Anda di halaman 1dari 19

Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 1

SERI: ETOLOGI HEWAN

PERGERAKAN HEWAN

DR. IR. DEDEN ISMAIL, MSi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

DENPASAR
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 2

Pergerakan

Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk


menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan
berkembang biak secara normal. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pergerakan, baik yang berasal dari dalam maupun luar. Pergerakan hewan (satwa
liar) merupakan suatu perilaku, sehingga mempunyai pola-pola tertentu sesuai
dengan jenisnya.

Pergerakan hewan baik dalam skala sempit maupun luas merupakan


usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Pergerakan ini erat hubungannya
dengan sifat individu dan kondisi lingkungannya seperti 1) ketersediaan
makanan, 2) fasilitas untuk berkembang biak, 3) pemangsaan
(predator), 4) kondisi cuaca/iklim, 5) sumber air maupun 6) adanya
perusakan lingkungan. Mereka bergerak untuk mencari makan, mencari air,
dan untuk berkembang biak ataupun menghindarkan diri dari pemangsaan dan
gangguan lainnya. Greenwood dan Swingland (1983) menekankan pada adanya
faktor yang membatasi pergerakan hewan, yaitu makanan dan pemangsa, dan
khusus bagi hewan ektotermal, temperatur sangat membatasi pergerakannya
daripada faktor-faktor lainnya. Untuk primata, pergerakan di dalam wilayah
jelajahnya sangat ditentukan oleh sumberdaya makanan, pohon-pohon yang
dipergunakan sebagai tempat tidur dan pohon-pohon yang dipergunakan sebagai
tempat bernyanyi (Whitten, 1982).

Pergerakan populasi secara alam pada saat ini banyak terganggu karena
adanya aktivitas manusia, terutama yang telah mengubah habitat mereka
menjadi lebih sempit. Pergerakan hewan baik yang dilakukan secara soliter
maupun dalam kelompok sangat menentukan prospek kelestarian mereka.
Sesuai dengan tujuan, faktor penyebab dan prosesnya, pergerakan hewan dapat
digolongkan menjadi: (1) invasi dan pemencaran, (2) nomad dan (3) migrasi.
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 3

Invasi dan pemencaran

Invasi dan pemencaran merupakan tipe pergerakan populasi yang dilakukan


secara perlahan-lahan terutama untuk menyesuaikan diri dengan keadan iklim
ataupun perubahan lingkungannya. Pergerakan ini dapat memperluas daerah
penyebaran hewan. Untuk menjamin berhasilnya invasi dan pemencaran
diperlukan suatu koridor yang dapat menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
dan perkembangan populasi. Koridor yang paling efektif untuk menunjang
proses invasi dan pemencaran adalah hutan. Jika koridor-koridor ini terputus,
akan terputus pula kesinambungan proses invasi dan pemencaran. Sebagai
akibatnya, kemungkinan besar akan terjadi peledakan populasi, ataupun
sebagaian individu atau populasinya akan mencari jalannya sendiri-sendiri
sehingga seringkali menimbulkan gangguan ke sekitarnya.
Pergerakan mamalia besar dari daratan utama Asia ke Subwilayah Sunda 18.000
tahun yang lalu, berlangsung pada saat terjadinya penggumpalan es sehingga
permukaan air laut turun 85 m dari keadaanya sekarang. Pada saat itu muncul
Paparan Sunda yang menghubungkan P. Jawa, P. Sumatera, P. Kalimantan dan
Semenanjung Malaysia. Berbagai jenis hewan terutama herbivora melakukan
penyesuaian dengan cara bergerak secara perlahan-lahan dari utara ke selatan
(dari daratan Asia menuju wilayah khatulistiwa mengikuti pola pertumbuhan
daratan baru yang mampu menyediakan makanan. Anwar dkk (1984)
menyatakan bahwa keadaan permukaan laut yang dangkal serta suhu yang lebih
dingin pada masa itu menyebabkan beberapa jenis hewan seperti kambing hutan
(Capricornis sumatrensis) dan tumbuhan yang sekarang hanya dijumpai pada
wilayah pegunungan, dapat menyeberang ke Sumatra dari daratan Asia.
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 4

Gambar Kambing Sumatra/ hutan (Capricornus sumatrensis)

Invasi dan pemencaran juga dapat terjadi karena adanya pengaruh dari
organisme lain, misalnya penyebaran burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis)
mengikuti pergerakan dan penyebaran jenis mamalia herbivora. Burung-burung
ini sering hinggap di atas punggung herbivora sambil memakan serangga. Pada
awalnya, kuntul kerbau merupakan burung yang hanya di jumpai di Afrika dan
Eurasia. Sejak tahun 1877 jenis ini dijumpai di Suriname. Kedatangan kuntul
kerbu ini diduga oleh para ahli melalui tiga cara, yaitu secara alamiah,
dirangsang oleh adanya penerbangan pesawat-pesawat transatlantic, ataupun
gabungan keduanya. Hingga saat ini pergerakan transatlantic burung-burung
juga dijumpai pada jenis yang lain, seperti Egretta garzetta (Anderson, 1985).

Jenis cangak abu Florida (Bubulcus caerula), semula hanya dikenal di bagian
timur Amerika Serikat, Meksiko dan Amerika Selatan, sekarang dapat dijumpai
di bagian barat Amerika Utara. Burung jalak (Sturnus vulgaris) yang berasal dari
Amerika Utara, pada tahun 1890 dilepaskan 60 ekor di beberapa kota di New
York, berhasil berkembang biak dan dalam beberapa tahun kemudian mereka
melakukan emigrasi (Orr, 1970). Kelangsungan hidup burung-burung setelah
dilepaskan selain tergantung pada jumlahnya juga ditentukan pula oleh kondisi
lingkungan yang cocok. Pelepasan berbagai jenis burung endemic yang
populasinya sudah menurun akan berpengaruh terhadap kelestarian burung-
burung yang bersangkutan. Secara tidak sengaja burung-burung yang lepas dari
sangkar peliharaan juga dapat membantu penyebaran jenis yang bersangkutan,
akan tetapi tingkat ketahanan hidup mereka di alam sangat rendah.
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 5

Banteng (Bos javanicus) di Indonesia secara alami hanya dijumpai di P. Jawa


dan P. Kalimantan; di P. Sumatra jenis ini sudah punah. Pada saat ini banteng
juga terdapat di TN. Bali Barat. Perembesan banteng terutama dari Jawa ke Bali
terjadi sejak zaman kerajaan Hindu, melalui tukar menukar hadiah atau
cenderamata. Bahkan banteng liar sampai saat ini sudah berhasil dibudidayakan
menjadi ternak yang kita kenal sebagai sapi Bali (Bos sondaicus)(Alikodra,
1978,1983). Sapi Bali sudah tersebar secara luas di seluruh kepulauan Indonesia,
bahkan pada saat ini banyak terdapat di daratan Australia. Secara tradisional
pergerakan jenis herbivora seperti banteng dan rusa, juga seringkali mengikuti
pola pergerakan manusia, karena pola perladangan berpindah dan pembakaran
hutan dapat merangsang pertumbuhan rumput muda yang sangat dipilih
herbivora. Berarti jenis-jenis ini tidak dapat menghendaki hutan yang
keadaannya tertutup rapat.

Proses invasi dan pemencaran hewan dapat juga disebut sebagai proses
perembesan. Proses perembesan dari pusat penyebarannya keluar juga dapat
terjadi karena adanya rangsangan dari kondisi di luar yang lebih baik.
Perembesan hewan ini seringkali menjadi masalah yang rumit karena dapat
merusak tanaman perkebunan, misalnya adanya perembesan banteng dari Cagar
Alam Leuweung Sancang (Jawa Barat) ke perkebunan kelapa hibrida di
sekitarnya, ataupun perembesan gajah Sumatra dari hutan-hutan ke wilayah
perkebunan kelapa sawit, tebu dan perkebunan karet serta tnaman penduduk.

Beberapa jenis mamalia Subwilayah Sunda, dahulu lebih menyebar luas


dibandingkan dengan keadaan sekarang. Hal ini mungkin disebabkan oleh
terputusnya hubungan lahan akibat genangan air yang menghalangi rekolonisasi
pulau sehingga menyebabkan kepunahan jenis-jens tertentu. Di samping itu laju
kepunahan hewan di wilayah penyebarannya juga banyak dipengaruhi oleh
aktivitas manusia. Di antaranya ada beberapa jenis mamalia di Jawa, Sumatera
dan Kalimantan yang telah mengalami kepunahan (lihat table di bawah).
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 6

Tabel 1. Jenis-jenis mamalia yang sudah punah (O) dan yang masih

ada di Subwilayah Sunda

Jenis Jawa Sumatra Kalimantan

Mawas O X X

Siamang O X -

Harimau X X O

Macan Tutul X O -

Beruang Madu O X X

Gajah O X X

Tapir O X O

Badak Jawa X O X

Badak Sumatra - X X

Banteng X O X

Aktivitas-aktivitas manusia yang telah menyebabkan terdesak bahkan


punahnya beberapa jenis hewan adalah: pemburuan atau penangkapan,
perusakan habitat, konversi hutan, dan pencemaran, lingkungan. Nampak bahwa
faktor manusia memegang peranan penting, sehingga perlu dilakukan
pendekatan-pendekatan agar orang mengerti dan sekaligus berperanan penting,
sehingga perlu dilakukan pendekatan-pendekatan agar orang mengerti dan
sekaligus berperanan aktif dalam melakukan upaya konservasi hewan.
Invasi dan pemencaran hewan dapat terjadi baik pada jarak yang dekat maupun
jauh. Invasi local dapat terjadi untuk beberapa jenis, karena adanya perubahan
kondisi makanan ataupun keadaan lingkungan yang kurang baik, sehingga
menyebabkan jenis-jenis tertentu meninggalkan tempat asalnya untuk mencari
wilayah-wilayah yang lebih menguntungkan bagi kehidupannya. Dari uraian-
uraian sebelumnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa disamping faktor-
faktor alam, faktor manusia beserta teknologinya juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap invasi dan pemencaran hewan. Proses invasi dan
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 7

pemencaran tersebut banyak dilakukan oleh individu-individu yang masih muda


yang dikenal sebagai “dipersal of the young”. Tingkat keberhasilan proses ini
banyak ditentukan oleh sifat-sifat individu muda dalam proses belajar mengenal
lingkungannya. Jika suatu saat individu-individu muda mendapatkan tempat
yang cocok, ataupun pasangan yang cocok, mereka dapat memutuskan untuk
tidak kembali ke tempat asalnya. Pola ini merupakan proses pembentukan
wilayah jelajah (home range) maupun tempat-tempat yang dikontrol dan
dipertahankan secara aktif (territory). Dengan demikian invasi dan pemencaran
sangat besar peranannya sebagai langkah awal dalam pembinaan individu-
individu untuk membentuk populas yang tangguh.
Pergerakan invasi dan pemencaran semakin meningkat intensitasnya di
pusat-pusat penyebarannya, karena di pusat-pusat penyebarannya itu kepadatan
populasi hewan lebih tinggi daripada di wilayah-wilayah sekitarnya. Populasi
herbivora seperti banteng (Bos javanicus) di Ujung Kulon maupun Suaka
Margasatwa Blambangan Alas Purwo berpusat di padang rumput, semakin jauh
dari padang rumput akan semakin sedikit dijumpai banteng. Sedang populasi
bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan, berpusat di hutan mangrove di tepi
sungai; semakin jauh dari tepi sungai akan semakin sulit dijumpai bekantan.

Gambar 2. Bekantan (Nasalis larvatus)


Penyebaran burung kokokan (Bubulcus ibis) di Ubud di desa Petulu, semakin
dekat dengan Petulu semakin sering dijumpai kokokan.
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 8

Gambar 3. Kokokan (Bhs Bali)/Bubulcus ibis

Nomad
Pola pergerakan populasi lainnya adalah nomad, yaitu pergerakan individu
ataupun populasi yang tidak tetap dan sulit untuk dikenali secara pasti. Mereka
bergerak untuk mendapatkan makanan dan tidak harus kembali ke wilayah
asalnya. Beberapa jenis antelope Afrika selalu melakukan pergerakan nomad,
dan beberapa antelope lainnya melakukan migrasi, yaitu pergerakan yang
dlakukan dengan arah dan rute yang tetap mengikuti kondisi lingkungan yang
mendukung kehidupannya pada musim kering, dan kemudian kembali ke
wilayah asalnya ketika tiba musim hujan.

Gambar 4. Antelope (Blackbuck)


Pergerakan banteng tua soliter yang dijumpai di TN. Ujung Kulon merupakan
contoh pergerakan nomad (Alikodra, 1983). Banteng soliter nomad ini bergerak
tanpa arah yang tetap, sampai akhirnya menemui kematiannya, baik disebabkan
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 9

oleh alam (terperosok ke dalam jurang, terbawa arus air, tertimpa pohon,
dimakan pemangsa, dan mati karena sakit) ataupun diburu oleh manusia.
Terjadinya hewan nomad ini juga disebabkan karena perubahan ataupun
perusakan habitatnya, misalnya karena penebangan pohon, kebakaran hutan.
MacKinnon (1975) menjumpai adanya mawas nomad di Kalimantan Timur di
daerah eksploitasi hutan. Di satu pihak pola nomad seperti pada banteng tua
sangat bermanfaat bagi penjarangan individu-individu anggota populasi, dan
dilain pihak adanya hewan nomad dapatmemberikan indikator rusaknya habitat.
Migrasi
Migrasi adalah perilaku yang paling umum dikenal dan berorientasi pada
gerakan hewan. Hewan migran umumnya melakukan perpindahan dan
berlangsung secara periodik dalam setahun antara dua daerah (misalnya
burung, ikan paus, beberapa kupu-kupu, beberapa ikan pelagis). Migrasi
merupakan gerakan musiman hewan pada jarak relatif jauh. Migrasi hewan
menggunakan tiga mekanisme: piloting, orientasi dan navigasi.
Piloting, merupakan gerakan hewan dengan menggunakan satu daerah sebagai
penanda ke tempat lain. Perilaku ini hanya digunakan untuk perjalanan untuk
jarak yang tidak jauh (jarak pendek) dan tidak bergunakan pada perjalanan
malam hari atau perjalanan melalui lautan.
Orientasi adalah pergerakan hewan dengan mengikuti garis kompas yang
merupakan arah medan magnit bumi berupa garis lurus ke arah yang di tuju.
Sedangkan navigasi adalah kemampuan hewan yang dapat menentukan orientasi
lokasi tempat yang dituju berdasarkan medan magnit bumi, atau berdasarkan
posisi benda-benda langit lainnya, termasuk sifat kimia lingkungan.
Jalak Migran ditangkap di Belanda yang telah dilepaskan dari
Swiss. Berorientasi dalam garis lurus ke Spanyol remaja burung. Dewasa
navigasikan rute baru untuk alasan mereka musim dingin di Eropa utara. Banyak
burung surgawi menggunakan poin untuk orientasi dan navigasi. Hewan-hewan
ini membutuhkan jam internal untuk mengkompensasi pergerakan matahari dan
bintang-bintang. Para bunting nila menghindari kebutuhan untuk jam internal
dengan memperbaiki pada bintang utara. Beberapa jenis burung, lebah, bakteri
dan seaturtle, orientasi pada medan magnet Bumi. Mekanisme yang kurang
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 10

dikenal, namun magnetit, suatu bijih yang mengandung besi, telah ditemukan
pada hewan yang berorientasi ke medan magnet.
Burung jalak migran yang ditangkap di Belanda, setelah dilepaskan dari Swiss,
burung muda tersebut terbang mengikuti arah garis lurus menuju ke Spanyol.
Sedangkan burung yang lebih tua, memakai navigasi untuk membuat route baru
menghindari daratan yang mengalami musim dingin di Eropa Utara. Banyak
burung menggunakan cara tertentu untuk menentukan tempat dan arah. Hewan
memerlukan jam biologi yang ada pada tubuhnya berdasarkan peregrakan
matahari dan bintang. Pada burung Indigo Bunting menghindari penggunakan
jam biologi tubuhnya dengan berpatokan pada bintang Utara (North Star).
Beberapa jenis burung, bakteri dan penyu laut menggunakan orientasi
berdasarkan medan magnit bumi. Mekanisme ini sedikit sekali diketahui, tetapi
magnit yang merupakan unsur logam juga diketemukan pada hewan yang
berorientasi berdasarkan medan magnit bumi.
Migrasi merupakan pola adaptasi yang dilakukan beberapa jenis satwa liar.
Migrasi dilakukan jika memang diperlukan sehingga tidak semua organisme
melakukan migrasi. Pola migrasi berbeda untuk setiap jenis, tergantung pada
keadaan, waktu dan berbagai penyebabnya.
Secara umum penyebab terjadinya migrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu alimental, gametik dan klimatik.
1) Alimental
Alimental adalah kegiatan makhluk hidup untuk mendapatkan makanan
atau bahan-bahan untuk pertumbuhan. Jadi manfaat alimental dari migrasi
untuk beberapa jenis hewan adalah terhadap mekanisme untuk menemukan
dukungan makanan yang cukup sepanjang tahun. Pergerakan berbagai jenis
ikan ke wilayah perkembangbiakannya disebut gametik. Tetapi setelah
aktivitas reproduksinya selesai, pergerakan migrasi mereka ke wilayah yang
dapat menyediakan makanannya termasuk dalam kategori alimental.
Pergerakan alimental juga dilakukan oleh penyu, setelah mereka selesai
meletakkan telurnya di dalam lubang-lubang di pantai yang berpasir
(gametik), mereka kembali bermigrasi ke laut lepas untuk mendapatkan
makanan (alimental). Burung-burung wader (burung berkaki panjang) pada
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 11

waktu musim dingin di belahan bumi utara bermigrasi ke wilayah tropis


untuk mendapatkan makanan dan perlindungan dari kondisi iklim yang
jelek. Pergerakan musiman beberapa herbivora besar mempunyai otivasi
utama untuk memenuhi keperluannya akan makanan.
Migrasi yang dilakukan oleh beberapa caribou (Rangifer tarandus) sejenis
rusa di Alaska sampai mencapai ratusan kilometer bertujuan untuk
mendapatkan makanan yang cukup selama musim dingin. Pergerakan
wildebeest (Gorgon taurinus), salah satu jenis kerbau di wilayah Serengeti
yang jumlahnya sampai ribuan ekor, merupakan migrasi tetap menuju
wilayah yang subur akan makanan dan air. Pada saat musim hujan tiba
mereka kembali ke wilayah asalnya bersama anak-anaknya. Dalam
perjalanan kembali ini mereka harus melewati sungai-sungai yang besar
dengan air yang melimpah, sehingga banyak diantara anggotanya yang mati
tenggelam ataupun dimakan oleh pemangsa yang bermukim di sungai seperti
buaya. Pengurangan populasi secara alami ini merupakan proses seleksi alam
yang sangat penting artinya bagi kualitas struktur populasi.

2)Gametik
Ada beberapa jenis organisme yang melakukan pergerakan dengan tujuan
bukan untk mencari makan ataupun air, tetapi untuk mendapatkan
wilayah yang cocok bagi kepentingan perkembangbiakan. Rangsangan
pergerakan seperti ini termasuk ke dalam kategori gametik. Misalnya
pergerakan beberapa jenis ikan untuk mendapatkan lokasi yang cocok
untuk bertelur. Pergerakan kembali ikan salmon (Oncorhynchus spp.) dari
daerah penetasan di perairan tawar ke daerah perairan laut merupakan
migrasi alimental, karena system perairan sungai tidak mampu
menyediakan makanan yang cukup. Setelah menetap beberapa tahun di
wilayah lautan, mereka kembali lagi ke wilayah perairan tawar (aliran
sungai) untuk kepentingan perkembangbiakan; pergerakan ini termasuk
dalam kategori gametik.
3) Klimatik
Pada umumnya sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk memisahkan faktor
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 12

iklim dari alimental dan gametik pada kegiatan migrasi hewan. Produksi
makanan sangat tergantung pada keadaan iklim lingkungannya. Jika kondisi
iklimnya mendukung produktivitas habitatnya sehingga persediaan makanan
menjadi berlimpah, akan diikuti dengan kegiatan perkembangbiakan. Pada
saat terjadi musim dingin di wilayah Arktika, kondisi lingkungannya tidak
cocok untuk kehidupan berbagai jenis organisme karena tidak adanya
makanan. Keadaan ini menyebabkan berkembangnya pola migrasi berbagai
jenis hewan yang berasal dari wilayah dingin.
Beberapa jenis invertebrate, terutama serangga memecahkan masalahnya
pada musim dingin dengan melakukan keadaan dorman, yaitu pola
adaptasi suatu organisme untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
dengan cara diam dan tidak melakukan segala kegiatan. Keadaan dorman
ini juga dilakukan oleh beberapa jenis amfibi, reptilia dan beberapa jenis
mammalia. Bahkan telah diketahui tentang adanya satu jenis burung yang
pada musim dingin melakukan keadaan dorman, yaitu poorwill
(Phalaenoptilus nuttalii) sejenis burung cablak.

The common poorwill, Phalaenoptilus nuttallii, breeds in the western United States, as
well as in small areas of southwestern Canada and northern Mexico. It winters in the
southwestern United States and northern Mexico. The common poorwill is common
throughout Utah as a breeding species during summer. Its habitats include arid open
grassland and shrubland areas. It feeds on night-flying insects, mainly moths and beetles.

This species nests on the ground, laying two eggs in a slight scrape or hollow, often
partially shaded by a shrub or rock. Both parents incubate the eggs, which hatch after
twenty to twenty-one days. The young, cared for by both parents, first take flight at
twenty to twenty-three days after hatching. The parent birds are known to move their
eggs or young in response to disturbance.
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 13

The common name poorwill is intended to be suggestive of the bird's call. This bird is
exceptional in its tolerance for both heat and cold. It readily enters a state of deep torpor
in response to cold or hunger, and has been considered to hibernate. This was recognized
by the Hopi people long ago, and the Hopi name for this bird, holchoko, means "the
sleeping one."

Sources:

 Csada, R. D., and R. M. Brigham. 1992. Common poorwill. Birds of North America 32: 1–13.
 Choate, E. A. 1985. The dictionary of American bird names. Harvard Common, Boston. xiv +
226 pp.

Persediaan energi juga terdapat pada tubuh beberapa jenis vertebrata berdarah
panas, sehingga mampu bertahan dalam waktu yang pendek untuk mengatasi
kekurangan makanan, seperti dilakukan oleh beberapa jenis binatang pengerat
dan beberapa spesies burung. Beberapa spesies burung wader seperti trinil kaki-
merah (Tringa totanus), trinil kaki-hijau (T. nebularia), trinil semak (T.
glareola), dan cerek (Pluvialis dominica), mampu beradaptasi dan bertahan
hidup pada kondisi makanan yang sangat jelek dan minim selama 15 hari.
Mungkin karena memiliki sifat ketahanan yang sangat tinggi terhadap
lingkungan yang jelek, menyebabkan beberapa spesies wader yang melakukan
migrasi mampu terbang menempuh jarak puluhan ribu kilometer. Berbagai jenis
organisme yang dapat bertahan dalam keadaan dingin dengan jumlah makanan
yang terbatas. Ada jenis ikan yang masih dapat hidup dan beradaptasi pada
wilayah perairan yang tertutup gumpalan es.
Pergerakan migrasi harus dibedakan dari pergerakan invasi dan
pemencaran maupun nomad, karena migrasi merupakan pergerakan
periodic hewan menuju ke suatu wilayah dan sebaliknya. Seperti halnya dengan
angka kelahiran dan kematian, maka migrasi sangat berpengaruh terhadap
kepadatan populasi. Pergerakan migrasi keluar disebut emigrasi dan sebaliknya
pergerakan kembali memasuki wilayah asalnya disebut imigrasi. Migrasi juga
dapat dibedakan ke dalam migrasi musiman, migrasi harian dan migrasi
perubahan bentuk.
Migrasi musiman
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 14

Migrasi musiman adalah kegiatan migrasi yang disebabkan oleh


perubahan iklim. Migrasi ini dapat dilakukan menurut garis lintang, ketinggian
tempat maupun secara local.
Migrasi menurut garis lintang dapat terjadi dari mulai hanya beberapa
kilometer sampai mencapai puluhan ribu kilometer. Tipe migrasi ini dilakukan
oleh burung, ikan ataupun mamalia darat. Pada sekelompok burung yang
melakukan migrasi, biasa dijumpai jenis pendatang tetap (permanent residents),
jenis yang menetap selama musim panas (summer residents), biasanya pada
musim berkembang biak, dan jenis yang berkunjung selama musim dingin
(winter visitors) atau bukan musim perkembangbiakan. Ada pula jenis yang
datang hanya sebentar dalam periode musim migrasi dan tidak melakukan
perkembangbiakan (transient), ataupun jenis yang langka dan tidak teratur
dijumpainya (accidentals).
Burung-burung di wilayah dingin di bagian Benua Antartika populasinya
meningkat, bukan saja karena adanya jenis yang datang secara tetap, tetapi juga
karena individu-individu berkembang di wilayah utara pada musim berkembang
biak dan kembali ke wilayah selatan dalam jumlah yang lebih besar dari semula.
Migrasi dari jenis burung trinil pantai (Tringa hypoleucos) yang berasal dari
wilayah Asia utara yang sedang mengalami musim dingin, bergerak menuju ke
Australia yang sedang mengalami musim panas.

Gambar Tringa hypoleucos (Trinil pantai)


Dalam perjalanannya, mereka mencari makan di wilayah pantai, sawah-
sawah dan rawa-rawa dekat pantai. Makanannya terdiri dari moluska, cacing dan
serangga air. Burung-burung trinil ini akan kembali ke wilayah utara untuk
berkembang biak di musim panas.
Burung air juga lebih umum terdapat di Sulawesi, daripada di bagian
barat Indonesia, mungkin karena Sulawesi terletak lebih dekat dengan jalur
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 15

migrasi mereka. Pada umumnya burung-burung besar seperti bangau, belekok


dan kuntul terlihat di sepanjang pantai, tetapi undan Australia (Pelecanus
conspicillatus) biasanya lebih dijumpai didekat danau-danau.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi pada burung, dan faktor
tersebut sangat bervariasi tergantung pada jenis burungnya. Jenis burung di
perairan Benua Amerika harus segera meninggalkan wilayah dibagian utara
sebelum makanan mereka berkurang ataupun hilang karena pembekuan danau
dan sungai-sungai. Jens burung pemakan serangga yang tidak mampu untuk
mengubah jenis makanan serangga ke jenis makanan yang lainnya, harus
bermigrasi sebelum serangga tersebut mengalami hibernasi atau bermigrasi.
Adanya kenaikan temperatur juga dapat menyebabkan beberapa jenis burung
melakukan migrasi. Terjadinya migrasi burung kea rah utara dalam musim semi
di Benua Amerika bertujuan untuk menghindakan temperatur yang tinggi pada
waktu musim panas di wilayah selatan.
Mekanisme migrasi telah banyak diteliti, baik melalui pola-pola bintang
maupun medan magnit bumi yang memungkinkan burung-burung untuk terbang
kearah yang tepat. Pengetahuan burung tentang migrasi sebagian dibawa sejak
lahir (genetic), akan tetapi burung-burung muda sering membuat kesalahan arah
dan jarak. Migrasi sangat berbahaya bagi burung-burung muda karena belum
memiliki pengalaman mengenai arah tujuan, padahal burung-burung tersebut
harus menemukan lokasi yang cocok untuk mendapatkan makanan yang
jumlahnya cukup guna menimbun lemak, agar tahan dalam perjalanan pulang
kembali pada waktu yang tepat.
Pergerakan secara besar-besaran juga dapat terjadi untuk jenis yang
jumlah anggotanya banyak, pada saat keadaan lingkungannya mengalami
perubahan menjadi kritis, misalnya menyebabkan kekurangan persediaan
makanan. Pada kondisi seperti ini mereka akan bergerak menuju wilayah yang
cocok untuk memenuhi keperluan hidupnya. Pergerakan ini bila dilakukan
secara teratur disebut migrasi, dan bila dilakukan dengan cara yang tidak teratur
disebut nomad. Pergerakan hewan secara teratur di TN. Serengeti dimanfaatkan
sebagai atraksi alam yang banyak diminati wisatawan karena membentuk
pemandangan ataupun fenomena alam yang khas dan unik. Setiap bulan Mei –
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 16

Juni rombongan wildebeest dan zebra bergerak dari dataran rumput yangtidak
ada kayu-kayunya di sebelah timur menuju ke tempat yang berair di koridor
barat di tepi danau Victoria. Pawai Bos javanicus hewan ini panjangnya
mencapai 7-10 km. Keunikan proses ini adalah karena terjadinya seleksi alam,
hewan yang telah tua dan sakit tertinggal di belakang barisan dan biasanya akan
dimangsa oleh pemangsa.
Migrasi menurut ketinggian tempat merupakan pergerakan
hewan yang meliputi beberapa kilometer naik-turun gunung. Biasanya terjadi
dalam hubungannya dengan kondisi salju, temperatur ataupun makanan.
Migrasi semacam ini juga dapat dijumpai di kawasan TN. Bali Barat ataupun TN.
Baluran. Pada waktu musim kemarau, jumlah makanan rusa (Cervus timorensis)
di hutan musim sangat terbatas. Kekurangan makanan ini menyebabkan
terjadinya vegetasi tidak selalu hijau sepanjang tahun. Di TN. Baluran dalam
musim kemarau juga terjadi pergeseran wilayah pergerakan banteng
dibandingkan dengan musim penghujan, terutama untuk menyesuaikan dengan
keadaan makanan dan air yaitu dari wilayah yang rendah ke daerah yang lebih
tinggi. Menurut MacKinnon terdapat migrasi musiman pada mawas (orangutan)
dari wilayah berbukit-bukit ke wilayah dataran rendah.
Migrasi secara local terjadi pada lokasi yang tidak begitu luas, dan erat
hubungannya dengan kondisi sumber air, makanan, serta pelindung. Migrasi
secara local ini juga dilakukan oleh burung, ikan dan mamalia darat. Pada waktu
musim kemarau populasi banteng di TN. Bali Barat bergerak dari wilayah
Batugondang menuju sumber air di wilayah Tegal Bunder Timur (Alikodra,
1983). Pola migrasi hewan ini hanya dapat diketahui dengan cara melakukan
penelitian lapangan dalam waktu yang cukup lama.
Van Noordwijk dalam penelitiannya selama 3 tahun terhadap social-
ekologi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Ketambe TN. Gunung Leuser,
menemukan adanya 52 ekor kera jantan migrant. Pola migrasi tersebut
dilakukan melalui: Imigrasi kera jantan muda, yang lebih sering terjadi bila
dibandingkan denga kera jantan tua. Imigrasi ini lebih sering terjadi ke dalam
grup lain yang jauh letaknya. Imigrasi kera jantan muda, yang dlakukannya
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 17

bersama-sama dengan grup yang berpasang-pasangan. Imigrasi ini lebih sering


terjadi pada kera jantan muda daripada kera jantan tua.
Dua tipe kera migrant tersebut masing-masing disebut imigrasi
unobtrusive dan bluff. Imigran unobtrusive yang masuk ke dalam grup
baru mempunyai hirarkhi kekuaaan yang rendah dari semua golongan umur.
Sedang imigran bluff mencoba untuk mengambil alih kekuasaan tertinggi di
antara semua kera golongan dewasa dalam grup yang dimasukinya. Pengambilan
alih kekuasaan juga terjadi di antara kera-kera jantan muda setempat, terutama
untuk meningkatkan kedewasaan mereka. Perilaku kera-kera jantan muda
setempat ini hampir sama dengan imigran bluff, akan tetapi mereka lebih
berhasil daripada imigran bluff.
Migrasi harian
Migrasi harian disebut juga pergerakan harian, karena berbagai jenis
hewan dalam jangka waktu 24 jam melakukan pergerakan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hampir semua makhluk hidup melakukan kegiatan harian,
mereka mempunyai tempat-tempat yang jelas untk tempat tidur, berlindung,
mencari makanan dan air, dan tempat berkembang biak. Jenis burung air yang
paling menonjol dalam melakukan pergerakan harian di P. Rambut adalah pecuk
padi (Phalacrocorax pygmaeus), yang tidur dan bersarang di hutan P. rambut
dan pada waktu pagi maupun siang hari mencari makanan di perairan rawa,
sungai, ataupun tambak di P. Jawa. Pergerakan harian ini berlangsung dalam
watu 24 jam dengan ritme teratur yang disebut ritme harian.

