Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistoliknya sama dengan


atau lebih dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastoliknya sama dengan atau
lebih dari 90 mmHg (WHO, 2014). Hipertensi adalah salah satu faktor penting
sebagai pemicu penyakit tidak menular (Non Communicable Disease = NCD)
seperti penyakit jantung, Stroke, dan lainlain yang saat ini menjadi momok
penyebab kematian nomer satu di dunia (Kemenkes RI, 2015). Menurut
American Sosiety of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain
yang kompleks dan saling berhubungan (Nuraini, 2015). Menurut Joint National
Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure VII/JNC 2003 hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg (Depkes RI, 2013).

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80
mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint
National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan
usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:
Tabel 2.1 Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII
Tahun 2014

Batasan tekanan darah (mmHg) kategori

Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes


≥ 150/90 mmHg
dan cronic kidney disease

≥ 140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta


≥ 140/90 mmHg Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal

≥ 140/90 mmHg Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit diabetes

Sumber : The Joint National Commite VIII (2014)

American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan


darah menjadi:
Tabel 2.2 Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
Tahun 2014
Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik

Normal ,120 mmhg < 80 mmHg

Prehipertensi 120-139 mmHg 80 – 89 mmHg

Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg

Hipertensi stage 3 ≥180 mmHg ≥110 mmHg


(keadaan gawat)
Sumber: American Heart Assosiation (2014)

3. Faktor Penyebab Hipertensi


a. Umur

Usia cenderung menjadi faktor risiko yang sangat kuat. Angka kejadian
(prevalensi) Hipertensi pada orang usia muda masa kuliah berkisar 2-3%,
sementara prevalensi Hipertensi pada manula berkisar 65% atau lebih
(Townsend, 2010). Tekanan darah cenderung naik seiring bertambahnya usia,
risiko untuk meningkatnya penyakit Hipertensi akan lebih tinggi juga seiring
bertambahnya usia (CDC, 2015).

b. Kurang Olahraga / Aktivitas Fisik

Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak


keuntungan seperti berkurangnya berat badan, tekanan darah, kolesterol serta
penyakit jantung. Dalam kaitannya dengan Hipertensi, olahraga teratur dapat
mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung
dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Widyanto dan
Triwibowo, 2013).

Secara teori aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah.


Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung dalam
memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang membebankan pada
dinding arteti sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah. Kurang nya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat
badan yang akan menyebkan risiko hipertensi meningkat (Triyanto, 2014).

c. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga


Faktor genetic disini merupakan factor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor genetic ini memainkan peran penting dalam hipertensi primer (esensial).
Penelitian yang berkembang tengah memfokuskan pada factor genetic yang
mempengaruhi system reninaingiostensin-aldosteron. Sistem inilah yang
membantu dalam pengaturan tekanan darah dengan mengontrol keseimbangan
garam dan keluwesan dari arteri (Dewi & Familia,2010)
d. Berat Badan / Obesitas

Seseorang lebih berisiko mengalami pra-Hipertensi maupun menderita


Hipertensi jika memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Istilah “berat badan
berlebih” dan "obesitas" merujuk pada berat badan yang lebih besar dari apa
yang dianggap sehat untuk tinggi badan tertentu (NHLBI, 2015). Hubungan
antara pengurangan berat badan dan pengurangan tekanan darah tampaknya
saling berhubungan. Pengurangan 1 kg berat badan dapat mengurangi tekanan
darah sebesar 2 atau 1 mmHg. Penurununan tekanan darah karena penurunan
berat badan terkait juga dengan penurunan massa lemak visceral. Pada orang
yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah.
Berat badan berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan
perluasan sistem sirkulasi. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh.
Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan
meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih besar (Frisoli et al,
2011).
e. Asupan Natrium

Diet yang terlalu tinggi natrium dan terlalu rendah kalium dapat
meningkatkan risiko terserang Hipertensi. Makan terlalu banyak unsur natrium
dalam garam dapat meningkatkan tekanan darah. Sebagian besar natrium kita
dapatkan berasal dari makanan olahan dan makanan restoran. Tidak cukup
makan kalium juga bisa meningkatkan tekanan darah. Zat kalium dapat
ditemukan pada makanan seperti pisang, kentang, kacang-kacangan, dan yogurt
(CDC, 2014).

f. Konsumsi Alkohol (Minuman Keras) dan Merokok

Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari tiga kali dalam
sehari. Dan mengkonsumsi alkohol sedang (moderate) diperkirakan punya efek
protektif (Bustan, 2015). Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah
menjadi tinggi. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes,
serangan jantung, dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus
dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi yang
sangat berbahaya yang akan memicu penyakit- penyakit yang berkaitan dengan
jantung dan darah (Irianto, 2015).

