Pengguna energi listrik dari waktu ke waktu semakin meningkat. Semakin banyak
pengguna listrik, otomatis permasalahan yang timbul juga semakin banyak. Salah
satunya adalah pembebanan transformator distribusi yang sudah melebihi
kapasitasnya atau dapat dikatakan transformator mengalami overload. Apabila hal
ini terjadi, transformator akan dialiri arus yang lebih besar dari arus nominalnya.
Hal ini menjadi masalah karena isolasi yang terdapat pada transformator telah
disesuaikan dengan arus nominal dari transformator tersebut. Jika keadaan ini
berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan isolasi pada
transformator mengalami kerusakan karena panas yang berlebihan yang akan
berujung pada rusaknya transformator. Selain hal tersebut, kelebihan beban pada
transformator distribusi juga dapat menyebabkan terjadinya drop tegangan dan
losses sepanjang penghantar yang dilaluinya. Untuk mengatasi permasalahan
overload tersebut, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi jarak antara beban dengan trafo distribusinya melalui rekonfigurasi
atau pemindahan beban, dengan pemasangan transformator sisipan, uprating
transformator distribusi (meningkatkan kapasitas transformator) maupun mutasi
transformator distribusi (transformator yang melayani beban kecil dimutasikan ke
transformator yang melayani beban besar dan begitu juga sebaliknya).
3.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi awal transformator distribusi KD0097 dan
KD00167 sebelum dimutasi ditinjau dari persentase pembebanannya
B. Hukum Ohm
Hukum Ohm merupakan hukum yang membahas tentang hubungan antara
parameter tegangan listrik, arus listrik dan hambatan. Hubungan tersebut
dinyatakan dengan besar arus dalam rangkaian arus searah, sehingga pada
dasarnya bunyi hukum Ohm adalah “Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui
sebuah penghantar atau konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial/
tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan
hambatannya (R)”.
𝑉
𝐼=𝑅 (3.1)
Dimana:
I = Arus (A)
V = Tegangan (V)
R = Hambatan ( Ω)
Pada rangkaian arus bolak-balik ketika beban yang terpasang bukan resistansi
murni melainkan adanya pengaruh factor beban yang induktif dan kapasitif
sehingga menimbulkan factor reaktansi. Sehingga untuk perhitungan jumlah dari
resistansi dan reaktansi digunakan sejumlah penjumlahan dalah vector yang akan
menghasilkan besaran yang baru yaitu impedansi. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
𝑍 = 𝑅 + 𝑗𝑋 (3.2)
Dimana:
Z = Impedansi ( Ω)
R = Resistansi ( Ω)
X = Faktor reaktansi ( Ω)
Sehingga persamaan (2.1) ketika bukan beban resistansi murni maka besarnya
hambatan diganti dengan impedansi, maka untuk mencari tegangan pada
rangkaian arus bolak-balik menggunakan rumus:
𝑉 = 𝐼. 𝑍 (3.3)
𝜌.𝐿
𝑅= (3.4)
𝐴
Dimana:
R = Resistansi penghatar ( Ω)
ρ = Tahanan jenis penghantar (Ω.mm2/m)
L = Panjang penghantar (m)
A = Luas penampang penghantar (mm2)
C. Hukum Kirchoff
Hukum Kirchoff ditemukan oleh Gustav Robert Kirchoff yang merupakan ahli fisika
asal Jerman. Kirchoff menjelaskan hukumnya ke dalam dua bagian yaitu Hukum I
Kirchoff dan Hukum II Kirchoff. Hukum ini pada dasarnya menjelaskan rangkaian
sederhana yang terdiri dari lampu, baterai dan saklar yang terhubung satu sama
lain. Saat sakelar dalam keadaan terbuka, arus listrik belum mengalir dan lampu
tetap padam. Saat sakelar dalam keadaan disambungkan, arus listrik akan
mengalir dari kutub positif ke kutub negatif baterai sehingga lampu akan menyala.
1. Hukum Kirchoff I
Hukum ini berlaku pada rangkaian bercabang yang berkaitan dengan arah arus
saat melewati titik percabangan. Hukum I Kirchoff biasa disebut Hukum Arus
Kirchoff atau Kirchoff’s Current Law (KCL). Bunyi Hukum I Kirchoff adalah “Kuat
arus total yang masuk melalui titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama
dengan kuat arus total yang keluar dari titik percabangan”.
Berdasarkan Gambar 3.2 maka kuat arus total yang melewati titik percabangan a
akan menjadi I1 = I2 + I3. Secara matematis Hukum Kirchoff I dapat rumuskan
sebagai berikut:
2. Hukum Kirchoff 2
Hukum ini berlaku pada rangkaian yang tidak bercabang yang digunakan untuk
menganalisis beda potensial (tegangan) pada suatu rangkaian tertutup. Hukum II
Kirchoff biasa disebut Hukum Tegangan Kirchoff atau Kirchoff’s Voltge Law (KVL).
Bunyi Hukum II Kirchoff adalah “Total beda potensial (tegangan) pada suatu
rangaian tertutup adalah nol. Versi lain Hukum II Kirchoff yaitu pada rangkaian
tertutup jumlah aljabar GGL (ε) dan jumlah penurunan potensial (IR) sama dengan
nol”.
𝛴𝑉 = 0 (3.6)
D. Daya Listrik
Daya listrik dalam bahasa inggris disebut dengan Electrical Power. Daya listrik
adalah besarnya energi listrik yang mengalir atau diserap dalam sebuah rangkaian
atau sirkuit listrik per satuan waktu. Daya juga dapat didefinisikan sebagai laju
aliran energi. Sumber energi seperti tegangan listrik dapat menghasilkan daya
listrik sedangkan beban yang tersambung dengannya akan menyerap daya listrik
tersebut. Atau dengan kata lain, daya listrik yaitu tingkat konsumsi energi dalam
sebuah rangkaian/ sirkuit listrik. Secara umum daya listrik dibedakan menjadi 3
macam yaitu daya nyata/ daya aktif (P), daya reaktif (Q) dan daya semu (S).
Dimana:
P = Daya Aktif (Watt)
Vp = Tegangan Phasa (V)
Ip = Arus Phasa (A)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)
Ø = Sudut Phasa
4. Daya Reaktif (Q)
Daya reaktif didefinisikan sebagai pemakaian energi listrik yang diserap dan
dikembalikan per satuan waktu antara sumber listrik dan pemakaian energi listrik
dalam rangkaian arus bolak balik (AC). Satuan dari daya reaktif adalah VAR yaitu
diperoleh dari singkatan Volt Ampere Reaktif yakni perkalian antara komponen
reaktif dari arus dan tegangan. Secara matematis sistem satu fasa daya reaktif
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q = V.I.Sin ø (3.11)
Sedangkan perhitungan daya reaktif untuk sistem tiga fasa dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q = 3.Vp.Ip. Sin ø (3.12)
Q = √3 . VL. IL. Sin ø (3.13)
Dimana :
Q = Daya Reaktif (VAR)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)
Sedangkan untuk sistem tiga fasa perhitungan daya semu dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
S = 3 Vp.Ip. (3.15)
S = √3 . VL. IL (3.16)
Dimana:
S = Daya Semu (VA)
VL = Tegangan Line (V)
IL = Arus Line (A)
3.4.2 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini
berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk
Power Source) sampai ke konsumen. Jadi, fungsi distribusi tenaga listrik adalah
sebagai pembagi atau penyalur tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan),
dan merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh
pembangkit tenaga listrik sebesar 11 kV sampai dengan 24 kV, kemudian
dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan
menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV atau 500 kV kemudian disalurkan melalui saluran
transmisi.
Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada
saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan
kuadrat arus yang mengalir (I².R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya
diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga
akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV
dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian
dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran
distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi
mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan transformator
distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga
listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi
mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat
tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain:
berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya,
selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi
beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini
diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila
ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban,
terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.
Gambar 3.4 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Oleh karena kerapatan arus (beban) pada setiap titik sepanjang saluran tidak
sama besar, maka luas penampang konduktor pada jaringan bentuk radial ini
ukurannya tidak harus sama. Maksudnya, saluran utama (dekat sumber) yang
menanggung arus beban besar, ukuran penampangnya relatif besar, dan saluran
cabang-cabangnya makin ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil, ukurannya
lebih kecil pula. Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah :
1. Bentuknya sederhana.
2. Biaya investasinya relatif murah.
3. Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya
yang terjadi pada saluran relatif besar.
4. Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan titik
beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut
mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan akan
mengalami pemadaman secara total.
Gambar 3.5 Jaringan Distribusi Tipe Radial
Sistem loop tertutup ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari
satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya
menggunakan relay arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai keandalan
yang lebih tinggi dibanding sistem yang lain.
Gambar 3.7 Jaringan Distribusi Tipe Loop Tertutup
Gambar 3.8 merupakan skema prinsip dari sistem spindel. Spindel ini
menghubungi rel dari satu Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) dengan rel
dari Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) lain. Keistimewaannya adalah
bahwa selain kabel-kabel, atau feeder, yang mengisi beberapa buah GD, terdapat
satu kabel (kabel A pada Gambar 3.8), yang tidak mendapat beban GD. Kabel A
ini selalu menghubungi rel kedua GI (GH) itu. Sedangkan kabel-kabel B
memperoleh pengisian hanya dari salah satu GI (GH). Bilamana salah satu kabel
B atau salah satu GD terganggu, maka luas daerah padam dapat diminimalisir
dengan memasok energi listrik menggunakan kabel A (express feeder).
Sistem ini banyak dipakai di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Sistem ini memberi keandalan operasi yang cukup tinggi dengan investasi
tambahan berupa kabel A yang relatif rendah. Bilamana kabel A terganggu maka
saklar S akan bekerja.
3.4.4 Sistem Jaringan Distribusi Sekunder
Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut Jaringan Tegangan
Rendah (JTR) merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik
dari gardu-gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat-pusat beban (konsumen
tenaga listrik). Sebagaimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula
pertimbangan-pertimbangan perihal keandalan pelayanan dan regulasi tegangan.
Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 230/400
V dengan toleransi -10% dan +5% dari tegangan nominal. Sistem sekunder terdiri
dari empat jenis umum, yaitu :
Ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak jauh dapat berada pada ruang yang
sama dengan ruang Gardu Hubung, namun terpisah dengan ruang Gardu
Distribusinya. Berdasarkan kebutuhannya Gardu Hubung dibagi menjadi:
Gardu Hubung untuk 7 buah sel kubikel.
Gardu Hubung untuk ( 7 + 7 ) buah sel kubikel.
Gardu Hubung untuk ( 7 + 7 +7 + 7 ) buah sel kubikel.
Gambar 3.11 (a) Gardu Beton, (b) Bagan Satu Garis Gardu Beton
(a) (b)
Gambar 3.13 (a) Gardu Cantol 1 Fasa, (b) Gardu Cantol 3 Fasa
b. Gardu Tiang Tipe Portal
Konstruksi gardu distribusi pasangan luar tipe portal terdiri atas Fused Cut Out
(FCO) sebagai pengaman hubung singkat transformator dengan elemen pelebur
atau fuse link type expulsion dan Lightning Arrester (LA) sebagai sarana pencegah
naiknya tegangan pada transformator akibat surja petir. Elekroda pembumian
dipasang pada masing‐masing lightning arrester dan pembumian titik netral
transformator sisi tegangan rendah. Kedua elekroda pembumian tersebut
dihubungkan dengan penghantar yang berfungsi sebagai ikatan penyama
potensial yang digelar di bawah tanah.
(a) (b)
Gambar 3.14 (a) Gardu Portal, (b) Bagan Satu Garis Gardu Portal
Untuk tingkat keandalan yang dituntut lebih dari gardu pelanggan umum biasa,
maka gardu dipasok oleh SKTM lebih dari satu penyulang sehingga jumlah saklar
hubung lebih dari satu dan dapat digerakan secara otomatis (ACOS: Automatic
Cange Over Switch).
Untuk pelanggan dengan daya lebig dari 197 kVA, komponen utama gardu adalah
peralatan PHB-TM, proteksi dan pengukuran tegangan menengah (TM).
Transformator penurun tegangan berada di sisi pelanggan atau diluar area
kepemilikan dan tanggung jawab PT PLN (Persero).
Pada umumnya, gardu pelanggan khusus ini dapat juga dilengkapi dengan
transformator untuk melayani pelanggan umum.
Gambar 3.16 Bagan Satu Garis Gardu Pelanggan Khusus
Keterangan:
TP = Pengaman Transformator
PMB = Pemutus Beban - LBS
PT = Transformator Tegangan
PMT = Pembatas Beban Pelanggan
SP = Sambungan Pelanggan
b. Kumparan Transformator
Kumparan transformator adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk
suatu kumparan atau gulungan. Kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer
dan kumparan sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap
antar kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinax dan lain-lain.
Kumparan tersebut sebagai alat transformasi tegangan dan arus.
c. Minyak Transformator
Minyak transformator merupakan salah satu bahan isolasi cair yang dipergunakan
sebagai isolasi dan pendingin pada transformator. Sebagai bagian dari bahan
isolasi, minyak harus memiliki kemampuan untuk menahan tegangan tembus,
sedangkan sebagai pendingin minyak transformator harus mampu meredam
panas yang ditimbulkan, sehingga dengan kedua kemampuan ini maka minyak
diharapkan akan mampu melindungi transformator dari gangguan.
d. Bushing
Hubungan antara kumparan transformator dengan jaringan luar melalui sebuah
bushing yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator. Bushing sekaligus
berfungsi sebagai penyekat atau isolator antara konduktor tersebut dengan tangki
transformator. Pada bushing dilengkapi fasilitas untuk pengujian kondisi bushing
yang sering disebut center tap.
e. Tangki dan Konservator
Untuk menampung pemuaian minyak transformator, maka tangki dilengkapi
konservator. Konservator adalah sebuah tabung yang mempunyai sebagian ruang
kosong untuk menampung volume pemuaian minyak transformator.
b. Tap Changer
Kualitas operasi tenaga listrik jika tegangan nominalnya sesuai ketentuan, tetapi
pada saat operasi dapat saja terjadi penurunan tegangan sehingga kualitasnya
menurun, konstan dan berkelanjutan.
a. Hubungan Segitiga-Segitiga (Δ – Δ)
Hubungan segitiga-segitiga (Δ−Δ) adalah apabila ketiga kumparan primer
dihubungkan secara seri satu sama lain, sehingga merupakan rangkaian tertutup
(segitiga) dengan tiga buah ujung kawat fasanya. Demikian pula untuk hubungan
ketiga kumparan sekundernya. Sehingga antara kumparan primer dan kumparan
sekunder terdapat hubungan segitiga-segitiga (Δ − Δ).
b. Hubungan Bintang-Bintang (Y – Y)
Hubungan bintang-bintang (Y–Υ) adalah apabila ujung-ujung kawat lilitan
kumparan dari ketiga kumparan primer maupun dari kumparan sekunder, masing-
masing dihubungkan menjadi satu dan merupakan titik bintang yang dihubungkan
dengan saluran nol (ground). Sedangkan ketiga ujung kawat lilitan kumparan yang
lain masing-masing dihubungkan dengan kawat fasa, maka terdapat 4 buah
sambungan.
Dimana :
S = Daya transformator (kVA)
Dimana :
Dalam sistem distribusi daya listrik, transformator dapat membangkitkan daya pada
tegangan yang cocok, menaikkan sampai tegangan yang sangat tinggi untuk
transmisi jarak jauh dan kemudian menurunkan pada distribusi yang praktis dapat
dikelompokkan :
No Uraian Spesifikasi
Burden, yaitu beban sekunder dari transformator tegangan (PT), dalam hal
ini sangat terkait dengan kelas ketelitian PT-nya. Untuk instalasi pasangan
dalam; lazimnya transformator tegangan sudah terpasang pada kubikel
pengukuran.
Faktor yang harus diperhatikan pada instalasi transformator arus adalah Beban
(Burden) Pengenal dan Kelas ketelilitian CT. Disarankan menggunakan jenis CT
yang mempunyai tingkat ketelitian yang sama untuk beban 20% - 120% arus
nominal. Nilai burden, kelas ketelitian untuk proteksi dan pengukuran harus
merujuk pada ketentuan/persyaratan yang berlaku. Konstruksi transformator arus
dapat terdiri lebih dari 1 kumparan primer (double primer).
Berdasarkan hasil perhiungan maka rating FCO yang digunakan akan disesuaikan
dengan fuse link yang disediakan oleh pabrikan.
b. Lightning Arrester (LA)
Proteksi petir adalah suatu sistem pengaman yang berfungsi untuk perlindungan
dari tegangan surja petir dengan cara membatasi tegangan surja petir yang datang
dan mengalirkannya ke tanah. Gardu distribusi dilindungi dari surja petir dengan
menggunakan lightning arrester. Lightning arrester 5 kA dipergunakan jika
transformator berlokasi di tengah jaringan SUTM. Jika berlokasi di ujung jaringan
memakai rating 10 kA. Lightning arrester dibumikan dengan menggunakan
penghantar BC berukuran luas penampang 35 mm2 dan memakai elektroda
pembumian tersendiri dengan nilai tahanan pembumian tidak melebihi 5 ohm.
Lightning arrester ditempatkan sedekat mungkin pada peralatan yang dilindungi.
Lightning arrester dipergunakan pada gardu konstruksi luar (gardu portal dan
cantol) untuk menghindari over voltage akibat adanya surja petir.
6. Konektor
Konektor adalah komponen yang dipergunakan untuk menyadap atau
mencabangkan kawat penghantar SUTM ke gardu. Berikut adalah jenis konektor
yang biasanya digunakan pada gardu distribusi pasangan luar:
a. Live Line Connector (LLC)
b. Tap Connector
c. Compression Connector Aluminium (CCOA)
7. Penghantar
a. Kabel
Kabel listrik adalah media untuk menyalurkan energi listrik. Sebuah kabel listrik
terdiri dari isolator dan konduktor. Isolator disini adalah bahan pembungkus kabel
yang biasanya terbuat dari karet atau plastik, sedangkan konduktornya terbuat dari
serabut tembaga ataupun tembaga pejal. Kemampuan hantar sebuah kabel listrik
ditentukan oleh KHA (Kemampuan Hantar Arus) yang dimilikinya, sebab
parameter hantaran listrik ditentukan dalam satuan Ampere. Kemampuan hantar
arus ditentukan oleh luas luas penampang konduktor yang berada dalam kabel
listrik, adapun ketentuan mengenai KHA kabel listrik diatur dalam spesifikasi
SPLN.
Salah satu jenis kabel yang sering digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik
adalah kabel NYFGbY. Kabel ini digunakan untuk instalasi bawah tanah, di dalam
ruangan, di dalam saluran-saluran dan pada tempat-tempat terbuka dimana
perlindungan terhadap gangguan mekanis dibutuhkan, atau untuk tekanan
rentangan yang tinggi selama dipasang dan dioperasikan.
Pada gardu distribusi pasangan luar kabel berfungsi untuk menghubungkan antara
SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah) degan peralatan yang ada pada
gardu distribusi seperti trafo, FCO, arrester dan PHB TR (inlet dan outlet).
b. Busbar
Busbar dan saluran pembagi ini digunakan untuk pengumpul dan aliran daya listrik.
Di buat dari plat tembaga dengan penampang sesuai kapasitas trafo. Terpasang pada
kerangka dengan sekat dari isolator bahan keramik atau fiberglass.
8. Karakteristik Umum beban
9. Pembebanan Transformator
10. Ketidakseimbangan Beban
11. Rugi
12. Manajemen Transformator Distribusi
Manajemen trafo adalah cara pengelolaan trafo distribusi yang bertujuan
untuk meningkatkan suatu jaringan distribusi yang berkualitas dan handal.
Ada beberapa cara dalam melakukan Manajemen Trafo yaitu
dengan cara :
a. Menukar transformator atau mutasi transformator (change) antar gardu yang
mengalami overload dan pembebanan rendah yang sudah terpasang.
b. Mengalihkan sebagian beban (daya terpasang) yang dipikul Transformator
yang telah mengalami overblast ke Transformator terdekat yang masih
memungkinkan untuk dapat memikul beban tambahan (Split beban).
c. Menyisipkan transformator baru diantara transformator yang telah mengalami
overblast dengan beban yang paling ujung (sisi pelanggan).
13. Mutasi Transformator Distribusi
Mutasi trafo adalah salah satu cara penggelolaan trafo-trafo distribusi yang
terpasang dijaringan dalam upaya mengatasi ketidaksesuaiaan kapasitas trafo
dengan beban, dengan cara menukar trafo yang terpasang antara gardu satu
dengan gardu yang lainnya.Tujuan pelaksanaan mutasi trafo antara lain untuk:
1. Mencegah terjadinya kerusakan trafo akibat trafo overload
2. Meningkatkan mutu pelayanan
3. Meningkatkan kualitas keandalan dalam penyaluran energi listrik
4. Menjaga keselamatan umum dan lingkungan
5. Memperkecil kerugian