Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TARIF DAN PEMUNGUTAN PAJAK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan dan KUP

Disusun oleh :

Diyah Febriyani F3314029

Indira Yanufa Maharani F3318046

Krisna Gamastio Langgeng Wijaya F3318048

D3 Akuntansi 2018 B

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2019
Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak atau
subjek pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Macam-macam tarif pajak
adalah sebagai berikut :

Tarif Tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan
pajaknya berbeda

Contoh : Bea materai untuk cek dan bilyet giro berapapun nominalnya dikenakan Rp. 1000

Data Pengenaan Pajak Jumlah Pajak

Rp. 10.000.000 Rp. 1000

Rp. 20.000.000 Rp. 1000

Rp. 30.000.000 Rp. 1000

Rp. 40.000.000 Rp. 1000

Tarif Proporsional atau Sebanding adalah tarif pajak yang merupakan presentase yang tetap
tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional atau sebanding dengan dasar
pengenaan pajaknya

Contoh : Tarif PPN 10%

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Jumlah Pajak

Rp. 10.000.000 10% Rp. 1.000.000

Rp. 20.000.000 10% Rp. 2.000.000

Rp. 30.000.000 10% Rp. 3.000.000

Rp. 40.000.000 10% Rp. 4.000.000


Tarif Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu :

• Tarif Progresif-proporsional, dibedakan menjadi dua :

Tarif Progresif-proporsional absolut

Tarif Progreif-proporsional berlapisan

• Tarif Progresif-progresif, dibedakan menjadi dua :

Tarif Progresif-progresif absolut

Tarif Progresif-progresif berlapisan

• Tarif Progresif-degresif, dibedakan menjadi dua :

Tarif Progresif-degresif absolut

Tarif Progresif-degresif berlapisan

Tarif Progresif-Proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya sama besar.

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Tarif Jumlah Pajak


Pajak

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 = 10% - Rp. 1.000.000


(1.000.000 x 10%)

Rp. 20.000.000 Di atas 10.000.000 s.d 5% Rp. 3.000.000


20.000.000 = 15% (20.000.000 x 15%)

Rp. 30.000.000 Di atas 20.000.000 s.d 5% Rp. 6.000.000


30.000.000 = 20% (30.000.000 x 20%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 = 25% 5% Rp. 10.000.000


(40.000.000 x 25%)
Contoh Tarif Progresif-Proporsional Absolut

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 = - 1.000.000 (10.000.000 x


10% 10%)

Rp. 20.000.000 Di atas 10.000.000 s.d 5% 2.500.000 (10.000.000 x


20.000.000 = 15% 10% + 10.000.000 x 15%)

Rp. 30.000.000 Di atas 20.000.000 s.d 5% 4.500.000 (10.000.000 x


30.000.000 = 20% 10% + 10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 20%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 = 5% 7.000.000 (10.000.000 x


25% 10% + 10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 20% +
10.000.000 x 25%)

Tarif Progresif-progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin besar.

Contoh tarif Progresif-progresif absolut

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 = - 1.000.000 (10.000.000 x


10% 10%)

Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 = 5% 3.000.000 (20.000.000 x


15% 15%)
Rp. 30.000.000 s.d Rp. 30.000.000 = 10% 7.500.000 (30.000.000 x
25% 25%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 = 15% 16.000.000 (40.000.000 x


40% 40%)

Contoh Tarif Progresif-progresif Berlapisan

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 = - Rp. 1.000.000 (10.000.000 x


10% 10%)

Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 = 5% Rp 2.500.000 (10.000.000 x


15% 10% + 10.000.000 x 15%)

Rp. 30.000.000 s.d Rp. 30.000.000 = 10% Rp. 5.000.000 (10.000.000 x


25% 10% + 10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 25%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 = 15% Rp. 9.000.000 (10.000.000 x


40% 10% + 10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 25% +
10.000.000 x 40%)

Tarif Progresif-Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin kecil.

Contoh tarif Progresif-degresif absolut


Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Jumlah Pajak
Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 = - Rp. 1.000.000 (10.000.000 x


10% 10%)

Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 = 15% Rp. 5.000.000 (20.000.000 x


25% 25%)

Rp. 30.000.000 s.d Rp. 30.000.000 = 10% Rp. 10.500.000 (30.000.000 x


35% 35%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 = 5% Rp. 16.000.000 (40.000.000 x


40% 40%)

Contoh Tarif Progresif-degresif Berlapisan

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Peningkatan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 - Rp. 1.000.000 (10.000.000 x10%)


= 10%

Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 15% Rp. 3.500.000 (10.000.000 x10% +
= 25% 10.000.000 x 25%)
Rp. 30.000.000 s.d Rp. 30.000.000 10% Rp. 7.000.000 (10.000.000 x 10%
= 35% + 10.000.000 x 25% + 10.000.000
x 35%)

Rp. 40.000.000 Di atas 30.000.000 5% Rp. 11.000.000 (10.000.000 x 10%


= 40% + 10.000.000 x 25% + 10.000.000
x 35% + 10.000.000 x 40%)

Tarif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat. Tarif degresif ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

• Tarif degresif-proporsional, dibedakan menjadi dua :

Tarif degresif-proporsional absolut

Tarif degresif-proporsional berlapisan

• Tarif degresif-progresif, dibedakan menjadi dua :

Tarif degresif-progresif absolut

Tarif degresif-progresif berlapisan

• Tarif degresif-degresif, dibedakan menjadi dua :

Tarif degresif-degresif absolut

Tarif degresif-degresif lapisan

• Tarif Bentham atau Sistem Bentham

Tarif degresif-proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.

Contoh tarif degresif-proporsional absolut

Dasar Tarif Pajak Penuruna Jumlah Pajak


Pengenaan Pajak n Tarif
Rp. 10.000.000 s.d Rp. 10.000.000 - Rp. 2.500.000
= 25% (10.000.000 x 25%)

Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 5% Rp. 4.000.000


= 20% (20.000.000 x 20%)

Rp. 30.000.000 s.d. Rp. 30.00.000 5% Rp. 4.500.000


= 15% (30.000.000 x 15%)

Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 5% Rp. 4.000.000


30.000.000 = 10% (40.000.000 x 10%)

Contoh Tarif Degresif-Proporsional Berlapisan

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Penurunan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 10.000.000 = - Rp. 2.500.000 (10.000.000 x


25% 25%)

Rp. 20.000.000 Di atas Rp. 10.000.000 5% Rp. 4.500.000 (10.000.000 x


s.d. Rp. 20.000.000 25% + 10.000.000 x 20%)

Rp. 30.000.000 Di atas Rp. 20.000.000 5% Rp. 6.000.000 (10.000.000 x


s.d. Rp. 30.000.000 = 25% + 10.000.000 x 20% +
15% 10.000.000 x15%)
Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 5% Rp. 7.000.000 (10.000.000 x
= 10% 25% + 10.000.000 x 20% +
10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 10%)

Tarif degresif-progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarya penurunan dari tarifnya semakin besar

Contoh tarif degresif-progresif absolut

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Penurunan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 10.000.000 = 40% - Rp. 4.000.000 (10.000.000 x


40%)

Rp. 20.000.000 s.d. Rp. 20.000.000 = 35% 5% Rp. 7.000.000 (20.000.000 x


35%)

Rp. 30.000.000 s.d. Rp. 30.000.000 = 25% 10% Rp. 7.500.000 (3.000.000 x
25%)

Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 = 10% 15% Rp. 4.000.000 (40.000.000 x
10%)

Contoh Tarif Degresif-progresif berlapisan

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Penurunan Jumlah Pajak


Pajak Tarif
Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 10.000.000 = 40% - Rp. 4.000.000 (10.000.000 x
40%)

Rp. 20.000.000 Di atas Rp.10.000.000 s.d. 5% Rp. 7.500.000 (10.000.000 x


Rp. 20.000.000 = 35% 40% + 10.000.000 x 35%)

Rp. 30.000.000 Di atas Rp. 20.000.000 s.d. 10% Rp. 10.000.000 (10.000.000 x
Rp. 30.000.000 = 25% 40% + 10.000.000 x 35% +
10.000.000 x 25%)

Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 = 15% Rp. 11.00.000 (10.000.000 x


10% 40% + 10.000.000 x 35% +
10.000.000 x 25% +
10.000.000 x 15%)

Tarif Degresif-degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin kecil.

Contoh Tarif Degresif-degresif absolut

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Penurunan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 10.000.000 = - Rp. 4.000.000 (10.000.000 x


40% 40%)

Rp. 20.000.000 s.d. Rp. 20.000.000 = 15% Rp. 5.000.000 (20.000.000 x


25% 25%)
Rp. 30.000.000 s.d. Rp. 30.000.000 = 10% Rp. 4.500.000 (30.000.000 x
15% 15%)

Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 = 5% Rp. 4.000.000 (40.000.000 x


10% 10%)

Contoh tarif Degresif-Degresif Berlapisan

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Penurunan Jumlah Pajak


Pajak Tarif

Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 10.000.000 - Rp. 4.000.000 (10.000.000


x 40%)

Rp. 20.000.000 Di atas Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 15% Rp. 6.500.000 (10.000.000
20.000.000 = 25% x 40% + 10.000.000 x
25%)

Rp. 30.000.000 Di atas Rp. 20.000.000 s.d Rp. 10% Rp. 8.000.000 (10.000.000
30.000.000 = 15% x 40% + 10.000.000 x 25%
+ 10.000.000 x 15%)

Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 = 10% 5% Rp. 9.000.000 (10.000.000


x 40% + 10.000.000 x 25%
+ 10.000.000 x 15% +
10.000.000 x 10%)

Tarif Bentham atau Sistem Bentham adalah tarif pajak yang memodifikasi tarif proporsional
dengan memberikan jumlah tertentu sebagai batas tidak kena pajak yang tidak dikenakan pajak,
pajak hanya dikenakan atas jumlah yang melebihi batas tidak kena pajak.

Contoh tarif Bentham


Objek Pajak Batas Tidak Dasar Tarif Jumlah Pajak Tarif
Kena Pajak Pengenaan Pajak Eksekutif
Pajak

Rp. 5.000.000 Rp. 5.000.000 0 10% 0 0%

Rp. 10.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 5.000.000 10% Rp. 500.000 5%

Rp. 20.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 15.000.000 10% Rp. 1.500.000 7,5%

Rp. 30.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 25.000.000 10% Rp. 2.500.000 8,33%

Rp. 40.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 35.000.000 10% Rp. 3.500.000 8,75%
Sistem Tarif Pajak yang Berlaku di Indonesia

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self-assessment, yaitu kewajiban perpajakan


seperti mendaftarkan, menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan dilakukan
secara mandiri oleh wajib pajak.

Mekanisme pembayaran pajak diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Membayar sendiri pajak yang terutang


 Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
 Pembayaran PPh secara angsuran dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak
dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak.
 Sedangkan, bagi wajib pajak orang pribadi (sumber penghasilan dari usaha dan pekerjaan
bebas), pembayaran angsuran PPh pasal 25 terbagi atas dua, yaitu:
a. Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
b. Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu
(OPSPT)
c. Pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29)
d. Kekurangan PPh selama setahun dilakukan sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun
pajak apabila pajak yang terutang untuk suatu tahum tahun pajak lebih besar dari
kredit pajak (jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak-pajak yang dipotong
atau dipungut pihak lain) kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi
sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan PajakPenghasilan disampaikan
2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
 UU PPh Pasal 4 ayat (2), PPH Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26
 Pihak lain yang dimaksud, yaitu pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang
ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
3. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang
ditunjuk pemerintah
 Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai
lainnya.
4. Pembayaran pajak-pajak lainnya
 Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT)
 Pembayaran Bea Materai digunakan sebagai pelunasan pajak atas dokumen
Materai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyabut jumlah diatas
Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000,00 adalah Rp3.000,00. Untuk dokuen yang
menyebut jumlah diatas Rp1.000.000,00 dan surat-surat perjanjian terutang
menggunakan materai tempel sebesar Rp6.000,00.
Utang Perdata dan Utang Pajak

• Utang perdata - utang karena perikatan berdasarkan hak perdata, pihak yang satu
berwajiban memenuhi apa yg menjadi hak pihak lain secara timbal balik, misalnya jual-
beli

• Utang pajak - suatu perikatan yang berdasarkan hukum publik (perikatan yang timbul
karena UU), rakyat wajib membayar pajak kepada negara, tetapi negara tidak wajib
memberikan prestasi kembali secara langsung.

Saat timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat yang berbeda, yaitu :

1. Utang pajak timbul pada saat diundangkannya UU Pajak (ajaran materiil). Artinya,
apabila suatu Undang Undang Pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah
timbul utang pajak sepanjang apa yang diatur dalam UU tersebut menimbulkan suatu
kewajiban bagi seseorang menjadi terutang pajak

2. Utang Pajak timbul pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah cq.
Direktorat Jendral Pajak / fiskus (ajaran formal). Artinya, bahwa seseorang baru
diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
namanya serta besarnya pajak yang terutang.

