Anda di halaman 1dari 7

4.

3 Faktor Penghambat E-Government di Estonia

1. Krisis Keamanan Siber dalam E-Resident


Negara estonia baru-baru ini mengalami krisis keamanan siber
dalam proyek e-residents. Fakta bahwa jumlah aplikasi identitas digital
yang diterima oleh negara kecil ini terus bertambah, ternyata juga
menambah tingkat ancaman dalam penerapan sistem ini.
Pada September 2017, perdana menteri Estonia Jüri Ratas sempat
mengadakan konferensi pers khusus untuk menginformasikan kepada
publik tentang potensi ancaman keamanan yang memengaruhi hampir
750.000 kartu ID yang dikeluarkan dalam tiga tahun terakhir, termasuk
ribuan kartu ID e-resident.
Menurut warga Estonia, e-residen harus dengan cepat memperbarui
sertifikat kartu ID mereka untuk menghilangkan bahaya pencurian identitas.
Meskipun krisis yang lebih besar dapat dihindari dan menurut negara, tidak
ada contoh pencurian e-identity terjadi, direktur program e-residensi Kaspar
Korjus mengatakan bahwa potensial kerentanan keamanan menghadirkan
tantangan besar untuk program e-residenst.

2. Terbatasnya jumlah lokasi dalam pengambilan e-resident.


Meskipun proses aplikasi e-residensi berlangsung online, e-resident
masih harus mengambil kartu ID-nya dari kedutaan. Terbatasnya jumlah
lokasi di mana mereka dapat mengambil kartu mereka di luar negeri juga
telah menjadi salah satu tantangan terbesar untuk perluasan program.

4.4 Upaya Pemerintah dalam Menghadapi Hambatan

1. Krisis Keamanan Siber dalam E-Resident


Dalam menghadapi ancaman ini negara Estonia telah melakukan
upaya perbaikan-perbaikan sistem dan dalam melakukan proses perbaikan
tersebut, pemerintah Estonia melakukan upaya preventif dengan
merekomendasikan Smart ID kepada pengguna e-resident yang
membutuhkan akses ke perbankan.

2. Terbatasnya jumlah lokasi dalam pengambilan e-resident.


Untuk mengatasi masalah ini, Estonia mempertimbangkan untuk
membuat pusat aplikasi visa yang mengeluarkan dokumen untuk warga
Estonia di masa depan, sehingga Estonia yang tinggal di seluruh dunia juga
dapat memperoleh dokumen mereka dengan lebih mudah.

Daftar Pustaka

https://www.zdnet.com/article/estonias-id-card-fiasco-weve-no-intention-of-letting-a-
good-crisis-go-to-waste/, Diakses pada 31 Oktober 2019 pukul 21.00 WIB
BAB V
PENUTUP

5. 1 Kesimpulan
Setelah resmi lepas dari Uni Soviet, Estonia melakukan proyek besar-
besaran dalam rangka mengembangkan pemerintahan yang berbasis elektronik atau
disebut e-Government. Saat itu, negara ini berani memilih mengembangkan sistem
digital sendiri meskipun termasuk negara baru. Mereka memilih untuk menolak
bantuan dari negara lain dan fokus membangun sistem digitalnya sendiri, sehingga
keputusan tersebut menjadi awal di mana Estonia dapat membangun kembali
negara mereka dengan basis digital setelah bertahun-tahun lamanya hidup di bawah
bayang-bayang Uni Soviet yang membuat Estonia tertinggal dalam berbagai
bidang.
Latar belakang lahirnya e-Government di Estonia adalah karena minimnya
dana dan kapasitas negara yang tersedia. Sedangkan sebagai negara baru, Estonia
membutuhkan reformasi besar-besaran diberbagai bidang untuk membangun
sistem pelayanan dan birokrasi memadai yang konvensional seperti pada masa itu.
Namun pemerintah Estonia memilih untuk menerapkan E-Government karena
merupakan satu-satunya jalan bagi mereka mengingat model birokrasi
konvensional tidak memungkinkan bagi mereka baik itu untuk membangun
maupun menjalankannya.
E-Government atau E-Governance mulai diterapkan oleh pemerintah
Estonia pada 1997. Dalam sistem E-Governance warga bisa mendapatkan berbagai
pelayanan publik selama 24 jam dan 7 hari penuh. Sebesar 99% dari pelayanan
publik di Estonia bisa tersedia bagi warga melalui website pemerintah, dan
mayoritas dari pelayanan ini tidak memerlukan warga tersebut untuk hadir secara
fisik kepada dinas pemerintah yang menyediakan pelayanan tersebut. Terdapat dua
kebijakan utama yang menjadi penopang dari berjalannya E-Government di
Estonia. Pertama, kebijakan E-Identity (ID-Card (berbentuk kartu fisik yang
terdapat chip di dalamnya; Mobile-ID berbentuk kartu sim telepon; dan terakhir
Smart-ID berbentuk aplikasi di smartphone.) Kedua X-Road (sebuah jaringan antar
berbagai layanan yang ada).
Meskipun Estonia memiliki kebijakan Teknologi Informatika dan
Komputer (TIK) yang berkembang dengan baik tetapi Estonia sendiri belum
mengadopsi kebijakan Cloud Computing (Komputasi Awan) yang komprehensif.

5. 2 Saran
Penerapan E-Government tidak bisa dimulai dengan teknologi canggih
tanpa pendekatan sosial, harus disertai dengan sosialisasi. Apabila pengenalan e-
gov tidak disertai dengan sosialisasi yang baik untuk menyiapkan masyarakat yang
melek teknologi dan hanya berfokus pada pengembangan teknologi tinggi, maka
teknologi hanya sia-sia, dan bahkan malah menyusahkan masyarakat yang buta
teknologi.
Kemudian, perlu adanya perkembangan sistem keamanan dalam e-
government di Estonia mengingat sistem berbasis online sangat rentan terjadinya
peretasan, oleh karena itu perlu dilakukan upaya preventif dan represif guna
menghadapi segala ancaman berupa kejahatan digital mengingat data pemerintahan
merupakan dokumen vital dan penting sehingga banyak potensi terjadinya
peretasan.
Dan yang terakhir, perlu ditingkatkan kembali transparansi negara Estonia
melalui keterbukaan dokumen pemerintah sehingga mudah diakses oleh siapapun.
Karena selama proses penyusunan laporan ini, penulis mengalami kendala dalam
mengakses beberapa dokumen. Padahal keterbukaan dokumen pemerintah tersebut
kepada public tentu akan meningkatkan integritas pemerintah dalam mewujudkan
good governance.
DAFTAR PUSTAKA

Buku/Jurnal :
Indrajit, Richardus Eko (2002). Membangun Aplikasi E-Government. Jakarta:PT
Elek Media Komputindo.
Jurnal Efektivitas penyelenggaraan E-Government pada badan pelayanan perizinan
terpadu Kota Malang, Raharwindy Kharisma, Endah setyowati,Sukanto.
Jurnal Policy and Legal Environment Analysis for e-Government Services
Migration to the Public Cloud, Estonia, Taavi Kotka, Laura Kask, Karoliina
Raudsepp, Tyson Storch, Rebecca Radloff, Innar Liiv.
Prihanto, Igif G. “Kajian Implementasi e‐ Government pada Lembaga Pemerintah
di Indonesia dalam Mendukung World Summit on the Information Society
untuk Mewujudkan Masyarakat Informasi”. Kajian Kebijakan dan
Informasi Kedirgantaraan, editor: Igif G Prihanto, Mardianis, Husni
Nasution, Sakti Sitinjak, Soegiyono, Benhard Sianipar. Jakarta: Massma
Publishing, 2012.
Qamar, Adrian Sjamsul; Alexander Rusli & Zainal Hasibuhan. “Analisis
Transformasi Masyarakat Informasi Di Indonesia Berdasarkan Target WSIS
Tahun 2015”. Jurnal Sistem Informasi, 2(2), 2006,

Website :
https://www.dosenpendidikan.co.id/7-pengertian-implementasi-menurut-para-
ahli-lengkap/. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 20.30.
https://infokomputer.grid.id/read/121277411/belajar-dari-estonia-negeri-kecil-
dengan-pemerintahan-full-digital. Diakses 31 Oktober 2019.
https://mohamadsteven.blogspot.com/2012/10/profil-negara-estonia.html. Diakses
31 Oktober 2019 pukul 08.00.
https://sis.binus.ac.id/2016/12/16/cloud-computing/. Diakses 30 Oktober 2019
pukul 19:37.

Anda mungkin juga menyukai