Anda di halaman 1dari 90

pediatri

1. ASMA

Defenisi
Penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam
pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat
berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.

Gejala Klinis
Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium
a. Stadium I (waktu terjadinya edema dinding bronkus)
 Batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kronis
 Sputum yang kental dan mengumpul→ merangsang batuk
b. Stadium II
 Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa
 Anak akan mulai sesak napas dan berusaha bernapas lebih dalam
 Ekspirasi memanjang dan bunyi mengi
 Tampak otot bantu napas tambahan turut bekerja
 Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga
 Anak lebih senang duduk dan membungkuk , tanpa menekan pada tepi tempat tidur
atau kursi
 Anak tampak gelisah, pucat dan sianosis sekitar mulut
 Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan
 Pada anak yang lebih kecil cenderung terjadi pernapasan abdominal, reaksi
suprsternal dan interkostal

Pemeriksaan Fisik
a. Pada serangan asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan
b. Pada inspeksi akan terlihat
 Pernapasan cepat dan sukar
 Kadang-kadang terdapat suara “wheezing” (mengi)
 Ekspirasi memanjang
 Pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan
sela iga
c. Pada asma kronis
 Bentuk torak emfisematosis
 Bengkok ke depan
 Sela iga melebar
 Diameter anteroposterior torax melebar/ bertambah
 Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks
 Daerah pekak jantung dan hati mengecil
d. Pada asma yang sangat berat dan terjadi gangguan pertumbuhan→ tinggi dan berat badan
perlu diperhatikan dan perlu dibandingkan dengan tinggi badan kedua orangtuanya
Diagnosa
a. Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam hari atau bila
ada beban fisik
b. Batuk malam yang menetap dan tidak dapat diobati dengan obat batuk yang biasa dan
kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator

Pencegahan serangan asma


1. Menghindari faktor pencetus
a. Alergen
b. Infeksi virus (RSV)
c. Iritan
d. Cuaca
e. Kegiatan jasmani yang berat
f. Infeksi saluran napas bagian atas
g. Reflux gatroesophagus
h. Psikis
2. Obat-obat dan terapi imunologik
Pemilihan cara pemberian tergantung dari umur anak dan penting atau tidaknya obat
harus segera bekerja
a. Obat-obat untuk serangan asma misalnya
1. Bronkodilator
2. Kortikosteroid
3. Mukolitik
→ diberikan hanya pada waktu serangan
b. Obat-obat untuk pencegahan asma
1. Bronkodilator
2. Kortikosteroid
3. Disodium chromoglikat (intal)/ DSCG
4. Ketotifen
5. Mukolitik
→ obat-obat pencegahan ini tetap harus diberikan walaupun serangan sudah tidak ada.
Lama pengobatan tergantung keadaan asma dan tujuannya

Obat-obat untuk mencegah Exercise Induced Asthma


Waktu Mulai Kerja
Obat Efektivitas (%) Lama Kerja (jam)
(menit)
1. β2 agonist 90 10 5-6

2. DSCG 80 15 4

3. Theophillin 75 60-120 6

4. Ketotifen 70 120 4
→ diberikan sebelum beraktivitas
Obat-Obat Asma pada Anak
1. Obat Simptomimetik (Bronchodilator)
Nama Obat Nama Dagang Dosis
a. Terbutaline Bricasma P.O: 0,075 mg/kgBB tiap 6 jam
SC: 0,005 mg/kgBB
Aerosol: 1-2 semprotan (250-500
mikrogram) tiap 4-6 jam
Larutan respirator: 0,02-0,03 mL per
kgBB tiap 4-6 jam
b. Orciprenalin Alupent P.O: 0,3 mg/kgBB tiap 6 jam
(metaproterenol) Aespirator liquid (2%): 0,01-0,02
mL/kgBB tiap 4-6 jam
c. Salbutamol Hentalin P.O: 0,15 mg/kgBB tiap 6 jam
(albutenol) Aerosol: 2 semprotan (200 µg) tiap 4-6
jam
Larutan respirator: 0,02-0,03 mL/kgBB
tiap 4-6 jam
d. Efedrin HCL P.O: 1 mg/thn/kali diberikan 3-4 kali
perhari
e. Adrenalin SC: larutan 1:1000 0,01 mL/kgBB/kali
(maksimal 0,5 mL)
2. Methylxantine (bronchodilator)
Nama Obat Nama Dagang Dosis
a. Aminophyllin IV: 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 5 jam
dapat juga dengan cara lain 5 mg/kgBB
permulaan dan diikuti 0,9 mg/kgBB
perjam dalam infus
b. Theophyllin P.O: 5-6 mg/kgBB tiap 6 jam (max: 200
“standard” mg)
Slow release P.O: 8-10 mg/kgBB tiap 12 jam (maks
500 mg)
c. Sodium Intal 1 spincap (20 mg) 3-4 x/hari
cromoglicate 2 mL nebulizer solution (200 mg) 3-4
kali perhari
d. Ketotifen Zaditen Usia >3 tahun: 2x/mg/hari
Usia <3 tahun: 2x 0,5 mg atau 2x 0,25
mg perhari
3. Antikholinergik (Bronchodilator)
Ipratropium Bromida (atrovent) Pada anak: Nebulizer 125-250 µg
→ untuk mengatasi bronkokonstriksi yang tidak atau MDI 1-2 puff 3-4 x/hari
dapat diatasi lagi dengan teotein atau β2 agonist Pada dewasa: Nebulizer 250 µg
atau kedua obat tersebut tidak diterima oleh atau MDI 2 puff 3-4 x/hari
pasien
Golongan Kortikosteroid
1. Beclomethasone (Aldeein)
Aerosol: 2-4 semprotan (100-200 µg) 3-4 kali sehari
Puyer kering (Rotacaps): 100-200 mg 3-4 kali sehari
2. Budesonide (Pulmicort)
Aerosol: 2-4 semprotan (100-200 µg) 3-4 kali sehari
3. Prednison
P.O: 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
4. Hidrokortison
P.O: 2,5-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
IM atau IV: 1-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis

Dewasa: IM, IV atau P.O: 15-240 mg/dosis setiap 12 jam

Golongan Mukolitik
1. Bromhexin (Bisolvon) 4 mg/cth; 8 mg/4mL; 8 mg/tab
4 mL= 60 tetes
Untuk usia <2 tahun: 3x 10 tetes (1/4 cth) atau 2x ¼ tablet
Usia 2-5 tahun: 3x 20 tetes (1/2 cth) atau 3x 1/3 tablet
Usia 5-10 tahun: 3x ½ cth atau 3x ½ tab atau 3x 2 mL
Usia >10 tahun: 3x 1 tablet (2 cth atau 4 mL)
2. Ambroxol (Mucopect: drop atau Glixin 15 mg/30 mg, 30 mg/tab)
Dosis untuk usia <1 tahun: 2x 10 tetes (1 tetes/kgBB)
Usia 1-2 tahun: 2x 20 tetes atau 2x 2,5 mL atau 2x 1/5 tablet
Usia 2-5 tahun: 3x 2,5 mL atau 3x ¼ tab
Usia 5-10 tahun: 3x 5 mL atau 3x ½ tablet
Usia >10 tahun: 3x 10 mL atau 3x1 tablet
3. N-acetyl-Cystein (Fluimucil)
Dosis pada anak: 2-3 kali 1 cth perhari
Pada dewasa: 3x 1 caps (200 mg) atau 3x 1 sachet (200 mg) atau 1x 1 tablet (600 mg)
perhari
4. OBH, OBP dan banyak minum air

Catatan: bila kadar teofilin di dalam serum tidak dapat/ tidak diukur dan bila dikombinasikan
dengan simpatomimetik drug maka diberikan dosis dimulai dengan 3-4 mg/kgBB/dosis setiap
6 jam.
2. BRONKIOLITIS AKUT

Defenisi
Penyakit ini merupakan suatu sindroma obstruksi bronkiolus yang sering diderita oleh bayi
dan anak kecil yang berumun <2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada
usia 6 bulan.

Gambaran Klinis
- Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas disertai dengan batuk pilek
untuk beberapa hari.
- Biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris.
- Anak mulai mengalami sesak napas yang semakin lama semakin hebat.
- Pernapasan dangkal dan cepat disertai dengan serangan batuk.
- Pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal.
- Anak gelisah dan sianotik.
- Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi supersonor, ekspirasi memanjang disertai
dengan wheezing.
- Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada permulaan
ekspirasi.
- Pada keadaan yang sesak sekali, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hampir total.

Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran khusus yang khas seperti tersebut di atas.
Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda.
Anak dengan asma akan memberatkan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator
sedangkan bronkiolitis tidak.

Pengobatan dan Penatalaksanaan


1. Anak ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi sebaiknya
dengan uap dingin untuk mencairkan sekret bronkus yang liat dapat juga diberi
pengobatan inhalasi.
2. Oksigen meskipun belum terdapat keadaan sianosis.
3. Koreksi kebutuhan cairan dan elektrolit.
4. Antibiotika spektrum luas→ bila dicurigai terdapat infeksi bakterial
bila dicurigai Mycoplasma pneumonia→ eritromisin
5. Sedativa→ tidak diperkenankan karena dapat menimbulkan depresi pernapasan.
6. Bronkodiltor→ kontraindikasi oleh karena dapat memperberat keadaan anak.
7. Bila dianggap perlu dapat diberikan kloral hidrat (short term sedative/ hipnotik).
Dosis: neonatus: 25 mg/kgBB/dosis
Bayi dan anak-anak: 25-100 mg/kgBB/dosis.
Dosis dapat diulang setiap 6-8 jam.
3. BRONKOPNEUMONIA

Kriteria Diagnosis
- Selalu didahului gejala infeksi saluran pernapasan atas dalam beberapa hari seperti batuk
dan pilek.
- Suhu meninggi (bila tiba-tiba menjadi 39°С– 40°С).
- Sesak napas (cepat dan dangkal).
- Anak menjadi sangat gelisah.

Pada Pemeriksaan Fisik


- Pernapasan cuping hidung
- Sianosis sekitar hidung dan mulut
- Retraksi sela iga
- Ronki basah gelembung kecil/ sedang

Pemeriksaan Laboratorium
- Lekositosis, pergeseran ke kiri (shift to the left)
- LED meningkat
- Gangguan elektrolit

Terapi
1. Beri oksigen
2. Atasi dehidrasi, koreksi cairan, kalori dan elektrolit serta asidosis metabolik.
3. Antibiotika polifragmasi selama 7-10 hari.
a. Penisilin 50.000 Iu/kgBB/hari atau
b. Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis ditambah dengan
c. Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau
d. Gentamisin dosis 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

Catatan
- Terapi bronkopneumoni merupakan kombinasi antibiotik untuk gram(+) dengan yang
poten terhadap gram(-).
Contoh: - Ampicillin + kloramfenikol
- Ampicillin + Gentamisin
- Untuk anak usia <3 bulan maka untuk gram(-) digunakan gentamisin.
- Jika setelah 3 hari tidak ada respons yang baik maka diganti dengan golongan
sefalosporin. Misal sefalosporin generasi III yang sangat aktif terhadap bakteri gram(+)
dan gram (-).
a. Injeksi Cefotaxime
Dosis: 150 mg/kgBB/hari IM atau IV dibagi dalam 3-4 dosis
Neonatus ≤7 hari: 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Neonatus >7 hari bila *BB <1,2 kg: 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
*BB >12 kg: 150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
b. Injeksi Ceftriaxon IM atau IV
Dosis neonatus: 50-75 mg/kgBB single dose
Anak-anak: 50-75 mg/kgBB single dose
Diet: bila sesak maka puasa, setelah sesak menurun→ NGT.
4. COMMON COLD

Defenisi
Infeksi primer di nasofaring dan hidung oleh virus yang sering dijumpai pada bayi dan anak.

Gejala Klinis
- Pada anak dapat melibatkan sinus paranasal, telinga tengah disamping nasofaring, disertai
demam yang tinggi.
- Berupa gejala nasofaring terdiri dari
a. Pilek
b. Batuk sedikit
c. Bersin kadang-kadang
- Dari hidung keluar sekret yang cair dan jernih
→ kental dan purulen bila terjadi infeksi sekunder oleh kokus.
- Sumbatan (kongesti) hidung menyebabkan anak bernapas melalui mulut dan anak
menjadi gelisah.
- Pada anak yang lebih besar kadang didapat rasa nyeri pada otot, pusing dan anoreksia dan
nyeri bertambah oleh karena kongesti hidung disertai selaput lendir tenggorok yang
kering.

Pengobatan (simptomatik)
1. Antipiretikum
a. Parasetamol: 10-15 mg/kgBB/dosis
b. Asetosal: 65 mg/kgBB/hari (max: 3,6 gr/hari)
2. Obat batuk ekspektoran
a. Gliceril guaiakolat
Dosis usia <2 tahuin: 12 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
2-5 tahun: 6x (50-100)mg
6-11 tahun: 6x (100-200)mg
>12 tahun: 6x (200-400)mg
b. Sirup OBH dan OBP
3. Sedativum
a. Diazepam: 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis secara PO (max:10 mg)
b. Phenobarbital: 2 mg/kgBB/dosis secara PO
4. Obstruksi hidung oleh sekret
 Pada bayi maka cara terbaik dengan cara prone position
 Pada anak besar
Dapat diberikan: Ephedrine HCL (25 mg/tab)
 P.O dosis 0,5-1 mg/kgBB/dosis→ 3x perhari (maksimal: 30 mg/dosis)
 Tetesan diberikan ephedrine HCL 0,25%-1%
5. Bila terdapat infeksi sekunder→ antibiotika
6. Bila batuk non produktif
a. Codein: 1 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis (max:60 mg/hari)
(tidak boleh diberikan pada anak <1 tahun)
b. Diphenhidramin (golongan antihistamin)
Dosis: 2,5 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis
Untuk usia <2 tahun: tidak dianjurkan
2-6 tahun: dosis disesuaikan dengan BB
6-12 tahun: 6x 12,5 mg (max:75 mg/hari)
c. Dextrometropan hidrobromida (5mg/tab, 10mg/5ml, 7.5mg/5ml)
Dosis: 1 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
Untuk usia: 6-12 tahun: 6x (5-10)mg atau (3-4)x 15mg (max: 60 mg/hari)
2-6 tahun: 6x (2,5-5)mg atau (3-4)x 7,5 mg (max: 30 mg/hari)
→ tidak dianjurkan pada anak <1 tahun

Batuk yang produktif (pada Brochitis dan Trachitis) merupakan kontra indikasi pemberian
anti tusive (mis:codein) oleh karena codein→ mendepresi pusat batuk dan pusat muntah→
penumpukan sekret→ Bronkopneumonia.

Antibiotik yang dapat diberikan bila terdapat sekunder infeksi:


a. Amoxicillin dosis: 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
b. Eritromisin dosis: 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
5. DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Defenisi
Demam rematik adalah sindroma klinis akibat infeksi β Sterptococcus hemolitikus grup A,
dengan satu tau lebih gejala mayor yaitu Paliartritus migrans akut, kanditis, korea minor,
nodul subkutan dan eritema marginatum.

Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam rematik/ penyakit jantung rematik dapat dibagi dalam 4
stadium.

Stadium I
Berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman β Streptococcus hemolyticus grup A.
Keluhannya berupa:
a. Demam
b. Batuk
c. Rasa sakit waktu menelan
d. Tidak jarang disertai muntah dan pada anak kecil dapat terjadi diare
e. Pada pemeriksaan fisik:
 Sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya
 Kelenjar getah bening submandibular sering sekali membesar
→ biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (biasanya ISPA
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam rematik/ penyakir jantung rematik.

Stadium II (periode laten)


Ialah: Masa antara infeksi Streptococcus β hemolyticus dengan permulaan gejala rematik
baiasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea dapat timbuk 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Ialah: Fase akut demam rematik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam rematik/
PJR. Manifestai klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam rematik/ PJR.

a) Gejala Peradangan Umum


1. Demam tidak tinggi tanpa pola tertentu
2. Lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan BB tampak menurun
3. Anaka terlihat pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis, bertambahnya
volume plasma dan memendeknya umur eritrosit
4. Dapat terjadi epitaksis
5. Astralgia (rasa sakit sekitar sendi) selama beberapa hari atau minggu→ meningkat
bila beraktivitas
6. Sakit perut yan hebat yang bisa menyerupai apendisitis akut→ respon cepat dengan
salisilat
Pemeriksaan Laboratorium
1. Leukositosis, LED meningkat, C-reactive protein (+)
2. Titer ASTO meningkat (80% kasus)
3. EKG→ pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I)anpa

b) Manifestasi Spesifik (gejala mayor)


1. Artritis (poliartritis migrans akut)
Biasanya mengenai sandi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan
tangan) dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering bergantian/ berpindah-pindah.
Yang mencolok adalah rasa nyerinya, yang kelihatan tidak proporsional dengan
kelainan obyektif yang ada dimana rasa nyeri dapat sedemikian hebat sehingga
terkena selimutpun penderita tidak tahan. ↓
Kelinan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa
hari- 1 minggu. Dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu
tanpa gejala sisa apapun.

2. Karditis
Gejala-gejala dini karditis ialah:
 Rasa lelah
 Pucat
 Tidak bergairah
 Anak tampak sakit yang bisa sampai beberapa minggu meskipun belum ada
gejala-gejala spesifik

Seorang penderita demam rematik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau
lebih tanda-tanda berikut:
a) Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik.
b) Terdengar bising yang semula tidak ada yaitu berupa bising apikal, bising
middiastolik apikal atau bising diastolik basal atau terdapat perubahan intensitas
bising yang semula sudah ada atau bertambahnya bising yang bermakna pada
penderita yang tadinya sudah pernah menderita demam reumatik/ PJR.
c) Kardiomegali, terdapat gambaran pembesaran ventrikel kiri pada rontgen foto dada
pada penderita tanpa demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya pembesaran
jantung yang nyata pada penderita yang pernah mengalami PJR sebelumnya.
d) Perikarditis
o Biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilicus akibat penjalaran nyeri
bagian tengah diafragma.
o Friction rub, efusi perikardial dan kelainan pada EKG.
e) Gagal jantung kongestive pada anak-anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.
3. Korea
Ialah: gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai
kelemahan otot tanpa disertai manifestasi neurologis lain.

4. Eritema Marginatum
Berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya
berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila
ditekan lesi akan menjadi puca. Tempatnya dapat berpindah-pindah, dikulit dada dan
bagian dalam lengan atas atau paha tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka.

5. Nodul Subkutan
Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan,
berukuran antara 3-10 mm. Biasanya terdapat dibagian ekstensi persendian terutama
sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosessus
spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. ↓
- Timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam
rematik sehingga arti diagnostik tidak berapa penting.
- Sering dianggap sebagai prognosis yang buruk sebab
seringkali disertai karditis yang berat.

Stadium IV (stadium inaktive)


Pada stadium ini penderita demam rematik tanpa kelainan jantung atau penderita PJR tanpa
gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa→ sewaktu-waktu dapat mengalami
reaktivasi penyakitnya.

Diagnosis
Kriteria Jones untuk Diagnosis
Demam Reumatik Akut
Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
Karditis Klinis:
Poliartritis a.) Demam
Korea b.) Artralgia
Eritema marginatum c.) Pernah menderita demam rematik
Nodul subkutan Laboratorium:
 Reaksi fase akut
o LED meningkat
o C-reaktive protein (+)
o Leukositosis
 Interval RR memanjang
Ditambah
Bukti terdapat infeksi streptococcus sebelumnya (ASTO atau antibakteri lain meningkat,
biakan usap tenggorokan menunjukkan terdapatnya Streptococcus β hemolyticus grup A,
atau Scarlet Fever yang baru saja terjadi).
Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
menunjukkan kemungkinan besar suatu demam rematik. Terdapatnya bukti infeksi
streptococcus sebelumnya sangat menyokong diagnostik. Bila bukti ini tidak ada, diagnosis
diragukan kecuali bila terdapat korea minor atau karditis yang menahun.

Perawatan dan Pengobatan


1. Eradikasi Kuman Streptococcus β hemolyticus grup A
Jenis Cara Dosis Frekuensi/ Lama Pemberian
Pemberian
a.) Benzathin IM 1,2 juta IU 1 kali
Penisilin G
b.) Prokain IM 600.000 IU 1-2 kali sehari selama 10 hari
Penisillin
c.) Penisilin V Oral 250.000 IU 3 kali sehari selama 10 hari
d.) Eritromisin Oral 12-250 mg 4 kali sehari selama 10 hari
→Tetrasiklin dan Sulfa tidak dipergunakan untuk eradikasi kuman Streptococcus.

2. Obat Anti Inflamasi


Yang dipakai secara luas adalah Salisilat dan Steroid. Keduanya efektif untuk mengurangi
gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat ini tidak mengubah
lamanya serangan demam rematik maupun akibat selanjutnya.
Arthritis Karditis Ringan tanpa Karditis Berat,
Kardiomegali Kardiomegali, Gagal
Jantung
Salisilat 100 mg/kgBB/hari Salisilat 100 mg/kgBB//hari Prednison 2 mg/kgBB/hari
↓ 1 minggu ↓ 1-2 minggu (rata-rata 4x10 mg/hari)
75 mg/kgBB/hari 75 mg/kgBB/hari teruskan ↓ 2 minggu
↓Bila hasil Lab normal sampai 6-8 minggu (terapi 3x10 mg/hari
50 mg/kgBB/hari diteruskan total selama 12 minggu. ↓ 2 minggu
minimal selama 6 minggu. 4x5 mg/hari
↓ 2 minggu
3x5 mg/hari
dan mulai diberikan Salisilat
dengan dosis 75-50
mg/kgBB/hari dan
dilanjutkan beberapa
minggu setelah steroid
dihentikan (sampai 6-12
minggu). Dosis Prednison
tetap diturunkan setiap
minggu.
Catatan:
 Pada pemberian Salisilat jangan diberikan antasida untuk mengurangi rangsangan
terhadap lambung, karena akan mengurangi absorbsi Salisilat sehingga kadar terapeutik
tidak tercapai→ lebih baik dipakai tablet bersalut dan diminum setelah makan.
 Bila terdapat tanda intoksikasi Salisilat (nausea, muntah, takipneu, tinnitus) hentikan obat
selama 1-2 hari kemudian mulai diberikan lagi dengan dosis lebih kecil.
 Pada pemberian Steroid, seringkali terjadi Fenomena Rebound setelah obat dihentikan
yang bermanifestasi sebagai timbulnya kembali gejala-gejala perdangan akut: untuk
mencegah hal ini dilanjutkan beberapa minggu setelah steroid dihentikan (6-12 minggu).

3. Diet
Cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Dapt ditambahkan vitamin dan
bila terdapat gagal jantung→ diet gagal jantung.

4. Istirahat dan Mobilisasi


Artritis Karditis Karditis Karditis
Minimal tanpa dengan
Kardiomegali Kardiomegali
Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi bertahap di 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan


ruangan

Mobilisasi bertahap di luar 3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau


ruangan lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 Bervariasi


minggu minggu bulan
Penderita kardiomegali menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan
melakukan olahraga yang bersifat kompetisi fisis

5. Obat-Obat Lain
Sesuai kebutuhan misalkan pengobatan terhadap gagal jantung bila terdapat gagal
jantung.

Pencegahan Reaktivasi
1. Profilaksis Primer
Ialah: Pengobatan yang adekuat terhadap semua penderita ISPA akibat Streptococcus β
hemolyticus grup A (terutama yang berusia 5-15 tahun). Jenis obat, cara pemberian dan
dosisnya sama dengan untuk eradikasi kuman pada pengobatan demam rematik akut.
2. Profilaksis Sekunder
Mulai diberikan pada hari ke 11 perawatan yaitu setelah program eradikasi terhadap
kuman Streptococcus β hemolyticus grup A selama 10 hari selesai.
Lama pemberian bervariasi: umumnya minimal 5 tahun setelahh serangan pertama. Ahli
yang lain menganjurkan sampai umur 15 tahun bila tanpa kelainan jantung dapat juga
diberikan seumur hidup.

Jenis Obat yang Diberikan


a.) Penisilin Benzathin-G
Dosis: 1,2 juta satuan sekali sebulan diberikan secara intramuscular.
b.) Penisilin Oral
Penisilin V dengan dosis: 2x 1 tablet (@ 200.000 satuan) perhari.
c.) Sulfadiazin 2x 500 mg perhari
d.) Eritromisin 2x 250 mg perhari untuk penderita yang alergi terhadap Penisilin dan
Sulfa.

Pencegahan terhadap Endokarditis Bakterialis


Setiap penderita PJR tenang dengan gejala sisa kelainan jantung harus dicegah terjadinya
endocarditis bacterialis dimana bakterimia dapat terjadi segera setelah tindakan beda seperti:
1. Ekstraksi gigi/ bedah mulut
2. Tonsiloadenoidektomi
3. Bronkoskopi
4. Operasi saluran pencernaan bagian bawah dsb.
Dalam tindakan-tindakan tersebut diberrikan antibiotika profilaksis sebagai berikut
a) Penisilin prokain 600.000 unit, intramuscular diberikan 1-2 jam sebelum tindakan dan
2 hari berturut-turut sesudah tindakan.
b) Penisilin oral (Penisilin V)
Cara: 1 tablet sebelum tindakan kemudian dilanjutkan 4x 1 tablet perhari sampai 2
hari sesudah tindakan.
c) Bila sensitive terhadap PNC dapat diberikan eritromisin
d) Pada tindakan terhadap saluran kemih, saluran pencernaan bagian bawah dan
persalinan dikuatirkan bakterimia oleh bakteri gram negative ↓
Tambahkan Streptomisin 50 mg/kgBB/hari
(maksimum 1 gram) sampai 2 hari pasca
tindakan. Dan bila sensitive dapat diganti
dengan Gentamisin dengan dosis 6-7
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
6. DENGUE

Definisi
Suatu infeksi arbovirus (antropod-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies aedes.

Gejala klinis
Demam Dengue
Masa tunas berkisar 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari, permulaan penyakit biasanya
mendadak.
Gejala Piodormal meliputi:
1. Demam tinggi mendadak terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
2. Nyeri kepala
3. Nyeri berbagai bagian tubuh (dibelakang bola mata, punggung, sendi, otot)
4. Anoreksia
5. Menggigil
6. Malaise
Pada umumnya ditemukan Sindrom Trias :
1. Demam tinggi
2. Nyeri pada anggota badan
3. Timbulnya ruam yang biasa timbul 5-12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali yaitu
pada hari ke-3 sampai ke-5 dan biasanya berlangsung 3-4 hari.
Ciri-ciri Ruam
1. Bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan.
2. Ruam mula-mula dilihat di dada, tubuh serta abdomen dan menyebar ke anggota gerak
dan muka.
Gejala penyerta lain
1. Kurva demam seperti pelana kuda (bifasik) (tidak patognomonik)
2. Anoreksi
3. Abstipasi
4. Perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek
(sering terjadi)
5. Perubahaan dalam indera pengecap
6. Fotopobia
7. Keringat yang bercucuran
8. Suara serak
9. Batuk
10. Epistkasis
11. Disuria
12. Castelani Sign : Pembesaran kelenjar getah bening, servikal (merupakan tanda
patognomik)
13. Manifestasi perdarahan tidak sering terjadi.
Bentuk perdarahan yang lain yang dilaporkan :
1. Menoragi
2. Menstruansi dini
3. Abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah pada wanita hamil yang menderita.

Demam Berdarah Dengue (DHF)


Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis
1. Demam tinggi
2. Perdarahan terutama perdarahan kulit
3. Hepatomegali
4. Kegagalan peredaran darah (circulatory failure)
Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosa DHF

A. Klinik
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifesati perdarahan, minimal uji tourniquet positive dan salah satu bentuk lain
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau
melena.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Renjatan yang ditandai oleh :
a. Nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (selisish tekanan darah sistolik
dengan tekanan darah diastolik) menjadi 20 mmHg atau kurang.
b. Tekanan sistolik menurun sampai 50 mmHg atau kurang
c. Kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki.
d. Penderita gelisah
e. Sianosis disekitar mulut

B. Laboratorium
1. Trombositopenia (yaitu trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi dimana terjadi peninggian hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen.

Kriteria membuat diagnosa DHF


a. Ditemukannya 2 atau 3 gejala klinis.
b. Disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Gejala kegagalan sirkulasi yang bersifat ringan dan sementara


1. Suhu menurun secara lisis disertai keringat banyak.
2. Perubahan ringan pada frekuensi nadi dan tekanan darah.
3. Bersamaan dengan ujung ekstremitas yang mendingin.
Sindroma Shock Dengue (DSS)

Gejala
1. Keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk setelah demam beberapa hari yang biasanya
terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu antara hari ke-3 dan hari ke-7 sakit.
2. Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah :
- Kulit teraba lembab dan dingin.
- Sianosis sekitar mulut.
- Nadi menjadi lemah dan cepat.
- Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase kritis renjatan.
- Penderita sering kali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum renjatan timbul.
3. Perdarahan gastrointestinal dapat ditandai oleh nyeri di daerah perut yang hebat atau nyeri
di daerah retrosternal.
4. Renjatan ditandai oleh :
a. Kegagalan sirkulasi.
b. Nadi lambat, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba.
c. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
sampai 50 mmHg atau lebih rendah.
Keadaan renjatan harus diatasi dengan cepat oleh karena dapat terjadi
Renjatan berat (profound shock) dimanan tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak
dapat diraba
Penatalaksanaan keadaan renjatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan :
- Asidosis metabolik
- Hipoksia
- Perdarahan gastrointestinal hebat (prognosis buruk)

WHO (1975) membagi derajat DHF dalam 4 derajat :


1. Derajat I. Demam disertai gejala tidak khas dan sat-satu nya manifestasi perdarahan Ialah
uji tourniquet positive.
2. Derajat II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
3. Derajat III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu :
a. Nadi cepat dan lemah.
b. Tekanan nadi menurun (lebih dari atau sama dengan 20 mmHg).
c. Kulit yang lembab dan dingin.
d. Penderita gelisah.
4. Derajat IV. Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang
tidak dapat diukur.

Pengobatan
Pada dasarnya pengobatan penderita DHF atau DSS bersifat simtomatik dan suportive.
A.) DHF tanpa renjatan
- Demam yang tinggi, muntah dan anoreksia menyebabkan rasa haus dan dehidrasi.
- Penderita diberi minum banyak air (1,5-2 liter dalam 24 jam) berupa :
1) Air teh dengan gula, sirup atau susu.
2) Gastroenteritis oral solution (oralit) pada beberapa penderita.
- Minuman diberikan peroral, bila perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit.
- Hiperpireksia (suhu 400 atau lebih)
1. Antipiretik
2. Bila perlu surface cooling dengan memberikan kompres es dan alkohol 70%.
- Bila timbul kejang maka berantas kejang
1. Penderita kejang berikan phenobarbital IM (usia < 1 tahun : 50 mg, > 1 tahun : 75
mg)
2. Jika dalam 15 menit kejang tetap (+) berikan phenobarbital IM dosis 3 mg/KgBB
- (usia < 1 tahun : 30 mg, > 1 tahun : 50 mg).
3. Perhatikan adanya depresi tanda vital.

B.) Sindrom Shock Dengue


Penatalaksanaan Sindrom Renjatan Dengue

Prinsip Pemberian Cairan


1. Pemberian cairan intravena dipertahankan walaupun tanda tanda vital telah menunjukkan
perbaikan nyata oleh karena mengingat bahwa kebocoran plasma dapat berlangsung 24-
48 jam.
2. Pemeriksaan hematokrit harus dilakukan secara periodik oleh karena merupakan indeks
yang dapat dipercaya dalam menentukkan kebocoran plasma.
3. Dalam masa penyembuhan, cairan dari ruang ekstravaskular akan di resorbsi kembali ke
dalam ruang vaskular sehingga hendaknya pemberian cairan dilakukan secara hati-hati.
Penting untuk diketahui bahwa penurunan nilai Hb dan Ht pada masa ini tidak diartikan
sebagai tanda terjadinya perdarahan gastrointestinal.
4. Evaluasi klinis nadi, TD, RR, Suhu, pengeluaran urin lebih sering.

Indikasi Pemberian Transfusi


1. Penderita dengan perdaraham gastrointestinal hebat yang dapat diduga apabila nilai Hb
dan Ht menurun sedangkan perdarahan sendiriri tidak kelihatan.
2. Penderita dengan keadaan klinis yang buruk.
Evaluasi Pengobatan Renjatan
Untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita renjatan maka dibuat data
klinis yang mencantumkan :
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan nilai Hb, Ht dan Trombosit
- Tekanan Darah, Nadi (frekuensi dan amplitudo), pernafasan, suhu
- Pengeluaran urin
- Jenis dan kecepatan cairan yang diberikan
- Apabila ada, jenis dan jumlah perdarahan gastrointestinal
Penderita diupayakan dirawat di Unit Perawatan Khusus apabila :
1. Penderita dengan renjatan berulang.
2. Renjatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian cairan.
3. Penderita yang memperlihatkan perdarahan gastrointestinal hebat bersamaan dengan
renjatan.
4. Setelah renjatan.

Obat-obatan
Diberikan karena penyakit penyerta banyak.
1. Ampisilin 100-200 mg/KgBB/hari secara IV dibagi 4 dosis.
2. Gentamisin 5 mg/KgBB/hari secara Ivdan IM dibagi2 dosis.
3. Kortikosteroid bila ada ensefalopati.
4. Koreksi asidosis dengan Na bikarbonat 7,5 %.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Hematokrit >20%

Penatalaksaan Perdarahan spontan pada DBD Dewasa


Pemberian Cairan Pada Suspek DBD Dewasa di Ruang Rawat

Observasi dan Pemberian Cairan Suspek DBD Dewasa Tanpa Renjatan di Unit Gawat
Darurat
7. DIARE

Definisi
Defekasi encer dengan frekuensi ≥ 3x/hari dengan atau tanpa darah/lendir.

Etiologi
1. Infeksi : Diare oleh karena infeksi yang disebut gastroenteritis.
2. Non Infeksi : Hormonal, alergi, kelainan anatomi dan sebagainya.

Penilaian Dehidrasi
Penilaian Tanpa Dehidrasi Ringan Sedang Dehidrasi Berat
Lihat
Keadaan Umum Baik, Sadar Gelisah, Rewel Lesu lunglai atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa (tidak Haus Tidak mau minum
haus)
Periksa turgor Kembali cepat Kembali Kembali sangat lambat
lambat

Tanda kunci penilaian dehidrasi


1. Penilaian dilakukan dari kanan ke kiri.
2. Penderita didiagnosa dehidrasi berat, ringan-sedang atau tanpa dehidrasi bila ada dua atau
lebih tanda dimana salah satu tanda tersebut adalah tanda kunci yang terdiri dari :
a. Keadaan umum
b. Rasa haus dan
c. Turgor kulit

Derajat dehidrasi (kriteria WHO)


1. Tanpa dehidrasi.
2. Dehidrasi ringan-sedang : kehilangan cairan 5-10 %BB (±7,5 % yaitu 75 CC/KgBB).
3. Dehidrasi berat : kehilangan cairan > 10% BB yaitu 100 CC/KgBB.

