Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP APPENDIX

A. Konsep Teori Penyakit Apendisitis

1. Definisi Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis

akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (appendiks). Infeksi ini

menyebabkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah

segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wijaya &

Putri, 2013:88). Apendisitis adalah salah satu penyakit akut abdomen

dimana terjadi inflamasi pada apendiks vermiformis yang disebabkan oleh

infeksi bakteri sebagai penyebab utamanya (Zulfikar et al. 2015).

Apendisitis merupakan inflamasi saluran usus yang tersembunyi

dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci (10 cm) yang buntu pada sekum.

Apendiks dapat terobstruksi oleh masa feses yang keras, yang akibatnya

akan terjadi inflamasi, infeksi, gangren, dan mungkin perforasi. Apendiks

yang ruptur merupakan gejala serius karena isi usus dapat masuk ke dalam

abdomen dan menyebabkan peritonitis atau abses (Caroline &

Kowalski,2017).

2. Etiologi

Menurut Irianto (2015:60), menyatakan bahwa penyebab apendisitis

sebagai berikut :
9

a. Penyebab belum pasti

b. Faktor yang mempengaruhi

1) Obstruksi : hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks,

2) Ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica

3) Konstipasi : timbunan tinja yang keras (fekalit)

3. Klasifikasi

Menurut Mardalena (2017 :150), menjelaskan klasifikasi apendisitis

menjadi dua, yaitu :

a. Appendisitis akut

Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan

tanda setempat. Gejala apendisistis akut antara lain nyeri samar dan

tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar

umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu

makan.

b. Appendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan

tiga hal yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan

bawah abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis

lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien

akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat

dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks.

4. Patofisiologi

Mardalena (2017:149-150), apendisitis umumnya terjadi karena

infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya,


diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Kondisi

obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan

perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan

penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan

inflamasi apendiks.

Pada fase ini, pasien akan mengalamai nyeri pada area periumbikal.

Dengan berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan

terjadi pada permukaan serosa apendiks.

Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi

dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada

mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya

penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis

disertai peningkatan tekanan intraluminal yang disebut apendistis nekrosis,

juga akan beresiko meningkatkan perforasi dari apendiks (Muttaqin & Sari,

2011:500).

Secara sistematis patofisiologis apendisitis digambarkan dalam

pathway apendisitis seperti pada gambar 2.1.


Gambar 2.1
Patofisiologi Apendisitis

Material apendikolit Kebiasaan diet rendah serat dan konstipasi


Parasit
Hiperplasiafolikel limfoid submukosa

Obstruksi pada lumen apendekeal


Fekalit (material,
Iskemia dan nekrosis dinding disertai peningkatan intraluminal
garam kalsium,
Apendisitis nekrosis Apendisitis supuratif

Peninkatan intraluminal

Peningkatan kongesti dan penurunan perfusi


Perforasi masa periapendikuler peritonitis Apendisitis

Apendisitis akut
Responlokalterhadap inflamasi
Intervensi bedah
Gangguan gastrointestin
Respon
al sistemik
Nyeri

Respon psikologis mis interprestasi perawatan dan pelaksanaan


Perioperatif pengobatan
Pasca operatif Peningkatan suhu tubuh
Kerusakan jaringan
Mual, muntah, diare, anoreksia
pascah
Intoleransi
Aktivitas
Hipertermi

Port de entre pasca bedah


Perubahan pola nutrisi post operasi
Asupan nutrisi
Kecemasan pemenuhan informasi Ketidakseimbangan nutrisi
Resiko infeksi

(Muttaqin & Sari, 2011)


5. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya & Putri (2013:90), klien yang dilakukan tindakan

apendiktomi akan muncul berbagai manifestasi klinis seperti berikut :

a. Nyeri tekan pada luka operasi

b. Perubahan tanda-tanda vital

c. Kelelahan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri

d. Gangguan integritas kulit

e. Mual dan muntah, anoreksia

f. Nafsu makan menurun

g. Demam yang tidak terlalu tinggi

h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjaddi diare

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Irianto (2015:62), pemeriksaan penunjang apendisitis adalah :

a. Pemeriksaan Laboratorium yang terdiri dari :

1) Pemeriksaan darah lengkap , leukosit antara 10.000-20.000/ml dan

neutrofil diatas 75%

2) Tes protein reaktif ditemukan jumlah serum yang meningkat.

b. Pemeriksaan Radiologi terdiri dari pemeriksaan :

1) USG (ultrasonografi), ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi.

2) CT-scan, ditemukan bagian yang menyilang serta danya pelebaran

sekum.
7. Penatalaksanaan Medis

a. Kriteria tindakan apendiktomi

Menurut Mardalena (2017:151-153), pembedahan apendiktomi

dilakukan bilamana didalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa

peritonitis umum.

b. Penatalaksanaan pasca operasi

1) Observasi tanda-tanda vital

2) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler

3) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,

selama pasien dipuasakan

4) Bila ada tindakan operasi lebih besar,misalnya pada perforasi, puasa

dilanjutkan sampai usus kembali normal

5) Berikan minum mulai 25 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan

menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring , dan

hari berikutnya diberikan makanan lunak

6) Satu hari pasca operasi dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur

selama 2x30 menit

7) Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri diluar kamar

8) Hari ke tujuh jahitan di buka dan pasien dibolehkan pulang

c. Proses penyembuhan Luka

Menurut Smeltzer & Bare (2000 :490), terdapat tiga fase

penyembuhan luka yaitu sebagai berikut :


1) Fase peradangan (inflamasi)

Fase inflamasi dimulai dari saat insisi bedah dan berlanjut

sampai 5 hari. Setelah luka terjadi dan melibatkan

platelet,pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokontriksi. Fase

ini bertujuan untuk homeostasis sehingga mencegah perdarahan

lebih lanjut (5-10 menit) kemudian terjadi vasodilatasi dan pelepasan

substansi vasodilator. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan

leukosit (utamanya neutrofi). Neutrofi selanjutnya memfagosit dan

membunuh bakteri yang masuk ke matriks fibrin dalam persiapan

pembentukan jaringan baru.

2) Fase Proliferasi

Fase ini dimulai dari stadium inflamasi dan berlanjut

selama 21 hari. Tepi luka tampak merah muda dan penyembuhan

terbentuk selama 5-7 hari setelah insisi. Fibrolas memperbanyak diri

dan membentuk jaringan-jaringan baru. Sel-sel epitel membentuk

kuncup pada pinggir-pinggir luka, kuncup ini berkembang menjadi

kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang

baru.

3) Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai pada minggu ke 3 dan dapat

berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang

sudah hilang. Jaringan parut tampak besar dan kolagen yang di

hasilkan lebih tebal dan lebih padat, serta serat-seratnya mulai


membentuk ikatan silang. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut

dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 sampai 12 minggu,

tetapi tidak akan mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum

luka.

8. Komplikasi

Menurut Wijaya & Putri (2013:92), komplikasi yang sering

muncul pada pasien dengan apendistis adalah :

a. Perforasi

Perforasi merupakan terbentuknya lubang pada lambung akibat

penyakit apendisitis dan sistem pencernaan lainnya, bisa juga karena

trauma luka tusuk atau tembakan. Perforasi jarang timbul pda 24 jam

pertama saat sakit, tetapi akan lebih meningkat tajam saat lebih dari 24

jam. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu tubuh

39,5oc, nyeri tekan diseluruh perut, dan leukositas meningkat akibat

perforasi dan pembentukan abses.

b. Peritonitis

Peritonitis adalah trombofebitis septik pada sitem vena porta

ditandai dengan panas tinggi 39,5oc – 40oc menggigil dan ikterus

merupakan penyakit yang jarang.

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Ambarwati (2014:1), Abraham Maslow menyusun teori

tentang kebutuhan dasar manusia yang terdir dari 5 kategori dan tersusun

secara berurutan yang dikenal dengan Hierarki kebutuhan dasar manusia,


yakni, kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan

akan rasa cinta, harga diri dan aktualisasi.

Pada kasus post operasi kebutuhan dasar manusia yang terganggu menurut

Mubarak & Chayatin, 2008 diantaranya:

1. Kebutuhan akan rasa nyaman tepatnya kebutuhan bebas dari rasa nyeri,

kebutuhan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek , baik

fisiologis maupun psikologis.

Nyeri adalah fenomena perlindungan tubuh terhadap bahaya cedera

yang serius. Dengan nyeri, individu akan menyadari adanya gangguan pada

kesehatannya. Beberapa gangguan terkait dengan nyeri, antara lain: anetesi,

hipoestesia, parestesia, dan hiperestesia.

Fisiologis nyeri yaitu bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan

oleh individu masih belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa

tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat masa nyeri tersebut

mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan

transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.

Secara umum bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis,

yaitu sebagai berikut :

a. Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.

Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya peneyebab serta lokasi nyeri

sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot

dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.


b. Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber

nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan

biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu, pengindaran nyeri

menjadi lebih dalam sehingga penderita menjadi mudah tersinggung

dan sering mengalami insomnia. Nyeri kronis biasanya hilang timbul

dalam periode waktu tertentu.

Dalam mengembangkan alat ukur nyeri dengan skala longitudinal yang

ada pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri)

dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat).

2. Gangguan kebutuhan fisiologis yaitu pola istirahat tidur, pasien dengan

post apendiktomi akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas

istirahat tidurnya akibat nyeri yang dirasakannya.

3. Gangguan keamanan yakni resiko infeksi. Pasien apendiktomi memiliki

luka post operasi dimana jaringan yang terbuka akan lebih memudahkan

mikroorganisme ataupun patogen untuk masuk ke dalamnya dan akan

mengalami peradangan. Tanda-tanda infeksi akan muncul pada luka seperti

kemerahan (rubor), terasa panas pada sekitar luka (kalor), nyeri/terasa sakit

(dolor) dan disertai bengkak (tumor).

4. Gangguan kebutuhan eliminasi yaitu konstipasi, pemberian anastesi saat

pembedahan dapat menghambat ataupun menghentikan kerja peristaltik

untuk sementara waktu, umumnya berlangsung sekitar 24-48 jam.


C. Proses Keperawatan Post Operasi Apendiktomi

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Windy & Sabir (2016:25), apendisitis sangat rentang terjadi

pada usia 20-30 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun jarang

ditemukan.

Menurut Muttaqin & Sari (2011:503), dapat ditemukan masalah

psikososial yaitu pasien dengan pasca bedah akan mengalami kecemasan

akibat nyeri hebat pada luka post operasinya. Selain itu pengkajian

pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya

a. Tanda-tanda Vital

Pada pasien post operasi biasanya akan didapatkan takikardi

dan peningkatan frekuensi pernapasan akibat dari respon kesakitan

yang hebat dari pembedahan.

b. Abdomen

Pada abdomen akan ditemukan keluhan nyeri pada regio kanan

bawah, kembung pada pasien dengan komplikasi perforasi,

peningkatan respon nyeri pada saat palpasi dan nyeri lepas.

Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya:

1) Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit mencapai 10.000-20.000/ml,

2) C-Reaktif Protein (CRP) mengalami peningkatan yang

menyebabkan inflamasi.

3) USG untuk melihat adanya inflamasi pada apendisitis.


Menurut Mardalena (2017), pasien post operasi apendiktomi

perlu dilakukan pengkajian berikut ini:

1) Pola nutrisi

Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat memicu terjadinya

konstipasi yang akan menjadi salah satu penyebab dari timbulnya

apendisitis.

2) Kebiasaan eliminasi

Pasien mengalami konstipasi, tanda-tanda diare, distensi abdomen,

nyeri tekan/lepas, penurunan bising usus

3) Nyeri kenyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan

umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada setengah

jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan.

2. Diagnosa Keperawatan

Nurarif & Kusuma (2015:50), berdasarkan hasil pengkajian pada

post operasi apendiktomi didapatkan diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi

Menurut PPNI (2016:172), definisi nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Batasan karakteristik nyeri akut adalah ekspresi wajah nyeri (meringis),

perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap melindungi area nyeri.

Gejala dan tanda mayor: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap


menghindari nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala

dan tanda minor: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu

makan menurun, fokus pada diri sendiri, mrnarik diri.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis

Menurut PPNI (2016:282), definisi gangguan integritas kulit yaitu

gangguan kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan

(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,

kapsul sendi dan/atau ligamen). Batasan karakteristik gangguan

integritas kulit adalah benda asing menusuk permukaan kulit. Gejala

dan tanda mayor: kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit. Gejala

dan tanda minor: nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

c. Defisit nutrisi

Menurut PPNI (2016:126), definisi defisit nutris adalah asupan

nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Batasan

karakteristiknya yaitu kurangnnya asupan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutirisi, faktor

psikologis (stres). Gejala dan tanda mayor: berat badan menurun 10%

dibawah rentang ideal. Gejala dan tanda minor : nafsu makan

menurun, membran mukosa pucat.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Menurut PPNI (2016:304), definisi risiko infeksi yaitu beresiko

mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Faktor resiko

diagnosa keperawatan risiko infeksi yaitu efek prosedur invasif,

kerusakan integritas kulit.


3. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi dapat

dilihat pada tabel 2.1 berikut

.
Tabel 2.1
Rencana keperawatan pada pasien post operasi Apendiktomi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 2 3 4
1 Nyeri akut Kontrol Nyeri Managemen nyeri

1. Mampu 1. Lakukan pengkajian nyeri


mengontrol nyeri secara komprehensif
(penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu karakteristik, durasi,
menggunakan frekuensi, kualitas, dan
tehnik faktor presipitasi
nonfarmakologi 2. Observasi reaksi
untuk mengurangi nonverbal dari
nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan). 3. Gunakan teknik
2. Melaporkan komunikasi terapeutik
bahwa nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan 4. Kaji kultur yang
manajemen nyeri. mempengaruhi respon
3. Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah 5. Evaluasi pengalaman
nyeri berkurang nyeri masa lampau
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
7. Ajarkan teknik non
farmakologi (tarik
1 2 3 4
nafas dalam
7. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
8. Ajarkan teknik non
farmakologi (tarik nafas
dalam)
9. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
10. Tingkatkan istirahat
11. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

Pemberian analgesik

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat, cek
instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
Frekuensi
2. Cek riwayat alergi
3. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika
pemberian lebih dari
satu
4. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
5. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
6. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
1 2 3 4
2 Gangguan Integritas jaringan : Perawatan luka
integritas kulit & memran
jaringan mukosa 1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
1. Perfusi jaringan yang longgar supaya tidak
normal ada penekanan pada luka
2. Tidak ada 2. Jaga kulit agar tetap
tanda- tand bersih dan kering
Infeksi 3. Mobilisasi pasien (ubah
3. . Ketebalan dan posisi pasien)
tekstur jaringan 4. Monitor kulit akan
normal adanya tanda-tanda
4. Menunjukkan infeksi
pemahaman 5. Monitor aktivitas dan
5. dalam mencegah mobilisasi pasien
terjadinya cidera 6. Monitor status nutrisi
berulang pasien
6. Menunjukkan 7. Observasi luka : lokasi,
trjadinya proses dimensi,
penyembuhan keadaan luka, tanda
luka infeksi
8. Ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
9. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
10. Kolaborasi pemberian
terapi
3 Hambatan Pergerakan Terapi latihan :
mobilitas 1. Pasien meninggkat ambulasi
fisik dalam aktivitas
fisik 1. Monitor vital sign
2. Mengerti tujuan sebelum/sesudah latihan
dari peningkatan dan liat respon pasien
saat latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
1 2 3 4
aktivitas 3. Fasilitasi klien dalam
3. Memverbalisasi melakukan mobilisasi
kan perasaan 4. Kaji kemampuan klien
dalam dalam melakukan
meningkatkan mobilisasi
kekuatan dan 5. Latih pasien dalam
kemampuan pemenuhan
berpindah 6. kebutuhan ADLs secara
4. Bantu untuk mandi sesuai
mobilisasi kemampuan
(fasilitasi) 7. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien
8. Ajari pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan

4 Resiko Keparahan l infeksi Kontrol infeksi


infeksi 1. Pasien bebas dari 1. Batasi pengunjung pasien
tanda dan gejala 2. Pertahankan teknik isolasi
infeksi 3. Monitor tanda dan gejala
2. Mendeskripsikan infeksi sistemik dan lokal
proses penularan 4. Monitor kerentanan
penyakit, faktor terhadap infeksi
yang mempengaruhi 5. Dorong intake nutrisi dan
penularan serta cairan
penatalaksanaannny 6. yang adekuat
a 7. Dorong istirahat pasien
3. Menunjukkan 8. Informasikan kepada
kemampuan untuk keluarga tentang tanda
mencegah dan gejala infeksi
timbulnya infeksi 9. Ajarkan cara pencegahan
infeksi
10. Laporkan kecurigaan
infeksi
11. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah

Anda mungkin juga menyukai