga. Kodein hanya dapat digunakan
maka di dalam tubuh akan ditemukan
untuk keperluan pengobatan. Kodein sering
metabolit dari heroin dan asetilkodein.
ditemukan sebagai pengotor dalam heroin
Asetilkodein di dalam tubuh terhidrolisis
ilegal. “Heroin-ilegal” adalah hasil sintesa
menjadi kodein. Kodein kemudian
dari opium. Opium mengandung sekitar (8-
mengalami glukoronidasi membentuk
17%) morfin, (0,7-5%) kodein, dan alkaloid

151
Buletin Veteriner Udayana Wirasuta et al.

kodein 6 glukoronid, dan sekitar 10% akan diperoleh dari PPOM-BPOM RI di Jakarta.
mengalami O-demetilasi membentuk Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri
morfin (Nagy et al., 1999). dari metanol, kloroform, isopropanol,
Wirasuta (2005), memanfaatkan rasio toluene, aseton, etanol, ammonia pekat
[kodein]/[morfin] dalam membedakan yang kesemuanya derajat pro analisis
pengguna heroin ilegal dengan kodein. (MERCK). Plat Al-TLC si 60 GF 254 dan
Ketepatan pemanfaatan rasio pelat HPTLC si 60 GF 254 (MERCK)
[kodein]/[morfin] ditentukan oleh laju ukuran 10x10 cm.
eliminasi kodein dan morfin di dalam Peralatan yang digunakan dalam
tubuh. Ratio di atas ditentukan oleh waktu penelitian ini meliputi alat-alat gelas,
paruh morfin dan kodein. Sehingga timbangan analitik (AND GR-200), micro
pengetahuan akan waktu paruh eliminasi syringe 100µL (Camag), Linomat 5
kodein itu sendiri bermanfaat dalam (Camag-131210), pH meter (Hanna), TLC
penggunaan rasio [kodein]/[morfin] pada Scanner 3 (Camag-Muttenz-Zweitzerland),
pembedaan pengguna heroin ilegal dengan Sentrifuga (Clements), oven (memmert),
kodein. Adanya masalah etik untuk ultrasonik (Quigg) dan shaker (IKA).
melakukan penelitian tentang Pembuatan larutan injeksi kodein
farmakokinetika pada manusia, Kodein ditimbang dengan seksama
mengarahkan penelitian studi sebanyak 0,0110 gr di dalam vial,
farmakokinetika kodein menggunakan kemudian disterilkan pada oven dengan
kelinci sebagai hewan percobaan. Metode suhu 1100 C selama 30 menit. Vial
yang digunakan untuk mengidentifikasi rekonstruksi dengan air aqua steril
sekaligus menetapkan kodein di dalam sebanyak 0,5 mL dan kocok hingga semua
sampel biologis sedapatnya bersifat cepat, kodein terlarut
akurat, dan tentu saja murah. Kromatografi
lapis tipis yang dipadukan dengan Analisis kodein dalam darah
spektrodensitometri (KLT- Sebanyak 11 kelinci galur lokal
spektrodensitometri) merupakan salah satu disiapkan. Sebelum penyuntikan kodein,
alternatif yang dapat digunakan untuk dilakukan pengambilan sampel t0. Sampel
analisis kodein pada sampel biologis. darah kelinci diambil sebanyak 8 kali yaitu
Tujuan dibuatnya penelitian ini adalah pada waktu 5, 15, 30,t60, 90, dan 120,
untuk mengetahui farmakokinetika dari menit setelah injeksi. Sampel darah diambil
kodein dalam tubuh kelinci setelah sebanyak 0,5 mL menggunakan syringe,
pemberian kodein secara intravena serta yang telah diberikan heparin, dari vena
mengetahui pemanfaatan teknik analisis pembuluh darah telinga kelinci. Sampel
TLC-spektrofotodensitometri dalam darah dimasukkan ke dalam eppendorf 1,5
analisis kodein dalam darah kelinci. Hasil mL lalu disimpan pada suhu minus 20 0C.
yang diperoleh kemudian dapat Masing-masing sampel ditambah 1 mL
diekstrapolasikan ke manusia sehingga isopropanol, kemudian disentrifugasi
dapat digunakan untuk menentukan laju dengan pada 8000 rpm selama 5 menit.
eliminasi kodein dalam tubuh, serta Sebanyak 0,5 mL sepernatan dipindahkan
kedepannya dapat bermanfaat dalam ke dalam tabung sentrifuga, kemudian
penentuan waktu pemakaian heroin dan ditambahkan 0,5 mL buffer fosfat dengan
jenis narkotika yang digunakan guna pH 9,3 dan 3 mL campuran pelarut
kepentingan bidang toksikologi forensik. isopropanol dan kloroform (1:3). Masing-
masing tabung dikocok dengan pengaduk
METODE PENELITIAN mekanik dengan kecepatan 3000 rpm
Materi penelitian selama 15 menit hingga terbentuk emulsi,
Kodein fosfat, diperoleh dari Kimia kemudian disentrifugasi pada kecepatan
Farma dan standard baku pembandingnya 3500 rpm selama 15 menit. Lapisan

152
Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2: 151-156
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p07

kloroform dipisahkan dan dipidahkan ke (LOQ) dan batas deteksi (LOD)


dalam tabung yang baru, dan diuapkan pengukuran. Perolehan kembali penetapan
menggunakan penangas air. Ekstrak kering kadar kodein di dalam plasma ditampilkan
direkonstruksi menggunakan 25 µL dalam Tabel 3. Validasi metode penetapan
metanol lalu di ultrasonik untuk kadar kodein memenuhi kriteria dan dapat
melarutkan. Semua ekstrak ditotolkan pada digunakan dalam perhitungan
plat. farmakinetika kodein pada kelinci.
Larutan standar kodein dengan Tabel 1 Presisi penetapan kadar kodein
konsentrasi 50 ng/ µL. Larutan standard dengan Spektrofotodensitometri (n=6)
ditotolkan pada plat mengunakan Linomat
ng/spot Rataan KV
5 pada volume 2 µL, 5 µL, 10 µL, dan 25
µL sehingga diperoleh jumlah penotolan 78,1 799.5 9.4
sebanyak 100, 250, 500, dan 1250 ng 195,3 1756.2 10.6
kodein fosfat. 976,3 6701.1 9.1
Penotolan dilakukan pada jarak 10 mm
dari tepi kiri dan bawah plat. Plat dielusi Tabel 2. Nilai batas deteksi dan ban batas
menggunakan sistem pengembangan kuantitasi
toluen:aseton:etanol: amonia P (45:45:7:3 Plat LOD (ng) LOQ (ng) Linieritas
v/v). Pejenuhan chember dilakukan selama 1 118,77 395,91 0,99
30 menit, kemudian plat dielusi sampai 90 2 121,53 98,13 0,99
mm dari tepi bawah. Plat kemudian 3 294,66 982,21 0,99
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C 4 72,08 240,27 0,99
selama 5 menit. 5 220,58 735,29 0,99
Kromatogram dibaca dibawah TLC- 6 278,97 929,91 0,99
Scanner 3, dengan sistem reflaktan pada Rataan 184,43 563,62 0,99
celah sinar datang 6 x 0,3 mm, panjang Profil konsentrasi kodein pada kelinci
gelombang λmax 212 nm, masing-masing setelah pemberian kodein secara intravena
puncak kromatogram dirajah spektrum UV pada Gambar 1, memperlihatkan bentuk
insitu pada rentang panjanggelombang (190 profil dari tiap kelinci berbeda-beda
s/d 400 nm). terutama pada menit awal (menit ke 5-60).
Validasi Profil kelinci 1, 2, 3, 8, 10 dan 11
Validasi metode meliputi penetapan menunjukkan penurunan konsentrasi
presisi, akurasi, batas deteksi, batas kodein dalam darah tiap satuan waktu.
kuantifikasi, rentang linearitas, dan Namun sedikit berbeda pada profil kodein
perolehan kembali. Uji validasi mengacu kelinci 4, 5, 6, 7, dan 9, dimana pada menit
pada metode ICH 2004. awal (t=5) terjadi peningkatan konsentrasi
Perhitungan parameter farmakokinetik kodein sebelum akhirnya konsentrasi
kodein kodein menurun sampai menit ke 60.
Kadar kodein dalam darah persatuan Pemberian obat secara injeksi intravena
waktu ditetapkan parameter cepat (iv bolus) mengakibatkan seluruh
farmakokinetiknya menggunakan metode obat masuk dalam tubuh dengan segera.
kompartemen model. Waktu paruh, tetapan Distribusi obat keseluruh jaringan ditandai
laju eliminasi dan volume distribusi (Vd) dengan adanya penurunan konsentrasi obat
sesuai dengan persamaan dari dalam darah tiap satuan waktu. Perbedaan
kompartemen yang digunakan. profil ini dapat disebabkan oleh banyak
HASIL DAN PEMBAHASAN faktor. Optimalnya proses ekstraksi sangat
berpengaruh pada titik-titik kadar tiap
Presisi penetapan kadar kodein waktu dari profil kodein tiap kelinci. Tabel
ditampilkan pada Tabel 1, sedangkan Tabel 2 menampilkan rentang persentase
2 menggambarkan nilai batas kuantitasi

