Buku III Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai 2
Buku III Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai 2
I. PENDAHULUAN
1
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
LAHAN REKLAMASI
POMPA
LAHAN REKLAMASI
POMPA
LAHAN REKLAMASI
2
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Tata letak reklamasi sangat tergantung kepada kondisi geografis lahan dan
kepemilikan lahan. Secara umum tata letak reklamasi dapat dibagi menjadi 2
macam yaitu: (a) Lahan reklamasi terhubung dengan daratan utama (main
land), dan (b) Lahan reklamasi terpisah dengan daratan utama. (lihat Gambar
1.2, 1.3; dan 1.4).
Perairan pantai
A
Lahan reklamasi
B
B
Lahan reklamasi
Daratan utama
Sungai
3
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
4
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Tanah urug
Tanah lembek
Vertical drain
Trucuk bambu Matras bambu
5
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Mulai
Pradesain Reklamasi
Tidak
Kualitas & Kuantitas Kondisi tanah dasar
OK
Elevasi lahan
Vertical drains
Surcharge
Ya
-Vibro compaction
Pemadatan Tim bunan
-Dynamic Compaction
Gambar Rencana
Spesifikasi Teknik
selesai
6
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Seperti yang telah diuraikan didepan, tujuan utama reklamasi adalah untuk
menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan
atau keperluan wilayah tersebut. Pertimbangan secara umum untuk melaksanakan
pilihan reklamasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang kala memang membutuhkan suatu
lahan yang berasal dari proses reklamasi. Sebagai contoh kebutuhan akan
lahan untuk keperluan pembangunan pelabuhan. Pelabuhan membutuhkan
fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan, terminal penumpang, kompleks
pergudangan, dermaga dan sebagainya. Lahan untuk keperluan tersebut
biasanya tidak tersedia di kawasan pantai dalam bentuk yang siap bangun.
Lahan yang terdapat di lokasi pekerjaan biasanya berupa rawa atau perairan
dangkal. Untuk keperluan dermaga diperlukan kedalaman perairan yang cukup
untuk sandar kapal. Kebutuhan lahan tersebut di atas menuntut dilakukannya
reklamasi, namun dalam skala yang tidak begitu besar, hanya sebatas
keperluan fasilitas pelabuhan.
e. Kebanggaan negara untuk mempunyai kawasan Waterfront City, dalam hal ini
Indonesia termasuk terlambat.
7
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Muka air laut rencana (design water level - DWL) adalah muka air laut pada
kondisi tinggi, dimana elevasi ini dipergunakan sebagai referensi untuk
menentukan elevasi penimbunan reklamasi dan elevasi mercu bangunan
pelindungnya. Disamping itu muka air laut rencana ini juga dipergunakan untuk
menentukan tinggi gelombang pecah, terutama di lokasi bangunan. Muka air
laut rencana diperhitungkan terhadap pasang surut : high water spring (HWS),
wind set up, storm surge dan sea level rise (SLR) akibat efek rumah kaca (green
house effect). Muka air laut rencana dapat ditentukan dengan formula (Yuwono,
1992):
Berdasarkan IPCC (1990), kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca
(SLR) diperkirakan sebesar 60 cm tiap seratus tahunnya (lihat Gambar 3.1).
Sedangkan besar Wind Set-up dan Storm Surge dapat dihitung dengan
formula:
Keterangan:
SS = tinggi storm surge (m)
Pa = tinggi tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)
Po = tinggi tekanan pada MSL = 1013 mbar
udara U 2
WS = Iw F/2 ; Iw = Cw( )( ) …………………………….(3.3)
airlaut gh
Keterangan:
WS = tinggi wind set up (m)
Iw = gradien muka air laut
F = panjang fetch (m)
U = kecepatan angin (m/det)
g = percepatan gravitasi bumi (m/det2)
Cw = koef. gesek udara-air = 0,8 10-3 sd 3,0 10-3
h = kedalaman air laut rerata (m)
airlaut,udara = rapat masa air laut dan udara
= 1030 kg/m3; 1,21 kg/m3
8
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Gambar 3.1. Prediksi kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca
(IPCC, 1990).