Gambar . Pecuk padi (Phalacrocorax pygmaeus)


Setiap jenis mempunyai pergerakan harian dengan pola dan jangkauan
wilayah yang berbeda-beda. Sehingga luas wilayah untuk pergerakan harian juga
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 18

berbeda-beda, tergantung pada jenis hewan dan keadaan lingkungannya.


Ada beberapa jenis yang tinggal dan berkembang biak disuatu pulau dan mencari
makanan di pulau yang lain yang terdekat, seperti yang dilakukan oleh burung-
burung air yang hidup di P. Rambut. Sebaliknya kalong (Pteropus vampirus)
yang hidup di P.Rambut , setelah matahari terbenam terbang menuju ke P. Jawa
untuk mencari buah-buahan, dan kembali ke P.Rambut menjelang matahari
terbit. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap hari, terbang bersamaan dalam
jumlah banyak, sehingga merupakan obyek yang sangat menarik, baik untuk
penelitian maupun wisata. Namun dipihak lain, kalong dan burung pemakan
ikan itu, oleh masyarakat pemilik kebun buah-buahan dan pemilik tambak
dianggap sebagai hama.
Pola pergerakan harian juga dapat dipelajari pada larva-larva Charborus
(serangga air); mereka meletakkan diri di dasar perairan selama siang hari dan
kembali menuju ke permukaan air pada malam hari. Kelompok ikan salmon
melakukan pergerakan harian yang dapat disebut sebagai migrasi vertical.
Selama siang hari mereka tinggal di perairan dalam yang temperaturnya lebih
dingin (5-10ºC) daripada temperatur di permukaan air. Pada waktu senja,
mereka bergerak menuju ke permukaan air untuk mendapatkan makanannya
dengan cara tinggal di permukaan air selama malam hari sambil mencari
temperatur yang cocok (15ºC). Jenis ikan salmon termasuk golongan
ektotermal, yaitu organisme yang laju pertumbuhannya sangat tergantung
pada keadaan temperatur. Ikan salmon memerlukan temperatur maksimum bagi
kehidupannya, yaitu pada 15ºC. Kelompok ikan salmon ini menghendaki laju
pertumbuhan yang tinggi, untuk mendapatkan hasil reproduki yang maksimum
dan meningkatkan daya hidupnya.
Migrasi perubahan bentuk
Untuk serangga yang mempunyai beberapa tingkat kehidupan (telur-
larva-stadium dewasa), terjadinya perpindahan lokasi relung adalah untuk
menyesuaikan dengan keadaan bentuk tingkat kehidupannya. Perpindahan
organisme semacam ini dapat dianggap sebagai kegiatan migrasi. Misalnya ada
beberapa jenis serangga yang larvanya hidup di air, setelah dewasa akan terbang
Ethologi-hewan –pergerakan-migrasi-deden 19

sebentar ke udara dan meletakkan kembali telurnya di air. Migrasi perubahn


bentuk juga dapat dilihat pada siklus hidup Fasciola dan Paramphistomum.
Proses migrasi hewan sangat rumit, dan terjadi karena adanya interaksi antara
ritme fisiologis (internal stimulant) dari organisme yang bersangkutan
dengan kondisi lingkungan yang kritis (external stimulant). Untuk
kepentingan pelestarian populasi diperlukan antara lain informasi tentang
migrasi, termasuk pergerakan hariannya, sebagai data dasar untuk kepentingan
penyusunan program pengelolaan.

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra,H.S. 1990. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Bligh, J., J.L. Cloudsley-thompson., A.G. Macdonald. 1976. Environmental
Physiology of Animal. Blackwell Scientific Publications. Oxford. London
Campbell,N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Edisi V. Jilid III.
Penterjemah: W.Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dewsbury, D. A. 1978. Comparative Animal Behavior. McGraw-Hill Book
Company. New York.
McFarland, D. 1985. Animal Behaviour. Longman Scientific & Technical.
Essex England.
Marler, P., W.J. Hamilton III. 1965. Mechanism of Animal Behavior.
John Wiley & Sons. New York.
Matthews, R.W. and J.R. Matthews. 1978. Insect Behavior. John Wiley & Sons.
New York.
Maurice and R. Burton. 1977. Inside the Animal World. An encyclopedia of
animal behaviour. Macmillan London Limited. London.
Simmons, K. 2005. Evolution, Ecology and Biodiversity.
Available at: http://images.google.co.id/imgres?imgurl

Anda mungkin juga menyukai