1. ASMA
Defenisi
Penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam
pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat
berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.
Gejala Klinis
Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium
a. Stadium I (waktu terjadinya edema dinding bronkus)
Batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kronis
Sputum yang kental dan mengumpul→ merangsang batuk
b. Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa
Anak akan mulai sesak napas dan berusaha bernapas lebih dalam
Ekspirasi memanjang dan bunyi mengi
Tampak otot bantu napas tambahan turut bekerja
Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga
Anak lebih senang duduk dan membungkuk , tanpa menekan pada tepi tempat tidur
atau kursi
Anak tampak gelisah, pucat dan sianosis sekitar mulut
Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan
Pada anak yang lebih kecil cenderung terjadi pernapasan abdominal, reaksi
suprsternal dan interkostal
Pemeriksaan Fisik
a. Pada serangan asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan
b. Pada inspeksi akan terlihat
Pernapasan cepat dan sukar
Kadang-kadang terdapat suara “wheezing” (mengi)
Ekspirasi memanjang
Pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan
sela iga
c. Pada asma kronis
Bentuk torak emfisematosis
Bengkok ke depan
Sela iga melebar
Diameter anteroposterior torax melebar/ bertambah
Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks
Daerah pekak jantung dan hati mengecil
d. Pada asma yang sangat berat dan terjadi gangguan pertumbuhan→ tinggi dan berat badan
perlu diperhatikan dan perlu dibandingkan dengan tinggi badan kedua orangtuanya
Diagnosa
a. Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam hari atau bila
ada beban fisik
b. Batuk malam yang menetap dan tidak dapat diobati dengan obat batuk yang biasa dan
kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator
2. DSCG 80 15 4
3. Theophillin 75 60-120 6
4. Ketotifen 70 120 4
→ diberikan sebelum beraktivitas
Obat-Obat Asma pada Anak
1. Obat Simptomimetik (Bronchodilator)
Nama Obat Nama Dagang Dosis
a. Terbutaline Bricasma P.O: 0,075 mg/kgBB tiap 6 jam
SC: 0,005 mg/kgBB
Aerosol: 1-2 semprotan (250-500
mikrogram) tiap 4-6 jam
Larutan respirator: 0,02-0,03 mL per
kgBB tiap 4-6 jam
b. Orciprenalin Alupent P.O: 0,3 mg/kgBB tiap 6 jam
(metaproterenol) Aespirator liquid (2%): 0,01-0,02
mL/kgBB tiap 4-6 jam
c. Salbutamol Hentalin P.O: 0,15 mg/kgBB tiap 6 jam
(albutenol) Aerosol: 2 semprotan (200 µg) tiap 4-6
jam
Larutan respirator: 0,02-0,03 mL/kgBB
tiap 4-6 jam
d. Efedrin HCL P.O: 1 mg/thn/kali diberikan 3-4 kali
perhari
e. Adrenalin SC: larutan 1:1000 0,01 mL/kgBB/kali
(maksimal 0,5 mL)
2. Methylxantine (bronchodilator)
Nama Obat Nama Dagang Dosis
a. Aminophyllin IV: 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 5 jam
dapat juga dengan cara lain 5 mg/kgBB
permulaan dan diikuti 0,9 mg/kgBB
perjam dalam infus
b. Theophyllin P.O: 5-6 mg/kgBB tiap 6 jam (max: 200
“standard” mg)
Slow release P.O: 8-10 mg/kgBB tiap 12 jam (maks
500 mg)
c. Sodium Intal 1 spincap (20 mg) 3-4 x/hari
cromoglicate 2 mL nebulizer solution (200 mg) 3-4
kali perhari
d. Ketotifen Zaditen Usia >3 tahun: 2x/mg/hari
Usia <3 tahun: 2x 0,5 mg atau 2x 0,25
mg perhari
3. Antikholinergik (Bronchodilator)
Ipratropium Bromida (atrovent) Pada anak: Nebulizer 125-250 µg
→ untuk mengatasi bronkokonstriksi yang tidak atau MDI 1-2 puff 3-4 x/hari
dapat diatasi lagi dengan teotein atau β2 agonist Pada dewasa: Nebulizer 250 µg
atau kedua obat tersebut tidak diterima oleh atau MDI 2 puff 3-4 x/hari
pasien
Golongan Kortikosteroid
1. Beclomethasone (Aldeein)
Aerosol: 2-4 semprotan (100-200 µg) 3-4 kali sehari
Puyer kering (Rotacaps): 100-200 mg 3-4 kali sehari
2. Budesonide (Pulmicort)
Aerosol: 2-4 semprotan (100-200 µg) 3-4 kali sehari
3. Prednison
P.O: 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
4. Hidrokortison
P.O: 2,5-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
IM atau IV: 1-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis
Golongan Mukolitik
1. Bromhexin (Bisolvon) 4 mg/cth; 8 mg/4mL; 8 mg/tab
4 mL= 60 tetes
Untuk usia <2 tahun: 3x 10 tetes (1/4 cth) atau 2x ¼ tablet
Usia 2-5 tahun: 3x 20 tetes (1/2 cth) atau 3x 1/3 tablet
Usia 5-10 tahun: 3x ½ cth atau 3x ½ tab atau 3x 2 mL
Usia >10 tahun: 3x 1 tablet (2 cth atau 4 mL)
2. Ambroxol (Mucopect: drop atau Glixin 15 mg/30 mg, 30 mg/tab)
Dosis untuk usia <1 tahun: 2x 10 tetes (1 tetes/kgBB)
Usia 1-2 tahun: 2x 20 tetes atau 2x 2,5 mL atau 2x 1/5 tablet
Usia 2-5 tahun: 3x 2,5 mL atau 3x ¼ tab
Usia 5-10 tahun: 3x 5 mL atau 3x ½ tablet
Usia >10 tahun: 3x 10 mL atau 3x1 tablet
3. N-acetyl-Cystein (Fluimucil)
Dosis pada anak: 2-3 kali 1 cth perhari
Pada dewasa: 3x 1 caps (200 mg) atau 3x 1 sachet (200 mg) atau 1x 1 tablet (600 mg)
perhari
4. OBH, OBP dan banyak minum air
Catatan: bila kadar teofilin di dalam serum tidak dapat/ tidak diukur dan bila dikombinasikan
dengan simpatomimetik drug maka diberikan dosis dimulai dengan 3-4 mg/kgBB/dosis setiap
6 jam.
2. BRONKIOLITIS AKUT
Defenisi
Penyakit ini merupakan suatu sindroma obstruksi bronkiolus yang sering diderita oleh bayi
dan anak kecil yang berumun <2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada
usia 6 bulan.
Gambaran Klinis
- Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas disertai dengan batuk pilek
untuk beberapa hari.
- Biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris.
- Anak mulai mengalami sesak napas yang semakin lama semakin hebat.
- Pernapasan dangkal dan cepat disertai dengan serangan batuk.
- Pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal.
- Anak gelisah dan sianotik.
- Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi supersonor, ekspirasi memanjang disertai
dengan wheezing.
- Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada permulaan
ekspirasi.
- Pada keadaan yang sesak sekali, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hampir total.
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran khusus yang khas seperti tersebut di atas.
Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda.
Anak dengan asma akan memberatkan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator
sedangkan bronkiolitis tidak.
Kriteria Diagnosis
- Selalu didahului gejala infeksi saluran pernapasan atas dalam beberapa hari seperti batuk
dan pilek.
- Suhu meninggi (bila tiba-tiba menjadi 39°С– 40°С).
- Sesak napas (cepat dan dangkal).
- Anak menjadi sangat gelisah.
Pemeriksaan Laboratorium
- Lekositosis, pergeseran ke kiri (shift to the left)
- LED meningkat
- Gangguan elektrolit
Terapi
1. Beri oksigen
2. Atasi dehidrasi, koreksi cairan, kalori dan elektrolit serta asidosis metabolik.
3. Antibiotika polifragmasi selama 7-10 hari.
a. Penisilin 50.000 Iu/kgBB/hari atau
b. Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis ditambah dengan
c. Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau
d. Gentamisin dosis 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Catatan
- Terapi bronkopneumoni merupakan kombinasi antibiotik untuk gram(+) dengan yang
poten terhadap gram(-).
Contoh: - Ampicillin + kloramfenikol
- Ampicillin + Gentamisin
- Untuk anak usia <3 bulan maka untuk gram(-) digunakan gentamisin.
- Jika setelah 3 hari tidak ada respons yang baik maka diganti dengan golongan
sefalosporin. Misal sefalosporin generasi III yang sangat aktif terhadap bakteri gram(+)
dan gram (-).
a. Injeksi Cefotaxime
Dosis: 150 mg/kgBB/hari IM atau IV dibagi dalam 3-4 dosis
Neonatus ≤7 hari: 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Neonatus >7 hari bila *BB <1,2 kg: 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
*BB >12 kg: 150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
b. Injeksi Ceftriaxon IM atau IV
Dosis neonatus: 50-75 mg/kgBB single dose
Anak-anak: 50-75 mg/kgBB single dose
Diet: bila sesak maka puasa, setelah sesak menurun→ NGT.
4. COMMON COLD
Defenisi
Infeksi primer di nasofaring dan hidung oleh virus yang sering dijumpai pada bayi dan anak.
Gejala Klinis
- Pada anak dapat melibatkan sinus paranasal, telinga tengah disamping nasofaring, disertai
demam yang tinggi.
- Berupa gejala nasofaring terdiri dari
a. Pilek
b. Batuk sedikit
c. Bersin kadang-kadang
- Dari hidung keluar sekret yang cair dan jernih
→ kental dan purulen bila terjadi infeksi sekunder oleh kokus.
- Sumbatan (kongesti) hidung menyebabkan anak bernapas melalui mulut dan anak
menjadi gelisah.
- Pada anak yang lebih besar kadang didapat rasa nyeri pada otot, pusing dan anoreksia dan
nyeri bertambah oleh karena kongesti hidung disertai selaput lendir tenggorok yang
kering.