153
Buletin Veteriner Udayana Wirasuta et al.

perolehan kembali ekstraksi kodein dalam


darah kelinci secara in vitro yang cukup
luas. Hal ini mendasari berbedanya bentuk
profil pada beberapa kelinci sehingga perlu
adanya evaluasi ulang pada proses ekstrasi.
Tabel 3. Perolehan kembali ekstraksi
kodein dalam darah kelinci secara in vitro
dengan dapar fosfat
Kadar Hasil %
(ng) ekstraksi(ng) perolehan
kembali
1 520,7 340,83 65,5
2 208,3 155,72 74,8
3 520,7 216,06 41,5 Gambar 1. Profil konsentrasi kodein pada
kelinci setelah pemberian IV
Standar Deviasi 17,2
Penetapan kompartemen
Rata-rata 60,6
farmakokinetik dapat dilakukan dengan
Koefisien variansi (%) 28,3
melihat profil konsentrasi dari tiap-tiap
Pada kelinci 2, 3, 4, 5 dan 6 diamati kelinci pada Gambar 1. Pada Gambar 2
peningkatan Profil kodein pada menit ditampilkan plot antara log konsentrasi
terakhir (>120 menit) menunjukkan bentuk kodein dengan waktu dari tiap-tiap kelinci.
profil yang sama pada seluruh kelinci Penentuan model kompatemen ini
dimana terjadi peningkatan kadar kembali diperoleh dengan memplot logaritma
dari kodein. Hal ini tampak pada gambar 1, konsentrasi kodein dengan waktu. Namun,
dari profil kelinci 2 sampai 6. Namun pada dari semua uji menunjukkan adanya siklus
kelinci lainnya peningkatan kadar kembali enterohepatik pada akhir terminal yaitu
ini tidak dapat diamati karena sulitnya pada menit di atas 120 menit seperti pada
memperoleh data pada menit terakhir. Hal gambar 1. Sehingga untuk menentukan
ini disebabkan karena adanya siklus kompartemen farmakokinetik hanya
enterohepatik yaitu reauptakenya kodein digunakan data kadar dalam darah pada
kembali ke dalam sirkulasi darah sehingga waktu di bawah 120 menit, karena sampai
memperpanjang waktu tinggal morfin di saat ini kompartemen untuk adanya siklus
dalam tubuh. Suatu senyawa yang enterohepatik belum ada serta sulitnya
diekskresikan ke dalam empedu dan menetapkan model yang tepat. Profil
memasuki intestinum dapat mengalami konsentrasi yang dihasilkan menunjukkan
ekskresi melalui feses, namun mikroflora adanya laju penurunan konsentrasi obat
usus yang terdapat diintestinum dapat secara konstan mengikuti model
menghidrolisis berbagai metabolit kompartemen satu.
glukoronid sehingga memungkinkan Parameter farmakokinetik dihitung
senyawa tersebut diserap kembali dan dengan persamaan dan perhitungan dari
masuk kedalam sirkulasi dalam dalam model kompartemen satu. Nilai tetapan
bentuk utuhnya (Texier et al., 1998). farmakokinetik (k) diperoleh dari plot
Kodein mengalami glukuronidasi dihati antara logaritma konsentrasi kodein dengan
menjadi kodein-6-glukuronida lalu waktu dimana daerah penyebaran data
diekskresikan ke dalam usus halus, dan membentuk garis linier. Persamaan garis
oleh enzim β-gukuronidase yang dihasilkan linier yang diperoleh memiliki nilai aras
oleh flora normal usus bentuk glukuronida kepercayaan 10% sehingga membatasi nilai
kodein dihidrolisis menjadi bentuk kodein linieritas (r) lebih besar sama dengan 0,90
kembali (Rowland and Tozer, 1995). (≥0,90).

154
Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2: 151-156
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2019
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i02.p07

Gambar 2. Kurva log konsentrasi kodein terhadap waktu


Keterangan: K-n = kelinci ke-n, [COD] = konsentrasi kodein, t = waktu (menit)
Tetapan laju reaksi farmakokinetik Nilai Cp0 digunakan dalam menentukan
yang dinyatakan dalam satuan waktu-1 nilai volume distribusi. Nilai volume
(menit -1) digunakan dalam menentukan distribusi (Vd) dapat dihitung dari
nilai waktu paruh. Nilai parameter persamaan (12), dan ditampilkan seperti
farmakokinetik berupa nilai tetapan pada Tabel 5
farmaskokinetik (k) dan waktu paruh SIMPULAN
ditampilkan pada Tabel 4.
Profil farmakokinetika kodein
Tabel 4. Nilai Parameter farmakokinetik mengikuti model kompartemen satu. Nilai
dan waktu paruh parameter kodein berupa waktu paruh
Kelinci K (menit -1) t 1/2 (menit) (t1/2) dan Volume distribusi (Vd) berturut-
1 0,0133 52,11 turut sebesar 30,61 menit dan 7760,50 ml.
2 0,0300 23,10 Teknik analisis TLC-
3 0,0309 22,43 spektrofotodensitometri dapat digunakan
4 0,0171 40,76 untuk menganalisis kodein dalam darah
5 0,0473 14,65 kelinci.
Rata-rata 30,61
Keterangan: k = tetapan farmakokinetik; SARAN
t1/2 = waktu paruh Saran dilakukan studi intraindividual
Tabel 5. Nilai volume distribusi pemberian morfin dan kodein bersamaan.
Kelinci Cp0 (ng/ml) Vd (ml) UCAPAN TERIMAKASIH
1 399,15 21600,90
Terimakasih penulis ucapkan kepada
2 2704 3188,61
semua pihak yang telah membantu
3 1818 4742,57
kelancaran penelitian ini.
4 1486,7 5799,42
5 2484 3471,01 DAFTAR PUSTAKA
Rata-rata 7760,50 Nagy AD, Rivier L, Giroud C, Augsburger
Keterangan : Cp0 = konsentrasi plasma M, Mangin P. 1999. Method for
pada t=0; Vd = volume distribusi quantification of morphine and its 3-

155
Buletin Veteriner Udayana Wirasuta et al.

and 6-glucuronides, codeine, codeine Plisson H, Raynal JP, Vivent D. 1998.


glucuronide and 6- Transit, an experimental archaeological
monoacetylmorphine in human blood program in periglacial environment:
by liquid chromatography electrospray problem, methodology, first results. Int.
mass spectrometry for routine analysis J. Geoarchaeol. 143(5): 433-473.
in forensic toxicology. J. Wirasuta IMAG. 2005. Hambatan dalam
Chromatograph. 854: 109-118. penegakan Undang-Undang No. 22 Th
Rowland M, Tozer TN. 1995. Clinical 1997 tentang narkotika, khususnya
pharmacokinetics concepts and pada penyalahgunaan narkotika
application. 3rd Ed. Lippincott Williams golongan opiat ditinjau dari sifat
& Wilkuns. Philadelphia. farmakokinetiknya. Dalam: Wirasuta I
Schiff P. 2002. Opium and its alkaloids. MAG, Yowani SC, Suaniti NM,
Am. J. Pharmaceutic Edu. 66: 186-194. Wirajana N, Junitha K, Alit IB, I.B.P.,
Shargel L, Yu A. 1999. Biopharmacetics Leliqia, E., Ariantari. Peranan
and pharmacokinetic. 4th Ed. United Kedokteran Forensik Dalam
State. Prentice-Hall International Inc. Penegakan Hukum Di Indonesia. Bali:
Texier JP, Bertran P, Coutard JP, Francou Universitas Udayana, Pp: 127-132.
B, Gabert P, Guadelli JL,Ozouf JC,

156

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai