Usulan Skripsi
diajukan oleh:
Khusnul Hidayah
1041611093
i
ii
Usulan skripsi
diajukan oleh :
Khusnul Hidayah
1041611093
Pembimbing II
ii
SARI
Kata kunci : pewarna alami, ekstrak daun teak, lip matte liquid, metode ekstraksi
berbantu gelombang ultrasonik, uji iritasi akut dermal
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto (2019) mengungkapkan postur
skala industri kosmetik di Indonesia saat ini didominasi hingga 95 persen dari
industri kecil dan menengah, sedangkan sisanya merupakan industri besar.
Menurutnya, adanya tren masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature),
membuka peluang bagi produk jamu dan kosmetik berbahan alami.
Salah satu produk kosmetik yang dapat dikembangkan dari bahan alam
adalah lip matte liquid. Lip matte liquid merupakan salah satu produk pewarna bibir
yang mampu memberikan efek warna lebih lama pada bibir. Tekstur lip matte liquid
pun bervariasi, ada cair, creamy, sampai gel. Lip matte liquid merupakaan sediaan
berbasis air (water-based) sehingga akan cenderung lebih tahan saat terkena
minyak.
Adanya tren kembali ke alam membawa tuntutan tersendiri untuk
memanfaatkan pewarna alami sebagai bahan dasar kosmetika dekoratif masa kini.
Bahan alam yang dapat dijadikan pewarna alami dan berpotensi untuk diekstrak
menurut Hanum (2000) adalah antosianin. Salah satu sumber antosianin yang
murah dan benyak terdapat di Indonesia adalah pada pucuk daun teak (Tectona
grandis Linn.). Hasil penelitian Fathinatullabibah, dkk. (2014) menunjukkan bahwa
daun jati muda mengandung senyawa antosianin sebesar 273,03 mg/liter (0,0273%)
pada pH 3 dan 268,85 mg/liter (0,0269%) pada pemanasan dengan suhu 75ᴼ C.
Sedangkan dari penelitian Qadariyah, dkk. (2018) hasil optimum ekstrak daun jati
sekitar 42,79% pada pH 3 dan waktu ekstraksi 20 menit dengan pelarut aquades
menggunakan metode ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik.
Setyawati R. dan Meldina R. Pratama (2018) dalam penelitiannya telah
berhasil memformulasikan lipstik dari ekstrak daun teak dengan komponen formula
lipstik yaitu cera alba, lanolin, vaseline, cetyl alcohol, parafin solid, oleum ricini,
oleum rosae, propilen glikol, butil hidroksioluena, metil paraben, dan penambahan
ekstrak daun jati (teak) dengan konsentrasi 0%, 18%, dan 22%. Bahan lipstik
mudah diaplikasikan, stabil, warna cokelat, homogen, titik leleh 60℃, kisaran pH
1
2
antara 3 atau 4 dan lipstik memiliki titik putus 500 gram. Ekstrak daun teak
(Tectona grandis Linn.) dapat digunakan sebagai pewarna atau warna lipstik.
Dengan alasan di atas maka dilakukan penelitian menggunakan daun teak sebagai
pewarna alami dalam formulasi dan evaluasi sediaan kosmetik lip matte liquid.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstrak pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.) dapat diformulasikan
sebagai sediaan kosmetika lip matte liquid?
2. Bagaimanakah mutu dari sediaan lip matte liquid ekstrak daun teak (Tectona
grandis Linn.)?
3. Bagaimanakah keamanan mutu terkait iritasi dermal akut dari sediaan lip matte
liquid ekstrak daun teak (Tectona grandis Linn.)?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka batasan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Tanaman yang digunakan adalah daun teak (Tectona grandis Linn.) yang
diperoleh dari Dusun Karangbolo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten
Semarang, Provinsi Jawa Tengah dengan bagian tanaman yang digunakan
adalah pucuk daun segar atau daun yang masih muda.
2. Ekstrak pucuk daun teak merupakan ekstrak kental yang diperoleh dari metode
ekstraksi berbantu gelombang ultrasonik dengan penyari berupa campuran
aquadest dengan dapar sitrat pH 3.0 pada suhu 75℃ selama 20 menit.
3. Sediaan lip matte liquid adalah sediaan liquid yang dikemas dalam tabung ber-
aplikator untuk memberi warna yang padat dan tahan lama pada bibir.
4. Evaluasi sediaan lip cream ekstrak ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) meliputi
uji organoleptis, homogenitas, daya oles, pH, viskositas, stabilitas dipercepat,
uji iritasi akut dermal, dan uji ketahanan warna.
5. Uji iritasi dilakukan menurut metode uji iritasi akut dermal PerKBPOM No.7
Tahun 2014 tentang pedoman uji toksisitas nonklinik secara in vivo pada
kelinci albino.
3
6. Obyek uji iritasi akut dermal menggunakan kelinci albino galur New Zealand
seberat 2 kg yang didapat dari peternakan kelinci di Kota Salatiga.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka tujuan pada penelitian ini
adalah:
1. Untuk memformulasikan ekstrak pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.)
menjadi sediaan kosmetika lip matte liquid.
2. Untuk mengetahui mutu sediaan kosmetika lip matte liquid ekstrak pucuk daun
teak (Tectona grandis Linn.) melalui beberapa evaluasi.
3. Untuk mengetahui tingkat keamanan mutu terkait iritasi dermal akut dari
sediaan lip matte liquid ekstrak daun teak (Tectona grandis Linn.).
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan bahwa daun
teak (Tectona grandis Linn.) dapat dimanfaatkan sebagai salah satu zat warna
pada sediaan kosmetik khususnya lip matte liquid.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
masyarakat pada umumnya, dan peneliti pada khususnya, tentang manfaat
ekstrak daun teak (Tectona grandis Linn.) sebagai salah satu potensi alam yang
dapat diolah untuk mengembangkan produksi kosmetik di Indonesia dan tingkat
keamanannya secara nonklinis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan tentang Tanaman Daun Teak
2.1.1.1 Klasifikasi Tanaman
Berdasarkan literatur diperoleh data klasifikasi taksonomi dari tanaman teak
(Tectona grandis Linn.) berikut:
Kingdom : Plantae – Tanaman
Subkingdom : Tracheobionta – Tanaman berpembuluh
Superdivisio : Spermatophyta – Tanaman berbiji
Divisio : Magnoliophyta – Tanaman berbunga
Class : Magnoliopsida – Berbiji ganda
Subclass : Astridae
Ordo : Lamiales
Familia : Verbenaceae – Verbena
Genus : Tectona Linn. – Tectona
Species : Tectona grandis Linn. – Teak
(Khera, Neha dan Sangeeta Bhargava, 2013)
(Koleksi Pribadi)
2.1.1.2 Sinonim
Berdasarkan literatur didapat beberapa sinonim atau nama lain dari tanaman
Tectona grandis Linn. dalam berbagai bahasa di beberapa negara, sebagai berikut:
English : Indian Teak, Teak.
Indonesia : Jati
Hindi : Sagwan, Sagauna, Sagu, Sagun, Sakhu.
4
5
Thailand, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah
spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa
kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilanka, dan Vietnam. Namun,
pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Di Afrika dan
Karibia juga banyak dipelihara. Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di
keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman
di Srilanka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam
(awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun
tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dengan
intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang
optimal adalah antara 0-700 m dpl, meski jat bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Jati
sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari
satu jenis pohon.
Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran
lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak
demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran
karena kulit kayunya tebal. Dan juga buah jati memiliki kulit tebal dan tempurung
yang keras. Hingga batas tertentu, jika terbakar lembaga biji jati tidak rusak.
Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat
musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk
secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran tersebut
dapat memicu kebakaran yang dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon
lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan
proses pemurnian tegakan jati, biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat
jenis-jenis pohon lain mati.
Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang
(memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan
fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air. Pada masa lalu, jati sempat dianggap
7
sebagai jenis asing yang dimasukkan ke Jawa, ditanam oleh orang Hindu ribuan
tahun yang lalu. Karena nilai kayunya, jati kini dikembangkan diluar daerah
penyebaran lainnya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru,
Pasifik dan Taiwan.
Dengan berkembangnya teknis budi daya, saat ini tanaman teak telah
menyebar di berbagai negara di Asia, di wilayah pasifik (Australia dan Fiji), di
Afrika dan di wilayah Amerika. Di Indonesia sendiri memiliki luas areal pertanian
yang relatif tinggi. Selain di Pulau Jawa, teak juga berkembang di beberapa daerah
lain seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTB, Maluku, Lampung, dan
Bali (Sumarna, 2011).
Idealnya, teak akan tumbuh dengan baik pada kawasan hutan dataran rendah
dengan kandungan hara optimal sebagai berikut : (Yahya, 2011)
1. Curah hujan antara 750-1500 mm/tahun
2. Suhu udara antara 34-42℃, dan
3. Kelembapan sekitar 70%.
2.1.1.5 Khasiat dan Kegunaan Tanaman
Kayu : sedatif, obat cacing, disentri, sakit kepala, antiinflamasi, pencahar,
neuralgia, artritis, dispepsia, perut kembung, batuk, penyakit kulit,
kusta, hemoroid, gangguan antibilious dan lipid.
Akar : pengobatan anuria, retensi urin.
Daun : antiinflamasi, lepra, penyakit kulit, stomatitis, borok, pendarahan,
hemoptisis.
Biji : diuretik, emolien, penyakit kulit. Minyak yang diperoleh dari biji
mendorong pertumbuhan rambut dan berguna pada eksim, kurap dan
untuk pemeriksaan kudis.
Kulit pohon : bronkitis, sembelit, obat cacing, disentri, diabetes, lepra, penyakit
kulit, leukoderma, sakit kepala, pencahar, ekspektoran, antiinflamasi,
gangguan pencernaan.
Bunga : bronkitis, diuretik, antiinflamasi, dipsia, kusta, penyakit kulit,
diabetes dan efektif pada kondisi yang disebabkan oleh cacing pitta.
8
sampai 100 kHz) digunakan untuk aplikasi sonokimia. High energy pada ultrasonik
dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari suatu material. Aplikasi dari kategori ini
untuk mengubah kondisi fisik bahan dan percepatan reaksi kimia tertentu.
Pemanfaatan ultrasonik dalam bidang kimia digunakan pada proses
ekstraksi, kristalisasi, sintesis bahan, dan pembuatan katalis. Salah satu
pemanfaatan ultrasonik dalam bidang ekstraksi dikenal dengan ultrasonic assisted
extraction (UAE). Teknik ini telah berhasil mengekstraksi berbagai senyawa yang
terkandung dalam buah, sayuran, dan bahan biologi lainnya. Penggunaan ultrasonik
untuk bidang pengolahan makanan dan industri pertanian merupakan hal yang baru.
Proses ektraksi pada bahan berlangsung dengan melewatkan tenaga
ultrasonik pada media perantara cairan (pelarut). Pada saat gelombang merambat,
medium (pelarut) yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran akan
memberikan pengadukan secara intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan
akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut sehingga akan
meningkatkan proses ektraksi. Getaran yang sangat cepat menimbulkan tekanan
tinggi dalam waktu yang sangat pendek di dalam medium cair. Getaran ultrasonik
di dalam cairan akan menimbulkan microbubbles dan pecah seketika yang disebut
kavitasi.
Gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrasonik secara lokal
dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga akan
terjadi pemanasan pada bahan tersebut dan melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat
efek ganda yang dihasilkan yaitu pengacauan dinding sel sehingga membebaskan
kandungan senyawa dari bahan dan pemanasan lokal pada cairan serta
meningkatkan difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan ke seluruh bagian cairan
diikuti dengan munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan
sehingga meningkatkan transfer massa antara permukaan padat-cair. Efek mekanik
meningkatkan penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung
pelepasan komponen sel, dan meningkatkan transfer massa (Keil, 2007).
Karakteristik gelombang ultrasonik yang mempengaruhi proses ekstraksi
adalah frekuensi dan intensitasnya (Jayasooriya dkk., 2007). Frekuensi tinggi akan
memperkecil tekanan minimum sehingga energi lebih banyak diperlukan untuk
11
Tetrahidrofuran 7.58
Metilenklorida 9.08
1-butanol 10.09
Piridina 12.30
2-butanol 15.80
n-butanol 17.80
2-propanol 18.30
1-propanol 20.10
Aseton 20.70
Etanol 24.30
Metanol 33.60
Asam formiat 58.50
Air 80.40
(Stahl, 1985)
Tetapan dielektrik memberikan informasi mengenai kepolaran suatu pelarut.
Semakin besar tetapan dielektriknya, maka pelarut tersebut semakin polar (Stahl,
1985).
Pemilihan cairan pelarut atau penyari harus mempertimbangkan banyak
faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat,
ramah terhadap lingkungan, ekonomis, aman untuk digunakan, kemudahan dalam
bekerja dan proses dengan pelarut tersebut dan diperbolehkan oleh peraturan yang
berlaku (Depkes RI, 1986).
2.1.3 Tinjauan tentang Bibir
Bibir adalah lipatan membran otot yang mengelilingi bagian anterior mulut.
Bibir atas dan bawah masing-masing disebut sebagai "labium superius oris" dan
"labium inferius oris". Titik di mana bibir bertemu kulit di sekitar daerah mulut
adalah perbatasan merah terang.
Tepat di atas zona transisi antara kulit dan zona merah terang adalah
lengkungan cupid. Kulit bibir memiliki 3-5 lapisan, sangat tipis dibandingkan
dengan kulit wajah yang memiliki hingga 16 lapisan. Kulit bibir membentuk
perbatasan antara kulit luar wajah, dan selaput lender interior bagian dalam mulut.
Kulit bibir tidak berbulu dan tidak memiliki kelenjar keringat.
13
4. Pigmen-Pigmen Sintetis
Dewasa ini, besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan zat
warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain
kuning, coklat sampai merah, dan macammacam violet. Pigmen sintetis putih
seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna
kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar
dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan
farmasi lainnya. Sejumlah senyawa cobalt digunaka sebagai pigmen sintetis warna
biru, khususnya warna cobalt dan ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau
yang kebiru-biruan.
5. Lakes Alam dan Sintetis
Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut
air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian
rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya menjadi bahan
pewarna yang hampir tidak larut dalam air, minyak, atau pelarut lain. Kebanyakan
lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali Florentine lake yang
diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna dari sayuran) di dalam
aluminum hidroksida. Lakes yang dibuat dari zat-zat warna asal coal-tar merupakan
zat pewarna terpenting di dalam bedak, lipstik, dan make-up warna lainnya.
2.1.2.4 Lips Make Up
Wanita dan make up merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Penampilan dapat menjadi suatu pembeda antara satu orang dengan orang lain.
Perbedaan dalam penampilan dapat didukung dengan menggunakan pakaian,
sepatu, perhiasan, dan kosmetik, namun lipstik menjadi hal yang paling penting
karena akan sangat terlihat saat merubah penampilan (Lipstick History, 2017). Pada
jaman dahulu lipstik masih dibuat dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti
buah berry dan tanaman untuk menambahkan pigmen warna pada lipstik (Sherrow,
2001).
Hingga saat ini, terdapat beragam jenis lips make up yang memiliki
karakteristik dan fungsi tertentu menggunakan bahan-bahan yang lebih beraneka
17
ragam. Berikut adalah lips make up yang biasa digunakan dalam aktivitas sehari-
hari menurut Sherrow (2001).
1. Lipstick
Lips make up ini berbahan dasar lilin (wax), pigmen pewarna, dan minyak,
namun ada juga beberapa merek yang memberikan vitamin ke dalam lipstik tersebut
untuk menjaga kesehatan bibir. Hingga saat ini, lipstick memiliki beragam jenis
seperti, Matte Lip Cream/ Liquid Lipstik, Matte Lipstick, Glossy Lipstick, Creamy
Lipstick, Satin Lipstick yang memiliki hasil pemakaian yang berbeda-beda.
2. Lip Gloss
Berfungsi untuk memberikan tampilan yang berkilau pada bibir. Efek dari
lip gloss adalah bibir yang basah dan terlihat lebih bervolume. Namun jenis ini
memiliki warna yang tidak terlalu pigmented (tidak terlalu tebal/ mencolok).
3. Lip Liner
Berfungsi untuk memperjelas bentuk bibir agar terlihat lebih rapih dan
bervolume. Lip liner dapat ditemukan dalam bentuk pensil atau krayon.
4. Lip Stain & Tint
Perbedaan mendasar pada lip stain/lip tint dengan jenis lainnya terletak pada
kandungan bahan yang digunakan. Jenis ini tidak mengandung lilin sama sekali di
dalamnya. Bahan utama untuk membuat lip stain/lip tint adalah air, alkohol, gel,
tanpa dicampur lilin atau minyak. Lip tint popular pada produk kecantikan korea
dan menjadi ciri khas bagi wanita Asia dengan tampilan bibir yang segar, sehat, dan
alami.
5. Lip Balm & Treatments
Berfungsi untuk melembabkan bibir dan merawat bibir yang kering/pecah-
pecah akibat penggunaan lipstik yang membuat bibir tersebut menjadi kering. Lip
balm yang ini memiliki dua jenis, yaitu ada yang berwarna (warnanya samar-samar
dan tidak tebal) dan tidak berwarna sama sekali.
6. Lip Palette
Lips make up yang dikemas dalam bentuk palette, sehingga dalam satu
kemasan terdapat warna yang berbeda-beda dan diaplikasikan dengan
menggunakan kuas. Tekstur dari lip palette memiliki kesamaan seperti lipstick
18
karena memiliki kandungan yang sama. Lip palette ini biasa digunakan untuk
professional make up.
2.1.2.5 Evaluasi Mutu Kosmetik Lips Make Up
Dari segi kualitas, lips make up harus memenuhi beberapa persyaratan
berikut:
1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada bibir
2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak menyenangkan
3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama jangka waktu tertentu
4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap utuh, tanpa kepatahan dan
perubahan wujud.
5. Tidak lengket
6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada perubahan warna (Mitsui, 1997)
Selain itu perlu dilakukan evaluasi karakteristik fisik sediaan meliputi:
1. Uji organoleptis
Sediaan diamati bentuk, warna, dan bau selama penyimpanan dan diharapkan tidak
ada perubahan fisik ataupuun kimia seperti timbulnya bau tengik dan perubahan
warna sediaan (Ansel, 1998).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu
sediaan pada kaca transparan hingga membentuk lapisan setipis mungkin. Sediaan
harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir
kasar (Depkes RI 1979).
3. Uji daya oles
Uji daya oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan sediaan pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang
baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit
dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang
19
dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan
(Keithler, 1956).
4. Uji stabilitas cycling test
Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah dengan penyimpanan
selama beberapa periode (waktu) pada suhu yang lebih tinggi dari normal. Cara
khusus ini berguna untuk mengevaluasi “shelf life” emulsi dan atau krim dengan
siklus antara 2 suhu. Dilakukan satu siklus pada saat sediaan krim disimpan pada
suhu 4°C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40± 2°C
selama 24 jam. Percobaan ini diulang sebanyak 6 siklus (Elya dkk., 2013).
Efek normal penyimpanan suatu emulsi atau krim pada suhu yang lebih tinggi
adalah mempercepat koalesensi atau terjadinya kriming dan hal ini biasanya diikuti
dengan perubahan kekentalan. Kebanyakan emulsi atau krim menjadi lebih encer
pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila dibiarkan mencapai suhu kamar.
Pembekuan dapat merusak emulsi atau krim dari pada pemanasan, karena
kelarutan emulgator baik dalam fase air maupun fase minyak, lebih sensitif pada
pembekuan daripada pemanasan sedang (Banker, 1997).
5. Uji Ph
Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu
dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g
sediaan dan dilebur dalam beaker glass dengan 100 ml air suling di atas penanga
sair. Setelah dingin kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.
Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan
pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins,2003).
2.1.4 Tinjauan tentang Uji iritasi akut dermal
Menurut PerKBPOM No. 7 Tahun 2014 tentang pedoman uji toksisitas
nonklinik secara in vivo, uji iritasi akut dermal adalah suatu uji pada hewan (kelinci
albino) untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji
pada dermal selama 3 menit sampai 4 jam. Prinsip uji iritasi akut dermal adalah
pemaparan sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit
20
yang tidak diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Derajat iritasi dinilai pada
interval waktu tertentu yaitu pada jam ke 1, 24, 48 dan 72 setelah pemaparan
sediaan uji dan untuk melihat reversibilitas, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari.
Tujuan uji iritasi akut dermal adalah untuk menentukan adanya efek iritasi pada
kulit serta untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar
pada kulit.
Hasil uji dievaluasi berdasarkan kriteria bahaya dari Globally Harmonised
System (GHS) for The Classification of Chemical (2009), seperti pada Tabel 2.
Kriteria tersebut digunakan terutama untuk mengkategorikan sediaan uji yang
berbahaya/ toksik. Bila sediaan uji sudah diketahui mempunyai pH ekstrim (pH ≤
2 atau ≥ 11,5), maka sediaan tersebut tidak boleh diuji pada hewan uji.
Tabel 2. Kriteria penggolongan sediaan uji yang bersifat korosif/iritan pada kulit
Kategori Kriteria
Respon korosif terjadi pada pemaparan selama ≤ 3 menit,
1A
pengamatan selama ≤ 1 jam pada ≥ 1 dari 3 ekor hewan uji
Kategori 1, Respon korosif terjadi pada pemaparan selama >3 menit sampai ≤
1B
Korosif 1 jam, pengamatan selama ≤ 14 hari pada ≥ 1 dari 3 ekor hewan uji
Respon korosif terjadi pada pemaparan selama >1 jam sampai ≤ 4
1C
jam, pengamatan selama ≤ 14 hari pada ≥ 1 dari 3 ekor hewan uji
i. Skor rata-rata untuk eritema/udema ≥ 2,3 sampai ≤ 4,0 setelah
pemaparan selama 4 jam, pengamatan selama 3 hari, pada
minimal 2 dari 3 ekor hewan uji atau
Kategori 2, ii. Inflamasi tidak sembuh sampai hari ke 14 minimal pada 2 ekor
Iritan hewan uji, terjadi alopecia pada daerah tertentu, hyperplasia,
scaling atau
iii. Terdapat efek eritema/udema yang jelas pada 1 ekor hewan uji
walau tidak memenuhi kreteria di atas.
Skor rata-rata untuk eritema/udema ≥ 1,5 sampai ≤ 2,3 setelah
Kategori 3, pemaparan selama 4 jam, pengamatan selama 3 hari setelah
Iritan ringan terjadinya reaksi kulit tetapi tidak termasuk kategori seperti di atas,
pada minimal 2 dari 3 ekor hewan uji
(GHS, 2009)
Dapat dilakukan penilaian terhadap sediaan uji yang mengakibatkan
terjadinya reaksi kulit (ISO 10993-10), terutama untuk sediaan uji yang berupa
obat-obatan atau kosmetik (Tabel 3). Nilai rata-rata dari kategori respon biasanya
disebut sebagai Indeks Iritasi Primer.
21
bawah badan pada tiap sisi. Hewan yang digunakan untuk percobaan adalah hewan
yang mempunyai kulit yang sehat.
2.1.4.3.2 Dosis Uji
Dosis yang digunakan untuk sediaan uji cair adalah sebanyak 0,5 mL dan
untuk sediaan uji padat atau semi padat sebanyak 0,5 g sedangkan sediaan yang
berupa wadah dan alat kesehatan dilakukan ekstraksi dan preparasi sediaan uji
seperti yang tercantum pada tabel 4. Dan dosis yang digunakan sebanyak 0,5 mL
dari larutan hasil ekstraksi.
Tabel 4. Luas Permukaan Sampel yang Digunakan
dulu dan dibasahi dengan sedikit air atau dengan pelarut yang cocok yang bersifat
non-iritan untuk memastikan interaksi yang baik antara sediaan uji dengan kulit.
1
Keterangan:
2 3 1. Kepala
2. Lokasi pemaparan sediaan uji
4
Gambar 2. Lokasi pemaparan sediaan uji
(PerKBPOM No. 7 Tahun 2014)
pengamatan terhadap iritasi, efek toksik setempat (local toxic effect), seperti
defatting of skin dan pengaruh toksisitas lainnya dan berat badan harus dijelaskan
dan dicatat. Pemeriksaan histopatologi perlu dipertimbangkan untuk menjelaskan
respon yang meragukan.
Luka kulit yang bersifat reversibel harus diperhitungkan di dalam evaluasi
respon iritan. Jika terlihat respon seperti alopecia (area terbatas), hiperkeratosis,
hiperplasia, dan scaling yang bertahan sampai akhir dari pengamatan selama 14 hari,
maka sediaan uji tersebut dimasukkan ke dalam kategori zat yang bersifat iritan.
Disamping gambaran iritasi kulit, efek toksik lain yang disebabkan oleh bahan uji
juga diamati dan dicatat.
2.1.4.3.7 Analisis Data
Hasil pengamatan dirangkum dalam bentuk tabel yang memperlihat
keadaan secara individual, memuat skor iritasi untuk eritema dan udema tiap hewan
pada jam ke-1, 24, 48, dan 72 setelah tempelan dibuka.
2.1.4.3.8 Evaluasi Hasil
Skor iritasi kulit yang harus dievaluasi adalah terhadap tingkat keparahan
luka, ada atau tidaknya reversibilitas. Skor individu tidak mewakili standar absolut
untuk sifat iritan dari sediaan uji. Dilakukan evaluasi efek-efek lain dari sediaan uji,
skor individual harus dilihat sebagai nilai referensi. Skor iritasi (Indeks Iritasi
Primer) sediaan uji adalah kombinasi dari seluruh observasi dari pengujian. Indeks
Iritasi Primer dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐴−𝐵
Keterangan:
Indeks Iritasi Primer = 𝐶
A: Jumlah skor eritema dan udema seluruh
titik pengamatan sampel pada jam ke 24,
48, dan 72 dibagi jumlah pengamatan
B: Jumlah skor eritema dan udema seluruh
titik pengamatan kontrol pada jam ke 24,
48, dan 72 dibagi jumlah pengamatan
C: Jumlah hewan
1. Glycerin
kekuningan, tidak berbau, dan bersifat kental. Viskositas yang terukur adalah antara
5 sampai 10 mPa.s pada 25 °C. Suhu didih dari isopropil palmitate adalah 160 °C
pada 266 Pa (2 mm Hg). Titik beku terukur antara 13-15 °C dan umumnya memadat
pada suhu di bawah 16 °C (Seafast, 2007). Isopropil palmitat terdiri dari ester yang
terbentuk dari isopropil alkohol dan asam lemak jenuh dengan BM tinggi yakni
298,51. Bahan ini merupakan cairan tidak berwarna, mudah dituang, berbau lemah,
serta larut dalam aseton, minyak jarak, kloroform, etanol 95% dan parafin cair.
Namun, isopropil palmitat tidak larut dalam air, gliserin, dan propilen glikol
(Departemen Kesehatan 1993).
Aplikasi isopropil palmitat umumnya sebagai emolient dengan karakteristik
penyebaran yang baik. Secara luas produk ini digunakan dalam produk kosmetika,
seperti sabun cair, krim, lotion, produk perawatan wajah, produk perawatan rambut,
deodoran, pewarna bibir, dan bedak (Seafast, 2007).
4. Asam stearat
Asam stearat (C17H35COOH) merupakan komponen fase lemak yang
berfungsi sebagai emulsifier untuk memperoleh konsistensi suatu produk. Asam
stearat merupakan kristal padat atau serbuk keras, putih atau agak kekuningan, dan
berkilau. Asam stearat memiliki aroma lemah dan sedikit rasa berlemak (Rowe dkk.,
2009: 697). Asam stearat diproduksi dengan mengekstraksi cairan asam dari asam
lemak yang berasal dari lemak sapi. Selain itu, proses destilasi asam lemak yang
berasal dari minyak kacang kedelai atau minyak biji kapas juga dapat dilakukan
untuk memproduksi asam stearat (Mitsui 1997). Asam stearat mudah larut dalam
kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air (Departemen Kesehatan 1993).
5. Dimethicone
Dimetikon adalah poli (dimetilsiloksan) yang diperoleh dari hidrolisis dan
polikondensasi diklorometilsilan (CH3)2SiCl2 dan klorotrimetilsilan (CH3)3SiCl.
Kualitas dibedakan dengan suatu angka yang menunjukkan kekentalan yang jika
dinyatakan dalam viskositas kinetic besarnya 20-1000mm2/detik. Berupa larutan
jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Tidak larut dalam air, dalam methanol,
dalam etanol dan dalam aseton, sangat sukar larut dalam isopropanol, larut dalam
hidrokarbon terklorinasi, benzena, toulena, xilena, eter dan heksana. Digunakan
28
sebagai antibusa dan untuk perawatan kulit oklusif, pelindung (protectant) kulit
(Reynold JEF, 1993).
6. Setil alkohol
Setil alkohol (C6H34O) merupakan serpihan putih licin, granul, atau kubus,
putih, bau khas lemah, rasa lemah.digunakan untuk kepentingan farmasetik dan
kosmetik, biasanya diformulasikan dalam bentuk sediaan supositoria, sediaan padat
lepas lambat, sediaan emulsi, losion, krim dan salep. Di dalam sediaan losion, krim
dan salep digunakan sebagai penyerap air, bahan pengemulsi, pelembut (emollient),
sekaligus dapat meningkatkan tekstur, penambah kekentalan (Wade A, Weller PJ,
1993).
7. Glyceril stearat
Gliseril stearat (C21H42O4) merupakan komponen fase lemak yang
berfungsi sebagai emolient dan emulsifier (Idson dan Lazarus 1994). Gliseril stearat
merupakan suatu poliol ester yang pada umumnya bukan merupakan produk alami,
namun merupakan suatu campuran mono dan diester dari asam stearat dan palmitat.
Gliseril stearat adalah suatu zat berbentuk flakes seperti lilin yang larut dalam
pelarut organik dengan titik leleh 56-58 oC. Emulsi yang dihasilkan pada komponen
ini stabil pada pH 7. Konsentrasi yang berlebihan dari bahan ini harus dihindari
karena dapat menghasilkan gel pada body lotion. Lotion yang diformulasikan
menggunakan Gliseril stearat biasanya sangat tebal dan berat (Schmitt 1996).
8. Titanium dioksida
Titanium dioksida digunakan secara luas dalam industri pakaian, kosmetik,
dan makanan, di dalam industri plastik dan pada sediaan farmasetika oral maupun
topikal, digunakan sebagai pigmen putih. Titanium dioksida dapat digunakan dalam
preparasi dermatologi dan kosmetik sebagai sunscreen serta dapat dikombinasikan
dengan pigmen lainnya. Titanium dioksida merupakan serbuk amorf,
nonhigroskopik yang tidak berbau dan tidak berasa (Rowe dkk., 2009: 741).
9. Talc
Talc merupakan serbuk kristal sangat halus berwarna putih atau putih
keabu-abuan yang tidak berbau, tidak berasa atau sedikit meninggalkan rasa manis.
Menempel kuat pada kulit, lembut dan terbebas dari butir-butir kasar.Talc secara
29
umum digunakan sebagai lubrikan dan diluen dalam formula sediaan oral. Talc
merupakan bahan alam, sehingga dapat mengandung mikroorganisme yang harus
disterilisasi sebelum digunakan. Talc juga digunakan dalam produksi kosmetik dan
makanan sebagai lubrikan dan anticaking (Rowe dkk., 2009: 728).
10. Mica powder
Mika merupakan nama yang diberikan pada kelompok mineral silikat yang
berupa serbuk berkilau dan digunakan secara luas dalam produk kecantikan karena
dapat memberikan penampilan serupa glitter yang natural. Mika adalah salah satu
bahan mineral terpenting dalam kosmetik, digunakan secara luas untuk
menambahkan kilau. Pada dasarnya jika suatu produk memiliki efek kilau, itu
hampir pasti karena adanya kandungan mika. Mika juga populer dalam produk
perawatan kulit yang dirancang untuk menciptakan efek bercahaya, terutama yang
dipasarkan sebagai produk pencerah kulit (Vogue, 2016).
11. BHT
Butil Hidroksi Toluen (C15H24O) merupakan kristal padat atau serbuk
putih atau kuning pucat dengan bau khas lemah. Praktis tidak larut dalam air,
gliserin, propilenglikol, larut dalam alkali hidroksida dan larutan asam mineral,
sangat mudah larut dalam aseton, benzena, etanol (96%), eter, metanol, toulena,
dan paraffin cair dan berfungsi sebagai antioksidan (Wade A, Weller PJ, 1993).
12. Strawberry essens
Strawberry essens merupakan bahan tambahan yang umum digunakan
dalam produksi makanan, obat, dan kosmetik. Beberapa dibuat dari buah strawberry
asli dan beberapa merupkan produk olahan sintetis yang memiliki aroma mirip
dengan buah strawberry namun tidak mengeluarkan rasa buah strawberry. Umum
digunakan sebagai bahan tambahan sekaligus memperbaiki mutu produk.
2.2 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis awal penelitian
sebagai berikut:
1. Ekstrak pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.) dapat diformulasikan
sebagai sediaan kosmetika lip matte liquid.
30
2. Mutu dari sediaan lip matte liquid ekstrak daun teak (Tectona grandis
Linn.) dapat diketahui dari berbagai evaluasi karakteristik fisik sediaan.
3. Keamanan mutu terkait iritasi dermal akut dari sediaan lip matte liquid
ekstrak daun teak (Tectona grandis Linn.) tergolong dalam sediaan non
iritatif.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian
Obyek yang diteliti adalah kandungan senyawa antosianin dalam ekstrak
pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.) dan pengaruhnya dalam memberikan
warna alami pada formulasi sediaan kosmetika jenis lip matte liquid.
31
32
2. Alat untuk pembuatan lip matte liquid terdiri dari: cawan porselen, hotplate,
mortar dan stamper, neraca, beaker glass, gelas ukur, magnetik stirer.
3. Alat untuk evaluasi sifat fisika-kimia lip matte liquid terdiri dari: cover glass dan
deck glass, pH meter, termometer, beaker glass, nyala bunsen, tabung reaksi,
viskometer.
4. Alat untuk uji iritasi akut dermal terdiri dari: silet atau cutter, plester, kain kassa,
aplikator.
3.4.2 Formula
Formula yang digunakan untuk membuat lip matte liquid adalah:v
Fase Nama Bahan Jumlah (%) Kegunaan
Ekstrak kental pucuk daun 10.0 20.0 30.0 Cosmetic colorant
teak
A
Glycerin 10.0 10.0 10.0 Humectant
Aquadest Solvent
Isopropil palmitat 10.0 10.0 10.0 Emollient
Asam stearat 10.0 10.0 10.0 Emulsifying agent
Dimethicone 7.5 7.5 7.5 Emollient, water
B repelling agent
Setil alkohol 6.0 6.0 6.0 Emulsifying and
stiffening agent
Glyceril stearat 2.0 2.0 2.0 Stabilizer
Titanium diokside 2.0 2.0 2.0 White pigment
Talc 5.0 5.0 5.0 Amticaking agent
C Mica powder 1.0 1.0 1.0 Pigment
BHT 0.1 0.1 0.1 Preservative
Strawberry essens 0.1 0.1 0.1 Cosmetic odorant
33
campuran fase A dan B ke dalam fase C lalu aduk perlahan hingga homogen.
Terakhir, setelah sediaan tercampur homogen, ditambahkan odorant atau
strawberry essens untuk meningkatkan mutu fisik sediaan.
3.4.3.3 Evaluasi Sediaan Lip Matte Liquid
1. Uji organoleptis
Sediaan lip matte liquid ekstrak pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.) diamati
bentuk, warna, dan bau selama penyimpanan (Ansel, 1998).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan
lip matte liquid ekstrak pucuk daun jati teak (Tectona grandis Linn.) pada kaca
transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butir-butir kasar (Depkes RI 1979).
3. Uji daya oles
Uji daya oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lip matte liquid
ekstrak pucuk daun teak (Tectona grandis Linn.) pada kulit punggung tangan
kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali
pengolesan. Sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang
menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali
pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai
daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata.
Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang dibuat dan
dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan (Keithler, 1956).
4. Uji stabilitas cycling test
Pemeriksaan stabilitas sediaan dilakukan terhadap adanya perubahan bentuk,
warna dan bau dari sediaan lip matte liquid ekstrak pucuk daun teak (Tectona
grandis Linn.) dilakukan terhadap masing-masing sediaan dengan kondisi
ekstrim. Sediaan diberi perlakuan dengan siklus antara 2 suhu. Dilakukan satu
siklus pada saat sediaan krim disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu
dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40± 2°C selama 24 jam. Percobaan ini
diulang sebanyak 6 siklus (Elya dkk., 2013).