Pengobatan (simptomatik)
1. Antipiretikum
a. Parasetamol: 10-15 mg/kgBB/dosis
b. Asetosal: 65 mg/kgBB/hari (max: 3,6 gr/hari)
2. Obat batuk ekspektoran
a. Gliceril guaiakolat
Dosis usia <2 tahuin: 12 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
2-5 tahun: 6x (50-100)mg
6-11 tahun: 6x (100-200)mg
>12 tahun: 6x (200-400)mg
b. Sirup OBH dan OBP
3. Sedativum
a. Diazepam: 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis secara PO (max:10 mg)
b. Phenobarbital: 2 mg/kgBB/dosis secara PO
4. Obstruksi hidung oleh sekret
Pada bayi maka cara terbaik dengan cara prone position
Pada anak besar
Dapat diberikan: Ephedrine HCL (25 mg/tab)
P.O dosis 0,5-1 mg/kgBB/dosis→ 3x perhari (maksimal: 30 mg/dosis)
Tetesan diberikan ephedrine HCL 0,25%-1%
5. Bila terdapat infeksi sekunder→ antibiotika
6. Bila batuk non produktif
a. Codein: 1 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis (max:60 mg/hari)
(tidak boleh diberikan pada anak <1 tahun)
b. Diphenhidramin (golongan antihistamin)
Dosis: 2,5 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis
Untuk usia <2 tahun: tidak dianjurkan
2-6 tahun: dosis disesuaikan dengan BB
6-12 tahun: 6x 12,5 mg (max:75 mg/hari)
c. Dextrometropan hidrobromida (5mg/tab, 10mg/5ml, 7.5mg/5ml)
Dosis: 1 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
Untuk usia: 6-12 tahun: 6x (5-10)mg atau (3-4)x 15mg (max: 60 mg/hari)
2-6 tahun: 6x (2,5-5)mg atau (3-4)x 7,5 mg (max: 30 mg/hari)
→ tidak dianjurkan pada anak <1 tahun
Batuk yang produktif (pada Brochitis dan Trachitis) merupakan kontra indikasi pemberian
anti tusive (mis:codein) oleh karena codein→ mendepresi pusat batuk dan pusat muntah→
penumpukan sekret→ Bronkopneumonia.
Defenisi
Demam rematik adalah sindroma klinis akibat infeksi β Sterptococcus hemolitikus grup A,
dengan satu tau lebih gejala mayor yaitu Paliartritus migrans akut, kanditis, korea minor,
nodul subkutan dan eritema marginatum.
Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam rematik/ penyakit jantung rematik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman β Streptococcus hemolyticus grup A.
Keluhannya berupa:
a. Demam
b. Batuk
c. Rasa sakit waktu menelan
d. Tidak jarang disertai muntah dan pada anak kecil dapat terjadi diare
e. Pada pemeriksaan fisik:
Sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya
Kelenjar getah bening submandibular sering sekali membesar
→ biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (biasanya ISPA
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam rematik/ penyakir jantung rematik.
Stadium III
Ialah: Fase akut demam rematik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam rematik/
PJR. Manifestai klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam rematik/ PJR.
2. Karditis
Gejala-gejala dini karditis ialah:
Rasa lelah
Pucat
Tidak bergairah
Anak tampak sakit yang bisa sampai beberapa minggu meskipun belum ada
gejala-gejala spesifik
Seorang penderita demam rematik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau
lebih tanda-tanda berikut:
a) Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik.
b) Terdengar bising yang semula tidak ada yaitu berupa bising apikal, bising
middiastolik apikal atau bising diastolik basal atau terdapat perubahan intensitas
bising yang semula sudah ada atau bertambahnya bising yang bermakna pada
penderita yang tadinya sudah pernah menderita demam reumatik/ PJR.
c) Kardiomegali, terdapat gambaran pembesaran ventrikel kiri pada rontgen foto dada
pada penderita tanpa demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya pembesaran
jantung yang nyata pada penderita yang pernah mengalami PJR sebelumnya.
d) Perikarditis
o Biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilicus akibat penjalaran nyeri
bagian tengah diafragma.
o Friction rub, efusi perikardial dan kelainan pada EKG.
e) Gagal jantung kongestive pada anak-anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.
3. Korea
Ialah: gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai
kelemahan otot tanpa disertai manifestasi neurologis lain.
4. Eritema Marginatum
Berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya
berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila
ditekan lesi akan menjadi puca. Tempatnya dapat berpindah-pindah, dikulit dada dan
bagian dalam lengan atas atau paha tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka.
5. Nodul Subkutan
Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan,
berukuran antara 3-10 mm. Biasanya terdapat dibagian ekstensi persendian terutama
sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosessus
spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. ↓
- Timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam
rematik sehingga arti diagnostik tidak berapa penting.
- Sering dianggap sebagai prognosis yang buruk sebab
seringkali disertai karditis yang berat.
Diagnosis
Kriteria Jones untuk Diagnosis
Demam Reumatik Akut
Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
Karditis Klinis:
Poliartritis a.) Demam
Korea b.) Artralgia
Eritema marginatum c.) Pernah menderita demam rematik
Nodul subkutan Laboratorium:
Reaksi fase akut
o LED meningkat
o C-reaktive protein (+)
o Leukositosis
Interval RR memanjang
Ditambah
Bukti terdapat infeksi streptococcus sebelumnya (ASTO atau antibakteri lain meningkat,
biakan usap tenggorokan menunjukkan terdapatnya Streptococcus β hemolyticus grup A,
atau Scarlet Fever yang baru saja terjadi).
Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
menunjukkan kemungkinan besar suatu demam rematik. Terdapatnya bukti infeksi
streptococcus sebelumnya sangat menyokong diagnostik. Bila bukti ini tidak ada, diagnosis
diragukan kecuali bila terdapat korea minor atau karditis yang menahun.
3. Diet
Cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Dapt ditambahkan vitamin dan
bila terdapat gagal jantung→ diet gagal jantung.
5. Obat-Obat Lain
Sesuai kebutuhan misalkan pengobatan terhadap gagal jantung bila terdapat gagal
jantung.
Pencegahan Reaktivasi
1. Profilaksis Primer
Ialah: Pengobatan yang adekuat terhadap semua penderita ISPA akibat Streptococcus β
hemolyticus grup A (terutama yang berusia 5-15 tahun). Jenis obat, cara pemberian dan
dosisnya sama dengan untuk eradikasi kuman pada pengobatan demam rematik akut.
2. Profilaksis Sekunder
Mulai diberikan pada hari ke 11 perawatan yaitu setelah program eradikasi terhadap
kuman Streptococcus β hemolyticus grup A selama 10 hari selesai.
Lama pemberian bervariasi: umumnya minimal 5 tahun setelahh serangan pertama. Ahli
yang lain menganjurkan sampai umur 15 tahun bila tanpa kelainan jantung dapat juga
diberikan seumur hidup.
Definisi
Suatu infeksi arbovirus (antropod-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies aedes.
Gejala klinis
Demam Dengue
Masa tunas berkisar 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari, permulaan penyakit biasanya
mendadak.
Gejala Piodormal meliputi:
1. Demam tinggi mendadak terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
2. Nyeri kepala
3. Nyeri berbagai bagian tubuh (dibelakang bola mata, punggung, sendi, otot)
4. Anoreksia
5. Menggigil
6. Malaise
Pada umumnya ditemukan Sindrom Trias :
1. Demam tinggi
2. Nyeri pada anggota badan
3. Timbulnya ruam yang biasa timbul 5-12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali yaitu
pada hari ke-3 sampai ke-5 dan biasanya berlangsung 3-4 hari.
Ciri-ciri Ruam
1. Bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan.
2. Ruam mula-mula dilihat di dada, tubuh serta abdomen dan menyebar ke anggota gerak
dan muka.
Gejala penyerta lain
1. Kurva demam seperti pelana kuda (bifasik) (tidak patognomonik)
2. Anoreksi
3. Abstipasi
4. Perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek
(sering terjadi)
5. Perubahaan dalam indera pengecap
6. Fotopobia
7. Keringat yang bercucuran
8. Suara serak
9. Batuk
10. Epistkasis
11. Disuria
12. Castelani Sign : Pembesaran kelenjar getah bening, servikal (merupakan tanda
patognomik)
13. Manifestasi perdarahan tidak sering terjadi.
Bentuk perdarahan yang lain yang dilaporkan :
1. Menoragi
2. Menstruansi dini
3. Abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah pada wanita hamil yang menderita.
A. Klinik
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifesati perdarahan, minimal uji tourniquet positive dan salah satu bentuk lain
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau
melena.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Renjatan yang ditandai oleh :
a. Nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (selisish tekanan darah sistolik
dengan tekanan darah diastolik) menjadi 20 mmHg atau kurang.
b. Tekanan sistolik menurun sampai 50 mmHg atau kurang
c. Kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki.
d. Penderita gelisah
e. Sianosis disekitar mulut
B. Laboratorium
1. Trombositopenia (yaitu trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi dimana terjadi peninggian hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Gejala
1. Keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk setelah demam beberapa hari yang biasanya
terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu antara hari ke-3 dan hari ke-7 sakit.
2. Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah :
- Kulit teraba lembab dan dingin.
- Sianosis sekitar mulut.
- Nadi menjadi lemah dan cepat.
- Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase kritis renjatan.
- Penderita sering kali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum renjatan timbul.
3. Perdarahan gastrointestinal dapat ditandai oleh nyeri di daerah perut yang hebat atau nyeri
di daerah retrosternal.
4. Renjatan ditandai oleh :
a. Kegagalan sirkulasi.
b. Nadi lambat, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba.
c. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
sampai 50 mmHg atau lebih rendah.
Keadaan renjatan harus diatasi dengan cepat oleh karena dapat terjadi
Renjatan berat (profound shock) dimanan tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak
dapat diraba
Penatalaksanaan keadaan renjatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan :
- Asidosis metabolik
- Hipoksia
- Perdarahan gastrointestinal hebat (prognosis buruk)
Pengobatan
Pada dasarnya pengobatan penderita DHF atau DSS bersifat simtomatik dan suportive.
A.) DHF tanpa renjatan
- Demam yang tinggi, muntah dan anoreksia menyebabkan rasa haus dan dehidrasi.
- Penderita diberi minum banyak air (1,5-2 liter dalam 24 jam) berupa :
1) Air teh dengan gula, sirup atau susu.
2) Gastroenteritis oral solution (oralit) pada beberapa penderita.
