PENDAHULUAN
masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya. Sehingga menyebabkan obstruksi usus dan
dapat menjadi strangulasi, kemudian mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan
kematian. Intususepsi merupakan salah satu kegawat daruratan yang umum pada anak.
Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera
(Kartono, 2005).
Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut yang
sifatnya muncul secara tiba-tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama beberapa menit.
Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan usus berupa nekrosi
sehingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan puncaknya pada hari ke 3
setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan
oleh intususepsi dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Santoso, 2011).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan invaginasi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan invaginasi.
2. Melakukan perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan invaginasi.
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan invaginasi.
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan invaginasi.
1
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan invaginasi.
6. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan invaginasi.
1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dalam rangka peningkatan
pengetahuan berkaitan dengan invaginasi.
2. Bagi Klien
Meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan klien tentang invaginasi.
3. Bagi Perawat
Sebagai salah satu tambahan pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan invaginasi.
2
BAB II
KONSEP TEORI
B. Patofisiologi
Suatu segmen usus berikut mesenterium atau mesokolon masuk ke lumen usus bagian
distal oleh suatu sebab. Proses selanjutnya adalah proses obstruksi usus strangulasi berupa
rasa sakit dan perdarahan peranal. Sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap dan
sering disertai rangsangan muntah. Darah yang keluar peranal merupakan darah segar yang
bercampur lendir. Proses obstruksi usus sebenarnya sudah terjadi sejak invaginasi, tetapi
penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu, umumnya setelah 10-12 jam sampai
menjelang 24 jam.
3
C. Pathway
INTUSUSEPSI
Ileus obstruksi
Metabolisme
meningkat
Kematian
Suhu tubuh
meningkat
MK :
Hipertermia
5
D. Etiologi
Penyebab intususepsi pada bayi dan anak-anak masih belum diketahui secara pasti.
Namun, kondisi ini sering dialami oleh anak-anak yang sedang menderita pilek atau
peradangan pada perut dan usus. Sementara, intususepsi pada orang dewasa umumnya
disebabkan oleh penyakit atau prosedur medis tertentu, seperti:
1. Infeksi virus.
2. Operasi saluran pencernaan.
3. Polip atau tumor usus.
4. Pembengkakan pada kelenjar getah bening di perut.
5. Penyakit Crohn
Namun terdapat sejumlah faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
menderita intususepsi. Di antaranya adalah:
1. Riwayat kesehatan keluarga
Seseorang berisiko terkena intususepsi jika memiliki anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit ini.
2. Usia
Intususepsi lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak, terutama laki-laki ketimbang
perempuan.
3. Jenis kelamin
Anak laki-laki memiliki kemungkinan 4 kali lebih tinggi untuk mengalami intususepsi
dibandingkan dengan anak perempuan.
4. Pernah mengalami intususepsi
Orang yang pernah menderita intususepsi memiliki risiko untuk kambuh.
5. Kelainan bentuk usus
Cacat lahir pada bentuk usus akan meningkatkan risiko intususepsi.
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dan perkembangan penyakit dapat dibedakan berdasarkan lokasi
intussusseption, adanya hubungan dengan sistem vascular dan obstruksi yang kompleks.
Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 3--24 jam setelah terjadi intussusseption.
Gejala-gejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan perdarahan.
Nyeri perut bersifat serangan setiap 15-30 menit, lamanya 1-2 menit. Biasanya nyeri disusul
oleh muntah, gejala muntah lebih sering pada invaginasi usus halus bagian atas jejunum dan
ileum daripada ileo-colica. Setelah serangan kolik yang petama, tinja masih normal,
6
kemudian disusul oleh defekasi darah bercampur lendir, perdarahan terjadi dalam waktu 12
jam. Darah lendir berwarna segar pada awal penyakit, kemudian berangsur-angsur
bercampur jaringan nekrosis, disebut terry stool oleh karena terjadi kerusakan jaringan dan
pembuluh darah. Gejala klinisnya lainnya distensi abdomen, demam, dehidrasi dan letargi.
Secara umum, intussusseption yang tinggi gejala klinisnya akut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Diagnosa sementara intussusception dapat ditentukan dengan palpasi berapa panjang dan
penebalan lop usus (terbentuknya masa).
2. Radiografi
Tanda obstruksi usus dapat dilihat dengan radiografi. Intussusception merupakan
sebagian penyebab dari obstruksi usus yang dapat dilihat dengan radiografi jika ada
sedikit akumulasi gas. Saluran jaringan ikat yang lunak dapat diidentifikasi. Jika
akumulasi gas cukup banyak pada bagian distal usus, maka terbentuk intussusception
bagian atas. Pada traktus gastrointestinal bagian atas dapat digunakan barium enema
untuk menentukan tempat obstruksi. Bahan kontras berbentuk pita dapat terlihat dengan
jelas pada intussusceptium aboral sampai ke segmen usus yang dilatasi. Kadangkala
terdapat akumulasi bahan kontras dalam lumen antara intussusceptium dan
intussuscipiens.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya intussusception. Pola
ultrasonografi dari intussusce.
4. Kolonoskopi
Colonoscopy dapat digunakan untuk mengidentifikasi invaginasi penonjolan usus
kedalam kolon pada pasien yang mengalami intussusception ileocolic atau cecocolic.
5. Hasil Laboratorium
Penemuan laboratorium yang abnormal termasuk dehidrasi, leukogram, stress, anemia
dan abnormalitas asam basa dan elektrolit. Intussusception kronik dapat menyebabkan
hypoalbuminemia karena rendahnya protein dari kongesti mukosa. Dengan pemeriksaan
feses suatu waktu dapat ditemukan adanya investasi parasit.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan adalah lekogram yaitu dengan melihat
adanya perubahan mulai dari leukopenia yang disebabkan oleh adanya gangguan karena
virus sampai leukocytosis yang disebabkan karena adanya gangguan pada usus besar
atau peritonitis, hematokrit mengalami perubahan yang signifikan jika terjadi hemoragi
gastrointestinal dan dehidrasi yang tinggi. Abnormalitas elektrolit juga dapat diperiksa
diantaranya hyponatremia, hypochloremia dan hypokalemia.ption dalam garis transversal
adalah multilayer seperti lesio (hyperechoic konsentrasi dan cincin hypoechoic) dengan
7
asosiasi adanya akumulasi cairan proximal dan motilitas usus yang sedikit. Secara
longitudinal dapat dilihat pola dengan alternatif hyperechoic paralel dan garis
hypoechoic.
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pemeriksaan abdomen, koleksi spesimen dan isolasi usus yang rumit dengan cara
laparotomi. Untuk mengurangi intussusception secara manual dapat dilakukan dengan
menarik pelan bagian intussusceptum sampai apex yang keluar intussuscipiens. Hal ini
untuk mengurangi daya tarik yang berlebihan karena dapat membahayakan usus.
Penarikan secara manual sukses jika fibrin tidak terbentuk yang dapat memicu terjadinya
adhesi serosa. Evaluasi penarikan usus untuk viabilitas dan perforasi.
2. Lakukan enema barium/udara (cara ini dapat mendiagnosis dan mereduksi intususepsi).
Masukkan kateter Foley tanpa pelumas ke dalam rektum, tiup balonnya dan rapatkan
pantat pasien dengan plester. Alirkan larutan hangat barium dalam garam normal dari
ketinggian 1 m ke dalam kolon dengan pemantauan lewat fluoroskopi. Diagnosis
tertegakkan bila terlihat gambaran meniskus. Tekanan cairan barium lambat laun akan
mereduksi intususepsi. Reduksi dikatakan berhasil bila beberapa bagian usus halus telah
terisi barium/udara.