g. Stress

Stress terjadi karena ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi


mental, fisik, emosional, dan spiritual seseorang. Kondisi tersebut pada suatu
saat akan mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Hubungan stress dengan
Hipertensi, diduga terjadi melalui saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf
simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

h. Jenis Kelamin

Sebelum usia 55 tahun laki- laki lebih mungkin menderita Hipertensi


dibandingkan perempuan. Setelah usia 55 tahun, perempuan lebih mungkin
menderita Hipertensi dibandingkan laki- laki (NHLBI,2015). Laki-laki cenderung
mengalami tekanan darah tinggi dibandingkan dengan perempuan. Rasio
terjadinya Hipertensi antara pria dan perempuan sekitar 2,29 untuk kenaikan
tekanan darah sistol dan 3,6 untuk kenaikan tekanan darah diastole. Laki- laki
cenderung memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan perempuan. Tekanan darah laki- laki mulai meningkat ketika
usianya berada pada rentang 35- 50 tahun. Kecenderungan seorang perempuan
terkena Hipertensi terjadi pada saat menopause karena faktor hormonal
(Widyanto dan Triwibowo, 2013).

i. Suku

Orang berkulit hitam lebih sering menderita Hipertensi daripada orang


berkulit putih, Hispanik, orang Asia, orang Kepulauan Pasifik, orang Indian, dan
orang Alaska (CDC,2015). Orang kulit hitam (black) lebih banyak daripada kulit
putih (white), sementara itu ditemukan variasi antar suku di Indonesia; terendah
di lembah Baliem Jaya, Papua (0,6%), dan tertinggi di Sukabumi (suku Sunda),
Jawa Barat (28,6%) (Bustan, 2015).

4. Jenis hipertensi
a. berdasarkan Etiologi

Menurut Irianto (2014) hipertensi terbagi menjadi dua golongan berdasarkan


penyebabnya antara lain :

1) Hipertensi Esensial (Primer)

Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang sampai saat ini belum


diketahui penyebabnya secara pasti. Adapun faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi esensial, yakni faktor genetik, psikologis, lingkungan, serta
diet. Pada tahap awal terjadinya hipertensi esensial, curah jantung meningkat
sedangkan tahanan perifer normal. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
aktivitas simpatik. Selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan
tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi.
Hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi
komplikasi pada organ target (Kotchen., 2012).

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab dan


patofisiologinya diketahui. Penyebab hipertensi sekunder diakibatkan oleh
beberapa hal berikut, yakni hipertensi renal (kelainan parenkim ginjal, pembuluh
darah ginjal, adanya tumor, retensi natrium, dan peningkatan pembuluh darah
ginjal), hipertensi akibat penyakit endokrin (akromegali, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, sindrom metabolik, pheokromositoma), hipertensi akibat
pengaruh obat-obatan, hipertensi akibat kelainan neurologis (peningkatan
tekanan intrakranial, guillain-barre syndrome, dan stroke), hipertensi disertai
obstructive sleep apnea (OSA), hipertensi akibat kelainan pembuluh aorta
(koarktasio aorta), serta hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (preeklamsia
dan eklamsia) (Chiong., 2008; Kotchen., 2012).

b. Berdasarkan Krisis Hipertensi


Menurut Firdaus.,(2013) yang berdasarkan keadaan disebutkan krisis hipertensi ini
terbagi menjadi dua jenis diantaranya ialah :
1) Hipertensi Urgensi (Urgency Hypertension)
Hipertensi Urgensi merupakan suatu keadaan yang mirip dengan krisis
hipertensi (tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik >
120 mmHg), akan tetapi tanpa disertai kerusakan organ target. Hipertensi
Urgensi tidak dimasukkan juga ke dalam klasifikasi JNC 7, akan tetapi juga
merupakan suatu keadaan yang khusus dimana tekanan darah ini harus
diturunkan dalam waktu 24 jam dengan pemberian obat antihipertensi (Firdaus.,
2013)
2) Hipertensi Emergensi
Hipertensi Emergensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Menurut
klasifikasi JNC 7, Hipertensi Emergensi tidak ikut disertakan dalam 3 stadium
klasifikasi Hipertensi. Akan tetapi, Hipertensi Emergensi merupakan keadaan
yang khusus dan bersifat gawat darurat sehingga memerlukan tatalaksana
yang lebih agresif. Hal ini disebabkan karena Hipertensi Emergensi disertai
dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi segera dalam
waktu 1 jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati, perdarahan
intrakranial, UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut, gagal jantung
kiri akut dengan atau tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma aorta, gagal
ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil) (Firdaus., 2013)

5. Gejala Klinis Hipertensi

Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan


simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai berdebar–
debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat
untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian dada, bengkak pada
kedua kaki atau perut (Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Syam, 2014). Gejala
yang muncul sakit kepala, pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan,
dan kelelahan yang bisa terjadi saat orang menderita hipertensi (Irianto, 2014).