- Minuman diberikan peroral, bila perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit.
- Hiperpireksia (suhu 400 atau lebih)
1. Antipiretik
2. Bila perlu surface cooling dengan memberikan kompres es dan alkohol 70%.
- Bila timbul kejang maka berantas kejang
1. Penderita kejang berikan phenobarbital IM (usia < 1 tahun : 50 mg, > 1 tahun : 75
mg)
2. Jika dalam 15 menit kejang tetap (+) berikan phenobarbital IM dosis 3 mg/KgBB
- (usia < 1 tahun : 30 mg, > 1 tahun : 50 mg).
3. Perhatikan adanya depresi tanda vital.
Obat-obatan
Diberikan karena penyakit penyerta banyak.
1. Ampisilin 100-200 mg/KgBB/hari secara IV dibagi 4 dosis.
2. Gentamisin 5 mg/KgBB/hari secara Ivdan IM dibagi2 dosis.
3. Kortikosteroid bila ada ensefalopati.
4. Koreksi asidosis dengan Na bikarbonat 7,5 %.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Hematokrit >20%
Observasi dan Pemberian Cairan Suspek DBD Dewasa Tanpa Renjatan di Unit Gawat
Darurat
7. DIARE
Definisi
Defekasi encer dengan frekuensi ≥ 3x/hari dengan atau tanpa darah/lendir.
Etiologi
1. Infeksi : Diare oleh karena infeksi yang disebut gastroenteritis.
2. Non Infeksi : Hormonal, alergi, kelainan anatomi dan sebagainya.
Penilaian Dehidrasi
Penilaian Tanpa Dehidrasi Ringan Sedang Dehidrasi Berat
Lihat
Keadaan Umum Baik, Sadar Gelisah, Rewel Lesu lunglai atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa (tidak Haus Tidak mau minum
haus)
Periksa turgor Kembali cepat Kembali Kembali sangat lambat
lambat
Pengobatan
1.) Pemberian cairan dan elektrolit terdiri dari :
a. Fase Rehidrasi (awal) untuk memberantas dehidrasi.
Dehidrasi Ringan-Sedang
Oralit sebanyak 75 CC/KgBB diberi dalam masa 4 jam.
Bila P.O tidak bisa maka dapat diberi secara IV misalkan Ringer Laktat.
Dehidrasi Berat
Diberikan cairan Ringer Laktat IV sebanyak
100 CC/KgBB dalam masa 3-6 jam
Usia < 1 tahun : 30 CC/KgBB/ 1 Jam dilanjutkan 70 CC/KgBB/5 jam.
Usia > 1 tahun : 30 CC/KgBB/ 30 menit dilanjutkan 70 CC/KgBB/ 2 ½ jam.
b. Fase Pemeliharaan
Untuk mencegah anak yang sudah Rehidrasi atau tidak mengalami dehidrasi jangan
jatuh ke dalam dehidrasi.
- Jumlah cairan yang diberikan pada fase pemeliharaan merupakan : cairan yang
diberikan normal sehari + jumlah cairan yang hilang akibat diare yang masih
berlangsung.
- Untuk kebutuhan normal sehari-hari dapat dihitung dengan Rumus Holliday Segar
Berat Badan (BB) Kebutuhan Cairan
10 Kg 100 CC/KgBB
10-20 Kg 1000 CC+500 CC/KgBB Per Kenaikan >10 Kg
>20 Kg 1500 CC+20 CC/KgBB Per Kenaikan >20 Kg
Cairan yang hilang selama diare masih berlangsung dapat diberi oralit sebanyak :
a. <2 tahun : 50 CC – 100 CC per kali mencret atau 500 CC/hari.
b. 2-10 tahun : 100 CC – 200 CC per kali mencret atau 1000 CC/hari.
c. >10 tahun : 2000 CC/hari.
Drug Of Choice untuk bermacam-macam penyebab diare yang direkomendasikan oleh WHO
untuk diberikan antibiotika.
a.) Diare oleh Vibrio cholerae
1. Tetrasiklin. Dosis : 12,5 mg/KgBB/dosis diberikan 4x sehari selama 3 hari atau
2. Kortimoxazole : Trimetoprin 5 mg/KgBB + Sulfametoxazole 25 mg/KgBB per Dosis
diberikan 2x per hari selama 3 hari.
b.) Diare oleh Shigella disentri
1. Cotrimoxazole : Trimetoprin 5 mg/KgBB + Sulfometoxazole 25 mg/KgBB per dosis
diberikan 4x per hari selama 5 hari atau
2. Asam Nalidiksik. Dosis : 15 mg/KgBB/dosis diberikan 2x perhari selama 5 hari atau
3. Ampicilin. Dosis : 25 mg/KgBB/dosis diberikan 4x perhari selama 5 hari.
c.) Amubiasis
1. Metronidazole. Dosis : 10 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari atau
pada kasus berat.
2. Dihidrometin HCl. Dosis : 1-1,5 mg/KgBB/hari selama 1 Minggu.
d.) Giardiasis
1. Metronidazole. Dosis : 5 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari atau
2. Kuirakrin. Dosis : 2,5 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari.
Catatan :
Khusus untuk pasien Neurologi dan Pulmonologi maka cairan yang diberikan 75% dari
kebutuhan.
Cara membuat Larutan Gula-Garam
¼ sendok teh Garam Dapur + 1 sendok teh Gula pasir dilarutkan dalam 1 gelas air hangat
hangat kuku (± 250 CC) .
Pemberian Cairan Pada Gastroenteritis
Gastroenteritis pada neonatus sering kali menyebabkan letusan dengan mortalitas tinggi.
Penyebab utamanya adalah :
a. Salmonella Spp.
b. Enteropatogenic Escherichia coli (EPEC)
c. Virus
Bila biakan dan uji resistensi (+) maka berikan antibiotika yang sesuai.
9. DIFTERI
Definisi
Suatu infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Carynebactreium diphteriae. Mudah
menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas
terbentuknya Pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang menimbulkan gejala
umum dan lokal.
Klasifikasi
Pembagian berdasarkan berat-ringannya penyakit
1. Infeksi ringan. Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau faring dengam gejala
hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang. Pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring
dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3. Infeksi berat. Disertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya dapat diatasi
dengan trakeostomi. Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis atau nefrtitis dapat
menyertainya.
Gejala klinis
Masa tunas 2-7 hari. Selanjutnyan gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala
lokal serta gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena.
Gejala umum terdiri dari :
1. Demam tidak terlalu tinggi.
2. Lesu
3. Pucat
4. Nyeri kepala
5. Anoreksia sehingga tampak penderita sangat lemah sekali.
Pengobatan
1. Pengobatan umum
a. Istirahat mutlak di tempat tidur.
b. Isolasi penderita.
c. Pengawasan yang ketat kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan
EKG setiap minggu.
2. Pengobatan spesifik
1) Pemberian antidiphteria serum (ADS) secara IM cara pemberian
ADS sebanyak 20.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya
dilakukan uji kulit dan mata.
ADS 40.000 IU dalam NaCl Fisiologi 200 mL perinfus, dihabiskan dalam waktu
30-45 menit sehingga ±300 tetes/menit mikro selama 40 menit.
Bila penderita peka terhadap serum tersebut maka dilakukan desentitisasi dengan cara
Besnedka :
Cara Uji Kulit dan Mata
a. Pemberian
1.) Prokain penisilin
Dosis : 50.000 IU/KgBB/hari sampai 3 hari bebas demam atau selama 7 hari secara
IM (PP:50.000 IU/KgBB/12 jam) di test dulu. Pada penderita yang dilakukan
trakeostomi. Ditambahkan khloramphenikol : 75-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
2) Eritromisin : 40 mg/KgBB/hari selama 7-19 hari.
Etiologi :
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan encephalitis seperti
1. Bakteri
2. Protozoa
3. Cacing
4. Jamur
5. Spirocaeta dan
6. virus (penyebab yang terpenting)
Gejala klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda tetapi gejala klinis lebih kurang sama :
1. Suhu yang secara mendadak naik, sering hiperpireksia.
2. Kesadaran dengan vepat menurun.
3. Pada anak besar sebelum kesadaran menurun sering kali mengeluh sakit kepala.
4. Muntah sering ditemukan.
5. kejang dapat bersifat umum, fokal atau hanya twitching saja dan dapat berlangsung
berjam-jam.
6. Bersifat neurologis dapat timbul sendiri atau bersama-sama misal parase atau paralisis,
afasia dan sebagainya.
7. Pada encephalitis paska infeksi maka gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.
Pemeriksaan LCS
LCS sering dalam batas normal.
Diff tell pada awal PMN > MN sehingga MN > PMN
Kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian sel, kadar protein atau glukosa.
Pada pemeriksaan neurologis
Refleks patologis (+)
Rangsangan meningeal (-)
Pengobatan
1. Bila penderita kejang mengggunakan antikonvulsi
a. Diazepam
<10 KgBB : 0,5-0,75 mg/KgBB/IV minimal 2,5 Kg.
10-20 KgBB : 0,5 mg/KgBB/IV minimal 7,5 Kg
>20 KgBB : 0,5 mg/KgBB/IV
b. Phenobarbital
Neonatus : 30 mg/X/IM
1 bulan – 1 tahun : 50 mg/X/IM
>1 tahun : 75 mg/X/IM
2. Hiperpireksia
a. Surface coaling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh darah misal :
Pada kiri dan kanan leher.
Ketiak
Selangkangan
Daerah proksimal betis dan diatas kepala.
b. Hibernasi dapat diberikan Largaktil 2 mg/KgBB/hari dan Pherergar 4 mg/KgBB/hari
secara IV atau IM dibagi dalam 3 dosis.
c. Antipirektikum bila memungkinkan pemberian PO
Paracetamol dosis : 10-15 mg/KgBB/dosis
Asetosal dosis : 65 mg/KgBB/hari (Max : 3,6 gr/hari)
3. Edema otak
a. Injeksi dexametason 0,5 mg/KgBB/hari/IV dibagi dalam 3 dosis atau
b. Mannitol 20% : 1-2 mg/KgBB/Dosis dihabiskan dalam 30-60 detik dapat diulangi
dalam 8-12 jam kemudian
c. Prednison dosis : 0,1 – 2 mg/KgBB/hari/IV dibagi 1-4 dosis.
4. Gangguan cairan dan elektrolit
Dextrose 10% + NaCl 0,9% (perbandingan 3:1)
5. Untuk kemungkinan infeksi sekunder maka diberikan kombinasi antibiotika polifragmasi
Cefotaxime + ampisilin
Ampisilin + Khloramphenikol
Dosis :
Cefotaxime : 200 mg/KgBB/hari/IV dalam 3-4 dosis
Ampisilin : 200-400 mg/KgBB/hari/IV dalam 4-6 dosis
Khloramphenicol :100 mg/KgBB/hari/IV dibagi 4 dosis
6. Obat penunjang misalkan Neutrophyl (piracetam)
Dosis : 30-50 mg/KgBB/hari/Oral/IV (sediaan 400 mg/Cap, 500 mg/tab, 1 gr/amp/5 cc
7. Antivirus : untuk Herpes simplex, Herpes zoster, Varicella, Variola
Acyclovir dosis : 1200 mg/hari dibagi 3-4 dosis atau 30 mg/KgBB/hari/IV dibagi 3 dosis
selama 10 hari.
11. GLOMERULONEPHRITIS AKUT PASCA STREPTOCOCCUS
Kriteria Diagnostik
Sindroma nefrotik yang ditandai dengan timbulnya :
1. hematuria mendadak
2. edema kelopak mata
3. hipertensi
4. oliguri
Penyebabnya adalah streptococcus beta hemolitkus group A (GABHS)
Gejala Klinik
Pada anamnesis :
Terdapat riwayat infeksi tenggorok atau kulit 2-3 minggu sebelumnya oleh GABHS
Kencing merah atau berwarna seperti teh pekat
Edema sekitar mata kemudia menjalar ke daerah tungkai
kencing berkurag atau tidak kencing sama sekalit tidak ada
sakit kepala atau sesak nafas
Pada pemeriksaan fisik :
Tekanan darah meningkat (mulai dari ringan sampai krisis hipertensi)
Edema pada palpebra atau pada tungkai
ada infeksi kulit/parut/bekas infeksi kulit
Pada pemeriksaan laboratorium :
Urine : (hematuria nyata, eritrocyte catst +, oliguria, proteinuria)
Darah : (laju endap darah meningkat, BUN dan eretinine meningkat, komplemen C3
menurun, ASTO meningkat, GFR menurun)
Menagemen
Istirahat sampai edema dan hipertensi membaik
Diet rendah protein dan rendah garam
Antibiotika untuk GABHS
Peniciline prociane (penicilin G), dosis 50000 iu/kgBB/hari single dose
Ampicilin, dosis 100 mg/kgBB/hari
Dibagi 4 dosis
Erutromycine, dosis : 30 mg/kgBB/hari
Dibagi 3-4 dosis
Pemberian antibiotika diberikan selama 10 hari
Diuretik bila perlu :
Mis : Furosemide 1-3 mg/kgBB/X/IV atau 2-5 mg/kgBB/Xpo
Antihipertensi bila perlu mis, catopril dgn pengawasan
Dosis : 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis, diberi 2-4x/perhari
Bila ada GGA maka dilakukan tatalaksana GGA
12. GUILAIN-BARR SINDROME
(POLINEUROPATI INFEKSIOUS AKUT, POLIRADIKULONEURITIS)
LANDRY’S PARALYSIS
Definisi: polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut, mungkin
terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi.
Gejala Klinis:
1. Dapat terjadi pada semua umur dan terbanyak ditemukan pada usia 4-10 tahun.
2. Biasanya didahului oleh demam atau penyakit saluran pernafasan atas dangastroenteritis
1-3 minggu sebelumnya
3. Berlangsung secara akut atau subakut
4. Berbeda dengan polineuropati lain seperti akibat beri-beri, toksik dsb, pada penyakit ini
kelemahan otot proksimal sama beratnya dengan otot distal.
5. Kadang-kadang kelumpuhan seolah-olah menjalar ke atas dari otot kaki, tungkai,
abdomen, toraks, lengan dan muka : paralisis ascending landry.
6. Otot-otot yang terkena bersifat simetris.
7. Kelumpuhan jenis flaksia dengan refleks tendon yang menurun akan tetapi tidak terdapat
atrofi: kelumpuhan tipe LMN.
8. Gangguan sensibilitas dapat berat, ringan dan tidak terdapat sama sekali.
9. Kelumpuhan dapat dimulai atau didahului oleh hipestesia, anestesia dengan rasa nyeri
atau parestesia.
Pengobatan
1. Istirahat. Bila otot-otot penafasan terkena seharusnya penderita dirawat di ICU karena ia
memerlukan bantuan rentilasi mekanik.
2. Bila otot-otot Bulbar terkena sehingga terjadi kelumpuhan otot terngkorak (trakeostomi)
3. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan elema yang terjadi pada syaraf (anti
inflamasi)
a. Corticotropin (ACTH)→ anti inflamasi a immuno suppresan
Dosis pada anak: IV, IM SC (asrenus).
1,6 units/ KgBB/hari a 50 unit/m2
Dibagi dalam 3-4 dosis
b. Dexametsason dosis: PO,IM a IV 0,08-0,3 mg
Dibagi dalam 2-4 dosis
c. Prednison dosis: 0,1-2 mg / KgBB / hari secara PoaIV
Dibagi dalam 1-4 dosis
Prognosis
- Biasanya perbaikan terlihat dalam waktu 7-10 hari dan penyembuhan sempurna tanpa
gejala sisa. Tetapi terkadang dapat berminggu-minggu a berbulan-bulan.
- Kematian disebabkan kelumpusat otot pernafasan
Pemeriksaan Lab.
- Kadar protein CSF me ( dapat mencapai 200-300 dg per 100 ml)→ CSF berwarna
Xantokrom (kental).
- Peningkatan protein tidak di sertai peningkatan jumlah sel→ Cytologigul albumino
dissocuatim.
- EMG→ Tanda Lesi LMN di saraf penfez.
- KH5 ( Kec. hantar saraf) Normal atau menurun.
13. INFEKSI PADA NEONATUS
Diagnosa di tegakkan berdasarkan pemerikasaan lesin (hasil biakan lesin). Lekosit dalam
lesin pada neonatus menjadi bersatu bila lebih dari 15/mm3.
Pengobatan
Ampisillin 100mg/kgBB/hari dibagi dalan 4 dosis dikombinasikan dengan bentamisin 3-5
mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Sambil menunggu hasil biakan lesin dan leji resistensi.
B. Osteitis akut
Biasanya diakibatkan metastase dari fokis infeksi staphylococcus ditempat lain (oleh
Staphylococcus aureus).
C. Pemfigus neonatrium
Staphylococcus dan biasanya bersifat sebagai impetiso Bulosa.
Gambaran klinis
- Mula-mula timbul sebagai vesikel yang jernih kemudian menjadi pasulen yang dikelilingi
daerah yang kemerahan
- Injeksi dapat meluas dan dapat menyebabkan gejala sistematik yang berat.
- Kadang kadang kulit mngelupas dan menjadi desmatitis ekstoliatir (penyakit Reffer)
Pengobatan
Definisi: keadaan dimana ada pertumbuhan dan perkembangan bakteri dalam saluran kemih
dalam jumlah yang bermakna yaitu bila lesine segar, pagi bangun tidur yang dikumpulkan
dengan cara porsi tengah dikultur, tumbuh jumlah koloni atau terdapat ˃ 100.000 bakteri/ml
urin.
Gejala Klinis
Pada masa neonatus
- Panas atau hipotermi
- Menolak minum
- Muntah
- Berat badan tidak naik dengan baik
- Hematuria
- Tanda – tanda sepsis dll
Terapi
1. Antibiotika untuk infeksi saluran kemih tanpa penyulit tdd
a. Ampicilin dosis 50-100 mg/kgBB/hari/IV/PO dibagi dalam 4 dosis (diberikan selama
7-10 hari)
b. Amoxicilin dosis: 30-50 mg/kgBB/hari/IV/PO dibagi dalam 3 dosis.
c. Trimethroprim. Sulfametsoxazole
Dosis Trimethroprim: 6-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis (8mg/kgBB/hari)
Sulfametroxazole: 30 mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis
Sediaan cotrimoxazole:
Tablet: 400 mg sulfametroxazole + 80 mg TMP
Tablet forte: 800 mg SMZ + 160 mg TMP
Suspensimpen 5 ml (cth): 200 mg SMZ + 40 mg TMP
Definisi: bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan umur 6 bln- 4 tahun.
Manifestasi klinis:
1. Bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP misalnya tonsilitis,
otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dsb.
2. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam.
3. Kejang berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik.
4. Umumnya kejang berhenti sendiri dan begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
livingston diatas digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh demam dimanapun epilepsi
yang diprovokasi oleh demam mempunyai suatu dasar yang menyebabkan timbul nya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam didalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam
3. Kejang yang berlangsung lama tau fokal.
Apabila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor diatas maka dikemudian hari akan mengalami
serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibandingkan bila hanya terdapat 1 atau tidak
ada sama sekali faktor tersebut diatas , serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja.
Penanggulangan:
Ada 4 faktor yang perlu dikerjakan untuk penanggulangan kejang demam yaitu:
1. Memberantas kejang secepat mungkin
2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumatan
4. Mencari dan mengobati penyebab
kejang (-)
15 menit kejang (+)
- Neonatus: 30 mg IM 1 bulan Diazepam senIV
-1 tahun: 50mg IM dosis sama
Dosis awal Fenobarbital : - >1 tahun 75 mg IM 15 menit kejang (+)
Catatan: penekanan pada pusat penafasan dan hipotensi pada pemakaian sizepam terutama
terjadi bila sebelumnya telah medapatkan fenobarbital.
b. Skema Pemberantasan Kejang dengan Diazepam Perektal
Cara pemeberian
- Anak/ bayi dalam posisi menungging / miring
- Dengan rektiol yang ujungnya di olesi veseline, dimasukkanlah pipa salwan keluar rektiol
ke rektum sedalam 3-5 cm
- Rektiol dipijat sehingga kosong betul
- Selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara menempatkan kedua
musculus Glutius
Catatan: cara pemberiam diazepam melalui rektum merupakan cara yang mudah, sedehana
dan efektif serta dapat dilakukan oleh orang tua pasien dan tenaga lain yang mengetahui
dosisnya dibandingkan dengan pemberian secara IV, cara ini lebih baik oleh karena
pemberian diazepam secara IV pada anak yang kejang seingkali menyekitkan.