3. Pasang NGT.
4. Beri resusitasi cairan.
5. Beri antibiotik jika ada tanda infeksi (demam, peritonitis) – berikan ampisilin (25–50
mg/kgBB IV/IM empat kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kg IV/IM sekali sehari) dan
metronidazol (7.5 mg/kgBB tiga kali sehari). Lama pemberian antibiotik pasca operasi
bergantung pada kegawatan penyakit yang ada: pada intususepsi tanpa penyulit (yang
tereduksi dengan enema), berikan selama 24-48 jam setelah operasi; jika dengan
perforasi dan reseksi usus, teruskan pemberian antibiotik selama satu minggu.
8
3. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat dari keluhan utama, berisi tentang penyakit yang sedang dialami.
b. Riwayat kesehatan yang lalu.
Riwayat penyakit, pengobatan, dan operasi sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit menular ataupun
penyakit keturunan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Penilaian keadaan umum
Menilai keadaan umum pasien meliputi; keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran,
tanda-tanda vital, dan hal umum yang mencolok.
b. Pemeriksaan sistemik
1) Sistem pernapasan
2) Sistem kardiovaskuler
3) Sistem pencernaan
4) Sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
6) Sistem neurosensori
7) Sistem endokrin
8) Sistem perkemihan
6. Aktivitas sehari-hari
Aktivitas sehari-hari yang perlu dikaji meliputi; nutrisi, eliminasi, pola istirahat/tidur,
personal hygiene serta pola aktivitas sebelum dan selama sakit.
7. Aspek psikologis
Perlu dikaji dampak hospitalisasi ataupun psikologis yang sedang dirasakan pasien.
8. Aspek sosial
Perlu dikaji status pasien dalam keluarga, hubungan pasien dengan lingkungannya yang
akan dipengaruhi oleh aspek psikologis sebagai dampak dari penyakit yang dideritanya.
9. Observasi pada feses dan tingkah laku sebelumnya dan sesudah operasi.
10. Observasi tingkah laku anak atau bayi.
11. Observasi manifestasi terjadi intususepti:
a. nyeri abdomen proximal
b. anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
c. anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
d. muntah
e. letargi
f. feses seperti jeli mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif
g. feses tidak ada (konstipasi)
h. distensi abdomen dan nyeri tekan
i. massa terpal
9
j. anus yang terlihat biasa, dapat tampak seperti propels rectal
k. dehidrasi dan demam, sampai kenaikan 40°
l. keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat, dan keringat bnyak
12. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis:
a. diare
b. anoreksia
c. kehilangan berat badan
d. kadang- kadang muntah
e. nyeri yang priodik
f. nyeri tanpa gejala lain
13. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen,
barium enema dan ultrasonogram.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan invaginasi dalam tubuh
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan
dalam tubuh
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur pengobatan
invaginasi (barium enema)
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Resiko infeksi pada luka berhubungan dengan insisi pembedahan
c. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi
demam
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
(post operasi)
10
C. Intervensi Keperawatan
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I. BIODATA
IDENTITAS ANAK IDENTITAS BAPAK
13
disertai lendir dan darah, serta muntah 3x. Keesokan harinya, pasien
dibawa ke Puskesmas dan dirawat inap. Oleh Puskesmas, pasien dirujuk ke
RSUD Karsa Husada Batu esok harinya, 16 Oktober 2019. Di sana,
dilakukan USG abdomen dan low bowel obstruction suspect invaginasi.
Untuk penanganan lebih lanjut, pasien dirujuk ke RSSA sore harinya.
Pasien masuk IGD RSSA dan diacarakan untuk operasi cito. 17 Oktober
2019 pukul 00.00 pasien dilakukan operasi explorasi laparatomi. Setelah
post operasi pasien dipindahkan di ruang 15. Selama di ruangan, pasien
diberikan terapi ... . Pada 20 Oktober 2019, pasien dilakukan rawat luka
bekas operasi, ditemukan bekas luka pada abdomen bawah kurang lebih 8
cm, bersih, pus (-), perdarahan (-), dan jahitan bagus. Pada 21 Oktober
2019 dilakukan pengkajian pada pasien.
B. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
a. Penyakit-penyakit waktu kecil
Batuk, pilek, demam.
b. Pernah dirawat di rumah sakit
Tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
c. Obat-obatan
Paracetamol, dan obat dari bidan/Puskesmas ketika anak batuk pilek.
d. Tindakan (misalnya: operasi)
Tidak pernah operasi.
e. Alergi
Tidak ada alergi.
f. Kecelakaan
Tidak ada riwayat kecelakaan.
g. Imunisasi
Imunisasi di Puskesmas sesuai jadwal.
C. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
a. Pre natal
Ibu rutin ANC ke bidan sesuai jadwal, keputihan (-), batuk (-), demam
(-), konsumsi jamu (-), herbal (-), pijat oyok (+).
b. Intra natal
Bayi lahir secara SC atas indikasi panggul sempit dengan usia
kehamilan 39 minggu, BB: 2900 gram, PB: 49 cm.
c. Post natal
Anak diasuh oleh ibu dan nenek. Minum ASI saja sampai usia 6 bulan,
dan BAB rutin 1x sehari. Setelah usia 6 bulan, anak diberi MPASI
berupa biskuit, roti, nasi yang dihaluskan, dan BAB menjadi 2 hari
sekali.
14
IV. RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada riwayat dalam keluarga dengan penyakit tersebut.
V. RIWAYAT SOSIAL
a. Yang mengasuh
Orang tua, nenek.
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Baik, pasien dekat dengan ibu dan nenek.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Tidak terkaji.
d. Pembawaan secara umum
Pasien mudah menangis.
e. Lingkungan rumah
Bersih, aman.
15
Kelainan lain : polip/perdarahan/peradangan: tidak ada polip, tidak ada
perdarahan, tidak ada peradangan
Sekresi: Tidak ada sekresi
E. Telinga
Kebersihan : Telinga pada klien bersih
Sekresi : Tidak ada sekresi pada telinga klien
Struktur : Struktur telingan kanan dan kiri pada normal
Fistulaaurikel: Tidak ada fistula aurikel pada telinga klien
Membran timpani: Tidak ada peradangan
F. Mulut dan Tengorokan
Keadaan mulut : Mukosa bibir lembab, lidah bersih
Jamur (stomatitis, moniliasis): Tidak ada jamur pada mulut klien
Kelaianan bibir dan rongga mulut (gnato/labio/palato skizis): Tidak
ada kelainan
Problem menelan : Tidak ada problem menelan pada klien
G. Leher
Vena jugularis : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Arteri karotis : Arteri karotis klien teraba kuat
Pembesaran tiroid dan limfe : Tidak ada pembesaran tiroid dan limfe
Torticoliis: Tidak ada kelainan
H. Dada/Thorak (jantung dan Paru)
Bentuk dada:Normal chest
Pergerakan kedua dinding dada: Pergerakan dinding dada kanan dan
kiri bersamaan
Tarikan dinding dada ke atas/bawah: Tidak ada retraksi dinding dada
Suara pernafasan: Suara nafas vesikuler
Frekwensi nafas: 32 x/menit
Abnormalitas suara nafas: tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Suara jantung: Bunyi jantiug I dan II tunggal
I. Ekstremitas atas
Tonus otot: 5 5
5 5
CRT: Kurang dari 2 detik
Trauma, deformitas: Tidak ada trauma dan deformitas
Kelainan struktur: Tidak ada kelinan struktur
J. Perut
16
Bentuk perut: Datar, ada luka post laparatomin ± 7 cm tertutup kasa
dan plester
Pengkajian Nyeri: face skor (1), leg skor (2), activity skor (1), cry skor
(2) consolatility skor (2)
Kesimpulan Nyeri: Nyeri yang dirasakan pada klien adalah nyeri berat
Bising usus: 6 x/menit
Ascites: Tidak ada ascites
Massa: Tidak ada massa
Turgor kulit: Kembali dalam 2 detik
Vena: Tidak tampak, tidak ada pembesaran
Hepar: Tidak teraba atau tidak ada pembesaran hepar
Lien: Tidak teraba atau tidak ada pembesaran lien
Distensi: Terdapat distended abdomen
K. Punggung
Spina bifida: Tidak ada
Deformitas: Tidak ada deformitas pada punggung
Kelainan struktur: Tidak ada kelainan struktur
L. Kelamin dan anus
Keadaan kelamin luar (kebersihan, lesi, kelainan) : kelamkin luar
bersih, tidak ada lesi,terpasang DC
Anus : Tidak terjadi atresia ani, tidak ada benjolan, tidak ada
perdarahan
Kelainan: Tidak ada kelainan pada kelamin dan anus
M. Ekstremitas bawah
Tonus otot: 5 5
5 5
Trauma, deformitas: Tidak ada trauma dan deformitas
Kelainan struktur: Tidak ada kelainan struktur
N. Integumen
Warna kulit: Sawo matang
Kelembaban: Keadaan kulit pada pasien lembab
Lesi: Terdapat luka post laparatomi ± 7 cm tertutup kasa dan plester
Warna kuku : Merah muda
Kelainan: Tidak ada kelainan (sianosis, ikterik, hiperpigmentasi)
17
Panjang/Tinggi badan: 68 cm
Lingkar kepala: 49 cm
Lingkar dada: 48 cm
Lingkar lengan Atas: 16 cm
Kesimpulan Status gizi: Baik, kurus, Sangat kurus, Gemuk, Sangat gemuk
(lingkari salah satu)
18
Cara BAK (spontan/kateter): menggunakan kateter
Kelaianan pemenuhan BAK: Tidak ada kelainan
E. ELIMINASI ALVI
Volume feses: ± 250 cc
Warna feses: Feses berwarna hijau
Konsistensi: Konsistensi feses cair
Frekwensi: 7 x/hari
Darah, lendir dalam feses: Tidak ada darah dan lendir dalam feses
F. TIDUR
Jumlah jam tidur dalam 24 jam:± 14 jam
Kualitas tidur (sering terbangun, rewel, tidak bisa tidur): pasien
sering terbangun, rewel, dan susah tidur
G. PSIKOSOSIAL
Hubungan orangtua dengan anak: Hubungan orang tua dan anak
sehar-harinya baik
Yang mengasuh: Ibu dan nenek
X. TANDA-TANDA VITAL
a. Tekanan Darah : Tidak terkaji
b. Denyut Nadi : 112 x/menit
c. Pernafasan : 30 x/menit
d. Suhu Tubuh : 36,7º C
19
Eritrosit 4,73
Leukosit
Hematokrit
Trombosit 19,45
Albumin
34 %
525
3,27 g/dL
20
- TTV:
- Nadi : 112x/menit
- RR : 30x/menit
- Suhu : 36.7oC
- Pasien
sulit tidur.
2. DS: Diare Invaginasi
Orang tua mengatakan ↓
Ileus obstruksi
pasien diare.
↓
DO:
Kerja usus tidak
- BAB : 7x/hari
- Konsistensi : cair maksimal
- Warna feses : hijau ↓
- Bising usus : 6x/menit Ketidakmampuan
- Distensi abdomen (+) absorbsi air
↓
Air tertampung dalam
lumen
↓
Diare
3. DS: Resiko disfungsi Pembedahan
-
motilitas (laparatomi)
DO:
↓
gastrointestinal
- Pasien Mempengaruhi fungsi
post operasi explorasi kontraksi sistem
laparatomi pada 17 pencernaan
↓
Oktober 2019 dengan
Resiko disfungsi
diagnosa medis
motilitas
Invaginasi Ileo-Colical
gastrointestinal
- Pemeriksa
an laboratorium, 20
Oktober 2019:
- Hemoglobin 11.10
g/dL
- Eritrosit 4.73 106/µL
- Leukosit 19.45 103/µL
(↑)
21
- Hematokrit 34 % (↓)
- Trombosit 525 103/µL
(↑)
- Albumin 3.27 g/dL
22
3.3 Daftar Diagnosa Keperawatan
Nama : An. Z
No. RM : 11458xx
NAMA DAN
NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
PARAF
1. 21-10-2019 Nyeri akut berhubungan dengan post
pembedahan (explorasi laparatomi).
Kelompok 18
2. 21-10-2019 Diare berhubungan dengan ileus obstruksi.
Kelompok 18
3. 21-10-2019 Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan pembedahan
abdomen (explorasi laparatomi).
Kelompok 18
23
3.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan
Nama : An. Z
No. RM : 11458xx
DIAGNOSA TGL TGL NAMA DAN
NO
KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI PARAF
1. Nyeri akut berhubungan 21-10-2019 23-10-2019
dengan post
pembedahan (explorasi
laparatomi).
Kelompok 18
2. Diare berhubungan 21-10-2019 23-10-2019
dengan ileus obstruksi.
Kelompok 18
3. Resiko disfungsi 21-10-2019 23-10-2019
motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan
pembedahan abdomen
(explorasi laparatomi).
Kelompok 18
24
3.4 Intervensi Keperawatan
Nama : An. Z
No. RM : 11458xx
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI NAMA DAN PARAF
KEPERAWATAN HASIL
1. Nyeri akut Tujuan: Manajemen nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Terapeutik
post pembedahan selama 3x24 jam, maka tingkat 1. Berikan tehnik non farmakologis
2. Fasilitasi istirahat tidur
(explorasi nyeri menurun dengan
Kolaborasi
laparatomi). Kriteria hasil :
3. Kolaborasi pemberian analgesik
- Gelisah menurun
- Kesulitan tidur menurun Edukasi
- Frekuensi nadi membaik 4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
5. Ajarkan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Observasi
6. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.
7. Identifikasi skala nyeri
8. Identifikasi respon nyeri non verbal
9. Monitor efek samping penggunaan
analgesik. Kelompok 18
2. Diare berhubungan Tujuan: Manajemen diare Kelompok 18
25
dengan ileus Setelah dilakukan intervensi Terapeutik
obstruksi. selama 3x24 jam, maka 1. Berikan asupan cairan oral
2. Berikan cairan intravena
eliminasi fekal membaik
Kolaborasi
dengan
3. Kolaborasi pemberian obat
Kriteria hasil :
antimotilitas
- Konsistensi feses cukup
Edukasi
membaik
- Frekuensi defekasi cukup 4. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
membaik Observasi
- Peristaltik usus membaik 5. Identifikasi penyebab diare
- Distensi abdomen menurun 6. Monitor warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
7. Monitor tanda dan gejala hypovolemia
26
Edukasi
4. Jelaskan kepatuhan diet terhadap
kesehatan
5. Informasikan makanan yang
diperbolehkan dan dilarang
Observasi
6. Identifikasi kebiasaan pola makan saat
ini dan masa lalu
7. Identifikasi persepsi pasien dan
keluarga tentang diet yang di progamkan
27
3.6 Implementasi Keperawatan
Nama : An. Z
No. RM : 11458xx
NAMA DAN
NO TANGGAL JAM IMPLEMENTASI
PARAF
HARI 1
28
1. 21-10-2019 05.00 1. Mengajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri dengan teknik distraksi
Menyarankan ibu pasien untuk mengendong pasien dan menenangkan pasien ketika
menangis dengan cara mengendong dan memberikan sentuhan (skin to skin).
2. Memfasilitasi istirahat tidur
3. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
4. Mengidentifikasi skala nyeri
Menggunakan skala FLACC (Faces, Legs, Activity, Cry, and Consolability)
SKOR
NO KATEGORI
0 1 2
1. Face (Wajah) Tidak ada Menyeringai, Dagu gemetar,
ekspresi mengerutkan gigi gemertak
khusus, dahi, tampak (sering)
senyum tidak tertarik
(kadang-kadang)
2. Leg (kaki) Normal, rileks Gelisah, tegang Menendang,
kaki tertekuk
3. Activity Berbaring Menggeliat, Kaku atau
(aktivitas) tenang, posisi tidak bisa diam kejang
normal, tegang
gerakan mudah
4. Cry (menangis) Tidak Merintih, Terus
menangis merengek, menangis,
kadang-kadang berteriak
mengeluh sering
mengeluh
29
2. 21-10-2019 05.00 1. Memberikan asupan cairan oral
2. Memberikan cairan intravena
3. Menganjurkan untuk melanjutkan pemberian ASI
4. Mengidentifikasi penyebab diare
5. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
HARI 2
1. 22-10-2019 17.00 1. Mengevaluasi tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
2. Memfasilitasi istirahat tidur
3. Mengidentifikasi skala nyeri
4. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
30
1. 23-10-2019 14.00 1. Mengevaluasi tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
2. Menjelaskan strategi meredakan nyeri di rumah
3. Mengidentifikasi ulang skala nyeri
4. Mengidentifikasi ulang respon nyeri non verbal
2. 21-10-2019 17.00 1. Memberikan asupan cairan oral
2. Menganjurkan untuk melanjutkan pemberian ASI
3. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
3. 21-10-2019 17.00 1. Memberikan informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
2. Mengevaluasi kepatuhan diet Kelompok 18
31
3.7 Evaluasi Keperawatan
Nama : An. Z
No. RM : 11458xx
DIAGNOSA TANGGAL
NO
KEPERAWATAN 21 Oktober 2019 / 07.00 22 Oktober 2019 / 21.00 23 Oktober 2019 / 15.00
1. Nyeri akut berhubungan S: S: S:
dengan post pembedahan Orang tua mengatakan pasien terus Orang tua mengatakan pasien Orang tua mengatakan pasien
(explorasi laparatomi). rewel. rewel, tapi tidak seperti kemarin. kadang masih rewel.
O: O: O:
- Pengkajian nyeri FLACC: - Pengkajian nyeri FLACC: - Pengkajian nyeri FLACC:
jumlah skor 8 (nyeri berat). jumlah skor 6 (nyeri sedang). jumlah skor 4 (nyeri sedang).
- TTV: - TTV: - TTV:
- Nadi : 110x/menit - Nadi : 116x/menit - Nadi : 109x/menit
- RR : 30x/menit - RR : 28x/menit - RR : 28x/menit
- Suhu : 36.6oC - Suhu : 36.4oC - Suhu : 36.5oC
- Pasien sulit tidur. - Pasien tenang, menangis - Pasien tenang.
A: kadang-kadang. - Pasien KRS pukul 15.00
Masalah belum teratasi. A: A:
P: Masalah belum teratasi. Masalah teratasi.
Lanjutkan intervensi. P: P:
Lanjutkan intervensi. Hentikan intervensi.
32
TANGGAL
2. Diare berhubungan S: S: S:
Orang tua mengatakan pasien Orang tua mengatakan pasien Orang tua mengatakan pasien
dengan ileus obstruksi.
diare. masih diare. diare berkurang.
O: O: O:
- BAB : 7x/hari - BAB : 6x/hari - BAB : 4x/hari
- Konsistensi : cair - Konsistensi : cair tapi sudah - Konsistensi : cair tapi sudah ada
DIAGNOSA - Warna feses : hijau
NO ada sedikit ampas. sedikit ampas.
- Bising usus : 6x/menit
KEPERAWATAN - Warna feses : hijau - Warna feses : hijau
- Distensi abdomen (+)
- Bising usus : 5x/menit - Bising usus : 5x/menit
A:
- Distensi abdomen (-) - Distensi abdomen (-)
Masalah belum teratasi.
A: - Pasien KRS pukul 15.00
P:
Masalah belum teratasi. A:
Lanjutkan intervensi.
P: Masalah teratasi.
Lanjutkan intervensi. P:
Hentikan intervensi.
3. Resiko disfungsi S: S: S:
motilitas gastrointestinal - - -
berhubungan dengan O: O: O:
pembedahan abdomen - Pasien post op explorasi - Pasien post op explorasi - Pasien post op explorasi
(explorasi laparatomi). laparatomi hari ke 5. laparatomi hari ke 6. laparatomi hari ke 7.
- Pasien diare. - Pasien masih diare. - Pasien masih diare.
A: A: - Pasien KRS pukul 15.00.
Masalah belum teratasi. Masalah belum teratasi. A:
P: P: Masalah teratasi.
33
DIAGNOSA TANGGAL
NO Lanjutkan intervensi. Lanjutkan intervensi. P:
KEPERAWATAN
- Hentikan intervensi.
- KIE pola makan.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada tujuan laporan kasus yang penulis buat maka
penulis menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Diagnosa keperawatan yang muncul pada laporan kasus ini ada nyeri akut
berhubungan dengan post pembedahan (explorasi laparatomi), diare
berhubungan dengan ileus obstruksi dan resiko disfungsi motilitas
gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan abdomen (explorasi
laparatomi).
2. Dalam perencanaan keperawatan laporan kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan tindakan non farmakologi, seperti tehnik distraksi untuk
mengurangi rasa nyeri. Pemberian edukasi seperti menganjurkan untuk
melanjutkan pemberian ASI dan menjelaskan kepatuhan diet terhadap
kesehatan.
3. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah –
masalah keperawatan yang muncul di dukung dengan jurnal. Fasilitas yang
berada di ruangan mendukung penulis dalam melakukan tindakan –
tindakan kepada pasien.
4. Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan
yaitu akhir dimana dalam metode ini menggunakan SOAP.
4.2 Saran
1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kinerja
perawat dan tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan invaginasi di RSUD Dr Saiful Anwar
Malang.
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk melanjutkan
asuhan keperawatan yang sudah dikelola dengan tujuan untuk pemulihan
kesehatan pasien dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien hanya sebagai
rutinitas sehari-hari.
35
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L.& Linda A. 2014. Buku Saku keperawatan Pediatrik. Edisi ke 3.
Jakarta : EGC
Supartini, Y. 2014. Buku ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan: PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
I Cetakan II. Jakarta Selatan: PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II. Jakarta Selatan: PPNI.
Wong, D. 2015. Wong’s Nursing care Of Infants And Children. Mosby company,
St Louis Missouri
36
BEDAH JURNAL
37
Burkitt secara
laparoskopi,
poin timah
hitam patologis
diidentifikasi
dalam 5 (2
apendisitis
akut, 1
divertikulum
Meckel, 1 polip
berbahaya, dan
1 limfoma
Burkitt). Poin
utama dieksisi
secara laparo-
scopically atau
melalui sayatan
transumbilikal
vertikal. Tidak
ada komplikasi.
38
lembar dalam
pengukuran Nurhayanti,
skala nyeri dkk. (2011)
menggunakan yang berjudul
Numeric Rating pengaruh
Scale (NRS).Di teknik distraksi
tambah dengan relaksasi
alat dan bahan terhadap
berupa penurunan
handphone dan intensitas nyeri
box virtual pada pasien
reality post operasi
laparatomi di
PKU
Muhammadiya
h Gombong
sebanyak 43
responden
didapatkan
hasil pvalue =
0,000. Oleh
karena p value
(0,000 < 0,05)
maka Ho
ditolak, artinya
ada perbedaan
antara pre dan
post perlakuan
teknik distraksi
relaksasi
terhadap
penurunan
intensitas nyeri
post operasi
laparatomi di
RS PKU
Muhammadiya
h Gombong.
39
40