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan


penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom
cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan
episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri
(postural dizzy) (Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, dan Syam, 2014). Saat
hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan
yang berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual,
muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2014). Semua itu
terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Pada
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan pada
bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan ensefalopati hipertensi
(Irianto, 2014).

6. Komplikasi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang


berbahaya menurut Irianto (2014) seperti :

a. Payah Jantung, Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung
tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke ,Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena tekanan
darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah
lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka
terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat
terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet dipembuluh yang
sudah menyempit. Stroke umumnya disebabkan oleh suatu hemorrhage
(kebocoran darah atau leaking blood) atau suatu gumpalan darah dari
pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wulandari A & Susilo Y, 2011).
c. Kerusakan Ginjal, Hipertensi adalah salah satu penyebab penyakit ginjal kronis
dimana hipertensi membuat ginjal bekerja lebih keras yang mengakibatkan
selsel pada ginjal lebih cepat rusak (Wulandari A & Susilo Y, 2011). Hipertensi
dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan
tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah

7. Pengobatan hipertensi

Pengobatan pada hipertensi bertujuan untuk mengurangi dan mengontrol


tekanan darah, Mencegah morbiditas dan mortilitas akibat tekanan darah tinggi.
Artinya tekanan darah harus segera diturunkan serendah mungkin. Secara garis
besar pengobatan hipertensi di bagi menjadi dua cara,yaitu pengobatan
nonfarmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik
(Pudiastuti,2011)

a. Pengobatan nonfarmakologik
Merupakan pengobatan tanpa obat-obatan anti hipertensi, Dilakukan
dengan cara :

1) Pengaturan diet

Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam dan


rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat
mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung menurunkan
resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu juga perlu mengkonsumsi
buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan sebagainya yang tinggi
kalium dan menghindari konsumsi makanan awetan dalam kaleng karena
meningkatkan kadar natrium dalam makanan Modifikasi gaya hidup yang
dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan
lemak jenuh dan mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau
monounsaturated dapat menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan
konsumsi ikan, terutama ikan yang masih segar yang belum diawetkan dan
tidak diberi kandungan garam yang berlebih (Syamsudin, 2011).
2) Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat

Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik bagi
penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat badan
ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total. Kurangi
konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan
darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar
dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).

3) Menejemen Stres

Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur


membuat badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah,
2012). Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk
mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi
yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran,
hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif,
olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).

4) Mengontrol kesehatan

Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan darah.


Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru menyadari
saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk rutin
memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi
juga diperlukan untuk menunjang

keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,


Simadibrata, dan Setiati, 2010). Keteraturan berobat sangat penting untuk
menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk menghindari
komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
(Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).

5) Olahraga teratur

Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan


kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan
menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik
sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara teratur dapat menghindari
terjadinya komplikasi hipertensi (Corwin, 2009). Latihan fisik regular
dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan pasien dimana
latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris (latihan
berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti berjalan dengan
cepat (Syamsudin, 2011).

6) Batasi konsumsi alcohol


Mengonsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih dari
1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga
membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah (PERKI,2015)
b. Pengobatan farmakologik
Merupakan sebuah pengobatan dengan menggunakan obat
antihipertensi, Pengobatan farmakologik pada setiap penderita hipertensi
memerlukan pertimbangan berbagai factor seperti beratnya hipertensi, kelainan
organ dan factor resiko lain (Pudiastuti,211).
8. Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya yang di perlukan agar darah dapat mengalir di
dalam pembuluh darah dan beredar mencapai seluruh jaringan tubuh manusia.
Darah dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sebagai media
pengangkut oksigen serta zat lain yang di perlukan untuk kehidupan sel-sel di
dalam tubuh (Moniaga, 2012). Menurut Gunawan (2007) dalam Suri (2017) istilah
“tekanan darah” berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah
sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan
darah ketika menguncup (kontraksi) sedangkan, tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah ketika mengendor kembali (rileksasi). Tekanan darah tiap orang
sangat bervariasi. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah lebih
rendah dibandingkan usia dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas
fisik, dimana tekanan darah akan lebih tinggi ketika seseorang melakukan aktivitas
dan lebih rendah ketika sedang beristirahat (Sutanto, 2010).

9. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Menurut Umi (2011), Hal-hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah
sebagai berikut :
a. Stres
Mengelola stress dapat membantu mengurangi tekanan darah namun,
langkah menangani stress bisa berbeda-beda bagi setiap orang, Relaksasi dan
manajemen stress di perlukan bagi penderita hipertensi untuk mengendalikan
tekanan darah.
b. Obat-obatan
Terapi hipertensi saat ini banyak dilakukan secara medis dengan
mengunakan obat-obatan yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (thiaz)atau
aldosterone antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium
antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),AIngotensin II
Receptor Blocker atau At1 receptor antagonisti blocker (ARB).
c. Olahraga
Berolahraga atau aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari selama
seminggu, telah cukup menurunkan tekanan darah.seorang ahli jantung di
Mayo Clinic mengatakan, bergerak aktif mengurangi tekanan darah 3-5 poin,
dan perlahan dapat mengurangi penggunaan obat hipertensi mereka. Pilih
sesuatu yang Anda sukai, berjalan, jogging, berenang hingga bersepeda.

Latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik


pada usia tengah baya yang sehat dan juga mereka yang mempunyai tekanan
darah tinggi ringan. Latihan olahraga tidak secara signifikan menurunkan tensi
pada penderita yang mengalami hipertensi berat, tetapi paling tidak olahraga
membuat seseorang menjadi lebih santai.

d. Merokok
Perokok berisiko tinggi hipertensi, Nikotin membuat tekanan darah
melonjak penyebab hipertensinkronis. Berhenti merokok membantu
menurunkan tekanan darah, plus ada manfaat kesehatan lain.

B. Aktivitas Fisik
A. Pengertian

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan jasmani yang


dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini meliputi
rentang penuh dari seluruh pergerakan tubuh manusia mulai dari olahraga yang
kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau aktivitas yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, inaktivitas fisik bisa didefinisikan sebagai
keadaan dimana pergerakan tubuh minimal dan pengeluaran energi mendekati
resting metabolic rates (WHO, 2015). Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh
yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori
(Kemenkes RI, 2015)

B. Klasifikasi Aktivitas Fisik

Berdasarkan tingkat intensitasnya, aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas fisik


ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang terus
menerus dilakukan minimal selama 10 menit sampai denyut nadi dan napas
meningkat lebih dari biasanya, contohnya ialah menimba air, mendaki gunung,
lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll. Sedangkan aktivitas fisik sedang
apabila melakukan kegiatan fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima
hari atau lebih dengan durasi beraktivitas minimal 150 menit dalam satu minggu.
Selain kriteria di atas maka termasuk aktivitas fisik ringan (WHO, 2015).

Tabel 2.3 Contoh klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan intensitasnya

Aktivitas sedang Aktivitas Berat


Berjalan pada kecepatan sedang atau Berjalan dengan kecepatan 8 km/jam
cepat 4,8 – 7,2 km/jam, atau lebih
sebagai contoh; Jogging atau berlari
 Berjalan ke kelas, kantor, atau Pendakian gunung, panjat tebing
toko; Bersepatu roda dengan kecepatan
 Berjalan untuk rekreasi; tinggi
Berjalan menuruni tangga atau Bersepeda dengan kecepatan lebih
menuruni bukit dari 10 mph atau bersepeda pada
Bersepatu roda dengan kecepatan tanjakan yang curam
sedang Sepeda stasioner menggunakan
Bersepeda dengan kecepatan 5 sampai usaha berat
9 pada permukaan datar atau sedikit Kalistenik berupa push up, pull up.
tanjakan Karate, judo, tae kwon do, jujitsu
Sepeda stasioner menggunakan usaha
sedang
Kalistenik ringan
Yoga
(CDC, 2014)
Pada umumnya mayoritas laki-laki memiliki tingkat aktivitas fisik yang berat,
sedangkan perempuan mayoritas aktivitas fisiknya adalah tingkat sedang. Hal ini
disebabkan perempuan lebih kurang gerak dibandingkan pria (Hallal et al, 2012).

C. Olahraga
1. Definisi Olahraga

merupakan salah suatu aktifitas fisik yang teratur dan terstruktur untuk
meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan
dan kebugaran. Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
imunitas dan serta kemampuan fungsional tubuh. Latihan fisik dapat berupa
latihan yang bersifat aerobik maupun anaerobik. Latihan aerobik adalah latihan
yang memerlukan oksigen untuk pembentukan energinya yang dilakukan secara
terus menerus, ritmis, dengan melibatkan kelompok otot – otot besar terutama
otot tungkai pada intensitas latihan 60-90% dari Maximal Heart Rate (MHR) dan
50 – 85 % dari penggunaan maksimal oksigen selama 20 – 50 menit dengan
frekuensi latihan tiga kali perminggu (Kusmaningtyas, 2011).

Latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik


pada usia tengah baya yang sehat dan juga mereka yang mempunyai tekanan
darah tinggi ringan. Latihan olahraga tidak secara signifikan menurunkan tensi
pada penderita yang mengalami hipertensi berat, tetapi paling tidak olahraga
membuat seseorang menjadi lebih santai.

Bryant Stamford, Ph.D. dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa


olahraga endurance, dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik pada
orang yang mempunyai tekanan darah tinggi tingkat ringan. Olahraga aerobik
menimbulkan efek seperti: beta blocker yang dapat menenangkan sistem saraf
simpatikus dan melambatkan denyut jantung.

Olahraga juga dapat menurunkan jumlah keluaran noradrenalin dan


hormon-hormon lain yang menyebabkan stres, yaitu yang menyebabkan
pembuluh pembuluh darah menciut dan menaikkan tekanan darah (Sadoso
Sumosardjuno, 1995: 93- 94). Latihan aerobik yang dilakukan agar dapat
berpengaruh terhadap efisiensi kerja jantung, sebaiknya latihan berada pada
intensitas sedang yaitu denyut jantung 150-170 per menit. Intensitas sedang
kurang lebih sama dengan 70-80% dari kapasitas aerobik maksimal (Bompa,
1994 78).
Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olahraga
aerobik dengan intensitas sedang. Salah satu contohnya, jalan kaki cepat.
Frekuensi latihannya 3 - 5 kali seminggu, dengan lama latihan 20 - 60 menit
sekali latihan. Latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan
itu dapat merilekskan pembuluh-pembuluh darah. Lama-kelamaan, latihan
olahraga dapat melemaskan pembuluh-pembuluh darah, sehingga tekanan
darah menurun, sama halnya dengan melebarnya pipa air akan menurunkan
tekanan air.

Latihan olahraga juga dapat menyebabkan aktivitas saraf, reseptor


hormon, dan produksi hormon-hormon tertentu menurun. Bagi penderita
hipertensi latihan olahraga tetap cukup aman. Catatan khusus untuk penderita
tekanan darah tinggi berat, misalnya dengan tekanan darah sistolik lebih tinggi
dari 180 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 110 mmHg,
sebaiknya tetap menggunakan obat-obatan penurun tekanan darah dari dokter
sebelum memulai program penurunan tekanan darah dengan latihan olahraga
(http://radmarssy.wordpress.com). Orang yang tidak pernah melakukan olahraga
menurut penelitian Ralph Paffenharger, Ph.D., punya risiko mendapat tekanan
darah tinggi 35% lebih besar.

Hasil penelitian lain menyimpulkan orang yang tidak pernah berlatih


olahraga risikonya bahkan menjadi 1,5 kalinya. Penelitian dr. Duncan
membuktikan, latihan atau olahraga seperti jalan kaki atau joging, yang dilakukan
selama 16 minggu akan mengurangi kadar hormon norepinefrin (noradrenalin)
dalam tubuh, yakni zat yang dikeluarkan sistem saraf yang dapat menaikkan
tekanan darah. Berat badan yang berlebih juga merupakan biang keladi tekanan
darah tinggi karena orang yang kegemukan akan mengalami kekurangan
oksigen dalam darah, hormon, enzim, serta kurang melakukan aktivitas fisik dan
makan berlebihan. Terlalu banyak lemak dalam tubuh dapat menyebabkan
badan memerlukan lebih banyak oksigen. Jadi, jantung harus bekerja lebih keras
(Nanny Selamiharja: http://www.indomedia.com).