35
5. Uji Ph
Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aquadest dan dikeringkan.
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% dalam 100 ml aquadest. Kemudian
elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga
pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH-meter merupakan pH sediaan
(Rawlins,2003).
6. Uji iritasi akut dermal
Uji iritasi akut dermal adalah suatu uji pada hewan (kelinci albino) untuk
mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada dermal
selama 3 menit sampai 4 jam. Prinsip uji iritasi akut dermal adalah pemaparan
sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak
diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Derajat iritasi dinilai pada interval
waktu tertentu yaitu pada jam ke 1, 24, 48 dan 72 setelah pemaparan sediaan uji
dan untuk melihat reversibilitas, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari. Tujuan
uji iritasi akut dermal adalah untuk menentukan adanya efek iritasi pada kulit
serta untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar
pada kulit. Digunakan 3 hewan uji, masing-masing dibuat 1 tempelan dengan
periode pemaparan selama 4 jam. Residu sediaan uji segera dihilangkan
menggunakan air atau pelarut lain setelah pemaparan 4 jam (PerKBPOM No.7
Tahun 2014).
3.4.4 Skema Kerja
1. Pembuatan ekstrak kental pucuk daun teak
Dimasukkan 1 gram serbuk pucuk daun teak (65-80 mesh) ke dalam
labu alas bulat leher 3
Disiapkan hewan uji berupa kelinci yang sudah diaklimatisasi dan diukur rambut
punggungnya.
Dipaparkan sediaan lip matte liquid melalui kassa steril non iritan ke area
pemaparan
Dibuka paparan sediaan uji kemudian di amati pada setiap jam pemaparan dan
jam ke 1, 12, 24, 48, dan 72 setelah pembukaan balutan patch
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Cetakan IX. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Halaman 139.
Ansel H. C. 1998. Pengantar bentuk sediaan farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI
Press.
Aradhana, Rajuri, K.N.V.Rao., David Banji and R.K. Chaithanya. 2010. A
Review on Tectona grandis.linn: Chemistry and Medicinal Uses (Family :
Verbenaceae). Herbal Tech Industry.
Buttler, Hilda (Ed.). 2000. Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps. 10th Edition.
Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Halaman 151-216.
Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
___________________. 1986. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes
RI.
___________________. 1993. Kodeks Kosmetik Indonesia. Ed. II VoL.I. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
___________________. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
___________________. 2000. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta:
Depkes RI.
Draelos, Zoe Diana. 2010. Cosmetic Dermatology Products & Procedures. USA:
Wiley-Blackwell
Fathinatullabibah., Kawiji., dan Lia Umi Khasanah. 2014. Stabilitas Antosianin
Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) terhadap Perlakuan pH dan Suhu,
Laporan Penelitian. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3. (2) : 60-63.
Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan
Hitam (Oryzasativaglutinosa). Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 9.
(1) :
Idson B, Lazarus J. 1994. Semipadat. Di dalam: Siti Suyatmi, penerjemah;
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL, editor. Teori dan Praktek Farmasi
Industri II. Ed ketiga. Jakarta: UI Press.
Industri Kosmetik dan Jamu Diracik Jadi Sektor Andalan
Ekspor.https://kemenperin.go.id/artikel/20810 (03 Juli 2019).
39
40
Jayasooriya SD, Torley PJ, D’Arcy BR, Bhandari BR. 2007. Effect of High Power
Ultrasound and Ageing on The Physical Properties of Bovine
Semitendinosus and Longissimus Muscles. Meat Sci. 75: 628-639.
Keil FJ. 2007. Modeling of Process Intensification Ultrasonic vs Microwave
Extraction Intensification of Active Principles from Medicinal Plants.
AIDIC Conference Series. 9 :1-8.
Keithler, W. 1956. Formulation of Cosmetic and Cosmetic Specialities. New
York: Drug and Cosmetic Industry. Halaman 153-155.
Khera, Neha dan Sangeeta Bhargava. 2013. Phytochemical and Pharmacological
Evaluation of Tectona grandis.Linn. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 5. (3) : 923-927
Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. New York: Elsevier.
OECD. 2000. Guidance Document on the Recognition, Assessment and Use of
Clinical Signs as Humane Endpoints for Experimental Animals Used in
Safety Evaluation. OECD Environmental Health and Safety Publications.
Series on Testing and Assessment No. 19.
http://www1.oecd.org/ehs/test/monos.htm.
_____. 2002. OECD Guideline For The Testing Of Chemicals: Acute Dermal
Irritation/Corrosion. http://www.oecd.org/env/test-no-404-acute-dermal-
irritation-corrosion-9789264242678-en.htm.
Permenkes Nomor 1175/Menkes/Per/VII/2010/ Tentang Izin Produksi Kosmetika,
Kementerian Kesehatan RI.
Qadariyah, Lailatul, Mahfud, Endah Sulistiawati, dan Prima Swastika. 2018.
Natural Dye Extraction From Teak Leves (Tectona Grandis) Using
Ultrasound Assisted Extraction Method for Dyeing on Cotton Fabric.
MATEC Web Conference 156, 05004.
Rawlins, E.A. 2003. Bentley’s Textbook of Pharmaceutics Edisi Kedelapan belas.
London: BailierreTindall. Halamane. 355
Reynold JEF. 1993. Martindale The Extra Pharmacope. Ed 30th. London: The
Pharmaceutical Press. Hal. 1068
41