9
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
W/10 Geotekstil
DWL + Ru + F
W
Pasir Urug
W/2
Gambar 4.1. Penentuan Elevasi Lahan Reklamasi Di Atas Muka Air Laut
HWL
0,5 m 0,75 m
Elevasi lahan kering hasil reklamasi di bawah muka air laut, tidak
mempunyai persyaratan khusus. Biasanya elevasi lahan ditentukan oleh
persyaratan peruntukan lahan tersebut. Bilamana lahan akan dipergunakan
untuk perumahan maka perlu dilakukan penimbunan dengan material
pasir, dengan ketebalan tertentu agar tanah dasar tidak terlalu lembek.
Pada umumnya tanah dasar perairan pantai adalah berupa lumpur (mud)
dan perlu perbaikan tanah. Karena lahan berada dibawah muka air laut
10
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
DWL + Ru + F
Gambar 4.4. Reklamasi Dengan Sistem Polder, Lahan Reklamasi di Bawah Muka
Air Laut (Rijkswaterstaat, 1991)
11
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
a. Lokasi Proyek
Penyelidikan tanah di lokasi yang akan direklamasi dimaksudkan untuk
mendapatkan data lapisan-lapisan tanah di bawah permukaan, sifat dan
perilaku tanah yang ada berkaitan dengan pekerjaan penimbunan yang
akan dilaksanakan di lokasi tersebut serta kondisi geoogi daerah tersebut.
Pekerjaan penyelidikan/pengujian akan meliputi pekerjaan lapangan dan
pekerjaan laboratorium, masing-masing sebagai berikut.
Pekerjaan Lapangan :
Pekerjaan penyelidikan tanah di lapangan diharapkan dapat
memberikan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah secara cukup
lengkap, baik arah vertikal maupun arah horisontal. Beberapa jenis
perkerjaan/pengujian yang dapat dilakukan adalah
- Pengeboran
- Sampling (pengambilan contoh tanah terganggu/ tak-terganggu)
- Uji penetrasi standar (SPT)
- Uji sondir (statis)
- Vane shear test
Disamping pengujian tersebut di atas, pengujian yang lain bisa
dilakukan dengan pertimbangan yang sesuai, diantaranya :
- Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter atau
dilatometer
- Plate bearing test (dalam lubang bor atau dipermukaan)
- Direct dynamic probing
- Static-dynamic penetration testing
- Uji kepadatan (densitas) lapangan
- CBR lapangan
- Survey geofisik (seismic refraction, electrical resistivity/
geolistrik)
Pekerjaan Laboratorium:
12
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
b. Borrow Area
Penyelidikan tanah di borrow area (tempat pengambilan bahan timbun)
ditujukan untuk mendapatkan informasi kondisi lapisan tanah (geologi)
berkaitan dengan kualitas bahan timbun dan kuantitas (volume) bahan
timbun yang bisa diambil. Pengujian yang perlu dilakukan untuk
keperluan ini meliputi pekerjaan lapangan dan laboratorium, sebagai
berikut.
Pekerjaan Lapangan
Penyelidikan lapangan untuk borrow area dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah arah vertikal
maupun arah horisontal yang terkait dengan keperluan bahan timbun.
Pekerjaan yang umum dilakukan di borrow area meliputi :
- Pengeboran/sumur-uji
- Sampling(pengambilan contoh tanah tergganggu/tak-terganggu)
- Uji kepadatan (densitas) lapangan
Pekerjaan Laboratorium
Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum tanah bahan
timbun, klasifikasi tanah dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika
diperlukan, kandungan kimia tanah. Penelitian tersebut meliputi:
- berat jenis
- batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas)
- distribusi ukuran butir
- uji pemadatan
- kuat geser tanah (geser langsung, triaksial, tekan bebas)
c. Quarry
Penyelidikan tanah dilokasi bahan bangunan pelindung lahan reklamasi
ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas bahan bangunan
dan volume yang bisa diambil. Pengujian yang perlu dilakukan untuk
keperluan ini meliputi pekerjaan lapangan dan laboratorium, sebagai
berikut.
Pekerjaan Lapangan
Penyelidikan lapangan untuk quarry dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi kondisi quarry yang mungkin digunakan material sebagai
13
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Pekerjaan Laboratorium
Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum/klasifikasi
batu dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika diperlukan, sifat kimia
batu.
- berat jenis
- densitas
- penyerapan air
- abrasi (Los Angeles Abtassion test)
- point load test atau uniaxial compression test
a. Klasifikasi Tanah
Tanah dari keperluan teknik sipil adalah mineral tanpa atau mempunyai
sedikit ikatan antar butir yang terbentuk akibat pelapukan batuan dasar
secara fisis maupun kimiawi. Berdasarkan ukuran butir, tanah
dikelompokkan seperti terlihat pada Tabel 5.1.
Tanah dengan diameter kurang dari 0.074 mm (lolos ayakan no. 200)
sering disebut dengan tanah berbutir halus dan tanah yang tertahan ayakan
no. 200 (diameter lebih besar 0.074 mm) disebut tanah berbutir kasar.
Tanah berbutir kasar lebih banyak dipengaruhi oleh variasi ukuran butir
(distribusi ukuran butir). Bentuk dan tekstur butir tanah dalam beberapa
aplikasi kadang dianggap cukup berpengaruh. Untuk mengklasifikasi
tanah berbutir kasar, digunakan identifikasi variasi butiran yang
melibatkan jumlah/prosentasi fraksi yang lebih kecil dari suatu diameter
yaitu D60, D30 dan D10. Istilah D60 adalah nilai diameter tanah pada 60%
dari grafik distribusi ukuran butir tanah (60% dari fraksi tanah lebih kecil
dari D60). Pengertian yang sama untuk D30 dan D10. Angka tersebut
kemudian digunakan untuk menghitung koefisien keseragaman (Cu) dan
koefisien kelengkungan grafik (Cz).
14
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
D60
Cu ………………………………………………...(5.1)
D10
D30
Cz …………………………………………...(5.2)
D60 D10
Kerikil atau pasir dikategorikan sebagai murni atau bersih juka fraksi
halusnya tidak lebih dari 5%. Pasir/kerikil bergradasi baik (SW atau GW)
jika mempunyai nilai Cu > 4-6 dengan nilai Cz = 1-3. Apabila kedua nilai
tersebut tidak terpenuhi, maka tanah mempunyai gradasi buruk (SP), bisa
bergradasi seragam atau bergradasi lowong (gap). Jika fraksi halus tanah
lebih dari 12-15 (%), tanah pasir/kerikil telah banyak dipengaruhi oleh
tanah berbutir halus terutama plastisitasnya.
Secara umum bahan timbun harus berupa tanah mineral dengan kualitas
baik dan bebas dari bahan yang dapat mencemari lingkungan. Tanah
organik atau gambut tidak boleh digunakan sebagai bahan urug, demikian
juga tanah lempung ekspansif sebaiknya tidak digunakan. Tanah timbun
tidak boleh tercampur tunggul kayu/tanaman, gebalan rumput, akar
tanaman, sampah atau material sejenis.
Material timbun lebih disukai berupa tanah berbutir kasar (pasir) yang
cukup bersih karena beberapa kelebihan, diantaranya : mudah dikerjakan,
drainasi baik, bongkar/muat/pengangkutan lebih mudah, hydraulic filling
dapat dilakukan, tanah hasil reklamasi mempunyai kuat dukung lebih
besar, tidak mengalami konsolidasi dan teknik pemadatan lebih sederhana.
Disamping itu, karena lahan reklamasi sering terendam air, maka gradasi
tanah perlu dipilih sedemikian rupa sehingga untuk daerah yang potensi
mengalami gempa, tidak mengalami liquifaksi.
Tanah yang ada di alam akan mengalami pemampatan atau penurunan lebih
lanjut, terlebih lagi jika menerima tambahan beban akibat bangunan atau
penimbunan (lihat Gambar 5.1). Penurunan dari bangunan/fondasi/ timbunan
dapat dikelompokkan menjadi 3 komponen penurunan secara terpisah sebagai
berikut:
s = si + sc + ss …………………………………………………….(5.3)
15
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Keterangan:
s = penurunan total
si = penurunan segera
sc = penurunan konsolidasi
ss = penurunan sekunder
Bilamana lapisan tanah terdiri dari tiga lapis (tanah urug, pasir urug dan tanah
dasar) maka penurunan total adalah penjumlahan penurunan total dari
masing-masing lapisan (lihat Gambar 5.1).
s = S1 + S2 + S3 ……………………………………………………(5.4)
si
s
sc
ss
t
Tanah urug S1
Pasir urug S2
S3
Tanah dasar, lembek
16
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Penurunan konsolidasi terjadi dengan mengalirnya air dari pori dalam tanah
yang disebabkan adanya kelebihan tekanan air pori tanah akibat beban yang
bekerja. Penurunan konsolidasi sering berlangsung pada jangka waktu yang
lama dan intensitas penurunannya besar. Penurunan sekunder pada lempung
terjadi akibat rayapan antar butir tanah membentuk posisi lebih stabil (creep).
Penurunan sekunder umumnya tidak terlalu besar dengan jangka waktu yang
lebih lama dibandingkan konsolidasi. Untuk pekerjaan reklamasi, penurunan
konsolidasi dari lapisan tanah asli merupakan permasalahan yang paling
menentukan.
sc = mv ∆p H atau ………………………………………………..(5.5)
Cc p ' p
sc H log o ………………………………………..
1 eo po '
(5.6)
Keterangan:
mv = koefisien kompresibilitas volume
∆p = tambahan beban dan
H = tebal lapisan yang ditinjau
Cc = indeks kompresi tanah
eo = angka pori awal
17
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Tv = cv t/d2 ………………………………………………………...(5.7)
18
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Pekerjaan penimbunan di dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan: (a)
penimbunan dari perairan biasanya dengan hydraulic filling, dan (b)
penimbunan dari darat.
a. Penimbunan dari perairan (Hydraulic filling).
19
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
20
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
a. Umum
21
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
liquifaksi dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan 6.2. Secara umum paramater
yang mempengaruhi terjadinya proses liquifaksi adalah :
- jenis tanah dan gradasi butir: pasir halus-sedang, seragam,
- tingkat kepadatan : tak padat,
- kondisi lingkungan : terendam air,
- beban sesaat : kejut/gempa/getaran.
22
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
b. Persyaratan Gradasi
Gambar 6.3. Gradasi tanah dan rentang tanah yang berpotensi mengalami
liquifaksi
c. Pemampatan Dalam
23
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
.Lapisan tanah pasir yang tebal dan tidak padat bisa dipadatkan dengan
alat padat getar yang ditusukkan kedalam lapisan tersebut. Saat batang
getar dimasukkan kedalam tanah, tanah akan tergeser kesamping.
Semprotan udara dengan tekanan yang cukup tinggi biasanya digunakan
di ujung batang getar untuk membantu penetrasinya. Setelah mencapai
kedalaman yang diinginkan, batang getar diangkat, pasir pengisi
dimasukkan, kemudian batang getar dimasukkan lagi untuk menekan pasir
pengisi kebawah dan kesamping (lihat Gambar 6.4). Dilaporkan bahwa
pengaruh pemadatan bisa mencapai 2.5 meter dari sumbu penggetar.
Pekerjaan diulangi pada jarak-jarak tertentu sampai didapatkan kepadatan
yang merata untuk lahan yang dikerjakan. Kedalaman yang bisa
dipadatkan dengan teknik ini dilaporkan sampai kedalaman 12 meter,
namun tingkat kepadatan yang dihasilkan tergantung pula pada jarak antar
sumbu penggetar, semakin dekat jarak antar sumbu penggetar akan
didapatkan tingkat kepadatan yang lebih tinggi (Craig, 1991).
24
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
25
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
d. Pemampatan/pemadatan dangkal
26
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Proses konsolidasi yang sering berlangsung dalam waktu yang cukup lama
bisa dipercepat, menyesuaikan dengan waktu yang tersedia untuk penyelesaian
pekerjaan. Teknik percepatan yang telah banyak dilakukan adalah dengan
pemberian beban tambahan sementara (preloading) dan penggunaan vertical
drains.
27
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
b. Vertical drains
Untuk lapisan lempung lunak yang tebal atau pada tanah dengan
permeabilitas ekstrim sangat rendah, sering teknik pra-beban tidak
memenuhi harapan karena waktu yang diperlukan masih sangat lama. Hal
ini dikarenakan proses keluarnya air dari pori akibat beban (konsolidasi)
berjalan lambat karena lintasan yang relatif panjang. Usaha untuk
memperpendek lintasan drainasi air pori dilakukan dengan memasang
sarana drainasi arah vertikal (vertical drains) dengan jarak-jarak tertentu
yang memungkinkan drainasi air pori ke arah horisontal/radial dengan
lintasan yang lebih pendek, sehingga proses konsolidasi lempung lebih
cepat (lihat Gambar 6.7). Teknik ini semata-mata ditujukan untuk
mempercepat proses konsolidasi dengan menyediakan fasilitas drainasi
dengan jarak horisontal yang relatif pendek, sehingga air cepat terdrainasi
dan kelebihan tekanan air pori cepat berkurang/habis dan proses
konsolidasi cepat selesai. Terhadap penurunan sekunder tidak ada
pengaruhnya, hanya saja proses penurunan sekunder akan cepat mulai
setelah proses konsolidasi selesai.
28
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
29
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
air pori rendah dan proses konsolidasi terganggu, tidak cukup membuat
tanah lempung menjadi cukup padat dan kuat. Pengaruh tersebut menjadi
kecil pada penggunaan pre-fabricated drains, karena kondisinya jauh
lebih fleksibel.
Penggunaan vertical drains dilaporkan kurang berhasil pada lapisan
lempung yang mempunyai pemampatan sekunder yang besar seperti :
lempung-lempung berplastisitas tinggi dan tanah humus (peat), karena
kecepatan penurunan sekunder ini tidak bisa dikontrol (tidak terpengaruh)
oleh drain vertikal.
Analisis penggunaan vertical drain telah dikembangkan pada vertical
sand drain dengan menggunakan analisis tiga dimensi dalam koordinat
kutub yang melibatkan parameter kecepatan konsolidasi arah vertikal dan
horisontal. Hasil analisis terutama terkait dengan diameter sand drain dan
jarak pemasanganannya. Analisis disederhanakan dengan menggunakan
bantuan grafik-grafik.
Untuk penggunaan band drains, analisis bisa dilakukan dengan cara
sebagaimana untuk sand drains. Khusus untuk band drains juga telah
dikembangkan rumus oleh Hansbo (1982) yang menyajikan hubungan
antara waktu konsolidasi dan jarak atau jari-jari pengaruh drainasi,
sebagai berikut.
D2 ln( D / d ) 3 (d / D) 2 1
t ln ..........................
1 ( d / D) 1U
2
8 ch 4
(6.1)
D2 D 1
t ln 0.75 ln .................................................
