Anda di halaman 1dari 40

BAB III

ANALISA MANAJEMEN TRANSFORMATOR DAN KOMPONEN GARDU


DISTRIBUSI KD0097 DAN KD0167 PENYULANG TANAH LOT UNTUK
MENGATASI EFEKTIVITAS PEMBEBANAN TRANSFORMATOR

3.1 Latar Belakang


Bali merupakan salah satu provinsi yang berkembang pesat di Indonesia saat ini,
banyak wisatawan, pengusaha dan investor dalam negeri dan luar negeri
berdatangan ke Bali untuk berbagai keperluan baik bisnis maupun liburan. Dalam
mendukung perkembangan tersebut diperlukannya sistem kelistrikan yang handal
dan berkualitas. Listrik merupakan suatu kebutuhan primer yang tidak dapat
dilepaskan dari segala kehidupan manusia, baik kehidupan sosial maupun
ekonomi. Hal ini disebabkan karena listrik sebagai pendukung sarana penerangan,
informasi, teknologi, dan industri. Penyediaan tenaga listrik yang stabil dan
kontinyu merupakan hal yang vital dan harus dipenuhi kepada masyarakat dan
pelaku bisnis yang mana pertumbuhannya akan terus mengalami peningkatan.

Transformator distribusi diperlukan sebagai salah satu peralatan vital penyaluran


energi listrik kepada masyarakat dan pelaku bisnis. Transformator distribusi adalah
peralatan distribusi yang berfungsi mengubah tegangan menengah 20 KV menjadi
tegangan rendah 380/220 Volt, kemudian tegangan rendah akan langsung
melayani konsumen tegangan rendah baik itu masyarakat maupun pelaku usaha.
Peranan transformator distribusi sangat penting dalam menyalurkan energi listrik
ke konsumen secara kontinyu agar rugi rugi yang dihasilkan dapat diminmalisir.

Pengguna energi listrik dari waktu ke waktu semakin meningkat. Semakin banyak
pengguna listrik, otomatis permasalahan yang timbul juga semakin banyak. Salah
satunya adalah pembebanan transformator distribusi yang sudah melebihi
kapasitasnya atau dapat dikatakan transformator mengalami overload. Apabila hal
ini terjadi, transformator akan dialiri arus yang lebih besar dari arus nominalnya.
Hal ini menjadi masalah karena isolasi yang terdapat pada transformator telah
disesuaikan dengan arus nominal dari transformator tersebut. Jika keadaan ini
berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan isolasi pada
transformator mengalami kerusakan karena panas yang berlebihan yang akan
berujung pada rusaknya transformator. Selain hal tersebut, kelebihan beban pada
transformator distribusi juga dapat menyebabkan terjadinya drop tegangan dan
losses sepanjang penghantar yang dilaluinya. Untuk mengatasi permasalahan
overload tersebut, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi jarak antara beban dengan trafo distribusinya melalui rekonfigurasi
atau pemindahan beban, dengan pemasangan transformator sisipan, uprating
transformator distribusi (meningkatkan kapasitas transformator) maupun mutasi
transformator distribusi (transformator yang melayani beban kecil dimutasikan ke
transformator yang melayani beban besar dan begitu juga sebaliknya).

Seiring dengan perkembangan jaman yang menyebabkan segala kegiatan harus


dapat diselesaikan dalam waktu yang cukup singkat, maka terdapat beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan di dalam memilih tindakan yang tepat untuk
mengatasi overload pada transformator distribusi. Pertimbangan tersebut berupa
efisiensi terhadap anggaran, waktu, dan kualitas pekerjaan. Sehingga langkah
yang tepat untuk mengatasi permasalahan overload tersebut adalah langkah yang
dapat dikerjakan dengan biaya yang minimum serta waktu pekerjaan yang singkat,
namun memberikan peningkatan terhadap pelayanan sehingga sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta mampu menyesuaikan dengan kebutuhan
pertumbuhan beban.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, PT PLN (Persero) ULP Tabanan


mengambil langkah untuk melakukan manajemen transformator pada gardu
distribusi KD0097 dan KD0167 penyulang Tanah Lot . Yang mana pada gardu
tersebut mangalami overload dengan kondisi pembebanan sebesar 81.46%.
Berdasarkan kondisi tersebut penulis melakukan kajian tentang permsalahan
terkait dengan judul “Analisa Manajemen Transformator Dan Komponen Gardu
Distribusi KD0097 Dan KD0167 Penyulang Tanah Lot Untuk Mengatasi Efektivitas
Pembebanan Transformator” .

3.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi awal transformator distribusi KD0097 dan KD00167


sebelum dimutasi ditinjau dari persentase pembebanannya?

2. Bagaimana persentase pembebanan transformator distribusi KD0097 dan


KD00167 setelah dimutasi?
3. Berapa persentase drop tegangan disisi pelanggan pada masing masing
transformator sebelum dan setelah dimutasi?

4. Berapa persentase ketidakseimbangan beban dari transformator KD0097


dan KD00167?

5. Bagaimana kondisi komponen gardu distribusi KD0097 dan KD00167


sebelum dan setelah dimutasi?

3.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi awal transformator distribusi KD0097 dan
KD00167 sebelum dimutasi ditinjau dari persentase pembebanannya

2. Untuk mengetahui persentase pembebanan transformator distribusi KD0097


dan KD00167 setelah dimutasi?

3. Untuk mengetahui berapa besar persentase drop tegangan disisi pelanggan


pada masing-masing transformator sebelum dan setelah dimutasi

4. Untuk mengetahui berapa persentase ketidakseimbangan beban dari


transformator KD0097 dan KD00167

5. Untuk mengetahui kondisi komponen gardu distribusi KD0097 dan KD00167


sebelum dan setelah dimutasi

3.4 Tinjauan Pustaka


3.4.1 Teori Listrik Terapan
A. Pengertian Listrik
Listrik adalah suatu energi yang memegang peranan penting bagi kehidupan
kita. Listrik adalah suatu muatan yang terdiri dari muatan positif dan muatan
negatif. Arus listrik merupakan muatan listrik yang bergerak dari tempat yang
berpotensial tinggi ke tempat berpotensial rendah, melewati suatu penghatar
listrik. Media penghatar listrik salah satunya ialah media yang terbuat dari
bahan logam yang mana elektron bebas berpindah dari satu atom ke atom
logam berikutnya, sedangkan pada media air elektron dibawa oleh elektrolit yang
terkandung dalam media air tersebut. Arus listrik terdiri dari dua jenis yaitu arus
listrik searah (Direct Current = DC) dan arus listrik bolak-balik (Alternative
Current = AC). Arus listrik DC merupakan arus listrik yang mengalir secara terus
menerus kesatu arah. Arus DC dipakai dalam industri yang menggunakan
proses elektrolisa, misalnya pemurnian dan pelapisan atau penyepuhan logam.
Arus listrik AC merupakan arus listrik yang mengalir bolak-balik. Arus AC
digunakan di rumah, gedung, kantor, pertokoan dan industri.

B. Hukum Ohm
Hukum Ohm merupakan hukum yang membahas tentang hubungan antara
parameter tegangan listrik, arus listrik dan hambatan. Hubungan tersebut
dinyatakan dengan besar arus dalam rangkaian arus searah, sehingga pada
dasarnya bunyi hukum Ohm adalah “Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui
sebuah penghantar atau konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial/
tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan
hambatannya (R)”.

Gambar 3.1 Hukum Ohm (Grafik V terhadap I)

Secara matematis hukum Ohm dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉
𝐼=𝑅 (3.1)

Dimana:
I = Arus (A)
V = Tegangan (V)
R = Hambatan ( Ω)

Pada rangkaian arus bolak-balik ketika beban yang terpasang bukan resistansi
murni melainkan adanya pengaruh factor beban yang induktif dan kapasitif
sehingga menimbulkan factor reaktansi. Sehingga untuk perhitungan jumlah dari
resistansi dan reaktansi digunakan sejumlah penjumlahan dalah vector yang akan
menghasilkan besaran yang baru yaitu impedansi. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
𝑍 = 𝑅 + 𝑗𝑋 (3.2)

Dimana:
Z = Impedansi ( Ω)
R = Resistansi ( Ω)
X = Faktor reaktansi ( Ω)

Sehingga persamaan (2.1) ketika bukan beban resistansi murni maka besarnya
hambatan diganti dengan impedansi, maka untuk mencari tegangan pada
rangkaian arus bolak-balik menggunakan rumus:

𝑉 = 𝐼. 𝑍 (3.3)

Hukum Ohm juga menunjukan resistansi suatu penghantar besarnya berbanding


lurus dengan Panjang penghantar dan berbanding terbalik dengan luas
penghantar dan tergantung kepada tahanan dari jenis penghantar yang
digunakan. Sesuai dengan pernyataan tersebut maka secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:

𝜌.𝐿
𝑅= (3.4)
𝐴

Dimana:
R = Resistansi penghatar ( Ω)
ρ = Tahanan jenis penghantar (Ω.mm2/m)
L = Panjang penghantar (m)
A = Luas penampang penghantar (mm2)

C. Hukum Kirchoff
Hukum Kirchoff ditemukan oleh Gustav Robert Kirchoff yang merupakan ahli fisika
asal Jerman. Kirchoff menjelaskan hukumnya ke dalam dua bagian yaitu Hukum I
Kirchoff dan Hukum II Kirchoff. Hukum ini pada dasarnya menjelaskan rangkaian
sederhana yang terdiri dari lampu, baterai dan saklar yang terhubung satu sama
lain. Saat sakelar dalam keadaan terbuka, arus listrik belum mengalir dan lampu
tetap padam. Saat sakelar dalam keadaan disambungkan, arus listrik akan
mengalir dari kutub positif ke kutub negatif baterai sehingga lampu akan menyala.

1. Hukum Kirchoff I
Hukum ini berlaku pada rangkaian bercabang yang berkaitan dengan arah arus
saat melewati titik percabangan. Hukum I Kirchoff biasa disebut Hukum Arus
Kirchoff atau Kirchoff’s Current Law (KCL). Bunyi Hukum I Kirchoff adalah “Kuat
arus total yang masuk melalui titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama
dengan kuat arus total yang keluar dari titik percabangan”.

Gambar 3.2 Hukum Kirchoff I

Berdasarkan Gambar 3.2 maka kuat arus total yang melewati titik percabangan a
akan menjadi I1 = I2 + I3. Secara matematis Hukum Kirchoff I dapat rumuskan
sebagai berikut:

𝛴𝐼 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝛴𝐼 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (3.5)

2. Hukum Kirchoff 2
Hukum ini berlaku pada rangkaian yang tidak bercabang yang digunakan untuk
menganalisis beda potensial (tegangan) pada suatu rangkaian tertutup. Hukum II
Kirchoff biasa disebut Hukum Tegangan Kirchoff atau Kirchoff’s Voltge Law (KVL).
Bunyi Hukum II Kirchoff adalah “Total beda potensial (tegangan) pada suatu
rangaian tertutup adalah nol. Versi lain Hukum II Kirchoff yaitu pada rangkaian
tertutup jumlah aljabar GGL (ε) dan jumlah penurunan potensial (IR) sama dengan
nol”.

Gambar 3.3 Hukum Kirchoff II


Berdasarkan Gambar 3.3 total tegangan pada rangkaian adalah Vab + Vbc + Vcd
+ Vda = 0. Hukum Kirchoff II ini menjelaskan bahwa jumlah penurunan beda
potensial sama dengan nol artinya tidak ada energi listri yang hilang dalam
rangkaian atau semua energi listrik diserap dan digunakan. Secara matematis
hukum Kirchoff II dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝛴𝑉 = 0 (3.6)
D. Daya Listrik
Daya listrik dalam bahasa inggris disebut dengan Electrical Power. Daya listrik
adalah besarnya energi listrik yang mengalir atau diserap dalam sebuah rangkaian
atau sirkuit listrik per satuan waktu. Daya juga dapat didefinisikan sebagai laju
aliran energi. Sumber energi seperti tegangan listrik dapat menghasilkan daya
listrik sedangkan beban yang tersambung dengannya akan menyerap daya listrik
tersebut. Atau dengan kata lain, daya listrik yaitu tingkat konsumsi energi dalam
sebuah rangkaian/ sirkuit listrik. Secara umum daya listrik dibedakan menjadi 3
macam yaitu daya nyata/ daya aktif (P), daya reaktif (Q) dan daya semu (S).

3. Daya Nyata (P)


Daya nyata atau sering juga disebut dengan istilah daya aktif merupakan suatu
energi listrik yang digunakan atau diubah pada peralatan listrik per satuan waktu
dalam bentuk energi lain, misalnya energi gerak, panas, bunyi dan lainnya. Satuan
dari daya nyata/ daya aktif adalah Watt dimana besaran ini diperoleh dari hasil
perkalian arus, tegangan dan factor daya (cos ø). Untuk daya listrik yang
digunakan oleh peralatan listriksatu fasa dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut [12] :
P = V.I.Cos ø (3.7)
P = S.Cos ø (3.8)

Sedangkan dalam hubungan tiga phasa dinyatakan dengan:


P = 3.Vp.Ip. Cos ø (3.9)
P = √3 . VL. IL. Cos ø (3.10)

Dimana:
P = Daya Aktif (Watt)
Vp = Tegangan Phasa (V)
Ip = Arus Phasa (A)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)
Ø = Sudut Phasa
4. Daya Reaktif (Q)
Daya reaktif didefinisikan sebagai pemakaian energi listrik yang diserap dan
dikembalikan per satuan waktu antara sumber listrik dan pemakaian energi listrik
dalam rangkaian arus bolak balik (AC). Satuan dari daya reaktif adalah VAR yaitu
diperoleh dari singkatan Volt Ampere Reaktif yakni perkalian antara komponen
reaktif dari arus dan tegangan. Secara matematis sistem satu fasa daya reaktif
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q = V.I.Sin ø (3.11)

Sedangkan perhitungan daya reaktif untuk sistem tiga fasa dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q = 3.Vp.Ip. Sin ø (3.12)
Q = √3 . VL. IL. Sin ø (3.13)

Dimana :
Q = Daya Reaktif (VAR)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)

5. Daya Semu (S)


Daya semu merupakan daya yang diperoleh dari hasil kali arus dan tegangan
sistem. Daya semu sering diesebut dengan daya kompleks yang merupakan
penjumlahan secara vektor antara daya nyata dengan daya reaktif. Dalam hal ini
daya semu dinyatakan dalam satuan VA (Volt Ampere). Dari pengertian tersebut,
secara matematis untuk sistem satu fasa, daya semu dapat dirumuskan sebagai
berikut:
S = V.I (3.14)

Sedangkan untuk sistem tiga fasa perhitungan daya semu dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

S = 3 Vp.Ip. (3.15)
S = √3 . VL. IL (3.16)

Dimana:
S = Daya Semu (VA)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)
3.4.2 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini
berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk
Power Source) sampai ke konsumen. Jadi, fungsi distribusi tenaga listrik adalah
sebagai pembagi atau penyalur tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan),
dan merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh
pembangkit tenaga listrik sebesar 11 kV sampai dengan 24 kV, kemudian
dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan
menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV atau 500 kV kemudian disalurkan melalui saluran
transmisi.

Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada
saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan
kuadrat arus yang mengalir (I².R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya
diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga
akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV
dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian
dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran
distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi
mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan transformator
distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga
listrik secara keseluruhan.

Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi
mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat
tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain:
berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya,
selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi
beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini
diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila
ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban,
terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.
Gambar 3.4 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta


pembatasan-pembatasan seperti pada gambar 3.4 :
Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation).
Daerah II : Bagian penyaluran (Transmission), bertegangan tinggi (HV, UHV,
EHV).
Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (20 kV).
Daerah IV : Bagian distribusi sekunder, bertegangan rendah (220/380 volt).
Bagian V : Di dalam bangunan konsumen atau pelanggan .
Pada dasarnya, sistem distribusi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu jaringan
distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder.

3.4.3 Sistem Jaringan Distribusi Primer


Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu
induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem jaringan distribusi primer atau sering
disebut dengan sistem Jaringan Tegangan Menengah (JTM) ini terletak antara
gardu induk dengan gardu distribusi. Standar operasi yang digunakan PT PLN
(Persero) untuk jaringan distribusi primer adalah 20 kV line to line. Sistem ini dapat
menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan
tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran
distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik
sampai ke pusat beban. Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan
distribusi primer.

A. Jaringan Distribusi Tipe Radial


Sistem ini merupakan bentuk jaringan dasar, paling sederhana dan paling banyak
digunakan. Dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari suatu titik
yang merupakan sumber dari jaringan itu, dan dicabang-cabang ke titik-titik beban
yang dilayani. Catu daya berasal dari satu titik sumber dan karena adanya
pencabangan-pencabangan tersebut, maka arus beban yang mengalir sepanjang
saluran menjadi tidak sama besar.

Oleh karena kerapatan arus (beban) pada setiap titik sepanjang saluran tidak
sama besar, maka luas penampang konduktor pada jaringan bentuk radial ini
ukurannya tidak harus sama. Maksudnya, saluran utama (dekat sumber) yang
menanggung arus beban besar, ukuran penampangnya relatif besar, dan saluran
cabang-cabangnya makin ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil, ukurannya
lebih kecil pula. Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah :

1. Bentuknya sederhana.
2. Biaya investasinya relatif murah.
3. Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya
yang terjadi pada saluran relatif besar.
4. Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan titik
beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut
mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan akan
mengalami pemadaman secara total.
Gambar 3.5 Jaringan Distribusi Tipe Radial

B. Jaringan Distribusi Tipe Loop


Suatu cara lain guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan gangguan
adalah dengan mendesain feeder sebagai lup (loop) dengan menyambung kedua
ujung saluran. Hal ini mengakibatkan bahwa suatu pemakai dapat memperoleh
pasokan energi dari dua arah. Bilamana pasokan dari salah satu arah terganggu,
pemakai itu akan disambung pada pasokan arah lainnya. Kapasitas cadangan
yang cukup besar harus tersedia pada tiap feeder. Sistem loop dapat dioperasikan
secara terbuka, ataupun secara tertutup.

3. Jaringan Distribusi Loop Terbuka


Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian feeder tersambung melalui alat pemisah
(disconnectors), dan kedua ujung feeder tersambung pada sumber energi. Pada
suatu tempat tertentu pada feeder, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan
terbuka. Pada asasnya, sistem ini terdiri atas dua feeder yang dipisahkan oleh
suatu pemisah, yang dapat berupa sekring, alat pemisah, saklar daya. Terlihat
pada Gambar 3.6 bila terjadi gangguan, bagian saluran dari feeder yang terganggu
dapat dilepas dan menyambungnya pada feeder yang tidak terganggu. Sistem
demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan yang
relatif kecil. Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai dari
diperlukannya kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok
dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus
dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver
beban pada saat terjadi gangguan.

Gambar 3.6 Jaringan Distribusi Tipe Loop Terbuka

Keterangan Gambar 3.6 :

SD 1 = Saklar Daya, Posisi Tertutup

SD 2 = Saklar Daya, Posisi Terbuka

4. Jaringan Distribusi Loop Tertutup


Sistem loop tertutup pada Gambar 3.7 diperoleh suatu tingkat keandalan
yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat-alat pemisah biasanya berupa saklar
daya yang lebih mahal. Saklar-saklar daya itu digerakkan oleh relay yang
membuka saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu,
sehingga bagian feeder yang tersisa tetap berada dalam keadaan
berenergi. Pengoperasian relay yang baik diperoleh dengan
mempergunakan kawat pilot yang menguhubungkan semua saklar daya.
Kawat pilot ini cukup mahal untuk dipasang dan dioperasikan. Kadang-
kadang rangkaian telepon yang disewa dapat dipakai sebagai pengganti
kawat pilot.

Sistem loop tertutup ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari
satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya
menggunakan relay arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai keandalan
yang lebih tinggi dibanding sistem yang lain.
Gambar 3.7 Jaringan Distribusi Tipe Loop Tertutup

Keterangan Gambar 3.4. :

SD 1 = Saklar Daya, Posisi Tertutup

SD 2 = Saklar Daya, Posisi Terbuka

5. Jaringan Distribusi Spindel


Merupakan bentuk jaringan yang dimodifikasi yang bertujuan meningkatkan
keandalan dan kualitas sistem. Salah satu bentuk modifikasi yang populer adalah
bentuk spindel, yang biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang dalam keadaan
dibebani, dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban.

Saluran 6 penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan


"working feeder" atau saluran kerja, dan satu saluran yang dioperasikan tanpa
beban dinamakan "express feeder". Fungsi "express feeder" dalam hal ini selain
sebagai cadangan pada saat terjadi gangguan pada salah satu "working feeder",
juga berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem distribusi
bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan normal memang
"express feeder" ini sengaja dioperasikan tanpa beban.
Gambar 3.8 Jaringan Distribusi Tipe Spindel

Keterangan Gambar 3.8. :


S = Saklar
GI = Gardu Induk
GH = Gardu Hubung
GD = Gardu Distribusi
A = Pengisi Khusus Tanpa Beban GD
B = Pengisi Biasa Dengan Beban GD

Gambar 3.8 merupakan skema prinsip dari sistem spindel. Spindel ini
menghubungi rel dari satu Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) dengan rel
dari Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) lain. Keistimewaannya adalah
bahwa selain kabel-kabel, atau feeder, yang mengisi beberapa buah GD, terdapat
satu kabel (kabel A pada Gambar 3.8), yang tidak mendapat beban GD. Kabel A
ini selalu menghubungi rel kedua GI (GH) itu. Sedangkan kabel-kabel B
memperoleh pengisian hanya dari salah satu GI (GH). Bilamana salah satu kabel
B atau salah satu GD terganggu, maka luas daerah padam dapat diminimalisir
dengan memasok energi listrik menggunakan kabel A (express feeder).

Sistem ini banyak dipakai di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Sistem ini memberi keandalan operasi yang cukup tinggi dengan investasi
tambahan berupa kabel A yang relatif rendah. Bilamana kabel A terganggu maka
saklar S akan bekerja.
3.4.4 Sistem Jaringan Distribusi Sekunder
Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut Jaringan Tegangan
Rendah (JTR) merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik
dari gardu-gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat-pusat beban (konsumen
tenaga listrik). Sebagaimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula
pertimbangan-pertimbangan perihal keandalan pelayanan dan regulasi tegangan.
Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 230/400
V dengan toleransi -10% dan +5% dari tegangan nominal. Sistem sekunder terdiri
dari empat jenis umum, yaitu :

 Sebuah transformator sendiri untuk tiap pemakai.


 Penggunaan satu transformator dengan saluran tegangan rendah untuk
sejumlah pemakai.
 Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa
transformator secara paralel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluran
tegangan rendah ini. Transformator-transformator diisi dari satu sumber
energi. Hal ini disebut bangking sekunder transformator.
 Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa
transformator, yang pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih.
Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup
besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan
rendah.

A. Pelayanan Dengan Transformator Sendiri


Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang agak
besar atau bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar kota,
sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau panjang. Skema
ini terlihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Sendiri


Keterangan Gambar 3.9 :
TM = Tegangan Menengah
TR = Tegangan Rendah
GD = Gardu Distribusi

B. Pelayanan Transformator Untuk Sejumlah Pemakai


Sistem ini merupakan sistem pelayanan transformator dengan saluran tegangan
rendah untuk melayani sejumlah pemakai. Sistem ini memperhatikan beban dan
keperluan pemakai yang berbeda-beda sifatnya. Di Indonesia sistem ini adalah
sistem yang paling banyak dipakai.

Gambar 3.10 Penggunaan Satu Gardu Distribusi Untuk Sejumlah Pemakai

Keterangan Gambar 3.10. :


TM = Tegangan Menengah
TR = Tegangan Rendah
GD = Gardu Distribusi

3.4.5 Gardu Induk


GI berfungsi menerima daya listrik dari jaringan substransmisi dan
menurunkan tegangannya menjadi 12 atau 20 kV. Tegangan yang telah diturunkan
ini kemudian akan disalurkan ke pelanggan dengan dibagi ke beberapa penyulang.
Penyulang dalam jaringan distribusi merupakan saluran yang menghubungkan
gardu induk dengan gardu distribusi. Pada gardu induk biasanya dilengkapi
dengan peralatan ukur dan peralatan pengaman (proteksi) untuk menjaga
kelangsungan pelayanan serta melindungi peralatan lainnya. Gardu induk juga
dapat diklasifikasikan menurut jenisnya, yaitu jenis pasangan luar, jenis pasangan
dalam, jenis pasangan bawah tanah, jenis mobil, dan sebagainya. (Arismunandar,
1997: hal 1-2)

3.4.6 Gardu Hubung


Gardu Hubung disingkat GH atau Switching Subtation adalah gardu yang
berfungsi sebagai sarana manuver pengendali beban listrik jika terjadi
gangguan aliran listrik, program pelaksanaan pemeliharaan atau untuk maksud
mempertahankan kountinuitas pelayanan. Isi dari instalasi Gardu Hubung adalah
rangkaian saklar beban (Load Break switch – LBS), dan atau pemutus tenaga yang
terhubung paralel. Gardu Hubung juga dapat dilengkapi sarana pemutus tenaga
pembatas beban pelanggan khusus Tegangan Menengah. Konstruksi Gardu
Hubung sama dengan Gardu Distribusi tipe beton. Pada ruang dalam Gardu
Hubung dapat dilengkapi dengan ruang untuk Gardu Distribusi yang terpisah dan
ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak jauh.

Ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak jauh dapat berada pada ruang yang
sama dengan ruang Gardu Hubung, namun terpisah dengan ruang Gardu
Distribusinya. Berdasarkan kebutuhannya Gardu Hubung dibagi menjadi:
 Gardu Hubung untuk 7 buah sel kubikel.
 Gardu Hubung untuk ( 7 + 7 ) buah sel kubikel.
 Gardu Hubung untuk ( 7 + 7 +7 + 7 ) buah sel kubikel.

Pengunaan kelompok – kelompok sel tersebut bergantung atas sistem yang


digunakan pada suatu daerah operasional, misalnya Spindel, Spotload, Fork,
Bunga, dan lain – lain. Spesifikasi teknis sel – sel kubikel Gardu Hubung sama
dengan spesifikasi teknis Gardu Distribusi, kecuali kemungkinan kemampuan Arus
Nominalnya yang bisa berbeda

3.4.7 Gardu Distribusi


A. Pengertian Gardu Distribusi
Gardu distribusi tenaga listrik adalah suatu bangunan gardu listrik yang dipasok
dengan tegangan menengah 20 kV dari saluran kabel tegangan menengah atau
saluran udara tegangan menengah. Berisi atau terdiri dari instalasi Perlengkapan
Hubung Bagi Tegangan Menengah (PHB-TM), Transformator Distribusi (TD) dan
Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Rendah (PHB-TR) untuk memasok
kebutuhan tenaga listrik bagi para pelanggan baik dengan Tegangan Menengah
(TM 20 kV) maupun Tegangan Rendah (TR 230/400). Konstruksi Gardu distribusi
dirancang berdasarkan optimalisasi biaya terhadap maksud dan tujuan
penggunaannya yang kadang kala harus disesuaikan dengan peraturan
Pemerintah Daerah setempat.

B. Jenis Gardu Distribusi


Gardu distribusi merupakan kumpulan atau gabungan dari perlengkapan hubung
bagi baik tegangan menengah (TM) dan tegangan rendah (TR). Jenis
perlengkapan hubung bagi tegangan menengah pada gardu distribusi berbeda
sesuai dengan jenis konstruksi gardunya. Secara garis besar gardu distribusi
dibedakan atas:
 Jenis pemasangannya :
 Gardu distribusi konstruksi pasangan dalam. Umumnya disebut gardu
beton (Masonry Wall Distribution Substation) dengan kapasitas
transformator besar.
 Gardu distribusi konstruksi pasangan luar. Umumnya disebut Gardu
Portal (Konstruksi 2 tiang), Gardu Cantol (Konstruksi 1 tiang) dengan
kapasitas transformator terbatas.
 Jenis Konstruksinya :
 Gardu Beton (bangunan sipil : batu, beton)
 Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol
 Gardu Kios
 Jenis Penggunaannya :
 Gardu Pelanggan Umum
 Gardu Pelanggan Khusus

1. Gardu Distribusi Pasangan Dalam


a. Gardu Beton (Gardu Bangunan)
Gardu distribusi pasangan dalam adalah gardu konstruksi beton dengan kapasitas
transformator besar, dipakai untuk daerah padat beban tinggi dengan konstruksi
instalasi yang berbeda dengan gardu pasangan luar. Gardu beton dipasok dari
baik jaringan saluran udara ataupun saluran kabel tanah.
(a) (b)

Gambar 3.11 (a) Gardu Beton, (b) Bagan Satu Garis Gardu Beton

b. Gardu Kios (Gardu Besi)


Gardu tipe ini adalah bangunan prefabricated terbuat dari konstruksi baja,
fiberglass atau kombinasinya, yang dapat dirangkai di lokasi rencana
pembangunan gardu distribusi. Terdapat beberapa jenis konstruksi yaitu Kios
Kompak, Kios Modular dan Kios Bertingkat.

Gardu ini dibangun pada tempat-tempat yang tidak diperbolehkan membangun


Gardu Beton. Karena sifat mobilitasnya, maka kapasitas transformator distribusi
yang terpasang memiliki batas kapasitas dengan kapasitas maksimum yaitu 400
kVA, dengan 4 jurusan tegangan rendah.
Khusus untuk gardu Kios Kompak, seluruh instalasi komponen utama gardu sudah
dirangkai selengkapnya di pabrik, sehingga dapat langsung diangkut kelokasi dan
disambungkan pada sistem distribusi yang sudah ada untuk difungsikan sesuai
dengan tujuannya.

Gambar 3.12 Gardu Kios


2. Gardu Distribusi Pasangan Luar
a. Gardu Tiang Tipe Cantol
Gardu cantol adalah gardu distribusi tipe tiang untuk pasangan luar (out-door)
dengan memakai konstruksi satu tiang. Seluruh bagian transformator distribusi
dan papan hubung bagi atau (PHB TR) dicantolkan pada satu tiang yang sama.
Tranformator distribusi di pasang pada pada bagian atas dan lemari panel / PHB-
TR pada bagian bawah.

Pada Gardu Distribusi tipe cantol, transformator yang terpasang adalah


transformator dengan daya ≤ 100 kVA Fase 3 atau Fase 1, namun untuk gardu
cantol 1 fase sudah jarang digunakan karena jaringan Tegangan Menengah (TM)
yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan jaringan 3 fase. Transformator
terpasang adalah jenis CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu
peralatan switching dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki
transformator.

Perlengkapan perlindungan transformator tambahan LA (Lightning Arrester)


dipasang terpisah dengan penghantar pembumianya yang terhubung langsung
dengan badan transformator. Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Rendah
(PHB-TR) maksimum 2 jurusan dengan saklar pemisah pada posisi masuk dan
pengaman lebur (tipe NH, NT fuse) sebagai pengaman jurusan.

(a) (b)
Gambar 3.13 (a) Gardu Cantol 1 Fasa, (b) Gardu Cantol 3 Fasa
b. Gardu Tiang Tipe Portal
Konstruksi gardu distribusi pasangan luar tipe portal terdiri atas Fused Cut Out
(FCO) sebagai pengaman hubung singkat transformator dengan elemen pelebur
atau fuse link type expulsion dan Lightning Arrester (LA) sebagai sarana pencegah
naiknya tegangan pada transformator akibat surja petir. Elekroda pembumian
dipasang pada masing‐masing lightning arrester dan pembumian titik netral
transformator sisi tegangan rendah. Kedua elekroda pembumian tersebut
dihubungkan dengan penghantar yang berfungsi sebagai ikatan penyama
potensial yang digelar di bawah tanah.

(a) (b)

Gambar 3.14 (a) Gardu Portal, (b) Bagan Satu Garis Gardu Portal

3. Gardu Distribusi Berdasarkan Jenis Penggunaannya


a. Gardu Pelanggan Umum
Umumnya konfigurasi peralatan gardu pelanggan umum adalah π section, sama
halnya dengan gardu tiang yang dicatu dari SKTM.
Gambar 3.15 Bagan Satu Garis Konfigurasi π section Gardu Pelanggan Umum

Karena keterbatasan lokasi dan pertimbangan keandalan yang dibutuhkan, dapat


saja konfigurasi gardu berupa T section dengan catu daya disupply PHB-TM gardu
terdekat yang sering disebut dengan Gardu Antena.

Untuk tingkat keandalan yang dituntut lebih dari gardu pelanggan umum biasa,
maka gardu dipasok oleh SKTM lebih dari satu penyulang sehingga jumlah saklar
hubung lebih dari satu dan dapat digerakan secara otomatis (ACOS: Automatic
Cange Over Switch).

b. Gardu Pelanggan Khusus


Gardu ini dirancang dan dibangun untuk sambungan tenaga listrik bagi pelanggan
berdaya besar. Selain komponen utama peralatan hubung dan proteksi, gardu ini
di lengkapi dengan alat-alat ukur yang dipersyaratkan.

Untuk pelanggan dengan daya lebig dari 197 kVA, komponen utama gardu adalah
peralatan PHB-TM, proteksi dan pengukuran tegangan menengah (TM).
Transformator penurun tegangan berada di sisi pelanggan atau diluar area
kepemilikan dan tanggung jawab PT PLN (Persero).

Pada umumnya, gardu pelanggan khusus ini dapat juga dilengkapi dengan
transformator untuk melayani pelanggan umum.
Gambar 3.16 Bagan Satu Garis Gardu Pelanggan Khusus

Keterangan:

TP = Pengaman Transformator
PMB = Pemutus Beban - LBS
PT = Transformator Tegangan
PMT = Pembatas Beban Pelanggan
SP = Sambungan Pelanggan

3.4.8 Komponen Utama Gardu Distribusi


A. Transformator Distribusi
1. Pengertian Transformator
Transformator merupakan suatu alat magnetoelektrik yang sederhana, andal, dan
efisien untuk mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang
lain. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi
berlapis dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.
Rasio perubahan tegangan akan tergantung pada rasio jumlah lilitan pada kedua
kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dibelit seputar
“kaki” inti transformator. Secara umum dapat dibedakan dua jenis transformator
menurut konstruksinya, yaitu tipe inti, dan tipe cangkang. Pada tipe inti terdapat
dua kaki, dan masing-masing kaki dibelit oleh satu kumparan. Sedangkan tipe
cangkang mempunyai tiga buah kaki, dan hanya kaki yang tengah-tengah dibelit
oleh kedua kumparan.
Gambar 3.17 Tipe Kumparan Transformator

2. Bagian Utama Transformator


a. Inti Besi
Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, magnetik yang ditimbulkan
oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi
tipis yang berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang
ditimbulkan oleh Eddy Current.

b. Kumparan Transformator
Kumparan transformator adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk
suatu kumparan atau gulungan. Kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer
dan kumparan sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap
antar kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinax dan lain-lain.
Kumparan tersebut sebagai alat transformasi tegangan dan arus.

c. Minyak Transformator
Minyak transformator merupakan salah satu bahan isolasi cair yang dipergunakan
sebagai isolasi dan pendingin pada transformator. Sebagai bagian dari bahan
isolasi, minyak harus memiliki kemampuan untuk menahan tegangan tembus,
sedangkan sebagai pendingin minyak transformator harus mampu meredam
panas yang ditimbulkan, sehingga dengan kedua kemampuan ini maka minyak
diharapkan akan mampu melindungi transformator dari gangguan.

d. Bushing
Hubungan antara kumparan transformator dengan jaringan luar melalui sebuah
bushing yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator. Bushing sekaligus
berfungsi sebagai penyekat atau isolator antara konduktor tersebut dengan tangki
transformator. Pada bushing dilengkapi fasilitas untuk pengujian kondisi bushing
yang sering disebut center tap.
e. Tangki dan Konservator
Untuk menampung pemuaian minyak transformator, maka tangki dilengkapi
konservator. Konservator adalah sebuah tabung yang mempunyai sebagian ruang
kosong untuk menampung volume pemuaian minyak transformator.

3. Peralatan-Peralatan Bantu Transformator


a. Alat Pendingin (cooler)
Pada inti besi dan kumparan – kumparan akan timbul panas akibat rugi-rugi
tembaga. Maka panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, ini
akan merusak isolasi, maka untuk mengurangi kenaikan suhu yang berlebihan
tersebut transformator perlu dilengkapi dengan alat atau sistem pendingin untuk
menyalurkan panas keluar transformator, media yang dipakai pada sistem
pendingin dapat berupa udara atau gas, minyak dan air.

Sedangkan cara pendinginan transformator terdapat dua macam yaitu : alamiah


atau natural (Onan) dan paksaan atau tekanan (Onaf). Pada pendinginan alamiah
(natural) melalui sirip-sirip radiator yang bersirkulasi dengan udara luar dan untuk
trafo yang besar minyak pada transformator disirkulasikan dengan pompa.
Sedangkan pada pendinginan paksa pada sirip-sirip transformator terdapat fan
yang bekerjanya sesuai setting temperaturnya.

b. Tap Changer
Kualitas operasi tenaga listrik jika tegangan nominalnya sesuai ketentuan, tetapi
pada saat operasi dapat saja terjadi penurunan tegangan sehingga kualitasnya
menurun, konstan dan berkelanjutan.

Untuk itu transformator dirancang sedemikian rupa sehingga perubahan tegangan


pada sisi primer atau input tidak mengakibatkan perubahan tegangan pada sisi
sekunder atau output, dengan kata lain tegangan di sisi output-nya tetap. Alat ini
disebut sebagai sadapan pengatur tegangan tanpa terjadi pemutusan beban,
biasa disebut On Load Tap Changer (OLTC).

4. Indikator Pada Transformator


a. Alat Pernapasan Transformator
Karena pengaruh naik turunnya beban transformator maupun suhu udara luar,
maka suhu minyak akan berubah-ubah mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu
minyak tinggi, minyak akan memuai dan mendesak udara diatas permukaan
minyak keluar dari tangki, sebaliknya bila suhu minyak turun atau dingin, minyak
akan menyusut maka udara luar akan masuk kedalam tangki. Kedua proses
tersebut diatas disebut pernapasan transformator, akibatnya permukaan minyak
akan bersinggungan dengan udara luar. Sebagai deteksi keadaan-keadaan
transformator selama operasi maka dilengkapi dengan indikator-indikator yaitu :
 Indikator suhu minyak
 Indikator permukaan minyak
 Indikator kedudukan tap

b. Katup Pembuangan dan Pengisian


Katup pembuangan pada transformator berfungsi untuk menguras pada
penggantian minyak transformator, hal ini terdapat pada transformator diatas 100
kVA, sedangkan katup pengisian berfungsi untuk menambahkan atau mengambil
sample minyak pada transformator.

5. Nameplate Pelat Pengenal :


Setiap transformator harus dilengkapi dengan pelat pengenal, terbuat dari bahan
tahan cuaca, dipasang pada posisi yang mudah dilihat berisikan rincian seperti
yang ditunjukkan dibawah ini. Keseluruhan pelat harus bertanda yang tak mudah
terhapus (misalnya : dengan memahat, mencetak-cetak)
Informasi yang diperlukan dari sebuah transformator adalah [8] :
a. Jenis transformator
b. Nomor spesifikasi.
c. Nomor seri pembuatan
d. Jumlah fasa
e. Daya mengenal
f. Frekuensi pengenal
g. Tegangan pengenal primer dan sekunder
h. Arus pengenal primer dan sekunder
i. Kelompok vektor
j. Tegangan impendans
k. Rugi tanpa beban-rugi berbeban
l. Bahan belitan primer-sekunder
m. Berat total
n. Volume minyak
o. Jenis minyak
p. Jenis pendingin
6. Hubungan Pada Transformator Tiga Fasa
Pada transformator tiga fasa, sistem hubungan antara sisi kumparan primer dan
kumparan sekunder dikenal 4 macam hubungan yaitu :

a. Hubungan Segitiga-Segitiga (Δ – Δ)
Hubungan segitiga-segitiga (Δ−Δ) adalah apabila ketiga kumparan primer
dihubungkan secara seri satu sama lain, sehingga merupakan rangkaian tertutup
(segitiga) dengan tiga buah ujung kawat fasanya. Demikian pula untuk hubungan
ketiga kumparan sekundernya. Sehingga antara kumparan primer dan kumparan
sekunder terdapat hubungan segitiga-segitiga (Δ − Δ).

Gambar 2.16. Hubungan Segitiga-Segitiga (Δ-Δ).

b. Hubungan Bintang-Bintang (Y – Y)
Hubungan bintang-bintang (Y–Υ) adalah apabila ujung-ujung kawat lilitan
kumparan dari ketiga kumparan primer maupun dari kumparan sekunder, masing-
masing dihubungkan menjadi satu dan merupakan titik bintang yang dihubungkan
dengan saluran nol (ground). Sedangkan ketiga ujung kawat lilitan kumparan yang
lain masing-masing dihubungkan dengan kawat fasa, maka terdapat 4 buah
sambungan.

Gambar 2.17. Hubungan Bintang-Bintang (Y-Y)


c. Hubungan Segitiga-Bintang (Δ-Y)

Hubungan segitiga-bintang (Δ–Υ) ini merupakan hubungan campuran dimana


ketiga kumparan primer dihubungkan dengan Δ sedangkan untuk ketiga kumparan
sekunder dihubungakan Υ.

Gambar 2.18. Hubungan Segitiga-Bintang (Δ-Y) [13]

d. Hubungan Bintang-Segitiga (Y-Δ)

Hubungan segitiga-bintang (Υ-Δ) ini merupakan hubungan campuran dimana


ketiga kumparan primer dihubungkan dengan Y sedangkan untuk ketiga kumparan
sekunder dihubungakan Δ.

Gambar 2.19. Hubungan Bintang-Segitiga (Y- Δ)

7. Pola Pembebanan Transformator

Transformator overload apabila beban transformator melebihi 80% dari kapasitas


transformator (nameplate) atau arus nominal (In).
Catatan :
 Beban transformator baru (bukan rekondisi) < 90% untuk semua merk
transformator.
 Beban transformator rekondisi < 80% untuk semua merk transformator.
Berikut merupakan ketentuan pembebanan transformator dilihat dari arus di sisi
primer (Ip) dan di sisi sekunder (Is).

Tabel 3.1 Arus Nominal Berdasarkan Pola Pembebanan Transformator


No. Daya (kVA) / Fasa Ip (A) Is (A) 80% x Is (A)

1 25 / 1 1.25 54.1 43.28


2 50 / 1 2.5 108.23 86.58
3 64 / 1 3.2 138.53 110.82
4 25 / 3 0.72 36.08 28.86
5 50 / 3 1.44 72.17 57.74
6 100 / 3 2.89 144.34 115.47
7 160 / 3 4.62 230.94 184.75
8 200 / 3 5.77 288.67 230.94
9 250 / 3 7.22 360.84 288.67
10 315 / 3 9.09 454.66 363.73
11 400 / 3 11.54 577. 35 461.88

Untuk mengetahui arus sisi primer (Ip) transformator, dapat menggunakan


persamaan :
𝑆
𝐼𝑝 = ()
√3 𝑉

Dimana :
S = Daya transformator (kVA)

V = Tegangan primer (V) = 20 kV

Untuk mengetahui arus sisi sekunder (Is) transformator, dapat menggunakan


persamaan :
𝑆
𝐼𝑠 = ()
√3 𝑉

Dimana :

S = Daya transformator (kVA)

V = Tegangan primer (V) = 400 V


8. Prinsip Kerja Transformator
Transformator terdiri dari dua gulungan kawat yang terpisah satu sama lain, yang
dibelitkan pada inti yang sama. Daya listrik dipisahkan dari kumparan primer ke
kumparan sekunder dengan perantaraan garis gaya magnit (flux magnit) yang
dibangkitkan oleh aliran listrik yang mengalir melalui kumparan primer. Untuk
dapat membangkitkan tegangan listrik pada kumparan sekunder, flux magnit yang
dibangkitkan oleh kumparan primer harus berubah-ubah. Untuk memenuhi aliran
ini, aliran listrik yang mengalir melalui kumparan primer haruslah aliran listrik
bolak-balik (AC). Saat kumparan primer dihubungkan ke sumber listrik AC, pada
kumparan primer timbul gaya gerak magnit bersama yang bolak-balik. Dengan
adanya gaya gerak magnit, disekitar kumparan primer timbul flux magnit bersama
yang bolak-balik. Adanya flux magnit bersama ini, pada ujung-ujung kumparan
sekunder timbul gaya gerak listrik induksi sekunder yang mungkin sama, lebih
tinggi atau lebih rendah dari gaya gerak listrik primer. Hal ini tergantung pada
perbandingan transformasi kumparan transformator tersebut. Jika kumparan
sekunder dihubungkan ke beban, maka pada kumparan sekunder timbul arus listrik
bolak-balik sekunder akibat adanya gaya gerak listrik induksi sekunder. Hal ini
mengakibatkan timbul gaya gerak magnit pada kumparan sekunder dan akibatnya
pada beban timbul tegangan sekunder.

Dalam sistem distribusi daya listrik, transformator dapat membangkitkan daya pada
tegangan yang cocok, menaikkan sampai tegangan yang sangat tinggi untuk
transmisi jarak jauh dan kemudian menurunkan pada distribusi yang praktis dapat
dikelompokkan :

a. Transformator penaik tegangan (step up) adalah transformator yang output


kumparan sekunder lebih besar dibandingkan tegangan input kumparan primer.
Jenis transformator yang mempunyai lilitan pada kumparan sekunder lebih
banyak dibandingkan pada kumparan sekunder. Perbandingan lilitan primer
dengan lilitan sekunder menentukan perbandingan tegangan input dengan
output transformator.

b. Transformator penurun tegangan (step down) adalah transformator pada


tegangan output kumparan sekunder yang lebih rendah dibanding dengan
tegangan input kumparan primer. Jenis transformator ini mempunyai lilitan
sekunder lebih sedikit atau kurang dibandingkan dengan lilitan pada kumparan
primer. Perbandingan jumlah lilitan primer dengan sekunder menentukan
perbandingan tegangan primer dengan sekunder dari transformator.

B. Panel Hubung Bagi sisi Tegangan Menengah (PHB-TM)


Berikut ini adalah Komponen Utama PHB-TM yang sudah terpasang/terangkai
secara lengkap yang lazim disebut dengan Kubikel-TM, yaitu:

1. Pemisah-Disconnecting Switch (DS)


Berfungsi sebagai pemisah atau penghubung instalasi listrik 20 kV. Pemisah
hanya dapat dioperasikan dalam keadaan tidak berbeban.

2. Pemutus Beban-Load Break Switch (LBS)


Berfungsi sebagai pemutus atau penghubung instalasi listrik 20 kV. Pemutus
beban dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban dan terpasang pada
kabel masuk atau keluar gardu distribusi. Kubikel LBS dilengkapi dengan sakelar
pembumian yang bekerja secara interlock dengan LBS. Untuk pengoperasian
jarak jauh dapat menggunakan RTU yang mana Remote Terminal Unit (RTU)
harus dilengkapi catu daya penggerak.

3. Pemutus Tenaga-Circuit Breaker (CB)


Berfungsi sebagai pemutus dan penghubung arus listrik dengan cepat dalam
keadaan normal maupun gangguan hubung singkat. Peralatan Pemutus
Tenaga (PMT) ini sudah dilengkapi degan rele proteksi arus lebih (Over
Current Relay) dan dapat difungsikan sebagai alat pembatas beban. Komponen
utama PHB-TM tersebut diatas sudah terakit dalam kompartemen kompak
(lengkap), yang sering disebut Kubikel Pembatas Beban Pelanggan.

4. LBS-TP (Transformer Protection)


Transformator distribusi dengan daya ≤ 630 kVA pada sisi primer dilindungi
pembatas arus dengan pengaman lebur jenis HRC (High Rupturing Capacity).
Peralatan kubikel proteksi transformator, dilengkapi dengan LBS yang dipasang
sebelum pengaman lebur.Untuk gardu kompak, komponen proteksi dan LBS dapat
saja sudah terangkai sebagai satu kesatuan, dan disebut Ring Main Unit
(RMU).
C. Panel Hubung Bagi sisi Tegangan Rendah (PHB-TR)
PHB-TR adalah suatu kombinasi dari satu atau lebih Perlengkapan Hubung Bagi
Tegangan Rendah dengan peralatan kontrol, peralatan ukur, pengaman dan
kendali yang saling berhubungan. Keseluruhannya dirakit lengkap dengan sistem
pengawatan dan mekanis pada bagian-bagian penyangganya.

Secara umum PHB TR sesuai SPLN 118-3-1–1996,untuk pasangan dalam


adalah jenis terbuka. Rak TR pasangan dalam untuk gardu distribusi beton. PHB
jenis terbuka adalah suatu rakitan PHB yang terdiri dari susunan penyangga
peralatan proteksi dan peralatan Hubung Bagi dengan seluruh bagian-bagian yang
bertegangan, terpasang tanpa isolasi. Jumlah jurusan per transformator atau
gardu distribusi sebanyak-banyaknya 8 jurusan, disesuaikan dengan besar daya
transformator dan Kemampuan Hantar Arus (KHA) Penghantar JTR yang
digunakan. Pada PHB-TR harus dicantumkan diagram satu garis, arus pengenal
gawai proteksi dan kendali serta nama jurusan JTR. Sebagai peralatan sakelar
utama saluran masuk PHB-TR, dipasangkan Pemutus Beban (LBS) atau NFB (No
Fused Breaker). Pengaman arus lebih (Over Current) jurusan disisi Tegangan
Rendah pada PHB-TR dibedakan atas :

1. Sakral Utama Pemisah Beban (Disconnecting Switch)


Saklar utama pemisah beban ini biasanya berupa disconnecting switch (DS) atau
yang lebih dikenal dengan helfboom. Saklar ini berfungsi untuk membuka atau
menutup sirkit tegangan dari trafo ke busbar tegangan rendah. Biasanya berupa
saklar 3 fase dengan 3 atau 4 kutub, dengan jenis terbuka atau tertutup. Kapasitas
arus sesuai daya trafo yang terpasang dan kapasitas tegangan minimal 1000 V.
Cara pengoperasiannya ada 2 ( dua ) cara, yaitu tarik - dorong dan putar kiri –
kanan

2. No Fused Breaker (NFB)


No Fused Breaker adalah breaker/pemutus dengan sensor arus, apabila ada
arus yang melewati peralatan tersebut melebihi kapasitas breaker, maka
sistem magnetik dan bimetalic pada peralatan tersebut akan bekerja dan
memerintahkan breaker melepas beban.

3. Pengaman Lebur (Sekering)


Pengaman lebur adalah suatu alat pemutus yang dengan meleburnya bagian dari
komponennya yang telah dirancang dan disesuaikan ukurannya untuk
membuka rangkaian dimana sekering tersebut dipasang dan memutuskan arus
bila arus tersebut melebihi suatu nilai tertentu dalam jangka waktu yang cukup
(SPLN 64:1985:1).
Fungsi pengaman lebur dalam suatu rangkaian listrik adalah untuk setiap saat
menjaga atau mengamankan rangkaian berikut peralatan atau perlengkapan yang
tersambung dari kerusakan, dalam batas nilai pengenalnya (SPLN 64:1985:24).
Berdasarkan konstruksinya Pengaman Lebur untuk Tegangan Rendah dapat
digolongkan menjadi :

a. Pelebur Tabung Semi Terbuka


Pelebur ini mempunyai harga nominal sampai 1000 Ampere. Penggunaannya
sebagai pengaman pada saluran induk Jaringan Tegangan Rendah, saluran
induk Instalasi Penerangan maupun Instalasi Tenaga. Apabila elemen lebur dari
pelebur ini putus dapat dengan mudah diganti.

b. Pelebur Tabung Tertutup (Tipe NH atau NT)


Jenis pengaman lebur ini paling banyak digunakan. Pemilihan besar rating
pengaman pelebur sesuai dengan kapasitas transformator dan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 Spesifikasi Teknis PHB-TR

No Uraian Spesifikasi

Arus pengenal (In) saklar Sekurang-kurangnya 115 % In


1
pemisah transformator distribusi
Sekurang-kurangnya 125 % In
2 KHA rel PHB
saklar pemisah
Arus pengenal (In) pengaman Tidak melebihi KHA penghantar
3
lebur sirkit keluar (jurusan)
Fungsi dari kapasitas transformator
4 Short breaking current (Rms)
dan tegangan impedansinya
Tidak melebihi 2.5 x shor breaking
5 Short making current (peak)
current
6 Impulse voltage 20 kV
Indeks proteksi - IP (International
Disesuaikan dengan kebutuhan,
7 Protection) untuk PHB pasangan
namun sekurang-kurangnya IP-45
luar
In = I nominal transformator sisi sekunder
4. Peralatan Pengukur
a. Transformator Tegangan-Potential Transformator (PT)
Fungsinya adalah mentransformasikan besaran Tegangan Tinggi ke besaran
Tegangan Rendah guna pengukuran atau proteksi dan sebagai isolasi antara sisi
tegangan yang diukur atau diproteksikan dengan alat ukurnya / proteksinya. Faktor
yang harus diperhatikan dalam pemilihan transformator tegangan adalah batas
kesalahan transformasi dan pergeseran sesuai Tabel 3.2

Tabel 3.2 Batas Kesalahan Transformasi Trafo Tegangan

Kesalahan Rasio Tegangan +/- Pergeseran Sudut +/-


Kelas
(%) (Menit)
0.5 0.5 20
1 1 40

Burden, yaitu beban sekunder dari transformator tegangan (PT), dalam hal
ini sangat terkait dengan kelas ketelitian PT-nya. Untuk instalasi pasangan
dalam; lazimnya transformator tegangan sudah terpasang pada kubikel
pengukuran.

b. Transformator Arus-Current Transformator (CT)


Transformator arus (Current Transformer- CT) adalah salah satu peralatan di
Gardu Distribusi, fungsinya untuk mengkonversi besaran arus besar ke arus
kecil guna pengukuran sesuai batasan alat ukur, juga sebagai proteksi serta
isolasi sirkit sekunder dari sisi primernya.

Faktor yang harus diperhatikan pada instalasi transformator arus adalah Beban
(Burden) Pengenal dan Kelas ketelilitian CT. Disarankan menggunakan jenis CT
yang mempunyai tingkat ketelitian yang sama untuk beban 20% - 120% arus
nominal. Nilai burden, kelas ketelitian untuk proteksi dan pengukuran harus
merujuk pada ketentuan/persyaratan yang berlaku. Konstruksi transformator arus
dapat terdiri lebih dari 1 kumparan primer (double primer).

Untuk konstruksinya sama halnya dengan transformator tegangan, transformator


arus pasangan luar memiliki konstruksi lebih besar/kokoh dibandingkan konstruksi
pasangan dalam yang umumnya built in (atau akan dipasangkan) dalam kubikel
pengukuran
5. Peralatan Switching dan Pengaman Sisi Tegangan Menengah
a. Fused Cut Out (FCO)
Fuse Cut Out (FCO) merupakan sebuah alat pemutus rangkaian listrik yang
berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja denga cara meleburkan bagian
dari komponennya (fuse link) yang telah dirancang khusus. Disamping itu Fuse
Cut Out (FCO) merupakan peralatan proteksi yang bekerja apabila terjadi
gangguan arus lebih. Alat ini akan memutuskan rangkaian listrik yang satu dengan
yang lain apabila dilewati arus yang melewati kapasitas kerjanya.
Prinsip kerjanya adalah ketika terjadi gangguan arus maka fuse pada cut out akan
putus, dan tabung ini akan lepas dari pegangan atas, dan menggantung di udara,
sehingga tidak ada arus yang mengalir ke sistem. Adapun cara perlindungannya
adalah dengan melelehkan fuse link, sehingga dapat memisahkan antara bagian
yang sehat dan yang terganggu. Sedangkan fuse link itu sendiri adalah elemen inti
dari Fuse Cut Out (FCO) yang terletak di dalam fuse holder dan mempunyai titik
lebur tertentu. Jika beban jaringan sesudah Fuse Cut Out (FCO) menyentuh titik
lebur tersebut, maka fuse link akan meleleh dan akan memisahkan jaringan
sebelum Fuse Cut Out (FCO) dengan jaringan sesudah Fuse Cut Out (FCO).

Gambar 2.16. Fuse Cut Out (FCO)


Cara menghitung rating FCO pada gardu distribusi pasangan luar adalah sebagai
berikut:
𝑘𝑉𝐴 𝑡𝑟𝑎𝑓𝑜
𝐼𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟 = ()
√3 𝑘𝑉 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟

𝑅𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐹𝐶𝑂 = 1,2 𝑥 𝐼𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟 ()

Berdasarkan hasil perhiungan maka rating FCO yang digunakan akan disesuaikan
dengan fuse link yang disediakan oleh pabrikan.
b. Lightning Arrester (LA)
Proteksi petir adalah suatu sistem pengaman yang berfungsi untuk perlindungan
dari tegangan surja petir dengan cara membatasi tegangan surja petir yang datang
dan mengalirkannya ke tanah. Gardu distribusi dilindungi dari surja petir dengan
menggunakan lightning arrester. Lightning arrester 5 kA dipergunakan jika
transformator berlokasi di tengah jaringan SUTM. Jika berlokasi di ujung jaringan
memakai rating 10 kA. Lightning arrester dibumikan dengan menggunakan
penghantar BC berukuran luas penampang 35 mm2 dan memakai elektroda
pembumian tersendiri dengan nilai tahanan pembumian tidak melebihi 5 ohm.
Lightning arrester ditempatkan sedekat mungkin pada peralatan yang dilindungi.
Lightning arrester dipergunakan pada gardu konstruksi luar (gardu portal dan
cantol) untuk menghindari over voltage akibat adanya surja petir.

Sadapan penghantar lightning arrester dengan penghantar transformator dapat


sebelum atau sesudah pemasangan fuse cut out. Berikut ini diberikan beberapa
pertimbangan keuntungan dan kerugian masing-masing cara di atas.

1) Pemasangan LA sebelum FCO


 Keuntungannya :
Ketika ada gelombang petir yang merambat ke SUTM, maka gelombang petir
akan mencari pentanahan terdekat, dengan dipasangkan Arrester diparallel
dengan FCO maka arrester akan menchoping puncak gelombang petir.
Namun masih ada sisa gelombang petir yang masuk ke trafo. Arus yang
masuk ini sangat kecil dibandingkan BIL (Basic Insulation Level) Trafo.
 Kerugiannya :
 Kegagalan LA memadamkan sistem penyulang
 Penghantar LA lebih panjang
 Jika ada arrester rusak atau bocor maka akan merusak trafo
2) Pemasangan LA setelah FCO
 Keuntungan :
Bila ada gelombang petir yang merambat pada SUTM maka FCO akan putus,
jadi ketika LA rusak atau gagal akan diamankan oleh FCO
 Kerugiannya :
Fuse link rentan terhadap surja petir, ketika ada satu fasa FCO putus maka
akan ada beban tak seimbang, maka akan merusak/ memanaskan beban 3
fasa seperti motor induksi

Untuk saluran udara sangat panjang, pemasangan LA sesudah FCO dapat


dipertimbangkan dengan menggunakan fuse link type – H (tahan terhadap arus
surja petir). sedangkan untuk saluran udara pendek pemasangan LA sebelum
FCO lebih baik sebagai pilihan.

6. Konektor
Konektor adalah komponen yang dipergunakan untuk menyadap atau
mencabangkan kawat penghantar SUTM ke gardu. Berikut adalah jenis konektor
yang biasanya digunakan pada gardu distribusi pasangan luar:
a. Live Line Connector (LLC)
b. Tap Connector
c. Compression Connector Aluminium (CCOA)

7. Penghantar
a. Kabel
Kabel listrik adalah media untuk menyalurkan energi listrik. Sebuah kabel listrik
terdiri dari isolator dan konduktor. Isolator disini adalah bahan pembungkus kabel
yang biasanya terbuat dari karet atau plastik, sedangkan konduktornya terbuat dari
serabut tembaga ataupun tembaga pejal. Kemampuan hantar sebuah kabel listrik
ditentukan oleh KHA (Kemampuan Hantar Arus) yang dimilikinya, sebab
parameter hantaran listrik ditentukan dalam satuan Ampere. Kemampuan hantar
arus ditentukan oleh luas luas penampang konduktor yang berada dalam kabel
listrik, adapun ketentuan mengenai KHA kabel listrik diatur dalam spesifikasi
SPLN.

Salah satu jenis kabel yang sering digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik
adalah kabel NYFGbY. Kabel ini digunakan untuk instalasi bawah tanah, di dalam
ruangan, di dalam saluran-saluran dan pada tempat-tempat terbuka dimana
perlindungan terhadap gangguan mekanis dibutuhkan, atau untuk tekanan
rentangan yang tinggi selama dipasang dan dioperasikan.

Pada gardu distribusi pasangan luar kabel berfungsi untuk menghubungkan antara
SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah) degan peralatan yang ada pada
gardu distribusi seperti trafo, FCO, arrester dan PHB TR (inlet dan outlet).

b. Busbar
Busbar dan saluran pembagi ini digunakan untuk pengumpul dan aliran daya listrik.
Di buat dari plat tembaga dengan penampang sesuai kapasitas trafo. Terpasang pada
kerangka dengan sekat dari isolator bahan keramik atau fiberglass.
8. Karakteristik Umum beban

9. Pembebanan Transformator
10. Ketidakseimbangan Beban
11. Rugi
12. Manajemen Transformator Distribusi
Manajemen trafo adalah cara pengelolaan trafo distribusi yang bertujuan
untuk meningkatkan suatu jaringan distribusi yang berkualitas dan handal.
Ada beberapa cara dalam melakukan Manajemen Trafo yaitu
dengan cara :
a. Menukar transformator atau mutasi transformator (change) antar gardu yang
mengalami overload dan pembebanan rendah yang sudah terpasang.
b. Mengalihkan sebagian beban (daya terpasang) yang dipikul Transformator
yang telah mengalami overblast ke Transformator terdekat yang masih
memungkinkan untuk dapat memikul beban tambahan (Split beban).
c. Menyisipkan transformator baru diantara transformator yang telah mengalami
overblast dengan beban yang paling ujung (sisi pelanggan).
13. Mutasi Transformator Distribusi
Mutasi trafo adalah salah satu cara penggelolaan trafo-trafo distribusi yang
terpasang dijaringan dalam upaya mengatasi ketidaksesuaiaan kapasitas trafo
dengan beban, dengan cara menukar trafo yang terpasang antara gardu satu
dengan gardu yang lainnya.Tujuan pelaksanaan mutasi trafo antara lain untuk:
1. Mencegah terjadinya kerusakan trafo akibat trafo overload
2. Meningkatkan mutu pelayanan
3. Meningkatkan kualitas keandalan dalam penyaluran energi listrik
4. Menjaga keselamatan umum dan lingkungan
5. Memperkecil kerugian

Anda mungkin juga menyukai