Dalam perpajakan di Indonesia yang berlaku saat ini, untuk Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilihat bahwa yang berlaku
adalah ajaran materiil karena utang pajak timbul tanpa harus menunggu ketetapan atau penagihan
dari fiskus. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan menganut ajaran formal karena utang
pajak timbul jika ada penetapan dari fiskus berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

Penagihan Pajak

o Surat Teguran

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan atau surat
tagihan namun WP tetap tidak melunasinya, maka diberikan Surat Teguran dengan maksud
untuk menegur atau memperingatkan kepada WP untuk melunasi utang pajaknya.

o Surat Paksa

Surat Perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada tiga hal penyebab
diterbitkannya SP :

1. Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
dan telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

2. Bahwa terhadap penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundan pembayaran pajak.

o Penyitaan

Suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak
guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Penyitaan merupakan tindakan lebih lanjut setelah SP yang hanya dapat dilakukan
setelah batas waktu 2x24 jam sebagaimana maksud dalam SP dilewati. Ada enam jenis barang
yang dikecualikan dari penyitaan sesuai dengan pasal 15 UU No.19 tahun 1997, yaitu :

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung
Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
yang ada di rumah

3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas

4. Buku buku yang berkaitan dengan jabatan atau Pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat
yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000 (dua puluh
juta rupiah)

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya

o Pelelangan

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan
cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan/atau tertutup/tertulis yang didahului dengan
pengumuman lelang.

Sesuai aturan yang telah ditentukan, pelaksanaan penjualan lelang terhadap barang yang telah
disita dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas)
hari setelah pelaksanaan penyitaan.

Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 2 No. 136 tahun 2000, adanya objek sita yang dikecualikan
dari lelang yaitu berupa :

1. Uang tunai
2. Surat-surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, obligasi,
saham, atau surat surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan
lain

3. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk

Berakhirnya Utang Pajak

Utang Pajak dapat berakhir karena hal-hal berikut :

1. Pembayaran/pelunasan , dapat dilakukan WP dengan menggunakan surat setoran pajak


atau dokumen lain yang dipersamakan. Pembayaran atau pelunasan pajak dapat
dilakukan di Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro, atau di Bank Persepsi

2. Kompensasi, dapat dilakukan antara jenis pajak yang berbeda dalam tahun pajak yang
sama, misalnya kelebihan pembayaran PPh dan kekurangan pembayaran PPN, atau antara
jenis pajak yang sama dalam tahun yang berbeda.

3. Penghapusan Utang, dilakukan karena kondisi WP yang bersangkutan. Misalnya WP


dinyatakan bangkrut oleh pihak yang berwenang. Menurut Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 565/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, alasan utang pajak tidak dapat
ditagih lagi adalah sebagai berikut :

a. Wajib Pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi

b. Hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa

c. Sebab lain sesuai hasil penelitian

4. Kadaluwarsa. Untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi wajib pajak maupun
fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk penagihan pajak. Batas kadaluwarsa
yang berlaku saat ini adalah :

a. Untuk Pajak Pusat adalah 5 (lima) tahun

b. Untuk Pajak Daerah adalah 5 (lima) tahun,

c. Untuk retribusi Daerah adalah 3 (tiga) tahun,

d. Untuk wajib pajak yang terlibat tindak pidana pajak tidak diberikan batas waktu

5. Pembebasan, dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misalnya, dalam rangka


meningkatkan penanaman modal, maka pemerintah memberikan pembebasan pajak
untuk jangka waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.
Sistem Pemungutan Pajak
• Sistem Official Assessment

Sistem pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib
Pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah
ada ketetapan pajak dari fiskus (menurut ajaran formal)

• Sistem Self Assessment

Sistem Pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar
dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak hanya bertugas melakukan
penyuluhan dan pegawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak (menurut ajaran materiil).

Untuk menyukseskan sistem self assessment, dibutuhkan syarat dari wajib pajak sebagai berikut:

1. Kesadaran wajib pajak (tax consciousness)

2. Kejujuran Wajib Pajak

3. Kemauan membayar Pajak dari wajib Pajak (Tax mindedness)

4. Kedisiplinan Wajib Pajak (tax disciplin)

• Sistem Withholding

Sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak
ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini adalah pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah
Daftar Pustaka

Suandy, Edy, 2016, Hukum Pajak, Edisi 7, Jakarta: Salemba Empat

https://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Fungsi-dan-Jenis-Tarif-Pajak-adalah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai