Disusun oleh :
D3 Akuntansi 2018 B
2019
Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak atau
subjek pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Macam-macam tarif pajak
adalah sebagai berikut :
Tarif Tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan
pajaknya berbeda
Contoh : Bea materai untuk cek dan bilyet giro berapapun nominalnya dikenakan Rp. 1000
Tarif Proporsional atau Sebanding adalah tarif pajak yang merupakan presentase yang tetap
tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional atau sebanding dengan dasar
pengenaan pajaknya
Tarif Progresif-Proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya sama besar.
Tarif Progresif-progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin besar.
Tarif Progresif-Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin kecil.
Rp. 20.000.000 s.d Rp. 20.000.000 15% Rp. 3.500.000 (10.000.000 x10% +
= 25% 10.000.000 x 25%)
Rp. 30.000.000 s.d Rp. 30.000.000 10% Rp. 7.000.000 (10.000.000 x 10%
= 35% + 10.000.000 x 25% + 10.000.000
x 35%)
Tarif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat. Tarif degresif ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Tarif degresif-proporsional adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.
Tarif degresif-progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarya penurunan dari tarifnya semakin besar
Rp. 30.000.000 s.d. Rp. 30.000.000 = 25% 10% Rp. 7.500.000 (3.000.000 x
25%)
Rp. 40.000.000 Di atas Rp. 30.000.000 = 10% 15% Rp. 4.000.000 (40.000.000 x
10%)
Rp. 30.000.000 Di atas Rp. 20.000.000 s.d. 10% Rp. 10.000.000 (10.000.000 x
Rp. 30.000.000 = 25% 40% + 10.000.000 x 35% +
10.000.000 x 25%)
Tarif Degresif-degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin kecil.
Rp. 20.000.000 Di atas Rp. 10.000.000 s.d. Rp. 15% Rp. 6.500.000 (10.000.000
20.000.000 = 25% x 40% + 10.000.000 x
25%)
Rp. 30.000.000 Di atas Rp. 20.000.000 s.d Rp. 10% Rp. 8.000.000 (10.000.000
30.000.000 = 15% x 40% + 10.000.000 x 25%
+ 10.000.000 x 15%)
Tarif Bentham atau Sistem Bentham adalah tarif pajak yang memodifikasi tarif proporsional
dengan memberikan jumlah tertentu sebagai batas tidak kena pajak yang tidak dikenakan pajak,
pajak hanya dikenakan atas jumlah yang melebihi batas tidak kena pajak.
Rp. 20.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 15.000.000 10% Rp. 1.500.000 7,5%
Rp. 30.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 25.000.000 10% Rp. 2.500.000 8,33%
Rp. 40.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 35.000.000 10% Rp. 3.500.000 8,75%
Sistem Tarif Pajak yang Berlaku di Indonesia
• Utang perdata - utang karena perikatan berdasarkan hak perdata, pihak yang satu
berwajiban memenuhi apa yg menjadi hak pihak lain secara timbal balik, misalnya jual-
beli
• Utang pajak - suatu perikatan yang berdasarkan hukum publik (perikatan yang timbul
karena UU), rakyat wajib membayar pajak kepada negara, tetapi negara tidak wajib
memberikan prestasi kembali secara langsung.
Saat timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat yang berbeda, yaitu :
1. Utang pajak timbul pada saat diundangkannya UU Pajak (ajaran materiil). Artinya,
apabila suatu Undang Undang Pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah
timbul utang pajak sepanjang apa yang diatur dalam UU tersebut menimbulkan suatu
kewajiban bagi seseorang menjadi terutang pajak
2. Utang Pajak timbul pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah cq.
Direktorat Jendral Pajak / fiskus (ajaran formal). Artinya, bahwa seseorang baru
diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
namanya serta besarnya pajak yang terutang.
Dalam perpajakan di Indonesia yang berlaku saat ini, untuk Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilihat bahwa yang berlaku
adalah ajaran materiil karena utang pajak timbul tanpa harus menunggu ketetapan atau penagihan
dari fiskus. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan menganut ajaran formal karena utang
pajak timbul jika ada penetapan dari fiskus berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Penagihan Pajak
o Surat Teguran
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan atau surat
tagihan namun WP tetap tidak melunasinya, maka diberikan Surat Teguran dengan maksud
untuk menegur atau memperingatkan kepada WP untuk melunasi utang pajaknya.
o Surat Paksa
Surat Perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada tiga hal penyebab
diterbitkannya SP :
1. Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
dan telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
2. Bahwa terhadap penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundan pembayaran pajak.
o Penyitaan
Suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak
guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Penyitaan merupakan tindakan lebih lanjut setelah SP yang hanya dapat dilakukan
setelah batas waktu 2x24 jam sebagaimana maksud dalam SP dilewati. Ada enam jenis barang
yang dikecualikan dari penyitaan sesuai dengan pasal 15 UU No.19 tahun 1997, yaitu :
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung
Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
yang ada di rumah
4. Buku buku yang berkaitan dengan jabatan atau Pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat
yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000 (dua puluh
juta rupiah)
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya
o Pelelangan
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan
cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan/atau tertutup/tertulis yang didahului dengan
pengumuman lelang.
Sesuai aturan yang telah ditentukan, pelaksanaan penjualan lelang terhadap barang yang telah
disita dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas)
hari setelah pelaksanaan penyitaan.
Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 2 No. 136 tahun 2000, adanya objek sita yang dikecualikan
dari lelang yaitu berupa :
1. Uang tunai
2. Surat-surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, obligasi,
saham, atau surat surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan
lain
2. Kompensasi, dapat dilakukan antara jenis pajak yang berbeda dalam tahun pajak yang
sama, misalnya kelebihan pembayaran PPh dan kekurangan pembayaran PPN, atau antara
jenis pajak yang sama dalam tahun yang berbeda.
4. Kadaluwarsa. Untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi wajib pajak maupun
fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk penagihan pajak. Batas kadaluwarsa
yang berlaku saat ini adalah :
d. Untuk wajib pajak yang terlibat tindak pidana pajak tidak diberikan batas waktu
Sistem pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib
Pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah
ada ketetapan pajak dari fiskus (menurut ajaran formal)
Sistem Pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar
dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak hanya bertugas melakukan
penyuluhan dan pegawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak (menurut ajaran materiil).
Untuk menyukseskan sistem self assessment, dibutuhkan syarat dari wajib pajak sebagai berikut:
• Sistem Withholding
Sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak
ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini adalah pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah
Daftar Pustaka
https://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Fungsi-dan-Jenis-Tarif-Pajak-adalah.html?m=1