2. Jenis-jenis Olahraga

Olahraga secara umum digolongkan menjadi dua jenis tergantung dari efek
keseluruhannya terhadap tubuh manusia.
a. Olahraga aerobic
Olahraga aerobik adalah olahraga yang meningkatkan konsumsi oksigen
secara dramatis dalam jangka waktu yang panjang. Karakteristik penting
untuk olahraga aerobik adalah intensitas dan durasinya. Berdasarkan segi
intensitas, olahraga aerobik harus meningkatkan denyutan nadi sampai ke
tingkat tertentu. Intensitas untuk olahraga aerobik bervariasi sebanyak 50-
80% dari denyut jantung maksimal. Olahraga aerobik ada 2 macam yaitu low
impact dan high impact, yang fokus pada peningkatan daya tahan
kardiovaskular (Purwanto, 2011).
b. Olahraga anaerobik
Olahraga anaerobik membutuhkan banyak energi yang intensif dalam durasi
yang pendek, tetapi tidak memerlukan konsumsi oksigen yang tinggi.
Olahraga anaerobik dapat memperbaiki kecepatan dan daya tahan otot, tetapi
harus berhati-hati karena bisa menjadi bahaya pada orang yang menderita
penyakit jantung koroner, seperti aktivitas yang meningkatkan kekuatan otot
dalam jangka pendek, dan latihan berat badan (Purwanto, 2011)

3. Jalan kaki
a. Pengertian
adalah suatu kegiatan fisik yang menggunakan otot-otot terutama otot
kaki untuk berpindah dari suatu tempat atau ketempat lain. Menurut hasil
wawancara dengan Dosen Fakultas Pendidikan dan Olahraga Universitas
Pendidikan Indonesia, Gumilar menjelaskan “Jalan kaki adalah gerakan yang
terstruktur dan terencana dan mempunyai induk organisasi atletik. Sedangkan
menurut hasil wawancara dengan Dosen Sports Medicine FPOK Universitas
Pendidikan Indonesia, Angkawidjaya “Jalan kaki adalah keterampilan dasar yang
dimiliki manusia yang merupakan basic skill seperti melompat dan merupakan
tahap pembelajaran setiap manusia dari lahir”. Gerak tubuh yang kita lakukan
dalam berjalan didominasi oleh langkah kaki, meskipun gerak tangan, dan
anggota badan lainnya juga di perlukan tetapi gerak langkah kaki sebagai gerak
utama. Gumilar (2016) berpendapat bahwa jenis jalan kaki dalam nomor atletik
mempunyai tiga tingkatan yaitu :
1. Jalan kaki sebagai rekreasi.
2. Jalan kaki sebagai kesehatan.
3. Jalan kaki sebagai atletik atau prestasi.
Menurut Riza (2008), olahraga jalan kaki yang dilakukan secara teratur dapat
menjaga kestabilan tekanan darah karena peredaran darah akan menjadi lancar.
Seseorang yang berolahraga secara teratur terbukti dapat menurunkan tekanan
darah ke tingkat normal sebesar 50% dibandingkan dengan orang yang jarang
melakukan aktivitas tersebut.

menyatakan bahwa olahraga yang terprogram berpengaruh terhadap


penurunan tekanan darah. latihan fisik akan memberikan pengaruh yang baik
terhadap berbagai macam sistem yang bekerja dalam tubuh, salah satunya
adalah sistem kardiovaskuler, dimana dengan latihan fisik yang benar dan teratur
akan terjadi efisiensi kerja jantung. Efisiensi kerja jantung ataupun kemampuan
jantung akan meningkat sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat aktivitas memompa jantung
berkurang. Otot jantung pada orang yang rutin berolahraga sangat kuat, maka
otot jantung pada individu tersebut berkontraksi lebih sedikit daripada otot
jantung individu yang jarang berolahraga untuk memompakan volume darah
yang sama. Karena olahraga dapat menyebabkan penurunan denyut jantung
maka olahraga akan menurunkan cardiag output, yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan tekanan darah.

Peningkatan efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan penurunan tekanan


Sistole, sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan penurunan
tekanan Diastole. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ada penurunan
Sistole secara bermakna setelah dilakukan latihan olahraga terprogram (Syatria,
2006).

. Jalan kaki sangat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Selain itu
jalan kaki juga dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Otot jantung
membutuhkan aliran darah lebih deras (dari pembuluh koroner yang memberikan
suplai) agar bugar dan berfungsi normal memompakan darah tanpa henti. Untuk
itu, otot jantung membutuhkan darah yang lebih keras dan lancar. Berjalan kaki
tergopoh-gopoh memperderas aliran darah kedalam koroner jantung. Dengan
demikian kecukupan oksigen otot jantung terpenuhi dan otot jantung terjaga
untuk bisa tetap cukup berdegup. Bukan hanya itu, kelenturan pembuluh darah
arteri tubuh yang terlatih menguncup dan mengambang akan terbantu oleh
mengejangnya otot-otot tubuh yang berada disekitar dinding pembuluh darah
sewaktu melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu. Hasil akhirnya,
tekanan darah cenderung menjadi lebih rendah, perlengketan antar sel darah
yang bisa berakibat gumpalan bekuan darah dan penyumbat pembuluh darah
akan berkurang (Kusuma, 2006).