Pengobatan
1.) Pemberian cairan dan elektrolit terdiri dari :
a. Fase Rehidrasi (awal) untuk memberantas dehidrasi.
Dehidrasi Ringan-Sedang
 Oralit sebanyak 75 CC/KgBB diberi dalam masa 4 jam.
 Bila P.O tidak bisa maka dapat diberi secara IV misalkan Ringer Laktat.
Dehidrasi Berat
 Diberikan cairan Ringer Laktat IV sebanyak
 100 CC/KgBB dalam masa 3-6 jam
 Usia < 1 tahun : 30 CC/KgBB/ 1 Jam dilanjutkan 70 CC/KgBB/5 jam.
 Usia > 1 tahun : 30 CC/KgBB/ 30 menit dilanjutkan 70 CC/KgBB/ 2 ½ jam.

b. Fase Pemeliharaan
Untuk mencegah anak yang sudah Rehidrasi atau tidak mengalami dehidrasi jangan
jatuh ke dalam dehidrasi.
- Jumlah cairan yang diberikan pada fase pemeliharaan merupakan : cairan yang
diberikan normal sehari + jumlah cairan yang hilang akibat diare yang masih
berlangsung.
- Untuk kebutuhan normal sehari-hari dapat dihitung dengan Rumus Holliday Segar
Berat Badan (BB) Kebutuhan Cairan
10 Kg 100 CC/KgBB
10-20 Kg 1000 CC+500 CC/KgBB Per Kenaikan >10 Kg
>20 Kg 1500 CC+20 CC/KgBB Per Kenaikan >20 Kg

Cairan yang hilang selama diare masih berlangsung dapat diberi oralit sebanyak :
a. <2 tahun : 50 CC – 100 CC per kali mencret atau 500 CC/hari.
b. 2-10 tahun : 100 CC – 200 CC per kali mencret atau 1000 CC/hari.
c. >10 tahun : 2000 CC/hari.

Bila secara P.O gagal maka bisa secara IV


a. Larutan Darrow yang diencerkan 0,5 atau KaErMg3 yaitu untuk diare non kolera.
b. Larutan Ringer Laktat atau Darrow untuk diare kolera.

2.) Pemberian makanan dilakukan segera setelah Rehidrasi tercapai


a. Bayi usia ,4 bulan (belum mendapat makanan padat)
- ASI
- Bila ASI tidak ada diganti dengan susu formula pengganti ASI yang sesuai.
b. Bayi usia >4 bulan (sudah mendapat makanan padat)
- ASI
- Bubur nasi
- Pisang
- Ikan
- Tahu
- Tempe dan sebagainya.

3.) Pemberian obat-obatan


a. Kausal
b. Pengobatan penyakit penyerta.
c. Simtomatik, obat-obat antidiare dan antibakterial tidak bermanfaat. WHO
menganjurkan pemberian anti infeksi pada Kolera, Shigella, Amobiasis dan
Giandiasis.

Pengobatan komplikasi diare setelah Rehidrasi tercapai


a. Hiponatremia (koreksi dengan cairan NaCl 3%). Jumlah yang diberi : (135mEg-Kadar Na
sekarang (mEg))x0,6xBB (Kg)
b. Hipokalemi (dibuktitkan dengan EKG). Kalium : 3 mEg/KgBB/Har, koreksi dilakukan dalam
2-3 hari.
c. Asidosis metabolik. Darurat diberi Na Bikarbonat : 1-2 mEg/KgBB/Bolus secaraperlahan-
lahan (Meylor : Na Bikarbonat 8,4% setelah diencerkan dengan Dextrose 5%. Untuk koreksi
: (kadar Bikarbonat serum yang diinginkan (mEg) – Kadar Bikarbonat sekarang
(mEg))x0,3xBB (Kg)

Drug Of Choice untuk bermacam-macam penyebab diare yang direkomendasikan oleh WHO
untuk diberikan antibiotika.
a.) Diare oleh Vibrio cholerae
1. Tetrasiklin. Dosis : 12,5 mg/KgBB/dosis diberikan 4x sehari selama 3 hari atau
2. Kortimoxazole : Trimetoprin 5 mg/KgBB + Sulfametoxazole 25 mg/KgBB per Dosis
diberikan 2x per hari selama 3 hari.
b.) Diare oleh Shigella disentri
1. Cotrimoxazole : Trimetoprin 5 mg/KgBB + Sulfometoxazole 25 mg/KgBB per dosis
diberikan 4x per hari selama 5 hari atau
2. Asam Nalidiksik. Dosis : 15 mg/KgBB/dosis diberikan 2x perhari selama 5 hari atau
3. Ampicilin. Dosis : 25 mg/KgBB/dosis diberikan 4x perhari selama 5 hari.
c.) Amubiasis
1. Metronidazole. Dosis : 10 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari atau
pada kasus berat.
2. Dihidrometin HCl. Dosis : 1-1,5 mg/KgBB/hari selama 1 Minggu.
d.) Giardiasis
1. Metronidazole. Dosis : 5 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari atau
2. Kuirakrin. Dosis : 2,5 mg/KgBB/dosis diberikan 3x perhari selama 5 hari.

Catatan :
Khusus untuk pasien Neurologi dan Pulmonologi maka cairan yang diberikan 75% dari
kebutuhan.
Cara membuat Larutan Gula-Garam
¼ sendok teh Garam Dapur + 1 sendok teh Gula pasir dilarutkan dalam 1 gelas air hangat
hangat kuku (± 250 CC) .
Pemberian Cairan Pada Gastroenteritis

Gastroenteritis Pada Anak


1. Resusitasi Cairan
2. Antibiotika
a. Cotrimoxazole
b. Colistin (Polimiksin BSO4)
3. Parasetamol
4. Diazepam
5. Antidiare Contoh Lacbon
Dosis Dewasa : 3x2-4 tablet, Anak : 3x1-2 tablet dan Bayi : 3x1 tablet.
8. DIARE EPIDEMIK PADA NEONATUS

Gastroenteritis pada neonatus sering kali menyebabkan letusan dengan mortalitas tinggi.
Penyebab utamanya adalah :
a. Salmonella Spp.
b. Enteropatogenic Escherichia coli (EPEC)
c. Virus

Ciri-ciri diare oleh Salmonella


1. Diare sangat cepat menjadi septikemia dan diakhiri dengan meningitis dan kematian.
2. Dapat disertai dengan gejala tidak khas misal : diare, panas, ikterus dan kesulitan minum.

Gejala klinis diare oleh E. Coli (EPEC)


1. Gejala awal dimulai dengan letargi, anoreksia, Berat badan menurun kemudain terdapat
diare dan muntah.
2. Tinja biasanya banyak, cair, berwarna hijau atau kuning.
3. Bau tinja seperti bau sperma.
4. lama kelamaan dapat terjadi dehidrasi, asidosis dan renjatan yang dapat terjadi dalam
beberapa jam.
Mekanisme Pengobatan EPEC
1. Antibiotika tidak selalu efektif pada pengobatan diare oleh EPEC karena sensitivitas pada
setiap serotype bervariasi.
2. larutan glukosa dan elektrolit dapat diberikan secara oral untuk mengobati dehidrasi yang
ringan, karean tidak terdapat gangguan dalam absorbsi glukosa.
3. Restriksi diet tidak perlu untuk semua elemen makanan tetapi cukup untuk laktosa
sehingga pada reelimentasi harus dipakai susu rendah laktosa.
Pengobatan
1. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
a. bila belum terdapat dehidrasi maka beri minum susu rendah laktosa dengan jumlah
cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumatan + Jumlah kehilangan cairan
yang masih berlangsung.
b. Bila terdapat dehidrasi maka koreksi dan bila perlu berikan intravena.
2. Antibiotika
a. Untuk diare oleh Salmonella maka pilihan antibiotiknya :
- gentamisin 4 mg/KgBB/hari atau Amikasin 15 mg/KgBB/hari masing-masing
dibagi dalam 2 dosis dan diberikan selama >7 hari.
- Kloramfenikol 25 mg/KgBB/hari secara IV atau Kloramfenikol 50 mg/KgBB/hari
selama P.O dibagi dalam 4 dosis dan diberikan selama 7 hari.
b. Untuk diare bila diduga akibat EPEC. Colistin 50.000 Unit/KgBB/hari salam 4 dosis.

Bila biakan dan uji resistensi (+) maka berikan antibiotika yang sesuai.
9. DIFTERI

Definisi
Suatu infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Carynebactreium diphteriae. Mudah
menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas
terbentuknya Pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang menimbulkan gejala
umum dan lokal.

Klasifikasi
Pembagian berdasarkan berat-ringannya penyakit
1. Infeksi ringan. Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau faring dengam gejala
hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang. Pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring
dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3. Infeksi berat. Disertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya dapat diatasi
dengan trakeostomi. Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis atau nefrtitis dapat
menyertainya.

Gejala klinis
Masa tunas 2-7 hari. Selanjutnyan gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala
lokal serta gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena.
Gejala umum terdiri dari :
1. Demam tidak terlalu tinggi.
2. Lesu
3. Pucat
4. Nyeri kepala
5. Anoreksia sehingga tampak penderita sangat lemah sekali.

Gejala lokal terdiri dari


A. Difteria hidung (hanya 2%)
1. Mula mula pasien hanya tampak pilek.
2. Tetapi kemudian sekret yang keluar bercampur darah sedikit yang berasal dari
pseudomembran.
B. Difteria faring dan tonsil (difteria fausial) (±75%)
1. Gejala mungkin ringan berupa pada selaput lendir dan tidak membentuk
pseudomembran sehingga dapat sembuh sendiri dan memberi imunitas pada pasien.
2. Pada penyakit yang lebih berat
 Gejala radang akut tenggorokan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.
 Pseudomembran yang mulanya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang
dapat cepat meluas ke nasofaring atau laring.
 Nafas berbau.
 Timbul pembengkakan kelenjar regional sehingga leher tampak seperti leher sapi
(Bull neck)
 Dapat terjadi sulit menelan, suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum
terjadi sumbatan laring sehingga paresis pektum mole.
C. Difteria Laring dan trakea. Lebih sering berasal dari penjalaran difteria fausial (3x lebih
banyak) dari pada primer mengenai laring.
1. Gejala gangguan jalan nafas teraba suara serak dan stridor inspirasi jelas.
2. Bila lebih berat maka dapat timbul : sesak nafas hebat, sianosis dan tampak retraksi
suprarenal serta epigastrium.
3. Pembesaran kelenjar limfe regional atau bull neck.
4. Pada pemeriksaan laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan permukaan
ditutupi oleh pseudomembran.
5. Bila anak terlibat sesak dan payah sekali dilakukan trakeostomi.
D. Difteria kutaneus (jarang sekali). Dapat pula timbul di daerah konjunctiva, vagina dan
umbilikus.

Pengobatan
1. Pengobatan umum
a. Istirahat mutlak di tempat tidur.
b. Isolasi penderita.
c. Pengawasan yang ketat kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan
EKG setiap minggu.
2. Pengobatan spesifik
1) Pemberian antidiphteria serum (ADS) secara IM cara pemberian
 ADS sebanyak 20.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya
dilakukan uji kulit dan mata.
 ADS 40.000 IU dalam NaCl Fisiologi 200 mL perinfus, dihabiskan dalam waktu
30-45 menit sehingga ±300 tetes/menit mikro selama 40 menit.

Bila penderita peka terhadap serum tersebut maka dilakukan desentitisasi dengan cara
Besnedka :
Cara Uji Kulit dan Mata

Kemungkinan Hasil test


1) Pada test mata (Bandingkan mata kiri dan kanan)
a. Positive (+) apabila terjadi hiperemis conjunctiva.
b. Negative (-) apabila konjunctiva tetap putih.
c. Ragu-ragu (±) apabila tidak dapat dipastikan
2) Test kulit
a. Postive (+) apabila terjadi hiperemis dan edema pada tempat injeksi.
b. Negative (-) apabila tanpa kelainan.
c. Ragu-ragu (±) apabila tidak dapat dipastikan.
Bila test mata dan kulit negative keduanya maka berikan secara IM.
Bila hasil (++) atau (±) dan (±) maka desentisasi cara bernedka.

a. Pemberian
1.) Prokain penisilin
Dosis : 50.000 IU/KgBB/hari sampai 3 hari bebas demam atau selama 7 hari secara
IM (PP:50.000 IU/KgBB/12 jam) di test dulu. Pada penderita yang dilakukan
trakeostomi. Ditambahkan khloramphenikol : 75-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
2) Eritromisin : 40 mg/KgBB/hari selama 7-19 hari.

b. Kortikosteroid untuk mencegah miokarditis


Diberikan Prednison : 2 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian
diturunkan 1 mg/KgBB/hari setiap 1-2 minggu atau Dexamethasone : 1-2 mg/KgBB/hari
dengan cara yang sama.

c. Bila terdapat komplikasi paralisis/parase otak maka dapat diberikan :


- Striknin ¼ tablet (1/4 mg) dan
- Vitamin B1 100 mg
Setiap hari selama 10 hari berturut-turut
Catatan : eritromisin diberikan bila penderita sensitive terhadap procain penisilin.
Penanganan kontak Difteria
1.) Immunized barrier diberikan pada anak yang diberikan pada anak yang telah mendapat
imunisasi dasar setelah 5-6 tahun.
a. Injeksi ulangan DT (Diphteria Tetanus). Dosis : 0,5 mL secara SC atau IM (1x
suntikan)
b. Pemberian PNC.
 Prokain penisilin 600.000 IU/hari selama 4 hari.
 Atau Benzathin Penisilin 600.000 IU secara IM dosis tunggal.
c. Bila sensitive dengan PNC dapat diberi eritromisin. Dosis : 40 mg/KgBB/hari selama
7-10 hari.
2.) Non Immunized Asymptomatik Carrier
a. Pemberian DT sebanyak 2x pemberian dengan interval 1 bulan.
b. Pemberian PNC.
c. Pemeriksaan setiap hari bila bisa oleh dokter dan jika tidak bisa dilakukan dengan
ADS 10.000 IU/IM.
d. Bila gejala (+) dengan pengobatan seperti penderita Diphteria.
10. ENSEFALITIS

Definisi : Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme.

Etiologi :
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan encephalitis seperti
1. Bakteri
2. Protozoa
3. Cacing
4. Jamur
5. Spirocaeta dan
6. virus (penyebab yang terpenting)

Berbagai macam encephalitis virus


1. Infeksi virus yang bersifat sepidemik
a. Golongan enterovirus : poliomyelitis, virus coxsaecie dan virus ECHO.
b. Golongan Virus arbo :
 Western eguine encepahilitis
 St. Louis encephalitis
 Eastern eguine encephalitis
 Japanese B encephalitis (di Indonesia)
 Russian spring summer encephalitis
 Murray valley encephalitis
2. Infeksi virus yang bersifat spirodik : rabies, herpes simplex, herpez zoster,
lymphogranuloma, mumps dan sebagainya.
3. Encephalitis pasca infeksi
a. Paska morbili
b. Paska varicella
c. Paska rubella
d. Paska vaksinia
e. Paska mononukleus infeksiosa

Gejala klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda tetapi gejala klinis lebih kurang sama :
1. Suhu yang secara mendadak naik, sering hiperpireksia.
2. Kesadaran dengan vepat menurun.
3. Pada anak besar sebelum kesadaran menurun sering kali mengeluh sakit kepala.
4. Muntah sering ditemukan.
5. kejang dapat bersifat umum, fokal atau hanya twitching saja dan dapat berlangsung
berjam-jam.
6. Bersifat neurologis dapat timbul sendiri atau bersama-sama misal parase atau paralisis,
afasia dan sebagainya.
7. Pada encephalitis paska infeksi maka gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.
Pemeriksaan LCS
 LCS sering dalam batas normal.
 Diff tell pada awal PMN > MN sehingga MN > PMN
 Kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian sel, kadar protein atau glukosa.
Pada pemeriksaan neurologis
 Refleks patologis (+)
 Rangsangan meningeal (-)

Ciri-ciri encephalitis virus


a. Encephalitis virus herpes simpleks
Penderita memperlihatkan:
1. Panas yang mulai secara akut.
2. Kesadaran yang menurun dengan disorientasi dan halusinasi olfaktorik dan gastatorik.
3. Perubahan tingkah laku, karena adanya radang pada lobus limbik.
4. Defisit neurologis seperti misalnya :
 Hemiparesis
 Hemianestesia
 Afasia
 Epilepsi jackson
5. Penderita memperlihatkan adanya herpes febrilis bibir
6. Liquor cerebro spinalis
 Pielositosis tetapi <500/mm3 terutama sel-sel limfosit.
 Total protein yang sedikit meningkat.
 Kadar glukosa yang normal.
b. Encephalitis Japanase B
Penderita memperlihatkan
1. Panas mendadak.
2. Nyeri kepala.
3. Kasadaran yang menurun.
4. Bangkitan epilepsi grandmal.
5. Hemiparesis.
6. Krisis okulogenik.
7. Hipertoni dengan bebinski dan klonus postive.
8. Rigiditas deserebri
9. LCS memperlihatkan :
 Pleositosis (<500/mm3 kebanyakan limfosit)
 Glucosa 50 mg% (normal)
 Total protein 80 mg%
 Kultur dari likuor dan darah : negatif
c. Ensephalitis virus coxsackie memperlihatkan
1. Panas
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk
4. Herpangina
5. Epidemic pleurodyri
Prognosis : kematian 35-50%
Sesuatu terdiri dari
1. Kelumpuhan
2. Gangguan extrapiramidal
3. Gangguan penglihatan
4. Retardasi mental
5. Epilepsi

Pengobatan
1. Bila penderita kejang mengggunakan antikonvulsi
a. Diazepam
 <10 KgBB : 0,5-0,75 mg/KgBB/IV minimal 2,5 Kg.
 10-20 KgBB : 0,5 mg/KgBB/IV minimal 7,5 Kg
 >20 KgBB : 0,5 mg/KgBB/IV
b. Phenobarbital
 Neonatus : 30 mg/X/IM
 1 bulan – 1 tahun : 50 mg/X/IM
 >1 tahun : 75 mg/X/IM
2. Hiperpireksia
a. Surface coaling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh darah misal :
 Pada kiri dan kanan leher.
 Ketiak
 Selangkangan
 Daerah proksimal betis dan diatas kepala.
b. Hibernasi dapat diberikan Largaktil 2 mg/KgBB/hari dan Pherergar 4 mg/KgBB/hari
secara IV atau IM dibagi dalam 3 dosis.
c. Antipirektikum bila memungkinkan pemberian PO
 Paracetamol dosis : 10-15 mg/KgBB/dosis
 Asetosal dosis : 65 mg/KgBB/hari (Max : 3,6 gr/hari)
3. Edema otak
a. Injeksi dexametason 0,5 mg/KgBB/hari/IV dibagi dalam 3 dosis atau
b. Mannitol 20% : 1-2 mg/KgBB/Dosis dihabiskan dalam 30-60 detik dapat diulangi
dalam 8-12 jam kemudian
c. Prednison dosis : 0,1 – 2 mg/KgBB/hari/IV dibagi 1-4 dosis.
4. Gangguan cairan dan elektrolit
Dextrose 10% + NaCl 0,9% (perbandingan 3:1)
5. Untuk kemungkinan infeksi sekunder maka diberikan kombinasi antibiotika polifragmasi
 Cefotaxime + ampisilin
 Ampisilin + Khloramphenikol
 Dosis :
 Cefotaxime : 200 mg/KgBB/hari/IV dalam 3-4 dosis
 Ampisilin : 200-400 mg/KgBB/hari/IV dalam 4-6 dosis
 Khloramphenicol :100 mg/KgBB/hari/IV dibagi 4 dosis
6. Obat penunjang misalkan Neutrophyl (piracetam)
Dosis : 30-50 mg/KgBB/hari/Oral/IV (sediaan 400 mg/Cap, 500 mg/tab, 1 gr/amp/5 cc
7. Antivirus : untuk Herpes simplex, Herpes zoster, Varicella, Variola
Acyclovir dosis : 1200 mg/hari dibagi 3-4 dosis atau 30 mg/KgBB/hari/IV dibagi 3 dosis
selama 10 hari.
11. GLOMERULONEPHRITIS AKUT PASCA STREPTOCOCCUS

Kriteria Diagnostik
Sindroma nefrotik yang ditandai dengan timbulnya :
1. hematuria mendadak
2. edema kelopak mata
3. hipertensi
4. oliguri
Penyebabnya adalah streptococcus beta hemolitkus group A (GABHS)

Gejala Klinik
Pada anamnesis :
 Terdapat riwayat infeksi tenggorok atau kulit 2-3 minggu sebelumnya oleh GABHS
 Kencing merah atau berwarna seperti teh pekat
 Edema sekitar mata kemudia menjalar ke daerah tungkai
 kencing berkurag atau tidak kencing sama sekalit tidak ada
 sakit kepala atau sesak nafas
Pada pemeriksaan fisik :
 Tekanan darah meningkat (mulai dari ringan sampai krisis hipertensi)
 Edema pada palpebra atau pada tungkai
 ada infeksi kulit/parut/bekas infeksi kulit
Pada pemeriksaan laboratorium :
 Urine : (hematuria nyata, eritrocyte catst +, oliguria, proteinuria)
 Darah : (laju endap darah meningkat, BUN dan eretinine meningkat, komplemen C3
menurun, ASTO meningkat, GFR menurun)

Menagemen
 Istirahat sampai edema dan hipertensi membaik
 Diet rendah protein dan rendah garam
 Antibiotika untuk GABHS
 Peniciline prociane (penicilin G), dosis 50000 iu/kgBB/hari single dose
 Ampicilin, dosis 100 mg/kgBB/hari
Dibagi 4 dosis
 Erutromycine, dosis : 30 mg/kgBB/hari
Dibagi 3-4 dosis
Pemberian antibiotika diberikan selama 10 hari
 Diuretik bila perlu :
Mis : Furosemide 1-3 mg/kgBB/X/IV atau 2-5 mg/kgBB/Xpo
 Antihipertensi bila perlu mis, catopril dgn pengawasan
Dosis : 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis, diberi 2-4x/perhari
 Bila ada GGA maka dilakukan tatalaksana GGA
12. GUILAIN-BARR SINDROME
(POLINEUROPATI INFEKSIOUS AKUT, POLIRADIKULONEURITIS)
LANDRY’S PARALYSIS

Definisi: polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut, mungkin
terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi.

Gejala Klinis:
1. Dapat terjadi pada semua umur dan terbanyak ditemukan pada usia 4-10 tahun.
2. Biasanya didahului oleh demam atau penyakit saluran pernafasan atas dangastroenteritis
1-3 minggu sebelumnya
3. Berlangsung secara akut atau subakut
4. Berbeda dengan polineuropati lain seperti akibat beri-beri, toksik dsb, pada penyakit ini
kelemahan otot proksimal sama beratnya dengan otot distal.
5. Kadang-kadang kelumpuhan seolah-olah menjalar ke atas dari otot kaki, tungkai,
abdomen, toraks, lengan dan muka : paralisis ascending landry.
6. Otot-otot yang terkena bersifat simetris.
7. Kelumpuhan jenis flaksia dengan refleks tendon yang menurun akan tetapi tidak terdapat
atrofi: kelumpuhan tipe LMN.
8. Gangguan sensibilitas dapat berat, ringan dan tidak terdapat sama sekali.
9. Kelumpuhan dapat dimulai atau didahului oleh hipestesia, anestesia dengan rasa nyeri
atau parestesia.

Pengobatan
1. Istirahat. Bila otot-otot penafasan terkena seharusnya penderita dirawat di ICU karena ia
memerlukan bantuan rentilasi mekanik.
2. Bila otot-otot Bulbar terkena sehingga terjadi kelumpuhan otot terngkorak (trakeostomi)
3. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan elema yang terjadi pada syaraf (anti
inflamasi)
a. Corticotropin (ACTH)→ anti inflamasi a immuno suppresan
Dosis pada anak: IV, IM SC (asrenus).
1,6 units/ KgBB/hari a 50 unit/m2
Dibagi dalam 3-4 dosis
b. Dexametsason dosis: PO,IM a IV 0,08-0,3 mg
Dibagi dalam 2-4 dosis
c. Prednison dosis: 0,1-2 mg / KgBB / hari secara PoaIV
Dibagi dalam 1-4 dosis

Prognosis
- Biasanya perbaikan terlihat dalam waktu 7-10 hari dan penyembuhan sempurna tanpa
gejala sisa. Tetapi terkadang dapat berminggu-minggu a berbulan-bulan.
- Kematian disebabkan kelumpusat otot pernafasan
Pemeriksaan Lab.
- Kadar protein CSF me ( dapat mencapai 200-300 dg per 100 ml)→ CSF berwarna
Xantokrom (kental).
- Peningkatan protein tidak di sertai peningkatan jumlah sel→ Cytologigul albumino
dissocuatim.
- EMG→ Tanda Lesi LMN di saraf penfez.
- KH5 ( Kec. hantar saraf) Normal atau menurun.
13. INFEKSI PADA NEONATUS

A. Infeksi traktus losinarius


Neonatus biasanya menunjukkan gejala:
- Demam
- Tidak mau minum
- muntah
- pucat dan BB menurun

Diagnosa di tegakkan berdasarkan pemerikasaan lesin (hasil biakan lesin). Lekosit dalam
lesin pada neonatus menjadi bersatu bila lebih dari 15/mm3.

Pengobatan
Ampisillin 100mg/kgBB/hari dibagi dalan 4 dosis dikombinasikan dengan bentamisin 3-5
mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Sambil menunggu hasil biakan lesin dan leji resistensi.

B. Osteitis akut
Biasanya diakibatkan metastase dari fokis infeksi staphylococcus ditempat lain (oleh
Staphylococcus aureus).

Gejala klinis Osteitis akut:


- Suhu tubuh meninggi
- Bayi tampak sakit berat
- Lokal terdapat pembengkakan dan bayi menangis apabila bagian yang terkena
digerakkan. Keadaan itu ditemukan pada beberapa tempat dan prediksinya ialah pada
maksila dan peluis

Pengobatan Osteitits akut


1. Lokal : asporasi pus
2. Sistematik: Pemberian antibiotika yaitu kloksasilin dengan dosis 50 mg/ kgBB /hari
secara pasentesal dibagi dalam 4 dosis

C. Pemfigus neonatrium
Staphylococcus dan biasanya bersifat sebagai impetiso Bulosa.

Gambaran klinis
- Mula-mula timbul sebagai vesikel yang jernih kemudian menjadi pasulen yang dikelilingi
daerah yang kemerahan
- Injeksi dapat meluas dan dapat menyebabkan gejala sistematik yang berat.
- Kadang kadang kulit mngelupas dan menjadi desmatitis ekstoliatir (penyakit Reffer)
Pengobatan

1. Penderita di isolasi dan dirawat secara asepsis


2. Lokal: di cuci dengan larutan kalikus Permarganas
3. Bila diinsisi dan lesi kulit yang ringan cukup diberi pengobatan lokal dengan selep
Neomosin dan Basitrasin
4. Antibiotika: Kloksasolin 50-200mg/kgBB/hari Dibagi dosis dalam 4 dosis.
14. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA ANAK

Definisi: keadaan dimana ada pertumbuhan dan perkembangan bakteri dalam saluran kemih
dalam jumlah yang bermakna yaitu bila lesine segar, pagi bangun tidur yang dikumpulkan
dengan cara porsi tengah dikultur, tumbuh jumlah koloni atau terdapat ˃ 100.000 bakteri/ml
urin.

Kriteria bakteriuria bermakna


a. Ditemukan 100.000 koloni/ ml urin pada 2 kali biakan berturut.
b. Ditemukan 100.000 koloni/ ml urin disertai leukosit urin > 10/ mm 3 (poliuria) dari urin
tanpa sentrifugasi
c. 100.000 koloni/ ml urin disertai gejala ISK
d. 10.000 koloni/ ml urin dari urin yang berasal dari air.
e. Adanya bakteri (berapapun) dari biakan urin yang berasal dari aspirasi suprapubic.

Gejala Klinis
Pada masa neonatus
- Panas atau hipotermi
- Menolak minum
- Muntah
- Berat badan tidak naik dengan baik
- Hematuria
- Tanda – tanda sepsis dll

Pada masa bayi


- Panas yang tidak dapat diungkapkan sebabnya
- Tidak ada nafsu makan
- Haus
- Urin bau busuk
- Diaper rush yang menetap
- Bisa teraba tumor abdomen
- Gelisah
- Rewel
- Kejang
- Unexpleined jaundice
- Failure to thrire
- Hematuria dsb

Pada masa anak prasekolah


- Panas
- Muntah dan diare
- Nyeri pada perut
- Gangguan miksi (disuria, day time enuresis, nokturnal, enuresis, kencing tidak bisa
ditahan).
- Urin bau busuk
- Anoreksia
- Tidak bergairah
- Cepat lelah

Pada masa anak sekolah


- Panas tinggi dan menggigil
- Costovertebral pain
- Flank pain (sakit daerah sudut antara iga dan tulang-tulang belakang)
- Gangguan miksi
- Malaise
- Hipertensi
- Edema pada mata
- Anemia
- Hematuria
- Kejang
- Failure to thrine dsb

Terapi
1. Antibiotika untuk infeksi saluran kemih tanpa penyulit tdd
a. Ampicilin dosis 50-100 mg/kgBB/hari/IV/PO dibagi dalam 4 dosis (diberikan selama
7-10 hari)
b. Amoxicilin dosis: 30-50 mg/kgBB/hari/IV/PO dibagi dalam 3 dosis.
c. Trimethroprim. Sulfametsoxazole
Dosis Trimethroprim: 6-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis (8mg/kgBB/hari)
Sulfametroxazole: 30 mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis
Sediaan cotrimoxazole:
Tablet: 400 mg sulfametroxazole + 80 mg TMP
Tablet forte: 800 mg SMZ + 160 mg TMP
Suspensimpen 5 ml (cth): 200 mg SMZ + 40 mg TMP

2. Infeksi yang berat atau infeksi yang berulang


a. Cotrimoxazole (SMZ+ TMP)
b. Nitrofurantoin ( sediaan 50 mg/ kapsul)
Dosis : 5-7 mg/kgBB/hari/ oral dibagi dalam 4 dosis ( dosis maksimum : 400mg/hari)
Kontraindikasi pada
 Bayi umur 1 bulan
 Anuria, oligouria
 G6PD defisiensi
 Gangguan ginjal berlarut
c. Hexamin
d. Antibiotika yang berspektrum luas misalnya
 Gentamycine
Dosis: 2,5 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis atau 5-7,5 mg/kgBB/hari/IV singledose.
 Erythromycine
Dosis: 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
 Nalidixic acid
Dosis: 25-50 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis
Dosis ( kontraindikasi infant (3bulan))
Lama pengobatan 5-15 hari. Pengobatan jangka panjang hanya bersifat pencegahan.
15. KEJANG DEMAM

Definisi: bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan umur 6 bln- 4 tahun.

Manifestasi klinis:
1. Bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP misalnya tonsilitis,
otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dsb.
2. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam.
3. Kejang berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik.
4. Umumnya kejang berhenti sendiri dan begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Kriteria livingston untuk kejang demam sedehana


1. Umur naka ketika kejang antara 6 bulan- 4 tahun
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
livingston diatas  digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh demam dimanapun epilepsi
yang diprovokasi oleh demam mempunyai suatu dasar yang menyebabkan timbul nya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam didalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam
3. Kejang yang berlangsung lama tau fokal.
Apabila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor diatas maka dikemudian hari akan mengalami
serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibandingkan bila hanya terdapat 1 atau tidak
ada sama sekali faktor tersebut diatas , serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja.
Penanggulangan:
Ada 4 faktor yang perlu dikerjakan untuk penanggulangan kejang demam yaitu:
1. Memberantas kejang secepat mungkin
2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumatan
4. Mencari dan mengobati penyebab

1. Memberantas kejang secepat mungkin


a. Skema pemberantasan kejang dengan diazepam intravena
Penderita datang dengan kejang

Diazepam (kecepatan pemberian 1 mL/per menit dan mg per menit  pada bayi )
Dosis BB L 10 kg : 0,5-0,75 mg/kg BB
(minimal 2,5 mg dalam semprit)
BB 10-20 kg: 0,5-0,75 mg/ KgBB (minimal 7,5 mg dalam sempit)
Berat badan > 20 kg : 0,5 mg/ kgBB
Dosis rata-rata yang terpakai : 0,2 mg/KgBB/ kali
Dengan maksimum 5 mg  usia kurang dari 5 tahun
maksimum 10 mg usia > 5 tahun

kejang (-)
15 menit kejang (+)
- Neonatus: 30 mg IM 1 bulan Diazepam senIV
-1 tahun: 50mg IM dosis sama
Dosis awal Fenobarbital : - >1 tahun 75 mg IM 15 menit kejang (+)

Dosis rumatan 4 jam kemudian Diazepam ser IM


Dosis: hari I dan II : 8-10 mg? Kg BB / hari dibagi dosis dosis sama
Hari berikutnya: 4-5 mg/ kg BB / hari dibagi dalam 2 dosis kejang (+)
Pherobarbital a
Paraldehide 4% ser
IV

Catatan: penekanan pada pusat penafasan dan hipotensi pada pemakaian sizepam terutama
terjadi bila sebelumnya telah medapatkan fenobarbital.
b. Skema Pemberantasan Kejang dengan Diazepam Perektal

Pendeita datang dengan kejang



Diazepam Perrektal
(sediaan 5 mg dan 10 mg dalam rektiol)
Dosis BB<10 kg: 5 mg
BB> 10 kg : 10 mg
Rata-rata pemakaian : 0,4-0,6 mg/ kgBB
↓15 menit kejang (+)
Diazepam perrektal
Dengan dosis yang sama
↓15 menit kejang (+)
Diazepam secara iv
Dengan dosis : 0.3 mg / kg BB

Cara pemeberian
- Anak/ bayi dalam posisi menungging / miring
- Dengan rektiol yang ujungnya di olesi veseline, dimasukkanlah pipa salwan keluar rektiol
ke rektum sedalam 3-5 cm
- Rektiol dipijat sehingga kosong betul
- Selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara menempatkan kedua
musculus Glutius

Catatan: cara pemberiam diazepam melalui rektum merupakan cara yang mudah, sedehana
dan efektif serta dapat dilakukan oleh orang tua pasien dan tenaga lain yang mengetahui
dosisnya dibandingkan dengan pemberian secara IV, cara ini lebih baik oleh karena
pemberian diazepam secara IV pada anak yang kejang seingkali menyekitkan.

Dosis paraldehide sebagai antikonvulsan


Pada anak: 0,15 mg/ Kg BB / dosis secara Po, IV dapat diulang sekali lagi setelah 4 -6 jam
Pada dewasa: 5-10 mL perdosis
Sediaan paraldehide: cairan: 1 gram/mL
c. Skema pemberantasan kejang

Dengan Ferobarbital
Penderita datang dengan kejang

Pherobarbital IM
Dosis awal : Neonatus: 30 mg
1 bulan-1 tahun : 50mg
>1 tahun : 75 mg
↓ 15 menit kejang (+)
Pherobarbital IM
Dosis Neonatus : 15 mg
1 bulan-1 tahun: 30 mg
>1 tahun : 50 mg

Hasil yang terbaik ppembeantasan kejang dengan Ferobarbital adalah apabila terdapat /
tersedia Ferobarbital yang dapat diberikan secara intravena.
Dosis: 5 mg/kgBB pada kecepatan 30 mg/ menit

d. Skema pemberantasan kejang dengan difenilhidantoin

Kejang

Difenilhidantoin dosis 18 mg/kgBB dalam infus dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg /
menit (kecepatan 1 mg/kgBB/ menit)
Efek difenilhidantoin menggangu frekuensi / irama jantung tetapi tidak mengganggu
kesadaran dan tidak menekan pusat pernafasan.

*Apabila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat tesebut diatas  ICU untuk
diberikan anestesi umum dengan tiopental oleh seorang ahli anestesi.

2. Pengobatan penunjang:
- Semua pakaian yang ketat dibuka dan posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung.
- Perhatikan vital sign
- Cairan IV sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk kelainan metabolik dan
elektrolit.
- Bila terdapat tanda peningkatan TIK jangan diberikan cairan dengan kadar Na yang
terlalu tinggi
- Bila suhu meninggi (hiperpieksia)
 Kompres es atau alkohol 70%
 Obat hibernasi:
a. Klorpromazin 2-4 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis (IM/IV)
b. Prometazin 4-6 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan (IM/IV)
- Untuk mencegah terjadinya edema otak
Contoh: dexametason 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
Atau cara lain: secara Po,IM atau IV
Dosis awal: 1-2 mg/kg BB
Dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/ hari dibagi 4-6 dosis (setiap 4-6 jam)
sampai keadaan membaik.

3. Pengobatan Rumat
Setelah kejang berhenti dengan diazepam

Fenobarbital secara IM dosis awal untuk
Neonatus: 30 mg
1 bulan- 1 tahun:50 mg
 1 tahun: 75 mg
↓4 jam kemudian
Dosis rumatan
8-10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 2 hari

4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Catatan:
- Selama keadaan belum memungkinkan maka antikonvulsan diberikan secara suntikan dan
bila telah membaik di tuliskan secara peroral
- Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan penderita

Pengobatan rumatan ini dibagi atas 2 bagian


1. Profilaksis intermiten
2. Pofilaksis jangka panjang

1. Profilaksis intermiten
 membeikan campuran obat antikonvulsan dan antipietik yang harus diberikan kepada
anak bila menderita demam lagi.

Obat-obat yang digunakan adalah


- Fenobarbital
Dosis: 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis
 Merupakan obat antikonvulsan yang mempunyai akibat samping paling sedikit
- Aspirin
Dosis: 60 mg/tahun/kali  3 kali sehari
Untuk bayi usia < 6 bulan  10 mg/bulan/kali  3X sehari
Obat yang kini lebih ampuh dan banyak digunakan untuk mencegah terulangnya kejang
demam sederhana adalah: diazepam, baik diberikan secara ektal maupun p.o pada waktu
anak mulai teasa panas.
Dosis: 0,2- 1 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Atau secara perrektal dosis: < 10 kg: 5 mg; > 10kg: 10 mg
Sediaan: 2 mg; 5 mg/tab; 2mg/cth; 10 mg/amp; 5 mg dan 10 mg perrektal
Contoh: valium, stesolid, dan valisande.
Pengobatan profilaksis intermiten sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sederhana sangat kecil sekitar umur 4 tahun

2. Profilaksis jangka panjang


 untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah
penderita untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.
Diberikan pada keadaan:
a. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
b. Pada semua kejang demam yang mempunyai ciri:
- Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali.
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit , bersifat fokal atau diikuti kelainan
saraf yang sementara atau menetap
- Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang besifat genetik pada orang tua
atau saudara kandung.
- Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang
berulang atau kejang demam pada bayi berumur < 12 bulan.

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang


1. Fenobarbital dosis: 4 – 5 mg /KgBB/ hari
Efek samping pemakaian jangka panjang
- Anak menjadi hiperaktif
- Perubahan siklus tidur (suka tidur)
- Kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur
2. Sodium valproat/asam valproat (epilin, depakena)
Dosis: 20- 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
 Hasil lebih baik dari fenobarbital harga jauh lebih mahal dari fenobarbital
Gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis
3. Fenitoin (dilantin)
 Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukan gangguan sifat
hiperaktif (sebagai pengganti fenobarbital)  hasil tidak atau kurang memuaskan.
Dosis. Neonatus: 5 mg/kgBB/hari seara P.O atau IV 1-2 X/hari
0,5-6 tahun: 8-10mg/kgBB/hari
7-9 tahun: 6-8 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis
10-16 tahun: 6-7 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis
Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang dilanjutkan sekurang-
kurangnya 3 tahun. Menghentikan pemberian antikonvulsan harus perlahan- lahan
dengan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
- Penyebab dari kejang demam biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan
otitis media akut  pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
- Secara akademis, anak yang datang pertama kali dengan kejang demam, perlu di
pungsi lumbal  untuk menyingkirkan faktor injeksi didalam otak: meningitis.
- Pada penderita dengan kejang lama perlu dilakukan pemeriksaan:
a. Pungsi lumbal
b. Darah lengkap misalnya KGD, kalium, magnesium, Ca, Na, Nitrogen, dan Faal
hati

Pemeriksaan khusus
- X foto tengkorak
- Elektroensefalografi
- Ekoensefalografi
- Brain scan
- Pneumoensefalografi
- Arteriografi

Obat antikejang yang lain


1. Panaldehid: 0,1-0,3 mg/kgBB/ IV/IM/rectal
2. Asam valproat : 20-40 mg/kgBB/supp/syrp NGT
3. Lidokain: 2-3 mg/kgBB/IV
16. INTOKSIKASI BOTULISME

Definisi: suatu bentuk keracunan akibat memakan makanan yang mengandung toksin botulin
(neurotoksin) yang dihasilkan oleh clostridium botulinum.
Tiga macam tipe bakteri botulisme yang sering mengenaimenusia yaitu:
1. Tipe A: terdapat dalam makanan kaleng, sayur dan buah buahan, daging, dan ikan.
2. Tipe B: terdapat dalam daging terutama daging babi
3. Tipe E: terdapat pada daging ikan yang tidak dimasak (mentah).

Gejala Klinis:
- Dimulai setelah 12-36 jam termakan toksin (kadang 2-18 hai) bisa berkembang cepat.
- Makin cepat makin berat
- Mual muntah, lemah, vertigo
- Rasa kering dimulut dan tenggorokan, sakit menelan
- Mata kabur, diplopia (double visim)
- Otot pernafasan lemah
- Lemah/paralisis otot-otot lain
Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran normal sampai somnolen
- Midriasis, efleks pupil melemah
- Ptosis (kelumpuhan otot kelopak mata)
- Nyeri sendi
- Mucosa mulut dan lidah kering
- Distensi abdomen/ peristaltik lemahh atau hilang, konstipasi
- Retensi urin
- Obstruksi jalan nafas/ infeksi sekunder di paru
- Refleks normal kecuali bila paralisis

Prognosis
Angka kematian tinggi
Strain A: 60-70%
Strain B: 10-30%
Strain E: 30-50%

Pengobatan:
1. Perbaiki jalan nafas dan bila terdapat obstruksi jalan nafas  bila perlu trakeostomi/
espiator mekanik
2. Lakukan bilas lambung
3. Berikan antitoksin: trivalen (ABE) antitoksin botulin terhadap tipe A dab B masing-
masing 100.000 unit, tipe E: 10.000 unit  diberikan secara IV (ditest dahulu)
4. Bila terdapat infeksi sekunder atau sebagai profilaksis  berikan antibiotik golongan
penisilin.
17. KERACUNAN INSEKTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT

Termasuk dalam golongan ini adalah:


1. TEPP menghambat enzim kolinesterase
2. Paraoxon
3. Dimefox
4. Sehradon
5. Parafsion
6. Systox
7. Potosan
8. EPN
9. Malatsim
10. Sumitsion
11. Diazinon
12. Caboryl
golongan ini termasuk dalam karbamat dimana cara kejanya
13. Baygon
serupa dengan organophospat
14. carbamult

Gejala Keracunan:
1. Gejala Muskarinik
a. hipersekresi kelenjar keringat, air mata, air liur, saluan pernafasan dan saluran
pencernaan.
b. Dapat ditemukan gejala nausea, muntah
c. Nyeri perut
d. Diare
e. Inkontinensia alvi dan lenin
f. Bronkokonstriksi
g. Miosis tidak selau ditemukan
h. Bradikardi
i. Hipotensi pada keracunan berat paratsion hipertensi  gejala sejak diatas terjadi
sebagai akibat inhibisi kolinesterase yang didalam susunan saraf berfungsi
menghentikan asetilkolin dimana asetilkolin ini berfungsi sebagai pengantar rasangan
saraf.

2. Gejala Nikotinik
a. Troitahing dan fasikulasi otot lurik serta kelemahan otot
b. Dapat pula ditemukan gejala sentral seperti:
- Ketakutan
- Gelisah
- Gangguan pernafasan
- Gangguan sirkulasi (kolaps vaskular)
- Tremor dan kejang
Kemungkina keracunan organophosphat harus dipikikan bila kita berhadapan dengan
penyakit akut tanpa demam dengan gejala nyeri perut, muntah, kejang, hipeaktivitas susunan
saraf, kolaps vaskular dengan gejala yang tidak jelas dan apabila ditemukan gejala
muskarinik dan nikotinik
 Gejala biasanya timbul setelah 1-6 jam kepada insektisida penyebab.

Pengobatan
1. Pelarut golongan organophosphat yang terminum atau diminumkan

Air Minyak tanah


(dipertanian) (+_ 98%)

Dilakukan tindakan cuci


Tindakan untuk memuntahkan
lambung atau membuat
atau cuci lambung sebaiknya
penderita muntah
dihindari utnuk mencegah
timbulnya pneumonia aspirasi

2. Pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan
3. Bila racun mengenai kulit atau mucosa mata bersihkan dengan air
4. Pengobatan dengan atropin
Berikan atropin smapai timbul tanda tanda atopinisasi
Cara pemberian:
Atropin
Dosis: 0,015-0,05 /kgBB secara IV
Dapat diulang setiap 5-10 menit
Gejala atropinisasi
a. Muka merah
b. Mulut keirng
c. Takikardia
d. Midriasis
Kemudian diberikan dosis rumatan untuk mempertahankan atropinisasi
ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis
0,25 g secara IV sangat perlahan-lahan untuk melaui IVFD.
5. Pegobatan simtomatik dan suportif.
18. KERACUNAN INSEKTISIDA GOLONGAN ORGANOKLORIN

Termasuk dalam golongan ini:


1. DTT
2. Dieldin
3. Endrin
4. Chlordane
5. Aldin dsb
Kelimanya umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam kerosen, minyak tumbuh
tumbuha, alkohol dan benzena.  bekerja pada SSP yaitu terutama dibatang otak, serebelum
dan korteks serebri.

Gejala klinis:
1. Bertambahnya aktivitas vitasi dan peninggian sensitivitas.
2. Agresif disusul oleh kelemahan dan kelumpuhan otot dan dapat timbul kejang pada
hewan percobaan.
Pada manusia tanda keracunan akut ialah:
1. Muntah
2. Nyeri perut disertai diare yang terjadi sesudah 1-2 jam
3. Parastesia dari bibir, lidah dan muka.
4. Malaise
5. Nyeri kepala
6. Sakit tenggorokan
7. Tremor ataksia
8. Kejang tonik dan klonik yang dapat disertai koma pada keadaan keracunan yang
berat merupakan gejala utama
9. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi fibrilasi ventrikel dan kematian
mendadak  kematian akibat terhentinya pernafasan karena kelumpuhan medula
oblongata.
Gejala intoksikasi kronis  pada pekerjaan yang bekerja dengan organoklorin
1. Neiropati perifer
2. Parastesia
3. Hipotonia dan kelemahan otot
4. Anemia aplastik
 Kematian oleh karena nekrosis hati

Pengobatan:
1. Tindakan cuci lambung dengan NaCl fisiologis atau membuat penderita muntah bila
pelarut oganoklorin bukan minyak tanah tetapi air.
2. Bebaskan jalan nafas terhadap sekret, mukus saluran nafas atau air ludah. Pernafasan
buatan bila terjadi depresi pernafasan.
3. Bila terjadi kejang  diazepam
4. Pengobatan simtomatik dan suportif:
Misal makanan tinggi karbohidrat dan vitamin B kompleks.
19. KERACUNAN JENGKOL

Gejala klinis:
Disebabkan hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat saluran kemih. Keluhan timbul 5-
12 jam setelah makan jengkol. Tercepat 2 jam dan terlambat 36 jam.
Gejala kejengkolan:
1. Rasa nyeri (kolik) didaerah pinggang/ daerah pusat kadang-kadang disertai kejang.
Kadang disertai muntah.
2. Perasaan nyeri sewaktu berkemih, kencing sedikit0sedikit sampai terjadi anuria. Kadang-
kadang hematuria.(+).
3. Nafas dan urin bau jengkol

Gejala pada keracunan berat:


1. Nyeri didaerah ginjal (kolik)
2. Kencing sakit kadang berbangkit-bangkit
3. Kembung, mual, muntah, flatus dan defekasi (-).
4. Anuria
Pada anak gejala yang sering didapat adalah infiltrat urin pada panis, skrotum yang dapat
meluas sampai didaerah suprapubik dan regio inguinal.
Pengobatan
a. Gejala ringan seperti muntah, sakit perut/pinggang
1. tidak perlu dirawat
2. banyak minum
3. berikan Na Bikarbonat (4 tablet)
b. gejala berat, oliguri, hematuri, anuria, tidak dapat minum
1. penderita dirawat
2. IVFD Dextrose 5 %+ Na Bikarbonat
Dosis Na. Bikarbonat untuk dewasa dan anak  2-5 mEg/kgBB diberikan secara
infus selama 4-8 jam
3. Bila terdapat infeksi sekunder antibiotika.
20. KERACUNAN KLORPROMAZIN

Klorpromazin mempunyai efek:


1. Antimietik
2. Simpatolitik
3. Hipotensi
4. Hipometabolik dan hipotermik ringan
Dosis obat yang menyebabkan kematian yang pernah dilaporkan:
a. Kematian bayi umur 16 bulan menelan 750 mg
b. Anak umur 4 tahun  menelan 350 mg
c. Anak umur 3 tahun  menelan 800 mg
d. Oang dewasa berumur 40 tahun  menelan 2 gram

Gejala keracunan
1. Depresi susunan saraf pusat dari mengantuk sampai koma dan anekefsia
2. Hipotensi, takikadi, hipotermi dan miosis
3. Tremor, spasme otot, kaku otot dan kejang , gejala ekstrapiramida.
4. Hipotonia otot, sukar menelan atau bernafas dan sianosis
5. Kegagalan pernafasan dan atau kolaps vasomotor

Pengobatan
1. Melakukan cuci lambung, dapat dilakukan walaupun sudah lebih dari 4 jam menelan obat
karena motilitas lambung berkurang.
2. Pada renjatan berat dapat diberikan fenilefrin  jangan diberi adrenalin karena dapat
menimbulkan efek vasodepresan.
Dosis pada anak: 5-20 mg/kgBB perdosis secara Ivsetiap 10-15 menit. Dapat diberikan
melauli IVFD 0,1-0,5 mg/kgBB/menit, dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan efek yang
diinginkan (misalnya: berdasarkan tekanan darah)
Dosis pada dewasa: 0,1-0,5 mg/dosis setiap 10-15 menit dilanjutkan dengan IVFD 100-
180 mg/menit dititrasi sesuai dengan efek yang diinginkan.
3. Berikan cairan dan elektrolitbila perlu
4. Oksigen dan pernafasan buatan bila perlu
5. Penderita diselimuti dan ruangan dipanaskan dengan lampu
6. Pada kasus berat  pertimbangkan transfusi tukar tindakan hemodialisa tidak berguna
karena terdapat ikatan yang kuat dengan protein plasma.
21. KERACUNAN MINYAK TANAH

Gejala klinis: gejala keracunan minyak tanah dapat dibagi dalam gejala inhalasi dan gejala
akibat minyak tanah yang terminum:
Gejala inhalasi dapat menimbulkan gejala euforia yang menyerupai intoksikasi alkohol.
1. Gejala iritatif terhadap faring, esofagus, lambung, dan usus halus dapat menyebabkan
perasaan terbakar pada mulut, tenggorok, esofagus dan ulkus pada mukosa.
2. Gejala vibrilasi ventrikel (jarang) sebagai akibat sensitisasi jantung terhadap katekolamin
eksogen dan endogen ( epinefrin dan norephinephrin).
3. Gejala pada SSP berupa mengantuk atau koma yang terjadi segera setelah terminum
minyak tanah.
4. Gejala pada paru-paru berupa bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi brecheobronchial
Kematian biasanya timbul sebagai akibat asfiksia
5. Gejala inhalasi : euforia seperti intoksikasi alkohol
6. Keracunan berat: albuminomia
Pengobatan
Obat yang dapat menimbulkan muntah kontraindikasi mutlak. Juga sebaiknya hindari
mengingat bahaya inhalasi yang dapat ditimbulkan selain bahaya iritasi ulang.
Pemakaian adrenalin dihindarkan oleh karena myocardium sudah sensitif terhadap
keracunan minyak tanah.
Dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Alkohol dan minyak mineral jangan diberikan  mempermudah absorbsi minyak tanah
Terapi yang sebaiknya:
1. Terapi suportif
2. Pemberian O2
3. Kalau perlu pasang IVFD
4. Berikan antibiotik sebagai profilaksis
5. Bila gejala depresi SSP jelas telihat  berikan caffein
P.O : caffein ertrate dan benzoat.
IV: Caffein benzoat
Dosis awal : 10 mg/kgBB/hari dilanjutkan dengan
Dosis pemeliharaan : 5-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis
22. KERACUNAN SINGKONG

Penyebab keracunan adalah HCN dimana HCN ini ialah suatu acun kuat yang menyebabkan
asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi kejaringan dengan jalan mengikat enzim
sitokrom oksidase. Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap
tinggal didalam pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya
oksihemoglobin.

Gejala klinik:
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah anak makan singkong:
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.
2. Sesak nafas dan sianosis
3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun, dari apatis sampai koma.
4. Renjatan

Diagnosa: biasanya orang tua anak menceritakan timbulnya gejala tersebut diatas setelah
anak makan singkong.

Pengobatan:
1. Bila makanan diperkirakan masih ada si dalam lamnung ( kuang dari 4 jam setelah makan
singkong)  pencucian lambung atau membuat penderita muntah
2. Diberikan antidotum yaitu natrium tiosulfat 30% sebanyak 10-30% secara intravena
perlahan atau bila sulit dilakukan dapat dengan intramuskular
Cara pemberian Na Tiosulfat
Na Tiosulfat 10 mL secara IV
Periksa keadaan penderita apakah
Sudah Pulih atau belum dengan
cara mencubit pasien

Bila belum pulih

Suntikkan secara intravena 10 ml Na Thiosulfat yang kedua dst.


3. Sebelum pemberian Na Thiosulfat (selama mempersiapkan obat tersebut) pada penderita
dapat diberikan amilnitrit secara inhalasi.
4. Bila timbul sianosis  berikan O2

Pencegahan
Jangan memakan singkong beracun atau rendamlah singkong tersebut terlebih dahulu dalam
waktu lama (satu malam sebelum dimasak) dengan terlebih dahulu dikupas dan dipotong
kecil-kecil  oleh karena HCN larut dalam air.
23. MALARIA

Definisi : Penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa
kronis yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia
dan splenomegali.

Etiologi :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
Tertiana
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium Malariae (kuartana)

Gejala Klinis :
Masa inkubasi dari ke-4 spesies berbeda beda :
1. Plasmodium falciparum : 9-14 hari
2. Plasmodium vivax : 12-17 hari
3. Plasmodium malariae : 30-40 hari
4. Plasmodium ovale : 12-17 hari
Secara umum gejala pada serangan malaria berupa :
1. Stadium dingin (cold stage)
 Dimulai dengan menggigil dan rasa kedinginan
 Gigi menggeletuk
 Bibir dan jari2 tersebut sianotik
 Kulit terlihat kering dan pucat
 Bisa terjadi muntah dan kejang.
2. Stadium Panas (Hot stage)
Terjadi setelah stadium dingin berlalu.
 Muka merah
 Kulit kering dan terasa terbakar
 Sakit kepala meningkat
 Mual dan muntah sering terjadi
 Perasaan haus yang amat sangat
 Temp bisa mencapai 410C >
Berakhir dalam 2-6 jam
3. Stadium berkeringat (ke sweating stage)
 Penderita mengeluarkan keringat yang banyak.
 Suhu menurun bisa mencapai dibawah normal
 Biasanya penderita jatuh tertidur dan setelah bangun terasa lemas.
Berlangsung 2-4 jam
Serangan ini akan berulang yang jaraknya tergantung pada spesies dari plasmodium. Pada
saat permulaan jarak serangan ini masih belum teratur tetapi biasanya periode serangan ini
akan mulai sinkron setelah 5-7 hari.
Pada bayi dan anak yang tidak imun yang mendapat serangan pertama biasanya gejala klinik
bervariasi :
 Mula mula anak terlihat lemas dan lemah
 Menolak untuk makan
 Mengeluh sakit kepala dan mual
 Bisa dijumpai kulit menjadi pucat dan pada kasus berat kuku terlihat pucat dan sianose
bisa dijumpai.
 Pada saat temp naik, perasaan haus terlihat anak yang dalam masa menyusui biasanya
akan sering sering menghisap puting susu ibu, tapi segera dilepas kembali., mungkin oleh
karena perasaan mual.
 Batas antara stadium dingin dan menggigil tidak jelas
 Muntah biasa terjadi pemberian obat sulit, kemudian cairan ataupun makanan bisa
menderita dehidrasi berat.
 Temp bervariasi, bisa moderate tetapi umumnya tinggi- 400C, kontinue dan ireguler dan
bisa dijumpai adanya kejang.
 Dijumpai adanya anemia
 Hepatosplenomegali.

Pengobatan :
1. Non spesifik  Supportive treatment.
 Bila dehidrasi dan shock cairan intravena
 Anemia bila perlu dapat dikoreksi dengn transfusi darah.
 Alguria dan anemia cairan IV dan diuretika.
Kebutuhan cairan , elektrolit dan pemberian kalori harus menjadi perhatian pada anak
yang menderita malaria.
2. Pengobatan Radikal
Obat obat yang digunakan untuk pengobatan malaria dapat bertindak sebagai :
 Primary tissue Schizontoides, obat yang bekerja pada fase pre erositer (ekso eritrosit
primer)  Primaquine
 Blood Schizontoidesbekerja terhadap fase eritrositer.
Contoh :
 Chloroquine
 Amodiaquine
 Quinine
 Metloquine
 Proquanil
 Artemisinin
 Artesunate
 Artemether
 Arteether
 Tetracyclin
 Gametoide obat yang dapat merusak bentuk gametosit didalam darah. (Primaquine)
 Sporontoides obat yang mencegah sporogeni dan multiplikasi parasit ditubuh
nyamuk. (kloroguanid dan pyremethamine)
 Secondary tissue Schizontoides obat yang dapat merusak ekso eritroster sekunder
(Primaquine).

Obat Anti Malaria ditunjukan untuk


1. Protective
2. Curative
3. Prevention of Transmission
Pengobatan Malaria Akut
Untk mendapatkan dosis anak, dosis dapat dicari dengan menggunakan tabel dibawah ini :
BB Umur % dosis dewasa
3,2 Newborn 12(1⁄8)
4,5 2 bulan 15(1⁄6)
6,5 4 bulan 20(1⁄5)
10,0 1 tahun 25(1⁄4)
15,0 3 tahun 33(1⁄3)
23,0 7 tahun 50(1⁄2)
40,0 12 tahun 75(3⁄4)

Malaria Sensitve Terhadap Klorokuin


1. Klorokuin
Pada hari I  dosis 10mg/kgBB  5mg/kgBB.
6 jam kemudian

Pada hari II  Dosis 5mg/kgBB


Pada hari III Dosis 5mg/kgBB
Pada hari IV Dosis 5mg/kgBB ( bila dibutuhkan )
Pada Hari V-VII  Dosis 5mg/kgBB (bila dibutuhkan).
Catatan : Klorokuin biasanya dikombinasikan dengan pirimetamin 50mg dan primakuin
45mg yang bersifat sporontoide dosis dewasa.
2. Amodiakuin (1 tablet mengandung 200mg base) termasuk satu grup dengan
klorokuin.
Dosis Pemberian Oral ( pada dewasa)
Pada hari I  Amodiakuin 600mg (base)
Pada hari II  Amodiakuin 400mg
Pada hari III 400mg
Pada hari IV 400mg (jika dibutuhkan)
Pada hari V-VII  400mg (jika dibutuhkan)
Total dosis : 1400-1800 mg, bisa lebih kalau dibutuhkan.
3. Quinine
Dosis pemberian oral (dewasa)
Pada hari I  600mg (salt)  600mg pada 6 jam kemudian  600mg pada 8 jam
berikutnya.
Pada hari II 600mg diberikan 3x/hari
Pada hari III 600mg diberikan 2x/hari
Pada hari IV 600mg diberikan 2x/hari
Pada hari V-VII 600mg diberikan 2x/hari.
Dosis Quinine utk anak : 30mg/kgBB/hari/PO dibagi dalam 3 dosis selama 3-7 hari
dengan bersamaan obat anti malaria lain.
Dosis utk dewasa : 650mg/dosis secara PO diberikan 3x/hari selama 3-7 hari bersama
obat anti malaria lain.

Untuk Pengobatan Malaria Palcifarum yang Resisten terhadap Klorokuin maka dapat
digunakan :
1. Fansidar (sulfadoksin + pyrimethamine)
Dosis 0-4 tahun : ½ tablet/hari
4-6 tahun : 1 tablet/hari
7-9 tahun : 1 ½ tablet/hari
10-14 tahun : 2 tablet/hari
Dewasa : 3 tablet/hari dosis tunggal
2. Kombinasi Sulfas kuinin 3x650 mg sehari selama 14 hari dan pyrimethsamine 3x25mg
selama 3 hari.
3. Meflokuin (4-kuinilin metanol)
Dosis 500-1500mg dosis tunggal sebaiknya di kombinasikan dengan pyrimethamine,
fansidar mencegah timbulnya resistensi terhadap meflokuin dengan cepat.
Dosis meflokuin : 15-29 mg/kgBB/oral diberikan 2x sehari dan bisa dosis tunggal.
4. Artemisinine (Qinghaosu)
dosis dewasa : 2,5-3,2 gram
5. Halofantrin
Dosis anak : 8-10mg/kgBB/6jam (total 24mg/kg)
Dosis dewasa >12 tahun : 500mg/6jam (dosis total : 1500 mg)
Dosis 3x250 mg sehari selama 3 hari
 Dapat menyembuhkan malaria falciparum
 Merupakan pengobatan radikal (membunuh segala btk parasit didalam tubuh
manusia).

Cara Pengobatan Malaria yang lain :


1. Malaria falciparum
a. Sensitive terhadap klorokuin
Pengobatan radikal
Pada hari I klorokuin 10mg/kgBB
Pada hari II klorokuin 10mg/kgBB
Pada hari III klorokuin 5mg kgBB
Pada hari IV-V klorokuin 5mg/kgBB (bila dibutuhkan)
Kemudian diberi primakuin 45mg atau piremetamin 50mg dosis dewasa (utk anak
lihat di tabel)
b. Resisten terhadap klorokuin

Pengobatan radikal
i. Kombinasi Kuinin sulfat 650mg
+
Sulfadoksin 1000mg
+ Fansidar 2 tablet
Pirimetamin 50mg
+
Primakuin 45mg
ii. Kombinasi Sulfadoksin 1000mg
+ Fansidar 2 tablet
Pirimetamin 50mg
+
Primakuin 45mg
 Dosis tunggal
iii. Bila Sulfadoksin dan Pirimetamine tidak ada
Kuinin Sulfat 2x 650mg/hari minimal 4 dosis kemudian
dilanjutkan dengan cotrimoxazole 2x/hari selama 5hari kemudian
primakuin 45 mg.

2. Malaria Vivax, Ovale dan Malriae


Pengobatan radikal
Pada hari I klorokuin 10mg.kgBB
Pada hari II klorokuin 10mg/kgBB
Pada hari III klorokuin 5mg/kgBB
Pada hari IV-V klorokuin 5mg/kgBB (bila dibutuhkan)
 Kemudian diberikan primakuin 15mg/hari selama 5-
14hari.

Obat obatan Untuk Pencegahan Malaria yang lain


1. Klorokuin 300mg (basa) 1x/minggu atau Amodiakuin 400mg1x/minggu dosis tunggal.

2. Kombinasi Klorokuin 300mg (basa) Diberikan 1x/minggu dan diteruskan sampai


+ 8minggu setelah meninggalkan daerah endemik
malria dosis dewasa
Primakuin 45mg (basa)
3. Kombinasi Klorokuin 300mg (basa)
+
Primakuin 45 mg (basa)
+
DDS(dapson) 25mg 1x/hari dan diteruskan sampai 1bulan meninggalkan
daerah endemik malaria  dosis tunggal.
4. Kombinasi Sulfadoksin 1000mg
+ Fansidar 2 tablet  diberikan 1x/minggu
Pirimetamine 50mg
Atau fansidar 3 tablet diberikan 1x/bulan  dosis dewasa
5. Kombinasi DDs dengan Pirimetamin atau Proguanid
a. Dapson 25mg /hari + Proguanid 200mg/hari
b. Dapson 100mg + Pirimetamin 12,5 mg (maloprin) diberikan 1x/minggu.
Catatan : Obat kemopropilatik mulai diberikan 2minggu sebelum pergi ke daerah
endemik malaria dan dilanjutkan sampai 4-8 minggu setelah pulang dari daerah
tersebut.
Pengobatan malaria secara radikal WHO 1971
Malaria Umur Hari Pemberian Klorokuin basa Primakuin
Tertiana 1 75-150 mg -
Tropika < 1 tahun 2 75-150 mg -
Malariae 3 ½ dosis -

1 150-300 mg 2,5 mg
1-4 tahun 2 150-300 mg 2,5 mg
3 ½ dosis 2,5 mg

1 300-400 mg 5 mg
4-8 tahun 2 300-400 mg 5 mg
3 ½ dosis 5 mg

1 400-600 mg 10mg
8-15 tahun 2 400-600 mg 10mg
3 ½ dosis 10mg

Untuk Plasmodium Vivax dan Malariae  Primakuin dengan dosis yang sama diberikan
untuk 2hari lagi.
Atau dengan cara
Klorokuin 600mg (basa) dalam dosis tunggaldan dibagi 2 dosis/hari
Diberikan
+ selama 14
Primakuin 15 mg/hari hari
Pada penderita glukosa-G- Phospat dehidroginase defesiensi dimana pemberian primakuin
dapat menyebabkan perdarahan maka cara pemberiannya :
Klorokuin 300mg
Diberikan 1 seminggu
+ selama 8 minggu
Primakuin 45 mg

Kemoprofilaksis malaria WHO (Dosis dngn BB:60kg)


1. Daerah yang tidak resisten terhadap klorokuin dosis protective pada anak:
5mg/kgBB/minggu secara PO (max 300mg/dosis). Pada dewasa: 300mg/minggu secara
PO.
 Klorokuin dan amodiakuin 300mg (basa) 1x/minggu
atau 100mg (basa) selama 6-7 hari dalam seminggu.
2. Daerah dengan resistensi falciparum trhdap klorokuin yang tidak luas atau dalam derajat
rendah.
Klorokuin/ Amodiakuin + Proguanil 200mg 1x/hari
300mg (basa) 1x/minggu Klorproguanil 20mg 1x/minggu.
Bila terjadi demam  terapi persumtif diberikan 3 tablet fansidar atau metakelfin
3. Daerah dengan resistensi falciparum trhdap klorokuin yang luas atau dalam derajat tinggi.
Klorokuin atau Amodiakuin 300mg (basa) 1x/minggu
+
c. Fansidar/ metakelfin 1 tablet/minggu atau
d. Maloprim 1 tablet/ minggu atau
e. Klorproguanil 20mg 1x/minggu atau
f. Proguanil 200mg/hari.
Bila terjadi demam  terapi persumtif diberikan 3 tablet fansidar/ metakelfin
Catatan: regimen kemoprofilaksis dengan klorokuin atau amodiakuin sangat penting pada
area dengan plasmodium vivax,ovale dan malariae yang positif dimana tidak ada obat lain
yang mempunyai efek protektif thdap ke tiga spesies plasmodium tab yang sama dngn obat
ini.
Jenis dan dosis obat kemoprofilaksis
Obat < 3 tahun 3-6 tahun 7-10 Ahun >10 tahun
Proguanil tiap hari 25-50mg 50-75mg 100mg 100-250mg
Pirimetamin tiap minggu 6,5-12,5 mg 12,5-25mg 12,5-25mg 25mg
Klorokuin basa 50-100mg 100-250mg 100-250mg 300mg
Catatan : pirimetamin merupakan antagonis folie acid dimana dapat terjadi efek samping
depresi sumsum tulang sehingga terjadi anemia, lekopenia dan trombositopenia. Oleh karena
itu selama pemberian pirimetamin diperlukan folie acid 5mg 2x/minggu.

Obat obat anti malaria


1. Chloroguanin Phospate
a. Pencegahan
Pada anak  5mg/kgBB/minggu secara PO (max:300mg/dosis)
Pada dewasa  300mg/minggu secara PO
b. Pengobatan Malaria Akut
Pada anak  Dosis awal 10mg/kgBB/PO
6 jam kemudian

5mg/kgBB/PO

5mg/kgBB 1x/hari selama 2 hari


Pada dewasa dosis awal 600mg

300mg

300mg sekali sehari selama 2 hari


2. Primaquin Phospate (tablet :26mg (15mg base)) dosis untuk pencegahan dan
pengobatan.
Pada anak  0,3 mg base/kgBB/hari/PO sekali sehari selama 14 hari ( dosis max/hari
15mg 1 tablet.
Pada dewasa 15 mg secara PO sekali sehari selama 14 hari.
3. Quinine ( 165,200,300,325mg/capsul dan 162,5; 260 mg/tab pengobatan thdap malaria
yg resisten pada klorokuin.
Pada anak  30mg/kgBB/hari dibagi dalam dosis selama 3-7 hari dikombinasikan
dengan antimalaria lain.
Pada dewasa 650mg/dosis diberikan 3x/hari selama 3-7 hari dikombinasikan dngn
antimalaria lain.
4. Pirimetamin (25mg/tablet)
Pencegahan pengobatan dimulai 2 minggu sebelum memasuki daerah endemik malaria.
Dosis pada anak 0,5mg/kgBB diberikan 1x/minggu (dosis max: 25mg).
 Untuk pencegahan trhdap malaria yang resisten terhadap klorokuin kombinasi
dengan quinine dan sulfadoksin.
 Cloroguin Phosphate
250mg/tablet (berisi 150mg basa)
500mg/tablet (berisi 300mg basa)
24. MENINGITIS PURULENTA (PADA ANAK)

Definisi : radang selaput otak (arakhnoidea dan Piameter) yang menimbulkan eksudasi
berupa pus disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus.

Gejala Klinis
1. Gejala infeksi akut
 Anak menjadi lesu
 Panas
 Muntah
 Anoreksia
 Pada anak yang lebih besar sakit kepala.
Pada infeksi yang disebabkan oleh meningococcus terdapat ptekie dan herpes labialus.
2. Gejala Tekanan Intrakranial yang meninggi
 Muntah
 Nyeri kepala ( pada anak besar)
 Moaning cry (pada neonatus) yaitu tangis yang merintih.
 Kesadaran bayi /anak menurun dari apatus-coma
 Kejang yang terjadi dapat bersifat umum, fokal dan twitching.
 Ubun2 besar dan menonjol serta tegang
 Terdapat gejala kelainan cerebral lainnya seperti parese dan paralisis, strasbismus,
pernafasan cheyne stokes.
3. Gejala Rangsangan Meningeal
 Kaku kuduk
 Kernig sign
 Brudinzky I dan II
 Pada anak besar sblum gejala di atas sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan
punggung.

Bila Terdapat Gejala diatas 1. Penderita dngn kejang dan twitchingbaik dari anamnesa
dan infeksi.
2. Adanya paresis dan paralisis (termasuk strasbismus dan
parese N. VI)
3. Koma
4. Ubun-ubun besar menonjol
Lumbal fungsi indikasi 5. Kaku kuduk dngn kesadaran menurun
6. Tuberkulosis Miliaris
7. Leukemia
8. Spondilitis TBC
Hasil pemeriksaan LCS pada Meningitis Purulenta
a. Warna keruh
b. Tekanan meningkat
c. Kumlah sel meningkat sampai ribuan (1000-10.000/mm3)
d. Diff. Telling PMN>MN
e. Glucosa menurun

Lakukan kultur LCS dan Uji Resistensi

Indikasi lumbal fungsi yang lain.


 Demam > 2 minggu tanpa diketahui sebabnya dan telah diterapi dngn terapi
adekuat.
 Mastoiditis kronos dan sepsis (neonatal meningitis).

Pengobatan
1. Berikan cairan IV dan koreksi gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
2. Bila anak masuk dalam status konvulsif

Diazepam 0,5 mg/kgBB1x/IV


Kejang (+) setalah 15mnt
Diazepam 0,5mg/kgBB1x/IV
Kejang (+) setalah 15mnt

Diazepam 0,5mg/kgBB1x/IM

Tidak teratasi Teratasi

Fenobarbital (IM) dosis awal


 Neonatus : 30mg
 <1 tahun : 50mg
 >1 tahun : 75mg

4 jam kemudian

Dosis Rumatan
Fenobarbital 8-10mg/kgBB/hari di bagi 2 dosis
selama 2 hari.

Fenobarbital 4-5mg /kgBB/hari dibagi selama 2


dosis
Bila diazepam tidak tersedia dapat diganti dngn Fenobarbitaldosis awal kemudian
dosis rumatan.
3. Pemberian Antibiotik ( pada bayi dan anak)
Oleh karena etiologi tersering adalah H. Influenza dan pneumococcus.

Kombinasi Secara IV
a. Ampisilin 400mg/kgBB /hari dibagi dalam 6 dosis dengan
b. Cloramfenikol 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan fungsi lumbal ulang

LCS Abnormal LCS Normal


 Pengobatan dilanjutkan dngn obat dan  Pengobatan dilanjutkan 2 hari lagi dngn
cara yg sama resimen yg sama.
 Pengobatan sesuai hasil biakan dan uji
Pada Neonatus
resusitasi Penyebab tersering adalah dari staphylococus (40% kasus pada
kuman.
neonatus dan bayi muda salmonella sp).

Dru of choice
a. Cefotaxime/Cefritiaxin (cepalosporin generasi III) dosis 200mg/kgBB/hari scra IV dibgi
dalam 2 dosis.
+
Amukasin dngn dosis awal 10mg/kgBB/hari scra IV dilanjutkan dosis 15mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis.
Atau: Cefotaxime (cepalosporin generasi III)
+
Gentamisin dosis 6mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

b. Ampisilin 300-400mg/kgBB/hari scra IV dibagi dalam 6 dosis..............................


+
Kloramfenikol 50mg/kgBb/hari scra IV dibagi dalam 4dosis (pada neonatus kurang bulan
dosis kloramfenikol tidak boleh >30mg/kgBB/hari dapat trjadi grey baby.

c. Kotrimazol 10mg TMP/kgBB/hari scra IV dibagi dlm 2dosis selama 3 hari dilanjutkan
dngn dosis 6 mg TMP/kgBB/hari scra IV dibagi dalam 2 dosis.
Contoh :pada Neonatus
 Pengobatan selama 21 hari dan ulangi fungsi lumbal pada hari ke 21
pengobatan.
 Sefalosporin dan Kotrimazol tidak diberikan pada bayi berusia <1 minggu.

Pemberian antibiotik pada M. Purulenta.


 Diberikan sampai 5 hari bebas demam dan selama 14 hari
 Digunakan pemberian scra IV
Untuk Penyebab tertentu dianjurkan memilih obat sbb:
a. Haemophylus influenza : Ampisilin + Kloramfenikol
b. Pneumococcus : Ampisilin
c. Staphylococcus non Penielinase : Ampisilin+Linkomusin dosis: 50-100mg/kgBB/hari.
d. Staphylococcus penielinase : Ampisilin+Oklasilin dan 50-100mg/kgBB/hari dan
Metislin 100-300/kgBB/hari.
e. Streptococcus : Ampisilin + Linkomisin
f. Colifarm : Ampisilin + Amuksin dan Gentamisin
g. Meningococcus : Ampislin + Kotrimoxazole
h. Salmonela :  Sefalosporin +amuksin
:  Ampisilin + Kloramfenikol
:  Cotrimoxazol

Bila terjadi penyimpangan perjalanan penyakit diatas misalnya:


 Terdapat panas terus menerus yg tidak dapat ditenangkan
 Ubun ubun besar tetap menonjol
 Kejang timbul lagi dan timbul gejala neurologis lain Kemungkinan efusi subdural
 Transluminasi.
Golongan Sephalosporin generasi III untuk Meningitis pada anak.
a. Cefotaxime sodium dosis : 200mg/kgBB/hari scra IV dibagi 3-4 dosis.
b. Cefotriaxime Soidum  dosis : 75mg/kgBB/dosis awal dilanjutkan 80-100mg/kgBB/hari
diabgi 1-2dosis.
c. Cefaroxime dosis : 200-250mg/kgBB/hari secara IM dan IV dibagi dalam 3 dosis.
25. MENINGITIS TUBERCULOSA

Definisi : Radang selaput otak akibat komplikasi Tuberculosa primer.

Gambaran Klinis :
 Terkadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena.
Hal ini terdapat pada TBC miliers sehingga pada penyebaran milier sebaiknya dilakukan
fungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.
 Biasanya mulai perlahan2 terdapat tanda panas dan hanya terdapt kenaikan suhu yang
ringan, jarang terjadi aku dngn panas yg tinggi.
 Sering dijumpai anak mudah terangsang dan anak menjadi apatis dan tidurnya sering
terganggu.
 Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala
 Sering ditemukan anoreksia, abstupasi dan muntah.

Stadium Prodromal
 Stadium prodromal selanjutnya beralih ke stadium dengan :
a. Kejang
b. Gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk hingga bisa terjadi
opistotonus.
c. Refleks tendon meningkat
d. Ubun ubun menonjol.
e. Umumnya terjadi strabismus dan nistasmus otak kelumpuhan sarafsaraf mata (N.VI)
f. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
 Stadium terminus
a. Kelumpuhan kelumpuhan
b. Koma menjadi lebih dalam
c. Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
d. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur terkadang pernafasan cheyne-stokes
e. Hiperporeksia timbul dan anak tanpa kesadaran pulih kembali.

Pemeriksaan Lumbal Fungsi


 Warna LCS jernih, opalesen dan kekuningan (xantokrom)
 Tekanan meninggi
 Jumlah sel meningkat namun umumnya jarang melebihi 1500ml/mm3
 Diff telling MN>PMN terutama limfosit
 Kada protein meningkat
 Kadar glucosa menurun (20-40%) dan ehlers menurun
 Bila LCS didiamkan maka akan timbul fibrinous web (pelikel) tempat yang sering
ditemukan basil TBC.
Diagnosa berdasarkan
 Gambaran klinis dan gambaran LCS.
 Ditemukan kuman TBC dalam LCS diagnosa pasti
 Uji tuberkulin yang (+)
 Kelainan radiologis pada fotothorax yg mendukung
Penyokong diagnosa
 Terdapat sumber infeksi dalam keluarga

Pengobatan
1. Kombinasi obat anti tuberkulosis
Umumnya kombinasi : Streptomycin –PAS-dan INH
 Streptomycin dosis 30-50mg/kgBB/hari secara IM selama 3 bulan dan apabila perlu
dapat diteruskan 2x/minggu selama 2-3 bulan lagi.
 INH dosis 10-20mg/kgBB/hari secara oral selama minimal 2 tahun disertai pemberian
pisidoksin (vit B6) : 15-50mg/hari.
 Pas (para aminosalisilat) dosis : 200-300 mg/kgBB/ hari secara PO dibagi dalam 2-3
dosis.
2. Kortikosteroid
Prednison dosis: 2-3 mg/kgBB/hari/PO dibagi dalam 3 dosis (dosis minimum 20mg/hari)
selam 2-4 minggu kemudian diturunkan 1mg/kgBB/hari setiap hari.  mencegah
rebound pheromemon pemberian seluruhnya selama 3 bulan.
3. Bila kejang  lakukan prosedur pemberantasan kejang.
4. Koneksi dihidrasi akibat masukan makanan yang kurang dan muntah2
5. Fisioterapi.

Bila terdapat resistensi terhadap obat TB yang biasa digunakan  ganti dngn second line
drug.
1. Ethionamide (250mg/tablet)
Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari scra PO dibagi dalam 2-3 dosis (max 1000mg/hari) harus
disertai pemberian vit B6
2. Cyelosenin (250 mg/kapsul)
Dosis : 10-20mg/kgBB/hari/PO dibagi 2 dosis.
3. Pirazinamide (500mg/tablet)
Dosis : 30-35 mg/kgBB/ hari PO dibagi dalam 2 dosis.
Diagram pemberantasan kejang pada
meningitis purulenta, serosa dan
simple febrileconvalsion

Kejang

Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB 1x/IV

Kejang (+) setelah 15 menit

Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB 1x/IM

Kejang tidak teratasi Kejang teratasi

Fenobarbital IM dosis awal:


ICU
 Neonatus : 30mg
 < 1 tahun : 50mg
 > 1tahun : 75mg

Selanjutnya dosis rumatan diberikan 4


jam kemudian.

Dosis Rumatan
(Dosis 4 jam dari dosis awal)
Fenobarbital dosis 8-10mg/kgBB dibagi dalam 2
dosis.

Selama 2 hari  dimulai setelah


pemberian awal

Fenobarbital dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi


dalam 2 dosis

Catatan :
 Bila tidak tersedia diazepam dapat diganti dengan fenobarbital dimulai dngn dosis awal
dan selanjutnya dosis rumatan
 Selain secara IV, diazepam dapat pula diberikan melalui rectum dengn dosis.
BB< 10 kg : 5mg rektial
10kg : 10mg rektial
26. MORBILI (CAMPAK, MEASILIS, RUBELA)

Definisi : Penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dngn 3 stadium yaitu :
a. Stadium kataral
b. Stadium erupsi
c. Stadium konvalesensi

Gejala Klinis
Masa tunas 10-20 hari
1. Stadium Kataral (prodormal)  selama 4-5 hari
 Panas
 Batuk
 Fotofobia Flu like syndrom
 Konjungtivitis
 Koriza

Menjelang akhir stadium kateral dalam 24 jam sebelum timbul enam tema timbul bercak
koplik :
a. Warna putih kelabu
b. Sebesar ujung jarum
c. Dikeliling oleh eritema
d. Lokasi dimukosa blukalis berhadapan dengan molar bawah dan jarang dngn bibir
bawah tengah palatum
e. Sangat jarang dijumpai
2. Stadium Erupsi
 Koriza dan batuk bertambah
 Timbul enam tema dan titik merah di palatum durum dan palatum mole.
 Terkadang terlihat pula bercak koplik
 Terjadinya makula papula eritema dsertai menaiknya suhu badan
 Diantara makula terdapat kulit yg normal
 Eritem mula2 timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang
rambut dan bagian belakng bawah.
 Terkadang terdapat perdarahan ringan dibawah kulit
 Rasa gatal
 Muka bengkak
 Ruam mencapai badan hari ketiga dan akan mnghilang
 Pembesaran kelenjar getah bening disertai disudut mandibula di daerah leher belakang
 Sedikit splenomegali
 Tidak jarang diare dan muntah.
3. Stadium Konvalesensi
 Erupsi berkurang meninggalkan bekas yg berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yg
akan hilang lama kelamaan
 Sering ditemukan kulit yg bersisik
 Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
Hieperpigmentasi merupakan gejala patognomonik untuk morbili
Penyebaran kontak langsung

Pengobatan
Pengobatan morbili bersifat simtomatik.
1. Anti piretik
Parasetamol dosis: 10-15mg/kgBB/dosis
2. Sedativum
Diazepam dosis: 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis/PO (max10mg)
Utk IM/IV dosis: 0,04-0,3 mg/kgBB/dosis (max 0,6mg/kgBB/8jam
Pherobarbital dosis: 2mg/kgBB/dosis secra PO atau IV
3. Obat batuk Ekspektoran
Gliseril guaikolat
Dosis utk <2 tahun : 12mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
2-5 tahun : 6x (50-100mg) (max : 600mg/hari)
6-11 tahun : 6x (100-200mg) (max 1200mg/hari)
>12 tahun : 6x (200-400mg) (max : 2400mg/hari)
OBH dan OBP
4. Vitamin A secepatnya
Untuk <1 tahun dosis: 100.000 IU/ oral atau 50.000 IU/IM
>1 tahun dosis : 200.000 IU/oral atau 100.000 IU/IM selama 2 hari.
5. Pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul misalnya:
- Otitis media akut
- Ensefalitis
- Bronkopneumonie  perlu di cegah oleh karena dapat menyebabkan kematian
pada bayi yang masih muda, anak dengan KEP,
penderita penyakit menahun (TBC), leukemi dsb.

 Antibiotik: Ampicillin 100-200 mg/kgBB/hr dibagi dalam 4 dosis secara IM (test


dulu).
6. Pemberian Imunoglobin G
contoh: Gamastan Injeksi
Dosis : 0,22 ml/kgBB/IM dosis interval 3-4 mg
Sediaan : 2 ml, 10 ml/vial/IM
1 ml mengandung 150-180 mg/g G

Pengobatan Supportif
 Memperbaiki keadaan umum
- Vitamin
- Diet TKTP
27. PAROTITIS EPIDEMIKA (GONDONG, MUMPS)

Definisi : Penyakit akut yang menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis.

Etiologi : Virus dari grup paramyxovirus

Gejala Klinik
- Masa Inkubasi : 12-24 hari dan terbanyak 17-18 hari.
- Gejala prodromal selama 1-2 hari
a. Demam yang biasanya naik sampai 38,50C – 39,50C
b. Anoreksia
c. Sakit kepala dan malaise
d. Sakit otot terutama di daerah leher.
- Gejala yang khas : Pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
tetapi kemudian dapat menjadi bilateral.
- Karakteristik dari pembesaran :
1. Kelenjar parotis membesar pada daerah antra batas mandibular dan mastoid,
kemudian membesar keatas dan kebawah dimana proses pembesaran berlangsung
cepat (dalam beberapa jam).
2. Pembengkakan tsb tersa nyeri baik spontan maupun pada perabaa, terlebih-lebih
apabila penderita makan atau minum yang asam
 gejala khas Parotitis Epidemica.
3. Di daerah parotis kulit tampak berwarna merah kecoklatan, nyeri pada tekanan,
bagian bawah daun telinga terangkat keatas.
4. Kadang jading disentral trismus dan disfagia.
5. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari dan kemudian mengempis.
6. Kadang kelenjar submandibular dan sublingualis juga dapat terkena.

Komplikasi
1. Meningoencephalitis (10%).
2. Orchitis, Epididymitis  sering pada orang dewasa (14-35%).
3. Pancreatitis, mastitis, thyroiditis (jarang).
4. Miokarditis, nephritis, tuli, komplikasi pada mata.
5. Arthritis.
6. Thrombocytopenia Purpura.

Diagnosa
Beberapa fakta dapat merupakan pegangan dalam mendiagnosa mumps:
a. Riwayat pernah kontak dengn penderita mumps 2-3 minggu sebelum gejala timbul
dimana penularan bisa kontak langsung, droplet, muntah yang terkontaminasi dan
mungkin melalui urine.
b. Gejala klinis dari parotitis atau kelenjar lain yang terlibat.
c. Tanda dari aseptie meningitis.
Pengobatan  Simptomatik dan supportive oleh karena merupakan self limited desease.

1. Rasa takut yang disebabkan oleh pembengkakan kelenjar.


a. Aspirin, dosis pada anak : 10-15 mg/kgBB/dosis diberikan 3-6 kali sehari
(4-6 x perhari).
dosis pada dewasa : 4-6x (650-1000)ml (max: 48/hari).
b. Codeine
dosis pada anak : 0,5-1 mg/kgBB/dosis diberikan 4-6 x perhari
(max: 60 mg/hari).
dosis pada dewasa : 4-6 x (15-60)mg k/p.
2. Dapat diberikan kompres panas atau dingin.
3. Diet makanan cair atau lunak.
4. Untuk mencegah terjadinya orkhitis.
a) Kortikosteroid selama 2-4 hari dan
cth prednisone : dosis : 0,1-2 mg/kgBB/hai secara po dibagi dalam 1-4
dosis (biasanya 3 dosis).
b) Globulin Gama.
5. Istirahat ditempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis.
28. SIFILIS KONGENITAL

Definisi : Penyakit menular yang disebabkan oleh Treponemapallidum dan ditularkan


oleh ibu kepada fetus yang dikandungnya.

Gejala silifis dini (biasanya 2-6 mps setelah bayi dilahirkan)


1. Rinitis yang khas dengan sekret mukopuruken, kadang-kadang berdarah, bibir atas
terkupas. Kadang-kadang terdapat ulserasi pada tulang rawan hidung sehingga akhirnya
hidung menjadi pesek  Sadle Nose
2. Kelainan kulit dan mukosa
a. Makulopapula yang bundar tidak gatal, sedikit meninggi, mula-mula berwarna merah
muda kemudian menjadi merah tua, tengguli, berbekas bila sembuh  tersebar
diseluruh badan di daerah gluteus, punggung, muka, dahi.
b. Pemfigus berupa bula yang terdapat dimana-mana tetapi khas pada telapak kaki dan
tangan, kemudian menjadi infeksi sekunder.
c. Deskuamasi kulit pada telapak kaki, tangan dan sekitar kuku. Sebelum atau sesudah
pengelupasan, tampak kulit telapak kaki dan tangan mengkilat dan berwarna merah.
d. Ragaden yaitu sudut mulut dan kulit sekitar hidung pecah-pecah.
e. Kondilomata yang terutawa terdapat disekitar anus, vulva dan kadang-kadang sekitar
mulut
3. Hepatosplenomegali dan sering disertai ikterus
4. Tulang dan persendian
a. Periostitis biasanya simetris dan tidak nyeri
b. Osteokondritis yang difus dan simetris terutama pada ujung tulang panjang dan dapat
menyebabkan fraktur serta pemindahan (displacement) epifisis yang menyebabkan
pembengkakan dan pergerakan terbatas Pseudoparalisis parrot
c. Tanda Weinberger daerah dengan batas tidak teratur dibagian ujung atas dan
medial tibia
5. Susunan saraf pusat biasanya terkena juga dapat berupa kejang, hidrosefalus, buta dan tuli
6. Biasanya terdapat Limfadenopati dan Edema

Gejala Sifilis Lanjut


1. Panjang dan berat badan kurang dari biasa
2. Keratitis Interstitialis dijumpai pada umur 5-15 tahun, biasanya bilateral dan resisten
terhadap pengobatan
3. Kelainan Meningovaskulus dengan kemunduran mental, kejang, paralisis, atrofi N
Optikus, hemiplegi, hidrosefalus, meningitis
4. Periotitis
5. Trias Hutchinsonyaitu
a. Tuli
b. Kelainan pada bagian incisivus tetap
c. Keratitis
6. Ragaden disekitar (disudut) mulut, kulit kering, alopesia dan terkadang terdapat ulkus
7. Penebalan diafisis Sabre tibia
8. Hepatosplenomegali yang terdapat lebih jarang dibandingkan bentuk ini
9. Nefritis sifilitika dengan gejala hematuria dan ditemukannya silinder dalam urin

Pengobatan
1. Kurang dari usia 2 tahun
a. Penisilin Prokain: 15.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari
b. Benzatin Penisilin: 50.000 IU/kgBB/minggu selama 3 minggu
2. Usia lebih dari 2 tahun:
a. Prokain Penisilin: 20.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari
b. Benzatin Penisilin: 100.000 IU/kgBB/minggu selama 3 minggu

Apabila alergi terhadap penisilin maka dapat diberikan:


a. Tetrasiklin HCLdosis 60 mg/kgBB/hari selama 12-15 hari
b. Eritromisin dosis 15 mg/kgBB/hari selama 12-15 hari
29. SINDROMA NEFROTIK

Kriteria diagnostik
a. Edema
b. Hipoalbuminemia (<2,5 gr/dl)
c. Hiperkolesterolemia (>220 mg %)
d. Hiperproteinuria (>40 mg/ m2/jam ± 960 mg/m2/hari)
e. Hematuria bisa (+) bisa (-)
f. Kreatinin serum bisa meningkat dan bisa normal
g. GFR bisa menurun dan bisa normal
h. Komponenkomplemen C3 normal

Klasifikasi sindroma nefrotik


1. Nefrotik sindromprimer (idiopati)
2. Nefrotik sindrom sekunder : bila kerusakan terjadi akibat reaksi akibat reaksi sistemik
dari suatu penyakit, atau akibat dari suatu sebab lain (misal : obat dll )
Penyebab tersering dari sindroma nefrotik sekunder sbb :
a. Sistemik lupus eritematosus (SLE)
b. Purpura anapilaktoid (Schonlein- Henoch syndrome )
c. Sickle cell disease
d. Sifilis
e. Malaria
f. Sengatan lebah (bee sting)
g. Obat-obatan dan otoxin (penicilamine, triamterene, captropil, heroin, poison oak )

Klasifikasi diagnostik minimal change nephrotic syndrome (MCNS) menurut ISKDC


(International Study of Kidney Disease in Children) bila ada
a. High selective proteinuria (perbanbingan IgG dan transferin clearance <0,1 )
b. Tekanan darah normal dan tidak ada hematuria
c. Normal C3, C4, CH5O, ANA, RA, test yang diperiksa secara rutin dan berkala
d. Ada respons proteinuria dengan kartikosteroid yang menggunakan protokol ISKDC yaitu
- 4 minggu I : Prednison 60 mg/m2/hari (± 2 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis)
- 4 minggu II : Prednison 40 mg/m2/hari (2/3 dosis harian dibagi 3 dosis untuk 3 hari
berturut-turut dalam seminggu )

Penatalaksanaan
1. Bed rest selama masih ada edem, hipertensi dan relaps
2. Oksigen kalau perlu
3. Diet, dianjurkan
a. Protein tinggi : 3-4 gr/kgBB/hari
- Telur : mengandung protein 5-7gr/hari
- Protifar : mengandung 60% protein
b. Garam dikurangi s/d 1gr/kgBB/hari, selama masih ada edem dan pengobatan steroid
c. Pembatasan cairan selama masih ada edem dan hiponatremia
d. Suplemen kalsium dan vitamin d
4. Steroid
a. Prednison : 60mg/m2/hari ± 2mg/kgBB/hari untuk 4 minggu I (max : 80mg/hari )
dilanjutkan 40mg/m2/hari untuk 4 minggu II (max 60mg/hari )

Rumus luas permukaan tubuh :


1-5 kg : (0,05 x kgBB) + 0,05
6-10 kg : (0,04 x kgBB) + 0,10
11-20 kg : (0,03 x kgBB) + 0,20
21-40 kg : (0,02 x kgBB) + 0,40

Protokol pemberian Prednison


a. Pengobatan awal
Tetapi prednison diberikan selama 4 minggu
Remisi (demam dan proteinuria hilang)
Terapi prednison selama 4-8 minggu dengan
-dosis tetap (diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu
-dosis alternate day (selang sehari)

Terapi kemudian diturunkan pelan-pelan (tappering off) sebesar 0,5 mg/kgBB setiap 2
minggu sampai dengan stop.

Remisi bila : Proteinuria tetap negatif setelah Prednisot di stop. Bila dalam 2 tahun relaps
tidak terjadi maka prognosis baik dan terapi dianggap telah selesai.

Relaps : Kambuh pada pengobatan atau setelah pengobatan


- Apabila proteinuria kembali setelah atau ada waktu terserang infeksi dan menghilang lagi
setelah infeksi diatasi maka keadaan demikian tidak indikasi untuk merubah program
yang sedang dijalankan
- Apabila proteinuria berulang tanpa ada tanda-tanda infeksi atau infeksi telah diatasi maka
program terapi harus diulangi dari awal perbedaannya caranya
a. Terap awal dilakukan cukup s/d proteinuria negatif selama 7 hari berturut-turut
b. Dilanjutkan dengan pengobatan alternate day (selang sehari) selama 8 minggu
c. Setelah itu Prednison di tappering off s/d dosis mencapai 0,5 mg/kgBB/hari (setiap 2
mg dosis diturunkan 0,5 mg/kgBB) lalu dipertahankan selama 1-2 tahun
d. Setelah dipertahankan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 1-2 tahun kemudian dosis di
tappering off lagi sebesar 0,125 mg/kgBB/minggu lalu di stop.

Pada penderita non Responden


a. Awal terapi dilanjutkan sampai 6 minggu dengan dosis : 2 mg/kgBB/hari
b. Bila selama 6 minggu tidak ada respon maka dosis dinaikkan menjadi 3-4 mg/kgBB/hari
secara alternate day selama 4 minggu lalu di tappering off sampai stop
c. Bila ada efek samping maka Prednison di stop dan diganti dengan Sitostatika
d. Sitostatika (Immunosuppresan)
- Cyclophosphamide : (2-5) -3 mg/kgBB/hari ditentukan selama 8 minggu
- Chlorambucil : 0,2 mg/kgBB/hari selama 6 bulan
- Azatioprine : 2,5 mg/kgBB/hari selama 6 bulan

Efek samping : rambut rontok, azospermi, kerusakan gonad, fibrosis ovarium,


malignancy, dan leukimia

5. Diuretika
a. Thiazide oral dan perlu diberikan suplemen kalium dosis HCT : 12,5-100 mg/hari
untuk dewasa
Bayi >6 mg dan anak : 2 mg/kgBB/hari bagi 2 dosis
Kalium dosis : 5 mcg/kgBB/hari
b. Spironolakton sering digabung dengan Thiazide
Dosis : 1,5-3,3 mg/kgBB/hari/po dibagi 2-3 dosis
Dewasa : 25-200 mg/dosis diberikan 1-2x/hari
c. Furosemide (paling sering dipakai)
Dosis : 1-3 mg/kgBB/x beri/IV(max : 5 mg/kgBB/dosis) atau 2-5 mg/kgBB/x beri
secara oral setiap 6-24 jam (1-4 x/hari)

Indikasi albumin
- Bila kadar albumin <1,5 gr/dl
- Diuresis dukar keluar
- Edema sukar hilang
Dosis : 0,5-1 gr/kgBB diberikan secara IV selama 30-60 menit
Kemudian setelah diberikan albumin Furosemide diberi secara IV 1-2 mg/kgBB/dosis dan
dapat diulang setiap 4-6 jam

6. Antibiottika bila ada indikasi


7. Pungsi pleura/acites bila ada indikasi
Skema penanganan Sindroma Nefrotik
Onset of Disease

Prednison 60 mg/m2/hari
selama 4 minggu

Alternate day Prednison 40 mg/m2/hari


selama 4 minggu

Remisi (+) Proteinuria (+)


Teruskan alternate day

Jika sering Tidak kambuh Kambuh Prednison


kambuh

Cyclophospamide Remisi Proteinuria (+)


Observasi
Prednison setiap hari Pengobatan Pertimbangkan
sampai proteinuria (-) di stop Cyclophospami-
selama 3 hari de

Alternate day Prednison

Cyclophospamide : 3 mg/kgBB/hari  selama 8 minggu dikombinasikan dengan alternate


day Prednison
30. TETANUS ANAK

Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan bila terjadi modifikasi penyakit anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi secara
mendadak dengan ketegangan otot yang semakin bertambah terutama pada rahang dan leher.

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :


1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2. Kaku kuduk sampai oporto tonus (karena ketegangan otot-otot erektor Trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut  abdominal rigidity
4. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi
5. Kejang tonik yang spontan atau bila dirangsang dengan kesadaran yang baik setelah
kejang (oleh karena toksin yang terdapat pada kornu anterior)
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini
7. Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan oporto tonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan anak mengepal kuat tangannya
8. Kesadaran baik
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir
10. Terdapat porte de entre

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 2 stadium


1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang
2. Trismus (3 cm lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
3. Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan

Prognosis dipengaruhi oleh :


1. Masa tunas
Bila masa tunas pendek (<7 hari)  prognosis baik
2. Usia
Prognosis buruk pada neonatus (sangat muda) dan usia lanjut
3. Frekuensi kejang
4. Kenaikan suhu tubuh
5. Kecepatan pengobatan
6. Period of onset (jarak antara trismus dan timbulnya kejang)
7. Adanya komplikasi, mis: spasme otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan

Pengobatan
1. Pengobatan spesifik dengan ATS
a. ATS 20.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskular
b. ATS 20.000 IU dalam 20 ml Nacl Fisiologis IV harus dalam waktu 30-45 menit
 ATS 20.000 IU/IM pada paha kanan (paha luar)
Sebelum ATS diberi  test mata dan kulit

Bila (+) ragu-ragu

Desentisisasi cara Besredka

2. Anti konvulsan
a. Skema pemberian Diazepam pada tetanus anak
Penderita datang dengan kejang

Diazepam 10-20 mg secara IV

Kejang (-) Kejang (+)

Dimulai dosis maintanance Diazepam 10-20 mg


3-4 mg/kgBB/hari dibagi 8 dosis secara IV
(max : 25 mg/kgBB/hari)
Kejang(-) Bila kejang (+)

Kejang (-) Kejang (-) Diazepam 10-20 mg


selama 48-72 jam secara IM
Berantas sampai
Turunkan dosis tuntas Kejang (+)  ICCU
10-15 %
Evaluasi dosis dimana dosis
dinaikkan dan buat daftar dosis baru

Bila kejang (+) sebelum 2-3 jam


dengan dosis baru, berantas kejang.
Evaluasi dosis (naikkan) dan interval
pemberian diperpendek menjadi per 2 jam.
b. Fenobarbitol
Dosis awal untuk usia <1 tahun : 50 mg
1 tahun lebih : 75 mg

Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari


dibagi dalam 6 dosis
c. Bila kejang sulit diatasi dapat diberikan kloralhydrat 5% dosis : 50 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis  per rektal
3. Antibiotika
a. Prokain penisilin 50.000 IU/kgBB/12 jam/IM
Selama 7-10 hari (3 hari bebas panas/panas turun) atau bila alergi
b. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis selama 7-14 hari
c. Tetrasiklin 30-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis (max: 2 gr/hari)
d. Penisilin G : 200.000 IU/kgBB/hari dalam 6 dosis  6 hari
4. Diet
- Cukup kalori dan protein
- Konsistensi tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan
- Bila terdapat trismus  NGT
- k/p  nutrisi parenteral
5. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suasana, tindakan terhadap penderita).
Ruangan perawatan harus tenang.

Perawatan di ICU dianjurkan pada keadaan


1. Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan anti konvulsan yang biasa
2. Spasme laring  trakeostomi k/p untuk menghindari obstruksi jalan nafas
3. Komplikasi yang memerlukan perawatan intensive seperti sumbatan jalan nafas, gagal
nafas, hipertermi dsb.

Pencegahan Tetanus
1. Perawatan luka yang adekuat
2. Bila terjadi luka berat pada anak yang telah mendapat Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) 4
tahun yang lalu maka wajib dilaksanakan pencegahan dengan cara
a. Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka dengan dosis
1500 IU 0,5 ml secara IM disertai  ATS di tes terlebih dahulu
b. Pemberian Tetanus Toxoid (TT) dosis 0,5 ml secara IM pada kedua ekstremitas
(berlainan tempat suntikan)

Pada anak yang belum pernah mendapatkan Imunisasi aktif, Tetanus Toxoid diberikan
pada minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak
waktu 1 bulan (2x berturut-turut)  bisa IM
3. Pemberian Antibiotika
a. Prokain penisilin 50.000 IU/kgBB/12 jam selama 2-3 hari
(max : 4,8 juta IU/dosis)
Bila sensitive
b. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis selama 2-3 hari
c. Tetrasiklin 30-40 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis (max: 2 gr/dl)
31. TETANUS NEONATORUM

Etiologi
Masuknya spora Clostridium tetani melalui luka tali pusat karena perawatan/tindakan yang
tidak memenuhi syarat kebersihan misalnya :
a. Pertolongan persalinan yang tidak steril misalnya pemotongan tali pusat dengan
bambu/gunting yang tidak steril yang telah terkontaminasi dengan spora C.tetani maupun
penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang juga telah terkontaminasi
b. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril, mis setelah tali pusat dipotoong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dsb.

Gejala klinik
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau atau tidak dapat menetek lagi (trismus) dimana
sebelumnya bayi menetek biasa
2. Mulut mencucu seperti mulut ikan (karpermond)
3. Mudah sekali dan sering kejang disertai sianosis, kuduk kaku sampai oporto tonus
4. Bila bayi menangis, suara tangisan tidak jelas, terdengar seperti mendesis

Pengobatan
1. Diberikan cairan intravena (IVFD) dengan larutan 4;1 (Dextrose 5% dengan Nacl
0,225%) selama 48-72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan selanjutnya IVFD hanya
untuk memasukkan obat
Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minum per oral, maka melalui cairan infus
perlu diberikan tambahan protein dan kalium
2. Atasi kejang dengan Diazepam
Diazepam dosis awal 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 hari

Dosis rumatan 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD


(Diazepam dimasukkan dalam cairan IV dan diganti tiap 6 jam)

Bila kejang masih sering terjadi maka dapat diberikan Diazepam tambahan 2,5 mg secara
IV perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan Diazepam 5
mg/kgBB/hari  dosis Diazepam keseluruhan 15 mg/kgBB/hari

Setelah keadaan klinik membaik  Diazepam secara po dan diturunkan perlahan.


3. Pemerian Anti toxin
a. ATS 10.000 IU/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut
b. Atau Tetatus Immuno Globulin 500 unit secara IM dosis tunggal
4. Pemberian Antibiotika
a. Crystalin penisilin 100.000 IU/kgBB/hari/IV dibagi 4 dosis
b. atau Prokain penisilin 100.000/kgBB/hari IM serta dapat ditambah Broad spektum
antibiotika bila ada komplikasi pada kasus yang berat
c. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dibagi dosis secara IV selama 10 hari
Bila terdapat gejala sepsis hendaknya penderita diobati seperti penderita sepsis pada
umumnya dan apabila pungsi lumbal tidak bisa dilakukan, maka penderita diobati sebagai
penderita meningitis bakterial/
5. Perawatan tali pusat (bila masih ada) dengan
a. Hidrogen peroksida
b. Alkohol 70%
c. Betadine (Povidone Iodine)

Perawatan
1. Tempatakan bayi dalam inkubator untuk menghindari rangsangan
2. Usahakan agar tempat/ruangan mempunyai temperatur yang tetap
3. Kurangi sekecil mungkin rangsangan pada kegiatan observasi
4. Catat vital sign, temperatur inkubator dan muscular spasm
5. Bersihkan mulut, nasofaring dari sekresi cairan yang menumpuk
6. Catat pengeluaran kencing dan tinja. Lakukan pengosongan tinja dengan Saline enema
7. Buat daftar cairan yang masuk dan keluar
8. Ubah posisi setiap 2 jam
9. Fisioterapi pada daerah dada setiap 4 jam
10. Gerakkan tangan dan kaki secara hati-hati
11. Beri zat antibiotika pada mata

Pemberian makanan
- 48 jam pertama kebutuhan cairan dan elektrolit secara IV untuk menghindari
aspirasi
- Pemberian ASI/susu buatan diberikan setelah pemasangan NGT (NGT dipasang
setelah kejang teratasi). Bila tidak dapat dilakukan pikirkan pemberian patrial IV
hiperlimitation yang mengandung Dextrose 10%, amino acid, Intra lipid dan
vitamin.

Kontrol kejang
Dosis Diazepam saat dimulai pengobatan 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 8 dosis kemudian
dilakukan evaluasi kejang. Bila kejang masih ada, dapat dinaikkan sampai 40 mg/kgBB/hari.
Skema pemberian Diazepam pada Tetanus Neonatorum
Penderita datang dengan kejang

Diazepam 2-10 mg IV
(2,5 mg)

Kejang (+) kejang (-)

Diazepam 2-10 mg
(2,5 mg) secara IV
Maintanance
20 mg/kgBB/hari dibagi 8 dosis
(setiap 3 jam) Kejang (-) Kejang (+)
(Dosis max: 40 mg/kgBB/hari)
Diazepam 2-10 mg
(2,5 mg) secara IM
Kejang (+) Kejang (-) Berantas sampai
tuntas Kejang (+)
(48-72 jam) Evaluasi dosis
ICCU
Turunkan dosis Dosis naikkan dan buat
10-15 % daftar dosis baru

Bila kejang (+) sebelum 2-3 jam,


berantas kejang, evaluasi dosis (naikkan)
dan interval pemberian di perpendek
menjadi per 2 jam

Anda mungkin juga menyukai