8 ch d 1U
(6.2)
Keterangan:
t = waktu untuk konsolidasi
ch = koefisien konsolidasi arah horisontal
d = diameter ekivalen band drain = keliling/
D = diameter pengaruh (1.05S atau 1.13S)
U = derajat konsolidasi rerata
S = jarak antar drainasi vertikal (band drains)
Selanjutnya bisa dibuat grafik hubungan antara jarak band drains (S)
dengan waktu (t) untuk derajat konsolidasi (U) tertentu dan bisa dipilih
rancangan yang sesuai terkait dengan waktu yang diinginkan untuk
mempercepat konsolidasi.
30
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
VII.1. Umum
Seperti diuraikan di depan bahwa reklamasi perairan pantai adalah mengubah
perairan pantai menjadi daratan. Keberadaan lahan tersebut akan terancam
adanya erosi oleh arus dan gelombang, juga genangan air hujan. Untuk
mengamankan lahan hasil reklamasi supaya tidak rusak maka perlu adanya
bangunan pelindung. Bangunan tersebut adalah:
a. Sistem drainasi lahan
b. Tembok laut atau tanggul laut
c. Tembok laut bawah air akan terancam adanya
31
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
d. Revetment, rip-rap
Lahan reklamasi dapat tererosi oleh aliran permukaan yang tidak terkendalai,
terutama bila lahan tersebut berada pada kawasan yang mempunyai curah
hujan yang tinggi. Untuk mengatasi erosi tersebut maka perlu dibuat sistem
drainasi yang baik di atas lahan reklamasi. Air tawar dari hujan sebaiknya
dimasukkan ke dalam lahan reklamasi untuk mencegah terjadinya kadar garam
yang terlalu tinggi didalam air tanah, yang dapat menyebabkan tanaman
dilahan reklamasi kurang subur.
Perlindungan lahan reklamasi seperti tembok laut, tanggul laut, dan revetment
telah dibuatkan pedoman teknis perencanaan, sehingga tidak perlu diuraikan
panjang lebar disini. Hanya perlu disampaikan disini secara ringkas maksud
pemakaian bangunan tersebut. Contoh bangunan pelindung lahan reklamasi
dapat dilihat pada Gambar 7.1.
a. Tembok laut.
Tembok laut berfungsi untuk menjada agar lahan reklamasi (di atas
permukaan air laut) tidak rusak akibat gempuran gelombang dan kikisan
arus laut. Bangunan dapat berupa tumpukan batu atau bangunan monolit
(lihat Buku VI)
b. Tanggul laut
Tanggul laut berfungsi sama dengan tembok laut, namun biasanya
dipergunakan untuk melindungi lahan yang relatif rendah dari ancaman
luapan (over topping). Konstruksi ini sangat cocok untuk reklamasi sistem
polder.
Tanah urug
Tanah lembek
32
Vertical drain
Trucuk bambu Matras bambu
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
VIII.1. Umum
33
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Jenis penyelidikan bisa sama dengan yang digunakan pada lahan yang akan
direklamasi sebagaimana telah diuraikan didepan namun lebih intensif.
Penyelidikan harus dilaksanakan sampai kedalaman lapisan yang kuat yang
mampu mendukung beban dengan aman dan penurunan yang timbul akibat
beban bangunan masih dalam batas yang dapat ditolerir.
Untuk lahan reklamasi yang kurang baik atau proses penurunan masih terus
berlangsung dengan besaran yang signifikan, maka penyelidikan khusus perlu
dilakukan.
Jenis bangunan ini memberikan tambahan beban pada tanah dasar dengan
intensitas relatif kecil, sehingga tidak diperlukan tanah pendukung dengan
kekuatan sangat tinggi. Permasalahan akan lebih banyak pada masalah
stabilitas umum dan penurunan bangunan/lahan. Jika hasil reklamasi cukup
baik, untuk bangunan ringan dapat menggunakan fondasi dangkal/langsung
yang masuk kedalam tanah sekurang-kurangnya 0.60 m. Kedalaman fondasi
perlu disesuaikan terhadap pengaruh alam sekitar (air, angin, arus/ombak, dll),
sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin.