Menurut artikel yang ditulis oleh Veronica Wahyuningkintarsih dalam laman


www.Femina.com, jalan kaki terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

 Jalan santai yaitu sejauh 2,5 km sehari. Jalan kaki seperti ini membuat nafas
yang di keluarkan stabil dan tidak terengah-engah seperti berlari.

 Jalan cepat yaitu Jalan yang membutuhkan banyak energi. Saat berjalan, otot
tubuh bagian bawah mendapatkan kerja lebih keras. Jalan cepat juga membuat
tubuh berkeringat, nafas akan menjadi cepat. Apalagi jika berjalan sambil
mengayunkan lengan, ini akan membuat otot yang ada ditubuh bagian atas juga
ikut termaksimalkan.

 Jalan di bukit atau hiking. Jika sudah terbiasa dengan jalan cepat dan ingin
berlatih lebih keras. Jalan di bukit adalah hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kerja jantung sehingga dapat membakar kalori lebih banyak. Jalan
kaki di perbukitan menekankan kerja pada otot kaki sehingga otot akan lebih
kuat. Untuk merasakan efeknya dengan maksimal, posisi bahu harus lurus dan
badan tegak. Dan saat berjalan turun, berdirilah dengan tegak dan biarkan lutut
dan kaki bergerak lebih bebas sesuai dengan ayunan kaki.

b. Syarat-syarat berjalan kaki yang benar

Syarat-syarat berjalan kaki yang benar Ada beberapa hal yang harus
sebaiknya diperhatikan jika akan melakukan jalan kaki sebagai kesehatan yaitu
(sumber: http://segiempat.com/tips-dancara/kesehatan/cara-berjalan-kaki-yang-
benar/):

1) Sebaiknya saat berjalan kaki menggunakan baju atau jaket yang berwarna
terang, agar pejalan kaki yang lain dapat melihat dengan jelas.
2) Gunakanlah sepatu yang sesuai untuk berjalan kaki. Yang memiliki bantalan
yang kuat dan fleksibel yang dapat menopang keseimbangan tubuh dan juga
memiliki ruang yang cukup untuk jari-jari.
3) Saat berjalan posisi leher tidak boleh menengadah atau menunduk. Usahakan
posisi kepala netral dengan pandangan lurus kedepan agar tidak mengalami
nyeri pada leher.
4) Saat mulai berjalan, daratkan terlebih dahulu tumit ke tanah. Bahu sebaiknya
tidak membungkuk dan lebih rileks. Tekuklah siku selama berjalan hingga
membentuk sudut 90 derajat dan ayunkan ke pusat tubuh. Ini akan membantu
membakar lebih banyak kalori dengan karena cara ini akan melibatkan lebih
banyak otot yang bekerja.
5) Usahakan tubuh berdiri sejajar sehingga otot punggung dan bokong bekerja
lebih maksimal dan dapat menghasilkan pembakaran kalori yang lebih
banyak.
6) Usahakan untuk bernafas seirama dengan langkah dengan posisi dada sedikit
terangkat. Agar dapat menarik nafas panjang dan memperluas otot perut.
7) Saat mengambil rute yang menanjak, beban pada persendian dapat dikurangi
dengan cara mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Sebaliknya, saat
mengambil rute yang menurun, bisa mencondongkan tubuh ke belakang.
8) Untuk pembakaran lemak, tambahkan kecepatan langkah kaki selama 60
detik pertama, dan untuk 120 detik berikutnya kembalilah ke kecepatan biasa.
Ulangi interval ini sesering yang bisa lakukan dan selama yang diinginkan.
Jumlah lemak yang terbakar akan meningkat dengan variasi interval dan
tenaga yang dikeluarkan pada tahap ini secara dramatis.
9) Untuk mencegah dehidrasi, jangan lupa untuk selalu membawa air mineral.
Waktu yang baik untuk berjalan kaki adalah pagi hari selama 15 hingga 30
menit secara rutin untuk kebugaran dan siang hari untuk pembakaran kalori.
c. Manfaat Jalan Kaki bagi Kesehatan
Jalan kaki sebagai olahraga memiliki manfaat bagi kesehatan. Sehat
menurut WHO adalah “Sejahtera paripurna, sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera
jasmani, sejahtera rohani dan sejahtera sosial bukan hanya bebas dari penyakit,
cacat ataupun kelemahan”. Kuntaraf dan Kathleen L.K (1992) mengatakan dalam
bukunya. Olahraga memiliki banyak manfaat yaitu :
1) Kesehatan Jantung