Dengan Ferobarbital
Penderita datang dengan kejang
↓
Pherobarbital IM
Dosis awal : Neonatus: 30 mg
1 bulan-1 tahun : 50mg
>1 tahun : 75 mg
↓ 15 menit kejang (+)
Pherobarbital IM
Dosis Neonatus : 15 mg
1 bulan-1 tahun: 30 mg
>1 tahun : 50 mg
Hasil yang terbaik ppembeantasan kejang dengan Ferobarbital adalah apabila terdapat /
tersedia Ferobarbital yang dapat diberikan secara intravena.
Dosis: 5 mg/kgBB pada kecepatan 30 mg/ menit
Kejang
↓
Difenilhidantoin dosis 18 mg/kgBB dalam infus dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg /
menit (kecepatan 1 mg/kgBB/ menit)
Efek difenilhidantoin menggangu frekuensi / irama jantung tetapi tidak mengganggu
kesadaran dan tidak menekan pusat pernafasan.
*Apabila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat tesebut diatas ICU untuk
diberikan anestesi umum dengan tiopental oleh seorang ahli anestesi.
2. Pengobatan penunjang:
- Semua pakaian yang ketat dibuka dan posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung.
- Perhatikan vital sign
- Cairan IV sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk kelainan metabolik dan
elektrolit.
- Bila terdapat tanda peningkatan TIK jangan diberikan cairan dengan kadar Na yang
terlalu tinggi
- Bila suhu meninggi (hiperpieksia)
Kompres es atau alkohol 70%
Obat hibernasi:
a. Klorpromazin 2-4 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis (IM/IV)
b. Prometazin 4-6 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan (IM/IV)
- Untuk mencegah terjadinya edema otak
Contoh: dexametason 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
Atau cara lain: secara Po,IM atau IV
Dosis awal: 1-2 mg/kg BB
Dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/ hari dibagi 4-6 dosis (setiap 4-6 jam)
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan Rumat
Setelah kejang berhenti dengan diazepam
↓
Fenobarbital secara IM dosis awal untuk
Neonatus: 30 mg
1 bulan- 1 tahun:50 mg
1 tahun: 75 mg
↓4 jam kemudian
Dosis rumatan
8-10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 2 hari
↓
4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Catatan:
- Selama keadaan belum memungkinkan maka antikonvulsan diberikan secara suntikan dan
bila telah membaik di tuliskan secara peroral
- Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan penderita
1. Profilaksis intermiten
membeikan campuran obat antikonvulsan dan antipietik yang harus diberikan kepada
anak bila menderita demam lagi.
Definisi: suatu bentuk keracunan akibat memakan makanan yang mengandung toksin botulin
(neurotoksin) yang dihasilkan oleh clostridium botulinum.
Tiga macam tipe bakteri botulisme yang sering mengenaimenusia yaitu:
1. Tipe A: terdapat dalam makanan kaleng, sayur dan buah buahan, daging, dan ikan.
2. Tipe B: terdapat dalam daging terutama daging babi
3. Tipe E: terdapat pada daging ikan yang tidak dimasak (mentah).
Gejala Klinis:
- Dimulai setelah 12-36 jam termakan toksin (kadang 2-18 hai) bisa berkembang cepat.
- Makin cepat makin berat
- Mual muntah, lemah, vertigo
- Rasa kering dimulut dan tenggorokan, sakit menelan
- Mata kabur, diplopia (double visim)
- Otot pernafasan lemah
- Lemah/paralisis otot-otot lain
Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran normal sampai somnolen
- Midriasis, efleks pupil melemah
- Ptosis (kelumpuhan otot kelopak mata)
- Nyeri sendi
- Mucosa mulut dan lidah kering
- Distensi abdomen/ peristaltik lemahh atau hilang, konstipasi
- Retensi urin
- Obstruksi jalan nafas/ infeksi sekunder di paru
- Refleks normal kecuali bila paralisis
Prognosis
Angka kematian tinggi
Strain A: 60-70%
Strain B: 10-30%
Strain E: 30-50%
Pengobatan:
1. Perbaiki jalan nafas dan bila terdapat obstruksi jalan nafas bila perlu trakeostomi/
espiator mekanik
2. Lakukan bilas lambung
3. Berikan antitoksin: trivalen (ABE) antitoksin botulin terhadap tipe A dab B masing-
masing 100.000 unit, tipe E: 10.000 unit diberikan secara IV (ditest dahulu)
4. Bila terdapat infeksi sekunder atau sebagai profilaksis berikan antibiotik golongan
penisilin.
17. KERACUNAN INSEKTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT
Gejala Keracunan:
1. Gejala Muskarinik
a. hipersekresi kelenjar keringat, air mata, air liur, saluan pernafasan dan saluran
pencernaan.
b. Dapat ditemukan gejala nausea, muntah
c. Nyeri perut
d. Diare
e. Inkontinensia alvi dan lenin
f. Bronkokonstriksi
g. Miosis tidak selau ditemukan
h. Bradikardi
i. Hipotensi pada keracunan berat paratsion hipertensi gejala sejak diatas terjadi
sebagai akibat inhibisi kolinesterase yang didalam susunan saraf berfungsi
menghentikan asetilkolin dimana asetilkolin ini berfungsi sebagai pengantar rasangan
saraf.
2. Gejala Nikotinik
a. Troitahing dan fasikulasi otot lurik serta kelemahan otot
b. Dapat pula ditemukan gejala sentral seperti:
- Ketakutan
- Gelisah
- Gangguan pernafasan
- Gangguan sirkulasi (kolaps vaskular)
- Tremor dan kejang
Kemungkina keracunan organophosphat harus dipikikan bila kita berhadapan dengan
penyakit akut tanpa demam dengan gejala nyeri perut, muntah, kejang, hipeaktivitas susunan
saraf, kolaps vaskular dengan gejala yang tidak jelas dan apabila ditemukan gejala
muskarinik dan nikotinik
Gejala biasanya timbul setelah 1-6 jam kepada insektisida penyebab.
Pengobatan
1. Pelarut golongan organophosphat yang terminum atau diminumkan
2. Pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan
3. Bila racun mengenai kulit atau mucosa mata bersihkan dengan air
4. Pengobatan dengan atropin
Berikan atropin smapai timbul tanda tanda atopinisasi
Cara pemberian:
Atropin
Dosis: 0,015-0,05 /kgBB secara IV
Dapat diulang setiap 5-10 menit
Gejala atropinisasi
a. Muka merah
b. Mulut keirng
c. Takikardia
d. Midriasis
Kemudian diberikan dosis rumatan untuk mempertahankan atropinisasi
ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis
0,25 g secara IV sangat perlahan-lahan untuk melaui IVFD.
5. Pegobatan simtomatik dan suportif.
18. KERACUNAN INSEKTISIDA GOLONGAN ORGANOKLORIN
Gejala klinis:
1. Bertambahnya aktivitas vitasi dan peninggian sensitivitas.
2. Agresif disusul oleh kelemahan dan kelumpuhan otot dan dapat timbul kejang pada
hewan percobaan.
Pada manusia tanda keracunan akut ialah:
1. Muntah
2. Nyeri perut disertai diare yang terjadi sesudah 1-2 jam
3. Parastesia dari bibir, lidah dan muka.
4. Malaise
5. Nyeri kepala
6. Sakit tenggorokan
7. Tremor ataksia
8. Kejang tonik dan klonik yang dapat disertai koma pada keadaan keracunan yang
berat merupakan gejala utama
9. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi fibrilasi ventrikel dan kematian
mendadak kematian akibat terhentinya pernafasan karena kelumpuhan medula
oblongata.
Gejala intoksikasi kronis pada pekerjaan yang bekerja dengan organoklorin
1. Neiropati perifer
2. Parastesia
3. Hipotonia dan kelemahan otot
4. Anemia aplastik
Kematian oleh karena nekrosis hati
Pengobatan:
1. Tindakan cuci lambung dengan NaCl fisiologis atau membuat penderita muntah bila
pelarut oganoklorin bukan minyak tanah tetapi air.
2. Bebaskan jalan nafas terhadap sekret, mukus saluran nafas atau air ludah. Pernafasan
buatan bila terjadi depresi pernafasan.
3. Bila terjadi kejang diazepam
4. Pengobatan simtomatik dan suportif:
Misal makanan tinggi karbohidrat dan vitamin B kompleks.
19. KERACUNAN JENGKOL
Gejala klinis:
Disebabkan hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat saluran kemih. Keluhan timbul 5-
12 jam setelah makan jengkol. Tercepat 2 jam dan terlambat 36 jam.
Gejala kejengkolan:
1. Rasa nyeri (kolik) didaerah pinggang/ daerah pusat kadang-kadang disertai kejang.
Kadang disertai muntah.
2. Perasaan nyeri sewaktu berkemih, kencing sedikit0sedikit sampai terjadi anuria. Kadang-
kadang hematuria.(+).
3. Nafas dan urin bau jengkol
Gejala keracunan
1. Depresi susunan saraf pusat dari mengantuk sampai koma dan anekefsia
2. Hipotensi, takikadi, hipotermi dan miosis
3. Tremor, spasme otot, kaku otot dan kejang , gejala ekstrapiramida.
4. Hipotonia otot, sukar menelan atau bernafas dan sianosis
5. Kegagalan pernafasan dan atau kolaps vasomotor
Pengobatan
1. Melakukan cuci lambung, dapat dilakukan walaupun sudah lebih dari 4 jam menelan obat
karena motilitas lambung berkurang.
2. Pada renjatan berat dapat diberikan fenilefrin jangan diberi adrenalin karena dapat
menimbulkan efek vasodepresan.
Dosis pada anak: 5-20 mg/kgBB perdosis secara Ivsetiap 10-15 menit. Dapat diberikan
melauli IVFD 0,1-0,5 mg/kgBB/menit, dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan efek yang
diinginkan (misalnya: berdasarkan tekanan darah)
Dosis pada dewasa: 0,1-0,5 mg/dosis setiap 10-15 menit dilanjutkan dengan IVFD 100-
180 mg/menit dititrasi sesuai dengan efek yang diinginkan.
3. Berikan cairan dan elektrolitbila perlu
4. Oksigen dan pernafasan buatan bila perlu
5. Penderita diselimuti dan ruangan dipanaskan dengan lampu
6. Pada kasus berat pertimbangkan transfusi tukar tindakan hemodialisa tidak berguna
karena terdapat ikatan yang kuat dengan protein plasma.
21. KERACUNAN MINYAK TANAH
Gejala klinis: gejala keracunan minyak tanah dapat dibagi dalam gejala inhalasi dan gejala
akibat minyak tanah yang terminum:
Gejala inhalasi dapat menimbulkan gejala euforia yang menyerupai intoksikasi alkohol.
1. Gejala iritatif terhadap faring, esofagus, lambung, dan usus halus dapat menyebabkan
perasaan terbakar pada mulut, tenggorok, esofagus dan ulkus pada mukosa.
2. Gejala vibrilasi ventrikel (jarang) sebagai akibat sensitisasi jantung terhadap katekolamin
eksogen dan endogen ( epinefrin dan norephinephrin).
3. Gejala pada SSP berupa mengantuk atau koma yang terjadi segera setelah terminum
minyak tanah.
4. Gejala pada paru-paru berupa bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi brecheobronchial
Kematian biasanya timbul sebagai akibat asfiksia
5. Gejala inhalasi : euforia seperti intoksikasi alkohol
6. Keracunan berat: albuminomia
Pengobatan
Obat yang dapat menimbulkan muntah kontraindikasi mutlak. Juga sebaiknya hindari
mengingat bahaya inhalasi yang dapat ditimbulkan selain bahaya iritasi ulang.
Pemakaian adrenalin dihindarkan oleh karena myocardium sudah sensitif terhadap
keracunan minyak tanah.
Dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Alkohol dan minyak mineral jangan diberikan mempermudah absorbsi minyak tanah
Terapi yang sebaiknya:
1. Terapi suportif
2. Pemberian O2
3. Kalau perlu pasang IVFD
4. Berikan antibiotik sebagai profilaksis
5. Bila gejala depresi SSP jelas telihat berikan caffein
P.O : caffein ertrate dan benzoat.
IV: Caffein benzoat
Dosis awal : 10 mg/kgBB/hari dilanjutkan dengan
Dosis pemeliharaan : 5-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis
22. KERACUNAN SINGKONG
Penyebab keracunan adalah HCN dimana HCN ini ialah suatu acun kuat yang menyebabkan
asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi kejaringan dengan jalan mengikat enzim
sitokrom oksidase. Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap
tinggal didalam pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya
oksihemoglobin.
Gejala klinik:
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah anak makan singkong:
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.
2. Sesak nafas dan sianosis
3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun, dari apatis sampai koma.
4. Renjatan
Diagnosa: biasanya orang tua anak menceritakan timbulnya gejala tersebut diatas setelah
anak makan singkong.
Pengobatan:
1. Bila makanan diperkirakan masih ada si dalam lamnung ( kuang dari 4 jam setelah makan
singkong) pencucian lambung atau membuat penderita muntah
2. Diberikan antidotum yaitu natrium tiosulfat 30% sebanyak 10-30% secara intravena
perlahan atau bila sulit dilakukan dapat dengan intramuskular
Cara pemberian Na Tiosulfat
Na Tiosulfat 10 mL secara IV
Periksa keadaan penderita apakah
Sudah Pulih atau belum dengan
cara mencubit pasien
Pencegahan
Jangan memakan singkong beracun atau rendamlah singkong tersebut terlebih dahulu dalam
waktu lama (satu malam sebelum dimasak) dengan terlebih dahulu dikupas dan dipotong
kecil-kecil oleh karena HCN larut dalam air.
23. MALARIA
Definisi : Penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa
kronis yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia
dan splenomegali.
Etiologi :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
Tertiana
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium Malariae (kuartana)
Gejala Klinis :
Masa inkubasi dari ke-4 spesies berbeda beda :
1. Plasmodium falciparum : 9-14 hari
2. Plasmodium vivax : 12-17 hari
3. Plasmodium malariae : 30-40 hari
4. Plasmodium ovale : 12-17 hari
Secara umum gejala pada serangan malaria berupa :
1. Stadium dingin (cold stage)
Dimulai dengan menggigil dan rasa kedinginan
Gigi menggeletuk
Bibir dan jari2 tersebut sianotik
Kulit terlihat kering dan pucat
Bisa terjadi muntah dan kejang.
2. Stadium Panas (Hot stage)
Terjadi setelah stadium dingin berlalu.
Muka merah
Kulit kering dan terasa terbakar
Sakit kepala meningkat
Mual dan muntah sering terjadi
Perasaan haus yang amat sangat
Temp bisa mencapai 410C >
Berakhir dalam 2-6 jam
3. Stadium berkeringat (ke sweating stage)
Penderita mengeluarkan keringat yang banyak.
Suhu menurun bisa mencapai dibawah normal
Biasanya penderita jatuh tertidur dan setelah bangun terasa lemas.
Berlangsung 2-4 jam
Serangan ini akan berulang yang jaraknya tergantung pada spesies dari plasmodium. Pada
saat permulaan jarak serangan ini masih belum teratur tetapi biasanya periode serangan ini
akan mulai sinkron setelah 5-7 hari.
Pada bayi dan anak yang tidak imun yang mendapat serangan pertama biasanya gejala klinik
bervariasi :
Mula mula anak terlihat lemas dan lemah
Menolak untuk makan
Mengeluh sakit kepala dan mual
Bisa dijumpai kulit menjadi pucat dan pada kasus berat kuku terlihat pucat dan sianose
bisa dijumpai.
Pada saat temp naik, perasaan haus terlihat anak yang dalam masa menyusui biasanya
akan sering sering menghisap puting susu ibu, tapi segera dilepas kembali., mungkin oleh
karena perasaan mual.
Batas antara stadium dingin dan menggigil tidak jelas
Muntah biasa terjadi pemberian obat sulit, kemudian cairan ataupun makanan bisa
menderita dehidrasi berat.
Temp bervariasi, bisa moderate tetapi umumnya tinggi- 400C, kontinue dan ireguler dan
bisa dijumpai adanya kejang.
Dijumpai adanya anemia
Hepatosplenomegali.
Pengobatan :
1. Non spesifik Supportive treatment.
Bila dehidrasi dan shock cairan intravena
Anemia bila perlu dapat dikoreksi dengn transfusi darah.
Alguria dan anemia cairan IV dan diuretika.
Kebutuhan cairan , elektrolit dan pemberian kalori harus menjadi perhatian pada anak
yang menderita malaria.
2. Pengobatan Radikal
Obat obat yang digunakan untuk pengobatan malaria dapat bertindak sebagai :
Primary tissue Schizontoides, obat yang bekerja pada fase pre erositer (ekso eritrosit
primer) Primaquine
Blood Schizontoidesbekerja terhadap fase eritrositer.
Contoh :
Chloroquine
Amodiaquine
Quinine
Metloquine
Proquanil
Artemisinin
Artesunate
Artemether
Arteether
Tetracyclin
Gametoide obat yang dapat merusak bentuk gametosit didalam darah. (Primaquine)
Sporontoides obat yang mencegah sporogeni dan multiplikasi parasit ditubuh
nyamuk. (kloroguanid dan pyremethamine)
Secondary tissue Schizontoides obat yang dapat merusak ekso eritroster sekunder
(Primaquine).
Untuk Pengobatan Malaria Palcifarum yang Resisten terhadap Klorokuin maka dapat
digunakan :
1. Fansidar (sulfadoksin + pyrimethamine)
Dosis 0-4 tahun : ½ tablet/hari
4-6 tahun : 1 tablet/hari
7-9 tahun : 1 ½ tablet/hari
10-14 tahun : 2 tablet/hari
Dewasa : 3 tablet/hari dosis tunggal
2. Kombinasi Sulfas kuinin 3x650 mg sehari selama 14 hari dan pyrimethsamine 3x25mg
selama 3 hari.
3. Meflokuin (4-kuinilin metanol)
Dosis 500-1500mg dosis tunggal sebaiknya di kombinasikan dengan pyrimethamine,
fansidar mencegah timbulnya resistensi terhadap meflokuin dengan cepat.
Dosis meflokuin : 15-29 mg/kgBB/oral diberikan 2x sehari dan bisa dosis tunggal.
4. Artemisinine (Qinghaosu)
dosis dewasa : 2,5-3,2 gram
5. Halofantrin
Dosis anak : 8-10mg/kgBB/6jam (total 24mg/kg)
Dosis dewasa >12 tahun : 500mg/6jam (dosis total : 1500 mg)
Dosis 3x250 mg sehari selama 3 hari
Dapat menyembuhkan malaria falciparum
Merupakan pengobatan radikal (membunuh segala btk parasit didalam tubuh
manusia).
Pengobatan radikal
i. Kombinasi Kuinin sulfat 650mg
+
Sulfadoksin 1000mg
+ Fansidar 2 tablet
Pirimetamin 50mg
+
Primakuin 45mg
ii. Kombinasi Sulfadoksin 1000mg
+ Fansidar 2 tablet
Pirimetamin 50mg
+
Primakuin 45mg
Dosis tunggal
iii. Bila Sulfadoksin dan Pirimetamine tidak ada
Kuinin Sulfat 2x 650mg/hari minimal 4 dosis kemudian
dilanjutkan dengan cotrimoxazole 2x/hari selama 5hari kemudian
primakuin 45 mg.
1 150-300 mg 2,5 mg
1-4 tahun 2 150-300 mg 2,5 mg
3 ½ dosis 2,5 mg
1 300-400 mg 5 mg
4-8 tahun 2 300-400 mg 5 mg
3 ½ dosis 5 mg
1 400-600 mg 10mg
8-15 tahun 2 400-600 mg 10mg
3 ½ dosis 10mg
Untuk Plasmodium Vivax dan Malariae Primakuin dengan dosis yang sama diberikan
untuk 2hari lagi.
