Anda di halaman 1dari 4

Nama : Asih Wulansari

Nim : 44214110056
Tugas : Etika & Filsafat Komunikasi

A. Kasus Pelanggaran Etika Florence Sihombing

Diberbagai situs sosial media dan media massa baik online maupun offline sedang
gencar – gencarnya membahas sosok perempuan ini. Adalah Florence Sihombing menjadi
terkenal didunia online khususnya, karena telah memaki – maki warga dan kota
Yogyakarta melalui status di akun Path miliknya. Status Florence tersebut menghebohkan
dunia online pada hari Kamis 28 Agustus 2014. Florence yang juga merupakan salah satu
Mahasiswa UGM telah dengan sengaja memaki – maki Kota Pelajar, Yogyakarta.
Diketahui Florence merupakan mahasiswa S2 Kenotariatan Universitas Gadjah Mada
(UGM). Perbuatan Florence tersebut kini sudah di ketahui oleh para dosen FH UGM,
karena tidak lama setelah membuat status, gambar hasil capture statusnya beredar luar di
facebook dan di tag ke para dosen FH UGM.

Awal mula perbuatan Florence adalah kekesalan Florence terhadap petugas SPBU,
karena ia yang saat itu sedang mengantri untuk membeli Pertamax 95 di jalur mobil disuruh
pindah oleh petugas ke jalur antrian motor yang ngantri panjang. Atas kejadian tersebut
Florence tidak terima dan membuat ribut di SPBU Lempuyangan. Setelah itu Florence
membuat postingan di path yang bertuliskan “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya.
Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja”. Tidak lama kemudian, banyak
print-screen status Florence beredar di media blasting dan bahkan menjadi trending topic
di kaskus. Perbuatan Florence tersebut mendapatkan kecaman dari pendemo di bunderan
UGM. Warga Jogja melakukan aksi tolak Florence dan diminta keluar dari Jogja setelah
menghina Jogja. Aksi ini dilakukan warga Jogja di Bundaran UGM, Kamis (28/8/2014).
Atas perbuatannya tersebut WD 3 Fakultas Hukum UGM memberikan peringatan keras.
Akhirnya Florence minta maaf melalui surat pernyataan ke masyarakat Jogja. Melalui
email yang disampaikan Florence mengungkapkan penyesalan dan meminta maaf kepada
publik. Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan sanksi kepada Florence
Sihombing berupa skors 1 semester. Pemberian sanksi ini sesuai dengan pertimbangan
hasil sidang komite etik yang mengategorikan bahwa mahasiswi S2 Ilmu Kenotariatan
UGM itu melakukan pelanggaran sedang.
B. Kaitan Kasus Florence dengan Teori Etika

Setelah dianalisis, Florence melanggar teori etika deontologi. “Deontologi” berasal


dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu: deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu
perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh
menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak
dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di
sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik,
karena dalam teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena itu merupakan
suatu keharusan.

Seharusnya Florence sebagai mahasiswi S2 Universitas Gadjah Mada memiliki


kewajiban untuk menjaga kewibawaan dan nama baik perguruan tinggi dengan berprilaku
yang baik, sopan, menghargai dosen, teman sejawat, serta masyarakat. Akan tetapi, yang
terjadi justru sebaliknya alih-alih memberikan tanggapan atas keluhannya terhadap
pelayanan di SPBU, Florence justru membuat postingan di path yang bertuliskan “Jogja
miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal
Jogja”. Hal ini menunjukkan perbuatan yang dilakukan Florence tidak memenuhi
kewajiban sebagai perbuatan yang baik, karena telah berlaku tidak sopan dan
mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dikeluarkan oleh seorang mahasiswa yang
berkewajiban untuk menjaga nama baik perguruan tinggi.

C. Etika Komunikasi di Media Sosial

Menjamurnya media sosial seperti Facebook, Twitter dan Path yang populer saat
ini, tidak terlepas dengan kehadiran internet. Media sosial merupakan tempat atau sarana
menghubungkan manusia untuk berinteraksi. Tidak dapat dipungkiri, media sosial
digemari oleh masyarakat di Indonesia bahkan di dunia karena memiliki keunggulan
berbeda dengan media massa lain seperti koran, radio, maupun televisi.
Dalam praktek komunikasi massa, banyak sekali yang harus dijadikan landasan
etis, seperti memiliki rasa tanggungjawab, menghormati hak-hak asasi dan kebebasan
orang lain, berlaku sopan santun dan tenggang rasa. Menurut filosof S. Jack Odell dalam
Amir (1999), “Sebuah masyarakat tanpa etika adalah masyarakat yang menjelang hancur.”
Tanpa prinsip-prinsip etika mustahil manusia bisa hidup harmonis tanpa ketakutan,
kecemasan, keputusasaan, kekecewaan, pengertian dan ketidakpastian. Etika sangat
diperlukan dalam komunikasi di media sosial. Menurut Nurdin (2004), etika menjadi salah
satu “aturan” yang diharapkan bisa mewadahi atau menjadi tolak ukur dalam mengatur
“pergaulan” antara media massa, masyarakat, dan pemerintah. Secara etimologis, menurut
KBBI dalam Amir (1999) kata etika diartikan dalam tiga hal salah satunya etika merupakan
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Pengertian tersebut menekankan etika komunikasi mengacu kepada pengertian


bagaimana berkomunikasi yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di tengah
masyarakat atau golongan tertentu. Kasus yang dialami oleh Florence Sihombing menuai
pro kontra dari banyak pihak terkait sanksi yang diberikan. Sejalan dengan hal tersebut,
contoh kasus pelanggaran etika komunikasi yang terjadi di masyarakat terlihat bahwa
pesan yang disampaikan di media sosial akan berdampak besar dan dapat memicu sikap
serta perilaku masyarakat menanggapi pesan tersebut. Untuk itu, harus ditanamkan
kembali etika komunikasi yang baik di media soaial agar tidak terjadi lagi kasus
pelanggaran etika di kemudian hari. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan etika
komunikasi di media massa seperti:

1. Penyampaian Pesan
Pesan-pesan yang mengalir di media sosial tidak selamanya diterima oleh
komunikan atau penerima pesan secara baik. Tidak jarang komunikator atau
pengirim pesan kurang memperhatikan hal-hal kecil yang justru berakibat fatal.
Komunikator harus terlebih dahulu menunjukkan kepada siapa pesan tersebut
akan diterima, apakah kepada anggota-anggota di media sosial atau ditunjukkan
antarpribadi. Setelah itu, komunikator menentukan apakah pesan tersebut
bersifat rahasia atau umum. Banyak media sosial yang memberikan fitur pesan
(message) dimana para pengguna bisa mengirim pesan kepada pengguna lain
tanpa diketahui oleh anggota lain yang bergabung di dalam media sosial
tersebut. Apabila pesan itu bersifat umum, komunikator harus memperhatikan
pula bahasa yang digunakan agar tdiak menjadi pesan sampah (spam message).
2. Penggunaan Tutur Bahasa
Dalam berkomunikasi di media sosial harus jelas apa yang akan dikatakan
agar bisa dipahami orang lain dengan jelas pula, tentu bagi penerima pesan yang
mengerti bahasa. Memilih kata-kata yang tepat memerlukan etika tersendiri.
Salah memilih kata juga melanggar etika dalam masyarakat, karena di
Indonesia memiliki keragaman norma sosial yang berlaku dan belum tentu pula
berlaku di Negara lain.

Anda mungkin juga menyukai