Anda di halaman 1dari 37

DATA PRIBADI

NAMA : SITI ADEFHIA SALSHABILA


NIM : 1813015070
KELOMPOK :1
PRODI : FARMASI
JURUSAN : S1 FARMASI
SEMESTER : III
KELAS : E1 S1 2018
PERCOBAAN I A
(BLIND SCREENING)
OBAT-OBAT GOLONGAN SISTEM SYARAF OTONOM (SSO) I
(ADRENERGIK, ANTIADRENERGIK, KOLINERGIK, DAN ANTIKOLINERGIK)

1. TUJUAN PRAKTIKUM

a) Mahasiswa mengetahui perbedaan obat-obat adrenergik, antiadrenergik, kolinergik dan


antikolinergik

b) Mahasiswa mampu memahami cara kerja dan gejala yang ditimbulkan oleh obat-obat
golongan SSO (kolinergik dan antikolinergik)

2. DASAR TEORI

Tabel 1. Simpatomimetik (Obat Adrenergik)


Nama Generik Rute Dosis Rerata Dewasa
Albuterol PO, Inhalasi PO : 2.4 mg 3-4 waktu/hari; Inhalasi : 1-
2 q4-6h

Dobutamine IV 2.5-10 mcg/kg/menit


Epinephrine SC, Inhalasi SC : 0.1-0.5 mL of 1:1000 q10-15 min
prn; Inhalasi : 1 Inhalasi q4h prn

Isoproterenol IV, MDI IV: 0.01-0.02 mg prn; MDI: 1-2 inhalasi


hydrochloride 4-6 waktu/ahri

Metaproterenol sulfate PO, MDI, PO : 20 mg q6-8h; MDI: 2-3 inhalasi


Nebulizer q3-4h; Nebulizer: 5-10

Inhalations methyldopa PO, IV PO/IV: 250-500 mg bid or tid


Norepinephrine bitartrate IV Dimulai dengan 8-12 mcg/menit; dosis
pemeliharaan 2-4 mcg/menit

Oxymetazoline Intranasal 2-3 drop atau 2-3 spray 0.05% solution


bid

Phenylephrine IM, IV, SC IM/SC : 1-10 mg q10-15 menit prn; IV :


hydrochloride 0.1-0.18 mg/menit

Pseudoephedrine PO 60 mg q4-6h
hydrochloride
Ritodrine PO, IV PO : 10 mg q2h; IV : 50-350 mcg/menit
Salmeterol xinafoate Inhalasi 2 aerosol inhalasi (42 mcg) bid
Terbutaline sulfate PO, Inhalasi, SC PO : 2.5-5 mg tid; Inhalasi : 2 inhalasi
q4-6h; SC: 0.25 mg q15-30 menit
ditingkatkan hingga 0.5 mg dalam 4h

Tabel 2. Simpatolitik (Penghambat Adrenergik)


Nama Generik Rute Dosis Rerata Dewasa
Acebutolol PO 400-800 mg/hari
Atenolol PO 25-50 mg/hari
Carteolol PO 2.5 mg sekali/hari
Carvedilol PO 3.125 mg b.i.d.
Doxazosin mesylate PO 1-16 mg h.s.
Esmolol hydrochloride IV 500 mcg/kg dosis diikuti 50
mcg/kg/menit

Metoprolol tartrate PO 50-100 mg/hari


Nadolol PO 40 mg sekali/hari
Phentolamine IM, IV IM/IV : 5 mg 1-2h sebelum operasi
Prazosin hydrochloride PO Dimulai dengan 1 mg h.s., kemudian 1
mg b.i.d. atau tid

Propranolol PO, IV PO : 10-40 mg b.i.d.; IV : 0.5-3 mg q4h


hydrochloride prn

Sotalol hydrochloride PO 40-160 mg b.i.d.


Tamsulosin PO 0.4 mg q.d. 30 menit. setelah makan
hydrochloride

Terazosin PO 1-5 mg/hari


Timolol maleate PO 10-60 mg b.i.d.
Tabel 3. Parasimpatomimetik (Obat Kolinergik)
Nama Generik Rute Dosis Rerata Dewasa
Bethanechol chloride PO 10-50 mg b.i.d. to q.i.d.
Cevimeline PO 30 mg t.i.d.
hydrochloride
Neostigmine PO, IM, IV PO : 15-375 mg/hari; IM : 0.022 mg/kg;
IV : 0.5-2.5 mg lambat

Physostigmine IM, IV IM/IV : 0.5-3 mg


salicylate

Pilocarpine PO, PO : 5-10 mg t.i.d.; Ophthalmic : 1 drop


hydrochloride Ophthalmic 1-2% larutan untuk mata q5-10 menit
untuk 3-6 dosis

Pyridostigmine PO 60 mg-1.5 g/hari


Rivastigmine tartrate PO 1.5-6 mg b.i.d.
Tacrine PO 10 mg q.i.d.
Tabel 4. Parasimpatolitik (Antikolinergik atau Pemblokiran Kolinergik)
Nama Generik Rute Dosis Rerata Dewasa
Atropine sulfate IV, IM, SC, IV/IM/SC : 0.4–0.6 mg 30-60 menit
Ophthalmic sebelum operasi; Ophthalmic : 1-2 drop
t.i.d.

Benztropine mesylate PO 0.5-6 mg/hari


Cyclopentolate Topikal 1 drop 1% larutan pada mata 40-50
menit sebelum prosedur, diikuti dengan
1 drop dalam 5 menit

Dicyclomine PO, IM PO : 20-40 mg q.i.d.; IM : 20 mg q.i.d.


hydrochloride

Glycopyrrolate PO, IM, IV PO : 1-2 mg t.i.d.; IM/ IV : 0.1-0.2 mg


dosisi tunggal t.i.d. atau q.i.d.

Ipratropium bromide Inhalasi 2 inhalasi MDI q.i.d. interval tidak


kurang dari 4h

Oxybutynin PO 5 mg b.i.d. atau t.i.d.


Propantheline PO 15 mg 30 menit. a.c. dan 30 mg h.s.
Scopolamine PO, IM, IV, PO : 0.5-1 mg; IM/IV/SC : 0.3-0.6 mg
SC
Tiotropium bromide Inhalasi Menghirup isi satu kapsul setiap hari
menggunakan alat inhalasi tangan yang
disediakan

3. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

A. Alat (per kelompok kecil)

1. Spuit 1 ml 2 buah
2. Sonde oral mencit 1 buah
3. Papan datar bulat 1 buah
4. Beakerglass 50 ml 1 buah
5. Sudip 1 buah
6. Labu takar 10 ml 1 buah
7. Pipet volume 2 buah
8. Kawat traksi 1buah
9. Senter untuk pengamatan pupil 1 buah

B. Bahan :

1. Obat-obatan golongan kolinergik dan antikolinergik


2. Obat-obatan golongan adrenergik dan antiadrenergik
3. Pseudoefedrin HCl (adrenergik) tablet
4. Propanolol HCL (antiadrenergik) tablet
5. Pilocarpin HCl (kolinergik)
6. Atropin sulfat inj (antikolinergik) ampul
7. Air suling
8. Aquadest pro injeksi
9. Suspensi CMC Na 0,5%

Hewan : Mencit/Tikus putih 5 ekor per kelompok kecil


4.CARA KERJA
1. Hewan coba dikelompok menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah obat yang digunakan.
2. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obatan tersebut, meliputi
pengamatan pupil mata, diare, tremor, grooming, vasokonstriksi, vasodilator, straub, salivasi,
midriasis, miosis, dll. (Lihat daftar lampiran)
3. Data dianalisis kesesuaian antara gejala yang teramati dengan efek masing-masing obat
secara teoritis.
Lampiran

TABEL PENGAMATAN RESPON TINGKAH LAKU


PADA PROSEDUR SKRINING

NO GEJALA TINJAUAN HEWAN UJI TAFSIRAN EFEK


1 Ataksia Gangguan Koordinasi gerakan Depresi SSP
2 Agresif Keingintahuan yg berlebihan, Stimulasi SSP
keadaan tidak tenang

3 Aktif Berjalan, berlari/meloncat Stimulasi SSP


4 Diare Defekasi yang kerap Kolinergik
5 Bulu berdiri Bulu badan berdiri Adrenergik
6 Daya mencengkram Kehilangan daya mencengkram Depresi SSP,
Relaksasi muscular

7 Ekor berdiri Ekor berdiri Stimulasi SSP


8 Gerakan ekor Ekor berputar dengan cepat Stimulasi SSP
9 Gosokan/belaian Gosokan/belaian kaki depan pada Stimulasi SSP
muka/ badan berlebihan

10 Gerakan melingkar Gerakan berjalan melingkar Stimulasi SSP


11 Warna kulit Peningkatan aliran darah pada Vasodilatasi
pembuluh darah perifer pada Kolinergik
telinga dan ekor

12 Kewspadaan Kewaspadaan meningkat Stimulasi SSP


13 Katalepsi Sikap tubuh tertentu yg dapat Depresi SSP
dipertahankan selamanya

14 Konvulsi Kejang Stimulasi SSP


15 Kerutan otot Kerutan otot setempat yang Stimulasi SSP
berulang dan cepat Kolinergik

16 Ketakutan Ketakutan Depresi SSP


Relaksasi muscular

17 Lakrimasi Pengeluaran air mata Kolinergik


18 Mata melotot Mata melotot Adrenergik
19 Miosis Pengecilan pupil mata Kolinergik
Antiadrenergik

20 Midriasis Pelebaran pupil mata Adrenergik


Antikolonergik

21 Menggeliat Menggeliat Relaksasi muscular

22 Napas cepat Kecepatan pernapasan menjadi Stimulasi SSP


meningkat

23 Napas lambat Kecepatan pernapasan menjadi Depresi SSP


lambat

24 Nistagmus Mata juling Stimulasi SSP

25 Pengatupan kelopak Pengatupan kelopak mata Depresi SSP,


mata Kolinergik

26 Pucat Pemucatan daerah perifer Adrenergik


Vasokonstriksi

27 Pasif Tenang, diam, aktivasi berkurang Depresi SSP,


Relaksasi muscular

28 Tremor Gemetar St imulasi SSP

29 Paralisis Kelumpuhan kaki Depresi SSP,


depan/belakang/keduanya Relaksasi muscular

30 Reaksi jepit ekor Pengurangan reaksi atas jepitan Analgetik, Relaksasi


pada ekor muscular

31 Refleks berbalik Kehilangan refleks berbalik Depresi SSp


32 Refleks telinga Kehilangan refleks telinga Depresi SSP

33 Respon kaget Respon kaget meningkat Stimulasi SSP

34 Salivasi Pengeluaran air liur berlebihan Kolinergik

35 Urinasi Pengeluaran air seni berlebihan Kolinergik


PERHITUNGAN DOSIS

Konversi dosis dari manusia ke mencit 0.0026

1. Propanolol HCL (antiadrenergik)


Propanolol Hcl 40 mg dengan berat total 0,729 gram dan berat rata-rata 0,242 gram. Tentukan
dosis per oral pada mencit percobaan dengan membuat larutan stok 10ml :

= 0,16 mg

x = 0,053 mg

x = 0,8 ml

2. Pilocarpin HCl (kolinergik)


Perhitungan

Larutan stok 10 ml
3. Atropin sulfat inj (antikolinergik) ampul
Atropin sulfat im 0.4 mg

Konversi dosis = dosis x fk x bbh/bbu

= 0,4 mg x 0.0026 x 27 g/20 g

=0.0014 mg

Perhitungan bahan = atropine sulfat 1 %

= ml = 0,1 ml
LEMBAR KERJA PENGAMATAN

TINJAUAN HEWAN TAFSIRAN NaCMC Propanolol Atropin Pilocarpin


UJI EFEK kontrol HCl Sulfat

Gangguan Koordinasi Depresi SSP x x x


gerakan 

Keingintahuan yg
berlebihan, keadaan tidak Stimulasi SSP x x
tenang  

Berjalan, Stimulasi SSP x x x


berlari/meloncat 

Defekasi yang kerap Kolinergik x x  x


Bulu badan berdiri Adrenergik x   x

Kehilangan daya Depresi SSP,


Relaksasi x x
mencengkram
muscular  

Ekor berdiri Stimulasi SSP    x


Ekor berputar dengan Stimulasi SSP x x x x
cepat

Gosokan/belaian kaki
depan pada muka/ badan Stimulasi SSP x
berlebihan   

Gerakan berjalan Stimulasi SSP x x


melingkar x

Peningkatan aliran darah


pada pembuluh darah Vasodilatasi x
perifer pada telinga dan Kolinergik
ekor x  

Kewaspadaan meningkat Stimulasi SSP x x  

Sikap tubuh tertentu yg


dapat dipertahankan Depresi SSP x x
selamanya  

Kejang Stimulasi SSP x x x x


Kerutan otot setempat Stimulasi SSP x x x x
yang berulang dan cepat kolinergik

Depresi SSP
Ketakutan relaksasi x x
muskular  

Pengeluaran air mata Kolinergik x x  x


Mata melotot Adrenergik x x x x

Pengecilan pupil mata Kolinergik x x x


antiadrenergik


Pelebaran pupil mata Adrenergik x x x


antikolinergik


Menggeliat Reaksi x x
muskular  

Kecepatan pernapasan Stimulasi SSP x


menjadi meningkat
  

Kecepatan pernapasan Depresi SSP x x x x


menjadi lambat

Mata juling Stimulasi SSP x x x x


Pengatupan kelopak mata Depresi SSP x x
 

Pemucatan daerah perifer Adrenergik x x x x


Vasokonstriksi

Tenang, diam, aktivasi Depresi SSP,


relaksasi x x
berkurang
muscular  

Gemetar Stimulasi SSP x   x


Kelumpuhan kaki Depresi SSP,
Relaksasi x x x x
depan/belakang/keduanya
muscular
Pengurangan reaksi atas Analgetik,
Relaksasi x 
jepitan pada ekor
muscular  

Kehilangan refleks Depresi SSP, x x x


berbalik 

Kehilangan refleks Depresi SSP  x x x


telinga

Respon kaget meningkat Stimulasi SSP x x  x


Pengeluaran air liur Kolinergik x x x x
berlebihan

Pengeluaran air seni Kolinergik x x x x


berlebihan
PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan pada tanggal 4 November 2019 berjudul obat-obat
golongan sistem syaraf otonom (SSO) I (adrenergik, antidrenergik, kolinergik, antikolinergik)
dimana bertujuan untuk mengetahui perbedaan obat-obat adrenergik, antiadrenergik, kolinergik
dan antikolinergik serta mampu memahami cara kerja dan gejala yang ditimbulkan oleh obat-
obat golongan SSO (kolinergik dan antikolinergik).
Dalam percobaan ini dibahas tentang sistem saraf otonom (SSO) sistem saraf ini bersifat
otonom, dimana aktifitas terjadi tidak dibawah kontrol kesadaran secara langsung. Prinsip
terjadinya SSO yaitu di pusat di hypothalamus, batang otak dan spinalis. Dimana impuls akan
diteruskan melalui sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis
ini biasanya bekerja secara antagonis. Dalam hal ini anatomi dan fisiologi dari SSO sangat
penting, karena dengan mempelajari anatomi dan fisiologi dari SSO kita dapat memperkirakan
efek farmakologi dari suatu obat. Dimana nantinya akan bekerja pada sistem saraf otonom.
Dimana nantinya akan digunakan obat yang mirip yang mampu menghambat kerja transmitter
kimia, serta dapat memilih dan mempengaruhi fungsi otonom ( Indra, 2012 ).
Obat saraf otonom merupakan obat yang dapat mempengaruhi proses penerusan impuls
di dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau
penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Obat saraf
otonom ini juga mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat(Indra, 2012 ).
Penggolongan obat-obatan saraf otonom ini dapat dibedakan berdasarkan, kemampuan
obat tersebut apakah dapat “memacu” atau “menghambat” saraf tersebut. Obat yang memacu
saraf biasa disebut dengan “Agonis”, sedangkan yang menghambat dinamakan “Antagonis”.
Adapun agonis adrenergik itu sendiri adalah obat yang mampu memacu saraf adrenergik.
Sehingga obat ini beraksi seperti neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik
biasa disebut dengan Adrenomimetik. Obat yang bekerja dengan cara ini mampu bereaksi
dengan reseptor adrenergik, dimana reseptor adrenergiki dibagi menjadi 2 yaitu, reseptor
adrenergik α & reseptor adrenergik β. Reseptor α terdiri dari 2 tipe, dan reseptor β juga terdiri
dari 2 tipe yang biasa digunakan, obat jenis ini mampu berinteraksi. Obat-obat yang bekerja
berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan lagi menjadi 2 yaitu agonis secara langsung dan
agonis tidak langsung. Perbedaan ini berdasarkan interaksi antara reseptor (Nugroho,2012).
Antagonis adrenergic adalah obat yang bekerja untuk menghambat kerja atau efek dari
neurotransmitter utama yakni nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut dengan
Adrenolitik. Proses penghambatan dari obat ini kebanyakan dengan cara memblok reseptor
adrenergik. Obat-obatan ini dapat dikelompokkan berdasarkan cara kerja terhadap reseptornya
(Nugroho,2012).
Agonis kolinergik adalah obat yang dapat berikatan dengan reseptor dan dapat
memberikan efek. Obat ini beraksi menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah
agonis kolinegik ini dapat pula disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Adapun
target dari obat ini terdiri dari 2 yaitu Agonis Kolinergik langsung (Obat ini bereaksi secara
langsung dengan reseptor asetilkolin) dan Inhibitor Kolinesterase (Indijah, 2016)
Kemudian antagonis Kolinergik adalah aktifitas obat antagonis yang melawan aksi
neurotransmitter asetilkolin. Serta mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau saraf kolinergik.
Contoh obat-obat antikolinergik ini yaitu atropin, skopolamin, ekstrak beladona, dan lain-
lain(Indijah, 2016).
Dalam percobaan kali ini obat yang digunakan pertama yaitu atropine sulfat. Atropin
sulfate adalah obat yang dapat digunakan untuk spasme/kejang pada kandung empedu, kandung
kemih dan usus, keracunan fosfor organik. Yang tersedia dalam bentuk injeksi yang dimasukkan
secara subkutan. Indikasi obat ini adalah tukak peptic, gastritis, hiperasditas dan saluran cerna.
Kemudian dosis yang dapat digunakan dalam penggunaan obat ini sebagai premedikasi, injeksi
intravena 300-600 mcg 30 hingga 60 ment segera sebelum dilakukan induksi anestetik. Dan
dengan peningkatan dosis setiap kali 100 mcg untuk pengobatan bradikardia. Melalui injeksi
intramuskuler digunakan 300 – 600mcg 30 hingga 60 menit sebelum induksi serta untuk
mengendalikan efek muskarinik neostigmin dalam melawan blok neuromuskuler kompetitif,
dengan injeksi intravena, 0,6-1,2 mg.Antagonis muskarinik ini menyekat efek persarafan
parasimpatis, oleh karena itu sering disebut sebagai parasimpatolitik. Yang termasuk ke dalam
golongan obat-obatan ini yaitu : atropine sulfat yang memperlihatkan selektivitas terhadap
reseptor muskarinik subtipe tertentu.Antagonis reseptor muskarinik menyekat efek asetilkolin
dengan memblok ikatan ACh dan reseptor kolinergik muskarinik pada neuroefektor yang
terdapat pada otot polos, otot jantung dan sel kelenjar di ganglia perifer dan juga pada sistem
saraf pusat (Hoffman,2004).
Lalu obat kedua yang digunakan yaitu obat pilocarpine. Adapun indikasi dari
pilocarpine ini yaitu glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simpel kronis), glaukoma sndut
tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis (setelah dilakukan iri, dektomi perifer),
glaukoma sekunder akibat blok pupil dan setelah operasi (Tan, 2007). Mekanisme kerjanya yaitu
dengan meningkatkan aliran keluar akuos karena adanya kontraksi badan siliar. Hal tersebut
mengakibatkan penarikan tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut
tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris menjauh dari sudut
bilik mata depan. obat ini meningkatkan aliran keluar akuos melalui trabekula. Dosis Tersedia
dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada sediaan larutan mata tersedia dua macam
bentuk garam pilokarpin yaitu 1). Pilokarpin hidroklorida dalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%,
2%,3%, 4%, 6%, 8%dan 10% tetes mata. 2) Piloarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes
mata.Diberikan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Konsentrasi yang umumnya digunakan atla}ah 0.5 -4
% Awitan efek miotik dimulai 10-30 menit dan lama kerja adalah 6 jam. Obat ini biasanya
diberikan setiap 6 jam sekali (Ketzung, 2001).
Dan obat yang terakhir yaitu obat propanolol HCL yang mempunyai indikasi dapat
mengobati hipertensi; feokromositoma; angina; aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
takikardi ansietas, dan tirotoksikosis (tambahan); profilaksis setelah infark miokard; profilaksis
migren dan tremor esensial. Adapun dosis yang dapat digunakan pada obat ini secara oral untuk
hipertensi yaitu dengan dosis awal 80 mg 2 kali sehari, tingkatkan dengan interval mingguan bila
perlu; dosis penunjang 160-320 mg sehari. Hipertensi portal, dosis awal 40 mg 2 kali sehari,
tingkatkan sampai 80 mg 2 kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung; maksimal 160 mg 2 kali
sehari. Kemudian untuk penyakit feokromositoma (hanya bersama alfa bloker), 60 mg sehari
selama 3 hari sebelum pembedahan atau 30 mg sehari pada pasien yang tidak cocok untuk
pembedahan dan untuk angina, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari; dosis penunjang 120-240 mg
sehari, untuk penyakit aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertropik, takikardi ansietas, dan
tirotoksikosis (tambahan), 10-40 mg 3-4 kali sehari. Adapun dosis obat propanolol untuk
anesietas dengan gejalagejala seperti palpitasi, berkeringat, tremor, 40 mg 4 kali sehari selama 2-
3 hari, kemudian 80 mg 2 kali sehari, mulai 5-21 hari setelah infark dan profilaksis migren dan
tremor esensial, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari; dosis penunjang 80- 160 mg sehari serta untuk
injeksi intravena, aritmia dan krisis tirotoksik, 1 mg selama 1 menit; jika perlu ulang dengan
interval 2 menit; maksimal 10 mg (5 mg dalam anestesia) (BPOM, 2015). Adapun Mekanisme
kerja dari obat ini adalah memblok reseptor epinephrine 1 dan 2-adrenergik yang memberi efek
kronotropik, inotropik, dan penurunan respon vasodilator beta-adrenergik (Krishnaias et al.
2005). Pada penggunaaan per oral, propranolol memiliki keterbatasan karena rendahnya waktu
paruh (half-life), serta mengalami metabolisme oleh sitokrom P450 di hati sehingga
menyebabkan rendahnya bioavailabilitas sistemik (sekitar 15–23%) (Rao et al., 2003; Namdeo
dan Jain, 2002). Propranolol adalah obat yang mengalami metabolisme di hati yang intensif bila
diberikan secara oral dengan bioavailabilitas sebesar 26% (Anderson and Knoben, 1993).
Dalam percobaan kali ini mula-mula yang dilakukan yaitu, dilakukan perhitungan dosis atau
konversi dosis dari manusia ke mencit. Konversi dosis ini dilakukan untuk mengetahui berapa
dosis obat yang dapat diberikan kepada hewan coba yang dikonversi berdasarkan dosis
manusia. Setelah itu dihitung dosis obat yang akan diberikan ke hewan coba. Kemudian setelah
konversi dosis, larutan stok dibuat sesuai kapasitas dan berat hewan coba. Setelah itu hewan
coba mencit diberikan obat-obat sistem saraf otonom yaitu pilokarpin HCL, atroipin Sulfat, dan
propanolol kemudian diamati gejala-gejala yang timbul.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di dapatkan hasil mencit yang diberikan obat atropin
sulfat menunjukan gejala seperti gangguan koordinasi gerakan, keingintahuan yang berlebihan,
keadaan tidak tenang, berjalan, berlari/meloncat, defekasi yang kerap, bulu badan berdiri,
kehilangan daya mencengkram,ekor berdiri,gosokan/belaian kaki depan pada muka/badan
berlebihan, peningkatan aliran darah pada pembuluh darah perifer pada telinga dan ekor,
kewaspadaan meningkat,ketakutan,pengeluaran air mata,menggeliat, kecepatan pernafasan menjadi
meningkat, respon kaget meningkat. Dari gejela-gejala tersebut dapat dilihat aktivitas obat
antikolinergik. Kemudian mencit yang diberikan obat Pilokarpin menunjukan gejala agresif dengan
kata lain menjadi berkeingintahuan yang berlebihan, keadaan tidak tenang adanya gosokan/belaian
kaki depan pada muka/badan berlebihan,peningkatan aliran darah pada pembuluh darah perifer pada
telinga dan ekor,kewaspadaan meningkat, pelebaran pupil mata, adanya respon menggeliat,
kecepatan pernafasan menjadi meningkat, serta pengurangan reaksiatas jepitan pada ekor dari gejala
tersebut dapat dilihat aktivitas obat kolinergik. Dan yang terakhir yaitu mencit yang telah diberikan
propranolol menunjukan gejala seperti bulu badan berdiri, ekor berdiri ,sikap tubuh tertentu yang
dapat dipertahankan selamanya ,ketakutan,kecepatan pernafasan menjadi meningkat ,tenang, diam,
aktivasi berkurang serta gemetar. Dari gejala-gejala tersebut dapat dilihat adanya aktivitas obat
antiadrenergic.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Obat adrenergic adalah obat yang bekerja pada saraf simpatik, mirip dengan adrenalin,
norepineprin dan epineprin. Obat kolinergik bekerja pada parasimpatik, mirip dengan
asetilkolin.
b. Obat adrenergic bekerja dengan meningkatkan kerja saraf simpatik sedangkan antiadrenergic
bekerja menghambat simpatik. Obat kolinergik memicu system saraf parasimpatik,
sedangkan antikolinergik menghambat system saraf parasimpatik.
EVALUASI
1. Apa saja perbedaan obat-obat adrenergik, antiadrenergik, kolinergik dan antikolinergik?

Jawab:

Perbedaan yang terdapat pada obat-obat adrenergik, antiadrenergik, kolinergik dan antikolinergik
terletak pada efek yang ditimbulkan dari obat tersebut ketika bereaksi. Dikatakan obat adrenergik
atau simpatomimetik karena efek obatnya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatis sedangkan obat-obat antiadrenergik atau simpatolitik yaitu obat yang
menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis. Kemudian untuk kolinergik atau
obat-obat parasimpatomimetik efeknya yang dihasilkan menyerupai efek yang ditimbulkan oleh
aktivitas susunan saraf parasimpatis serta obat-obat antikolinergik atau parasimpatolitik
menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis (Mardjono, 2009).

Daftar pustaka :
Mardjono, Mahar. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press.

2. Gejala apa saja yang dihasilkan oleh obat adrenergik,antiadrenergik, kolinergik, dan
antikolinergik?

Jawab:

Gejala yang ditimbulkan oleh obat-obatan ini dapat berupa depresi mental, peningkatan berat
badan, kemerahan karna aliran darahnya, kongesti nasal atau gangguan napas yang berat, depresi
mental yang berat, peningkatan tonus dan motilitas saluran cerna seperti diare (Mutchler, 1991).

Daftar pustaka :
Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi Kelima. Bandung: ITB Press
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P.O. and Knoben, J.E., 1993, Handbook of Clinical Drug Data, 281, Drug
Intelligence Publication : Hamilton

BPOM. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Hoffman BB, Adrenoceptor-Activating and Other Sympatomimetic Drugs in Basic and Clinical
Pharmacology, 9th ed. 2004. McGraw-Hill, San Francisco, pp.122- 159

Indijah, Sujati Woro dan Purnama Fajri. 2016. Farmakologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Indra, Imai. 2012. Aktivitas Otonom. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol.12 No 3. Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Ketzung,B.G.2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : salemba medika

Krishnaias, Y. S. R., Alsaidan M. S., Chandrasekhar V. D., Satyanarayana V,. 2005.


Bioavailability of Nerodilol Based Transdermal Therapeutic System of Nicorandil in
Human Volunteers. J.Contolled Release. 106 (1) : 111-122

Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu
farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Rao, P. R., Reddya, M. N., Ramakrishna, S., danDiwana, P. V., 2003, Comparative in Vivo
Evaluation of Propranolol Hydrochloride After Oral and Transdermal
Administration in Rabbits, Eur. J. Pharm. Biopharm., 56(1): 81 –85.

Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja.2007. Obat – obat penting. Jakarta : PT Elex Media
komputindo
PERCOBAAN I B
OBAT ANTIDEPRESAN PADA MENCIT
(SSP)

1. TUJUAN
 Mengetahui gejala depresi alami pada hewan mencit
 Mengamati respon immobilitas atau aktivitas motorik mencit terhadap obat-obat
antidepresan pada berbagai metode
 Memahami tentang mekanisme kerja, efek farmakologik, kegunaan klinis dan efek
samping obat antidepresan
 Mampu memberikan kesimpulan dan menginterpretasikan data-data pengujian atas dasar
mekanisme kerja obat dalam tubuh

2. DASAR TEORI
Tabel 1. Lini Pertama Obat Kecemasan
Tipe Kecemasan Benzodiazepin SSRIs Lainnya
Alprazolam Escitalopram oxalate Buspirone
hydrochlorid

Chlordiazepoxide Paroxetine hydrochloride Venlafaxine


Generalized Anxiety hydrochloride

Disorder Clorazepate Paroxetine mesylate


dipotassium

Diazepam
Lorazepam
Oxazepam
Alprazolam Paroxetine
Panic Disorder Clonazepam Sertraline hydrochloride
Lorazepam
Obsessive Citalopram hydrobromide
Compulsive Escitalopram oxalate
Disorder Fluoxetine hydrochloride
Fluvoxamine maleate
Paroxetine
Sertraline hydrochloride
Post-Traumatic Paroxetine
Stress Disorder Sertraline hydrochloride

Tabel 2. Obat Kecemasan dan Insomnia


Nama Generik Rute Dosis Rerata Dewasa
Barbiturat (Kerja Pendek)
Pentobarbital PO Penenang (sedative) : 20–30 mg b.i.d. -t.i.d.
Hypnotic : 120–200 mg/hari

Secobarbital PO Penenang : 100–300 mg/hari dalam 3 dosis


terbagi; Hipnotik : 100–200 mg/hari

Intermediate-acting
Amobarbital PO Penenang : 30–50 mg b.i.d. -t.i.d. Hipnotik :
65–200 mg (maks: 500 mg/hari)

Aprobarbital PO Penenang : 40 mg t.i.d. Hipnotik : 40–160


mg/hari

Butabarbital PO Penenang : 15–30 mg t.i.d.-q.i.d. Hipnotik:


50–100 mg h.s.

Kerja Panjang
Mephobarbital PO Penenang : 32–100 mg t.i.d.
Phenobarbital PO Penenang : 30–120 mg/hari
Benzodiazepine
Alprazolam PO 0.25–2 mg t.i.d.
Chlordiazepoxide PO 5–25 mg t.i.d.-q.i.d.
Clonazepam PO 1–2 mg/hari dalam dosis terbagi (maks : 4
mg/ hari)

Clorazepate PO 15 mg/hari h.s. (maks : 4 mg/hari)


dipotassium

Diazepam PO 2–10 mg b.i.d.-q.i.d.


Estazolam PO 1 mg h.s. (maks : 2 mg prn)
Flurazepam PO 15 – 30 mg h.s
Halazepam PO 20–40 mg t.i.d.-q.i.d.
Lorazepam PO 1–3 mg b.i.d.-t.i.d.
Oxazepam PO 1–3 mg b.i.d.-t.i.d.
Quazepam PO 7.5–15 mg h.s.
Temazepam PO 15 mg h.s.
Triazolam PO 0.125–0.25 mg h.s. (maks : 0.5 mg/hari)
Obat Mirip Benzodiazepin
Eszopiclone PO 2–3 mg h.s.
Ramelteon PO 8 mg sampai 30 menit h.s.
Zaleplon PO 5–10 mg h.s.
Zolpidem Tartrate PO 10 mg h.s.
Obat Lainnya : Antiseizure Medication
valproic acid, PO 250 mg t.i.d. (maks : 60 mg/kg/hari)
(divalproex sodium,
sodium valproate)

Special Anxiolytic
Buspirone PO 7.5–15 mg dalam dosis terbagi (maks : 60
hydrochloride mg/hari)

Beta Blockers (jarang diindikasikan untuk pengobatan kecemasan)


Atenolol PO 25–100 mg 1x/hari
Propranolol PO 40 mg b.i.d. (maks : 320 mg/hari)
hydrochloride

Tabel 3. Antipsikotik
Nama Generik Rute Dosis
Agen Konvensional
Chlorpromazine hydrochloride PO, IM, IV, 50–400 mg/day
PR
(suppository)

Fluphenazine PO, IM 1–30 mg/day


Haloperidol PO, IM 1–50 mg/day
Loxapine succinate PO 10–160 mg/day
Molindone PO 15–225 mg/day
Perphenazine PO 12–24 mg/day
Pimozide PO 1–10 mg/day
Prochlorperazine PO, IM, PR 2.5–25 mg/day
Thioridazine hydrochloride PO 50–800 mg/day
Thiothixene hydrochloride PO 6–60 mg/day
Trifluoperazine PO, IM 4–60 mg/day
Agen Atipikal
Aripiprazole PO 10–15 mg/day
Clozapine PO 300–900 mg/day
Olanzapine PO, IM 5–20 mg/day
Quetiapine fumarate PO 50–400 mg/day
Risperidone PO, IM 2–6 mg/day
Ziprasidone hydrochloride PO, IM 40–120 mg/day

3. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


BAHAN
 Hewan coba : mencit 4-5 ekor per kelompok
 Bahan yang digunakan :


Obat-obat antidepresan (fenobarbital tablet, diazepam 2 mg tablet, haloperidol tablet)
masing-masing 2 tablet untuk 1 kelas praktikum. Suspensi dibuat sehari sebelum
praktikum.

Suspensi Na CMC 0,5%
ALAT (per kelompok kecil)
Platform (papan datar) 1
kawat traksi 1
hole board (papan berlubang) 1
spuit injeksi 1
Sonde oral mencit 1
Vial 10 ml atau beakerglass 50 ml untuk wadah sediaan 4
Kotak kaca 1

4. CARA KERJA
Mencit diinduksi depresi menggunakan suara bising
Mencit dibagi dua kelompok yaitu kelompok uji & kelompok kontrol.
1. Uji efek antidepresan metode hole board (papan berlubang)
 Mencit 1 (kontrol) diberi air suling atau larutan pensuspensi peroral. Mencit 2 (uji)
diberi suspensi yang mengandung bahan obat. Mula kerja diperkirakan 15 – 30 menit.
 Setelah itu, mencit diletakkan di tengah-tengah permukaan hole board. Selanjutnya
dihitung jumlah jengukan kepala mencit ke dalam lubang sampai batas ujung daun
telinga.
 Durasi pengamatan 15 menit sampai dengan 1 jam atau bergantung pada mula kerja
dan durasi aksi obat yang digunakan sebagai bahan uji.
 Untuk analisa interpretasi data hasil uji disini adalah hasil jengukan mencit pada
jangka waktu 15 – 60 menit pada mencit kontrol dan uji. Apabila jumlah jengukan
pada kelompok uji lebih besar secara bermakna dibandingkan dengan kelompok
kontrol maka bahan uji atau bahan obat memiliki efektivitas terhadap aktivitas
motorik.

Cara perhitungan persen efektivitas bahan obat :


%E = U – K x 100
K
%E : persen efektivitas
K : jumlah jengukan kelompok control
U : Jumlah jengukan keompok uji
2. Uji efek antidepresan metode platform (papan datar)

Prinsipnya sama dengan uji antidepresan dengan metode hole board (papan berlubang).
Mencit diletakkan ditengah-tengah permukaan platform. Rasa keingintahuan mencit
didefinisikan sebagai jengukan kepalanya ke tepi platform. Gerakan ini merupakan
masifestasi aktivitas motorik. Dengan demikian, jumlah jengukan dalam waktu
tertentu (15 – 60 menit) merupakan parameter uji pada eksperimen ini.


Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis (cara analisis sama dengan metode
holeboard)
3. Uji efek antidepresan metode traksi

Traksi adalah suatu metode regangan atau tarikan otot. Pada eksperimen ini dilakukan
peregangan otot anggota gerak hewan (mencit). Kekuatan daya peregangan otot disini
merupakan manifestasi dari aktivitas motorik, sedangkan aktivitas motorik dijadikan
parameter pada eksperimen metode ini.

Persiapan hewan uji, bahan uji, pengumpulan dan cara analisa data pada metode ini
menggunakan prinsip yang sama dengan 2 metode diatas. Perbedaan pada alat yang
digunakan yaitu alat traksi.

Data yang dicatat adalah durasi saat mencit diletakkan pada kawat traksi hingga jatuh.
Hewan yang diberi antidepresan pada umumnya memiliki efek traksi yang lebih lama
secara signifikan, apabila dibandingkan dengan mencit normal tanpa obat.
5. PERHITUNGAN DOSIS
Dosis setiap obat disetarakan dengan dosis manusia. Konversi dosis dari manusia ke
mencit adalah 0.0026.

1. Dosis diazepam
Konversi Dosis =

= 10 mg x 0,0026 x

= 0,04 mg

Larutan Stok =

= 0,8 mg

X= 35,36 mg
X= 0,035 gram
Jadi diazepam yang harus ditimbang untuk membuat 10 ml larutan stok adalah 0,035 gram.

2. Dosis haloperidol
Seekor mencit dengan berat 29,8gram akan diberikan Haloperidol dengan dosis 50 mg secara
oral. Tentukan:
a. Berapa dosis Haloperidol yang diberikan pada mencit?
b. Berapa mg yang ditimbang untuk membuat larutan stok sebanyak 10 mL?
c. Berapa dosis timbang setara tablet?
Jawab:

a. Dosis Haloperidol =

= 0,9 mg

b. Dosis yang ditimbang untuk membuat larutan stok sebanyak 10 mL


0,9 mg 0,5 mL
X 10 mL
X=

=3,8 mg
c. dosis timbang setara tablet

=161,3mg

Empat mencit dalam satu kelompok kecil dibagi menjadi:


Mencit ke-1 : dioral fenobarbital
Mencit ke-2 : dioral diazepam
Mencit ke-3 : haloperidol
Mencit ke-4 : placebo (suspenci CMC Na 0,5%)

Pengamatan dilakukan minimal 15 menit setelah mencit dioral bahan uji.


HASIL PERCOBAAN
Tabel hasil percobaan Uji antidepresan metode hole board dan metode platform
No. Respon Jumlah jengukan
BB Perlakuan awal
Hewan 5 10 15 20 25 30
(detik)

1 31,8 NaCMC 48 3 5 3 6 5 4
2 31,8 Diazepam 8 13 21 23 20 23 4
3 28,8 Haloperidol - - - - - - -
PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan pada tanggal 4 November 2019 berjudul obat
antidepresan pada mencit (SSP). Dengan tujuan untuk Mengetahui gejala depresi alami pada
hewan mencit, Mengamati respon immobilitas atau aktivitas motorik mencit terhadap obatobat
antidepresan pada berbagai metode, Memahami tentang mekanisme kerja, efek farmakologik,
kegunaan klinis dan efek samping obat antidepresan.
Sistem Saraf Pusat (SSP) merupakan salah satu bagian dari sistem saraf, yang terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang. SSP berfungsi untuk mengkoordinasi segala aktivitas tubuh
manusia. (Nugroho, 2014). Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak (ensefalon) dan medula
spinalis, yang merupakan pusat kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan
saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta
dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013). Sistem
saraf pusat sangat peka dengan efek obat- obatan sehingga sebagian besar obat yang diberikan
dalam dosis besar dapat menimbulkan efek berlebih terhadap sistem saraf pusat. Kemampuan
obat untuk menembus sawar darah otak hanya ditentukan oleh adanya kelarutan bentuk non-ion
dalam lemak. Obat yang seluruhnya atau sebagian dalam bentuk ion ketika dalam keadaan
normal tidak dapat menuju otak. Obat-obat yang bekerja mempengaruhi sistem saraf pusat dibagi
menjadi dua yaitu depresansia SSP dan stimulansia SSP. Depresansia SSP memiliki mekanisme
kerja secara spesifik pada satu atau lebih pusat otak. Jenis obat ini adalah golongan sedative-
hipnotik dan golongan analgesik. Obat golongan sedatif-hipnotik merupakan obat yang
menyebabkan depresi ringan sampai terjadi efek tidur, yang termasuk golongan obat ini adalah
etanol, barbiturate, dan benzodiazepam. Sedangkan golongan analgesic merupakan obat yang
berefek pada penghilangan rasa nyeri atau analgesic. SSP adalah obat yang meningkatkan
aktivitas otak dan spinal cord yang digunakan untuk menghambat efek golongan depresansia
SSP, yang termasuk obat golongan ini adalah ephedrine dan amphetamine (Syamsuddin,2011).
Dalam percobaan ini obat yang digunakan pertama yaitu Diazepam. Obat diazepam
bekerja sebagai derivat dari benzodiazepine secara selektif pada reseptor asam gama -
aminobutirat A (GABAA) yang memerantarai penghambatan transmisi sinaptik yang cepat
melalui susunan saraf pusat (SSP), diazepam secara spesifik terikat pada tempat ikatan alosterik
dan meningkatkan afinitas GABA pada reseptornya sehingga menyebabkan peningkatan
frekuensi pembukaan kanal klorida. Dosis oral: ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu
sampai 15-30 mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk LANSIA atau debil dosis setengahnya.
Insomnia yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur. Injeksi intramuskular atau injeksi
intravena lambat (kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk
ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut: 10 mg diulangi
bila perlu setelah tidak kurang dari 4 jam. Infus intravena lihat 4.8.1. Dengan melalui Rektal
sebagai larutan untuk ansietas akut dan agitasi: 10 mg (lansia 5 mg) diulang setelah lima menit
bila perlu. Untuk ansietas apabila pemberian oral tidak dapat dilakukan obat diberikan melalui
rektum sebagai supositoria: 10-30 mg (dosis lebih tinggi terbagi). Memiliki Indikasi pemakaian
jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status
epileptikus, kejang demam, spasme otot (BPOM, 2015).
Kemudian obat kedua yang digunakan yaitu obat haloperidol. Obat ini merupakan obat
antipsikotik yang termasuk dalam kelas butirofenon. Haloperidol termasuk dalam antipsikotik
yang bersifat D2 antagonis yang sangat poten, serta efektif memblok reseptor di sistem limbik
otak, dopaminergik diblokir pada jalur nigrostriatal sehingga memicu terjadinya efek samping
berupa sindrom ekstrapiramidal dan gangguan gerak yang lebih dominan terjadi (Yulianty et al,
2017). Haloperidol juga termasuk golongan potensi rendah untuk mengatasi penderita dengan
gejala gaduh, gelisah, hiperaktif, dan sulit tidur. Haloperidol berfungsi untuk menenangkan
keadaan mania pasien psikosis (Zahnia dan Sumekar, 2016). Dosis haloperidol secara per oral
untuk Psikosis Skizofrenia dan Maniayaitu 0,5-5 mg 2-3 kali / hari. Dosis maksimal yaitu 30 mg
/ hari. Dosis secara IM untuk Psychoses; Skizofrenia yaitu 2-10 mg, dosis berikutnya diberikan
setiap 60 menit sampai gejalanya terkontrol, diberikan dengan interval dosis 4-8 jam. Dosis
maksimal 18 mg / hari. Haloperidol mudah diserap dari saluran pencernaan. Ketersediaan
hayatinya sekitar 60-70% jika diberikan secara oral. Waktu yang dibutuhkan untuk memuncak
konsentrasi plasma yaitu 2-6 jam (oral) dan 20 menit (IM). Distribusi pada haloperidol yaitu
melintasi penghalang darah-otak dan memasuki ASI. Ikatan protein plasma pada haloperidol
sekitar 92%. Haloperidol Secara luas dimetabolisme di hati melalui dealkilasi oksidatif dan
akhirnya terkonjugasi dengan glisin. Haloperidol diekskresi melalui urin (30%, 1% sebagai obat
tidak berubah). Waktu paruh eliminasi yaitu sekitar 12-38 jam (oral) (MIMS, 2018).

Dalam percobaan kali ini dilakukan 3 metode. Yang pertama yaitu metode papan
berlubang, metode papan datar, dan metode traksi. Prosedur pertama yang dilakukan adalah
mula-mula dibuat larutan Kontrol NaCMC 0.5% dalam 50 mL Pembuatan Larutan Kontrol
NaCMC digunakan sebagai kontrol negatif yaitu berfungsi sebagai pembanding yang
menunjukkan reaksi hasil negatif atau tidak adanyaa efek obat sso dan ssp karena mencit tidak
menghasilkan data sesuai teori, seharusnya mencit mengalami gejala stress dan hiperaktif
berlebih dengan ditandai jengukan kepala kedalam lubang namun hal tersebut tidak terjadi. Hal
ini dapat dibebabkan karena pada saat perlakuan mencit awal tidak dilakukan perangsangan
stress pada mencit. Adapun karakteristik NaCMC serbuk atau butiran, putih atau putih kuning
gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau, mudah mendispersi dalam air, membentuk
koloidal. Mempunyai kelarutan yang mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid,
tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut organic lain (Depkes RI, 1979). Dalam praktikum ini
dibuat larutan kontrol menggunakan NaCMC 0,5 % dalam 50 mL didapatkan hasil yang
ditimbang 0,25 gram kemudian dipanaskan 50 mL aquades di atas penangas. Di masukkan 50mL
aquades panas ke dalam mortir lalu taburkan NaCMC diatasnya tunggu hingga mengembang
kemudian gerus hingga homogeny, tuangkan ke dalam gelas kimia. Sebelum dioralkan mencit
yang digunakan ditimbang terlebih dahulu didapatkan berat mencit sebesar 31,8 gram. Lalu
dioralkan mencit dengan larutan kontrol yang telah dibuat sebanyak 0,5 ml. setelah dioralkan
dibiarkan mencit selama 15 menit untuk menunggu kerja efek larutan yang dioralkan. Adapun
tujuan pemberian larutan kontrol NaCMC secara oral yaitu untuk memudahkan dalam proses
pemberian, proses reabsobsi lebih lambat dan panjang sehingga dapat diamati secara seksama,
kemudian untuk menghindari pemberian yang menyebabkan nyeri agar hewan uji tidak
memberikan respon palsu atas pemberian larutan kontrol yang dapat disebabkan karena hewan
uji menjadi agresif dan stress karna perlakuan yang dapat menyakiti hewan uji serta menghindari
kerusakan jaringan kulit dan jaringan organ dalam dari hewan uji.
Metode yang kedua yaitu metode papan datar yang dilakukan dengan menggunakan
bahan obat diazepam tablet. Dengan cara mula-mula disiapkan hewan uji dan dikelompokkan
menjadi dua yaitu kelompok control dan kelompok uji dan disiapkan pula larutan yang telah
dibuat, kemudian mencit kelompok uji diberikan larutan obat yang telah disiapkan, control tidak
dilakukan pada saat ini karena telah dilakukan bersamaan dengan kontrol haloperidol.
Selanjutnya bahan obat dioralkan ke mencit sebanyak 0.5 ml . Mula kerja diperkirakan 15-30
menit, setelah dioralkan mencit diletakkan di papan berlubang dan hitung jumlah jengukan
kepala mencit ketepi platform tersebut smpai batas ujung telinga. Durasi pengamatan yaitu 15 -
60menit atau bergantung pada mula kerja obat dan durasi aksi obat yang digunakan sebagai
bahan uji. Untuk analisa interpretasi data hasil uji disini adalah hasil jengukan mencit pada
jangka waktu 15- 60 menit pada mencit kontrol dan uji. Pengujian menggunakan traksi hanya
dilakukan dengan control NaCMC 0,5 %.

Kemudian metode yang terakhir yaitu metode papan berlubang yang dilakukan dengan
cara. Mula-mula disiapkan hewan uji larutan yang telah dibuat, kemudian mencit uji diberikan
larutan obat yang telah disiapkan, control tidak dilakukan pada saat ini karena telah dilakukan
bersamaan dengan kontrol diazepam. Selanjutnya bahan obat dioralkan ke mencit sebanyak 0.5
ml . Mula kerja diperkirakan 15-30 menit, stelah dioralkan mencit diletakkan di papan berlubang
dan hitung jumlah jegukan kepala mencit kedalam lubang tersebut smpai batas ujung telinga.
Durasi pengamatan yaitu 15-60menit atau bergantung pada mula kerja obat dan durasi aksi obat
yang digunakan sebagai bahan uji. Untuk analisa interpretasi data hasil uji disini adalah hasil
jegukan mencit pada jangka waktu 15-60 menit pada mencit kontrol dan uji.

Mencit yang diberikan diazepam pada metode platform menunjukkan bahwa mencit
mengalami jengukan awal pada detik ke 8, kemudian pada menit ke 5 pertama terdapat 13 kali
jengukan, pada menit ke 10 terjadi 21 kali jengukan, pada menit ke 15 terjadi 23 jengukan, pada
menit ke 20 terdapat 20 kali jengukan, menit ke 25 terjadi 23 kali jengukan, pada menit ke 30
terjadi 4 kali jengukan. Dari hasil didapatkan diketahui bahwa obat yang diberikan pada mencit
memberikan efek terapi yang tidak diinginkan. Seharusnya setelah pemberian obat, mencit
terlihat sangat tenang tanpa melakukan pergerakan apapun termasuk melakukan jengukan
kedalam platform. Menurut teori, semakin banyak jumlah jengukan kepala mencit maka
menandakan mencit tersebut semakin depresi. Hal ini dikarenakan efek dari diazepam yang
menyebabkan mencit tersebut menjadi lebih tenang, berkurangnya kecemasan sehingga tidak
melakukan jengukan kepala ke dalam lubang pada platform dan melakukan aktivitas motorik
lainnya. Sehingga dapat disimpulkan obat yang diinduksikan pada saat praktikum tidak
memberikan efek yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan praktikan ketika
mengoralkan obat pada mencit.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Gejala depresi alami yang dialami tikus ditandai dengan tikus sangat agresif, dapat
menggigit, serta dapat meningkatkan aktivitas motorik dengan dilihat banyaknya
gerakan pada platform.
2. Dari metode hole board dapat dilihat tikus yang diberikan antidepresan lebih sedikit
menjenguk kepala ke dalam lubang, pada metode platform yang sama juga ditemuka,
tikus lebih sedikit menjenguk ke pinggir-pinggir papan platform. Pada traksi mencit yang
menggunakan antidepresan lebih lama bergantung pada traksi.
3. Mekanisme kerja dari Haloperidol memiliki mekanisme yaitu memblok reseptor
dopaminergik D1 dan D2 yang terdapat di postsinaptik mesolimbik otak. Diazepam
memiliki mekanisme yaitu Diazepam bekerja sebagai agonis reseptor benzodiazepin
dan dapat berikatan kuat dengan reseptor tersebut.
4. Mekanisme kerja dari diazepam yaitu diazepam sebagai derivat dari benzodiazepine
bekerja secara selektif pada reseptor asam gama - aminobutirat A (GABAA) yang
memerantarai penghambatan transmisi sinaptik yang cepat melalui susunan saraf pusat
(SSP), diazepam secara spesifik terikat pada tempat ikatan alosterik dan meningkatkan
afinitas GABA pada reseptornya sehingga terjadi peningkatan frekuensi pembukaan
kanal klorida
PERTANYAAN
1. Gejala klinis depresi apa yang ditunjukkan oleh mencit pada percobaan
ini ? Jawab:
Pada percobaan ini, gejala klinis depresi yang ditunjukkan oleh tikus yaitu behavioral despair
dan anhedonia, ditandai dengan perilaku tikus yang menunjukkan rendahnya motivasi dan usaha
tikus pada uji traksi. Dan anxiety/kecemasan pada tikus, ditandai dengan banyaknya jumlah
tengokan tikus pada uji hole board & platform. Gejala ini juga dapat ditandai dengan
tikus yang menghindar dari tempat terang, yang merupakan gejala
klinis depresi/kecemasan pada hewan coba. (Mycek, 2001)

Daftar Pustaka:
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.

2. Jelaskan kegunaan klinis dan efek samping obat antidepresan pada percobaan
ini ? Jawab:
Yang pertama yaitu obat haloperidol, bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis pada gangguan
mental, seperti skizofenia, dan mengatsi gejala syndrome Tourette. Efek sampingnya yaitu
gangguan siklus menstruasi, keinginan untuk terus bergerak, sulit tidur, sakit kepala.(MIMS, 20).
Yang kedua yaitu obat diazepam, bermanfaat untuk mengobati kecemasan, gejala putus alkohol,
dan kejang. Obat ini juga digunakan untuk melemaskan kejang otot dan sebagai obat penenang
menjelang prosedur medis. Dengan efek sampingnya yaitu, mengantuk, kelemahan otot, ataksia,
reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi
pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri kepala,
vertigo, hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan
penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan
sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan jarang
apneu atau hipotensi (PIONAS,2015).
Daftar Pustaka:
BPOM. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

MIMS.2018. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010. Jakarta: MIMS


Pharmacy Guide.
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, Mochamad. 2011 . Pemeriksaan Klinis Di Bidang Penyakit Syaraf (Klinis


Neurologi Dan Neurobehavior/Fungsi Luhur). Malang : UMM Press.

BPOM. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III . Jakarta.

MIMS.2018. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010. Jakarta: MIMS


Pharmacy Guide.

Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.

Nugroho, Taufan,dkk. 2014. Buku ajar asuhan kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Syamsuddin. 2011. Buku Ajar farmakoterapi kardiovaskular dan renal. Jakarta : Medika pp.

Zahnia, S., dan Sumekar, D.W. 2016. Kajian epidemologis Skizofrenia. Vol 5. No.4.

Anda mungkin juga menyukai