Atau dengan cara
Klorokuin 600mg (basa) dalam dosis tunggaldan dibagi 2 dosis/hari
Diberikan
+ selama 14
Primakuin 15 mg/hari hari
Pada penderita glukosa-G- Phospat dehidroginase defesiensi dimana pemberian primakuin
dapat menyebabkan perdarahan maka cara pemberiannya :
Klorokuin 300mg
Diberikan 1 seminggu
+ selama 8 minggu
Primakuin 45 mg
5mg/kgBB/PO
300mg
Definisi : radang selaput otak (arakhnoidea dan Piameter) yang menimbulkan eksudasi
berupa pus disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus.
Gejala Klinis
1. Gejala infeksi akut
Anak menjadi lesu
Panas
Muntah
Anoreksia
Pada anak yang lebih besar sakit kepala.
Pada infeksi yang disebabkan oleh meningococcus terdapat ptekie dan herpes labialus.
2. Gejala Tekanan Intrakranial yang meninggi
Muntah
Nyeri kepala ( pada anak besar)
Moaning cry (pada neonatus) yaitu tangis yang merintih.
Kesadaran bayi /anak menurun dari apatus-coma
Kejang yang terjadi dapat bersifat umum, fokal dan twitching.
Ubun2 besar dan menonjol serta tegang
Terdapat gejala kelainan cerebral lainnya seperti parese dan paralisis, strasbismus,
pernafasan cheyne stokes.
3. Gejala Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk
Kernig sign
Brudinzky I dan II
Pada anak besar sblum gejala di atas sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan
punggung.
Bila Terdapat Gejala diatas 1. Penderita dngn kejang dan twitchingbaik dari anamnesa
dan infeksi.
2. Adanya paresis dan paralisis (termasuk strasbismus dan
parese N. VI)
3. Koma
4. Ubun-ubun besar menonjol
Lumbal fungsi indikasi 5. Kaku kuduk dngn kesadaran menurun
6. Tuberkulosis Miliaris
7. Leukemia
8. Spondilitis TBC
Hasil pemeriksaan LCS pada Meningitis Purulenta
a. Warna keruh
b. Tekanan meningkat
c. Kumlah sel meningkat sampai ribuan (1000-10.000/mm3)
d. Diff. Telling PMN>MN
e. Glucosa menurun
Pengobatan
1. Berikan cairan IV dan koreksi gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
2. Bila anak masuk dalam status konvulsif
Diazepam 0,5mg/kgBB1x/IM
4 jam kemudian
Dosis Rumatan
Fenobarbital 8-10mg/kgBB/hari di bagi 2 dosis
selama 2 hari.
Kombinasi Secara IV
a. Ampisilin 400mg/kgBB /hari dibagi dalam 6 dosis dengan
b. Cloramfenikol 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Dru of choice
a. Cefotaxime/Cefritiaxin (cepalosporin generasi III) dosis 200mg/kgBB/hari scra IV dibgi
dalam 2 dosis.
+
Amukasin dngn dosis awal 10mg/kgBB/hari scra IV dilanjutkan dosis 15mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis.
Atau: Cefotaxime (cepalosporin generasi III)
+
Gentamisin dosis 6mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
c. Kotrimazol 10mg TMP/kgBB/hari scra IV dibagi dlm 2dosis selama 3 hari dilanjutkan
dngn dosis 6 mg TMP/kgBB/hari scra IV dibagi dalam 2 dosis.
Contoh :pada Neonatus
Pengobatan selama 21 hari dan ulangi fungsi lumbal pada hari ke 21
pengobatan.
Sefalosporin dan Kotrimazol tidak diberikan pada bayi berusia <1 minggu.
Gambaran Klinis :
Terkadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena.
Hal ini terdapat pada TBC miliers sehingga pada penyebaran milier sebaiknya dilakukan
fungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.
Biasanya mulai perlahan2 terdapat tanda panas dan hanya terdapt kenaikan suhu yang
ringan, jarang terjadi aku dngn panas yg tinggi.
Sering dijumpai anak mudah terangsang dan anak menjadi apatis dan tidurnya sering
terganggu.
Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala
Sering ditemukan anoreksia, abstupasi dan muntah.
Stadium Prodromal
Stadium prodromal selanjutnya beralih ke stadium dengan :
a. Kejang
b. Gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk hingga bisa terjadi
opistotonus.
c. Refleks tendon meningkat
d. Ubun ubun menonjol.
e. Umumnya terjadi strabismus dan nistasmus otak kelumpuhan sarafsaraf mata (N.VI)
f. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
Stadium terminus
a. Kelumpuhan kelumpuhan
b. Koma menjadi lebih dalam
c. Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
d. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur terkadang pernafasan cheyne-stokes
e. Hiperporeksia timbul dan anak tanpa kesadaran pulih kembali.
Pengobatan
1. Kombinasi obat anti tuberkulosis
Umumnya kombinasi : Streptomycin –PAS-dan INH
Streptomycin dosis 30-50mg/kgBB/hari secara IM selama 3 bulan dan apabila perlu
dapat diteruskan 2x/minggu selama 2-3 bulan lagi.
INH dosis 10-20mg/kgBB/hari secara oral selama minimal 2 tahun disertai pemberian
pisidoksin (vit B6) : 15-50mg/hari.
Pas (para aminosalisilat) dosis : 200-300 mg/kgBB/ hari secara PO dibagi dalam 2-3
dosis.
2. Kortikosteroid
Prednison dosis: 2-3 mg/kgBB/hari/PO dibagi dalam 3 dosis (dosis minimum 20mg/hari)
selam 2-4 minggu kemudian diturunkan 1mg/kgBB/hari setiap hari. mencegah
rebound pheromemon pemberian seluruhnya selama 3 bulan.
3. Bila kejang lakukan prosedur pemberantasan kejang.
4. Koneksi dihidrasi akibat masukan makanan yang kurang dan muntah2
5. Fisioterapi.
Bila terdapat resistensi terhadap obat TB yang biasa digunakan ganti dngn second line
drug.
1. Ethionamide (250mg/tablet)
Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari scra PO dibagi dalam 2-3 dosis (max 1000mg/hari) harus
disertai pemberian vit B6
2. Cyelosenin (250 mg/kapsul)
Dosis : 10-20mg/kgBB/hari/PO dibagi 2 dosis.
3. Pirazinamide (500mg/tablet)
Dosis : 30-35 mg/kgBB/ hari PO dibagi dalam 2 dosis.
Diagram pemberantasan kejang pada
meningitis purulenta, serosa dan
simple febrileconvalsion
Kejang
Dosis Rumatan
(Dosis 4 jam dari dosis awal)
Fenobarbital dosis 8-10mg/kgBB dibagi dalam 2
dosis.
Catatan :
Bila tidak tersedia diazepam dapat diganti dengan fenobarbital dimulai dngn dosis awal
dan selanjutnya dosis rumatan
Selain secara IV, diazepam dapat pula diberikan melalui rectum dengn dosis.
BB< 10 kg : 5mg rektial
10kg : 10mg rektial
26. MORBILI (CAMPAK, MEASILIS, RUBELA)
Definisi : Penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dngn 3 stadium yaitu :
a. Stadium kataral
b. Stadium erupsi
c. Stadium konvalesensi
Gejala Klinis
Masa tunas 10-20 hari
1. Stadium Kataral (prodormal) selama 4-5 hari
Panas
Batuk
Fotofobia Flu like syndrom
Konjungtivitis
Koriza
Menjelang akhir stadium kateral dalam 24 jam sebelum timbul enam tema timbul bercak
koplik :
a. Warna putih kelabu
b. Sebesar ujung jarum
c. Dikeliling oleh eritema
d. Lokasi dimukosa blukalis berhadapan dengan molar bawah dan jarang dngn bibir
bawah tengah palatum
e. Sangat jarang dijumpai
2. Stadium Erupsi
Koriza dan batuk bertambah
Timbul enam tema dan titik merah di palatum durum dan palatum mole.
Terkadang terlihat pula bercak koplik
Terjadinya makula papula eritema dsertai menaiknya suhu badan
Diantara makula terdapat kulit yg normal
Eritem mula2 timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang
rambut dan bagian belakng bawah.
Terkadang terdapat perdarahan ringan dibawah kulit
Rasa gatal
Muka bengkak
Ruam mencapai badan hari ketiga dan akan mnghilang
Pembesaran kelenjar getah bening disertai disudut mandibula di daerah leher belakang
Sedikit splenomegali
Tidak jarang diare dan muntah.
3. Stadium Konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yg berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yg
akan hilang lama kelamaan
Sering ditemukan kulit yg bersisik
Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
Hieperpigmentasi merupakan gejala patognomonik untuk morbili
Penyebaran kontak langsung
Pengobatan
Pengobatan morbili bersifat simtomatik.
1. Anti piretik
Parasetamol dosis: 10-15mg/kgBB/dosis
2. Sedativum
Diazepam dosis: 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis/PO (max10mg)
Utk IM/IV dosis: 0,04-0,3 mg/kgBB/dosis (max 0,6mg/kgBB/8jam
Pherobarbital dosis: 2mg/kgBB/dosis secra PO atau IV
3. Obat batuk Ekspektoran
Gliseril guaikolat
Dosis utk <2 tahun : 12mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
2-5 tahun : 6x (50-100mg) (max : 600mg/hari)
6-11 tahun : 6x (100-200mg) (max 1200mg/hari)
>12 tahun : 6x (200-400mg) (max : 2400mg/hari)
OBH dan OBP
4. Vitamin A secepatnya
Untuk <1 tahun dosis: 100.000 IU/ oral atau 50.000 IU/IM
>1 tahun dosis : 200.000 IU/oral atau 100.000 IU/IM selama 2 hari.
5. Pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul misalnya:
- Otitis media akut
- Ensefalitis
- Bronkopneumonie perlu di cegah oleh karena dapat menyebabkan kematian
pada bayi yang masih muda, anak dengan KEP,
penderita penyakit menahun (TBC), leukemi dsb.
Pengobatan Supportif
Memperbaiki keadaan umum
- Vitamin
- Diet TKTP
27. PAROTITIS EPIDEMIKA (GONDONG, MUMPS)
Definisi : Penyakit akut yang menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis.
Gejala Klinik
- Masa Inkubasi : 12-24 hari dan terbanyak 17-18 hari.
- Gejala prodromal selama 1-2 hari
a. Demam yang biasanya naik sampai 38,50C – 39,50C
b. Anoreksia
c. Sakit kepala dan malaise
d. Sakit otot terutama di daerah leher.
- Gejala yang khas : Pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
tetapi kemudian dapat menjadi bilateral.
- Karakteristik dari pembesaran :
1. Kelenjar parotis membesar pada daerah antra batas mandibular dan mastoid,
kemudian membesar keatas dan kebawah dimana proses pembesaran berlangsung
cepat (dalam beberapa jam).
2. Pembengkakan tsb tersa nyeri baik spontan maupun pada perabaa, terlebih-lebih
apabila penderita makan atau minum yang asam
gejala khas Parotitis Epidemica.
3. Di daerah parotis kulit tampak berwarna merah kecoklatan, nyeri pada tekanan,
bagian bawah daun telinga terangkat keatas.
4. Kadang jading disentral trismus dan disfagia.
5. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari dan kemudian mengempis.
6. Kadang kelenjar submandibular dan sublingualis juga dapat terkena.
Komplikasi
1. Meningoencephalitis (10%).
2. Orchitis, Epididymitis sering pada orang dewasa (14-35%).
3. Pancreatitis, mastitis, thyroiditis (jarang).
4. Miokarditis, nephritis, tuli, komplikasi pada mata.
5. Arthritis.
6. Thrombocytopenia Purpura.
Diagnosa
Beberapa fakta dapat merupakan pegangan dalam mendiagnosa mumps:
a. Riwayat pernah kontak dengn penderita mumps 2-3 minggu sebelum gejala timbul
dimana penularan bisa kontak langsung, droplet, muntah yang terkontaminasi dan
mungkin melalui urine.
b. Gejala klinis dari parotitis atau kelenjar lain yang terlibat.
c. Tanda dari aseptie meningitis.
Pengobatan Simptomatik dan supportive oleh karena merupakan self limited desease.
Pengobatan
1. Kurang dari usia 2 tahun
a. Penisilin Prokain: 15.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari
b. Benzatin Penisilin: 50.000 IU/kgBB/minggu selama 3 minggu
2. Usia lebih dari 2 tahun:
a. Prokain Penisilin: 20.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari
b. Benzatin Penisilin: 100.000 IU/kgBB/minggu selama 3 minggu
Kriteria diagnostik
a. Edema
b. Hipoalbuminemia (<2,5 gr/dl)
c. Hiperkolesterolemia (>220 mg %)
d. Hiperproteinuria (>40 mg/ m2/jam ± 960 mg/m2/hari)
e. Hematuria bisa (+) bisa (-)
f. Kreatinin serum bisa meningkat dan bisa normal
g. GFR bisa menurun dan bisa normal
h. Komponenkomplemen C3 normal
Penatalaksanaan
1. Bed rest selama masih ada edem, hipertensi dan relaps
2. Oksigen kalau perlu
3. Diet, dianjurkan
a. Protein tinggi : 3-4 gr/kgBB/hari
- Telur : mengandung protein 5-7gr/hari
- Protifar : mengandung 60% protein
b. Garam dikurangi s/d 1gr/kgBB/hari, selama masih ada edem dan pengobatan steroid
c. Pembatasan cairan selama masih ada edem dan hiponatremia
d. Suplemen kalsium dan vitamin d
4. Steroid
a. Prednison : 60mg/m2/hari ± 2mg/kgBB/hari untuk 4 minggu I (max : 80mg/hari )
dilanjutkan 40mg/m2/hari untuk 4 minggu II (max 60mg/hari )
Terapi kemudian diturunkan pelan-pelan (tappering off) sebesar 0,5 mg/kgBB setiap 2
minggu sampai dengan stop.
Remisi bila : Proteinuria tetap negatif setelah Prednisot di stop. Bila dalam 2 tahun relaps
tidak terjadi maka prognosis baik dan terapi dianggap telah selesai.
5. Diuretika
a. Thiazide oral dan perlu diberikan suplemen kalium dosis HCT : 12,5-100 mg/hari
untuk dewasa
Bayi >6 mg dan anak : 2 mg/kgBB/hari bagi 2 dosis
Kalium dosis : 5 mcg/kgBB/hari
b. Spironolakton sering digabung dengan Thiazide
Dosis : 1,5-3,3 mg/kgBB/hari/po dibagi 2-3 dosis
Dewasa : 25-200 mg/dosis diberikan 1-2x/hari
c. Furosemide (paling sering dipakai)
Dosis : 1-3 mg/kgBB/x beri/IV(max : 5 mg/kgBB/dosis) atau 2-5 mg/kgBB/x beri
secara oral setiap 6-24 jam (1-4 x/hari)
Indikasi albumin
- Bila kadar albumin <1,5 gr/dl
- Diuresis dukar keluar
- Edema sukar hilang
Dosis : 0,5-1 gr/kgBB diberikan secara IV selama 30-60 menit
Kemudian setelah diberikan albumin Furosemide diberi secara IV 1-2 mg/kgBB/dosis dan
dapat diulang setiap 4-6 jam
Prednison 60 mg/m2/hari
selama 4 minggu
Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan bila terjadi modifikasi penyakit anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi secara
mendadak dengan ketegangan otot yang semakin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Pengobatan
1. Pengobatan spesifik dengan ATS
a. ATS 20.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskular
b. ATS 20.000 IU dalam 20 ml Nacl Fisiologis IV harus dalam waktu 30-45 menit
ATS 20.000 IU/IM pada paha kanan (paha luar)
Sebelum ATS diberi test mata dan kulit
2. Anti konvulsan
a. Skema pemberian Diazepam pada tetanus anak
Penderita datang dengan kejang
Pencegahan Tetanus
1. Perawatan luka yang adekuat
2. Bila terjadi luka berat pada anak yang telah mendapat Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) 4
tahun yang lalu maka wajib dilaksanakan pencegahan dengan cara
a. Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka dengan dosis
1500 IU 0,5 ml secara IM disertai ATS di tes terlebih dahulu
b. Pemberian Tetanus Toxoid (TT) dosis 0,5 ml secara IM pada kedua ekstremitas
(berlainan tempat suntikan)
Pada anak yang belum pernah mendapatkan Imunisasi aktif, Tetanus Toxoid diberikan
pada minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak
waktu 1 bulan (2x berturut-turut) bisa IM
3. Pemberian Antibiotika
a. Prokain penisilin 50.000 IU/kgBB/12 jam selama 2-3 hari
(max : 4,8 juta IU/dosis)
Bila sensitive
b. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis selama 2-3 hari
c. Tetrasiklin 30-40 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis (max: 2 gr/dl)
31. TETANUS NEONATORUM
Etiologi
Masuknya spora Clostridium tetani melalui luka tali pusat karena perawatan/tindakan yang
tidak memenuhi syarat kebersihan misalnya :
a. Pertolongan persalinan yang tidak steril misalnya pemotongan tali pusat dengan
bambu/gunting yang tidak steril yang telah terkontaminasi dengan spora C.tetani maupun
penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang juga telah terkontaminasi
b. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril, mis setelah tali pusat dipotoong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dsb.
Gejala klinik
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau atau tidak dapat menetek lagi (trismus) dimana
sebelumnya bayi menetek biasa
2. Mulut mencucu seperti mulut ikan (karpermond)
3. Mudah sekali dan sering kejang disertai sianosis, kuduk kaku sampai oporto tonus
4. Bila bayi menangis, suara tangisan tidak jelas, terdengar seperti mendesis
Pengobatan
1. Diberikan cairan intravena (IVFD) dengan larutan 4;1 (Dextrose 5% dengan Nacl
0,225%) selama 48-72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan selanjutnya IVFD hanya
untuk memasukkan obat
Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minum per oral, maka melalui cairan infus
perlu diberikan tambahan protein dan kalium
2. Atasi kejang dengan Diazepam
Diazepam dosis awal 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 hari
Bila kejang masih sering terjadi maka dapat diberikan Diazepam tambahan 2,5 mg secara
IV perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan Diazepam 5
mg/kgBB/hari dosis Diazepam keseluruhan 15 mg/kgBB/hari
Perawatan
1. Tempatakan bayi dalam inkubator untuk menghindari rangsangan
2. Usahakan agar tempat/ruangan mempunyai temperatur yang tetap
3. Kurangi sekecil mungkin rangsangan pada kegiatan observasi
4. Catat vital sign, temperatur inkubator dan muscular spasm
5. Bersihkan mulut, nasofaring dari sekresi cairan yang menumpuk
6. Catat pengeluaran kencing dan tinja. Lakukan pengosongan tinja dengan Saline enema
7. Buat daftar cairan yang masuk dan keluar
8. Ubah posisi setiap 2 jam
9. Fisioterapi pada daerah dada setiap 4 jam
10. Gerakkan tangan dan kaki secara hati-hati
11. Beri zat antibiotika pada mata
Pemberian makanan
- 48 jam pertama kebutuhan cairan dan elektrolit secara IV untuk menghindari
aspirasi
- Pemberian ASI/susu buatan diberikan setelah pemasangan NGT (NGT dipasang
setelah kejang teratasi). Bila tidak dapat dilakukan pikirkan pemberian patrial IV
hiperlimitation yang mengandung Dextrose 10%, amino acid, Intra lipid dan
vitamin.
Kontrol kejang
Dosis Diazepam saat dimulai pengobatan 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 8 dosis kemudian
dilakukan evaluasi kejang. Bila kejang masih ada, dapat dinaikkan sampai 40 mg/kgBB/hari.
Skema pemberian Diazepam pada Tetanus Neonatorum
Penderita datang dengan kejang
Diazepam 2-10 mg IV
(2,5 mg)
Diazepam 2-10 mg
(2,5 mg) secara IV
Maintanance
20 mg/kgBB/hari dibagi 8 dosis
(setiap 3 jam) Kejang (-) Kejang (+)
(Dosis max: 40 mg/kgBB/hari)
Diazepam 2-10 mg
(2,5 mg) secara IM
Kejang (+) Kejang (-) Berantas sampai
tuntas Kejang (+)
(48-72 jam) Evaluasi dosis
ICCU
Turunkan dosis Dosis naikkan dan buat
10-15 % daftar dosis baru