Berolahraga dapat membuat otot-otot jantung lebih kuat sehingga dapat


memompa darah kembali menuju jantung. Otot yang baik membuat peredaran
darah baik pula, sedangkan otot yang lemah akan membuat jantung bekerja
lebih berat.
2) Menormalkan tekanan darah yaitu saat terjadi tekanan darah tinggi, Dengan
berolahraga tekanan darah akan turun, dan sebaliknya jika tekanan darah
sedang rendah maka olahraga akan menaikannya.
3) Pencegah Thrombosis Koroner Selain memompa darah ke seluruh otot dalam
tubuh, jantung juga mengirimkannnya pada arteri-arteri yang berada di
pembuluh koroner kanan dan kiri. Penelitian ilmiah menunjukan jika
berolahraga dapat membuka pembuluh darah sehingga melancarkan laju
darah. Dan apabila telah terjadi penyumbatan, akan tumbuh jalanan untuk
pembuluh yang baru jika kita berolahraga.
4) Pencegahan gangguan pencernaaan. Saluran pencernaan makanan bergerak
seperti simfoni yang teratur. Walaupun manusia tidak dapat mengatur
pergerakan otot pencernaannya. Tetapi manusia dapat memberikan pengaruh
melalui kegiatan di bagian tubuh lainnya. Ternyata perawatan terbaik untuk
sembelit adalah jalan kaki. Dengan jalan kaki, tubuh akan membantu usus
untuk menggerakan sisa makanan bersama-sama hingga menambah
kegiatan buang air besar. Berjalan kaki selama 10 hingga 15 menit, ditambah
pola hidup sehat yang lainnya seperti minum air putih dan makan buah-
buahan akan membuat pencernaan anda lancar.
5) Terapi setelah melakukan operasi Ini adalah salah satu sebab mengapa
penderita yang baru melakukan pembedahan dianjurkan untuk bangun dan
berjalan segera walaupun masih terasa sakit.
6) Mempertinggi kesehatan otak Ahli filsafat Gerika bertemu Aristottle pada
tahun 335 SM, yang mempunyai kebiasaan jalan kaki naik turun (peripaton) di
Athena. Ia memberikan pelajaran pada muridnya yang berjalan bersama
dengannya. Orang Gerika percaya bahwa olahraga akan mempertinggi
kesehatan otak. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh seorang Ilmuwan
Amerika membuktikan bahwa olahraga bisa membantu pembentukan sel-sel
baru di daerah otak yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan otak.
7) Manfaat bagi kesehatan mental Bila kesehatan tubuh seseorang dapat
dipengaruhi oleh pikiran dan kesehatan mentalnya, Dr. James Bluementhal
dari Universitas Duke melaporkan bahwa sikap tipe A dapat dikurangi melalui
olahraga. Tim lain juga melaporkan bahwa olahraga dapat menjadi
penyembuh untuk berbagai gejala kejiwaan. Olahraga tersebut telah
mengurangi kekhawatiran, depresi, keletihan dan kebingungan. Berenang dan
jalan kaki termasuk olahraga aerobik yang banyak disebutkan sebagai
pemecahan atas berbagai kesehatan mental.
8) Terapi bagi penderita Diabetes Diabetes adalah suatu penyakit yang
ditimbulkan akibat kurangnya produksi insulin, sel reseptor yang tidak dapat
menangkap insulin menyebabkan produksi gula meningkat. Dengan
berolahraga tingkat kepekaan menangkap bisa bertambah dan berjalan
normal sehingga sel peka dengan insulin. Perlu di perhatikan bahwa penderita
diabetes hanya bisa melakukan olahraga ringan oleh sebab itu jalan kaki
adalah olahraga yang cocok untuk penderita diabetes.
D. Kerangka Teori

Faktor resiko Hipertensi

a. Umur Penurunan tekanan


b. Aktivitas fisik (seribu
darah
langkah)
c. Genetic
wida
d. Obesitas
e. Asupan natrium Kerja jantung
f. Alcohol
g. Merokok
h. Stress
i. Jenis kelamin
j. suku Penurunan retensi
perifer total

Hipertensi

Gambar 2.4 kerangka Teori

Referensi : Widyanto dan Triwibowo (2013), Triyanto (2014)

Keterangan :

: Diteliti

:Tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai