LATEP ANPANG KLP 20 - Revisi 1
LATEP ANPANG KLP 20 - Revisi 1
ANALISA DAN KIMIA PANGAN Commented [u1]: Bagian atas hanya tulisan LAPORAN TETAP,
judul praknya di bawah
KELOMPOK 20
NOTES
Acara yg gak sy merahin bukan berarti ga ada salah, tapi maksudnya samakan dg format acara yg
sudah sy periksa. Minggu jam 1 SIANG kirim lagi ke sya buat final check.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayahnya sehingga Laporan Tetap Praktikum Analisa dan Kimia Pangan ini dapat
terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan kuliah Sanitasi Industri
Pangan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tetap ini diantaranya yaitu para Co. Assisten yang telah
mendampingi dan mengarahkan praktikum serta penyusunan laporan. Tak lupa juga kepada
teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan, serta berbagai pihak
yang terlibat. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi
terciptanya karya yang lebih baik lagi di masa mendatang.
Demikian laporan ini disusun agar dapat diterima dan digunakan sebagai acuan baik bagi
penulis maupun bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ACARA I Commented [u3]: Spasi 1.0
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN Commented [u4]: Spasi 1.0
Latar Belakang Commented [u6]: SPASI 1.5 jangan lupa di remove setiap awal
dan akhir kalimat untuk smua acara
Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin cepat pula perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi termasuk di didalamnya perkembangan ilmu kimia. Perkembangan Commented [u7]: Spasi 1.5 smua tulisan
IPTEK ini menuntut terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu bersaing
diera globalisasi. Salah satu usaha yang dilakukan pihak pemerintah ataupun swasta adalah
mendirikan sekolah beserta sarana dan prasarananya. Salah satu prasarana tersebut adalah
labolatorium, agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan baik. Labolatorium adalah tempat
staf pengajar, mahasiswa dan pekerja labolatorium melakukan eksperimen dengan bahan kimia,
alat gelas yang khusus. Commented [u8]: Inget remove
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah AgNO4, asam
asetat (CH3COOH), asam klorida (HCL), asam perklorat (HCIO4),asam sitrat (C2H8O4),
asam sulfat (H2SO4), etanol (C2H5OH), kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida
(NAOH) dan natrium karbonat ( NaCO3).
Commented [u12]: Masih terlalu lebar
Prosedur Kerja
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengenalan Alat-alat Praktikum Commented [u13]: Bold, spasi 1.0
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengenalan Bahan Commented [u15]: Bold, spasi 1.0
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpula
sebagai berikut :
1. Labolatorium adalah tempat yang dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan
eksperimen dalam sains atau melakukan pengujian dan analisis.
2. Pentingnya dilakukan pengenalan alat, agar mengetahui fungsi dari masing-masing alat
tersebut secara merata sesuai pengoperasian atau penggunaan alat-alat yang digunakan.
3. Alat-alat terdiri dari glasswere yaitu alat yang terbuat dari kaca ringan bahan panas dan
biasanya digunakan sebagai wadah, sedangkan adapula non-glasswere yang digunakan
dalam proses.
4. Alat-alat praktikum terdiri dari glasswere diantaranay coorng kaca, gelas beaker, gelas
ukur, tabung reaksi sementara non glasswere diantaranya moisture analyzer, oven, pipet
mikro, centrifuge, tanur, timbangan analitik dan vortex.
5. Berdasarkan sifat- sifat bahan kimia dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya
menyebabkan iritasi, bersifat mudah melebih, bersifat korosif, beracun dan mudah
terbakar.
ACARA II
KADAR AIR Commented [u19]: Format umum dan penulisan samain kayak
acara 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan komponen yang paling penting bagi kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan tidak terkecuali bahan pangan dan makanan. Semua bahan makanan mengandung air
dalam jumlah yang berbeda-beda. Air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan,
tekstur, serta cita rasa makanan tersebut. Air terdapat dalam bahan makanan kering yang secara
kasat mata tidak terlihat seperti tepung-tepungan dan biji-bijian dalam jumlah tertentu
(Nurwantoro, 2009).
Kandungan air dalam bahan pangan dapat mempengaruhi ”acceptability”, kenampakan,
kesegaran, tekstur, serta citarasa pangan. Beberapa bahan pangan mengandung air dalam jumlah
yang relatif besar, misalnya didalam buah-buahan dan sayuran mencapai 90%, suhu segar sekitar
87% dan daging ssapi sekitar 66%. Kenaikan sedikit kandungan air pada bahan pangan kering
tersebut dapat mengakibatkan kerusakan, baik akibat reaksi kimia maupun pertumbuhan mikroba
pembusuk.
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik pada bahan pangan
kering maupu pada bahan pangan segar. Beberapa metode yang biasa digunakan untuk
menentukan kadar air yaitu dengan metode oven, metode destilasi dan metode repid moisture
analyzer. Kadar air dalam bahan pangan kering sering dihubungkan dengan indeks kestabilan
khususnya saat penyimpanan, sedangkan pada pangan segar kadar air bahan pangan erat
hubungannya dengan mutu organoleptiknya. Oleh karena itu, penting dilakukan praktikum
penentuan kadar air agar dapat mengetahui kadar air pada beberapa bahan pangan dan produk
olahannya.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar air beberapa bahan
pangan menggunakan metode pengeringan dengan oven (termogravimetri).
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air bisa menjadi suatu karakteristik bahwa tersebut baik dari segi rasa,
kenampakan dan tekstur. Jumlah kadar air yang terdapat dalam suatu bahan akan mempengaruhi
daya tahan suatu bahan tersebut. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin lemah daya
tahan makanan tersebut karena didaerah yang semakin berair, bakteri, kapang dan khamir akan
semakin mudah berkembang biak, dan semakin kecil kadar air dari suatu bahan maka semakin
tinggi daya tahan bahan tersebut karena kondisi lingkungan yang kering akan memperlambat
perkembangbiakan mikroba tersebut. Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100%. Sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Wardani,
2008).
Kadar air memiliki dua sifat yaitu kadar air yang bersifat melekat secara fisik dan
melekat secara kimiawi. Tipe air dibagi menjadi tiga yaitu air monolayer adlah air yang terikat
secara kimiawi dan sangat sulit dipisahkan. Air multilayer merupakan air yang lebih mudah
dipisahkan dengan bahan, dan air bebas yaitu air yang terikat secara fisik dan sangat mudah
dipisahkan. Persentase kadar air juga dipengaruhi oleh struktur dari bahan pangan. Untuk bahan
pangan yang memiliki struktur mudah menyerap air tentu akan sangat tinggi persentase kadar air
yang dimiliki dan untuk struktur makanan yang sulit menyerap air persentase dari kadar air yang
terkandung akan lebih rendah (Sudarmadji, 2010).
Metode analisis kadar air secara lansung contohnya adalah metode gravimetri
(pengeringan dengan oven). Dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan proses
pengeringan dalam oven ( oven udara atau oven vakum, hal ini berdasarkan tekanan yang
digunakan saat pengeringan). Ada dua macam metode gravimetri yaitu metode oven udara dan
metode oven vakum. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisa kadar air dengan
metode oven yaitu penimbangan bahan, kondisi oven, pengeringan contoh, dan perlakuan setelah
pengeringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi yang berkaitan dengan kondisi oven adalah
fluktuasi suhu, kecepatan aliran, serta kelembaban udara dalam oven (Esti Asih, 2001).
Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dan
bahan pangan sehingga daya simpan menjadi panjang. Perpanjangan terjadi karena air yang
dibutuhkan dalam aktivitasnya tidak cukup. Pengeringan selain bertujuan untuk pengawetan juga
untuk mengurangi volume dan berat produk. Untuk penentuan kadar air digunakan prinsip
gravimetric. Gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur tertentu. Berat
unsure dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat suatu unsure atom yang menusunnya
(Kartika, 2014).
Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar
dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama
yang sangat sensitive serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama
distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi. kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan
dapat ditentukan dengan menggunakan acuan titik kritis seperti disajikan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk
(Herawati, 2008).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin, 16 September 2019 di Laboratorium Kimia
dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Prosedur Kerja
Kacang asin, kacang hijau, ikan asin Commented [u21]: Ngpain pake underline. Belum rapi ni
tabelnya, panahnya masih naik2. Pake tabel aja
Botol ditimbang
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kadar Air Commented [u23]: Bold, spasi 1.0
Hasil Perhitungan
a. Kacang Asin
Ulangan I
Kadar Air (%) = B-C x 100% Commented [u25]: KENAPAS MASIH PAKE SHAPE UNTUK
RUMUS. PAKE RUMUS YANG DARI WORD. Udah semester brp bkin
B-A laporan masih gini
= 35,2588 – 29,0759 x 100%
35,2588 - 27,0685
= 6,1829 x 100%
8,1903
= 0,7549 %
Ulangan II
Kadar Air (%) = B – C x 100%
B-A
= 36,5947- 36,5923 x 100%
36,5947- 34,59
= 0,0024 x 100%
2,0047
= 0,1197 %
Rerata = Ulangan I + Ulangan II
2
= 0,7549 % + 0,1197 %
2
= 37,805 %
b. Kacang Hijau
Ulangan I
Kadar Air (%) = B-C x 100%
B-A
=35,2588- 35,1287x 100%
35,2588- 33,209
= 0,1301 x 100%
2,0279
= 0,642 %
Ulangan II
Kadar Air (%) = B-C x 100%
B-A
=28,1910- 28,1905x 100%
28,1910- 26,2911
= 0,0005 x 100%
11,8999
= 0,0263 %
Rerata = Ulangan I + Ulangan II
2
=0,642 % + 0,0263 %
2
= 3,223 %
c. Ikan Asin
Ulangan I
Kadar Air (%) = B-C x 100%
B-A
=36,8417- 36,5641 x 100%
36,8417-34,8164
= 0,2776 x 100%
2,0253
= 0,137 %
Ulangan II
Kadar Air (%) = B-C x 100%
B-A
=31,3943- 31,3940 x 100%
31,3943-29,6213
= 0,0003 x 100%
1,7729
= 0,0169 %
Rerata = Ulangan I + Ulangan II
2
= 13,7 % + 0,0169 %
2
= 6,858 %
PEMBAHASAN
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat
basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat
kering dapat lebih dari 100%. Kadar air merupakan pemegang peranan penting dalam bahan
pangan, aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan
kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik
atau kombinasi antara ketiganya. Berlansungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana
kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlansungnya proses tersebut
(Sudarmadji, 2010).
Kadar air dalam mutu bahan akan mempengaruhi daya simpan dari produk atau bahan
makanan atau pangan tersebut. Apabila kadar air dalam suatu bahan rendah maka daya simpan
terhadap produk tersebut lama. Sebaliknya apabila semakin tinggi kandungan air pada suatu
bahan, maka daya simpan produk tersebut tidak lama. Hal ini sesuai dengan kaisah hukum
Harrington yang menyatakan bahwa untuk setiap kenaikan 1% dari kandungan air benih akan
menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih diantara 5-14% karena
dibawah 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh antioksidasi
lipid didalam benih. Sedangkan diatas 14% akan terdapat cendawan gudaang yang merusak
kapasitas perkembangan benih. Kadar air benih yang sama pada awal penyimpanan dapat
bervarian selama penyimpanan, tergantung pada keembaban ruang simpan dan kekedapan bahan
pengemas (wadah) yang digunakan dalam penyimpanan.
Praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar air kacang asin, kacang hijau, dan ikan
asin. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode termogravimetri (pengeringan
dengan oven). Prinsip dari metode ini adalah menguapkan air yang ada pada bahan pangan
dengan cara memanaskannya didalam oven sehingga kandungan air dalam bahan pangan
tersebut dapat menguap dan semakin sedikit. Kemudian dilakukan penimbangan terhadap sampel
sampai memiliki berat yang konstan. Metode pengeringan dengan oven ini digunakan untuk
seluruh produk makanan, kecuali jika produk tersebut mengandung komponen-komponen yang
mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dikomposisi pada pemanasan 1000C.
Kelebihan metode ini adalah prosedurnya yang sederhana dan data yang diperoleh cukup baik
dan akurat. Tetapi, waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan sampel cukup lama dan pada
sampel yang mempunyai kadar gula tinggi sangat sulit dilakukan pengeringan (Purnomo, 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hasil kadar air kacang asin, kacang
hijau dan ikan asin. Kadar air yang didapat dari ketiga sampel berbeda-beda yaitu pada kacang
asin kadar air sebesar 37,805%, pada sampel kacang hijau kadar air rerata sebesar 3,223% dan
pada sampel ikan asin kadar air sebesar 6,858%. Kandungan kadar air pada ikan asin lebih tinggi
dibandingkan dengan kacang asin dan kacang hijau. Hal ini dapat terjadi karena dalam
pengolahan setiap bahan pangan memiliki kamampuan daya ikat air yang berbeda-beda. Berutu
(2010) menyebutkan bahwa suhu tinggi menyebabkan perubahan daya ikat air karena solubilitas
protein, suhu tinggi dapat meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan daya ikat air
menyebabkan kadar airnya turun. Selain terjadi pengikatan air, juga terjadi pelepasan atau
pelarutan zat-zat gizi tertentu seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kadar air antara lain berat sampel yang berbeda
setiap penimbangan, ketebalan bahan, suhu pengeringan (Nrwanto, 2009). Perbedaan kadar air
dalam suatu bahan juga dapat disebabkan karena perbedaan kandungan bahan, suhu
penyimapanan serta proses pengolahan bahan pangan. Selain itu perbedaan ini dapat disebabkan
karena pengaruh alat-alat yang digunakan saat praktikum seperti timbangan analitik yang belum
dikalibrasi dan bahan yang digunakan sudah terkontaminasi dengan bahan lain ketika
penyimpanan atau ketika berada dalam desikator. Faktor lain yang dapat menyebabkan daya ikat
air menurun pada bahan yaitu penggunaan suhu tinggi, sesuai dengan pendapat Lawrie (1995),
bahwa kehilangan air yang disebabkan oleh pengerutan pada waktu masak akan lebih besar
karena penggunaan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein dan banyak menurunkan
nilai daya ikat air, sehingga tingkat suhu yang digunakan pada bahan pangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan
berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis).
2. Kadar air dalam bahan pangan menetukan mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.
3. Metode pengeringan dengan oven dapat digunakan untuk seluruh produk makanan kecuali
jika produk mengandung komponen-komponen yang mudah menguap.
4. Kadar air paling tinggi terdapat pada sampel kacang asin yaitu dengan kandungan kadar air
sebesar 37,805%.
5. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar air antara lain ketebalan bahan, suhu pengeringn,
senyawa kimia, kondisi teknis dan interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti
protein, lemak, vitamin.
ACARA III
KADAR ABU
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik sisa hasil suatu pembakaran suatu bahan organik. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan metode analisis yang digunakan. Kadar
abu berkaitan dengan kandungan mineral suatu bahan pangan. Selain itu juga menunjukkan
kemurnian serta baik atau tidaknya suatu pengolahan yang dilakukan. Pengabuan merupakan
proses mineralisasi yang merupakan komponen dalam analisis proksimat (Fachruddin, 2000).
Kadar abu pada prinsipnya adalah penentuan jumlah abu yang tertinggi (mineral yang
tidak dapat menguap) dengan membakar bahan menjadi abu menggunakan energi panas. Kadar
abu merupakan parameter yang menunjukkan nilai kandungan bahan anorganik (mineral) yang
ada didalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak
kandungan bahan anorganik dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air. Sisanya merupakan unsur-unsur mineral yang merupakan kadar abu (Rahayu,
2009).
Metode yang biasa digunakan dalam penentuan kadar abu dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu pengabuan basah (wet digestion) dan pengabuan kering (dry digestion). Pengabuan basah
relatif lebih cepat, lebih sedikit menggunakan sampel, dan suhu yang digunakan untuk
pengabuan relatif rendah. Pengabuan basah biasanya untuk menganalisis unsur unsur mikro
bahan pangan. Pengabuan kering, suhu yang digunakan lebih tinggi dan metode ini yang biasa
digunakan pada skala laboratorium. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui kadar abu beberapa jenis bahan pangan dengan menggunakan metode pengabuan
kering.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar abu beberapa jenis bahan
pangan dengan menggunakan metode pengabun kering.
TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen
komponen organik dalam bahan pangan. Kandungaan abu tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral suatu bahan pangan. Analisa
kadar abu dilakukan dengan mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi
didalam suatu tanur (furnace) pengabuan sampel terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat
konstan tercapai. Residu yang didapat merupakan kadar abu suatu sampel (Andarwulan, 2011).
Cara atau metode yang biasa dilakukan pada penentuan kadar abu yaitu dengan
pengabuan kering dan pengabuan basah. Pemilihan cara tersebut tergantung pada sisa zat yang
anorganik yang ada dalam bahan. Mineral yang ada pada bahan akan dianalisa sensitifitas cara
yang digunakan. Pengabuan kering membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa
bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat digunakan untuk
menganalisa kandungan Ca, P, Fe, akan tetapi kehilangan unsure K dapat terjadi apabila suhu
yang digunakan lebih tinggi (Khasani, 2009).
Penentuan kadar abu total dan kadar abu larut asam dilakukan dengan pengabuan ekstrak
dalam krus didalam tanur pada suhu 8000C. Disini terjadi pemanasan bahan pada temperature
dimana senyawa organik dan turunannya tak terdekstruksi dan menguap, sehingga yang
tertinggal hanya mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Selain itu penetapan kadar abu juga dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar
benda benda organik ditanah, pasir yang seringkali terikat dalam sediaan nabati (Azizah, 2013).
Kadar abu yang tinggi disebabkan oleh faktor proses pengeringan. Proses pengeringan
menyebabkan terjadinya pengurangan komponen ikatan molekul air (H2O) dan juga memberikan
peningkatan terhadap kandungan gula, lemak, mineral sehingga mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar abu. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan.
Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral dalam bahan pangan tersebut.
Unsur mineral merupakan zat organik atau yang dikenal dengan kadar abu. Selain itu mineral
cukup stabil selama pemanasan sehingga cendrung tidak berubah selama proses pemanggangan
(Rahmawati, 2014).
Parameter kadar abu merupakan bahan yang dipanaskan dalam temperature tertentu
dimana senyawa dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsure mineral dan
anorganik yang memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal
dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi suatu ekstrak. Abu adalah oksidasi logam yang merupakan residua tau sisa
pembakaran. Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa anorganik
total dalam bentuk oksida (Guntarti, 2015).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Ikan asin, kacang asin, kacang tanah Commented [u26]:
Commented [u27]: Masih font Calibri tuh
Dihaluskan
Ditimbang 4 gram
Diangkat
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kadar Abu Commented [u28]: Bold, spasi 1.0
Hasil Perhitungan
1. Kacang Asin
berat total−berat cawan Commented [u29]: Tulisan rumus masih cambria math, ganti
Kadar Abu (%) = berat sampel
X 100 % pake TNR besarnya sesuaikan sama TNR lain
22,6068−22,4463
= X 100%
4,0357
= 3,98 %
2. Ikan Asin
berat total−berat cawan
Kadar Abu (%) = berat sampel
X 100 %
20,4718−19,8693
= X 100%
4,0583
= 14,85 %
3. Kacang Tanah
berat total−berat cawan
Kadar Abu (%) = X 100 %
berat sampel
22,1073−21,9977
= X 100%
4,0487
= 2,71 %
PEMBAHASAN
Abu adalah residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen
komponen organik dalam bahan pangan. Kandungaan abu tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral suatu bahan pangan. Analisa
kadar abu dilakukan dengan mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi
didalam suatu tanur (furnace) pengabuan sampel terbentuk abu berwarna putih keabuan dan
berat konstan tercapai. Residu yang didapat merupakan kadar abu suatu sampel (Andarwulan,
2011).
Kadar abu pada prinsipnya adalah penentuan jumlah abu yang tertinggi (mineral yang
tidak dapat menguap) dengan membakar bahan menjadi abu menggunakan energy panas. Kadar
abu merupakan parameter yang menunjukkan nilai kandungan bahan anorganik (mineral) yang
ada didalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak
kandungan bahan anorganik dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air. Sisanya merupakan unsure unsure mineral yang merupakan kadar abu
(Rahayu, 2009).
Cara atau metode yang biasa dilakukan pada penentuan kadar abu yaitu dengan
pengabuan kering dan pengabuan basah. Pengabuan basah relative lebih cepat, lebih sedikit
menggunakan sampel dan suhu yang digunakan untuk pengabuan relative rendah. Sedangkan
pengabuan kering membutuhkan sedikit ketelitian dalam pengujiannya. Selain itu juga mampu
menganalisa bahan lebih banyak dari pengabuan basah. Oleh karena itu, pada praktikum
penentuan kadar abu ini menggunakan pengabuan kering dengan menggunakan tanur.
Metode pengabuan yang digunakan untuk menentukan kadar abu dipraktikum ini dengan
metode kering seperti yang dijelaskan sebelumnya. Pengabuan kering ini menggunakan panas
atau suhun tinggi diata 2000 C dan dengan adanya oksigen. Oksidasi komponen organik
dilakukan pada suhu tinggi, bisa mencapai 6000 C. residu yang tertinggal ditimbang dan
merupakan total abu dari suatu sampel.
Sampel yang digunakan untuk pengujian kadar abu yaitu beberapa jenis kacang
kacangan, berupa kacang asin, ikan asin, kacang tanah. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
kadar abu sebesar 3,98 % pada sampel kacang asin. Pada sampel ikan asin diperoleh kadar abu
sebesar 14,85 %. Pada sampel kacang tanah diperoleh berat kadar abu sebesar 2,71%. Sehingga
dari hasil tersebut sampel ikan asin mengandung kadar abu tertinggi kemudian secara berturut-
turut kadar abu kacang asin dan kadar abu terendah pada Kacang Tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa kadar abu tertinggi
terdapat pada sampel ikan teri., sedangkan kadar abu terendah terdapat pada sampel kacang
hijau. Besarnya kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan mineral suatu bahan, sehingga
dapat dikatakan perbedan kadar abu tiap sampel disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral
pada setiap sampel. Kacang hijau mengandung kadar abu terendah karena mengandung mineral
seperti Potasium, Fosfor, Asam folat, Magnesium dan lain lain. Sesuai dengan literature Wijaya
(2002) yang menyatakan bahwa kadar abu kacang hijau sekitar 3,5 – 4,5 %.
Produk atau bahan pangan memiliki batas kadar abu maksimal yang diatur dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI). Kadar abu rata rata setiap produk pangan yaitu dibawah 2 % b/b dan
beberapa memiliki kadar maksimum sekitar 3% b/b. standar kadar abu ini ditetapkan untuk
mengetahui keamanaan produk yang dikonsumsi. Hal ini karena kadar abu dapat menentukan
baik atau tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dalam
produk pangan, serta dapat digunakan sebagai parameter nilai gizi bahan pangan. Tiap sampel
yang digunakan memiliki batasan kadar abu yang dimiliki. Untuk sampel kacang tanah kadar abu
minimum sebesar 2,27%. Kadar abu maksimum kacang hijau sebesar 3,19 %.
Faktor faktor yang mempengaruhi tingginya kadar abu pada bahan pangan adalah
tingginya kandungan kalsium pada bahan pangan tersebut. Adanya proses pengolahan juga dapat
mempengaruhi kadar abu, dimana semakin besar tingkat pengolahan maka kadar abu akan
semakin rendah. Produk pangan banyak mengandung garam garam oksida logam seperti
kalsium, fosfat, sulfat yang berasal dari kontaminan bahan pangan yang kemungkinan terjadi
pada saat proses pengolahan dan bahan bahan memiliki mutu yang rendah sehingga dapat
mempengaruhi kadar abu suatu produk pangan. Selain itu faktor faktor yang mempengaruhi
kadar abu antara lain komposis bahan, lamanya pengabuan, dan wadah pengabuan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Abu adalah residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen komponen
organik dalam bahan pangan.
2. Kadar abu pada prinsipnya adalah penentuan jumlah abu yang tertinggi (mineral yang tidak
dapat menguap) dengan membakar bahan menjadi abu menggunakan energy panas.
3. Berdasarkan hasil pengamatan kadar abu tertinggi terdapat pada sampel ikan teri sebesar
12,97 %, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada sampel kacang hijau sebesar 3,16 %.
4. Kacang hijau mengandung kadar abu terendah karena mengandung mineral seperti Potasium,
Fosfor, Asam folat, Magnesium dan lain lain.
5. faktor yang mempengaruhi tingginya kadar adalah komposis bahan, lamanya pengabuan, dan
wadah pengabuan.
ACARA IV
KADAR GARAM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Garam secara umum merujuk pada suatu senyawa kimia dengan nama sodium klorida
atau natrium klorida (NaCl). Garam merupakan salah satu kebutuhan pelengkap untuk pangan
dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Senyawa ini yang paling mempengaruhi salinitas laut
dan cairan ekstraseluler pada banyak organisme multiseluler. Kadar garam bahan pangan dan
hasil pertanian dapat ditentukan dengan bermacam-macam metode tergantung dari jenis bahan
dan ketepatan yang diinginkan. Metode yang paling umum digunakan dalam penentuan kadar
garam adalah metode mohr, metode volhard, dan metode elektron ion selektif (ISE).
Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan sehari-hari
banyak digunakan. Garam digunakan sebagai bahan tambahan bumbu pada makanan, sebagai
pengawet makanan, serta dasar pembuatan senyawa kimia. Setiap manusia pada umumnya
mengkonsumsi garam dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung dari kebiasaan masing-
masing individu. Penambahan iodium pada produk garam merupakan cara yang sangat efektif
dalam menutupi kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iodium. Menunjang program
pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen garam diwajibkan menambahkan
iodium pada produk garamnya (Afriyanti, 2010).
Garam merupakan produk sebuah industri dan sekaligus sebagai bahan bantu di berbagai
industri lain. Industri pengolahan hasil perikanan, baik tradisional maupun modern
memanfaatkan garam sebagai bahan bantu pengolahan produk perikanan. Industri pengolahan
tradisional yang memanfaatkan garam misalnya industri pengolahan ikan asin, ikan pindang, dan
produk ikan fermentasi. Sedangkan industri pengolahan modern biasanya memanfaatkan garam
untuk pembuatan produk dan untuk diversifikasi produk olahannya. Oleh karena itu, penting
dilakukan praktikum ini agar dapat mengetahui prinsip kerja dalam penentuan kadar garam
dengan metode Mohr.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip kerja dan menentukan
kadar garam dengan metode Mohr.
TINJAUAN PUSTAKA
Garam merupakan bahan bakteriostatik untuk beberapa bakteri meliputi bakteri patogen
dan bakteri pembusuk. Konsentrasi garam yang digunakan dalam fermentasi ikan sangat
menentukan mutu dari ikan karena pemberian garam mempengaruhi jenis mikroba yang
berperan dalam fermentasi. Penambahan garam pada proses pembuatan ikan peda bertujuan
untuk mendapatkan kondisi tertentu atau terkontrol sehingga hanya mikroorganisme tahan garam
(halofilik) yang dapat bertahan hidup dan menghasilkan enzim proteolitik yang akan bereaksi
pada produk sehingga menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Proteolitik
yang dihasilkan oleh bakteri halofilik akan memecah protein menjadi asam amino khususnya
asam glutamat yang berperan dalam pembentukan rasa gurih pada makanan (Sudarmadji, 2010).
Cara pengolahan yang menggunakan garam sebagai bahan pengawetan dapat
meningkatkan kadar garam pada ikan jika dibandingkan dengan produk olahan yang tidak
menggunakan garam. Garam murni terdiri dari NaCl, namun garam yang biasa diperdagangkan
terbuat dari air laut yang diuapkan. Secara umum, garam yang berasal dari air laut tidak hanya
mengandung NaCl tetapi mengandung kalsium serta magnesium. Kalsium dan magnesium
mempunyai sifat higroskopis dan kadar air yang lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan garam
menjadi kering (Gunarif, 2010).
Garam berfungsi sebagai pengawet dimana terjadi pengurangan kadar air bebas dalam
bahan pangan melalui proses osmotik dan juga berfungsi sebagai penyeleksian mikroba pada saat
proses fermentasi berlangsung. Larutan garam yang pekat akan menyerap air keluar dari tubuh
ikan dan pada waktu bersamaan molekul garam masuk menembus daging ikan. Proses ini
berjalan semakin lama semakin lambat dan akibatnya akan terhenti ketika kepekatan garam
dalam tubuh ikan telah seimbang dengan kepekatan garam di luar. Penggunaan garam (5-100%)
pada produk wadi betuk nilai kadar garam meningkat 2,386 sampai 13,680% (Thariq, 2014).
Konsentrasi garam dan lama penggaraman yang semakin tinggi membuat penerimaan
panelis cenderung semakin menurun. Konsentrasi garam dan lama penggaraman yang semakin
lama diduga menyebabkan kenampakan ikan bandeng asin kering terlihat lebih putih Karena
kristal garam yang terdapat pada permukaan tubuh ikan sehingga tingkat kesukaan panelis
berkurang. Ikan bandeng termasuk ikan yang berlemak tinggi, sehingga penetrasi garam dalam
tubuh ikan menjadi tidak sempurna dan mengakibatkan kristal garam lebih banyak tertinggal
pada bagian luar tubuh ikan bandeng asin kering. Proses penggaraman bahan pangan yang
dilanjutkan dengan pengeringan sering terjadi pencoklatan (browning) karena terjadinya oksidasi
lemak pada ikan. Oksidasi lemak, degradasi protein dan komponen-komponen lainnya dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel daging sehingga kenampakan fisik ikan akan berubah
(Tumbelaka, 2013).
Metode Mohr merupakan salah satu bentuk metode titrasi argentometri, yaitu metode
titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan pembentukan
endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja penentuan konsentrasi NaCl dengan menggunakan
larutan AgNO3 dengan menggunakan K2CrO4 sebagai indikator. Beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk melakukan titrasi dengan baik yaitu pH larutan, di mana pH larutan harus
dalam suasana netral atau basa lemah (pH 6-8). Hal tersebut harus dilakukan karena jika
berlangsung dalam suasana asam maka konsentrasi ion CrO42- akan berkurang. Kemudian jika
titrasi dilakukan dalam suasana basa kuat maka akan timbul suatu endapan peroksida. Selain itu,
titrasi juga harus dilakukan secara cepat dan pengocokan harus dilakukan dengan kuat agar Ag+
tidak teroksidasi menjadi AgO yang akan menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit dipercaya
(Yusmita, 2017).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Ditimbang sampel 5 gram
(kacang tanah, kacang asin, ikan asin) Commented [u30]: Samain tabel acara 1 smpe akhir
formatnya, jangan tebel sndiri dll. Pakein tabel biar rapi
Diabukan
Ditambahkan 1 ml K2CrO4 5%
Hasil Pengamatan
Tabel 1.4 Hasil Pengamatan Kadar Garam Commented [u31]: Bold, spasi 1.0
Hasil Perhitungan
𝑇 𝑥 𝑀 𝑋 5,84 Commented [u33]: Rumus masih cambria math ni, ganti pake
Rumus Kadar NaCl (%) = 𝑊
x 100 % TNR
= 0,318267 %
2. Kacang Asin
𝑇 𝑥 𝑀 𝑋 5,84
Kadar NaCl (%) = 𝑊
x 100 %
6,2 𝑥 0,1 𝑋 5,84
= x 100 %
60,25
3,6208
= x 100 %
60,25
= 6,0096 %
3. Ikan Asin
𝑇 𝑥 𝑀 𝑋 5,84
Kadar NaCl (%) = x 100 %
𝑊
0,5 𝑥 0,1 𝑋 5,84
= x 100 %
10,96
0,2926
= x 100 %
10,96
= 2,6642 %
PEMBAHASAN
Garam merupakan bahan bakteriostatik untuk beberapa bakteri meliputi bakteri patogen
dan bakteri pembusuk. Garam murni terdiri dari NaCl, tetapi garam perdagangan yang terbuat
dari air laut pada umumnya tidak terdiri dari NaCl saja tetapi juga mengandung kalsium dan
magnesium. Kalsium dan magnesium mempunyai sifat higroskopis dan kadar air yang lebih
tinggi sehingga dapat menyebabkan garam-garam menjadi kering. Semakin kecil kadar kalsium
dan magnesium maka akan lebih baik hasil penggaramannya. Garam berfungsi sebagai
pengawet, dimana terjadi pengurangan kadar air bebas dalam bahan pangan melalui proses
osmotik dan juga berfungsi sebagai penyeleksi mikroba pada saat proses fermentasi.
Penggaraman adalah suatu proses Kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk
hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan adalah jenis garam dapur
NaCl baik berupa kristal maupun larutan. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan
sebagai metode pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain
seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Metode penggaraman merupakan salah satu cara
pengawetan yang sudah lama dilakukan. Tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan
pengawetan dan pengolahan lainnya yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan
ikan. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang
dihasilkan.
Kadar garam bahan pangan dan hasil pertanian dapat ditentukan dengan bermacam-
macam metode tergantung dari jenis bahan dan ketepatan yang diinginkan. Metode yang paling
umum digunakan dalam penentuan kadar garam adalah metode elektroda ion selektif, metode
Mohr, dan metode volhard. Metode ion selektif elektroda adalah elektroda membran yang
selektif merespon keberadaan ion dalam larutan, juga spesifik menyelidiki keberadaan gas dalam
ion larutan. Ion yang paling umum digunakan yaitu ion selektif elektroda untuk PH. Metode
Mohr merupakan titrasi langsung untuk pengendalian mutu secara rutin dan memberikan hasil
yang cukup memuaskan. Sedangkan metode volhard merupakan metode titrasi tidak langsung
dan dapat digunakan untuk menentukan padatan bebas garam.
Titrasi Mohr adalah metode titrasi langsung untuk menduga jumlah ion klorida,
kemudian menghitung jumlah ion natrium. Larutan sampel yang mengandung klorida dititrasi
dengan larutan perak nitrat. Setelah semua larutan perak tercampur dengan semua klorida yang
tersedia dalam sampel, perak akan bereaksi dengan kromat yang setelah ditambahkan ke dalam
sampel membentuk padatan berwarna orange. Volume perak yang digunakan untuk bereaksi
dengan klorida digunakan untuk menghitung kandungan natrium sampel. Sedangkan pada
metode volhard pada titrasi larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan kedalam larutan yang
didalamnya terkandung ion halogen. Kelebihan dari ion Ag+ dalam keadaan asam dititrasi
dengan standar garam tiosianat (NH4SCN atau KSCN) menggunakan indikator larutan Fe3+.
Hingga titik ekiuvalen, terjadi sebuah reaksi antara titran dan Ag+ membentuk sebuah endapan
putih. jika titran kelebihan maka dapat menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk
senyawa kompleks tiosianato Ferrat (III) yang warnanya merah.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada praktikum penentuan kadar garam
di tentukan dengan metode mohr terhadap 3 bahan yaitu kacang tanah, kacang asin, dan ikan
asin. Tiga bahan tersebut ditimbang masing-masing 5 gram, kemudian diabukan, dan abu dicuci
dengan aquades. Selanjutnya disaring agar cairan dan padatan yang terpisah kemudian
dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL sebanyak 5 mL. Selanjutnya ditambahkan 1 mL
K2CrO4 5% untuk mendeteksi endapan AgCl yang akan menghasilkan endapan Ag2CrO4 yang
berwarna merah bata. Selanjutnya dititrasi dengan AgNO3 0,1 M sampai terbentuk warna orange
atau jingga dan dihitung AgNO3 yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl (%).
Berdasarkan hasil perhitungan, kacang tanah mengandung kadar NaCl sebesar 0,138267%,
kacang asin mengandung kadar NaCl sebesar 6,0096% dan ikan asin sebesar 2,642%. Kadar
garam tertinggi terdapat pada kacang asin, selanjutnya terdapat pada ikan asin dan kadar garam
terendah adalah pada bahan kacang tanah. Hasil pengamatan tersebut tidak sesuai dengan
literatur menurut Sudarmadji (2010), bahwa kadar garam tertinggi seharusnya terdapat pada
bahan ikan asin. Hal tersebut dikarenakan ikan asin merupakan bahan pangan yang mendapat
perlakuan dengan penambahan kadar garam untuk dijadikan sebagai produk ikan asin.
Berdasarkan SNI 01-2721-1992 tentang syarat mutu ikan asin kering kadar garam maksimal
adalah 20%.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan konsentrasi kadar garam pada bahan pangan
adalah jenis bahan pangan, perlakuan awal pada bahan pangan, metode yang digunakan, serta
pada perairan mana bahan pangan tersebut berasal. Jenis bahan pangan sangat mempengaruhi
penentuan kadar garam dikarenakan bahan yang banyak mengandung kadar garam akan berbeda
hasilnya dengan bahan yang hanya mengandung sedikit kadar garam. Perlakuan awal pada bahan
pangan contohnya pada ikan asin yang diberikan perlakuan penggaraman akan memiliki
kandungan garam yang lebih tinggi. Metode penentuan kadar garam yang berbeda akan
mempengaruhi hasil dari kadar garam. Serta perbedaan perairan di Indonesia yang juga akan
mempengaruhi kadar garam dari setiap bahan pangan.
KESIMPULAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, baik tumbuhan maupun
hewan. Protein pada sebagian besar jaringan tubuh merupakan komponen terbesar setelah air.
Kira-kira 50% berat kering sel terdiri atas protein. Protein adalah senyawa organik kompleks
yang terdiri dari unsur-unsur karbon (50-55%), hidrogen (7%), oksigen (13%) dan nitrogen
(16%). Banyak pula protein yang mengandung belerang (S) dan fosfor (F) dalam jumlah sedikit
(1-2%). Protein juga mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi. Protein di dalam tubuh
mempunyai peran yang sangat penting. Fungsi utama protein ialah sebagai zat pembangun atau
pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan kulit, otak, rambut, membran sel, jantung,
hati, ginjal dan beberapa organ penting lainnya (Winarno, 2004).
Protein dalam tubuh manusia diperoleh dari bahan makanan, baik yang berasal hewan
dan tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan yang berasal
dari tumbuhan disebut protein nabati. Sumber protein dari beberapa bahan makanan adalah
daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, dan buah-buahan. Protein dalam makanan yang
dikonsumsi manusia akan dipecah menjadi asam-asam amino dalam proses pencernaan dengan
dibantu oleh enzim seperti pepsin dan tripsin. Asam-asam amino yang dihasilkan kemudian
diserap oleh usus dan dibawa ke arah hati atau didistribusikan ke jaringan-jaringan yang
membutuhkan.
Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
volumetri. Metode volumetri dibagi lagi menjadi dua metode yaitu metode Kjeldahl dan titrasi
formal. Metode kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode ini cocok digunakan secara
semi mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta waktu
analisis yang pendek. Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak terlarut
atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses
pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Oleh karena itu, penting dilakukan
praktikum ini adalah untuk menentukan kadar protein bahan dan produk hasil pertanian dengan
metode mikro kjeldahl dan mempelajari pengaruh pengolahan berupa pemanasan terhadap
perubahan protein.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar protein bahan dan
produk hasil pertanian dengan metode mikro kjeldahl dan mempelajari pengaruh pengolahan
berupa pemanasan terhadap perubahan protein.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan molekul polipeptida berukuran besar yang disusun oleh lebih dari 100
buah asam amino yang nerkaitan satu sama lain secara kovalen dan dalam urutan yang khas yang
disebut ikatan peptida. Umumnya, terdapat 20 jenis asam amino yang menyusun protein tersebut
yang akan membedakan anatar satu protein dengan protein lainnya. Semua asam amino
penyusun protein mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu memiliki gugus karboksil (-COOH) yang
bersifat asam dan gugus amino (-NH2) yang bersifat basa yang diikat pada atom karbon yang
sama. Gugus karboksil dalam struktur asam amino dapat bermuatan negatif, sedangkan gugus
amino dapat bermuatan positif tergantung pada pH medium. Gugus R yang bervariasi dalam
struktur, ukuran, muatan listrik dan kelaruran di dalam air yang akan membedakan asam amino
satu dengan asam amino lainnya (Andarwulan, 2011).
Protein mengalami denaturasi adalah terjadinya modifikasi struktur sekunder, tersier dan
kuartener dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida. Perubahan struktur ikatan
protein ini biasanya menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia protein. Protein yang telah
mengalami proses denaturasi disebut protein terdenaturasi. Selain disebabkan oleh panas,
denaturasi protein juga dapat terjadi dengan penambahan asam yang menyebabkan perubahan
pH yang ekstrim, pengaruh pelarut organik (seperti alkohol dan aseton) dan penambahan garam
seperti CaSO4 (Natsir, 2018).
Analisis kualitatif sampel protein yang digunakan yaitu metode biuret karena metode ini
cepat dan sederhana. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah metode kjeldahl, dimana metode
ini merupakan metode yang sederhana. Metode kjeldahl cocok digunakan secara semimikro,
sebab hanya membutuhkan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta waktu analisis yang
pendek. Metode ini cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang
sudah mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa
dilakukan pada makanan. Metode kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar
dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya, dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 maka
diperoleh kadar protein dalam bahan makanan itu. Analisa protein dengan metode ini pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, destilasi dan titrasi
(Bakhtra,2016).
Pengukuran kadar protein ada 3 tahap yaitu detruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi
dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 0,5 gram, sampel dimasukkan dalam labu destruksi
dan ditambahkan katalisator (selenium mixture) sebanyak 0,5 gram, kemudian masukkan 10 ml
H2SO4 pekat ke dalam labu destruksi. Sampel di destruksi dalam ruang asam selama 1 sampai
1,5 jam (sampai warna cairan menjadi jernih). Hasil destruksi didinginkan, kemudian dilanjutkan
dengan proses destilasi. Isi dari labu destruksi dipindahkan ke dalam labu destilasi (erlenmeyer
volume 1 L), labu destruksi dibilas dengan 100 ml aquades, kemudian masukkan 40 ml NaOH
45% kedalam labudestruksi. Sebagai penangkapnya yaitu asam borat sebanyak 5 ml, dan
diberikan 2 tetes indikator MR+MB. Destilasi dilakukan sampai volume destilat pada erlenmeyer
mencapai 40 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan 0,1 HCL sampai terjadi perubahan
warna cairan (Kusnadi, 2012).
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein
hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur mempunyai cangkang,
selaput cangkang, putih telur (albumin) dan kuning telur. Cangkang dan putih telur terpisah oleh
selaput membran, kuning telur dan albumin terpisah oleh membran kuning telur. Telur banyak
dikonsumsi dan diolah menjadi produk olahan lain karena memiliki kandungan gizi yang cukup
lengkap. Kandungan protein pada telur terdapat pada putih telur dan kuning telur. Putih telur
merupakan salah satu bagian dari sebuah telur utuh yang mempunyai persentase sekitar 58-60 %
dari berat telur itu dan mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer. Lapisan
kental terdiri atas lapisan kental dalam dan lapisan kental luar dimana lapisan kental dalam hanya
3% dari volume total putih telur dan lapisan kental putih telur mengandung protein dengan
karakteristik gel yang berhubungan dengan jumlah protein (Agustina, 2010).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Perlakuan Panas
10 ml putih telur
Ditambah 10 ml aquades
Ditambah 10 ml aquades
c. Perlakuan Basa
10 ml putih telur
Ditambah 10 ml aquades
20 Bening Bergelembung
30 Bening Bergelembung
20 Bening Bergelembung
30 Bening Bergelembung
30 Keruh Menggumpal
2. Telur Bebek Aquades 10 Bening Tidakmenggumpal
20 Bening Bergelembung
30 Keruh Bergelembung
20 Keruh Bergelembung
30 Keruh Bergelembung
20 Bening Bergelembung
30 Bening Bergelembung
20 Keruh Bergelembung
Protein adalah makromolekul yang banyak terdapat pada sel makhluk hidup dan tersusun
dari asam-asam amino yang disintesis berdasarkan kode yang dibawa oleh informasi genetik
yang berupa urutan nukleotida yang disebut kodon. Protein merupakan polipeptida berbobot
molekul tinggi dari asam L-amino yang disentesis oleh sel hidup, biopolimer ini mempunyai
jangka yang lebar dalam hal bobot molekul, kompleksitas struktur, dan sifat fungsionalnya.
Protein memainkan peran yang sentral dalam sistem biologi. Meskipun informasi evolusi dan
organisme biologi sel terkandung dalam DNA, tetapi proses kimia dan biokimia yang memlihara
kehidupan sel atau organisme kompleks. Istilah protein diambil dari kata Yunani yaitu Proteois
yang berarti jenis yang pertama (Awwaly, 2017).
Protein memiliki peranan yang sangat penting bagi tubuh karena berperan sebagai
sumber gizi. Namun, selain berperan sebagai sumber gizi, protein juga memiliki sifat fungsional
yang berperan penting dalam pengolahan pangan, penyimpanan dan penyajiannya yang
mempengaruhi karakteristik yang diinginkan, mutu makanan dan penerimaannya oleh konsumen
(seperti penampakan, warna, tekstur, dan cita rasa). Namun sayangnya sifat fungsional yang
dimiliki oleh protein tersebut dapat terganggu akibat adanya beberapa faktor, yaitu faktor
interinsik protein (seperti komposisi protein, konformasi protein, dan homogenitas protein),
pengaruh lingkungan (seperti air, ion pH, suhu, oksidator atau reduktor, lemak, dan gula) dan
proses pengolahan (seperti pemanasan, penambahan garam, pengeringan, dan modifikasi fisika
atau kimia). Salah satu akibat yang ditimbulkan dari terganggunya sifat fungsional protein adalah
denaturasi. Denaturasi protein terjadi akibat perubahan struktur protein dimana terjadi modifikasi
struktur sekunder, tersier, dan kuartener dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan
peptida.
Denaturasi protein dapat terjadi akibat berbagai macam perlakuan, antara lain dengan
perlakuan panas, pH, garam, dan tegangan permukaan perlakuan panas dan pH akan digunakan
pada praktikum ini untuk melihat proses denaturasi yang terjadi pada dua sampel telur yang
berbeda yaitu telur ayam dan telur bebek. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mengamati
proses denaturasi yang terjadi pada dua sampel telur akibat perlakuan pemanasan yaitu masing-
masing sampel telur akan diambil bagian putih telurnya sebanyak 10 mL kemudian campuran
tersebut diaduk sampai homogen. Setelah homogen, campuran tersebut dipanaskan di dalam
waterbath dengan suhu 45oC selama 30 menit. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit untuk
melihat perubahan yang terjadi pada sampel. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mengamati
proses denaturasi yang terjadi pada dua sampel telur akibat perlakuan pH adalah sebagai berikut
masing-masing sampel telur diambil putih telurnya sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan aquades sebanyak 10 mL dan diaduk sampai homogen.
Setelah homogen, setiap campuran dalam tabung reaksi diberi perlakuan yang berbeda-beda
yaitu ditambahkan tiga tetes larutan asam dan basa, dimana larutan asam yang digunakan adalah
larutan HCL (Asam Klorida) yang tergolong asam kuat dan CH3COOH yang tergolong asam
lemah, sedangkan larutan basa yang digunakan adalah larutan NaOH (basa kuat) dan Cu(OH)2
(basa lemah). Setelah diberikan perlakuan penambahan asam dan basa, sampel selanjutnya
diamati terkait perubahan dan denaturasi yang terjadi.
Berdasarkan hasil praktikum analisa protein yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh
suhu dan pH terhadap denaturasi yang terjadi pada sampel telur ayam dan telur bebek didapatkan
hasil bahwa pada sampel ayam, semakin lama proses pemanasannya maka semakin banyak
gumpalan putih yang terbentuk. Sampel telur bebek menunjukkan selama 30 menit pemansan,
tidak terbentuk gumpalan sama sekali. Terbentuknya gumpalan putih pada telur yang diberi
perlakuan pemanasan merupakan salah satu tandanya terjadi denaturasi. Gumpalan putih tersebut
terbentuk akibat adanya pengurangan kelarutan protein. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Fischer (2002) bahwa perubahan fisik disebut perubahan yang kompak, struktur asal diperoleh
ikatannya pada denaturasi protein yang disertai dengan penambahan kekentalan larutan.
Perbedaan proses denaturasi yang terjadi antara telur ayam dan telur bebek disebabkan oleh
perbedaan kadar protein yang terkandung dalam masing-masing telur tersebut, dimana telur
bebek mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Semakin tinggi
kadar protein yang ada dalam suatu bahan menyebabkan semakin lama tanda-tanda denaturasi
muncul karena akan semakin banyak protein yang harus diuraikan atau dipecah. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Haryoto (2001) bahwa telur dengan kadar protein tinggi dan susunan
protein yang lebih kompleks akan lebih sulit mengalami denaturasi karena lebih banyak dan
lebih kompleksnya struktur protein yang harus dipecah.
Hasil praktikum berkaitan dengan pengaruh pH terhadap denaturasi yang terjadi pada
telur ayam dan telur bebek secara umum saja, dimana telur ayam maupun telur bebek yang diberi
perlakuan asam (asan kuat dan asam lemah) dan basa (basa kuat dan basa lemah) menghasilkan
gumpalan putih dengan jumlah yang rata-rata sama. Menurut Susilo (2019), perlakuan
pemberian asam kuat maupun asam lemah menyebabkan terjadinya penurunan pH dan secara
teoritis penambahan asam menyebabkan bertambahnya jumlah ion positif yang berasal dari ion
H+ yang berasal dari gugus amina (NH3) pada asam amino yang akan menyebabkan
terbentuknya molekul air.
Denaturasi dapat meinimbulkan beberapa dampak pada produk, dampak tersebut
diantaranya adalah hilangnya aktivitas enzim, penambahan kelarutan dan dehidrasi, dan
perubahan warna. Selain itu, produk yang memiliki kandungan protein akan mengalami
kerusakan mulai dari kerusakan struktur primernya sampai pada kerusakan struktur tersiernya.
Koagulasi merupakan salah satu contoh kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan,
dimana terjadi penggumpalan serta pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses
tersebut. Koagulasi dapat menimbulkan dampak terhadap produk, dampak tersebut diantaranya
adalah hilangnya sifat-sifat biologis suatu protein.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi dari asam L-amino yang disentesis
oleh sel hidup.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat fungsional protein antara lain faktor interinsik
protein, pengaruh lingkungan, dan proses pengolahan.
3. Denaturasi protein merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada protein akibat
terjadi modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener dari protein akibat bebrapa faktor
tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida.
4. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian perlakuan suhu pada sampel telur ayam terbukti
dapat menyebabkan denaturasi, sedangkan pada telur bebek tidak ditemukan tanda-tanda
terjadinya denaturasi, pemberian perlakuan asam dan basa juga dapat menyebabkan
denaturasi.
5. Dampak yang ditimbulkan pada denaturasi produk protein adalah hilangnya aktivitas enzim,
penambahan kelarutan dan dehidrasi serta perubahan warna.
ACARA VI
KADAR LEMAK
PENDAHULUAN
Latar belakang
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia dan juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan
karbohidrat dan protein. Satu molekul minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram,
sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak dan lemak tidak
berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk wujud.
Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik leburnya, yaitu pada suhu kamar lemak berwujud
padat sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak bergantung pada
strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon (Dewi, 2006).
Lemak dan minyak terdapat hampir di semua bahan pangan dengan kadar yang berbeda-
beda. Cara untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan dapat dilakukan dengan cara
ekstraksi lemak. Proses pengekstrakan lemak secara murni sangat sulit untuk dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, lemak bebas dan pigmen
karotenoid akan ikut terekstraksi. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air (pelarut
anhydrous) agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak
dan keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasikan dengan beberapa metode yaitu metode basah
dan kering. Cara kering umumnya digunakan pada bahan berbentuk padat sedangkan cara basha
digunakan untuk bahan cair. Metode soxhlet adalah cara identifikasi dengan bergantung pada
cara pemilihan bahan pengekstraksi. Metode goldfish merupakan metode yang mirip dengan
metode soklet kecuali labu ekstraksi nya dirancang sehingga solven hanya melewati sampel
bukan merendam sampel. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui
prinsip dasar analisis lemak.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dasar analisis lemak
menggunakan metode soxhlet dan mengetahui prinsip dasar analisa sifat kimia lemak.
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam zat
pelarut organik non-polar seperti aseton, alcohol, dan eter. Lemak tersusun atas rantai
hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang atau membentuk struktur siklus. Lemak esensial
merupakan prekursor pembentuk hormon tertentu seperti prostaglandin, lemak juga berperan
sebagai penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai tugas metabolism, lemak juga
dapat melarutkan berbagai vitamin seperti vitamin A, D, E dan K. Lemak dalam tubuh
mempunyai peranan penting karena lemak cadangan yang ada dalam tubuh dapat melindungi
berbagai organ yang penting seperti ginjal dan hati. Lipid terdiri atas lemak dan minyak yang
banyak dihasilkan hewan dan tumbuhan (Buckle, 2002).
Lemak dapat dibedakan dari minyak berdasarkan pada konsistensinya. Lemak berbentuk
padat atau semi padat pada suhu ruang, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu ruang.
pembedaan ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dikarenakan suhu ruang dipengaruhi oleh
iklim dan letak geografis. Sifat fisik lemak dan minyak yang penting antara lain adalah warna,
aroma, rasa, berat jenis, indeks refraksi, turbidity point, dan titik cair. Pengamatan sifat fisik
lemak dan minyak ini penting untuk mengenal jenis minyak dan lemak serta untuk mengetahui
adanya kerusakan atau pemalsuan (Muchtadi, 2010).
Peranan lemak di dalam tubuh adalah menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh.
Selain itu, lemak juga berperan membentuk struktur tubuh penghasil asam lemak esensial dan
vitamin yang larut dalam lemak. Angka kecukupan lemak untuk orang dewasa menurut
Widyakarya Nusantara pangan dan Gizi (2004), yaitu 54 gram/hari untuk untuk pria dan wanita.
Dimana jika kelebihan lemak dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah, selain itu dapat
menyebabkan obesitas. Sedangkan jika Kekurangan lemak dapat menurunkan efisiensi energi
dan gangguan transportasi lipida dalam tubuh (Dewi, 2017).
Ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode pemisahan yang dapat diandalkan untuk
memisahkan lemak yang terdapat pada tepung ampas kelapa. Prinsip dari metode soxhlet ini
pada dasarnya sama dengan metode ekstraksi lainnya, pada pengujian ini pelarut yang digunakan
adalah heksana dan air. Heksana diletakkan dalam labu alas bulat sedangkan air terdapat pada
pendingin bola. Lemak merupakan senyawa organik dan bersifat nonpolar, heksana juga
merupakan suatu pelarut organik dan bersifat non polar. Kepolaran yang sama antara lemak dan
heksana menyebabkan lemak dapat terekstrak kedalam heksana (Angelia, 2016).
Soxhlet adalah suatu metode analisis lemak dengan prinsip kerja sebagai berikut dimana
pelarut pengekstraksi yang ada dalam labu soket dipanaskan sesuai dengan titik didihnya
sehingga menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pendingin balik sehingga mengembun dan
menetes pada bahan yang diekstraksi. Pelarut ini merendam bahan dan jika tingginya sudah
melampaui pipa pengalir pelarut maka ekstrak akan mengalir ke labu soxhlet. Ekstrak yang
terkumpul dipanaskan lagi sehingga pelarutnya akan menguap kembali dan lemak akan
tertinggal pada labu. Terjadi daur ulang pelarut sehingga setiap kali bahan diekstraksi dengan
pelarut baru (Pargiyanti, 2019).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Penentuan Angka Peroksida
Minyak goreng curah dan komersial Commented [u36]: Samain format prosedur sama yg lain,
jangan tebel sndiri. Pake tabel biar rapi
Ditimbang 5 gram
Ditambahkan 0,5 mL KI
Didiamkan t = 5 menit
Ditambahkan aquades 30 mL dan amilum 1%
Ditimbang 20 gram
Didinginkan
Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Kadar Lemak Commented [u37]: Bold, spasi 1.0
Hasil Perhitungan
1. Minyak Goreng Kemasan (Masku)
Ulangan 1
100 x N x (V0−V1) Commented [u38]: Masih cambria math ni, ganti TNR
Angka Peroksida =
W
100 x 0,1 x 4
=
5
=8
40 x V x N
Angka FFA =
W
40 x 19,8 x 0,1
=
20
= 3,96
Ulangan 2
100 x N x (V0−V1)
Angka Peroksida =
W
Lemak (fat) biasanya digunakan untuk campuran trigliserida yang berbentuk padat pada
suhu ruang. Lemak adalah bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dan hewan. Lemak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang
merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Komponen-komponen lain yang
mungkin terdapat meliputi fosfolipid vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak seperti
klorofil dan karotenoid. Peran lemak (lipid) dalam makanan manusia dapat merupakan zat gizi
yang menyediakan energi bagi tubuh, dapat bersifat psikologis dengan meningkatkan nafsu
makan atau dapat membantu memperbaiki tekstur dari bahan pangan yang diolah (Rohman,
2010).
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah 2 jenis minyak yaitu minyak goreng
kemasan (Masku) dan minyak goreng curah. Minyak dapat digunakan sebagai medium
penggorengan bahan pangan. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah
rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Adanya proses penggorengan
dengan suhu tinggi dengan adanya oksigen dapat menyebabkan perubahan terhadap asam lemak
meliputi perubahan fisik dan perubahan kimia. Perubahan kimia yang terjadi meliputi oksidasi,
autoksidasi dan polimerisasi termal. Oksidasi adalah pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan
adanya oksigen. Autooksidasi adalah oksidasi lemak dan minyak pada suhu kurang dari 100°C.
Sedangkan polimerisasi termal adalah polimerisasi yang terjadi pada suhu 250°C tanpa adanya
oksigen. Adapun perubahan fisik meliputi peningkatan viskositas, intensitas warna, busa, dan
penurunan titik asap. Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan
tergantung dari lamanya pemanasan, suhu pemanasan, adanya akselerator, komposisi campuran
asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida, kadar air dan komposisi gizi dari bahan.
Kadar lemak bahan pangan dapat dianalisis dengan cara basah dan cara kering. Cara
kering umumnya dilakukan untuk bahan pangan dalam bentuk padat sedangkan cara basah
digunakan untuk bahan pangan dalam bentuk cair. Metode soxhlet merupakan salah satu cara
kering yang paling banyak digunakan. Efisiensi metode ini tergantung pada cara pemilihan
bahan pengekstraksi nya. Pemilihan bahan pengekstraksi ditentukan oleh sifat lemak yang
terkandung dalam bahan pangan yang akan dianalisis. Penentuan kualitas minyak atau penentuan
tingkat kemurnian minyak dapat diukur dengan angka asam lemak bebas, angka peroksida
(tingkat ketengikan) dan kadar air. Sementara untuk penentuan sifat fisik dan kimiawi khas dari
minyak dapat dianalisis dengan mengukur angka iodin (tingkat ketidakjenuhan), angka
penyabunan, titik cair, titik asap, angka krischer, angka polenske, dan angka Reichert-Meissl.
Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak goreng
adalah asam lemak bebas dan dan bilangan peroksida. Hal tersebut dikarenakan asam lemak
bebas menentukan tingkat kerusakan dan stabilitas minyak. Sedangkan bilangan peroksida
menentukan tingkat kerusakan minyak berdasarkan aromanya. Angka asam dinyatakan sebagai
jumlah mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1
gram minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah ion yang
dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam
pelarut asam asetat dan kloroform, kemudian iodin yang terbentuk di tentukan dengan titrasi
menggunakan Na2S2O3.
Berdasarkan hasil pengamatan angka peroksida dan angka lemak bebas pada bahan
minyak goreng kemasan (Masku) dan minyak goreng curah didapat hasil yaitu untuk angka
peroksida minyak goreng kemasan pada ulangan 1 adalah 8 dan angka FFA sebesar 3,96.
Sedangkan pada ulangan 2, angka peroksida sebesar 2,6 dan angka FFA sebesar 4,16. Rata-rata
angka peroksida minyak goreng kemasan adalah sebesar 5,3 dan rata-rata angka FFA adalah
4,06. Sedangkan untuk minyak goreng curah pada ulangan 1, nilai angka peroksida adalah
sebesar 15 dan angka FFA adalah sebesar 4,28. Sedangkan untuk ulangan 2, angka peroksida
adalah sebesar 2,1 dan angka lemak bebas adalah 8,84. Rerata angka peroksida adalah sebesar
8,55 dan rata-rata angka lemak bebas (FFA) adalah sebesar 6,56. Angka peroksida tertinggi
terdapat pada minyak goreng curah yaitu dengan rata-rata sebesar 8,35 dan angka FFA tertinggi
juga terdapat pada minyak goreng curah dengan rata-rata sebesar 6,56.
Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi. Apabila
minyak dipanaskan dan terkena udara maka akan mengalami reaksi-reaksi oksidasi. Tahap awal
akan terbentuk alill radikal kemudian radikal peroksida, setelah itu akan terbentuk
hidroperoksida dan rantai-rantai molekul putus menjadi radikal dengan rantai lebih pendek dan
reaktif. Menurut Nainggolan (2016), bahwa tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi
kerusakan pada minyak tersebut dan minyak akan segera mengalami ketengikan. Angka asam
lemak bebas dapat meningkat karena pemanasan yang berulang-ulang meskipun pada suhu yang
konstan. Tingginya angka FFA pada minyak goreng curah dikarenakan minyak goreng curah
hanya melalui satu kali proses refineri sehingga tingkat kemurniannya juga rendah, bahkan
masih terdapat asam-asam lemak jenuh seperti stearat sehingga pada suhu kamar minyak goreng
curah akan mengental dengan warna putih. Minyak goreng curah yang beredar di pasaran
terkadang juga merupakan hasil olahan dari minyak jelantah sehingga kualitasnya dinyatakan
tidak baik karena minyak curah hasil olahan dari minyak jelantah sudah mengalami kerusakan
gizi yang seharusnya terkandung pada minyak. Sedangkan pada minyak goreng kemasan angka
FFA nya tidak terlalu tinggi dikarenakan melalui proses refineri lebih dari dua kali sehingga
tingkat kemurniannya dari asam-asam lemak jenuh cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena pada
minyak goreng kemasan ditambahkan antioksidan yang dapat menyebabkan minyak tidak cepat
rusak dalam proses pemanasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kadar lemak adalah laju ekstraksi yaitu tipe
persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut. ekstraksi
dengan metode soxhlet memberikan hasil ekstraksi yang tinggi karena digunakan proses
pemanasan yang diduga dapat memperbaiki kelarutan ekstrak. Semakin polar pelarut, maka
semakin baik hasil dari bahan yang diekstrak. Jumlah sampel yang tidak tepat, waktu
pengekstraksian yang tidak tepat, dan kemungkinan ada beberapa zat lain yang terekstraksi
sebagai lemak dapat juga mempengaruhi hasil ekstraksi analisa kadar lemak.
KESIMPULAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karbohidrat adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi
atau senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Nama lain dari
karbohidrat adalah sakarida (Bahasa Arab yang berarti gula), dan karbohidrat sederhana
mempunyai rasa manis sehingga dikaitkan dengan gula. Karbohidrat merupakan bahan makanan
penting dan sumber tenaga yang terdapat dalam bentuk serat (fiber) seperti selulosa, pektin serta
lignin. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan
asam basa dalam tubuh, berperan penting dalam proses metabolisme dalam tubuh dan
pembentukan struktur sel dengan mengikat protein dan lemak. Karbohidrat memiliki rumus
senyawa (Cn(H2O)N) (Andarwulan, 2011).
Selama proses pengolahan bahan pangan yang mengandung karbohidrat biasanya akan
terjadi beberapa perubahan pada karbohidrat tersebut. Salah satu bentuk perubahan yang terjadi
pada karbohidrat adalah gelatinisasi. Gelatinisasi karbohidrat terutama pati selama proses
pengolahan dapat dilihat salah satunya pada pembuatan mie. Selama proses pembuatan mie,
dengan adanya kenaikan suhu perebusan maka proses gelatinisasi akan terjadi, ditandai dengan
adanya perubahan tekstur mie menjadi kenyal. Apabila proses gelatinisasi pada mie belum
terjadi secara optimal maka kualitas mie yang dihasilkan pun tidak akan memiliki tekstur yang
kenyal optimal.
Sifat gelatinisasi dari setiap jenis pati akan berbeda-beda. Pati yang satu tidak memiliki
sifat gelatinisasi yang sama dengan pati lainnya. Terjadinya perbedaan sifat gelatinisasi pati yang
satu dengan pati yang lain ini terjadi karena adanya perbedaan sumber patinya. Selain dari faktor
sumber pati, terdapat beberapa faktor lingkungan yang juga turut berpengaruh dalam terjadinya
proses gelatinisasi pati. Oleh karena itu, penting dilakukan praktikum ini adalah untuk
mengetahui proses terjadinya gelatinisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
terjadinya gelatinisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat atau sakarida adalah polisakarida aldehid atau polisakarida keton atau
senyawa hasil hidrolisis dari keduanya. Penyusun utama karbohidrat adalah C, H dan O.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh. Ada dua jenis
karbohidrat yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana
merupakan aneka jenis gula yang langsung membentuk kalori jika dikonsumsi. Karbohidrat
kompleks merupakan sumber kalori yang mengandung vitamin, mineral dan serat yang
bermanfaat bagi tubuh (Soenardi, 2008).
Salah satu jenis karbohidrat adalah pati. Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam
tanaman terutama tanaman berklorofil. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung asal
pati tersebut. Pati umumnya hanya digunakan dalam sediaan padat seperi tablet sebagai pengisi,
penghancur dan pengikat. Amilopektin berhubungan dengan daya pengembangan pati. Karena
pati tersebut di dalam air akan menyerap air dan membentuk gel yang berfungsi sebagai barier
penghambat pelepasan zat aktif (Anggraini, 2016).
Granula pati yang belum mengalami proses modifikasi akan memiliki permukaan yang
halus dan utuh. Setelah mengalami proses modifikasi, granula pati memiliki bentuk yang tidak
beraturan dan permukaan yang kasar. Bentuk dan ukuran granula pati termodifikasi yang lebih
besar dan tidak beraturan ini terjadi karena proses modifikasi (gelatinisasi-retrogradasi). Ketika
pati mendapatkan perlakuan pemanasan maka terjadi pemutusan ikatan-ikatan hidrogen,
sehingga pati mengalami gelatinisasi dengan menyerap air pada suhu yang sangat tinggi. Setelah
itu, pada saat pendinginan terjadi penggabungan kembali ikatan antara amilosa-amilosa,
sehingga terbentuk pengkristalan kembali (Damat, 2017).
Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan pembanyakan
granula pati akibat penyerapan air. Bila pati mentah dimasukkan kedalam air dingin, granula pati
akan menyerap air dan mulai bengkak namun terbatas, sebesar 80% dari berat tepung. Proses
pemanasan adonan tepung akan menyebabkan granula semakin akan membengkak dan
penyerapan air semakin banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut sebagai suhu
gelatinisasi. Selanjutnya pengembangan granula pati disebabkan masuknya air kedalam granula
dan terperangkapnya dalam susunan molekul penyusun pati yang terdapat didalamnya (Haryadi,
2004).
Pati tergelatinisasi dengan adanya air akan membentuk pasta pati. Pasta pati tersebut akan
tercampur dengan granula pati yang belum tergelatinisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
prinsipnya terbentuknya gel terjadi karena adanya pembentukan pola atau pangan tiga dimensi
oleh molekul primer terletak pada seluruh molekul gas yang terbntuk dengan menangkap
sejumlah air didalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer sehingga molekul pelarut
akan terjebak diantaranya, terjadi intimidalisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku
dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu (Hiji,2006).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Tepung terigu, tepung tapioka, tepung beras Commented [u39]: KEJAUHAN JARAKNYA NI, PERBAIKI
Dicatat hasilnya
HASIL PENGAMATAN
Tabel 7.1 Hasil Pengamatan Uji Gelatinisasi Tepung Commented [u40]: BOLD, SPASI 1.0
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedang gumpalan ++
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedikit gumpalan +
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedang gumpalan ++
20 Sedang gumpalan ++
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedang gumpalan ++
20 Sedang gumpalan ++
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedikit gumpalan +
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedikit gumpalan +
20 Sedang gumpalan ++
30 Banyak gumpalan +++
20 Sedang gumpalan ++
30 Sedang gumpalan ++
20 Sedikit gumpalan +
30 Sedang gumpalan ++
20 Sedang gumpalan ++
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dann
oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi
dalam tubuh. Salah satu jenis karbohidrat kompleks adalah pati. Pati juga merupakan simpanan
energi di dalam sel-sel tumbuhan terbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan diameter
berkisar 5 sampai 50nm. Pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida. Monosakarida
merupakan polimer dari glukosa. Jika dilarutkan dalam air panas, pati akan dipisahkan menjadi
dua fraksi utama yaitu amilosa dan amilopektin. Perbedaan terletak pada bentuk rantai dan
jumlah monomernya (Irawan, 2007).
Pati adalah polisakarida nutrien yang ditemukan dalam sel tanaman dan beberapa
mikroorganisme. Pati selalu terdapat dalam sel tumbuhan berupa granula. Granula pati
mengandung campuran dari dua polisakarida yang berbeda, yaitu amilosa dan amilopektin.
Granula pati memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda tergantung dari sumber dan asal
patinya. Bentuk dan ukuran pati ini dapat dibedakan satu sama lain secara mikroskopis. Pati
memiliki sfat tidak larut dalam air dingin. Namun, apabila suspensi pati dimasak perlahan-lahan
hingga mencapai suhu pemasakan, kelarutan pati akan meningkat diikuti dengan meningkatnya
kekentalan suspensi pati tersebut. Proses hilangnya kelarutan dan meningkatnya kekentalan
suspensi pati ini dikenal dengan proses gelatinisasi. Gelatinisasi pati merupakan proses
penggelembungan dan disorganisasi granula pati. Peristiwa ini disebut sebagai retrogradian yang
ditandai dengan pembentukan gel oleh amilopektin secara lebih lambat dan gel yang terbentuk
lebih lunak (Winarno, 2004).
Proses terjadinya gelatinisasi pada pati dalam karbohidrat adalah melalui proses
pemanasan. Tahap pertama granula pati masih dalam keadaan normal dan belum berinteraksi
dengan apapun. Ketika granula Pati mulai berinteraksi dengan molekul air disertai dengan
peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan antar molekul. Molekul-
molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat meningkatnya aplikasi panas dan air yang
menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Proses gelatinisasi terus berlanjut sampai
seluruh molekul amilosa, seluruh mol amilosa keluar. Hingga tinggi amilopektin yang berada di
dalam granula akan segera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks tiga dimensi yang tersusun
oleh molekul-molekul amilosa dan amilopektin.
Praktikum kali ini dilakukan pengujian untuk mengetahui terjadinya gelatinisasi pada
tepung dan pengaruh faktor perlakuan terhadap proses gelatinisasi. Adapun perlakuan yang
dilakukan pada praktikum ini adalah perlakuan penambahan aquades, larutan gula dan asam.
Tepung yang digunakan ada tiga sampel yaitu tepung terigu tepung, tepung tapioka dan tepung
beras. Komponen pati dalam tepung terigu adalah sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi
56-62°C. Sumber pati pada tepung tapioka adalah Pati ubi kayu. Pati yang terkandung adalah 15
- 30% amilosa, 70 -85% amilopektin dan 5 - 10% material antara. Karakterisasi tepung beras
meliputi kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, dan piofil gelatinisasi secara berurutan
adalah 0,85%, 8,25%, 0,29% dan 81,88% (Setyaningsih,2008).
Berdasarkan hasil pengamatan uji gelatinisasi pada tepung didapatkan hasil pada tiga
sampel yang berbeda-beda. Sampel yang digunakan yaitu tepung terigu, tepung beras dan tepung
tapioka. Pada sampel tepung terigu ulangan pertama terjadi gelatinisasi pada menit 20 dan 30
perlakuan penambahan aquades dan terjadi juga gelatinisasi pada penambahan larutan gula dan
asam pada menit 20 dan 30. Gumpalan yang paling banyak terdapat pada penambahan aquades
dengan waktu 30 menit. Sedangkan pada ulangan kedua tidak terjadi gelatinisasi untuk semua
perlakuan. Pada tepung beras ulangan pertama dan kedua terjadi gelatinisasi pada perlakuan
aquades larutan gula dan asam pada 20 dan 30 menit. Gumpalan terbanyak terdapat pada
perlakuan penambahan larutan gula dan asam selama 30 menit. Sedangkan hasil pengamatan
pada tepung tapioka yaitu terjadi gelatinisasi pada semua perlakuan, tetapi gumpalan yang paling
banyak terdapat pada perlakuan penambahan aquades dan asam selama 30 menit pada ulangan
pertama.
Berdasarkan hasil pengamatan, perbedaan gelatinisasi pada tepung berbeda-beda karena
setiap tepung memiliki karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Imaningsih (2012) yang menyatakan bahwa setiap jenis tepung memiliki karakteristik
gelatinisasi yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari suatu pati salah satunya
ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan ukuran granula pati. Selain itu,
perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan akan terjadi pada suhu yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang berat molekulnya lebih rendah.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses gelatinisasi pada pati selain faktor suhu,
ukuran granula, pH, dan penambahan senyawa seperti gula, proses gelatinisasi pati juga dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi pati dan adanya senyawa lain yang terikat dengan pati. Semakin
tinggi konsentrasi pati yang terkandung maka semakin lama proses gelatinisasi akan terjadi. Hal
ini terjadi karena konsentrasi pati akan mempengaruhi suhu gelatinisasinya tercapai. Adanya
senyawa tertentu seperti lemak dan protein yang menutupi atau mengadsorpsi pada permukaan
granula pati dapat menyebabkan gangguan pada hidrasi dan viskositas pati. Lemak merupakan
penahan air sehingga air tidak dapat dengan mudah berpenetrasi selama proses gelatinisasi.
Akibatnya granula pati tidak membengkak sempurna dan amilosa yang keluar menjadi sedikit,
sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta pati dan juga penurunan kekuatan gel. Protein
dapat menyelimuti granula pati membentuk kommpleks dengan amilosa sehingga dapat
menghambat pengembangan pati menjadi sukar tergelatinisasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hydrogen, dan oksigen
merupakan salah satu jenis zat gizi yang berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh.
2. Terjadinya gelatinisasi dikarenakan adanya interaksi pati yang mengakibatkan terjadi
pemutusan sebagian besar ikatan intermolekul.
3. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya gelatinisasi pada sampel tepung terigu,
tepung tapioka dan tepung beras dengan perlakuan penambahan larutan gula, aquades, dan
asam.
4. Hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda – beda pada tepung terigu terjadi
gelatinisasi ulangan pertama pada menit ke 20 dan 30, pada tepung tapioca terjadi gelatinisasi
pati pada menit 10, 20, dan 30, sedangkan tepung beras mengalami gelatinisasi pati pada
menit 20, 30 pada ulangan ke-2.
5. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses gelatinisasi pada pati selain faktor suhu,
ukuran granula, pH, dan penambahan senyawa seperti gula, proses gelatinisasi pati juga
dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti konsentrasi pati dan adanya
senyawa lain yang terikat dengan pati.
ACARA VIII
PIGMEN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran hijau banyak dikonsumsi oleh banyak orang sebagai makanan sehari-hari, antara
lain bayam, sawi hijau, kangkung, daun singkong, dan lain-lain. Hal ini karena sayuran hijau
mudah diperoleh, harganya relatif merah dan mudah dijangkau. Selain itu juga memiliki
kandungan gizi dan non gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh. Kesegaran sayuran menentukan
kualitas gizi sayuran tersebut. Secara umum, kesegaran sayuran dapat dilihat dari kemampuan
luarnya terutama warna. Warna sayuran sangat ditentukan oleh kandungan pigmen (Cicillia,
2017).
Pigmen merupakan suatu senyawa fitokimia yang terdapat secara alami pada berbagai
tumbuhan. Pigmen dapat menghasilkan warna yang berbeda-beda disebabkan karena
kemampuan ikatan kimia pigmen untuk menyeleksi gelombang cahaya yang harus diserap dan
yang harus dipantulkan. Bahan pangan yang memiliki kemampuan memantulkan warna merah
jika disinari warna putih maka warna selain merah akan diserap. Namun, warna merah akan
dipantulkan sehingga warna bahan pangan tersebut terlihat warna merah (Natya, 2009).
Produk hasil pertanian yang masih segar atau telah diolah memiliki warna yang berbeda-
beda. Warna memiliki kualitas dari produk hasil pertanian. Selain itu, warna merupakan salah
satu parameter mutu produk pertanian sehingga sangat penting dalam mempelajari cara
mengukur warna. Warna juga sering digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi baik
fisik maupun kimiawi suatu produk pertanian. Warna pada produk hasil pertanian disebabkan
karena adanya pigmen. Pigmen pada buah dan sayuran memiliki beraneka ragam jenisnya,
seperti klorofil, karoten, antosianin, dan lain sebagainya. Pigmen dapat mengalami degradasi
dengan ditandai perubahan warna yang dipengaruhi beberapa faktor seperti panas (suhu), pH,
penanganan, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui
proses terjadinya perubahan pigmen selama proses pengolahan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya perubahan
pigmen selama proses pengolahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pigmen adalah suatu senyawa fitokimia yang terdapat secara alami pada berbagai
tumbuhan. Pigmen yang ada dalam tumbuhan buah dan sayur sangat banyak jenisnya, dimana
masing-masing jenis tersebut akan memberikan warna yang berbeda pada tumbuhan. Misalnya,
pigmen likopen memberikan warna merah pada buah tomat. Klorofil menyebabkan warna hijau
pada daun. Karoten menyebabkan warna oranye pada wortel. Pigmen menghasilkan warna yang
berbeda-beda disebabkan oleh kemampuan ikatan kimia pigmen untuk menyeleksi gelombang
cahaya yang harus diserap dan dipantulkan (Nitya, 2009).
Beberapa pigmen yang penting yaitu tergolong dalam kelompok klorofil, karotenoid,
antosianin, antoxantin, serta tannin. Warna hijau ini berasal dari klorofil yang merupakan pigmen
yang terdapat di dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Karotenoid adalah
suatu zat alami yang sangat penting yang mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut
organik tetapi tidak larut didalam air yang merupakan suatu kelompok pigmenyang berwarna
oranye, merah, dan kuning. Karotenoid tampak jika hanya terdapat sedikit atau tidak klorofil
sama sekali (Winarno,2002).
Klorofil merupakan sebagian besar pigmen yang ditemukan dalam membran tilakoid
kloroplas. Pigmen hijau pada daun berperan untuk mengabsorpsi cahaya dalam fotosintesis fase
I, yaitu reaksi fotolisis. Pigmen klorofil tidak hanya berperan sebagai pigmen fotosintesis, tetapi
juga dapat bermanfaat sebagai desinfektan, antibiotik, dan sebagai makanan tambahan. Klorofil
dapat digunakan sebagai makanan tambahan karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk
tubuh manusia (Ajiningru, 2018).
Beberapa pigmen yang tergolong dalam kelompok klorofil, karotenoid, antosianin,
antoxantin, serta tannin, pigmen-pigmen golongan karoten yang sangat penting yang dilihat dari
segi kebutuhan gizi manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagai karotenoid dapat
diubah menjadi vitamin A. Dimana pigmen-pigmen ini banyak ditemukan didalam tanaman
bersama-sama dengan klorofil. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya karotenoid digolongkan
dalam dua kelompok pigmen yaitu karoten dan xantofil. (Ali, 2010).
Pembentukan pigmen dalam tumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, intensitas cahaya, dan pH tanah. Faktor lingkungan yang mempengaruhi sintesis pigmen
dalam tumbuhan diantaranya suhu, intensitas cahaya, dan pH tanah. Hasil pengukuran suhu,
intensitas cahaya, dan pH tanah tempat tumbuh semua Caladium mendukung untuk sintesis
klorofil, karotenoid, dan antosianin. Biosintesis pigmen klorofil, karotenoid, dan antosianin
dikendalikan oleh aktivitas beberapa enzim. Aktivitas enzim tersebut dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti suhu, pH tanah, cahaya, dan unsur hara (Hasidah, 2017).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Uji Tekstur Bahan selama Proses Termal
Disiapkan kangkung dan bayam Commented [u42]: Kalo ada kalimat disiapkan berarti kata
kerja, dan perlu dipakein kotak
↓
Direbus dengan panci terbuka dan panci tertutup
↓
Diamati parameter tekstur daun dan tangkai
sebelum dan sesudah
Hasil Pengamatan
Tabel 8.1 Hasil Pengamatan Uji Tekstur Bahan selama Pengolahan Commented [u43]: BOLD, SPASI 1.0
Daun Tangkai
Tabel 8.2 Hasil Pengamatan Uji Pigmen Bahan dengan Kalorimeter Commented [u44]: BOLD, SPASI 1.0
o
Kl Bahan Perlakuan Pengujian Rata-rata L Rata-rata a Rata-rata b Hue
p
16 Kangkung Rebus 1 39,51 -4,16 10,28 Kuning
terbuka
2 Kuning
3 Kuning
Kangkung Rebus 1 51,69 -4,97 5,91 Kuning
tertutup
2 Kuning
kehijauan
3 Kuning
17 Kelor Rebus 1 34,17 -6,52 12,27 Kuning
terbuka
2 Kuning
3 Kuning
18 Kelor Rebus 1 54,14 -4,81 8,64 Kuning
tertutup
2 Kuning
3 Kuning
19 Bayam Rebus 1 47,24 -3,88 5,88 Kuning
terbuka kehijauan
2 Kuning
3 Kuning
20 Bayam Rebus 1 57,45 -1,76 3,59 Kuning
tertutup
2 Kuning
3 Biru
Hasil Perhitungan
1. Kangkung (Rebus terbuka)
a. Pengujian 1
o 𝑏 Commented [u45]: RUMUSNYA MASIH PAKE CAMBRIA MATH,
Hue = tan-1 ( 𝑎) GANTI TNR
8,61
= tan-1 ( )
−4,37
= -62,041 + 1800
= 117,930 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝑏
Hue = tan-1 ( )
𝑎
17,47
= tan-1 ( )
−1,84
= -67,21 + 1800
= 112,790 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝑏
Hue = tan-1 ( 𝑎)
4,78
= tan-1 ( )
−0,57
= -83,14 + 1800
= 96,800 (Kuning)
2. Kangkung (Rebus tertutup)
a. Pengujian 1
o 𝑏
Hue = tan-1 ( 𝑎)
3,14
= tan-1 ( )
−0,58
= -79,93 + 1800
= 100,460 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
-1 𝟏,𝟖𝟖
= tan ( −𝟏,𝟔𝟐)
= -49,25 + 1800
= 130,750 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
-1 𝟏𝟐,𝟕𝟑
= tan ( )
−𝟑,𝟕𝟏
= -73,75 + 1800
= 106,250 (Kuning)
3. Kelor (Rebus terbuka)
a. Pengujian 1
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
-1 𝟏𝟓,𝟖𝟓
= tan ( )
−𝟖,𝟖𝟔
= -60,79 + 1800
= 119,200 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟏𝟔,𝟑𝟗
= tan-1 ( −𝟕,𝟗𝟏)
= -64,18 + 1800
= 115,810 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟒,𝟔𝟏
= tan-1 ( −𝟐,𝟑𝟏)
= -63,38 + 1800
= 116,610 (Kuning)
4. Kelor (Rebus tertutup)
a. Pengujian 1
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
𝟕,𝟎𝟔
= tan-1 ( −𝟒,𝟎𝟖)
= -59,97 + 1800
= 120,020 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟏𝟕,𝟎𝟗
= tan-1 ( −𝟗,𝟓𝟔)
= -60,77 + 1800
= 119,220 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
𝟏,𝟕𝟖
= tan-1 ( )
−𝟎,𝟖𝟎
= -65,74 + 1800
= 114,200 (Kuning)
5. Bayam (Rebus terbuka)
a. Pengujian 1
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
-1 𝟑,𝟖𝟒
= tan ( )
−𝟐,𝟖𝟎
= -93,67 + 1800
= 126,320 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟑,𝟎𝟒
= tan-1 ( −𝟏,𝟎𝟓)
= -70,99 + 1800
= 109,650 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
𝟏𝟎,𝟕𝟑
= tan-1 ( )
−𝟕,𝟕𝟑
= -94,27 + 1800
= 125,760 (Kuning)
6. Bayam (Rebus tertutup)
a. Pengujian 1
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟑,𝟕𝟒
= tan-1 ( −𝟏,𝟓𝟑)
= -67,75 + 1800
= 112,240 (Kuning)
b. Pengujian 2
o 𝒃
Hue = tan-1 ( )
𝒂
𝟔,𝟏𝟐
= tan-1 ( )
−𝟑,𝟑𝟗
= -61,01 + 1800
= 118,980 (Kuning)
c. Pengujian 3
o 𝒃
Hue = tan-1 ( 𝒂)
𝟎,𝟗𝟏
= tan-1 ( 𝟎,𝟑𝟕)
= 67,87 + 1800
= 247,870 (Kuning)
PEMBAHASAN
Pigmen adalah suatu senyawa fitokimia yang terdapat secara alami pada berbagai
tumbuhan. Pigmen yang ada dalam tumbuhan buah dan sayur sangat banyak jenisnya, dimana
masing-masing jenis tersebut akan memberikan warna yang berbeda pada tumbuhan. Misalkan,
pigmen likopen memberikan warna merah pada buah tomat. Klorofil menyebabkan warna hijau
pada daun. Karoten menyebabkan warna orange pada wortel. Pigmen menghasilkan warna yang
berbeda-beda disebabkan oleh kemampuan ikatan kimia pigemn untuk menyeleksi gelombang
cahaya yang harus diserap dan yang harus dipantulkan. Tekstur merupakan nilai raba pada suatu
permukaan (Natya, 2009).
Tekstur dan warna suatu buah dan sayuran dapat berubah akibat proses pengolahan pada
bahan pangan tersebut. Pigmen dapat berubah oleh proses pengolahan pada pangan, klorofil
dalam buah dan sayur mudah terdegradasi oleh pengaruh panas. Tekstur juga dapat berubah
akibat pemanasan, antara lain terdegradasinya protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang
larut dalam air oleh pemanasan terhidrolisisnya makaromolekul menjadi mikromolekul.
Perubahan pigmen dan tekstur tersebut dapat mempengaruhi karakteristik bahan pangan tersebut.
Pengolahan terhadap bahan pangan dapat menyebabkan perubahan, sehingga perlu dilakukan
penelitian terhadap pengaruh pengolahan panas pada bahan pangan untuk meminimalisir
perubahan yang dapat menurunkan karakteristik nutrisi bahan pangan.
Praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap kangkung dan bayam yang diolah dengan
pemanasan dan perlakuan yang berbeda yakni direbus dengan panci terbuka dan tertutup.
Kangkung atau Ipomaeaquatic adalah sejenis tanaman yang termasuk jenis sayuran dan ditaman
sebagai makanan. Kangkung memiliki batang berongga yang berwarna putih kehijau-hijauan dan
memiliki ruas-ruas. Daun kangkung memiliki ukuran yang kecil pada kangkung darat dan besar
pada kangkung air. Sama seperti kangkung, bayam adalah sejenis sayuran berdaun hijau. Bayam
bertangkai lunak dan bisa dikonsumsi. Bayam memiliki bentuk daun yang bulat dan tangkai
cukup panjang yang kaya akan kandungan pigmen berupa klorofil.
Berdasarkan hasil pengamatan uji tekstur, bayam, dan kelor. Dengan perlakuan
pengolahan yang berbeda yaitu pada kangkung rebus yang terbuka dan tertutup diperoleh tekstur
daun dan tangkai yang sebelumnya keras menjadi lunak. Pada kelor, perlakuan tangkai yang
semula keras setelah direbus juga tetap keras. Kemudian pada bayam perlakuan rebus terbuka
dan tertutup pada seluruh perlakuan memperoleh hasil daun dan tangkai menjadi lunak setelah
direbus. Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa secara umum berubah dari awalnya keras
sebelum pemanasan berubah menjadi bertekstu lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa proses pemanasan menyebabkan senyawa pektin yang tidak larut air
terhidrolisis sebagian menjadi pektin yang larut sehingga lunak. Perubahan tekstur pada dua
sampel tersebut tidak dipengaruhi perlakuan cara perebusan dengan panci tertutup atau terbuka.
Hasil pengamatan uji pigmen bahan dengan kalorimeter didapatkan yaitu pada kangkung
rebus terbuka menunjukkan nilai 117,95; 112,79; dan 96,80 yaitu warna kuning. Kemudian pada
rebus tertutup 100,46; 130,76; dan 106,25 yaitu warna kuning kehijauan. Kemudian pada kelor
rebus terbuka yaitu 89,20; 115,81; 116,61 yaitu warna kuning. Kemudian kelor rebus tertutup
yaitu 120,02; 119,22; dan 114,20 yaitu warna kuning. Kemudian bayam rebus terbuka 126,32;
109,05; dan 125,76 yaitu kuning kehijauan. Lalu pada bayam rebus tertutup yaitu 112,24;
118,98; dan 241,87 yaitu warna kuning dan cenderung biru.
Pigmen pada sampel setelah diberikan perlakuan pemanasan menyebabkan perubahan
pigmen klorofil pada kedua sampel tersebut. Perubahan pigmen klorofil tersebut diakibatkan
suhu yang menyebabkan kadar klorofil menurun dan berubah menjadi warna kecokelatan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan bahwa klorofi ldalam sayuran dan buah-buahan mudah mengalami
degradasi oleh panas, asam, basa, maupun enzim. Bila sayuran hijau dipanaskan dalam tempat
tertutup maka warnanya akan berubah menjadi cokelat. Keberadaan atau kondisi pigmen yang
ada dalam suatu bahan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tesebut
meliputi perlakuan panas, cahaya, oksidasi, keberadaan enzim, pH, dan logam dalam bahan.
Panasakan menyebabkan bagian ikatan rangkap pada pigmen akan terputus sehingga intensitas
pigmen menurun. Semakin tinggi intensitas maka degradasi pigmen semakin besar karena akan
mengasilkan panas yang akan mengganggu stabilitas pigmen. Selain itu degradasi pigmen
dipengaruhi oleh pH, dimana semakin rendah pH maka intensitas degradasi pigmen semakin
tinggi. Keberadaan enzim dan logam juga sangat mempengaruhi, dimana dengan adanya enzim
dan logam akan menyebabkan bagian ikatan rangkap dalam pigmen akan putus. Faktor-faktor
tersebut akan menyebabkan pigmen terhidrolisis sehingga terjadi perubahan warna pigmen
tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pigmen adalah suatu senyawa fitokimia yang terdapat secara alami pada berbagai tumbuhan,
pigmen yang ada dalam tumbuhan beraneka ragam dan memberikan warna yang berbeda-
beda sedangkan tekstur merupakan nilai raba pada suatu permukaan.
2. Tekstur dan warna suatu buah dan sayuran dapat berubah akibat proses pengolahan pada
bahan pangan tersebut seperti perlakuan panas.
3. Berdasarkan hasil pengamatan uji tekstur didapatkan bahwa tekstur berubah dari keras
menjadi lunak setelah pemanasan dilakukan serta perbedaan perlakuan cara perebusan
tertutup dan terbuka tidak mempengaruhi perubahan tekstur.
4. Hasil pengamatan uji pigmen bahan dengan kalorimeter didapatkan bahwa nilai L, a,
berbeda-beda antara kangkung, kelor, dan bayam dengan perlakuan pemanasan yang
berbeda mempengaruhi nilai °Hue, dimana nilai °Hue-nya tidak berbeda jauh yang
menunjukkan pigmen berwarna kuning kehijauan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan pigmen yakni perlakuan panas dan cahaya.
ACARA IX
VITAMIN C
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang
berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia,
hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan
vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita.Vitamin
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia yang berfungsi untuk pengaturan dan berbaikan tubuh
manusia.sebab vitamin tidak dihasilkan dalam tubuh. Vitamin pada umumnya dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang larut dalam lemak yang meliputi
vitamin A, D, E, dan K dan vitamin yang larut dalam air yang meliputi vitamin C dan vitamin B.
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C
bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan reduktor dan antioksidan.
Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang
membutuhkan ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil
hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk putih kekuningan,
stabil pada keadaan kering. Vitamin tidak dapat di produksi dalam tubuh dengan sendirinya,
melainkan didapatkan dalam bangan pangan seperti buah dan sayuran. Vitamin terutma vitamin
C sangat mudah rusak sehingga jumlah vitamin C dalam tubuh jauh lebih sedikit sehingga
dibutuhkan cara penggunaan dan penangan vitamin secara benar.
Vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudah dioksidasi. Dapat
juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu mencincang sayur-sayuran seperti kol atau
pada menumbuk kentang. Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti: Pemanasan yang
menyebabkan rusak atau berbahayanya struktur, pencucian sayuran setelah dipotong-potong
terlebih dahulu, adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan, dan membuka tempat berisi
vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversible. Penambahan tomat atau
jeruk nipis dapat mengurangi kadar vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini
untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap kadar vitamin C dalam buah.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengolahan
terhadap kadar vitamin C dalam buah.
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yag diibutukann tubuh yang tidak dapat
dibentkoleh tubuh.Vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting dalam
mempengaruhi proses metabolisme. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh.
Vitamin diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan, tetapi vitamin
tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia. Vitamin dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah yang
kecil. Walau demikian jika tidak terpenuhi dapat mengganggu metabolisme tubuh. Pada
umumnya kebutuhan vitamin diperoleh dari makanan, meskipun ada beberapa jenis vitamin yang
dapat diproduksi oleh tubuh namun kebutuhan belum dapat terpenuhi tanpa suplementasinya dari
bahan makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan atau
sediaan multivitami makanan yang mengandung antioksidan. (vitamin Cdan βKaroten) dapat
mencegah penyakit diabetes melitus (Dani, 2015).
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk jenis
primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam askorbat adalah suatu
reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan
berbagai reduktor seperti glutation dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan
protein yang manapun. Sifat fisik dan kimiawi asam askorbat adalah merupakan derivat
monosakarida yang mempunyai gugus enediol dan mempunyai 2 rumus bangun yang erat, yaitu
sebagai asam askorbat dan dehidro asam askorba (Wahjudi, 2003).
Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin
C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar.
Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang
dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda.Asam askorbat
(vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya
dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam
tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam,
yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi).
Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi apabila
bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali (Akhilender, 2003).
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan
cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar
titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa. Titik equivalen pada titrasi asam
basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi
berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah
yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut
sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau
sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai,
yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan
titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan
titrasi.Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air akan terurau
dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung
dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan (Mulyono 2005). Di klp 19 ini
sumbernya Sutardjo, mana yg bner
Penurunan kadar vitamin C tersebut disebabkan adanya peningkatan kegiatan enzim asam
askorbatoksidase yang berperan dalam perombakan vitamin C akibat lamanya penyimpanan.
Dengan lama penyimpanan 2 sampai 3 hari, asam askorbat oksidase yang berperan dalam
perombakan vitamin C, aktivitasnya menurun. Reaksi perombakan vitamin C tersebut masih
berlangsung tetapi berjalan lambat, sehingga terjadi penurunan kadar vitamin C. Hal ini berarti
aktivitas enzim yang berperan dalam perombakan vitamin C masih berlangsung terus dengan
bertambahnya waktu penyimpanan. intensitas pengaruh enzim tersebut tergantung pada
jumlahnya yang terdapat pada bahan, lama pengaruhnya dan kondisi kerja enzim ( Cresna, 2014
).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Tomat, Jeruk, Pisang Commented [u46]: Masih pake Calibri ni, prosedurnya
kebesaran juga panah dan lain2nya, perbaiki bagusan pake tabel
Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Vitamin C Commented [u47]:
Hasil Perhitungan
1. Pisang
Commented [u48]: Pasti rumusnya kamu copas makanya
Kadar vitamin C = 100 % dalam bntuk gambar. Ulangi pake rumus langsung dri word, ganti
tulisannya pake TNR
= 100%
= 39,12 %
2. Jeruk
= 100%
= 63,36 %
3. Tomat
= 100%
= 35,2 %
PEMBAHASAN
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yag diibutukann tubuh yang tidak dapat
dibentkoleh tubuh.Vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting dalam
mempengaruhi proses metabolisme. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh.
Vitamin diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan, tetapi vitamin
tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia. Vitamin dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah yang
kecil. Walau demikian jika tidak terpenuhi dapat mengganggu metabolisme tubuh. Pada
umumnya kebutuhan vitamin diperoleh dari makanan, meskipun ada beberapa jenis vitamin yang
dapat diproduksi oleh tubuh namun kebutuhan belum dapat terpenuhi tanpa suplementasinya dari
bahan makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan atau
sediaan multivitami makanan yang mengandung antioksidan. (vitamin Cdan βKaroten) dapat
mencegah penyakit diabetes melitus (Dani, 2015).
Vitamin dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan pertama yang disebut dengan
prakoenzim dan bersifaf larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi
dalam urine. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tiamin, riboflavin, asam nikotinat,
piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat, vitamin B dan vitamin C. Golongan kedua yang
larut dalam lemak disebut alosterin dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu
banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh dan memberikan gejala penyakit tertentu atau
yang disebut dengan hipervitaminosis yang juga membahayakan. Kekurangan vitamin
mengakibatkan terjadinya penyakit defisiensi tetapi biasanya gejala penyakit akan hilang
kembali apabila kecukupan vitamin tersebut terpenuhi. Vitamin yang tergolong larut dalam air
adalah vitamin C dan vitamin B kompleks. Vitamin C dapat terbentuk sebagai asam L-askorbat
dan asam L-dehidroaskorbat, dimana keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C.
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak
selama proses penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga
dan besi serta dipengaruhi pula oleh kerja enzim. Pendedahan oksigen dan pendedahan terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C pada makanan. Enzim yang mengandung
tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk penguraian
asam askorbat. Enzim paling penting dalam golongan ini adalah asam askorbat oksidase,
fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase. Hanya asam askorbat oksidase yang terlihat reaksi
langsung antara enzim, substrat dan oksigen molekul. Enzim lain mengoksidase vitamin secara
tidak langsung. Kuinon bereaksi langsung dengan asam askorbat, sitokrom oksidase
mengoksidasi sitokrom menjadi bentuk teroksidasinya dan senyawa ini bereaksi dengan asam L-
askorbat. Peroksidase bergabung dengan senyawa fenol menggunakan hydrogen peroksida untuk
melakukan oksidasi, enzim ini tidak bekerja dalam buah karena adanya pemisahan enzim dan
substrat secara fisik.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah mangga, jeruk, nanas dan pepaya. Hal Commented [u49]: BAHANNYA BENER INI?
yang pertama dilakukan adalah bahan fitimbang dan mengambil sampel sebanyak 25 mL
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, fungsi dari penyaringan yaitu untuk
memisahkan filtrat dan residu yang ada pada sampel minuman purply orange tersebut lalu filtrat
dari sampel tersebut di impitkan dengan aquadest hingga tanda batas . Kemudian memipet 10
mL larutan filtrat yang telah diimpitkan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
dengan amilum 1 %, dimana fungsi dari penambahan amilum ini adalah sebagai indikator pada
proses titrasi. Setelah itu larutan tersebut dititrasi dengan titran iodium standar 0,01 N, berfungsi
untuk memutuskan ikatan rangkap antara atom C nomor 2 dan atom C nomor 3.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel buah pisang dengn volume titrasi 0,6 mL
dengan beat bahan 5,4 gram dihasilkan kadar vitamin C sebanyak 39,12 %. Untuk sampel buah
jeruk dengan berat bahan 10 gram, dan volume titrasi sebanyak 1,8 mL dihasilkan kadar vitamin
C sebesar 63,66 %. Sedangkan pada sampel buah tomaat dengan berat bahan sebesar 10 gram
dengan volume titran sebesar 1,0 mL sehingga diperoleh kadar vitamin C sebesar 35,2.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kandungan vitamin C terbanyak
yaitupada sampel jeruk dan paling sedikit pada sampel buaah tomat. Menurut Winarno(1984) ,
kadar vitamin C pada buah dan sayur dipengaruhi olehh jenis buah, kondisipertumbuhan,
tingkat kematangan, saat panen, dan penanganan pasca panen.
Faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin c antara lain oksidasi oleh oksigen dari
udara. Proses ini dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzi, osidator juga katalis besi dan tembaga.
Oksidasi akan lambat bila vitamin C dalam keadaan asam atau suhu rendah. Faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi kerusakan vitamin C meliputi suhu, pH, oksigen, katalis logam,
sinar, enzim, konsentrasi awal vitamin C, dan rasio asam askorbat dan asam dehidroaskorbat.
Kerusakan vitamin C dapat diminimalisasi dengan pengemasan dan pengendalian suhu
pemasakan. Sumber vitamin C sebagian besar diperoleh dari buah-buahan dan sayuran segar.
Mekanisme aktivitas antioksidan vitamin C adalah dengan menangkap radikal bebas peroksida
sehingga membrane sel dapat terlindungi.
KESIMPULAN Commented [u50]: MANA TULISAN BERDASARKAN HASIL
PRAKTIKUM?
1. Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil
dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolism dalam sel dan penting untuk
melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.
2. Vitamin dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vitamin larut lemak dan larut air.
3. Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak
selama proses penyimpanan.
4. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kandungan vitamin C
terbanyak yaitupada sampel jeruk dan paling sedikit pada sampel mangga.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin C meliputi suhu, pH, oksigen, katalis
logam, sinar, enzim, konsentrasi awal vitamin C, dan rasio asam askorbat dan asam
dehidroaskorbat.
ACARA X
ANTIOKSIDAN
KENAPAS BISA SAMA LAPORAN KALIAN INI LAGI SAMA KLP 19!
GANTI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan yang menjadi kebutuhan pokok atau primer manusia saat ini ikut berkembang
seiring dengan semakin majunya teknologi. Namun, seiring dengan berkembangnya pangan yang
semakin beragam semakin beragam pula cara penyakit menginfeksi tubuh manusia. Salah satu
caranya adalah dengan radikal bebas. Selam ini yang kita tahu radikal bebas hanya berasal dari
lingkungan yang dihasilkan oleh asap-asap pabrik maupun kendaraan bermotor. Akan tetapi, bila
diteliti lebih lanjut terdapat beberapa produk pangan yang juga bisa bersifat radikal bebas. Salah
satunya adalah sate, karena terdapat beberapa bagian pada daging sate yang terbakar hingga
menghitam inilah yang menjadi sumber radikal bebas yang bersifat karsinogenik (penyebab
kanker).
Saat ini, sedang digalakkan berbagai cara untuk menangkal radikal bebas. Karena apabila
selalu ditangkal dengan obat juga dapat merusak sistem imun yang baik dalam tubuh kita. Salah
satu cara untuk menangkal radikal bebas tersebut adalah dengan pangan fungsional. Pangan
fungsional ini merupakan pangan yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh,
namun juga dapat memberikan efek sehat yang salah satunya dapat menangkal radikal bebas
dalam tubuh. Senyawa bioaktif yang secara khusus dapat menangkal dan mengendalikan jumlah
radikal dalam tubuh adalah antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat
atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga
sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal
bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari
metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya(Apriyanto, 2008).
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk,
mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik
lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi. Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak
cukup untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari luar.
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik. Antioksidan
alami banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan, sedangkan yang
termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butil hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen
(BHT), propilgallat, dan etoksiquin. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui
kadar antioksidan dari sampel yang digunakan, yaitu ubi ungu.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui efektifitas senyawa antioksidan
yang ditambagkan pada minyak.
TINJAUAN PUSTAKA
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah
teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai
senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika
berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein lipida
dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi
oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit
lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik
dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada
tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang
banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid
(Rohdiana, 2008).
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan dalam
orbital terluarnya sehingga sangat reaktif. Radikal ini cenderung mengadakan reaksi berantai
yang apabila terjadi di dalam tubuh akan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang
berlanjut dan terus menerus. Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan endogen terhadap
serangan radikal bebas terutama terjadi melalui peristiwa metabolisme sel normal dan
peradangan. Jumlah radikal bebas dapat mengalami peningkatan yang diakibatkan faktor stress,
radiasi, asap rokok dan polusi lingkungan menyebabkan sistem pertahanan tubuh yang ada tidak
memadai, sehingga tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar yang dapat melindungi
dari serangan radikal bebas (Wahdaningsih, 2011).
Antioksidan bereaksi dengan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) yang menstabilkan
radikal bebas dan mereduksi DPPH. Kemudian DPPH akan bereaksi dengan atom hidrogen dari
senyawa peredam radikal bebas membentuk 1,1-difenil- 2-pikrilhidrazin (DPPH-H) yang lebih
stabil. Reagen DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan mengalami perubahan warna dari
ungu ke kuning, intensitas warna tergantung kemampuan dari antioksidan. Aktivitas antioksidan
dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh. Jika nilai IC50
suatu ekstrak berada dibawah 50 ppm maka aktivitas antioksidannya kategori sangat kuat, nilai
IC50 berada diantara 50-100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, nilai IC50
berada di antara 100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori sedang, nilai IC50 berada
di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori lemah, sedangkan apabila nilai
IC50 berada diatas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya dikategorikan sangat lemah (Bahriul,
2014).
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dalam pencegahan proses menua dan
penyakit degenerative. Berbagai tanaman yang ada di Indonesia dan lazim dikonsumsi ternyata
ada yang mengandung antioksidan, seperti tanaman bawang-bawangan dan lain sebagainya.
Obat-obatan sintetis ada juga yang bersifat sebagai antioksidan, antara lain N-asetil sistein dan
vit C. Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi
ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam
tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan dalam orbitalnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi
molekul di sekitarnya (lipid, protein, DNA, dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah
dioksidasi, sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain
dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen reaktif (Wherdasari,
2014).
Berbagai metode digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan produk makanan, dapat
memberikan hasil yang bervariasi tergantung pada keberadaan radikal bebas tertentu yang
digunakan sebagai reaktan. DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara luas digunakan untuk
menguji kemampuan senyawa bertindak sebagai pencari radikal bebas atau donor hidrogen, dan
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari makanan. Metode ini dipilih karena sederhana,
mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel (Widiantoro, 2001).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Ditambahkan methanol 10 ml
Divortex
Divortex
Ditambahkan 5 ml methanol
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah
teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai
senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika
berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein lipida
dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi
oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit
lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik
dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada
tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang
banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid(Yenrina,
2015).
Senyawa antioksidan saat ini bermanfaat untuk berbagai bidang seperti dalam bidang
pangan, industri tekstil, minyak bumi, bahan pewarna dan lain-lain. Riset tentang pengembangan
senyawa berkhasiat antioksidan telah banyak dikembangkan baik senyawa alam maupun
senyawa sintetis. Senyawa antioksidan adalah senyawa yang berperanan untuk menghambat
proses autooksidasi dalam minyak atau lemak. Berbagai senyawa yang dapat berkhasiat sebagai
antioksidan dan bisa digunakan dalam bahan makan. Selain dalam bidang pangan, senyawa
antioksidan sangat dibutuhkan juga dalam berbagai industri seperti industri teksti), perminyakan
dan industri karet.
Sumber-sember antioksidan dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diproleh dari hasil reaksi kimia) dan antioksidan alami
(antioksdan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan alami di dalam bahan makanan dapat
berasal dar senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa
natioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa natioksidan
yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahakan ke makanan sebagai bahan tambahan
makanan. Kumalaningsih (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga macam antioksidan yaitu
antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendri yang berupa enzim seperti superoksidase
disinutase, gluthotione peroksidase, selanjutnya antioksidan yang diperoleh dari tanaman dan
hewan yaitu tokoferol, vitamin C, flavonoid, senyawa fenolid, beta karoten, dan antioksidan
sintetik yang di buat dari bahan-bahan kimia, yaitu Butylated Hroxyanisole (BHA), BHT,
TBHQ, PG dan NDGA.
Mekanisme antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertma merupakan sebagai pemberi
atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai
antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hydrogen secara cepat ke radikal lipida
(R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal
antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida, fungsi kedua
merupakan fungsi sekundar antioksidan yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai
mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai oksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke
bentuk lebih stabil (Suswati, 2017).
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan dalam
orbital terluarnya sehingga sangat reaktif. Radikal ini cenderung mengadakan reaksi berantai
yang apabila terjadi di dalam tubuh akan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang
berlanjut dan terus menerus. Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan endogen terhadap
serangan radikal bebas terutama terjadi melalui peristiwa metabolisme sel normal dan
peradangan. Jumlah radikal bebas dapat mengalami peningkatan yang diakibatkan faktor stress,
radiasi, asap rokok dan polusi lingkungan menyebabkan sistem pertahanan tubuh yang ada tidak
memadai, sehingga tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar yang dapat melindungi
dari serangan radikal bebas (Sudarmadji, 2010).
Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan DPPH. DPPH
adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Pada metode ini antioksidan (AH) bereaksi dengan radikal
bebas DPPH dengan cara mendonorkan atom hidrogen, menyebabkan terjadinya perubahan
warna DPPH dari warna ungu menjadi kuning, intensitas warna diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 517 nm. Pada metode ini yang diukur adalah aktivitas penghambatan
radikal bebas. Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk semua
senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk menguji aktivitas
antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal DPPH menjadi berpasangan
dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk DPPH-H.
Pengukuran kadar antioksidan dari ubi jalar. dilakukan pengukuran kadar antioksidan
dengan alat yang menggunakan sinar ultraviolet (UV). Setelah dilakukan pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer, maka didapatkan adsorbansi dari senyawa dalam ubi jalar rata-
rata di bawah 0,4 dengan adsorbansi dari senyawa control sebesar 0,075. Hal ini menandakan
bahwa ubi jalar memiliki aktivitas antioksidan yang dapat digunakan untuk menangkal radikal
bebas dalam tubuh dan dapat menjaga tubuh agar tidak terkena penyakit berbahaya dan
mematikan lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah pengeringan bahan,
pengecilan ukuran bahan, dan proses ekstraksi. Selain itu, faktor lainnya adalah Faktor fisik :
Tekanan oksigen yang tinggi, luas kontak dengan oksigen, pemanasan ataupun radiasi
menyebabkan peningkatan terjadinya rantai inisiasi dan propagasi dari reaksi oksidasi dan
menurunkan aktivitas antioksidan yang ditambahkan dalam bahan. Faktor substrat : Sifat
antioksidan dalam lipida atau dalam pangan merupakan sistem yang dependent. Tingkat inisiasi
dan propagasi merupakan fungsi dari tipe dan tingkat lipida tidak jenuh dan secara signifikan
mempengaruhi aktivitas antioksidan. Faktor fisikokimia : Dalam bahan pangan dan sistem
biologi, sifat hidrofobik dan hidrofilik senyawa antioksidan sangat mempengaruhi efektifitas
antioksidatifnya. Semakin polar antioksidan maka akan lebih aktif dalam lipida murni,
sedangkan antioksidan non polar lebih efektif dalam substrat yang polar seperti emulsi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
antara lain :
1. Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi dan
mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun
dalam konsentrasi rendah.
2. Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan 1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl (DPPH) yang bereaksi dengan radikal bebas DPPH dengan cara mendonorkan
atom hidrogen.
3. Pengukuran kadar antioksidan dari ubi jalar. dilakukan pengukuran kadar antioksidan dengan
alat yang menggunakan sinar ultraviolet (UV) yaitu dengan alat spektrofotometri UV-vis.
4. Adsorbansi dari senyawa dalam ubi jalar rata-rata di bawah 0,4 dengan adsorbansi dari
senyawa control sebesar 0,075.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah pengeringan bahan,
pengecilan ukuran bahan, dan proses ekstraksi.
DAFTAR PUSTAKA