Jenis bangunan ini akan memberikan beban yang cukup besar sehingga
diperlukan lapisan tanah yang kuat dan stabil untuk mendukung beban
tersebut. Jenis dan kedalaman fondasi harus diperhitungkan terhadap kekuatan
tanah pendukung dan penurunan yang akan terjadi akibat beban. Pengaruh
lingkungan/alam sekitar perlu diperhitung dalam perancangan fondasi
sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin. Penyelidikan tanah akan
memegang peranan penting pada penentuan fondasi bangunan ini.
Suatu lahan basah terendam air, mempunyai lapisan tanah bagian atas berupa lempung
lunak setebal 12 meter disusul di bawahnya lapisan tanah keras yang relatif rapat air.
Lempung mempunyai koefisien perubahan volume, mv = 0.008 m2/ton, koefisien
konsolidasi arah vertikal, cv = 3.5 m 2/tahun dan koefisien konsolidasi arah horisontal,
ch = 7.0 m2/tahun. Lahan akan direklamasi dengan timbunan tanah pasir setinggi 5.0
meter padat dengan berat volume rerata sebesar 1.7 ton/m3. Untuk percepatan
konsolidasi lapisan lempung digunakan band drain lebar 100 mm dan tebal 3 mm
dipasang sampai lapisan tanah keras dengan pola pasang bujursangkar.
34
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
Untuk mencapai penurunan 90% (306 mm) dan penurunan sisa 10% (34 mm)
waktu yang diperlukan dihitung sebagai berikut.
U = 90% Tv = 0.848
Bagian bawah rapat air maka d = tebal lapisan lempung = 12 m
t90 = 0.848 x 122/3.5 = 34.9 tahun
c. Percepatan konsolidasi
Digunakan band drain 100 mm x 3 mm,
d = keliling/π = 2 x (100 + 3)/ π =65.6 mm = 0.0656 m
Pola pasang bujur sangkar : D = 1.13 S atau S = D/1.13
Dicoba derajat konsolidasi (U) sebesar 95%, 90% dan 85%
Dari hasil di atas, untuk mencapai derajat konsolidasi U = 90% (penurunan konsolidasi
mencapai 306 mm dan penurunan konsolidasi sisa 34 mm) menggunakan band drain
dengan jarak pasang 2.0 m diperlukan waktu 0.59 tahun (sekitar 6 bulan). Hasil ini jauh
lebih cepat dibandingkan waktu konsolidasi tanpa band drain sebesar 34.9 tahun.
Sisa penurunan yang direncanakan disesuaikan dengan keperluan pembangunan di atas
lahan reklamasi, yang selanjutnya bisa dianalisis seperti contoh di atas.
35
Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai
X. PENUTUP
Pedoman yang diuraikan di depan masih bersifat umum. Penggunaan cara lain diluar
yang telah diuraikan dalam pedoman ini masih dimungkinkan dengan alasan atau
pertimbangan yang tepat. Pemelihan metoda pelaksanaan perlu mempertimbangan
aspek efektif, efisien dan ramah lingkungan.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada PT. Tata Guna Patria dan Direktorat Bina
Teknik, Dirjen SDA, Departemen Kimpraswil, sehingga buku Pedoman Teknis
Perencanaan Reklanasi Pantai dapat terselesaikan. Apabila pembaca dalam mengkaji
materi ada kesulitan atau ada yang kurang jelas mohon dapat melihat ke buku asli yang
diacunya. Pada kesempatan ini pula penulis mengharapkan kritik dan masukan dari para
pembaca untuk dapat dipergunakan dalam penyempurnaan materi pedoman ini.
Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, institusi pemerintah
terkait dan pelaksana/perencana industri maritim.
36